KELOMPOK 7 :
ANITA AULIYA
SAIFUL ANWAR
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah
memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu,
tenaga,maupun pikiran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Sejarah Munculnya hadist,kodifikasi dan penyebaran hadist”
tepat pada waktunya.
Jambi, 26 Oktober2022
Anita&Saiful
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I...................................................................................................................................5
PENDAHULUAN..................................................................................................................5
A. Latar Belakang............................................................................................................5
B. Rumusan Masalah......................................................................................................5
C. Tujuan........................................................................................................................6
BAB II..................................................................................................................................7
PEMBAHASAN....................................................................................................................7
A. Pengertian..................................................................................................................7
Pengertian Hadis........................................................................................................7
Beberapa Istilah yang Berkaitan Dengan Hadis dan Tinjauan Perbedaannya.............8
Kedudukan dan Fungsi Hadits..................................................................................10
Unsur-Unsur Hadits..................................................................................................12
B. HADIS PADA MASA RASULULLAH - shollallahu ‘alaihi wa sallam..............................13
C. HADIS PASCA RASULULLAH WAFAT.........................................................................16
1.Hadis Pada Masa Sahabat Besar (Khulafa` al-Rasyidun)........................................16
2)Hadis Pada Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in..........................................................18
D. Sejarah muncul nya hadist.......................................................................................20
E.KODIFIKASI HADIST....................................................................................................25
1.Pengertian Kodifikasi.............................................................................................25
2.Sejarah Kodifikasi Hadis........................................................................................25
3.Kodifikasi Hadis Pada Abad II Hijriah.....................................................................26
4.Kodifikasi Hadis Pada Abad III Hijriah....................................................................27
5.Kodifikasi Hadis Pada Abad IV-VII Hijriah..............................................................27
6)Kodifikasi Hadis Pada Abad VII-Sekarang..............................................................27
F.PENYEBARAN HADIST................................................................................................28
1.Beberapa priode penyebaran hadist.....................................................................28
3
BAB Ⅲ..............................................................................................................................31
PENUTUP..........................................................................................................................31
A.KESIMPULAN.............................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................33
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
5
2. Faktor-faktor apa sajakah yang mendorong dilakukannya
kodifikasihadis?
3. Kebijakan-kebijakan apa sajakah yang memiliki peranan cukup
penting dalam proses kodifikasi hadis?
4. Bagaimanakah metodologis yang dikembangkan oleh ulama
hadisdalam proses kodifikasi hadis?
C. Tujuan
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pengertian Hadis
ِ ماُأ
ِ ْضيْف ِألي النّبِ ّى صل ّى هللاُ عل ْى ِه وسلّم ِم ْن قوْ ِل اوْ فِ ْع ِل اوْ ت ْق ِرىْر او
صف ٍة
1
Taqrir adalah diamnya rasulullah dalam menyikapi perbuuatan sahabat yang dilakukan di
hadapan beliau,artinya tidak melarang dan tidak pula melakukan seperti melakukan seperti yang
dilakukan sahabat tersebut .
2
Mahmud al-thahhan,taysir musthalah al-hadist (t.t:Dar Al-fikr,t.th.)14
3
Atang abd.hakim & jaih mubarok ,metoodelogi studi islam(bandung,pt.remaja rosda
karya,2012),84
7
karena sekelompok orang seringkali akan melihat dan memandang sebuah
perkara dari sudut pandang yang berbeda.
ً قبي
ْحة ْ
ِ كانت ْأو ً
حسنة ُال ّسيْرة
Dari sudut pandang yang berbeda ini, maka definisi mereka tentang Sunnah
adalah sebagai berikut;
Muhaddisin medefinisikan:
4
Ibnu qudamah Al-naqdisi,Raudah Al-nazir wa jannah Al-manazir (Lebanon : dar ihya`Al-taurath
Al-`arabi,2010),32.
5
Muhammad ‘Ajjaj Al-khatib,Ushul al-hadis ‘ulumuhu Wa musthalahuhu,(Beirut:Dar Al-
fikr,1989),17.
