Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH STUDI AL-QURAN

SEJARAH MUNCULNYA HADITS, KODIFIKASI DAN PENYEBARANNYA

DOSEN PENGAMPU : MUHAMMAD TOYIB M.Pd.I

KELOMPOK 7 :

ANITA AULIYA

SAIFUL ANWAR

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MAMBAUL ULUM

TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah
memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu,
tenaga,maupun pikiran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Sejarah Munculnya hadist,kodifikasi dan penyebaran hadist”
tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan


hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu
bisateratasi

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan


makalah ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan dari pembaca sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Jambi, 26 Oktober2022

Anita&Saiful

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I...................................................................................................................................5
PENDAHULUAN..................................................................................................................5
A. Latar Belakang............................................................................................................5
B. Rumusan Masalah......................................................................................................5
C. Tujuan........................................................................................................................6
BAB II..................................................................................................................................7
PEMBAHASAN....................................................................................................................7
A. Pengertian..................................................................................................................7
Pengertian Hadis........................................................................................................7
Beberapa Istilah yang Berkaitan Dengan Hadis dan Tinjauan Perbedaannya.............8
Kedudukan dan Fungsi Hadits..................................................................................10
Unsur-Unsur Hadits..................................................................................................12
B. HADIS PADA MASA RASULULLAH - shollallahu ‘alaihi wa sallam..............................13
C. HADIS PASCA RASULULLAH WAFAT.........................................................................16
1.Hadis Pada Masa Sahabat Besar (Khulafa` al-Rasyidun)........................................16
2)Hadis Pada Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in..........................................................18
D. Sejarah muncul nya hadist.......................................................................................20
E.KODIFIKASI HADIST....................................................................................................25
1.Pengertian Kodifikasi.............................................................................................25
2.Sejarah Kodifikasi Hadis........................................................................................25
3.Kodifikasi Hadis Pada Abad II Hijriah.....................................................................26
4.Kodifikasi Hadis Pada Abad III Hijriah....................................................................27
5.Kodifikasi Hadis Pada Abad IV-VII Hijriah..............................................................27
6)Kodifikasi Hadis Pada Abad VII-Sekarang..............................................................27
F.PENYEBARAN HADIST................................................................................................28
1.Beberapa priode penyebaran hadist.....................................................................28

3
BAB Ⅲ..............................................................................................................................31
PENUTUP..........................................................................................................................31
A.KESIMPULAN.............................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................33

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadis merupakan salah satu pedoman umat islam dalam menjalankan


agama Islam disamping Al- Qur’an. Maka dari itu, menjaga kemurnian hadis agar
tetap menjadi sumber ajaran Islam yang mampu membawa pada kemaslahatan
menjadi tanggung jawab umat Islam, terutama dari kalangan intelektual Islam.
Salah satu persoalan dalam studi hadis yang senantiasa menjadi perdebatan
adalah masalah kodifikasi hadis. Masalah ini selalu menjadi perdebatan yang
cukup hangat danmenyita banyak energi di kalangan para sarjana ke islaman,
khususnya bagi merekayang menaruh minat yang sangat tinggi pada bidang
keilmuan hadis. Masalah kodifikasi apabila ditinjau dari sejarahnya cukup
memiliki berbagai macam persoalan di dalamnya, mulai dari munculnya
kepentingan aliran, wafatnya para penghafal hadis, hingga banyaknya hadis yang
tercampur dengan pendapat para sahabat serta tabi’in, serta hal yang tak kalah
pentingnya dibicarakan adalah kerangka metodologis kodifikasi (tadwin) hadis itu
sendiri. Kajian seputar metodologis dalam kodifikasi tersebut tentunya akan
mengungkap data penting tentang bagaimana proses historis tadwin hadis
dibangun di atas landasan dandasar-dasar metodologis yang kokoh. Berbagai
macam persoalan kodifikasi tersebut tentunya perlu diluruskan untuk
kepentingan kemaslahatan berama,khususnya umat islam.

B. Rumusan Masalah

Sebagaimama paparan diatas, maka disini dapat dirumuskan beberapa


rumusanmasalah yang akan dijawab, antara lain:

1. Bagaimanakah sejarah kodifikasi hadis serta dinamika yang ada di


dalam nya?

5
2. Faktor-faktor apa sajakah yang mendorong dilakukannya
kodifikasihadis?
3. Kebijakan-kebijakan apa sajakah yang memiliki peranan cukup
penting dalam proses kodifikasi hadis?
4. Bagaimanakah metodologis yang dikembangkan oleh ulama
hadisdalam proses kodifikasi hadis?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah


ini antara lain:

1. Mendeskripsikan sejarah kodifikasi hadist serta dinamika-


dinamikayang ada di dalamnya
2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendorong dilakukannya
kodifikasi hadis di masa lampau
3. Mengetahui kebijakan-kebijakan apa sajakah yang memiliki peranan
cukup penting dalam proses kodifikasi hadis
4. Mengetahui metodologis yang dikembangkan oleh ulama hadis dalam
proses kodifikasi hadis.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Sebelum memasuki pada pembahasan tentang sejarah munculnya


hadist ,kodifikasi hadits dan penyebarannya kami akan membahas beberapa
penjelasan terkait hadits agar pemahaman kita semakin baik dan lebih jelas.

Pengertian Hadis

Hadis secara etimologi adalah baru, sedangkan secara terminology adalah:

ِ ‫ماُأ‬
ِ ْ‫ضيْف ِألي النّبِ ّى صل ّى هللاُ عل ْى ِه وسلّم ِم ْن قوْ ِل اوْ فِ ْع ِل اوْ ت ْق ِرىْر او‬
‫صف ٍة‬

“Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad –


shollallahu’alaihi wa sallam- baik dari perkataan, perbuatan, taqrir 1 atau sifat
beliau2.”

Pengertian diatas merupakan pengertian yang banyak digunakan ulama‟


hadis(Muhaddisin), sedangkan hadis menurut ulama‟ ushul fiqh
(Ushuliyyin)adalah:

ُ ‫أ ْقوالُ ُه وأ ْفعلُ ُه وت ْق ِرى ِْرا ُت ُه الّ ِتىْ ُت ّث ِب‬


‫ت األحْ كام‬

“Segala perkataan, perbuatan dan taqrir Rasulullah yang berkaitan dengan


penetapan hukum”3

Pengertian hadis ini akan menjadi berbeda-beda sesuai dengan konsentrasi


bidang keilmuan yang digeluti oleh ulama‟. Hal ini wajarlah adanya seperti itu

1
Taqrir adalah diamnya rasulullah dalam menyikapi perbuuatan sahabat yang dilakukan di
hadapan beliau,artinya tidak melarang dan tidak pula melakukan seperti melakukan seperti yang
dilakukan sahabat tersebut .
2
Mahmud al-thahhan,taysir musthalah al-hadist (t.t:Dar Al-fikr,t.th.)14
3
Atang abd.hakim & jaih mubarok ,metoodelogi studi islam(bandung,pt.remaja rosda
karya,2012),84

7
karena sekelompok orang seringkali akan melihat dan memandang sebuah
perkara dari sudut pandang yang berbeda.

