Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FIQIH MUAMALAH

“FIQIH KONTEMPORER”
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah Fiqih Muamalah
Dosen Pengampu: Usep Malik Haerudin M.Pd

Disusun oleh :
Ai Sri Handayani 02086208012002
Fatah Miftahudin Sara 02086208012018
Windi Widaningsih 02086208012072
Resiani Regita Putri 02086208012047

PAI B SEMESTER 3
STAI SILIWANGI GARUT
Jln.Raya Tutugan No.117 Leles Haruman Garut Jawa Barat 44152

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Fiqih Kontemporer ini tepat
pada waktunya.Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada Fiqih Muamalah Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan Fiqih Muamalah bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada,Bapak Usep Malik Haerudin,M.Pd. selaku Dosen
Fiqih Muamalah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.kami menyadari, makalah
yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Garut, Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….…iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG....................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................................1
C. TUJUAN.........................................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN........................................................................................................................2
A. Pengertian Fiqh Kontemporer.........................................................................................2
B. Tujuan Fiqh Kontemporer...............................................................................................3
C. Berbagai Pemikiran Islam Tentang Fiqh Kontemporer..................................................3
D. Ruang Lingkup Kajian fiqh Kontemporer......................................................................4
E. Landasan Hukum Fiqih Kontemporer.............................................................................6
F. Contoh Fiqh Kontemporer..............................................................................................9
G. Hikmah Mempelajari Fiqih Kontemporer.....................................................................11
BAB III PENUTUP..................................................................................................................12
A. Kesimpulan...................................................................................................................12
B. Saran..............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Akibat arus modernisasi yang meliputi hampir sebagian besar Negara-negara yang
dihuni mayoritas umat islam. Dengan adanya arus modrenisasi tersebut,
mangakibatkan munculnya berbagai macam perubahan dalam tatanan sosial umat
islam, baik yang menyangkut Ideologi Politik, Sosial, Budaya dan sebagainya.
Berbagai perkembangan tersebut seakan-akan cenderung menjauhkan umat dari nilai-
nilai agama. Hal tersebut terjadi karena aneka prubahan tersebut banyak melahirkan
simbol-simbol sosial dan kultural yang secara eksplisit tidak memiliki simbol
keagamaan yang telah mapan, atau disebabkan kemajuan modrenisasi tidak diimbangi
dengan pembaharuan pemikiran keagamaan.
Telah mapannya sistem pemikiran barat di mayoritas negeri muslim secara faktual
lebih mudah diterima dan diamalkan apa lagi sangat didukung oleh kekuatan yang
bersifat struktural maupun kultural, namun masyarakat islam dalam penerimaan
konsepsi barat tersebut tetap merasakan adanya semacam “kejanggalan” baik secara
psikologis, sosiologis maupun politis. Tetapi karena belum terwujudnya konsepsi
islam yang lebih kotekstual, maka dengan rasa ketidak berdayaan mereka mengikuti
saja konsepsi yang tidak islami. Hal tersebut akhirnya menggugah naluri pakar hukum
islam yang lebih relevan dengan perkembangan zaman.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian fiqh kontemporer?
2. Apa tujuan fiqh kontemporer ?
3. Bagaimana pemikiran islam tentang fiqh kontemporer ?
4. Apa saja ruang lingkup kajian fiqh kontemporer?
5. Bagaimana Landasan Hukum Fiqh Kontemporer?
6. Bagaimana Contoh Fiqh Kontemporer dan Hikmah mempelajari Fiqh
Kontemporer?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian fiqh kontemporer.
2. Untuk mengetahui tujuan fiqh kontemporer.
3. Untuk mengetahui pemikiran islam tentang fiqh kontemporer.
4. Untuk mengetahui ruang lingkup kajian fiqh kontemporer.
5. Untuk mengetahui Landasan Hukum Fiqh Kontemporer.
6. Untuk Mengetahui Contoh Fiqh Kontemporer dan Hikmah mempelajari Fiqh
Kontemporer.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqh Kontemporer