6
Ibid,18
8
ْ صف ٍة
خلقِيّ ٍة ِ ُكلُّ ما ُأثِر
ِ ْعن النّبِ ّي صل ّي هللاُ عل ْي ِه وسلّم ِم ْن قوْ ّل أوْ فِع ِْل أوْ ت ْق ِري ِْر أو
ُغار ِحراء أ ْم بعْده ِ أكان ذلِك قبْل البِعْث ِة كتحنّثِ ِه فِي ّ أوْ ُخلُقِي ٍة ِسو ٍة سوا ٌء
“Segala yang berasal dari Nabi shollallahu „alaihi wa sallam- baik dari perkataan,
perbuatan, taqrir, sifat fisik atau budi pekerti dan jalan hidup yang terjadi
sebelum Nabi diutus menjadi Rasul seperti ketika bertahannus di Gua Hira`
ataupun setelahnya.7
Ushuliyyin mendefinisikan:
عن النّبِ ّي صلّى هللاُ عل ْي ِه وسلّم غيْر ْالقُرْ اً ِن ْالكري ِْم ِم ْن قوْ ِل اوْ فِع ِْل ِ ُك ُل ما ص ْدر
ْ اوْ ت ْق ِري ِْر ِم ّما يصْ لُ ُح
ان ي ُكوْ ن دلِ ْيالُ لِ ُح ْك ِم شرْ ِع ّي
Segala yang berasal dari Nabi - shollallahu „alaihi wa sallam- selain Al-Quran al-
Karim, baik berupa perkataan, perbuatan ataupun taqrir yangpantas menjadi
dalil hukum syara‟8
Fuqoha` mendefinisikan:
Dari ketiga definisi diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa pada
dasarnya hadis ataupun sunnah maknanya berdekatan, karena inti dari
maksudnya adalah penukilan yang bersumber dari Rasulullah yang diambil
sebagai hujjah ataupun penjelasan untuk ayat yang masih global.
7
Ibid.,19.
8
Ibid.,19.
9
Ibid.,19.
9
Khobar secara etimologi adalah berita, secara terminologinya ada 3
arti,yaitu;
2. Jika hadis itu berasal dari Rasulullah, maka khobar berasal dari selainRasulullah
3. Khobar maknanya umum, artinya sesuatu yang berasal dari Rasulullah dan
selainnya10
Sedangkan Atsar secara etimologi adalah sisa dari sesuatu. Dan secara
terminologi ada 2 maksud;
10
Mahmud at-thahhan ,taysir musthalah Al-hadis,14
11
Ibid.,15.
12
AtangAbd.Hakim & Jaih mubarok,Metodologi studi islam,85
13
Ibid.,85
14
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi,Raudah Al-nazir wa jannah Al-Manazir,64
10
Hadis merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-
Quran,sebagaimana sabda Nabi
ِكتاباهللِ و ُسنّة رسُولِ ِه: تضلُّوْ ا أبدًا اِ ْن ت ْم ّس ْكتُ ْم بِ ِهما ُ تر ْك
ْ ت فِ ْي ُك ْم أ ْمري ِْن
ِ لن
“Aku tinggalkan dua pusaka untuk kalian yang jika berpegang teguh dengan
keduanya itu kalian tidak akan tersesat selamanya, yaitu Kitab Allah (Al-Quran)
dan sunnah Rasul”15
Allah memerintahkan kita untuk mengikuti apa yang diperintah oleh Rasulullah
dan menjauhi apapun yang dilarangnya sebagaimana dalam Surat Al-Hasyr ayat
7,
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya(dari
harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah,
rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang
dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya
saja diantara kamu. Apa yang diperintahkan Rasul kepadamu, maka terimalah,
dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya`”
Bahkan dalam Surat Al-Anfal ayat 20 Allah tidak cukup memberi peringatan
untukmentaatiNya saja, tapi juga harus taat pada Rasulullah sebagai mana
utusanNya
15
Jalaludin Abdurrahman al-suyuthi,jami’al-saghir(Beirut:Dar al-fikr,t.th.),130
11
“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya,dan
janganlah kamu berpaling dari pada-Nya, sedang kamu mendengar(perintah-
perintah-Nya)”
Unsur-Unsur Hadits
1. Sanad ()السند, yaitu silsilah para penyampai hadis yang bersambung sampai
pada Rasulullah16
16
Mahmud At-Thahhan,Taysir Mustalahah Al-hadis,15
12
2. Matan ()المتن, yaitu isi dari apa yang telah dinukil17
3. Rawi ()ال''راوي, yaitu yang meriwayatkan hadis, atau bisa juga silsilah
palingakhir dari para penyampai hadis.18
Masa ketika wahyu masih turun yaitu pada masa ketika Rasulullahmasih
hidup. Di masa ini, para sahabat tidak mudah melakukan ijtihad karena sumber
utamanya adalah Rasulullah. Mereka bertanya semua permasalahan langsung
pada beliau dan dari pertanyaan inilah terkadang ayat-ayat Al-Quran turun
sebagai jawaban dari pertanyaan mereka.
