“FIQIH KONTEMPORER”
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah Fiqih Muamalah
Dosen Pengampu: Usep Malik Haerudin M.Pd
Disusun oleh :
Ai Sri Handayani 02086208012002
Fatah Miftahudin Sara 02086208012018
Windi Widaningsih 02086208012072
Resiani Regita Putri 02086208012047
PAI B SEMESTER 3
STAI SILIWANGI GARUT
Jln.Raya Tutugan No.117 Leles Haruman Garut Jawa Barat 44152
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Fiqih Kontemporer ini tepat
pada waktunya.Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada Fiqih Muamalah Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan Fiqih Muamalah bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada,Bapak Usep Malik Haerudin,M.Pd. selaku Dosen
Fiqih Muamalah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.kami menyadari, makalah
yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….…iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG....................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................................1
C. TUJUAN.........................................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN........................................................................................................................2
A. Pengertian Fiqh Kontemporer.........................................................................................2
B. Tujuan Fiqh Kontemporer...............................................................................................3
C. Berbagai Pemikiran Islam Tentang Fiqh Kontemporer..................................................3
D. Ruang Lingkup Kajian fiqh Kontemporer......................................................................4
E. Landasan Hukum Fiqih Kontemporer.............................................................................6
F. Contoh Fiqh Kontemporer..............................................................................................9
G. Hikmah Mempelajari Fiqih Kontemporer.....................................................................11
BAB III PENUTUP..................................................................................................................12
A. Kesimpulan...................................................................................................................12
B. Saran..............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Akibat arus modernisasi yang meliputi hampir sebagian besar Negara-negara yang
dihuni mayoritas umat islam. Dengan adanya arus modrenisasi tersebut,
mangakibatkan munculnya berbagai macam perubahan dalam tatanan sosial umat
islam, baik yang menyangkut Ideologi Politik, Sosial, Budaya dan sebagainya.
Berbagai perkembangan tersebut seakan-akan cenderung menjauhkan umat dari nilai-
nilai agama. Hal tersebut terjadi karena aneka prubahan tersebut banyak melahirkan
simbol-simbol sosial dan kultural yang secara eksplisit tidak memiliki simbol
keagamaan yang telah mapan, atau disebabkan kemajuan modrenisasi tidak diimbangi
dengan pembaharuan pemikiran keagamaan.
Telah mapannya sistem pemikiran barat di mayoritas negeri muslim secara faktual
lebih mudah diterima dan diamalkan apa lagi sangat didukung oleh kekuatan yang
bersifat struktural maupun kultural, namun masyarakat islam dalam penerimaan
konsepsi barat tersebut tetap merasakan adanya semacam “kejanggalan” baik secara
psikologis, sosiologis maupun politis. Tetapi karena belum terwujudnya konsepsi
islam yang lebih kotekstual, maka dengan rasa ketidak berdayaan mereka mengikuti
saja konsepsi yang tidak islami. Hal tersebut akhirnya menggugah naluri pakar hukum
islam yang lebih relevan dengan perkembangan zaman.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian fiqh kontemporer?
2. Apa tujuan fiqh kontemporer ?
3. Bagaimana pemikiran islam tentang fiqh kontemporer ?
4. Apa saja ruang lingkup kajian fiqh kontemporer?
5. Bagaimana Landasan Hukum Fiqh Kontemporer?
6. Bagaimana Contoh Fiqh Kontemporer dan Hikmah mempelajari Fiqh
Kontemporer?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian fiqh kontemporer.
2. Untuk mengetahui tujuan fiqh kontemporer.
3. Untuk mengetahui pemikiran islam tentang fiqh kontemporer.
4. Untuk mengetahui ruang lingkup kajian fiqh kontemporer.
5. Untuk mengetahui Landasan Hukum Fiqh Kontemporer.
6. Untuk Mengetahui Contoh Fiqh Kontemporer dan Hikmah mempelajari Fiqh
Kontemporer.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Berdasarkan hal tersebut di atas, bahwa perubahan yang dimaksud bukanlah
perubahan secara tekstual tetapi secara kontekstual. Teks Al-Qur’an tentunya tidak
mengalai perubahan, tetapai pemahaman dan penerapannya dapat disesuaikan dengan
konteks perkembangan zaman. Karena perubanhan sosial merupakan suatu proses
kemasyarakatan yang berjalan secara terus menerus, maka perubahan penerapan dan
pemahaman ajaran islam juga harus bersifat kontinu sepanjang zaman. Dengan
demikian ialam akan tetap relevan dan actual, serta mampu menjawab tantangan
modernitas.