Fiqh menurut bahasa adalah mengetahui sesuatu dengan mengerti. Adapun
fiqh menurut istilah adalah ilmu tentang hukum syara yang bersifat amali diambil dari
dalil-dalil yang tafsili.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian kontemporer berarti
sewaktu, semasa, pada waktu atau masa yang sama, pada masa kini,dewasa ini. Jadi
dapat disimpulkan bahwa fiqh kontemporer adalah tentang perkembangan pemikiran
fiqh dewasa ini. Dalam hal ini yang menjadi titik acuan adalah bagaimana tanggapan
dan metodologi hukum islam dalam memberikan jawaban terhadap masalah-masalah
kontemporer.
Perkembangan kehidupan manusia selalu berjalan sesuai dengan ruang dan
waktu, dan ilmu fiqh adalah ilmu yang selalu berkembang karena tuntutan kehidupan
zaman. Fiqh adalah ilmu yang sangat penting bagi kehidupan umat islam.
Dengan semakin berkembangnya arus informasi dan jaringan komunikasi
dunia, terjadi pulalah apa yang disebut dengan proses modernisasi. Modernisasi
tersebut melahirkan berbagai macam bentuk perubahan baik secara struktural maupun
kultural.
Perubahan struktural berarti perubahan yang hanya meliputi struktur sosial
belaka, yakni jalinan dan hubungan satu sama lain dari keseluruhan unsur sosial.
Unsur-unsur sosial yang pokok adalah kaidah-kaidah, lembaga-lembaga,
kelompok-kelompok dan lapisan sosial. Sedangkan perubahan secara kultural lebih
bersifat ideologis atau immaterial yakni perubahan nilai-nilai, pemikiran dan
sebagainya. Dalam era modernisasi dewasa ini, salah satu aspek pemikiran yang
turut mengalami tuntutan perubahan adalah di bidang hukum islam. Mengingat
hukum islam merupakan salah satu bagian ajaran agama yang terpenting, maka perlu
ditegaskan di sini aspek mana yang mengalami perubahan dalam kaitannya dengan
hokum islam tersebut. Karena agama dalam pengertiannnya sebagai wahyu Tuhan
tidak akan berubah, tetapi tentang pemikiran manusia tentang ajarannya, terutama
dalam hubungan dengan penerapannya di dalam dan di tengah-tengah masyarakat
yang selalu berubah.

2
Berdasarkan hal tersebut di atas, bahwa perubahan yang dimaksud bukanlah
perubahan secara tekstual tetapi secara kontekstual. Teks Al-Qur’an tentunya tidak
mengalai perubahan, tetapai pemahaman dan penerapannya dapat disesuaikan dengan
konteks perkembangan zaman. Karena perubanhan sosial merupakan suatu proses
kemasyarakatan yang berjalan secara terus menerus, maka perubahan penerapan dan
pemahaman ajaran islam juga harus bersifat kontinu sepanjang zaman. Dengan
demikian ialam akan tetap relevan dan actual, serta mampu menjawab tantangan
modernitas.
Pengaruh-pengaruh unsur perubahan di atas dapat menimbulkan peruhan
dalam system pemikiran islam termasuk pembaharuan dalam hokum islam. Dengan
demikian hokum islam akan tetap mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan
tuntutan zaman (modenitas). Tanpa adanya upaya pembaharuan pemikiran dimaksud
tentu akan menimbulkan kesulitan dalam kemasyarakatan hukum sebagai salah satu
pilar masyarakat, sedangkan kehidupan masyarakat itu sendiri senantiasa mengalami
perkembangan, maka upaya pembaharuan pemahaman hokum islam pun harus dapat
mengikuti perubahan itu.

B. Tujuan Fiqh Kontemporer


Dr. Yusuf Qardlawi dalam salah satu kitabnya secara implisit mengungkapkan
betapa perlunya fiqh kontemporer. Dengan adanya kemajuan yang cukup mendasar,
timbul pertanyaan bagi kita, mampukah ilmu fiqh menghadapi zaman modern?. Masih
relevankah hukum islam -yang lahir 14 abad silam- diterapkan sekarang?. Tentu saja
kita, sebagai muslim, akan menjawabnya. Hukum islam mampu menghadapi zaman,
dan masih relevan untuk diterapkan “tidak asal bicara, memang. Tapi, untuk menuju
kesana, perlu syarat yang harus dijalani secara konsekuen. Untuk merealisir tujuan
penciptaan fiqh kontemporer tersebut Qardlawi menawarkan konsep ijtihad. ijtihad
yang perlu di buka kembali. Manapaak-tilasi apa yang telah dilakukan ulama salaf.
Dalam hal yang berkaitan dengan hukum kemasyarakatan, kita perlu bebas madzhab.
Pandangan Prof. Said Rramadan tentang hal serupa. Semua pendapat yang
harus di timbang dengan kriteria Al-Qur’an dan As- sunnah. Dan semua manusia
sesudah Rasulullah SAW dapat berbuat keliru. Dalam segala hal dimana tidak ada
teks yang mengikat, maka pertimbangan masalah sajalah yang mengikat. dan bahwa
aturan demi maslahah dapat berubah bersama perubahan keadaan di masa, terdahulu:
“Di mana ada maslahah disanalah letak jalan Allah”. Perbedaan antara syari’ah