Pertama, melalui majlis yang diadakan oleh Rasulullah. Para sahabat yang
tidakdapat menghadiri majlis ini karena berhalangan, maka mereka
bertanya padasahabat lain, bahkan tidak jarang kepala-kepala suku yang
jauh dari Madinahmengirim utusan untuk turut serta menyimak apa yang
Rasulullah sampaikan19
Kedua, Rasulullah menyampaikan suatu hadis pada para sahabat tertentu
yang kemudian oleh sahabat tersebut disampaikan pada orang lain. 20
Ketiga, sesuatu yang berkaitan dengan permasalahan kaum wanita dan
hanya wanita yang mengalaminya, maka beliau sampaikan melalui istri-
17
Ibid.,15
18
Ibid.,15
19
Idri shaffat,Studi Hadis (Jakarta:kencana,2010),32-33
20
Ibid.,34
13
istrinya atau melibatkan mereka, seperti permasalahan haid, istihadhah
dan lainnya.21
Keempat , melalui pidato-pidato beliau di tempat umum. 22
Kelima, melalui perbuatan yang disaksikan oleh para sahabat atau cara-
cara beliaudalam menjalankan ibadah, muamalah, siyasah dan lainnya.
Bahkan juga di dalamsuatu peristiwa yang besar maupun kejadian sehari-
hari beliau.23
21
Ibid.,34
22
Ibid.,34
23
Ibid.,34
24
Yahya bin Syarat Al-Nawawi,Shahih Muslim bi syarh al-nawawi,(Kairo:Dar al-salam,t.th.),2298
14
ت َأ ْكتُبُ ُك َّل َشي ٍء َأ ْس َم ُعهُ ِم ْن ُ ُك ْن: ُض َي هللاُ َع ْنهِ ص َر ِ عن َع ْب ِد هللاِ بِ ْن َع ْم ِرو بن اَ ْل َع ْ
تَ ْكتُبُ ُك َّل َش ْي ٍء:ضهَ ْتنِي قُ َريْشٌ َوقَلُوْ ا َ َصلَّى هللاُ َعلَي ْي ِه َو َسلَّ َم ُأ ِر ْي ُد ِح ْفظَهُ ف
َ َِرسُوْ ِل هللا
صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َو َرسُوْ ُل هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بَ َش ٌر يَتَ َكلَّ ُم فِي َ َِس ِم ْعتَهُ ِم ْن َرسُوْ ِل هللا
صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َ ِت َذلِكَ لِ َرسُوْ ِل هللا ُ ْب فَ َذ َكر ُ ضا ؟فََأ ْم َس ْك
ِ ت ع َِن ال ِكتَا َ ب َو ْال ِّرِ ض َ ْال َغ
َ ََو َسلَّ َم فََأوْ َمَأ بِأصْ بَ ِع ِه ِألَى فِ ْي ِه َوق
(اُ ْكتُبْ فَ َو الّ ِذيْ نَ ْف ِس ْي بِيَ ِد ِد َما خَ َر َج ِم ْنهُ ِأاّل: ال
َّ الح
)ق َ
Dua hadis diatas saling bertentangan dan para ulama‟ berpendapat bahwa
hadis Rasulullah dalam pelarangan menulis dihapus hukumnya dengan hadis
diperbolehkannya menulis. Ada juga yang berpendapat bahwa beliau
memperbolehkan menulis hadis kepada Abdullah ibn ‘Amr ibn al-‘Ash karena-
Rasulullah percaya padanya akan kemampuannya dalam menulis sehingga
tulisanAl-Quran tidak bercampur dengan hadis.26 Jika kita kumpulkan dua
pendapat ini,maka dapat diambil kesimpulan mungkinnya penulisan hadis ketika
masa Rasulullah masih hidup, namun itu hanya diperbolehkan pada sahabat
tertentu saja. Abu Hurairah berkata, “ Tidak ada yang lebih banyak meriwayatkan
hadis Rasulullah dari pada aku, kecuali Abdullah ibn ‘Amr ibn al-‘Ash, karena dia
25
Abdul majid al-ghauri,al-sunnah al-nabawiyah hujjiyatuha wa tadwinuha (Beirut:dar ibnu
kathir,2009),64-65
26
Ibid.,66
15
menulisnya sedangkan aku tidak menulis”27 . Dari pernyataan ini dapat kita ambil
kesimpulan bahwa ketika masa Rasulullah masih hidup sudah ada penulisan
hadis yang hal itu diizinkan pada sahabat tertentu.