Pengaruh-pengaruh unsur perubahan di atas dapat menimbulkan peruhan
dalam system pemikiran islam termasuk pembaharuan dalam hokum islam. Dengan
demikian hokum islam akan tetap mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan
tuntutan zaman (modenitas). Tanpa adanya upaya pembaharuan pemikiran dimaksud
tentu akan menimbulkan kesulitan dalam kemasyarakatan hukum sebagai salah satu
pilar masyarakat, sedangkan kehidupan masyarakat itu sendiri senantiasa mengalami
perkembangan, maka upaya pembaharuan pemahaman hokum islam pun harus dapat
mengikuti perubahan itu.
3
(Sebagaimana tercantum dalam Al-Qura’an dan As-sunnah) yang mengikat abadi
dengan dalil- dalil yang diterangkan oleh para fuqoha’ seharusnya memeberikan
pengaruh yang sangat sehat terhadap umat islam pada zaman ini.
Pernyataan diatas dapat kita ambil kesimpulan khususnya berkenaan dengan
munculnya isu fiqih kontemporer tersebut, yakni: bagaimanapun pemikiran ulama
bisa di pertanyakan kembali berdasarkan kriteria Al-Qur’an dan As-Sunnah di sisi
lain pertimbangan maslahah dapat di jadikan rujukan dalam upaya penyesuaian fiqh
dengan zaman yang berkembang. Terakhir, perbedaan antara syari’ah dengan fiqih
menjadi peluang timbulnya pengkajian fiqih kontemporer. Demikianlah sekelumit
beberapa latar belakang munculnya isu fiqih kontemporer yang dapat penulis
kemukakan.
Jadi tujuan dari fiqh kontemporer adalah untuk menyesuaikan perubahan
zaman dengan cara memadupadukan ilmu klasik dengan perkembangan ilmu
sekarang sesuai dengan permasalahan yg terjadi di era modern ini, karena ilmu klasik
zaman dulu Ruang geraknya sempit, pemikiran rasional diganti dengan pola
pemikiran tradisional. Dalam menghadapi maslah-masalah baru mereka tidak lagi
secara langsung menggali ke al-qur’an dan hadist tetapi lebih banyak terikat denga
produk pemikiran ulama abad klasik. Sehingga orisinalitas pemikiran semakin
berkurang dan cenderung dogmatis. Maka bekulah pemikiran serta kurang mampu
beradaptasi dengan perkembangan zaman.oleh sebab itu muncullah evolusi baru dari
ilmu fiqh yaitu fiqh kontemporer.
4
berpikir itu pulalah yang di tiru oleh imam-imam mazhab fiqih seperti imam Malik,
Abu hanafiah, Syafi’i, dan ibnu hambal. Juga oleh para mutakallimin seperti: Washil
bin ‘Atha’, Abu al-huzail, Al-jubba’i, Al-asy’ari, Al-maturidi, dan Al-ghozali.
Sedangkan pemikiran zaman pertengahan, berbeda dengan pemikiran zaman klasik,
menjadi terikat sekali dengan hasil pemikiran para ulama zaman klasik. Ruang
geraknya sempit, pemikiran rasional diganti dengan pola pemikiran tradisional.
Dalam menghadapi maslah-masalah baru mereka tidak lagi secara langsung menggali
ke al-qur’an dan hadist tetapi lebih banyak terikat denga produk pemikiran ulama
abad klasik. Sehingga orisinalitas pemikiran semakin berkurang dan cenderung
dogmatis. Maka bekulah pemikiran serta kurang mampu beradaptasi dengan
perkembangan zaman.