Beberapa Istilah yang Berkaitan Dengan Hadis dan Tinjauan


Perbedaannya

Dalam penyebutan hadis, tidak terlepas dari beberapa istilah yang


berkaitan dengannya yaitu Sunnah, Khobar dan Atsar . Sedangkan istilah
Mustahab atau mandub berkaitan dengan pembagian sifat hukum taklif seperti
hal nya wajib,haram,mubah dan makruh.4

Adapun Sunnah secara etimologi adalah

ً ‫قبي‬
‫ْحة‬ ْ
ِ ‫كانت ْأو‬ ً
‫حسنة‬ ُ‫ال ّسيْرة‬

Jalan hidup yang baik ataupun yang buruk 5

Para ulama‟ dari kalangan Muhaddisin, Ushuliyyin maupun Fuqoha`


berbedapendapat dalam memaknai Sunnah dan Hadis secara terminologinya.
Menurut M.’Ajjaj Al-Khatib, Muhaddisin memandang Rasulullah sebagai
pemimpin, pemberi petunjuk, pemberi nasihat, suri tauladan yang baik dan
panutan. Sedangkan Ushuliyyin memandang Rasulullah sebagai penetap hukum
Islam dan penggagas kaidah-kaidah bagi para mujtahid dalam menetapkan
hukum Islam. Dan Fuqoha` memandang Rasulullah dari sisi perbuatannya yang
mengandung unsur hukum syar‫ذ‬a‟.6

Dari sudut pandang yang berbeda ini, maka definisi mereka tentang Sunnah
adalah sebagai berikut;

Muhaddisin medefinisikan:

4
Ibnu qudamah Al-naqdisi,Raudah Al-nazir wa jannah Al-manazir (Lebanon : dar ihya`Al-taurath
Al-`arabi,2010),32.
5
Muhammad ‘Ajjaj Al-khatib,Ushul al-hadis ‘ulumuhu Wa musthalahuhu,(Beirut:Dar Al-
fikr,1989),17.
6
Ibid,18

8
ْ ‫صف ٍة‬
‫خلقِيّ ٍة‬ ِ ‫ُكلُّ ما ُأثِر‬
ِ ْ‫عن النّبِ ّي صل ّي هللاُ عل ْي ِه وسلّم ِم ْن قوْ ّل أوْ فِع ِْل أوْ ت ْق ِري ِْر أو‬
ُ‫غار ِحراء أ ْم بعْده‬ ِ ‫أكان ذلِك قبْل البِعْث ِة كتحنّثِ ِه فِي‬ ّ ‫أوْ ُخلُقِي ٍة ِسو ٍة سوا ٌء‬

“Segala yang berasal dari Nabi shollallahu „alaihi wa sallam- baik dari perkataan,
perbuatan, taqrir, sifat fisik atau budi pekerti dan jalan hidup yang terjadi
sebelum Nabi diutus menjadi Rasul seperti ketika bertahannus di Gua Hira`
ataupun setelahnya.7

Ushuliyyin mendefinisikan:

‫عن النّبِ ّي صلّى هللاُ عل ْي ِه وسلّم غيْر ْالقُرْ اً ِن ْالكري ِْم ِم ْن قوْ ِل اوْ فِع ِْل‬ ِ ‫ُك ُل ما ص ْدر‬
ْ ‫اوْ ت ْق ِري ِْر ِم ّما يصْ لُ ُح‬
‫ان ي ُكوْ ن دلِ ْيالُ لِ ُح ْك ِم شرْ ِع ّي‬

Segala yang berasal dari Nabi - shollallahu „alaihi wa sallam- selain Al-Quran al-
Karim, baik berupa perkataan, perbuatan ataupun taqrir yangpantas menjadi
dalil hukum syara‟8

Fuqoha` mendefinisikan:

‫عن النّبِ ْي صلى هللاُ عل ْي ِه وسلّم ُك ُل‬


ِ ‫ما ثبت‬
ِ ‫ض وال ْالوا ِج‬
‫ب‬ ِ ْ‫ب ْالفر‬
ِ ‫ول ْم ي ُك ْن ِم ْن با‬

Segala sesuatu yang telah Nabi - shollallahu „alaihi wa sallam- tetapkan(menjadi


sebuah perintah) dan bukan bersifat fardhu juga tidak pula wajib. 9

Dari ketiga definisi diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa pada
dasarnya hadis ataupun sunnah maknanya berdekatan, karena inti dari
maksudnya adalah penukilan yang bersumber dari Rasulullah yang diambil
sebagai hujjah ataupun penjelasan untuk ayat yang masih global.

7
Ibid.,19.
8
Ibid.,19.
9
Ibid.,19.

9
Khobar secara etimologi adalah berita, secara terminologinya ada 3
arti,yaitu;

1. Sama dengan makna hadis

2. Jika hadis itu berasal dari Rasulullah, maka khobar berasal dari selainRasulullah

3. Khobar maknanya umum, artinya sesuatu yang berasal dari Rasulullah dan
selainnya10

Sedangkan Atsar secara etimologi adalah sisa dari sesuatu. Dan secara
terminologi ada 2 maksud;

1. Sama dengan makna hadis

2. Segala perkataan atau perbuatan yang disandarkan kepada Sahabat dan


Tabi‟in11

Setelah melihat uraian dari penjelasan diatas, memang diantara keempat


istilah; Hadis, Sunnah, Khobar dan Atsar seakan tidak ada perbedaan dalam arti
istilahnya, bahkan jumhur ulama` menganggap keempat istilah ini sama
maknanya12 meski ada juga yang membedakannya. Ulama` Khurasan
berpendapat bahwa Atsarhanya untuk yang mauquf (hadis yang disandarkan
kepada sahabat) dan khobar untuk yang marfu’ (hadis yang disandarkan pada
Rasulullah)13 . Keempat istilah ini yang menentukan pembagian-pembagian hadis
ditinjau dari beberapa aspek. Bahkan Ibnu Qudamah mendefinisikan khobar
dengan sesuatu yang dapat menyebabkan orang percaya atau tidak, dari sinilah
kemudian dia membahas hadis mutawatir dan ahad .14

Kedudukan dan Fungsi Hadits

10
Mahmud at-thahhan ,taysir musthalah Al-hadis,14
11
Ibid.,15.
12
AtangAbd.Hakim & Jaih mubarok,Metodologi studi islam,85
13
Ibid.,85
14
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi,Raudah Al-nazir wa jannah Al-Manazir,64

10
Hadis merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-
Quran,sebagaimana sabda Nabi

‫ ِكتاباهللِ و ُسنّة رسُولِ ِه‬: ‫تضلُّوْ ا أبدًا اِ ْن ت ْم ّس ْكتُ ْم بِ ِهما‬ ُ ‫تر ْك‬
ْ ‫ت فِ ْي ُك ْم أ ْمري ِْن‬
ِ ‫لن‬

“Aku tinggalkan dua pusaka untuk kalian yang jika berpegang teguh dengan
keduanya itu kalian tidak akan tersesat selamanya, yaitu Kitab Allah (Al-Quran)
dan sunnah Rasul”15

Allah memerintahkan kita untuk mengikuti apa yang diperintah oleh Rasulullah
dan menjauhi apapun yang dilarangnya sebagaimana dalam Surat Al-Hasyr ayat
7,

‫ُول ولِ ِذىى ْالقُرْ بَى َو ْليَتَ َمى‬


ِ ‫ّما أفآء هللاُ على رسُولِ ِه ِم ْن أ ْه ِل ْألقُرىى فلِلّ ِه ولِل ّرس‬
‫ ومآ ءاتَ ُك ُم ْال ّرسُو ُل‬,‫بيْن األ ْغنِيآ ِء ِم ْن ُكم‬,‫ىن َو ْب ِن أل َّسبِي ِل َكى ال ي ُكون ُدوْ لة‬
ِ ‫َو ْل َم َس ِك‬
َِ ‫ ِأ ّن هللا ش ِدي ُد ْال ِعقا‬،‫وا هللا‬
‫ب‬ ْ ُ‫واتّق‬
ْ َ،‫ف ُخ ُذوهُ وما نه ُك ْم ع ْنهُ فا نتهُوا‬

“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya(dari
harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah,
rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang
dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya
saja diantara kamu. Apa yang diperintahkan Rasul kepadamu, maka terimalah,
dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya`”

Bahkan dalam Surat Al-Anfal ayat 20 Allah tidak cukup memberi peringatan
untukmentaatiNya saja, tapi juga harus taat pada Rasulullah sebagai mana
utusanNya

ْ ّ‫وال تول‬,ُ‫ُوا هللا ورسُوله‬


َ ‫وا ع ْنهُ وأ ْنتُم تسْمع‬
‫ُون‬ ْ ‫أطيع‬ ْ ُ‫يأيُها االّ ِذيْن ءامن‬
ِ ‫وا‬

15
Jalaludin Abdurrahman al-suyuthi,jami’al-saghir(Beirut:Dar al-fikr,t.th.),130

11
“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya,dan
janganlah kamu berpaling dari pada-Nya, sedang kamu mendengar(perintah-
perintah-Nya)”

Selain itu, Rasulullah juga bertugas menjelaskan ayat-ayat Allah


sebagaimana yang tertulis dalam Surat An-Nahl ayat 44:

ِ َّ‫ك ْال ِّذ ْك َر لِتُبَيِّنَ لِلن‬


َ ‫اس َما نُ ِّز َل ِألَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّهُ ْم يَتَففَ َّكر‬
‫ُون‬ ْ ‫’وَأ‬
َ ‫نزَلنَا ِألَ ْي‬ ُّ ‫ت َو ْا‬
َ ‫لزب ُِر‬ ِ َ‫بِ ْالبَيِّن‬

“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan


kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang
telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka berfikir.”