Pasca wafatnya Rasulullah, umat Islam tidak dapat lagi mendengar hadis-
hadis secara langsung dari beliau. Mereka hanya dapat mendapat jawaban
permasalahan dari sahabat-sahabat yang dekat dengan Rasulullah termasuk
jugaistri-istri beliau. Periwayatan hadis pada masa sahabat besar atau yang
dikenal dengan masa Khulafa` al-Rasyidun sampai sejak tahun 11 H sampai 40 H
belum begitu berkembang, karena mereka masih focus pada pemeliharaan Al-
Quran dan penyebarannya. Namun, bukan berarti mereka tidak memperhatikan
hadis, akan tetapi lebih hati-hati dan membatasi periwayatan hadis Rasulullah
disebabkan mereka khawatir keliru dalam mengambil keputusan hokum agama
dengan menggunakan hadis tersebut karena mereka menyadari bahwa hadis
adalah sumber hokum Islam kedua setelah Al-Quran 28 . Sikap ini dapat kita lihat
pada sikap khalifah pertama; Abu Bakar As-Shiddiq. Beliau menunjukkan
perhatian yang sangat besar dalam menjaga hadis dengan tujuan agar tidak
disalahgunakan olehkaum munafik atau dikhawatirkannya periwayatan yang
banyak tersebar itu menjadikelalaian dan kesalahan sehingga hadis ini hilang
keasliannya. Sebagai contoh,pemutusan hokum beliau dalam warisan seorang
nenek. Karena tidak menemukan jawabannya baik dari Al-Quran maupun hadis,
27
Ibid.,65
28
Idri Shaffat,Studi Hadis,39
16
akhirnya beliau mengumpulkansahabat dan Mughirah menyebutkan bahwa
nenek mendapat seperenam. Abu Bakar kemudian meminta Mughirah untuk
mendatangkan saksi atas jawabannya itu dan tersebutlah Muhammad ibn
Maslamah sebagai saksi dari hadis yang dibawakan oleh Mughirah 29. Ada juga
yang berpendapat bahwa pensyaratan saksi yang diminta oleh Abu Bakar karena
berkaitan dengan masalah waris yang tidak tercantum dalam Al-Quran, bukan
berkenaan dengan periwayatan hadis30. Namun, terlepas dari dua hal pendapat
yang berbeda, sikap Abu Bakar ketika itu merupakan sikap yang sangat patut kita
contoh dalam menjaga lestarinya hokum Islam dari kedustaan atau sengaja
dirubah.
Meski demikian, pada masa ini juga terjadi kesalahan dan kekeliruan
karena mereka adalah manusia yang juga dapat berbuat salah. Menurut
Shalahuddinbin Ahmad Al-Adhabi dalam kitab Ushul al-Hadis, kesalahan dalam
meriwayatkan hadis biasanya terjadi pada hadis yang diriwayatkan oleh satu
periwayat atau hadis ahad-gharib. Faktor-faktor yang mengakibatkan hal itu
terjadi adalah:
1) Sahabat tersebut tidak tahu bahwa hadis yang diriwayatkannya sudah di-
nasakh
2) Adanya komentar dari periwayat hadis sehingga para pendengar
menganggapitu bagian dari redaksi hadis
3) Salah meletakkan suatu kata dalam periwayatan antara satu hadis
denganhadis lainnya
4) Adanya periwayatan hadis dengan menggunakan redaksi dari
periwayattersebut sehingga maksud hadis tersebut lebih luas dari redaksi
yangbersumber dari Rasulullah
5) Tidak sadarnya periwayat dalam menggunakan satu kata yang bukan asli
darikata Rasulullah padahal kata tersebut memiliki perbedaan konotasi
29
Muhammad ‘Ajjaj al-khatib,ushul al-hadis,89
30
Idri shaffat,Studi Hadis,40
17
6) Meriwayatkan hadis bukan pada jalur yang semestinya karena lupa
dengan latar belakang munculnya hadis tersebut
7) Periwayat meriwayatkan hadis secara keliru dan mengatakan itu
dariRasulullah31
Pada masa ini, banyak sekali sahabat yang mengingkari penulisan hadis,
karena dikhawatirkan mereka sibuk menuliskannya dan melupakan Al-Quran.