3
(Sebagaimana tercantum dalam Al-Qura’an dan As-sunnah) yang mengikat abadi
dengan dalil- dalil yang diterangkan oleh para fuqoha’ seharusnya memeberikan
pengaruh yang sangat sehat terhadap umat islam pada zaman ini.
Pernyataan diatas dapat kita ambil kesimpulan khususnya berkenaan dengan
munculnya isu fiqih kontemporer tersebut, yakni: bagaimanapun pemikiran ulama
bisa di pertanyakan kembali berdasarkan kriteria Al-Qur’an dan As-Sunnah di sisi
lain pertimbangan maslahah dapat di jadikan rujukan dalam upaya penyesuaian fiqh
dengan zaman yang berkembang. Terakhir, perbedaan antara syari’ah dengan fiqih
menjadi peluang timbulnya pengkajian fiqih kontemporer. Demikianlah sekelumit
beberapa latar belakang munculnya isu fiqih kontemporer yang dapat penulis
kemukakan.
Jadi tujuan dari fiqh kontemporer adalah untuk menyesuaikan perubahan
zaman dengan cara memadupadukan ilmu klasik dengan perkembangan ilmu
sekarang sesuai dengan permasalahan yg terjadi di era modern ini, karena ilmu klasik
zaman dulu Ruang geraknya sempit, pemikiran rasional diganti dengan pola
pemikiran tradisional. Dalam menghadapi maslah-masalah baru mereka tidak lagi
secara langsung menggali ke al-qur’an dan hadist tetapi lebih banyak terikat denga
produk pemikiran ulama abad klasik. Sehingga orisinalitas pemikiran semakin
berkurang dan cenderung dogmatis. Maka bekulah pemikiran serta kurang mampu
beradaptasi dengan perkembangan zaman.oleh sebab itu muncullah evolusi baru dari
ilmu fiqh yaitu fiqh kontemporer.

C. Berbagai Pemikiran Islam Tentang Fiqh Kontemporer


Prof. Dr. Haru Nasution membagi ciri pemikiran islam ke dalam tiga zaman,
yakni zaman klasik ( abad VII-XII ) zaman ini disebut juga oleh beliau sebagai zaman
rasional, zaman pertengahan ( tradisional ) abad XIII-XVIII dan zaman modern
(kontemporer) abad XIX- . Berdasarkan kriteria di atas, fiqih klasik yang di maksud
adalah pola pemahaman fiqih abad VII-XII, sedangka fiqih kontemporer, adalah pola
pemahaman fiqih abad XIX dan seterusnya. Yang menjadi fokus kajian disini adalah;
adakah relevansinya antara pola pemahaman fiqih kontemporer dengan fiqih klasik,
lalu di mana letak relevansi pemahaman antara kedua zaman tersebut?
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, metode berpikir ulama klasik terkait langsung
dengan al-qur’an dan hadist, sehingga banyak melahirkan ijtihad yang kualitatif, hal
ini banyak di contohkan oleh para sahabat nabi terutama Umar bin Khattab. Metode

4
berpikir itu pulalah yang di tiru oleh imam-imam mazhab fiqih seperti imam Malik,
Abu hanafiah, Syafi’i, dan ibnu hambal. Juga oleh para mutakallimin seperti: Washil
bin ‘Atha’, Abu al-huzail, Al-jubba’i, Al-asy’ari, Al-maturidi, dan Al-ghozali.
Sedangkan pemikiran zaman pertengahan, berbeda dengan pemikiran zaman klasik,
menjadi terikat sekali dengan hasil pemikiran para ulama zaman klasik. Ruang
geraknya sempit, pemikiran rasional diganti dengan pola pemikiran tradisional.
Dalam menghadapi maslah-masalah baru mereka tidak lagi secara langsung menggali
ke al-qur’an dan hadist tetapi lebih banyak terikat denga produk pemikiran ulama
abad klasik. Sehingga orisinalitas pemikiran semakin berkurang dan cenderung
dogmatis. Maka bekulah pemikiran serta kurang mampu beradaptasi dengan
perkembangan zaman.
Corak pemikiran ini menampilkan sosok ulama islam abad pertengahan
dengan pola penalaran fiqih yang tradisional. Di zaman modern inipun masih banyak
umat islam yang terpaku dengan pola pemikiran islam abad pertengahan tersebut
hanya sebagian kecil yang sudah mulai memakai pola pemikiran rasional zaman
klasik.

