Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FIQIH KONTEMPORER

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Ilmu Fiqih

Dosen Pengampu : Dr.H.A. Nandang S, M. ag

DISUSUN OLEH

1. MUHAMMAD DHIYAU SYAMS EL SYAFI’I (1212030088)


2. MUHAMMAD TEGUH DARMAWAN (1212030084)

KELAS C
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa kurang suatu apa
pun. Tak lupa pula penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah
Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.
Penulisan makalah berjudul ‘Fiqih kontemporer’ bertujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ilmu fiqih. Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca tentang fiqih.

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada bapak Dr.H.A. Nandang S, M. ag,
selaku guru ilmu fiqih. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang ditekuni kami. Kami juga mengucapkan terima kasih pada
semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung,11 Desember 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB 1...................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................4
C. Tujuan........................................................................................................................................4
D. Manfaat......................................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
A. Pengertian Fiqih Kontemporer...................................................................................................6
B. Ruang Lingkup Kajian Fiqih Kontemporer................................................................................7
C. Contoh fiqih kontemporer..........................................................................................................8
1. Hukum Melihat Situs Porno agar dapat melayani suami/istri lebih baik................................8
2. Hukum Memakan Kopi Luwak..............................................................................................8
3. Hukum Musik Dalam Islam...................................................................................................9
4. Hukum Bayi Tabung Menurut MUI.....................................................................................11
D. Hikmah Mempelajari Fiqih Kontemporer................................................................................13
BAB III...............................................................................................................................................14
PENUTUPAN....................................................................................................................................14
A. Kesimpulan..............................................................................................................................14
B. Saran........................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................15

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Akibat arus modrenisasi yang meliputi hampir sebagian besar Negara-negara yang
dihuni mayoritas umat islam. Dengan adanya arus modrenisasi tersebut, mangakibatkan
munculnya berbagai macam perubahan dalam tatanan sosial umat islam, baik yang
menyangkut Ideologi Politik, Sosial, Budaya dan sebagainya. Berbagai perkembangan
tersebut seakan-akan cenderung menjauhkan umat dari nilai-nilai agama. Hal tersebut
terjadi karena aneka prubahan tersebut  banyak melahirkan simbol-simbol sosial dan
kultural yang secara eksplisit tidak memiliki simbol keagamaan yang telah mapan, atau
disebabkan kemajuan modrenisasi tidak diimbangi dengan pembaharuan pemikiran
keagamaan.

Telah mapannya sistem pemikiran barat di mayoritas negeri muslim secara faktual lebih
mudah diterima dan diamalkan apa lagi sangat didukung oleh kekuatan yang bersifat
struktural maupun kultural, namun masyarakat islam dalam  penerimaan konsepsi barat
tersebut tetap merasakan adanya semacam “kejanggalan” baik secara psikologis, sosiologis
maupun politis. Tetapi karena  belum terwujudnya konsepsi islam yang lebih kotekstual,
maka dengan rasa ketidak  berdayaan mereka mengikuti saja konsepsi yang tidak islami. Hal
tersebut akhirnya menggugah naluri pakar hukum islam yang lebih relevan dengan
perkembangan zaman.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian fiqh kontemporer?
2. Apa tujuan fiqh kontemporer ? 
3. Bagaimana pemikiran islam tentang fiqh kontemporer ?  
4. Apa saja ruang lingkup kajian fiqh kontemporer?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian fiqh kontemporer.