Banyak sekali peran hadis-hadis Rasulullah dalam kehidupan. Selain untuk


menetapkan hukum Islam, ia juga sebagai nasihat bagi umat. Dari sinilah
kemudian, muncullah sebuah ilmu yang membahas tentang hadis mulai dari
unsur-unsur hadis itu sendiri sampai pada rantai para penyampai hadis atau yang
disebut dengan rijalul hadis.

Unsur-Unsur Hadits

Hadis bukan hanya sekedar sabda Rasulullah saja, namun ia merupakan


wahyu yang redaksinya suci karena segala yang terucap dari Rasulullahbukan dari
hawa nafsunya tapi selalu dalam bimbingan Allah. Maka dari itu,penting sekali
mengetahui apa saja unsur-unsur yang ada dalam hadis untukmembantu kita
dalam membandingkan antara hadis yang valid kebenarannya dan hadis yang
palsu.

Ada 3 unsur pokok dalam hadis, yaitu;

1. Sanad (‫)السند‬, yaitu silsilah para penyampai hadis yang bersambung sampai
pada Rasulullah16

16
Mahmud At-Thahhan,Taysir Mustalahah Al-hadis,15

12
2. Matan (‫)المتن‬, yaitu isi dari apa yang telah dinukil17
3. Rawi (‫)ال''راوي‬, yaitu yang meriwayatkan hadis, atau bisa juga silsilah
palingakhir dari para penyampai hadis.18

B. HADIS PADA MASA RASULULLAH - shollallahu ‘alaihi wa sallam

Masa ketika wahyu masih turun yaitu pada masa ketika Rasulullahmasih
hidup. Di masa ini, para sahabat tidak mudah melakukan ijtihad karena sumber
utamanya adalah Rasulullah. Mereka bertanya semua permasalahan langsung
pada beliau dan dari pertanyaan inilah terkadang ayat-ayat Al-Quran turun
sebagai jawaban dari pertanyaan mereka.

Seperti halnya ayat-ayat dalam Al-Quran yang mempunyai sebab dengan


turunnya(asbab al-nuzul), hadis Rasulullah pun juga mempunyai sebab-sebab
yang menjadi hadis ini ada (asbab al-wurud) Para sahabat sangat
perhatiandengan apa yang diucapkan dan dilakukan oleh Rasulullah. Dalam
penyampaianhadis, Rasulullah menempuh beberapa cara, yaitu:

 Pertama, melalui majlis yang diadakan oleh Rasulullah. Para sahabat yang
tidakdapat menghadiri majlis ini karena berhalangan, maka mereka
bertanya padasahabat lain, bahkan tidak jarang kepala-kepala suku yang
jauh dari Madinahmengirim utusan untuk turut serta menyimak apa yang
Rasulullah sampaikan19
 Kedua, Rasulullah menyampaikan suatu hadis pada para sahabat tertentu
yang kemudian oleh sahabat tersebut disampaikan pada orang lain. 20
 Ketiga, sesuatu yang berkaitan dengan permasalahan kaum wanita dan
hanya wanita yang mengalaminya, maka beliau sampaikan melalui istri-

17
Ibid.,15
18
Ibid.,15
19
Idri shaffat,Studi Hadis (Jakarta:kencana,2010),32-33
20
Ibid.,34

13
istrinya atau melibatkan mereka, seperti permasalahan haid, istihadhah
dan lainnya.21
 Keempat , melalui pidato-pidato beliau di tempat umum. 22
 Kelima, melalui perbuatan yang disaksikan oleh para sahabat atau cara-
cara beliaudalam menjalankan ibadah, muamalah, siyasah dan lainnya.
Bahkan juga di dalamsuatu peristiwa yang besar maupun kejadian sehari-
hari beliau.23

Di masa ini, Rasulullah melarang para sahabat untuk menulis hadis-hadis


Diriwayatkan dari Abu Sa‟id Al -Khudri bahwa beliau bersabda:

ٍ ‫ي َح َّدثَنَا ِه َما ٌم ع َْن َزي ٍد بن اَ ْسلَ َم ع َْن َعطَا َء بن يَ َس‬


‫ار‬ ِّ ‫َح َّدثثَنَا هَ َّدابُ بن خَ الِ ٍد اَأل ْز ِد‬
‫ا َعنِّ ْي َغ ْي َر‬cْ ْ‫(الَتَ ْكتُبُو‬:‫صلَّى هللاُ علي ِه َو َسلَّ َم ق َل‬
َ ِ‫ي َأ َّن َرسُوْ َل هللا‬ ّ ‫عن َأبِ ْي َس ِع ْي ٍد ال ُخ ْد ِر‬
‫ال ِه َما ٌم َأحْ ِسبُهُ قا َل ُمتَ َع ِّمدًا‬ َ ‫آن فَ ْليَ ْم ُحهُ َو َح ِّدثُوْ ا َعنِّ ْي َوالَ َح َر ٌج َو َم ْن َك َّذ‬
َّ َ‫ب َعل‬
َ َ‫ي ق‬ ِ ْ‫اَ ْلقُر‬
‫ْأ‬
ِ َّ‫فَ ْليَتَبَ َّو َم ْق َع َدهُ ِمنَ الن‬
)‫ار‬

“Haddab bin Khalid al-Azdi meriwayatkan pada kami bahwasanya


Hammam binZaid bin Aslam meriwayatkan dari Atho` bin Yasar dari Abi Sa‟id al-
Khudribahwasanya Rasulullah - shollallahu „alaihi wa sallam- bersabda:
((Janganlahkalian menulis dariku dan siapapun yang menulis dariku selain Al-
Quran makahapuslah. Riwayatkanlah hadis dariku, tidak apa-apa. Dan siapapun
yang berdustaatas namaku -Himam berkata: aku menyangka beliau bersabda-
maka hendaklahia menempati kedudukannya di neraka.24

Namun ada hadis Rasulullah yang muncul setelahnya dan membolehkan


untukmenulisnya, diantara hadist beliau adalah:

21
Ibid.,34
22
Ibid.,34
23
Ibid.,34
24
Yahya bin Syarat Al-Nawawi,Shahih Muslim bi syarh al-nawawi,(Kairo:Dar al-salam,t.th.),2298

14
‫ت َأ ْكتُبُ ُك َّل َشي ٍء َأ ْس َم ُعهُ ِم ْن‬ ُ ‫ ُك ْن‬: ُ‫ض َي هللاُ َع ْنه‬ِ ‫ص َر‬ ِ ‫عن َع ْب ِد هللاِ بِ ْن َع ْم ِرو بن اَ ْل َع‬ ْ
‫تَ ْكتُبُ ُك َّل َش ْي ٍء‬:‫ضهَ ْتنِي قُ َريْشٌ َوقَلُوْ ا‬ َ َ‫صلَّى هللاُ َعلَي ْي ِه َو َسلَّ َم ُأ ِر ْي ُد ِح ْفظَهُ ف‬
َ ِ‫َرسُوْ ِل هللا‬
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َو َرسُوْ ُل هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بَ َش ٌر يَتَ َكلَّ ُم فِي‬ َ ِ‫َس ِم ْعتَهُ ِم ْن َرسُوْ ِل هللا‬
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه‬ َ ِ‫ت َذلِكَ لِ َرسُوْ ِل هللا‬ ُ ْ‫ب فَ َذ َكر‬ ُ ‫ضا ؟فََأ ْم َس ْك‬
ِ ‫ت ع َِن ال ِكتَا‬ َ ‫ب َو ْال ِّر‬ِ ‫ض‬ َ ‫ْال َغ‬
َ َ‫َو َسلَّ َم فََأوْ َمَأ بِأصْ بَ ِع ِه ِألَى فِ ْي ِه َوق‬
‫(اُ ْكتُبْ فَ َو الّ ِذيْ نَ ْف ِس ْي بِيَ ِد ِد َما خَ َر َج ِم ْنهُ ِأاّل‬: ‫ال‬
َّ ‫الح‬
)‫ق‬ َ