D. Ruang Lingkup Kajian fiqh Kontemporer


Yang dimaksud dengan ruang lingkup kajian fiqih kontemporer disini
mencakup: pertama, masalah-masalah fiqih yang berhubungan dengan situasi
kontempoerer (modern). Kedua, wilayah kajian dalam alqur-an dan hadist.
1. Kajian fiqih kontemporer tersebut dapat di kategorikan ke dalam beberapa aspek:
a) Aspek hukum keluarga, seperti: pembagian harta waris, akad via telepon,
perwakafan, nikah hamil, KB, dll.
b) Aspek ekonomi, seperti: Sistem bungan dalam bank, zakat mal dalam
perpajakan, kredit dan arisan, zakat profesi, asuransi, dll.
c) Aspek pidana, seperti: Hukum potong tangan, hukum pidana islam dalam
sistem nasional,dll.
d) Aspek kewanitaan, seperti: busana muslimah (jilbab), wanita karir,
kepemimpinan wanita, dll.
e) Aspek medis, seperti: pencakokan bagian organ tubuh, pembedaha mayat,
kontasepsi mantap, rekayasa genetika, pemilihan jenis kelamin, ramalan
genetika, konseling genetika, perubahan genetika, revolusi biologik, cloning,
percobaan dengan tubuh manusia, penyeberang jenis kelamin dari pria ke

5
waniat atau sebaliknya, kornea mata, bayi tabung, bank susu, bank darah, bank
sperma, vasektomi dan tubektomi dalam aneka variasinya, transfusi darah,
insemniasi sperma manusia dengan hewan, dll.
f) Aspek teknologi, seperti: penyembelihan hewan secara mekanis, seruan azan
atau basmalah dengan kaset, makmum kepada radio atau televisi, memberi
salam dengan bel, penggunaan hisab dengan meninggalkan rakyat, dll.
g) Aspek politik (kenegaraan) yakni tentang perdebatan sekitar istilah ‘negara
islam’ proses pemilhan pemimpin, loyalitas kepada penguasa, dsb.
h) Aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah, seperti,; tabungan haji,
tayamum dengan selain tanah (debu), ibadah qurban dengan uang, menahan
haid karena demi ibadah haji, dan lain-lain.
Itulah hal-hal yang sering jadi bahan kajian di tengah-tengah masyarakat muslim di
tengah-tengah masyarakat muslim dewasa ini.
Mengenai wilayah kajian yang berkenaan dengan al-qur’an dan hadits yang erat
hubungannya dengan fiqih kontemporer, antara lain adalah masalah metodelogi
pemahaman hukum islam, yang perlu dilakukan pengakajian mendalam lagi,
persoalan histories dan sosiologis ayat-ayat al-qur’an maupu hadist nabi, kajian
tentang maqoosiduttasrii’ (tujuan hukum) dan hubungannya dengan formalitas
hukum,keterbukaan kembali pintu ijtihad, soal kemaslahatan umum, adat istiadat
masyarakat yang berlaku, tentang teori nasakh dan teori I’llat hukum, tentang ijma’,
dll.
Ruang lingkup kajian fiqih kontemporer tidak terlepas dari aspek material dan
formalnya hukum islam, serta mana yang permanen dalam hukum islam dan mana
yang bersifat relatif (berubah) atau ghoiruttasyri’. Kajian tentang aspek moralitas dan
formalitas hukum inilah yang menjadi ajang kajian fiqih kontemporer ini.
Untuk meretas kebekuan fiqih dalam berinteraksi dengan dinamika
kontemporer, A. Qadri Azizi menawarkan sebelas langkah, sebagai berikut:
1. Mendahulukan sumber primer (Alqur’an dan sunnah) dalam menentukan rujukan
dan kitab induk imam madzhab dalam bermadzhab ketika berhadapan dengan
masalah hukum kontemporer.
2. Berani mengkaji pemikiran ulama atau keputusan hukum organisasi
kemasyarakatan Islam dengan pendekatan critical study dan history of ideas dan
tidak hanya terbatas pada tataran doctrinal dan dogmatis.