Corak pemikiran ini menampilkan sosok ulama islam abad pertengahan
dengan pola penalaran fiqih yang tradisional. Di zaman modern inipun masih banyak
umat islam yang terpaku dengan pola pemikiran islam abad pertengahan tersebut
hanya sebagian kecil yang sudah mulai memakai pola pemikiran rasional zaman
klasik.
5
waniat atau sebaliknya, kornea mata, bayi tabung, bank susu, bank darah, bank
sperma, vasektomi dan tubektomi dalam aneka variasinya, transfusi darah,
insemniasi sperma manusia dengan hewan, dll.
f) Aspek teknologi, seperti: penyembelihan hewan secara mekanis, seruan azan
atau basmalah dengan kaset, makmum kepada radio atau televisi, memberi
salam dengan bel, penggunaan hisab dengan meninggalkan rakyat, dll.
g) Aspek politik (kenegaraan) yakni tentang perdebatan sekitar istilah ‘negara
islam’ proses pemilhan pemimpin, loyalitas kepada penguasa, dsb.
h) Aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah, seperti,; tabungan haji,
tayamum dengan selain tanah (debu), ibadah qurban dengan uang, menahan
haid karena demi ibadah haji, dan lain-lain.
Itulah hal-hal yang sering jadi bahan kajian di tengah-tengah masyarakat muslim di
tengah-tengah masyarakat muslim dewasa ini.
Mengenai wilayah kajian yang berkenaan dengan al-qur’an dan hadits yang erat
hubungannya dengan fiqih kontemporer, antara lain adalah masalah metodelogi
pemahaman hukum islam, yang perlu dilakukan pengakajian mendalam lagi,
persoalan histories dan sosiologis ayat-ayat al-qur’an maupu hadist nabi, kajian
tentang maqoosiduttasrii’ (tujuan hukum) dan hubungannya dengan formalitas
hukum,keterbukaan kembali pintu ijtihad, soal kemaslahatan umum, adat istiadat
masyarakat yang berlaku, tentang teori nasakh dan teori I’llat hukum, tentang ijma’,
dll.
Ruang lingkup kajian fiqih kontemporer tidak terlepas dari aspek material dan
formalnya hukum islam, serta mana yang permanen dalam hukum islam dan mana
yang bersifat relatif (berubah) atau ghoiruttasyri’. Kajian tentang aspek moralitas dan
formalitas hukum inilah yang menjadi ajang kajian fiqih kontemporer ini.
Untuk meretas kebekuan fiqih dalam berinteraksi dengan dinamika
kontemporer, A. Qadri Azizi menawarkan sebelas langkah, sebagai berikut:
1. Mendahulukan sumber primer (Alqur’an dan sunnah) dalam menentukan rujukan
dan kitab induk imam madzhab dalam bermadzhab ketika berhadapan dengan
masalah hukum kontemporer.
2. Berani mengkaji pemikiran ulama atau keputusan hukum organisasi
kemasyarakatan Islam dengan pendekatan critical study dan history of ideas dan
tidak hanya terbatas pada tataran doctrinal dan dogmatis.
6
3. Karya ulama klasik diposisikan sebagai knowledge baik produk deduktif maupun
empirik.
4. Mempunyai sikap terbuka dengan dunia luar, baik dalam kontek iptek maupun
budaya dan gagasan pemikiran serta tidak tergesa-gesa menjastifikasi sesuatu
yang baru dengan landasan emosional.
5. Responsif terhadap permasalah yang muncul karena masyarakat ingin
mendapatkan jawaban cepat dari pakar fiqih.
6. Menawarkan pola penafsiran aktif dan proaktif, yaitu pola jawaban masalah
hukum yang mampu memberi inspirasi dan guidance untuk kehidupan yang
sedang dijalani umat Islam.
7. Ahkam al-khamsah (wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah) agar dijadikan
sebagai ajaran etika dan tata nilai di tengah kehidupan masyarakat.
8. Menjadikan ilmu fiqih sebagai ilmu hukum secara umum, yaitu kajian fiqih
dilakukan menggunakan pendekatan ilmu hukum sehingga pakar hukum umum
dapat memahami substansi fiqih dengan baik dan benar.