“Dari Abdullah ibn „Amr ibn al-‘Ash- radhiyallahu ’anhu-: saya


menulissemua yang saya dengar dari Rasulullah dan aku ingin
menghafalnya,namun kemudian kaum Quraisy melarangku dengan mengatakan:
kamumenulis semua yang kamu dengar dari Rasulullah sedangkan beliauadalah
manusia yang dapat berbicara dalam keadaan marah dankerelaan?maka
kemudian saya kembali berpegang teguh pada Kitab (Al-Quran). Lalu saya
menceritakan hal itu pada Rasulullah, beliau menempelkan jarinya pada
mulutnya sembari bersabda: ((Tulislah, demi Dzat yang Aku berada dalam
kekuasaanNya, tidaklah keluar darinyaselain kebenaran)) 25

Dua hadis diatas saling bertentangan dan para ulama‟ berpendapat bahwa
hadis Rasulullah dalam pelarangan menulis dihapus hukumnya dengan hadis
diperbolehkannya menulis. Ada juga yang berpendapat bahwa beliau
memperbolehkan menulis hadis kepada Abdullah ibn ‘Amr ibn al-‘Ash karena-
Rasulullah percaya padanya akan kemampuannya dalam menulis sehingga
tulisanAl-Quran tidak bercampur dengan hadis.26 Jika kita kumpulkan dua
pendapat ini,maka dapat diambil kesimpulan mungkinnya penulisan hadis ketika
masa Rasulullah masih hidup, namun itu hanya diperbolehkan pada sahabat
tertentu saja. Abu Hurairah berkata, “ Tidak ada yang lebih banyak meriwayatkan
hadis Rasulullah dari pada aku, kecuali Abdullah ibn ‘Amr ibn al-‘Ash, karena dia
25
Abdul majid al-ghauri,al-sunnah al-nabawiyah hujjiyatuha wa tadwinuha (Beirut:dar ibnu
kathir,2009),64-65
26
Ibid.,66

15
menulisnya sedangkan aku tidak menulis”27 . Dari pernyataan ini dapat kita ambil
kesimpulan bahwa ketika masa Rasulullah masih hidup sudah ada penulisan
hadis yang hal itu diizinkan pada sahabat tertentu.

C. HADIS PASCA RASULULLAH WAFAT

Ada beberapa tahap dalam perkembangan hadis pasca Rasulullahwafat.


Diantaranya adalah pada masa Khulafa` Al-Rasyidun, hadis pada masa sahabat
kecil dan tabi’in, hadis pada masa kodifikasi dan hadis pada abad-abad
setelahnya. Di bawah ini akan kami uraikan tahapan hadis di setiap masanya

1.Hadis Pada Masa Sahabat Besar (Khulafa` al-Rasyidun)

Pasca wafatnya Rasulullah, umat Islam tidak dapat lagi mendengar hadis-
hadis secara langsung dari beliau. Mereka hanya dapat mendapat jawaban
permasalahan dari sahabat-sahabat yang dekat dengan Rasulullah termasuk
jugaistri-istri beliau. Periwayatan hadis pada masa sahabat besar atau yang
dikenal dengan masa Khulafa` al-Rasyidun sampai sejak tahun 11 H sampai 40 H
belum begitu berkembang, karena mereka masih focus pada pemeliharaan Al-
Quran dan penyebarannya. Namun, bukan berarti mereka tidak memperhatikan
hadis, akan tetapi lebih hati-hati dan membatasi periwayatan hadis Rasulullah
disebabkan mereka khawatir keliru dalam mengambil keputusan hokum agama
dengan menggunakan hadis tersebut karena mereka menyadari bahwa hadis
adalah sumber hokum Islam kedua setelah Al-Quran 28 . Sikap ini dapat kita lihat
pada sikap khalifah pertama; Abu Bakar As-Shiddiq. Beliau menunjukkan
perhatian yang sangat besar dalam menjaga hadis dengan tujuan agar tidak
disalahgunakan olehkaum munafik atau dikhawatirkannya periwayatan yang
banyak tersebar itu menjadikelalaian dan kesalahan sehingga hadis ini hilang
keasliannya. Sebagai contoh,pemutusan hokum beliau dalam warisan seorang
nenek. Karena tidak menemukan jawabannya baik dari Al-Quran maupun hadis,

27
Ibid.,65
28
Idri Shaffat,Studi Hadis,39

16
akhirnya beliau mengumpulkansahabat dan Mughirah menyebutkan bahwa
nenek mendapat seperenam. Abu Bakar kemudian meminta Mughirah untuk
mendatangkan saksi atas jawabannya itu dan tersebutlah Muhammad ibn
Maslamah sebagai saksi dari hadis yang dibawakan oleh Mughirah 29. Ada juga
yang berpendapat bahwa pensyaratan saksi yang diminta oleh Abu Bakar karena
berkaitan dengan masalah waris yang tidak tercantum dalam Al-Quran, bukan
berkenaan dengan periwayatan hadis30. Namun, terlepas dari dua hal pendapat
yang berbeda, sikap Abu Bakar ketika itu merupakan sikap yang sangat patut kita
contoh dalam menjaga lestarinya hokum Islam dari kedustaan atau sengaja
dirubah.

Meski demikian, pada masa ini juga terjadi kesalahan dan kekeliruan
karena mereka adalah manusia yang juga dapat berbuat salah. Menurut
Shalahuddinbin Ahmad Al-Adhabi dalam kitab Ushul al-Hadis, kesalahan dalam
meriwayatkan hadis biasanya terjadi pada hadis yang diriwayatkan oleh satu
periwayat atau hadis ahad-gharib. Faktor-faktor yang mengakibatkan hal itu
terjadi adalah:

1) Sahabat tersebut tidak tahu bahwa hadis yang diriwayatkannya sudah di-
nasakh
2) Adanya komentar dari periwayat hadis sehingga para pendengar
menganggapitu bagian dari redaksi hadis
3) Salah meletakkan suatu kata dalam periwayatan antara satu hadis
denganhadis lainnya
4) Adanya periwayatan hadis dengan menggunakan redaksi dari
periwayattersebut sehingga maksud hadis tersebut lebih luas dari redaksi
yangbersumber dari Rasulullah
5) Tidak sadarnya periwayat dalam menggunakan satu kata yang bukan asli
darikata Rasulullah padahal kata tersebut memiliki perbedaan konotasi
29
Muhammad ‘Ajjaj al-khatib,ushul al-hadis,89
30
Idri shaffat,Studi Hadis,40

17
6) Meriwayatkan hadis bukan pada jalur yang semestinya karena lupa
dengan latar belakang munculnya hadis tersebut
7) Periwayat meriwayatkan hadis secara keliru dan mengatakan itu
dariRasulullah31

Pada masa ini, banyak sekali sahabat yang mengingkari penulisan hadis,
karena dikhawatirkan mereka sibuk menuliskannya dan melupakan Al-Quran.
Namun setelah dirasa aman dari kemungkinan bercampurnya Al-Quran dan
Hadis, akhirnya para sahabat membolehkan untuk menuliskannya 32. Sehingga
muncullah penulisan hadis dalam shuhuf atau lembaran. Diantara shuhuf yang
ada pada masa ini adalah:

1) Shahifah Sa’ad bin ‘Ubadah al-Anshori (wafat 14 H)


2) Shahifah Abdullah bin Abi Aufa (wafat 87 H)
3) Nuskhoh Samurah bin Jundub (wafat 60 H)
4) Kitab Abu Rafi’al-Qibthi (wafat pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib)
5) Kitab Abu Hurairah (wafat 57 H)
6) Shahifah Abu Musa al- Asy’ari (wafat 50 H)
7) Shahifah Jabir bin Abdullah al-Anshari (wafat 78 H)
8) Shahifah Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash (wafat 65 H)
9) Shahifah Abi Salamah bin Nubaith bin Syarith al- Asyja’i
10) Shahifah Hammam bin Munabbih (wafat 131 H)33