4
2. Untuk mengetahui tujuan fiqh kontemporer.
3. Untuk mengetahui pemikiran islam tentang fiqh kontemporer.
4. Untuk mengetahui ruang lingkup kajian fiqh kontemporer.
D. Manfaat
1. Dapat mengetahui pengertian fiqh kontemporer.
2. Dapat mengetahui tujuan fiqh kontemporer.
3. Dapat mengetahui pemikiran islam tentang fiqh kontemporer.
4. Dapat mengetahui ruang lingkup kajian fiqh kontemporer.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqih Kontemporer


Fiqh menurut bahasa adalah mengetahui sesuatu dengan mengerti. Adapun fiqh
menurut istilah adalah ilmu tentang hukum syara yang bersifat amali diambil dari dalil-dalil
yang tafsili.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian kontemporer berarti sewaktu,
semasa, pada waktu atau masa yang sama, pada masa kini,dewasa ini. Jadi dapat disimpulkan
bahwa fiqh kontemporer adalah tentang perkembangan  pemikiran fiqh dewasa ini. Dalam hal
ini yang menjadi titik acuan adalah  bagaimana tanggapan dan metodologi hukum islam
dalam memberikan jawaban terhadap masalah-masalah kontemporer.
Perkembangan kehidupan manusia selalu berjalan sesuai dengan ruang dan waktu,
dan ilmu fiqh adalah ilmu yang selalu berkembang karena tuntutan kehidupan zaman. Fiqh
adalah ilmu yang sangat penting bagi kehidupan umat islam.
Dengan semakin berkembangnya arus informasi dan jaringan komunikasi dunia,
terjadi pulalah apa yang disebut dengan proses modernisasi. Modernisasi tersebut melahirkan
berbagai macam bentuk perubahan baik secara struktural maupun kultural.
Perubahan struktural berarti perubahan yang hanya meliputi struktur sosial  belaka,
yakni jalinan dan hubungan satu sama lain dari keseluruhan unsur sosial.
Unsur-unsur sosial yang pokok adalah kaidah-kaidah, lembaga-lembaga, kelompok-
kelompok dan lapisan sosial. Sedangkan perubahan secara kultural lebih  bersifat ideologis
atau immaterial yakni perubahan nilai-nilai, pemikiran dan sebagainya. Dalam era
modernisasi dewasa ini, salah satu aspek pemikiran yang turut mengalami tuntutan perubahan
adalah di bidang hukum islam. Mengingat hukum islam merupakan salah satu bagian ajaran
agama yang terpenting, maka  perlu ditegaskan di sini aspek mana yang mengalami
perubahan dalam kaitannya dengan hokum islam tersebut. Karena agama dalam
pengertiannnya sebagai wahyu Tuhan tidak akan berubah, tetapi tentang pemikiran manusia
tentang ajarannya, terutama dalam hubungan dengan penerapannya di dalam dan di tengah-
tengah masyarakat yang selalu berubah.

6
Berdasarkan hal tersebut di atas, bahwa perubahan yang dimaksud bukanlah
perubahan secara tekstual tetapi secara kontekstual. Teks Al-Qur’an tentunya tidak
mengalai perubahan, tetapai pemahaman dan penerapannya dapat disesuaikan dengan
konteks perkembangan zaman. Karena perubanhan sosial merupakan suatu  proses
kemasyarakatan yang berjalan secara terus menerus, maka perubahan  penerapan dan
pemahaman ajaran islam juga harus bersifat kontinu sepanjang zaman. Dengan demikian
ialam akan tetap relevan dan actual, serta mampu menjawab tantangan modernitas.
Pengaruh-pengaruh unsur perubahan di atas dapat menimbulkan peruhan dalam
system pemikiran islam termasuk pembaharuan dalam hokum islam. Dengan demikian
hokum islam akan tetap mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan zaman
(modenitas). Tanpa adanya upaya pembaharuan pemikiran dimaksud tentu akan
menimbulkan kesulitan dalam kemasyarakatan hukum sebagai salah satu pilar masyarakat,
sedangkan kehidupan masyarakat itu sendiri senantiasa mengalami perkembangan, maka
upaya pembaharuan pemahaman hokum islam  pun harus dapat mengikuti perubahan itu.
B. Ruang Lingkup Kajian Fiqih Kontemporer
Yang dimaksud dengan ruang lingkup kajian fiqih kontemporer disini mencakup:
pertama, masalah-masalah fiqih yang berhubungan dengan situasi kontempoerer (modern).
Kedua, wilayah kajian dalam alqur-an dan hadist.