6
3. Karya ulama klasik diposisikan sebagai knowledge baik produk deduktif maupun
empirik.
4. Mempunyai sikap terbuka dengan dunia luar, baik dalam kontek iptek maupun
budaya dan gagasan pemikiran serta tidak tergesa-gesa menjastifikasi sesuatu
yang baru dengan landasan emosional.
5. Responsif terhadap permasalah yang muncul karena masyarakat ingin
mendapatkan jawaban cepat dari pakar fiqih.
6. Menawarkan pola penafsiran aktif dan proaktif, yaitu pola jawaban masalah
hukum yang mampu memberi inspirasi dan guidance untuk kehidupan yang
sedang dijalani umat Islam.
7. Ahkam al-khamsah (wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah) agar dijadikan
sebagai ajaran etika dan tata nilai di tengah kehidupan masyarakat.
8. Menjadikan ilmu fiqih sebagai ilmu hukum secara umum, yaitu kajian fiqih
dilakukan menggunakan pendekatan ilmu hukum sehingga pakar hukum umum
dapat memahami substansi fiqih dengan baik dan benar.
9. Kajian fiqih harus menyeimbangkan pendekatan deduktif dan induktif. Proses
deduktif adalah bagaimana memahami Alqur’an dan sunnah dengan segala
metodenya termasuk qiyas dan proses induktif adalah bagaimana memberikan
peran akal dalam porsi yang benar untuk mewujudkan hasanah di dunia dan
akhirat bagi umat Islam.
10. Menjadikan maslahah ‘ammah sebagai landasan penting dalam membangn fiqih.
11. Menjadikan Alqur’an dan sunnah sebagai barometer dan kontrol terhadap hal-hal
ijtihadi, terutama ketika proses ijtihad itu menggunakan pendekatan induktif dan
bukan deduktif.

E. Landasan Hukum Fiqih Kontemporer


Sumber hukum utama dalam fikih kontemporer adalah al-Qur’an, al-Sunnah,
ijma’ dan qiyas. Pada sub bab pembahasan ini hanya memberikan gambaran tentang
landasan hukum utama dalam fikih kontemporer. Tetapi, yang perlu dijadikan catatan
adalah bahwa seluruh landasan dalil hukum mengacu pada wahyu Allah Ta’ala yaitu
al-Qur’an dan al-Sunnah. Bahkan ijma’ pun adalah hasil pemahaman final para
mujtahid ummat Islam suatu zaman terhadap seluruh nash-nash yang ada akan suatu
hukum tertentu.

7
Allah Ta’ala berfirman: “Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang
berserah diri.” (QS. An-Nahl: 89)
Sumber hukum ketiga setelah al-Qur’an dan al-Sunnah adalah ijma’. Secara
bahasa, ijma berkamna ‫اق‬MM‫االتف‬yaitu kesepakatan dan juga bermakna ‫زم‬MM‫ الع‬yaitu
keinginan kuat.
Di antara, landasan dalil yang menunjukan bahwa ijma’ adalah hujjah adalah
firman Allah Ta’ala dalam al-Qur’an surat al-Nisa ayat 115:
"Dan barangsiapa yang menentang rosul sesudah jelas kebenaran baginya serta
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa ter-
hadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam
Jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali.”(QS. An Nisa’ [4]:
115)
Sisi pendalilan dari ayat ini adalah: bahwasannya Allah Ta’ala mengancam
penyelisihan dari jalan orang-orang beriman, maka jalan orang-orang yang beriman
adalah yang wajib untuk diikuti dan selainnya adalah batil yang wajib ditinggalkan.
Apa-apa yang disepakati oleh mereka adalah mutlak jalan mereka dan itulah sebuah
kebenaran mutlak maka wajib untuk diikuti dan tidak ada makna ijma’ melainkan
seperti ini yang dimaksudkan.
Ayat di atas banyak dijadikan para ulama, khususnya ahli uhsul sebagai
landasan dalil bahwa ijma’ salah satu sumber hukum. Ibnu Qudamah berkata, “Dan
ini menunjukkan wajibnya mengikuti jalan-jalan orang beriman dan diharamkan
menyelisihi mereka.” Maka, jika mujtahid ummat Islam telah berijma’ akan suatu
hukum tertentu, tidak boleh ada seorang pun yang menyelisihi ijma’ tersebut karena
ijma' adalah hujjah qhat’i menurut pendapat jumhur ulama.
Adapun terkait dengan sumber hukum lainnya selain al-Qur’an, al-Sunnah dan Ijma
bisa dibaca kajiannya di kitab-kitab ushul al-Fiqh yang secara khusus menjelaskan
tentang sumber hukum dalam Islam, baik sumber hukum yang disepakati maupun
yang diperselisihkan oleh para ulama.
Di sisi yang lain, bisa jadi dalam fikih kontemporer terjadi perbedaan pendapat
tentang status hukumnya di kalangan para ulama. Haja saja, yang harus menjadi
pertimbangan utama oleh setiap muslim adalah pertimbangan kekuatan dalil dan cara
berdalil.