2)Hadis Pada Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in

Kehati-hatian dan ketatnya periwayatan hadis pada masa ini juga berlaku.
Pada masa ini kekuasaan Islam semakin luas. Banyak sahabat dan tabi’in yang
pindah dari Madinah ke daerah-daerah yang baru dikuasai dengan membawa

31
Muhammad ‘Ajjaj al-khatib,ushul al-hadis,83-84
32
Abdul majjid al-ghauri,Al-sunnah Al-nabawiyah hujjiyatuha wa tadwinuha,74-76
33
Ibid.,77

18
hadis-hadis yang dihafalnya, sehingga hadis-hadis Rasulullah menyebar ke
berbagai daerah. Kemudian muncullah sentra-sentra hadis, diantaranya;

1) Madinah. Dengan tokoh dari kalangan sahabat: Aisyah, Abu Hurairah,Abu


Said al- Khudri, Ibn Umar, dan lainnya. Dari kalangan tabi‟in:Sa‟id ibn
Musayyib, Urwah ibn Zubayr, Nafi‟ budak Ibn Umar, dan lain-lain.
2) Mekkah. Dengan tokoh dari kalangan sahabat: Ibn „Abbas, Abdullahibn
Sa’id dan lainnya. Dari kalangan tabi`in: Mujahid ibn Jabr,’Ikrimah budak
Ibn ‘Abbas, ‘Atha` ibn Abi Rabbah, dan lain-lain
3) Kufah. Dengan tokoh dari kalangan sahabat: Abdullah ibn Mas’ud,Sa’ad
ibn Abi Waqqash dan Salman al- Farisi. Dari kalangan tabi’in: Masruq ibn
al- Ajda’ Syuraih ibn al-Haris dan lain-lain
4) Basrah. Dengan tokoh dari kalangan sahabat: „Utbah ibn Ghazwan,„Imran
ibn Hushoin, dan lainnya. Dari kalangan tabi‟in: Hasan al-Bashri, Abu al-
„Aliyah dan lain-lain
5) Syam. Dengan tokoh dari kalangan sahabat: Mu‟adz ibn Jabal, Abu al-
Darda`, Ubadah ibn Shamit, dan lain- lain. Dari kalangan tabi‟in: Abu Idris,
Qabishoh ibn Zuaib dan Makhul ibn Abi Muslim
6) Mesir. Dengan tokoh dari kalangan sahabat: Abdullah ibn Amr ibn al-
„Ash, „Uqbah ibn Amir, dan lainnya. Dari kalangan tabi‟in: Yazid ibn Abi
Hubayb, Abu Bashrah al-Ghifari dan lain-lain34.

Beberapa faktor penyebaran penulisan hadis di masa tabi‟in adalah:

 Pertama, tersebarnya periwayatan hadis di berbagai daerah dan


banyaknya orang-orang yang meriwayatkan hadis.
 Kedua, Banyaknya para penghafal hadis yang meninggal baik dari
kalangan sahabat maupun tabi‟in.

34
Idri Shaffat,Studi hadis,44-45

19
 Ketiga, semakin lemahnyakemampuan umat Islam dalam menghafal,
sedangkan penulisan hadis sangattersebar dan berkembangnya ilmu yang
bermacam-macam.
 Keempat, banyaknya pemalsuan hadis.35

Dari masa ini, ada beberapa karya yang terbit, diantaranya;

1) Shahifah Abi al-Zubayr al-Asadi (wafat 126 H)


2) Shahifah Abi „Ady al-Zubayr al-Kufi (wafat 131 H)
3) Shahifah Hisyam bin Urwah bin al-Zubayr (wafat 146 H)
4) Shahifah Abi Utsman Ubaidillah bin Umar bin Hafs bin Ashim bin Umar
binKhottob (wafat 147 H) dan lainnya(36

D. Sejarah muncul nya hadist

Pada awalnya, kata hadits dipergunakan untuk menunjuk kepada cerita-


cerita dan berita-berita secara umum. Namun, seiring dengan perjalanan waktu,
istilah hadits mengalami pergeseran, dimana hadits dimaksudkan sebagai kabar-
kabar yang berkembang dalam masyarakat keagamaan tanpa memindahkan
maknanya dari konteksnya yang umum, hingga pada akhirnya istilah hadits
secara eksklusif digunakan untuk menunjuk cerita-cerita tentang Rasulullah.

Hal demikian dibenarkan oleh Mustafa A’zami yang menceritakan bahwa pada
masa-masa awal Islam, cerita-cerita dan perkataan Nabi mendominasi atas
segala macam komunikasi dan cerita-cerita yang lain di kalangan masyarakat.
Pada waktu itu. Kata hadits yang awalnya bersifat umum, semakin lama semakin
eksklusif dan sering digunakan di kalangan bangsa Arab untuk memaksudkan hal-
hal yang bersumber pada Nabi.37

Dari keterangan tersebut kiranya dapat dipahami bahwa tradisi “tutur” dan
“tinular” mengenai perilaku Nabi sudah hidup pada masa-masa awal Islam.
35
Abdullah Majid al-ghauri,al-sunnah al-nabawiyah,81-82
36
Ibid.,82-83
37
Musahadi,op.,hlm.40

20
Begitu juga tradisi “periwayatan”, dalam bentuknya yang sederhana dan
mungkin tak pernah dimaksudkan untuk meriwayatkan, sudah dimulai sejak
masa awal, sehingga ketika generasi selanjutnya melakukan kodifikasi terhadap
hadits dapat dilacak apakah benar berasal dari Nabi atau tidak.

Pada era Nabi SAW, kaitannya dengan penulisan hadits, Nabi pernah
menyampaikan sejumlah larangan sekaligus perintah. Kongritnya, suatu saat
Nabi pernah melarang sahabat untuk menulis hadits karena dikhawatirkan akan
bercampur dengan al Qur’an yang pada saat itu masih turun (proses pewahyuan
belum final), namun pada saat yang lain, justru Nabi memerintahkan agar hadits
itu ditulis.

Dalam hadits yang melarang sahabat menulis sesuatu selain al Qur’an, ternyata
setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut, terdapat illat khusus bagi
pelarangannya yaitu karena adanya naskah yang ditulis dalam selembar kertas
yang didalamnya bercampur antara al Qur’an dengan naskah lain. Namun, dalam
pernyataan Nabi SAW di hadits yang lain, Nabi SAW justru menyuruh untuk
menuliskan hadits. Contohnya adalah hadits yang menyuruh sahabat menulis
hadits kepada Abu Syah.

Menurut perspektif hukum, ketika ada sesuatu yang awalnya dilarang, namun
kemudian justru ada perintah yang menunjukkan kebalikannya, maka itu
menunjukkan kebolehan melakukan hal itu, yakni penulisan dan pelestarian
sumber keagamaan tersebut (hadits).38

Berangkat dari sini dapat dipahami, diakui atau pun tidak, bahwa apa yang
diucapkan, dilakukan, serta ditetapkan oleh Nabi banyak sekali yang tidak ditulis
oleh para sahabat, meskipun juga tidak menafikan bahwa penulisan hadits telah

38
Pidato pengukuhan guru besar prof.Dr.HM.Erfan soebahar,Respon Muhadditsun Menghadapi
Tantangan kehidupan umat;Studi tentang Hadist sebgai ajaran Keagamaan Era
Nabi,kodifikasi,dan informasi,IAIN Walisongo Semarang,2005,hlm.25 et.seq

21
ada sejak zaman Nabi SAW. Paling tidak ini dapat dibuktikan oleh Musthafa al
Siba’i dengan memberikan beberapa bukti, antara lain:

a) Rasulullah menulis surat kepada raja-raja zamannya dan amir-amir


jazirah Arabia untuk menyeru mereka kepada Islam,
b) Sebagian sahabat memiliki shuhuf, “lembaran-lembaran bertulis”
yang didalamnya berisi catatan tentang apa yang mereka dengar
dari Rasulullah, seperti lembaran ‘Abdullah ibn ‘Amr ibn “ash yang
dinamainya al shadiqah.
c) Rasulullah menulis surat kepada sebagian petugas Beliau yang
berisi ketentuan-ketentuan zakat unta dan domba.39

Melihat keterangan diatas, berarti anggapan yang berkembang selama ini


bahwa Ibnu Syihab al Zuhri adalah orang pertama yang menulis hadits telah
terbantahkan. Dengan demikian, mungkin istilah yang lebih tepat, Ibn Syihab al
Zuhri adalah orang pertama yang disponsori secara resmi oleh pemerintah,
khalifah Umar Ibn Abd al Aziz, untuk mengumpulkan hadits. Dengan kata lain,
pengumpulan hadits tertulis oleh pribadi telah umum dilakukan, tetapi tidak
seperti al Qur’an, sampai kemudian pada masa Ibn Syihab al Zuhri, hadits
menjadi fokus upaya resmi regulasi atau sistematisasi. 40

Seperti kita lihat, sebagian hadits hampir pasti ditulis pada tahap awal,
tetapi tidak secara formal dan tidak sistematis. Kumpulan hadits secara
sistematis baru didapati pada karya Imam Malik, al Muwatha’, yang dijuluki
mushannaf karena mengklasifikasikan hadits sesuai dengan subyeknya.