Kajian fiqih kontemporer tersebut dapat di kategorikan ke dalam beberapa aspek:

 Aspek hukum keluarga, seperti: pembagian harta waris, akad via telepon,  perwakafan,
nikah hamil, KB, dll.
 Aspek ekonomi, seperti: Sistem bungan dalam bank, zakat mal dalam  perpajakan,
kredit dan arisan, zakat profesi, asuransi, dll
 Aspek pidana, seperti: Hukum potong tangan, hukum pidana islam dalam sistem
nasional,dll.
 Aspek kewanitaan, seperti: busana muslimah (jilbab), wanita karir, kepemimpinan
wanita, dll. e) Aspek medis, seperti: pencakokan bagian organ tubuh, pembedaha
mayat, kontasepsi mantap, rekayasa genetika, dll

7
C. Contoh fiqih kontemporer
1. Hukum Melihat Situs Porno agar dapat melayani suami/istri lebih baik
Keinginan Anda untuk memberikan pelayanan yang baik dan memuaskan kepada
suaminya merupakan sebuah niat yang baik. Namun, niat yang baik dan mulia tersebut
tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang bertentangan dengan syariat.
Menonton film porno tentu saja dilarang karena berarti melihat aurat orang lain.
Oleh sebab itu, ia termasuk dalam kategori perbuatan dosa (zina mata). Apalagi jika
melihat aurat yang sifatnya mughalladzah (kemaluan).
Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda,
“Seorang lelaki tidak boleh melihat kemaluan laki-laki dan seorang wanita tidak
boleh melihat kemaluan wanita.” (HR Muslim).
“Allah Swt. melaknat orang yang melihat aurat orang lain dan orang yang
memperlihatkan auratnya.” 
Masih banyak cara lain yang bisa dilakukan untuk bisa memberikan  pelayanan
kepada suami. Kebutuhan biologis hanyalah salah satu sarana saja. Dalam hal ini
seorang wanita memang perlu memperhatikan kepuasan suaminya; namun bukan
dengan segala cara. Sentuhan kasih sayang, ungkapan yang halus dan  baik, menjaga
kehormatan diri dan keluarga, melaksanakan ibadah secara baik, dan banyak berdoa
kepada Allah merupakan sejumlah cara lain yang sangat efektif agar keluarga tetap
harmonis penuh cinta kasih.
2. Hukum Memakan Kopi Luwak
Dalam pandangan para ulama dari kalangan Madzhab Syafi‘i, apabila ada
binatang yang memakan biji kemudian biji itu keluar dari perutnya dalam keadaan
utuh, maka dalam konteks ini perlu dilihat. Apabila kekerasan biji tersebut masih
tetap terjaga sehingga sekiranya ditanam bisa tumbuh, maka status hukum biji
tersebut adalah suci akan tetapi wajib dicuci bagian luarnya karena bersentuhan
dengan najis.
ُ ‫صالبَتُهُ بَاقِيَةٌ بِ َحي‬
َ‫ْث لَوْ ُز ِر َع نَبَت‬ ْ ‫ص ِح ْيحًا فَِإ ْن َكان‬
َ ‫َت‬ ْ َ‫ت ْالبَ ِه ْي َمةُ َحبًّا َو َخ َر َج ِم ْن ب‬
َ ‫طنِهَا‬ ِ َ‫قَا َل َأصْ َحابُنَا َرحمه هللاُ ِإ َذا أ َكل‬
ِ ‫ت النَّ َجا َسا‬
‫ت‬ َ ‫فَ َعينُهُ طَا ِه َرةٌ لَ ِك ْن يَ ِجبُ غَس ُل‬
ِ ‫ظا ِه ِر ِه لِ َمالقَا‬

Artinya: “Para sahabat kami rahimahumullah (para ulama dari kalangan Madzhab Syafi‘i)
berpendapat bahwa apabila seekor binatang memakan biji kemudian biji tersebut
keluar dari perutnya dalam keadaan masih utuh. Dalam konteks ini apabila