8
Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang merupakan wadah musyawarah para
ulama, dan cendekiawan muslim serta menjadi pengayom bagi seluruh muslim
Indonesia adalah lembaga paling kompeten bagi pemecahan dan penjawaban setiap
masalah social keagamaan yang senantiasa timbul dan dihadapi masyarakat serta telah
mendapat kepercayaan penuh, baik dari masyarakat mupun dari pemerintah.
Sejalan dengan hal tersebut, makalah ini disusun untuk memahami bagaimana MUI
memutuskan beberapa permasalahan hukum Islam, dan metode apa yang digunakan
MUI dalam memutuskan bebarapa permasalahan tersebut, serta bagaimana istimbat
tersebut jika disandingkan dengan konteks keIndonesian.

1. Metode Ijtihad

Berikut ini metode-metode ijtihad pengambilan hukum Islam:

a. Ijtihad Secara etimologi,


Ijtihad diambil dari kata al-jahd atau al-juhd, yang berarti al-mayaqat
(kesulitan dan kesusahan) dan ath-thaqat (kesanggupan dan kemampuan).
Adapun definisi ijtihad secara terminologi adalah pengerahan segala
kesanggupan seorang faqih (pakar fiqih Islam) untuk memperoleh
pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalil syara’ (agama).

b. Ijma’
Secara etimologi, kata ijma’ merupaka masdar (kata benda verbal) dari
kata “ajma’a” yang artinya memutuskan dan menyepakati sesuatu, Ia juga
bisa berarti kesepakatan bulat atau konsensus, sedangkan secara terminologi
Ijma’ adalah kesepakatan (konsensus) seluruh mujtaid pada suatu masa
tertentu sesudah wafatnya Rasulullah SAW atas hukum syara’ pada suatu
peristiwa

c. Qiyas
Qiyas menurut bahasa berarti menyamakan atau mengukur sesuatu
dengan yang lain, sedangkan secara istilah qiyas adalah suatu proses
penyingkapan kesamaan hukum suatu kasus yang tidak disebutkan dalam
suatu nash, dengan suatu hukum yang disebutkan dalam nash karena adanya
kesamaan dalam illatnya.

9
d. Al-Istihsan
Istihsan menurut bahasa ialah menganggap baik sesuatu, sedangkan
menurut ulama Ushul (Ushuliyin) ialah meninggalkan hukum yang telah
ditetapkan pada suatu peristiwa atau kejadian yang ditetapkan berdasar dalil
syara', menuju (menetapkan) hukum lain dari peristiwa atau kejadian itu juga,
karena ada suatu dalil syara' yang mengharuskan untuk meninggalkannya.

e. Al-Maslahah
Al-Mursalah Menurut bahasa adalah mencari kemaslahatan (yang
mutlak) sedangkan menurut ahli istilah Al-Maslahah al-Mursalah adalah
suatu kemashlahatan yang tidak mempunyai dalil, tetapi juga tidak ada
pembatalnya. Jika terdapat suatu kejadian yang tidak ada ketentuan syari’at
dan tidak ada illat yang keluar dari syara’ yang menentukan kejelasan hukum
kejadian tersebut, kemudian ditemukan sesuatu yang sesuai dengan hukum
syara’, yakni suatu ketentuan yang berdasarkan pemeliharaan kemadorotan
atau untuk menyatakan suatu manfaat, maka Al-Maslahah al-Mursalah adalah
kemashlahatan; yakni memelihara dari kemadaratan dan menjaga
kemanfaatan.