Walaupun demikian, Imam Malik belum menggunakan standar formal


kritisisme dalam menyeleksi hadits. Baru pada masa generasi setelahnya
dikembangkan metode kritis keaslian hadits dengan merujuk kepada isnad

39
H.M Erfan Menguak fakta keabsahan al-sunnah;prenada media,2003,hlm.164 et.seq.
40
Daniel W.Brwon,menyoal Relavansi sunnah dalam islam modern,terj.jaziar
radiant,bandung;mizan2000,hlm.120.

22
hadits-hadits tersebut. Jelasnya, isnad baru digunakan secara luas pada abad
kedua hijriah41,dimana para penyusun koleksi shahih mulai memaparkan aturan
formal untuk menilai keotentikan hadits atas dasar isnad-nya. Mereka harus
menyaring semua hadits yang dapat mereka temukan, dan memilih hadits yang
isnad-nya memenuhi standard yang ketat.42

Seperti disebutkan di muka bahwa “periwayatan” sudah dimulai sejak


masa-masa awal Islam, namun baru pada pertengahan abad ke-3 H / 9 M, hadits
mempunyai “bentuk” yang tertentu. Hampir semua isinya secara mendetail
telah terkukuhkan, dan perlawanan terhadapnya juga telah terpatahkan.

Untuk mencapai “bentuk” ini para ahli telah mengumpulkan, menyaring


dan mensistematisir produk hadits yang sangat melimpah. Para ahli, atau yang
biasa disebut sebagai muhadditsun, telah melakukan perjalanan menjelajah ke
seluruh penjuru dunia Islam pada waktu itu. Mereka pergi dari satu tempat ke
tempat yang lain dan bertanya dari satu orang ke orang lainnya. Akhirnya, pada
akhir abad ke-3 H / permulaan 10 M beberapa koleksi hadits telah dihasilkan,
bahkan enam diantaranya mulai saat itu sudah dipandang otoritatif secara
khusus dan dikenal dengan "enam yang asli".

Adapun yang paling terdepan dari keenam kitab hadits itu adalah Shahih
Bukhari yang kemudian dinyatakan oleh kaum muslimin hanya berada di bawah
al Qur’an dalam otoritasnya, Shahih Muslim menempati urutan selanjutnya, dan
kemudian disusul berturut-turut oleh karya-karya Abu Daud, al Tirmidzi, al Nasa’i
dan Ibn Majah.43

Dari keterangan tersebut dapat dipahami bahwa rentang waktu antara


masa hidup Nabi dengan kodifikasi hadits begitu jauhnya, sehingga hal ini

41
Daniel W.Brown,op.cit.,hlm.122
42
Hal inilah yang dilakukan oleh imam bukhari yang telah menyeleksi tidak kurang 600.000
hadist,kemudian disaringnya menjadi sekitar 4.000 hadist yang dianggap sahih.Erfan
soebahar,menguak fakta op.cit.,hlm.146 et.seq.
43
Fazlur Rahman,islam,terj.Ahsin Mohammad,bandung:pustaka,cet.Ⅲ,1997,hlm.83 et.seq.

23
dimanfaatkan oleh para orientalis untuk menyerang Islam, melalui salah satu
sumber hukumnya, yaitu hadits. Mereka menganggap bahwa sunnah adalah
tradisi yang diciptakan oleh para sahabat, sebagai hasil interpretasi terhadap
ajaran Nabi.

Seorang orientalis bernama Ignas Goldziher sangat meragukan materi


hadits yang sedemikian banyak dapat disaring dan kemudian diperoleh suatu
bagian yang dapat dinyatakan sebagai "asli" berasal dari Nabi atau generasi
sahabat yang awal. Ia berpendapat, seharusnya hadits dianggap sebagai catatan
pandangan-pandangan dan sikap-sikap generasi muslim yang awal dari pada
sebagai catatan tentang kehidupan dan ajaran-ajaran Nabi atau bahkan sahabat-
sahabat Beliau.44

Lain lagi dengan Margoliouth yang menganggap bahwa Nabi Muhammad


sama sekali tidak meninggalkan sunnah ataupn hadits. Sunnah yang dipraktekkan
kaum muslim awal sama sekali bukan sunnah Nabi, melainkan kebiasaan-
kebiasaan bangsa Arab pra-Islam yang telah dimodifikasi al Qur’an 45.

Dalam karyanya The Origins of Muhammadans Jurisprudence, Joseph


Schacht mengatakan bahwa "tradisi yang hidup" (living tradition) telah ada
mendahului "tradisi Nabi". Schacht berargumen bahwa ketika hadits pertama kali
beredar pada sekitar abad kedua hijriyah, ia tidak dirujukkan kepada Nabi,
melainkan kepada tabi’in, kemudian sahabat dan setelah beberapa waktu
akhirnya hadits disandarkan kepada Nabi46.

Mereka juga menemukan kitab al Muwatha’, kitab tertua sesudah al


Qur’an yang dapat ditemukan, mempunyai sanad yang kurang tertib. Dan sistem
isnad itu tertib setelah memasuki generasi al Bukhari, yang jangka waktunya dari
Imam Malik (penyusun al Muwatha’) cukup jauh (Imam Malik : 93-179 H ; al
44
Ibid.,52
45
Musahadi,op.cit.,12
46
Joseph Schact,the origins of muhammadans jurisprudence,oxford:the clarendon
press,1979,138

24
Bukhari : 194-296 H). Di sini para orientalis mengungkapkan bahwa isnad yang
awalnya tidak ada itu kemudian ada tetapi tidak tertib, dan akhirnya menjadi
sangat rapi. Dengan demikian mereka berkesimpulan bahwa ahli hadits generasi
al Bukhari, dengan kelihaiannya, telah merekayasa isnad. Hadits yang tadinya
tidak jelas siapa pembawanya, disulap sedemikian rupa sehingga menjadi shahih
sanad-nya47.

E.KODIFIKASI HADIST

Sebelum mengulas sejarah kodifikasi hadis, penulis uraikan terlebihdahulu


makna kodifikasi

1.Pengertian Kodifikasi

Kodifikasi dalam bahasa arab adalah al-tadwin yaitu mengumpulkan.


Sedangkan secara istilah adalah pengumpulan lembaran- lembaran menjadi
sebuah buku48. Kodifikasi hadis berarti pengumpulan lembaran-lembaran hadis
dan pembukuannya. Dengan kata lain, tadwin al-hadis adalah
penghimpunan,penulisan dan pembukuan hadis Rasulullah atas perintah resmi
dari penguasa Negara bukan dilakukan atas inisiatif perorangan atau untuk
kepentingan pribadi.49

2.Sejarah Kodifikasi Hadis

Ide penghimpunan hadis secara tertulis pertama kali dikemukakan oleh


„Umar ibn al-Khattab (23 H/ 644 M). Dia bermusyawarah dengan para sahabat
dan mereka pun banyak yang menyetujuinya, Namun setelah beberapa waktu
kemudian, „Umar melakukan istikhoroh dan mengurungkan niatnya tersebut
karena khawatir umat Islam berpaling dari Al-Qu’an 50.