8
kekerasannya masih tetap di mana sekiranya ditanam akan tumbuh, maka biji
tersebut adalah suci, akan tetapi harus dicuci permukaan atau bagian luarnya
karena bersentuhan dengan najis,” (Muhayiddin Syarf An-Nawawi, Al- Majmu’
Syarhul Muhadzdzab, Jeddah, Maktabah Al-Irsyad, juz II, halaman 591).
Jika pandangan yang dikemukakan Imam Nawawi ini kita tarik dalam konteks
pertanyaan di atas, maka pandangan ini mengandaikan, bahwa biji kopi yang dimakan
luwak kemudian keluar lagi melalui duburnya, dan sepanjang kekerasannya masih
tetap dan bisa ditanam kembali, maka masuk kategori barang suci yang terkena najis
(mutanajjis) di mana bagian luarnya terkena najis sehingga  bisa disucikan dengan
cara dicucinya, sedang bagian dalamnya tidak najis. Argumentasi rasional yang
dibangun untuk meneguhkan pandangan ini adalah bahwa meskipun biji adalah
makanan bagi binatang, namun biji tersebut tidak mengalami kerusakan. Hal ini sama
dengan binatang yang menelan biji kemudian bijinya keluar. Bagian dalam BIJI
tersebut adalah suci, sedang kulitnya adalah najis dan bisa suci dengan dicuci.
3. Hukum Musik Dalam Islam
Ternyata, banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menerangkan akan
hal ini. Satu di antaranya adalah Firman Allah ‘Azza wa jalla,
ٌ ‫ض َّل ع َْن َسبِي ِل هَّللا ِ بِ َغي ِْر ِع ْل ٍم َويَتَّ ِخ َذهَا هُ ُز ًوا ۚ ُأو ٰلَِئكَ لَهُ ْم َع َذابٌ ُم ِه‬
‫ين‬ ِ ‫اس َم ْن يَ ْشت َِري لَ ْه َو ْال َح ِدي‬
ِ ُ‫ث لِي‬ ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬
“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perka
taan yang tidak  berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa
pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan
memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Lukman: 6)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan bahwasanya
setelah Allah menceritakan tentang keadaan orang-orang yang berbahagia dalam ayat
1-5, yaitu orang-orang yang mendapat petunjuk dari firman Allah (Al-Qur’an) dan
mereka merasa menikmati dan mendapatkan manfaat dari bacaan Al-Qur’an, lalu
Allah Jalla Jalaaluh menceritakan dalam ayat 6 ini tentang orang-orang yang sengsara,
yang mereka ini berpaling dari mendengarkan Al-Qur’an dan berbalik
arah menuju nyanyian dan musik.
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu salah satu sahabat senior Nabi
berkata ketika ditanya tentang maksud ayat ini, maka beliau menjawab bahwa itu
adalah musik, seraya beliau bersumpah dan mengulangi perkataannya sebanyak tiga
kali.

9
Begitu juga dengan sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang
didoakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar Allah memberikan kelebihan
kepada beliau dalam menafsirkan Al-Qur’an sehingga beliau dijuluki sebagai
Turjumanul Qur’an, bahwasanya beliau juga mengatakan bahwa ayat tersebut turun
berkenaan dengan nyanyian.

