Anda di halaman 1dari 13

ISLAM DAN MODERNITAS ISLAM DALAM PERSPEKTIF SOSIO KULTURAL

MAKALAH

Makalah ini diujikan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Dakwah

Oleh:
Anjani Suci Ramadhanty (04010521100)
Gias Fatikhatur Rochma (04010221010)
Nadia Rahma Hermayati (04010221012)

Dosen Pengampu:
M.Yusuf, S. Sos, M.Pd
NIP. 20220131

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
MEI 2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segalam limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik, dan Hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“ISLAM DAN MODERNITAS ISLAM DALAM PERSPEKTIF SOSIO KULTURAL” ini dalam
bentuk maupun isinya yang sederhana. Semoga makalah ini bisa dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Kami tentunya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya nantinya menjadi laporan yang lebih baik lagi.
Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak M.Yusuf, S. Sos, M.Pd. selaku dosen Mata
Kuliah Filsafat Dakwah. Ucapan Terima kasih juga disampaikan kepada seluruh pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman untuk pembaca.

Surabaya, 25 Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………..……………………………………………………..i
Daftar Isi………………………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………...1
A. Latar Belakang……………….……………………………………………………………1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………2
C. Tujuan…………………...…………………...……………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………..…….3
A. Modernitas Islam………………………………………………….…………………..…..3
B. Islam Dalam Perspektif Sosio Kultural….………………………….…………………….5
C. Islam Dan Modernitas: Relevansinya Dengan Kenyataan Sosial Umat Islam
Indonesia…………………………………………………………………………………..7
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………..….9
A. KESIMPULAN……………………………………………………………………………9
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………...10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sosio Kultural merupakan pembahasan yang berkenaan dengan segi sosial dan
budaya masyarakat tertentu. (Pratama, 2019). Pendidikan Islam yang notabene
merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional dewasa ini memiliki tujuan yang
hendak dicapai. Dalam praktiknya, pendidikan Islam tidak terlepas dari berbagai
problem yang dihadapi, Islam haruslah dijadikan sebagai wadah yang menanamkan
toleransi untuk menjaga kerukunan dan perdamaian negara. Al-Quran dan Hadis
sebagai sumber utama pendidikan Islam harus ditafsirkan ulang dan dipadukan dengan
pendekatan-pendekatan lain. Salah satu pendekatan yang dapat dipadukan adalah
dengan menginternalisasi nilai-nilai sosio kultural dalam pembelajaran. Pendekatan ini
menawarkan sebuah sintesis guna untuk menghadapi problematika intoleransi yang
sudah mulai tumbuh dalam generasi muda bangsa ini. Dengan internalisasi nilai-nilai
tersebut akan menjadikan terciptanya harmoni sosial yang dapat dijadikan bekal oleh
generasi muda Muslim dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.1
Secara ontologis pendidikan Islam tidak hanya bersumber dari al-Quran dan
Hadis, akan tetapi memadukan pemahaman teks literasi dengan pemahaman subtantif
yang memadukan berbagai pendekatan keilmuan. Dari tinjauan epistimologis, nilai-
nilai sosio kultural inilah kita dapati diinternalisasikan kedalam implementasi Islam.
Nilai-nilai tersebut bersumber dari nilai yang luhur bangsa Indonesia sebagai bangsa
Timur yang ramah dan menjunjung tinggi toleransi serta perdamaian, sehingga
modernisasi Islam diharapkan akan melahirkan generasi saintifik, humanis, religious
dan multikulturalis.2
Dalam sebuah penafiran al-Qur’an tentu ada sebuah metode dalam menaungi
maksud dan kandungan dari ayat al-Qur’an yang di kaji. Begitupun dalam sosio cultural
manusia tentu ada banyak cara dalam menaungi dan menggapai dimensinya. Dalam

1
Hisam Ahyani, Dian Permana,dkk, “Pendidikan Islam dalam Lingkup Dimensi Sosio Kultural di Era Revolusi Industri
4.0”, Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul Huda Al Azhar Banjar, 3 Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul Ulum
Tasikmalaya, Vol 1, No 1 Desember 2020
2
Ibid, 274