47
Muh.zuhri,op.cit.,88 et.seq
48
Ibid.,57
49
Idri shafat ,studi hadis,93
50
Abdul majid al-ghauri,al-sunnah al-anabawiyah,73

25
Ketika pemerintahan „Umar ibn Abdul Aziz (99-101 H/ 717-720 M),
terjadilah kodifikasi hadis yang dilakukan atas perintahnya. Dia didampingi Ibn
Syihab al-Zuhri dalam melakukan proses kodifikasi ini. Dia pun menuliskan
perintah yang dikirim pada gubernur Madinah, Abu Bakar ibn Hazm yang
berbunyi:

ِ ‫ضيَ ٍة َأوْ َح ِد ْي‬


‫ث‬ ِ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأوْ ُسنَّ ٍة َما‬
َ ِ‫ُول هللا‬ ِ ‫ث َرس‬ ِ ‫اُ ْنظُرْ َما َكانَ ِم ْن َح ِد ْي‬
‫َاب َأ ْهلِ ِه‬
َ ‫س اال ِع ْل ِم َو َذه‬ ُ ‫َع ْم َرةَ فَا ْكتُ ْبهُ فِأنِّي ِخ ْف‬
َ ْ‫تت ُدرُو‬

“Perhatikanlah atau periksalah hadis-hadis Rasulullah atau sunnah-sunnah


beliau terdahulu atau hadis yang ada pada ‘Amrah, kemudian tulislah. Saya
khawatir lenyapnya ilmu dan meninggalnya para ulama`51.

Umar bin Abdul Aziz memerintahkan Abu Bakar Ibn Hazm untuk
memeriksa hadis pada ‘Amrah binti Abdurrahman (wafat 98 H) karena ia murid
kepercayaan Aisyah dan Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar (wafat 120 H)52.

3.Kodifikasi Hadis Pada Abad II Hijriah

Pada abad kedua ini, para ulama` tidak hanya membukukan hadis saja,
akan tetapi juga menulis fatwa- fatwa sahabat dan tabi‟in dalam karangan
mereka.53 Salah satu karangan yang terkemuka di masa ini adalah. yang telah ada
semenjak al- Muwaththa’ karya Malik ibn Anas (93-179 H) 54 Abad kedua ini juga
diwarnai dengan meluasnya pemalsuan masa khalifah Ali bin AbiThalib (wafat 41
H) dan menggugah para ulama` untuk mempelajari hadis keadaan paraperiwayat
hadis, hal ini juga ada sejak abad pertama namun pada abad kedua ini,kegiatan
mencari keterangan perawi semakin diintensifka55.

4.Kodifikasi Hadis Pada Abad III Hijriah


51
Ibid.,84
52
Ibid.,84
53
Idri shafat,studi hadis,95
54
Ibid.,95
55
Ibid.,96

26
Di abad ini terjadi pemisahan antara hadis Rasulullah dengan fatwa
sahabat atau tabi‟in dalam pembukuannya. Dan tepat pada masa Bani Abbasiyah
yakni khalifah al-Makmun sampai Muktadir (201-300 H). Padapenghujung abad
kedua dan awal abad ketiga ini juga banyak ulama` yang menuliskitab- kitab.
Diantara tulisan yang terkemuka di abad ini adalah Musnad Imam Ahmad ibn
Hanbal (wafat 241 H/885 M) karena musnadnya paling lengkap danpaling luas
cakupannya.56

Pada abad ini pula muncullah ulama`-ulama` yang hanyamenulis dan


memilih hadis shahih saja. Aktifitas ini pada mulanya dilakukan oleh Ishaq ibn
Rawayh yang kemudian dilanjutkan oleh Muhammad ibn Ismail al-Bukhori (194-
256 H/810-870M) yang tersusun dalam kitab Shahih al-Bukhari. 57

5.Kodifikasi Hadis Pada Abad IV-VII Hijriah

Pada abad ini, para ulama` mulai mengembangkan karya-karya ulama`


sebelumnya dengan cara menggabungkan beberapa karya, mengkaji sanad dan
mengembalikan pada sumbernya, menyusun pokok-pokok hadis sebagai
petunjuk pada materi hadis secara keseluruhan, member komentar atau uraian
pada kandungan hadis atau meringkas kitab-kitab tertentu.58

6)Kodifikasi Hadis Pada Abad VII-Sekarang

Pada abad inilah para ulama` mengembangkan karya mereka dengan


merujuk pada karya-karya ulama` yang telah ada sebelumnya. Di abad ini ulama`
mulai menyusun hadis-hadis yang berkaitan dengan hukum seperti Subul al-
Salam karya Muhammad ibn Ismail al- Shan‟ani (wafat 1182 H 59).Di abad ini
sudahtidak ada pembaharuan keilmuan, hanya saja para ulama` berbeda dalam
metode penyusunan kitabnya.

56
Ibid.,97
57
Ibid.,98
58
Ibid.,99
59
Ibid.,102-103

27
F.PENYEBARAN HADIST

1.Beberapa priode penyebaran hadist

Hadis yang merupakan sumber kedua ajaran Islam setelah Alquran, melalui
proses perkembangan. Ada beberapa tahap yang berkaiatan dengan diseminasi
hadis.

 Periode pertama adalah masa wahyu dan pembentukan hukum serta


dasar-dasarnya. Pada masa ini, Muhammad hidup di tengah masyarakat.
Ketika itu Muhammad memerintahkan sahabatnya menuliskan setiap
wahyu yang turun. Secara bersamaan, ia melarang menulis hadis.
Tujuannya agar semua potensi diarahkan pada Alquran. Namun,
keinginan para sahabat mencatat hadis tak bisa dibendung. Hal ini
disebutkan oleh Anas bin Malik: "Ketika kami berada di sisi Nabi, kami
simak hadisnya dan ketika bubar, kami mendiskusikan hadis tersebut
hingga kami menghafalnya." Kala itu, hadis diterima para sahabat ada
yang secara langsung, yaitu melalui majelis pengajian serta karena
respons terhadap perilaku umat yang membutuhkan penjelasan. Ada juga
hadis yang diterima secara tak langsung. Biasanya hal itu diakibatkan oleh
beberapa hal seperti kesibukan yang dialami sahabat, tempat tinggal
sahabat yang jauh, atau perasaan malu untuk bertanya langsung kepada
Nabi Muhammad. Contoh dari hal ini adalah hadis yang diriwayatkan
Bukhari dan Muslim dari Aisyah. Hadis itu berisi tentang jawaban
pertanyaan seorang perempuan mengenai bagaimana membersihkan diri
dari haid.
 periode kedua. Ini dikenal pula sebagai periode membatasi hadis dan
menyedikitkan riwayat, yaitu pada masa empat khalifah, Abu Bakar as-
Sidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
Permasalahan yang sangat menarik perhatian di masa itu adalah soal
ketatanegaraan dan kepemimpinan umat. Dua soal selain penyebaran

28
Islam. Situasi politik dan perpecahan berimbas pada penyebaran hadis.
Maka itu, Abu Bakar dan Umar mengingatkan kepada umat Islam untuk
mencermati hadis yang mereka terima.
 Adapun periode ketiga disebut juga penyebaran riwayat ke kota-kota
yang berlangsung pada era sahabat kecil dan tabiin besar. Ini terkait
dengan penaklukan tentara Islam terhadap Suriah, Irak, Mesir, Persia,
Samarkand, serta Spanyol yang menyebabkan mereka menyebar ke
wilayah baru itu untuk mengajarkan Islam. Pada perkembangan
selanjutnya, seorang sahabat yang mendengar sebuah riwayat yang
belum pernah didengarnya, akan berkunjung ke wilayah seorang sahabat
yang disebut meriwayatkan hadis itu. Dalam riwayat Bukhari, Ahmad, dan
at-Tabari serta al-Baihaki disebutkan, Jabir pernah pergi ke Suriah dengan
maksud seperti di atas.
 Periode keempat dinamakan periode penulisan dan kodifikasi secara
resmi yang berlangsung dari masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720
Masehi). Semuanya bermula dari keprihatinan Khalifah karena semakin
berkurangnya penghafal hadis karena meninggal dunia. Dia mengirimkan
surat kepada gubernur-gubernurnya untuk menuliskan hadis yang berasal
dari penghafal dan ulama di tempatnya masing-masing. Kebijakan ini
tercatat sebagai kodifikasi pertama hadis secara resmi. Dan, Abu Bakar
Muhammad bin Syihab az-Zuhri merupakan ulama besar pertama yang
membukukan hadis.
 Periode kelima adalah pemurnian, penyehatan, dan penyempurnaan. Hal
ini berhubungan dengan upaya membedakan antara hadis dan fatwa para
sahabat serta adanya fenomena pemalsuan hadis.
 Periode keenam dinamakan pemeliharaan, penertiban, penambahan, dan
penghimpunan. Para ulama hadis pada masa ini, berlomba menghafal
sebanyak-banyaknya hadis yang sudah dikodifikasi. Hingga kemudian
muncul bermacam-macam gelar keahlian dalam ilmu hadis, seperti al-