f. Istishhab
Istishhab secara harfiyah adalah mengakui adanya hubungan
perkawinan. Sedangkan menurut ulama’ Ushul adalah menetapkan sesuatu
menurut keadaan sebelumnya sampai terdapat dalil-dalil yang menunjukkan
perubahan keaadan, atau menjadikan hukum yang telah ditetapkan pada masa
lampau secara kekal menurut keadaannya sampai terdapat dalil yang
menunjukkan perubahan. Berdasarkan kaidah:
‫األصل في األشياء اإلباحة‬
Artinya: “Pangkal sesuatu itu adalah kebolehan”.

g. Al-‘Urf
Arti Al-‘Urf secara harfiyah adalah keadaan, ucapan, perbuatan, atau
ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk

10
melaksanakannya atau meninggalkannya. Dikalangan masyarakat Al-‘Urf
sering disebut dengan adat.

h. Dzari’ah
Pengertian Dzari’ah ditinjau dari segi bahasa adalah “jalan menuju
sesuatu”. Sebagian ulama mengkhususkan pengertian Dzari’ah dengan
sesuatu yang membawa pada perbuatan yang dilarang dan mengandung
kemadharatan. Akan tetapi pengertian tersebut ditentang oleh para ulama
ushul lainnya, diantarany Ibn Qayyim Aj-Jauziyah yang mengatakan bahwa
Dzari’ah itu tidak hanya menyangkut sesuatu yang dilarang, tetapi ada juga
yang dianjurkan. Dengan demikian, lebih tepat kalau Dzari’ah dibagi menjadi
dua, yaitu sadd adz-dzari’ah (yang dilarang), dan fath adz-dzari’ah (yang
dianjurkan).

F. Contoh Fiqh Kontemporer


Hukum Memakan Kopi Luwak
Dalam pandangan para ulama dari kalangan Madzhab Syafi‘i, apabila ada
binatang yang memakan biji kemudian biji itu keluar dari perutnya dalam keadaan
utuh, maka dalam konteks ini perlu dilihat.
Apabila kekerasan biji tersebut masih tetap terjaga sehingga sekiranya ditanam
bisa tumbuh, maka status hukum biji tersebut adalah suci akan tetapi wajib dicuci
bagian luarnya karena bersentuhan dengan najis.
“Para sahabat kami rahimahumullah (para ulama dari kalangan Madzhab Syafi‘i)
berpendapat bahwa apabila seekor binatang memakan biji kemudian biji tersebut
keluar dari perutnya dalam keadaan masih utuh. Dalam konteks ini apabila
kekerasannya masih tetap di mana sekiranya ditanam akan tumbuh, maka biji tersebut
adalah suci, akan tetapi harus dicuci permukaan atau bagian luarnya karena
bersentuhan dengan najis,” (Lihat Muhayiddin Syarf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul
Muhadzdzab, Jeddah, Maktabah Al-Irsyad, juz II, halaman 591).
Jika pandangan yang dikemukakan Imam Nawawi ini kita tarik dalam konteks
pertanyaan di atas, maka pandangan ini mengandaikan, bahwa biji kopi yang dimakan
luwak kemudian keluar lagi melalui duburnya, dan sepanjang kekerasannya masih
tetap dan bisa ditanam kembali, maka masuk kategori barang suci yang terkena najis

11
(mutanajjis) di mana bagian luarnya terkena najis sehingga bisa disucikan dengan cara
dicucinya, sedang bagian dalamnya tidak najis.
Argumentasi rasional yang dibangun untuk meneguhkan pandangan ini adalah
bahwa meskipun biji adalah makanan bagi binatang, namun biji tersebut tidak
mengalami kerusakan. Hal ini sama dengan binatang yang menelan biji kemudian
bijinya keluar. Bagian dalam biji tersebut adalah suci, sedang kulitnya adalah najis
dan bisa suci dengan dicuci.
Berbeda kasusnya binatang menelan biji kemudian bijinya keluar namun
kekerasannya telah hilang sehingga sekiranya ditanam tidak akan tumbuh, maka
dalam konteks ini biji tersebut statusnya adalah najis. “Sebab, kendatipun biji tersebut
adalah makanan binatang namun tidak menjadi rusak. Karenanya menjadi seperti
binatang yang menelan biji kemudian biji keluar (dari duburnya, penerjemah), maka
bagian dalam biji tersebut adalah suci dan kulitnya menjadi suci dengan dicuci.
Berbeda jika kekerasan biji tersebut telah hilang, di mana sekiranya ditanam tidak
akan tumbuh, maka biji tersebut adalah najis,” (Lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi,
Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, juz II, halaman 591).