1
islam juga dituangkan dan dijabarkan dalam program operasional pendidikan pada
tujuan yang telah ditetapkan oleh lembaga Pendidikan. Program semacam ini
menggambarkan bahwa implementasi seluruh komponen pendidikan Islam yang
integratif. Karenanya, upaya memahami pendidikan Islam tidak bisa dilakukan hanya
dengan melihat sepotong-sepotong saja apa yang ditemukan dalam realitas
penyelenggaraan pendidikan Islam, akan tetapi harus mampu melihatnya dari sistem
nilai yang menjadi landasan pemikiran pendidikan itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini disebutkan beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut:
1. Modernitas islam dalam sosio kultural
2. Perspektif sosio kultural dalam modernitas Islam
3. Islam dan Modernitas dengan relevansi kenyataan sosial umat islam Indonesia

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui Modernitas islam dalam sosio kultural
2. Mengetahui Perspektif sosio kultural dalam modernitas Islam
3. Mengetahui Islam dan modernitas mengenai relevansi kenyataan sosial pada umat
islam

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Modernitas Islam
Modernisasi secara etimologis berasal dari bahasa latin modo danernus. Modo
artinya cara sedangkan ernus berarti menunjuk pada adanya periode waktu masa kini. Pada
dasarnya modernisasi mencakup suatu transformasi keseluruhan kehidupan bersama yang
tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial ke arah pola pola
ekonomi dan politik yang menjadi ciri negara-negara barat yang stabil. Modernisasi
merupakan bentuk perubahan sosial. Biasanya merupakan perubahan sosial yang terarah
(directed-change) yang didasarkan pada perencanaan (planned-change). Sedangkan
menurut Kamus Bahasa Indonesia, modernisasi adalah hal atau tindakan yang menjadikan
modern, pemodernan dan tindakan mau menerima sifat modern. Karakteristik umum
modernisasi menyangkut aspek-aspek sosio-demografis masyarakat dan sosio-demografis
sendiri digambarkan dengan istilah gerak sosial (social mobility). Artinya suatu proses
unsur-unsur sosial ekonomis dan psikologis mulai menunjukkan peluang ke arah pola-pola
baru melalui sosialisasi dan pola-pola perilaku. Kemudian dari aspek struktural organisasi
sosial diartikan sebagai unsur-unsur dan norma-norma kemasyarakatan yang terwujud
apabila manusia mengadakan hubungan dengan sesamanya di dalam kehidupan
bermasyarakat. Perubahan struktural menyangkut lembaga-lembaga kemasyarakatan,
norma-norma, lapisan sosial, hubungan-hubungan, dan sebagainya. Sehingga modernisasi
merupakan perubahan sosial yang kompleks yang menyangkut proses disorganisasi,
problema-problema sosial konflik antar kelompok, hambatan hambatan terhadap
perubahan, dan sebagainya.3
Mengetahui kedudukan modernisasi dalam Islam, harus kembali kepada Konsep Al-
qur’an. Al Qur’an adalah salah satu sumber pokok ajaran Islam, di samping Hadis dan
ijtihad. Prinsip-prinsip modernisasi cukup jelas dalam Al Qur’an, Allah Subhanahu Wa
Ta’ala menyeru manusia agar bertaqwa kepada-Nya. Allah menyeru kepada manusia agar
senantiasa mempersiapkan diri untuk masa depannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah
Subhanahu Wa Ta’ala surat Al Hasyr ayat 18 yang artinya: Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Jadi modernisasi itu sifatnya maju
kedepan bukan mundur. Berarti harus Ada perubahan dalam diri manusia, dari yang tidak
beragama menjadi beragama, Dari yang tidak beribadah menjadi beribadah, dan dari yang
tidak tahu serta dari Yang tidak bertaqwa menjadi bertaqwa. Dan perubahan itu harus
dimulai dari diri sendiri. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Ar-ra’d ayat 11:
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum Sehingga mereka