9. Kajian fiqih harus menyeimbangkan pendekatan deduktif dan induktif. Proses
deduktif adalah bagaimana memahami Alqur’an dan sunnah dengan segala
metodenya termasuk qiyas dan proses induktif adalah bagaimana memberikan
peran akal dalam porsi yang benar untuk mewujudkan hasanah di dunia dan
akhirat bagi umat Islam.
10. Menjadikan maslahah ‘ammah sebagai landasan penting dalam membangn fiqih.
11. Menjadikan Alqur’an dan sunnah sebagai barometer dan kontrol terhadap hal-hal
ijtihadi, terutama ketika proses ijtihad itu menggunakan pendekatan induktif dan
bukan deduktif.
7
Allah Ta’ala berfirman: “Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang
berserah diri.” (QS. An-Nahl: 89)
Sumber hukum ketiga setelah al-Qur’an dan al-Sunnah adalah ijma’. Secara
bahasa, ijma berkamna اقMMاالتفyaitu kesepakatan dan juga bermakna زمMM العyaitu
keinginan kuat.
Di antara, landasan dalil yang menunjukan bahwa ijma’ adalah hujjah adalah
firman Allah Ta’ala dalam al-Qur’an surat al-Nisa ayat 115:
"Dan barangsiapa yang menentang rosul sesudah jelas kebenaran baginya serta
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa ter-
hadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam
Jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali.”(QS. An Nisa’ [4]:
115)
Sisi pendalilan dari ayat ini adalah: bahwasannya Allah Ta’ala mengancam
penyelisihan dari jalan orang-orang beriman, maka jalan orang-orang yang beriman
adalah yang wajib untuk diikuti dan selainnya adalah batil yang wajib ditinggalkan.
Apa-apa yang disepakati oleh mereka adalah mutlak jalan mereka dan itulah sebuah
kebenaran mutlak maka wajib untuk diikuti dan tidak ada makna ijma’ melainkan
seperti ini yang dimaksudkan.
Ayat di atas banyak dijadikan para ulama, khususnya ahli uhsul sebagai
landasan dalil bahwa ijma’ salah satu sumber hukum. Ibnu Qudamah berkata, “Dan
ini menunjukkan wajibnya mengikuti jalan-jalan orang beriman dan diharamkan
menyelisihi mereka.” Maka, jika mujtahid ummat Islam telah berijma’ akan suatu
hukum tertentu, tidak boleh ada seorang pun yang menyelisihi ijma’ tersebut karena
ijma' adalah hujjah qhat’i menurut pendapat jumhur ulama.
Adapun terkait dengan sumber hukum lainnya selain al-Qur’an, al-Sunnah dan Ijma
bisa dibaca kajiannya di kitab-kitab ushul al-Fiqh yang secara khusus menjelaskan
tentang sumber hukum dalam Islam, baik sumber hukum yang disepakati maupun
yang diperselisihkan oleh para ulama.
Di sisi yang lain, bisa jadi dalam fikih kontemporer terjadi perbedaan pendapat
tentang status hukumnya di kalangan para ulama. Haja saja, yang harus menjadi
pertimbangan utama oleh setiap muslim adalah pertimbangan kekuatan dalil dan cara
berdalil.
8
Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang merupakan wadah musyawarah para
ulama, dan cendekiawan muslim serta menjadi pengayom bagi seluruh muslim
Indonesia adalah lembaga paling kompeten bagi pemecahan dan penjawaban setiap
masalah social keagamaan yang senantiasa timbul dan dihadapi masyarakat serta telah
mendapat kepercayaan penuh, baik dari masyarakat mupun dari pemerintah.
Sejalan dengan hal tersebut, makalah ini disusun untuk memahami bagaimana MUI
memutuskan beberapa permasalahan hukum Islam, dan metode apa yang digunakan
MUI dalam memutuskan bebarapa permasalahan tersebut, serta bagaimana istimbat
tersebut jika disandingkan dengan konteks keIndonesian.