Namun setelah dirasa aman dari kemungkinan bercampurnya Al-Quran dan
Hadis, akhirnya para sahabat membolehkan untuk menuliskannya 32. Sehingga
muncullah penulisan hadis dalam shuhuf atau lembaran. Diantara shuhuf yang
ada pada masa ini adalah:
Kehati-hatian dan ketatnya periwayatan hadis pada masa ini juga berlaku.
Pada masa ini kekuasaan Islam semakin luas. Banyak sahabat dan tabi’in yang
pindah dari Madinah ke daerah-daerah yang baru dikuasai dengan membawa
31
Muhammad ‘Ajjaj al-khatib,ushul al-hadis,83-84
32
Abdul majjid al-ghauri,Al-sunnah Al-nabawiyah hujjiyatuha wa tadwinuha,74-76
33
Ibid.,77
18
hadis-hadis yang dihafalnya, sehingga hadis-hadis Rasulullah menyebar ke
berbagai daerah. Kemudian muncullah sentra-sentra hadis, diantaranya;
34
Idri Shaffat,Studi hadis,44-45
19
Ketiga, semakin lemahnyakemampuan umat Islam dalam menghafal,
sedangkan penulisan hadis sangattersebar dan berkembangnya ilmu yang
bermacam-macam.
Keempat, banyaknya pemalsuan hadis.35
Hal demikian dibenarkan oleh Mustafa A’zami yang menceritakan bahwa pada
masa-masa awal Islam, cerita-cerita dan perkataan Nabi mendominasi atas
segala macam komunikasi dan cerita-cerita yang lain di kalangan masyarakat.
Pada waktu itu. Kata hadits yang awalnya bersifat umum, semakin lama semakin
eksklusif dan sering digunakan di kalangan bangsa Arab untuk memaksudkan hal-
hal yang bersumber pada Nabi.37
Dari keterangan tersebut kiranya dapat dipahami bahwa tradisi “tutur” dan
“tinular” mengenai perilaku Nabi sudah hidup pada masa-masa awal Islam.
35
Abdullah Majid al-ghauri,al-sunnah al-nabawiyah,81-82
36
Ibid.,82-83
37
Musahadi,op.,hlm.40
20
Begitu juga tradisi “periwayatan”, dalam bentuknya yang sederhana dan
mungkin tak pernah dimaksudkan untuk meriwayatkan, sudah dimulai sejak
masa awal, sehingga ketika generasi selanjutnya melakukan kodifikasi terhadap
hadits dapat dilacak apakah benar berasal dari Nabi atau tidak.
Pada era Nabi SAW, kaitannya dengan penulisan hadits, Nabi pernah
menyampaikan sejumlah larangan sekaligus perintah. Kongritnya, suatu saat
Nabi pernah melarang sahabat untuk menulis hadits karena dikhawatirkan akan
bercampur dengan al Qur’an yang pada saat itu masih turun (proses pewahyuan
belum final), namun pada saat yang lain, justru Nabi memerintahkan agar hadits
itu ditulis.
Dalam hadits yang melarang sahabat menulis sesuatu selain al Qur’an, ternyata
setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut, terdapat illat khusus bagi
pelarangannya yaitu karena adanya naskah yang ditulis dalam selembar kertas
yang didalamnya bercampur antara al Qur’an dengan naskah lain. Namun, dalam
pernyataan Nabi SAW di hadits yang lain, Nabi SAW justru menyuruh untuk
menuliskan hadits. Contohnya adalah hadits yang menyuruh sahabat menulis
hadits kepada Abu Syah.