29
Hakim dan al-Hafiz. Mereka juga fokus pada perbaikan susunan kitab
hadis dan mengumpulkan hadis pada kitab sebelumnya ke dalam kitab
yang lebih besar.
 Periode ketujuh, aktivitasnya melanjutkan periode sebelumnya.
Penghancuran Baghdad, Irak, sebagai pusat pemerintahan Abbasiyah
oleh Hulagu Khan menggeser kegiatan di bidang hadis ke Mesir dan India.

Cara penyampaian hadis pun berbeda. Kadang-kadang berupa pemberian


izin oleh seorang guru kepada murid untuk meriwayatkan hadis dari guru itu
yang dinamakan dengan ijazah.

BAB Ⅲ

PENUTUP

A.KESIMPULAN

a.Kodifikasi Hadis Pada Abad II Hijriah Pada abad kedua ini, para ulama` tidak
hanya membukukan hadis saja, akan tetapi juga menulis fatwa- fatwa sahabat
dan tabi‟in dalam karangan mereka.

30
Yang telah ada semenjak al- Muwaththa’ karya Malik ibn Anas (93-179 H) Abad
kedua ini juga diwarnai dengan meluasnya pemalsuan masa khalifah Ali bin
AbiThalib (wafat 41 H) dan menggugah para ulama` untuk mempelajari hadis
keadaan paraperiwayat hadis, hal ini juga ada sejak abad pertama namun pada
abad kedua ini,kegiatan mencari keterangan perawi semakin diintensifka.

Kodifikasi Hadis Pada Abad IV-VII Hijriah Pada abad ini, para ulama` mulai
mengembangkan karya-karya ulama` sebelumnya dengan cara menggabungkan
beberapa karya, mengkaji sanad dan mengembalikan pada sumbernya,
menyusun pokok-pokok hadis sebagai petunjuk pada materi hadis secara
keseluruhan, member komentar atau uraian pada kandungan hadis atau
meringkas kitab-kitab tertentu.

Kodifikasi Hadis Pada Abad VII-Sekarang Pada abad inilah para ulama`
mengembangkan karya mereka dengan merujuk pada karya-karya ulama` yang
telah ada sebelumnya.

b.1.Tidak adanya larangan pembukuan sedangkan Al-Qur’an telah dihafal ribuan


orang dan telah dikumpulkan dan dibukukan pada masa Utsman, sehingga dapat
dibedakan secara jelas antara Al-Qur’an dengan Hadits dan tidak ada
kemungkinan untuk tercampur antara keduanya.

2.Khawatir akan hilangnya hadits, karena ingatan kuat yang menjadi kelebihan
orang Arab semakin melemah, sedangkan para ulama telah menyebar di
beberapa penjuru negeri Islam setelah terjadi perluasan wilayah kekuasaannya
dan masing-masing dari mereka mempunyai ilmu, maka diperlukan pembukuan
Hadits Rasulullah untuk menjaga agar tidak hilang.

3. Munculnya pemalsuan hadits akibat perselisihan politik dan mazhab setelah


terjadi fitnah dan terpecahnya kaum muslimin menjadi pengikut Ali dan pengikut
Mu’awiyah dan Khawarij yang keluar dari keduanya. Masing-masing golongan
berusaha memperkuat mazhab-mazhabnya dengan cara menakwil Al-Qur’an

31
bukan yang sebenarnya atau tidak membuat nash-nash hadits dan menisbatkan
kepada Rasulullah apa yang tidak beliau katakan untuk memperkuat pendapat
mereka. Perbuatan demikian dilakukan oleh kelompok Syiah. Sedangkan
khawarij tidak membolehkan perbuatan dusta dan menganggap kafir bagi orang
yang berbuat dosa besar, apalagi berdusta kepada Rasulullah.

c.Upaya yang dilakukan oleh Ulama dalam melestarikan hadits antara lain
dengan tradisi rihlah ilmiyah. Yaitu suatu tradisi melakukan perjalanan untuk
melakukan validasi, melacak, mendengarkan dan mendapatkan suatu hadits.

d.Dalam rangka usaha memelihara hadis, tabi’in melakukan perlawatan dan


berangkat mencari hadis , menanyakan dan belajar kepada sahabat besar yang
sudah tersebar di seluruh pelosok wilayah Daulah Islam. Sehingga lahirlah
berbagai pusat kajian hadis seperti di Madinah, Mekkah, kuffah, Basrah, Syam,
dam Mesir.

32
DAFTAR PUSTAKA

Kamaludin Marzuki 1994 ulum Al-Qura’an bandung:Remaja rosda karya,

Bukhori (al), Muhammad bin Ismail. Shohih Al-Bukhori. Beirut: Dar Ibnu Kathir,
2002.

Ghauri (al), Abdul Majid. Al-Sunnah Al-Nabawiyah Hujjiyatuha wa


Tadwinuha .Beirut: DarIbnu Kathir, 2009.

Khatib (al), Muhammad „Ajjaj. Ushul Al- Hadis ‘Ulumuhu Wa Musthalahuhu.


Beirut: Dar Al-Fikr, 1989.

Maqdisi (al), Ibnu Qudamah. Raudah Al-Nazir Wa Jannah Al-Manazir . Lebanon:


Dar Ihya‟ Al-Turath Al-„Arabi, 2010.

Mubarok, Atang Abd. Hakim, Jaih. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT.
RemajaRosdakarya, 2012.

Nawawi (al), Yahya bin Syaraf. Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi. Kairo: Dar al-
Salam,t.th.

Shaffat, Idri. Studi Hadis. Jakarta: Kencana, 2010.

Suyuthi (al), Jalaluddin Abdurrahman. Jami’ al -Saghir. Beirut: Dar al-Fikr, t.th.

Thahhan (al), Mahmud. Taysir Musthalah Al-Hadis. t.t: Dar Al-Fikr, t.th.

Brown, Daniel W., Menyoal Relevansi Sunnah dalam Islam Modern, terj. Jaziar
Radianti, Bandung: Mizan, 2000

Ismail, M. Syuhudi , Metodologi Penelitian Hadits Nabi, Jakarta: Bulan Bintang,


1992

Muh. Zuhri, Hukum Islam dalam Lintasan Sejarah, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
Cet. II, 1997

33
Musahadi, Evolusi Konsep Sunnah; Implikasinya pada Perkembangan Hukum
Islam, Semarang: Aneka Ilmu, 2000

Rahman, Fazlur , Islam, terj. Ahsin Mohammad, Bandung: Pustaka, Cet. III, 1997

Schacht, Joseph , The Origins of Muhammadans Jurisprudence, Oxford: The


Clarendon Press, 1979

Soebahar, HM. Erfan , Respon Muhadditsun Menghadapi Tantangan Kehidupan


Umat; Studi tentang hadits Sebagai Sumber Ajaran Keagamaan Era Nabi,
Kodifikasi, dan Informasi, IAIN Walisongo Semarang, 2005

---------, Menguak Fakta Keabsahan al Sunnah; Kritik Musthafa al Siba’i terhadap


Pemikiran Ahmad Amin Mengenai Hadits dalam Fajr al Islam, Jakarta: Prenada
Media, 2003

34

Anda mungkin juga menyukai