3
Lenawati Arsy,”MODERNISASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM”, Jurnal Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Vol. 10,
No. 2, hal 135

3
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Hal ini merupakan landasan bagi
manusia agar dapat hidup dan Mengembangkan potensi yang di milikinya, karena Allah
Subhanahu Wa Ta’ala Telah memberikan penglihatan, pendengaran dan hati, firman Allah
dalam Surat An Nahl ayat 78 yang artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut
ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. Itulah sebagai model yang harus
dikembangkan, agar mengerti, memahami dan berpikir secara aktif bukan pasif. Bagi umat
Islam bukan hanya menerima modernisasi melainkan secara aktif turut mengambil peran
pimpinan di dalamnya, harus aktif sebagai agents of modernization. Karena itu,
modernisasi merupakan suatu keharusan bagi umat Islam Bukan hanya kegunaan
praktisnya, tetapi karena Islam sendiri mengandung nilai - nilai kemodernan. Apa yang
disebut dengan nilai-nilai kemodernan sekarang ini semuanya terkandung dalam ajaran
Islam. Yang tidak diterima Islam adalah mengidentikan sesuatu yang modern sebagai
sesuatu yang bersifat Barat dengan segala macam aspek implikasinya. Selain itu Islam juga
menolak akses-akses Negatif dan patologis dari kehidupan masyarakat modern industrial
yang salah arah dengan mengatas namakan modernitas yang sesungguhnya. Nilai-nilai
seperti kerja keras, penghargaan yang tinggi akan waktu, sikap ekpertis (menghargai)
pentingnya kemampuan teknis dan keahlian), pendidikan, demokrasi dan lain-lain,
termasuk nilai-nilai kehidupan modern yang terkandung dalam ajaran islam gaffar. Maka
modernisasi dalam Islam itu menuntut tiga hal pokok yaitu:
1. Memelihara inti bangunan asal, tetap menjaga waktu dan karakteristiknya bahkan
menampilkan serta memperhatikan inti ajaran-ajaran murninya.
2. Memperbaiki hal-hal yang telah runtuh dan menguatkan kembali sendi-sendi yang
dianggap lemah.
3. Memasukkan beberapa pembaharuan dan merubah sifat dan watak aslinya
(Qardawi).4
Selanjutnya, dalam pembaharuan ada yang mengacu kepada pemahaman
Reformation dalam pengertian barat dari pada pemahaman tajdid (renewel) dalam
pengertian Islamiyah. Hal itu karena yang menjadi acuan utama beberapa konsep barat
seperti agama, demokrasi, skularisasi dan feminisme atau kecenderungan untuk menerima
gagasan-gagasan Barat dalam menguraikan masalah-masalah Islam. Sedangkan Islam
memiliki acuan yang tidak dapat direndahkan atau di Sejajarkan dengan konsep manapun
juga, yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Maka ciri modern dalam Islam itu antara lain:
1. Membersihkan tauhid dari segala macam syirik (sesembahan kepada Makhluk, baik
yang bernyawa ataupun tidak
2. Membersihkan ibadah dari segala macam bid’ah (upacara-upacara Ibadah bikinan
sendiri)
3. Memberantas formalisme tanpa amal dan menganjurkan hidup sederhana

4
Ibid,143

4
4. Mengembalikan idealisme dan ruh jihad untuk melepaskan diri dari Kedudukan
yang hina dina (Nats)
Pembaharuan dalam Islam sesungguhnya tentang bagaimana memahami nushush
agama secara benar dan melaksanakannya sesuai dengan pemahaman Rasul dan as-salaf
ash shalih dalam konteks kekinian. Agar konteks kekinian tidak bertentangan dengan Al-
qur’an dan Sunnah, maka konsep dasar kemodernan dalam Islam harus dipedomani.
Adapun konsep dasar tersebut, menurut Ibnu Taimiyah yang dikutip Setiawan Budi Utomo
yaitu:
1. Tidak mempercayai logika (akal) secara penuh untuk menentukan Kebenaran
aqidah dan syariat
2. Menjauhi sikap subjektifitas dan mental figuritas dalam mencari Kebenaran, serta
menekankan pentingnya perujukan kepada Al-Qur’an dan Sunnah dalam
menentukan kebenaran.
3. Dasar dan sumber syari’at Islam adalah Al Qur’an yang Diinterpretasikan
(ditafsirkan) oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam, selanjutnya di tangkap
oleh sahabat dan di turunkan oleh Generasi tabi’i tabi’in.
4. Tidak fanatik (ta’sub) dengan pemikirannya (ide-idenya) dan ide Orang lain, tetapi
cenderung bebas berpikir dan hanya terikat pada Al-Qur’an dan Sunnah dan atsar.
Dari konsep dasar tersebut di atas semakin jelaslah bahwa modern dan Islam tidak sama
dengan kehidupan Barat yang merujuk kepada kasus yang terjadi di masyarakat.5