Sebenarnya, masih banyak bukti-bukti lain baik dari Al-Qur’an, hadis, maupun
perkataan ulama yang menunjukkan akan larangan dan celaan Islam terhadap
nyanyian dan alat musik. Dan hal ini bisa dirujuk kembali ke kitabnya Ibnul Qayyim
yang berjudul Ighatsatul Lahafan atau kitab-kitab ulama lainnya yang membahas
tentang hal ini. Setelah kita mengetahui ketiga dalil di atas, mungkin ada yang
bertanya di antara kita, lalu bagaimana dengan lagu-lagu yang isinya bertujuan untuk
mendakwahkan manusia kepada kebaikan atau nasyid-nasyid Islami yang
mengandung ajakan manusia untuk mengingat Allah? Bukankah hal itu mengandung
kebaikan? Maka kita jawab, ia benar. Hal itu mengandung kebaikan, tapi menurut
siapa? Jika Allah dan Rasul-Nya menganggap hal itu adalah baik dan menjadi salah
satu cara terbaik dalam berdakwah, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
beserta para sahabat adalah orang-orang yang paling pertama kali melakukan hal
tersebut.
Akan tetapi tidak ada satu pun cerita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dan para sahabatnya melakukannya, bahkan mereka melarang dan mencela hal itu.
Wahai saudaraku, perlu diketahui, bahwasanya nasyid Islami yang banyak kita dengar
sekarang ini itu, bukanlah nasyid yang dilakukan oleh para sahabat Nabi yang mereka
lakukan ketika mereka melakukan perjalanan jauh ataupun ketika mereka bekerja,
akan tetapi nasyid-nasyid saat ini itu merupakan budaya kaum sufi yang mereka
lakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Mereka
menjadikan hal ini sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah, yang padahal hal
ini tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para
sahabatnya, maka dari mana mereka mendapatkan hal ini?
Maka telah jelas bagi kita, bahwa kaum sufi tersebut telah membuat syariat
baru, yaitu membuat suatu bentuk pendekatan diri kepada Allah Ta’ala dengan cara
melantunkan nasyid yang hal tersebut tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam.

10
4. Hukum Bayi Tabung Menurut MUI
Teknologi kedokteran modern semakin canggih. Salah satu tren yang
berkembang saat ini adalah fenomena bayi tabung. Sejatinya, teknologi ini telah
dirintis oleh PC Steptoe dan RG Edwards pada 1977. Hingga kini, banyak pasangan
yang kesulitan memperoleh anak, mencoba menggunakan teknologi bayi tabung.
Bayi tabung dikenal dengan istilah pembuahan in vitro atau dalam bahasa
Inggris dikenal sebagai in vitro fertilisation. Ini adalah sebuah teknik pembuahan sel
telur (ovum) di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk
mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil.
Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal ,
pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah
medium cair. Lalu bagaimanakah hukum bayi tabung dalam pandangan Islam? Dua
tahun sejak ditemukannya teknologi ini, para ulama di Tanah Air telah menetapkan
fatwa tentang bayi tabung/inseminasi buatan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa bayi
tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya
mubah (boleh). Sebab, ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.  
Namun, para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari
pasangan suami-istri yang dititipkan di rahim perempuan lain. "Itu hukumnya haram,"
papar MUI dalam fatwanya. Apa pasal? Para ulama menegaskan, di kemudian hari hal
itu akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan warisan.
Para ulama MUI dalam fatwanya juga memutuskan, bayi tabung dari sperma
yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram. "Sebab, hal
ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan
nasab maupun dalam hal kewarisan," tulis fatwa itu.
Lalu bagaimana dengan proses bayi tabung yang sperma dan ovumnya tak
berasal dari pasangan suami-istri yang sah? MUI dalam fatwanya secara tegas
menyatakan hal tersebut hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan
hubungan kelamin antarlawan jenis di luar penikahan yang sah alias zina.  
Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah ini dalam
forum Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981. Ada tiga keputusan
yang ditetapkan ulama NU terkait masalah bayi tabung:
 Pertama, apabila mani yang ditabung dan dimasukan ke dalam rahim wanita
tersebut ternyata bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung
11
hukumnya haram. Hal itu didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan
Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada dosa yang lebih besar
setelah syirik dalam  pandangan Allah SWT, dibandingkan perbuatan seorang
lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) di dalam rahim perempuan yang
tidak halal baginya."
 Kedua, apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara
mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. "Mani
muhtaram adalah mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak
dilarang oleh syara',"  papar ulama NU dalam fatwa itu. Terkait mani yang
dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU mengutip dasar hukum dari
Kifayatul Akhyar II/113. "Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan
spermanya (dengan beronani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut
diperbolehkan, karena istri memang tempat atau wahana yang diperbolehkan
untuk bersenang-senang."
 Ketiga, apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri dan cara
mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta dimasukan ke dalam rahim istri
sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah (boleh).