1. Metode Ijtihad
b. Ijma’
Secara etimologi, kata ijma’ merupaka masdar (kata benda verbal) dari
kata “ajma’a” yang artinya memutuskan dan menyepakati sesuatu, Ia juga
bisa berarti kesepakatan bulat atau konsensus, sedangkan secara terminologi
Ijma’ adalah kesepakatan (konsensus) seluruh mujtaid pada suatu masa
tertentu sesudah wafatnya Rasulullah SAW atas hukum syara’ pada suatu
peristiwa
c. Qiyas
Qiyas menurut bahasa berarti menyamakan atau mengukur sesuatu
dengan yang lain, sedangkan secara istilah qiyas adalah suatu proses
penyingkapan kesamaan hukum suatu kasus yang tidak disebutkan dalam
suatu nash, dengan suatu hukum yang disebutkan dalam nash karena adanya
kesamaan dalam illatnya.
9
d. Al-Istihsan
Istihsan menurut bahasa ialah menganggap baik sesuatu, sedangkan
menurut ulama Ushul (Ushuliyin) ialah meninggalkan hukum yang telah
ditetapkan pada suatu peristiwa atau kejadian yang ditetapkan berdasar dalil
syara', menuju (menetapkan) hukum lain dari peristiwa atau kejadian itu juga,
karena ada suatu dalil syara' yang mengharuskan untuk meninggalkannya.
e. Al-Maslahah
Al-Mursalah Menurut bahasa adalah mencari kemaslahatan (yang
mutlak) sedangkan menurut ahli istilah Al-Maslahah al-Mursalah adalah
suatu kemashlahatan yang tidak mempunyai dalil, tetapi juga tidak ada
pembatalnya. Jika terdapat suatu kejadian yang tidak ada ketentuan syari’at
dan tidak ada illat yang keluar dari syara’ yang menentukan kejelasan hukum
kejadian tersebut, kemudian ditemukan sesuatu yang sesuai dengan hukum
syara’, yakni suatu ketentuan yang berdasarkan pemeliharaan kemadorotan
atau untuk menyatakan suatu manfaat, maka Al-Maslahah al-Mursalah adalah
kemashlahatan; yakni memelihara dari kemadaratan dan menjaga
kemanfaatan.
f. Istishhab
Istishhab secara harfiyah adalah mengakui adanya hubungan
perkawinan. Sedangkan menurut ulama’ Ushul adalah menetapkan sesuatu
menurut keadaan sebelumnya sampai terdapat dalil-dalil yang menunjukkan
perubahan keaadan, atau menjadikan hukum yang telah ditetapkan pada masa
lampau secara kekal menurut keadaannya sampai terdapat dalil yang
menunjukkan perubahan. Berdasarkan kaidah:
األصل في األشياء اإلباحة
Artinya: “Pangkal sesuatu itu adalah kebolehan”.
g. Al-‘Urf
Arti Al-‘Urf secara harfiyah adalah keadaan, ucapan, perbuatan, atau
ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk
10
melaksanakannya atau meninggalkannya. Dikalangan masyarakat Al-‘Urf
sering disebut dengan adat.
h. Dzari’ah
Pengertian Dzari’ah ditinjau dari segi bahasa adalah “jalan menuju
sesuatu”. Sebagian ulama mengkhususkan pengertian Dzari’ah dengan
sesuatu yang membawa pada perbuatan yang dilarang dan mengandung
kemadharatan. Akan tetapi pengertian tersebut ditentang oleh para ulama
ushul lainnya, diantarany Ibn Qayyim Aj-Jauziyah yang mengatakan bahwa
Dzari’ah itu tidak hanya menyangkut sesuatu yang dilarang, tetapi ada juga
yang dianjurkan. Dengan demikian, lebih tepat kalau Dzari’ah dibagi menjadi
dua, yaitu sadd adz-dzari’ah (yang dilarang), dan fath adz-dzari’ah (yang
dianjurkan).
11
(mutanajjis) di mana bagian luarnya terkena najis sehingga bisa disucikan dengan cara
dicucinya, sedang bagian dalamnya tidak najis.