Menurut perspektif hukum, ketika ada sesuatu yang awalnya dilarang, namun
kemudian justru ada perintah yang menunjukkan kebalikannya, maka itu
menunjukkan kebolehan melakukan hal itu, yakni penulisan dan pelestarian
sumber keagamaan tersebut (hadits).38
Berangkat dari sini dapat dipahami, diakui atau pun tidak, bahwa apa yang
diucapkan, dilakukan, serta ditetapkan oleh Nabi banyak sekali yang tidak ditulis
oleh para sahabat, meskipun juga tidak menafikan bahwa penulisan hadits telah
38
Pidato pengukuhan guru besar prof.Dr.HM.Erfan soebahar,Respon Muhadditsun Menghadapi
Tantangan kehidupan umat;Studi tentang Hadist sebgai ajaran Keagamaan Era
Nabi,kodifikasi,dan informasi,IAIN Walisongo Semarang,2005,hlm.25 et.seq
21
ada sejak zaman Nabi SAW. Paling tidak ini dapat dibuktikan oleh Musthafa al
Siba’i dengan memberikan beberapa bukti, antara lain:
Seperti kita lihat, sebagian hadits hampir pasti ditulis pada tahap awal,
tetapi tidak secara formal dan tidak sistematis. Kumpulan hadits secara
sistematis baru didapati pada karya Imam Malik, al Muwatha’, yang dijuluki
mushannaf karena mengklasifikasikan hadits sesuai dengan subyeknya.
39
H.M Erfan Menguak fakta keabsahan al-sunnah;prenada media,2003,hlm.164 et.seq.
40
Daniel W.Brwon,menyoal Relavansi sunnah dalam islam modern,terj.jaziar
radiant,bandung;mizan2000,hlm.120.
22
hadits-hadits tersebut. Jelasnya, isnad baru digunakan secara luas pada abad
kedua hijriah41,dimana para penyusun koleksi shahih mulai memaparkan aturan
formal untuk menilai keotentikan hadits atas dasar isnad-nya. Mereka harus
menyaring semua hadits yang dapat mereka temukan, dan memilih hadits yang
isnad-nya memenuhi standard yang ketat.42
Adapun yang paling terdepan dari keenam kitab hadits itu adalah Shahih
Bukhari yang kemudian dinyatakan oleh kaum muslimin hanya berada di bawah
al Qur’an dalam otoritasnya, Shahih Muslim menempati urutan selanjutnya, dan
kemudian disusul berturut-turut oleh karya-karya Abu Daud, al Tirmidzi, al Nasa’i
dan Ibn Majah.43
41
Daniel W.Brown,op.cit.,hlm.122
42
Hal inilah yang dilakukan oleh imam bukhari yang telah menyeleksi tidak kurang 600.000
hadist,kemudian disaringnya menjadi sekitar 4.000 hadist yang dianggap sahih.Erfan
soebahar,menguak fakta op.cit.,hlm.146 et.seq.
43
Fazlur Rahman,islam,terj.Ahsin Mohammad,bandung:pustaka,cet.Ⅲ,1997,hlm.83 et.seq.
23
dimanfaatkan oleh para orientalis untuk menyerang Islam, melalui salah satu
sumber hukumnya, yaitu hadits. Mereka menganggap bahwa sunnah adalah
tradisi yang diciptakan oleh para sahabat, sebagai hasil interpretasi terhadap
ajaran Nabi.
24
Bukhari : 194-296 H). Di sini para orientalis mengungkapkan bahwa isnad yang
awalnya tidak ada itu kemudian ada tetapi tidak tertib, dan akhirnya menjadi
sangat rapi. Dengan demikian mereka berkesimpulan bahwa ahli hadits generasi
al Bukhari, dengan kelihaiannya, telah merekayasa isnad. Hadits yang tadinya
tidak jelas siapa pembawanya, disulap sedemikian rupa sehingga menjadi shahih
sanad-nya47.
E.KODIFIKASI HADIST
1.Pengertian Kodifikasi
47
Muh.zuhri,op.cit.,88 et.seq
48
Ibid.,57
49
Idri shafat ,studi hadis,93
50
Abdul majid al-ghauri,al-sunnah al-anabawiyah,73
25
Ketika pemerintahan „Umar ibn Abdul Aziz (99-101 H/ 717-720 M),
terjadilah kodifikasi hadis yang dilakukan atas perintahnya. Dia didampingi Ibn
Syihab al-Zuhri dalam melakukan proses kodifikasi ini. Dia pun menuliskan
perintah yang dikirim pada gubernur Madinah, Abu Bakar ibn Hazm yang
berbunyi:
Umar bin Abdul Aziz memerintahkan Abu Bakar Ibn Hazm untuk
memeriksa hadis pada ‘Amrah binti Abdurrahman (wafat 98 H) karena ia murid
kepercayaan Aisyah dan Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar (wafat 120 H)52.