G. Hikmah Mempelajari Fiqih Kontemporer

1. Menjadi pondasi dalam berijtihad


Para Ulama emutuskan hukum syara’ atau perkara-perkara yang tidak ada dalilnya
dalam Al-quran dan Al-hadist. Tentunya dalam berijtihad tidak boleh dilakukan
secara sembarangan. Sebab nantinya hasil ijtihad ini akan digunakan oleh
masyarakat sebagai landasan hukum. Dengan demikian, pembentukan hukum
islam bisa lebih mendekati kebenaran.
2. Menerapkan kaidah islam secara benar
Pada dasarnya, hukum ilmu fiqih bersumber pada Al-quran, hadist, ijma’ dan
qiyas. Seseorang yang sanggup mempelajari hal tersebut secara terperinci tentunya
ia akan memiliki pengetahuan luas terhadap dalil-dalil islam. Dengan demikian, ia
pun dapat menerapakan kaidah islam secara benar.
3. Meningkatkan keimanan

12
Mempelajari ilmu fiqh kontemporer tidak hanya mengembangkan ilmu
pengetahuan saja, tapi juga bisa meningkatkan keimanan. Semakin kita mendalami
konsep Al-quran dan Al-hadist maka iman tentu akan semakin kuat.
4. Memperkuat ketaqwaan
Selain meningkatkan iman, mempelajari ushul fiqih juga memperkuat takwa. Kita
semakin mengetahui tentang dalil-dalil yang benar dan salah, mendalami tentang
hukum Allah Ta’ala. Dengan demikian, akan muncul rasa takut bila durhaka
kepada Allah. Hal ini bisa membuat ketaqwaan semakin meningkat.
5. Meluruskan penyimpangan-penyimpangan di masyarakat
Selanjutnya, dengan mempelajari fiqh kontemporer bisa membantu mengatasi
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di masyarakat pada masa kini.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Latar belakang munculnya isu Fiqh kontemporer yaitu akibat adanya arus
modernisasi yang meliputi hampir sebagian besar Negara- Negara yang dihuni oleh
mayoritas umat islam. Modernisasi tersebut melahirkan berbagai macam bentuk
perubahan baik secara struktural maupun kultural.
Dapatlah kita kemukakan bahwa persoalan fiqih kontemporer di masa akan
datang lebih komplit lagi dibanding yang kita hadapi hari ini. Hal tersebut disebabkan
arus perkembangan zaman yang berdampak kepada semakin terungkapnya berbagai
persoalan umat manusia, baik hubungan antara sesama maupun dengan kehidupan
alam sekitarnya.Kompleksitas masalah tersebut tentunya akan membutuhkan
pemecahan masalah berdasarkan nilai-nilai agama. Disinilah letak betapa pentingnya
rumusan ideal moral maupun formal dari fiqih kontemporer tersebut, yang tidak lain
bertujuan untuk menjaga keutuhan nilai ketuhanan, kemanusiaan dan kealaman,
terutama yang menyangkut dengan aspek lahiriyah kehidupan manusia di dunia ini.
Teks Al-Qur’an tentunya tidak mengalai perubahan, tetapi pemahaman dan
penerapannya dapat disesuaikan dengan konteks perkembangan zaman. Karena
perubanhan sosial merupakan suatu proses kemasyarakatan yang berjalan secara terus
menerus, maka perubahan penerapan dan pemahaman ajaran islam juga harus bersifat
kontinu sepanjang zaman. Dengan demikian islam akan tetap relevan dan aktual, serta
mampu menjawab tantangan modernitas.

B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber -
sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Arifin , Bey. Terjemah Sunan An-Nasai, Semarang : CV Syi Syifa, 1992.

Qardhowi , Yusuf. Fatwa – fatwa Kontenporer, Jakarta : Gema Insani Press, 1996.

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah , Depok : Al-Quran Tajwid , 2008.

Saleh, Hasan . Kajian Fiqh Nawawi & Fiqh Kontemporer , Jakarta : Rajawali Press , 2008.

http://fazarsodik.blogspot.co.id/2016/03/makalah-problematika-fiqih-kontemporer.html

http://diyahhalimatusadiya.blogspot.co.id/2013/05/fiqh-kontemporer.html

https://muamalatku.com/halal-haram-hukum-bitcoin-dalam-islam/

15

Anda mungkin juga menyukai