Argumentasi rasional yang dibangun untuk meneguhkan pandangan ini adalah
bahwa meskipun biji adalah makanan bagi binatang, namun biji tersebut tidak
mengalami kerusakan. Hal ini sama dengan binatang yang menelan biji kemudian
bijinya keluar. Bagian dalam biji tersebut adalah suci, sedang kulitnya adalah najis
dan bisa suci dengan dicuci.
Berbeda kasusnya binatang menelan biji kemudian bijinya keluar namun
kekerasannya telah hilang sehingga sekiranya ditanam tidak akan tumbuh, maka
dalam konteks ini biji tersebut statusnya adalah najis. “Sebab, kendatipun biji tersebut
adalah makanan binatang namun tidak menjadi rusak. Karenanya menjadi seperti
binatang yang menelan biji kemudian biji keluar (dari duburnya, penerjemah), maka
bagian dalam biji tersebut adalah suci dan kulitnya menjadi suci dengan dicuci.
Berbeda jika kekerasan biji tersebut telah hilang, di mana sekiranya ditanam tidak
akan tumbuh, maka biji tersebut adalah najis,” (Lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi,
Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, juz II, halaman 591).
12
Mempelajari ilmu fiqh kontemporer tidak hanya mengembangkan ilmu
pengetahuan saja, tapi juga bisa meningkatkan keimanan. Semakin kita mendalami
konsep Al-quran dan Al-hadist maka iman tentu akan semakin kuat.
4. Memperkuat ketaqwaan
Selain meningkatkan iman, mempelajari ushul fiqih juga memperkuat takwa. Kita
semakin mengetahui tentang dalil-dalil yang benar dan salah, mendalami tentang
hukum Allah Ta’ala. Dengan demikian, akan muncul rasa takut bila durhaka
kepada Allah. Hal ini bisa membuat ketaqwaan semakin meningkat.
5. Meluruskan penyimpangan-penyimpangan di masyarakat
Selanjutnya, dengan mempelajari fiqh kontemporer bisa membantu mengatasi
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di masyarakat pada masa kini.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Latar belakang munculnya isu Fiqh kontemporer yaitu akibat adanya arus
modernisasi yang meliputi hampir sebagian besar Negara- Negara yang dihuni oleh
mayoritas umat islam. Modernisasi tersebut melahirkan berbagai macam bentuk
perubahan baik secara struktural maupun kultural.
Dapatlah kita kemukakan bahwa persoalan fiqih kontemporer di masa akan
datang lebih komplit lagi dibanding yang kita hadapi hari ini. Hal tersebut disebabkan
arus perkembangan zaman yang berdampak kepada semakin terungkapnya berbagai
persoalan umat manusia, baik hubungan antara sesama maupun dengan kehidupan
alam sekitarnya.Kompleksitas masalah tersebut tentunya akan membutuhkan
pemecahan masalah berdasarkan nilai-nilai agama. Disinilah letak betapa pentingnya
rumusan ideal moral maupun formal dari fiqih kontemporer tersebut, yang tidak lain
bertujuan untuk menjaga keutuhan nilai ketuhanan, kemanusiaan dan kealaman,
terutama yang menyangkut dengan aspek lahiriyah kehidupan manusia di dunia ini.
Teks Al-Qur’an tentunya tidak mengalai perubahan, tetapi pemahaman dan
penerapannya dapat disesuaikan dengan konteks perkembangan zaman. Karena
perubanhan sosial merupakan suatu proses kemasyarakatan yang berjalan secara terus
menerus, maka perubahan penerapan dan pemahaman ajaran islam juga harus bersifat
kontinu sepanjang zaman. Dengan demikian islam akan tetap relevan dan aktual, serta
mampu menjawab tantangan modernitas.
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber -
sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah , Depok : Al-Quran Tajwid , 2008.
Saleh, Hasan . Kajian Fiqh Nawawi & Fiqh Kontemporer , Jakarta : Rajawali Press , 2008.
http://fazarsodik.blogspot.co.id/2016/03/makalah-problematika-fiqih-kontemporer.html
http://diyahhalimatusadiya.blogspot.co.id/2013/05/fiqh-kontemporer.html
https://muamalatku.com/halal-haram-hukum-bitcoin-dalam-islam/
15