Pada abad kedua ini, para ulama` tidak hanya membukukan hadis saja,
akan tetapi juga menulis fatwa- fatwa sahabat dan tabi‟in dalam karangan
mereka.53 Salah satu karangan yang terkemuka di masa ini adalah. yang telah ada
semenjak al- Muwaththa’ karya Malik ibn Anas (93-179 H) 54 Abad kedua ini juga
diwarnai dengan meluasnya pemalsuan masa khalifah Ali bin AbiThalib (wafat 41
H) dan menggugah para ulama` untuk mempelajari hadis keadaan paraperiwayat
hadis, hal ini juga ada sejak abad pertama namun pada abad kedua ini,kegiatan
mencari keterangan perawi semakin diintensifka55.
26
Di abad ini terjadi pemisahan antara hadis Rasulullah dengan fatwa
sahabat atau tabi‟in dalam pembukuannya. Dan tepat pada masa Bani Abbasiyah
yakni khalifah al-Makmun sampai Muktadir (201-300 H). Padapenghujung abad
kedua dan awal abad ketiga ini juga banyak ulama` yang menuliskitab- kitab.
Diantara tulisan yang terkemuka di abad ini adalah Musnad Imam Ahmad ibn
Hanbal (wafat 241 H/885 M) karena musnadnya paling lengkap danpaling luas
cakupannya.56
56
Ibid.,97
57
Ibid.,98
58
Ibid.,99
59
Ibid.,102-103
27
F.PENYEBARAN HADIST
Hadis yang merupakan sumber kedua ajaran Islam setelah Alquran, melalui
proses perkembangan. Ada beberapa tahap yang berkaiatan dengan diseminasi
hadis.
28
Islam. Situasi politik dan perpecahan berimbas pada penyebaran hadis.
Maka itu, Abu Bakar dan Umar mengingatkan kepada umat Islam untuk
mencermati hadis yang mereka terima.
Adapun periode ketiga disebut juga penyebaran riwayat ke kota-kota
yang berlangsung pada era sahabat kecil dan tabiin besar. Ini terkait
dengan penaklukan tentara Islam terhadap Suriah, Irak, Mesir, Persia,
Samarkand, serta Spanyol yang menyebabkan mereka menyebar ke
wilayah baru itu untuk mengajarkan Islam. Pada perkembangan
selanjutnya, seorang sahabat yang mendengar sebuah riwayat yang
belum pernah didengarnya, akan berkunjung ke wilayah seorang sahabat
yang disebut meriwayatkan hadis itu. Dalam riwayat Bukhari, Ahmad, dan
at-Tabari serta al-Baihaki disebutkan, Jabir pernah pergi ke Suriah dengan
maksud seperti di atas.
Periode keempat dinamakan periode penulisan dan kodifikasi secara
resmi yang berlangsung dari masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720
Masehi). Semuanya bermula dari keprihatinan Khalifah karena semakin
berkurangnya penghafal hadis karena meninggal dunia. Dia mengirimkan
surat kepada gubernur-gubernurnya untuk menuliskan hadis yang berasal
dari penghafal dan ulama di tempatnya masing-masing. Kebijakan ini
tercatat sebagai kodifikasi pertama hadis secara resmi. Dan, Abu Bakar
Muhammad bin Syihab az-Zuhri merupakan ulama besar pertama yang
membukukan hadis.
Periode kelima adalah pemurnian, penyehatan, dan penyempurnaan. Hal
ini berhubungan dengan upaya membedakan antara hadis dan fatwa para
sahabat serta adanya fenomena pemalsuan hadis.
Periode keenam dinamakan pemeliharaan, penertiban, penambahan, dan
penghimpunan. Para ulama hadis pada masa ini, berlomba menghafal
sebanyak-banyaknya hadis yang sudah dikodifikasi. Hingga kemudian
muncul bermacam-macam gelar keahlian dalam ilmu hadis, seperti al-
29
Hakim dan al-Hafiz. Mereka juga fokus pada perbaikan susunan kitab
hadis dan mengumpulkan hadis pada kitab sebelumnya ke dalam kitab
yang lebih besar.