Meski tak secara khusus membahas bayi tabung, Majelis Tarjih dan Tajdid PP
Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa terkait boleh tidak nya menitipkan
sperma suami-istri di rahim istri kedua. Dalam fatwanya, Majelis Tarjih dan Tajdid
mengungkapkan, berdasarkan ijitihad jama'i yang dilakukan para ahli fikih dari
berbagai pelosok dunia Islam, termasuk dari Indonesia yang diwakili Mu
hammadiyah, hukum inseminasi buat an seperti itu termasuk yang dilarang.
"Hal itu disebut dalam ketetapan yang keempat dari sidang periode ke tiga dari
Majmaul Fiqhil Islamy dengan judul Athfaalul Anaabib (Bayi Tabung)," papar fatwa
Majelis Tarjih PP Muhammadiyah. Rumusannya, "cara kelima inseminasi itu
dilakukan di luar kandungan antara dua biji suami-istri, kemudian ditanamkan pada
rahim istri yang lain (dari suami itu) ... hal itu dilarang menurut hukum Syara'."
Sebagai ajaran yang sempurna, Islam selalu mampu menjawab berbagai masalah yang
terjadi di dunia modern saat ini.
D. Hikmah Mempelajari Fiqih Kontemporer
1. Menjadi pondasi dalam berijtihad

12
2. Menerapkan kaidah islam secara benar
3. Meningkatkan keimanan
4. Memperkuat ketaqwaan
5. Meluruskan penyimpangan-penyimpangan di masyarakat

13
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Dapatlah kita kemukakan bahwa persoalan fiqih kontemporer di masa akan datang
lebih komplit lagi dibanding yang kita hadapi hari ini. Hal tersebut disebabkan arus
perkembangan zaman yang berdampak kepada semakin terungkapnya berbagai persoalan
umat manusia, baik hubungan antara sesama maupun dengan kehidupan alam
sekitarnya.Kompleksitas masalah tersebut tentunya akan membutuhkan pemecahan masalah
berdasarkan nilai-nilai agama. Disinilah letak betapa pentingnya rumusan ideal moral
maupun formal dari fiqih kontemporer tersebut, yang tidak lain bertujuan untuk menjaga
keutuhan nilai ketuhanan, kemanusiaan dan kealaman, terutama yang menyangkut dengan
aspek lahiriyah kehidupan manusia di dunia ini.
Teks Al-Qur’an tentunya tidak mengalai perubahan, tetapi pemahaman dan
penerapannya dapat disesuaikan dengan konteks perkembangan zaman. Karena  perubanhan
sosial merupakan suatu proses kemasyarakatan yang berjalan secara terus menerus, maka
perubahan penerapan dan pemahaman ajaran islam juga harus  bersifat kontinu sepanjang
zaman. Dengan demikian islam akan tetap relevan dan aktual, serta mampu menjawab
tantangan modernitas.
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya  penulis akan
lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber
yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung  jawabkan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Abdul Muhammad Azzam, Fiqih Muamalat Sistem Transaksi Dalam Fiqih Islam,
Jakarta: AMZAH, 2010.

Efendi, Satria. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, Cet. Ke-3 Februari 2010.

Arfan, Abbas. Kaidah-Kaidah Fiqih Muamalah Dan Aplikasinya Dalam Ekonomi


Islam & Perbankan Syariah, Buku Daras, Malang, 2012

http://fazarsodik.blogspot.co.id/2016/03/makalah-problematika-fiqih-kontemporer.html

http://diyahhalimatusadiya.blogspot.co.id/2013/05/fiqh-kontemporer.html

https://muamalatku.com/halal-haram-hukum-bitcoin-dalam-islam/

15

Anda mungkin juga menyukai