Periode ketujuh, aktivitasnya melanjutkan periode sebelumnya.
Penghancuran Baghdad, Irak, sebagai pusat pemerintahan Abbasiyah
oleh Hulagu Khan menggeser kegiatan di bidang hadis ke Mesir dan India.
BAB Ⅲ
PENUTUP
A.KESIMPULAN
a.Kodifikasi Hadis Pada Abad II Hijriah Pada abad kedua ini, para ulama` tidak
hanya membukukan hadis saja, akan tetapi juga menulis fatwa- fatwa sahabat
dan tabi‟in dalam karangan mereka.
30
Yang telah ada semenjak al- Muwaththa’ karya Malik ibn Anas (93-179 H) Abad
kedua ini juga diwarnai dengan meluasnya pemalsuan masa khalifah Ali bin
AbiThalib (wafat 41 H) dan menggugah para ulama` untuk mempelajari hadis
keadaan paraperiwayat hadis, hal ini juga ada sejak abad pertama namun pada
abad kedua ini,kegiatan mencari keterangan perawi semakin diintensifka.
Kodifikasi Hadis Pada Abad IV-VII Hijriah Pada abad ini, para ulama` mulai
mengembangkan karya-karya ulama` sebelumnya dengan cara menggabungkan
beberapa karya, mengkaji sanad dan mengembalikan pada sumbernya,
menyusun pokok-pokok hadis sebagai petunjuk pada materi hadis secara
keseluruhan, member komentar atau uraian pada kandungan hadis atau
meringkas kitab-kitab tertentu.
Kodifikasi Hadis Pada Abad VII-Sekarang Pada abad inilah para ulama`
mengembangkan karya mereka dengan merujuk pada karya-karya ulama` yang
telah ada sebelumnya.
2.Khawatir akan hilangnya hadits, karena ingatan kuat yang menjadi kelebihan
orang Arab semakin melemah, sedangkan para ulama telah menyebar di
beberapa penjuru negeri Islam setelah terjadi perluasan wilayah kekuasaannya
dan masing-masing dari mereka mempunyai ilmu, maka diperlukan pembukuan
Hadits Rasulullah untuk menjaga agar tidak hilang.
31
bukan yang sebenarnya atau tidak membuat nash-nash hadits dan menisbatkan
kepada Rasulullah apa yang tidak beliau katakan untuk memperkuat pendapat
mereka. Perbuatan demikian dilakukan oleh kelompok Syiah. Sedangkan
khawarij tidak membolehkan perbuatan dusta dan menganggap kafir bagi orang
yang berbuat dosa besar, apalagi berdusta kepada Rasulullah.
c.Upaya yang dilakukan oleh Ulama dalam melestarikan hadits antara lain
dengan tradisi rihlah ilmiyah. Yaitu suatu tradisi melakukan perjalanan untuk
melakukan validasi, melacak, mendengarkan dan mendapatkan suatu hadits.
32
DAFTAR PUSTAKA
Bukhori (al), Muhammad bin Ismail. Shohih Al-Bukhori. Beirut: Dar Ibnu Kathir,
2002.
Mubarok, Atang Abd. Hakim, Jaih. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT.
RemajaRosdakarya, 2012.
Nawawi (al), Yahya bin Syaraf. Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi. Kairo: Dar al-
Salam,t.th.
Suyuthi (al), Jalaluddin Abdurrahman. Jami’ al -Saghir. Beirut: Dar al-Fikr, t.th.
Thahhan (al), Mahmud. Taysir Musthalah Al-Hadis. t.t: Dar Al-Fikr, t.th.
Brown, Daniel W., Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern, terj. Jaziar
Radianti, Bandung: Mizan, 2000
Muh. Zuhri, Hukum Islam dalam Lintasan Sejarah, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
Cet. II, 1997
33
Musahadi, Evolusi Konsep Sunnah; Implikasinya pada Perkembangan Hukum
Islam, Semarang: Aneka Ilmu, 2000
Rahman, Fazlur , Islam, terj. Ahsin Mohammad, Bandung: Pustaka, Cet. III, 1997
34