B. Islam Dalam Perspektif Sosio Kultural


Pada abad ke-16 sampai abad ke-19, beberapa wilayah Asia Tenggara jatuh di bawah
domonasi dan kekuasaan Portugis dan Belanda. Sejak itu, supremsi perekonomian dan
politik bangsa Eropa turut menyebarkan penyebaran Islam di wilayah maritim Asia
Tenggara, seperti Aceh, Malaya, Minangkabau, Sulawesi, Kalimantan, dan Jawa, sehingga
mengembangkan sebuah tatanan masyarakat Islam dengan karakteristik budaya
masyarakat setempat.
Islam adalah agama yang bersifat universal dan berlaku di setiap zaman dan tempat.
Dalam penyebarannya, Islam menghadapi sistem nilai yang beragam. Namun proses
akomodasi budaya Islam yang cukup interaksi yang intens antara agama yang bersifat
universal dan nilai, norma, serta praktik sosial yang bersifat lokal. Islam tidak hanya
mempertimbangkan tradisi dalam proses penyebaran, tetapi juga telah melakukan berbagai
proses tersebut dengan pembentukan tradisi baru. Islam bukan hanya merupakan kumpulan
doktrin Ilahi dan kenabian yang transenden, tetapi juga terwujud dalam realitas sosial.

5
Ibid,144

5
Penerimaan agama Islam sangat berkaitan dengan corak Islam sufistik yang
berkembang, sehingga Islam lebih mudah memperoleh penyesuaian dengan budaya lokal.
Ciri sufistik juga terdapat pada Islam di Mekah pada abad ke-12 dan ke-13 jauh sebelum
ada gerakan Wahabi yang memurnikan Islam pada abad ke-18, Islam yang datang ke
Indonesia adalah Islam yang telah bercampur dengan unsur-unsur sufistik dari Persia dan
India. Ciri sufistik ini yang menyebabkan Islam disambut dengan baik dan dapat
diintegrasikan ke dalam pola sosial, budaya dan politik yang sudah ada. Tokoh yang sudah
dikenal dalam masyarakat, yakni para wali, adalah pula pewarta agama di Jawa. Mereka
dengan kreatif memanfaatkan unsur lokal seperti gamelan dalam penyebaran agama Islam.
Keragaman suku bangsa yang tersebar di seluruh Kepulauan Nusantara merupakan
kondisi objektif yang penting dan sangat berpengaruh dalam keseluruhan proses
penyebaran dan pembentukan tradisi Islam di Indonesia. Perbedaan suku bangsa ini tidak
hanya menjelaskan perbedaan bahasa, adat istiadat, dan sistem sosio-kultural pada
umumnya, tetapi juga perbedaan orientasi nilai yang menyangkut sistem keyakinan dan
keberagamaan masyarakat. Setiap suku bangsa, selain memiliki kepercayaan lokalnya
masing-masing, juga memiliki sistem pengetahuan dan cara pandang yang tidak jarang
berbeda satu sama lain. Masuknya unsur baru dalam kehidupan satuan-satuan ini tentu saja
mendapatkan reaksi yang berbeda-beda. Adanya hukum adat yang terbentuk dari tradisi
soasial budaya masyarakat setempat merupakan yang paling jelas dari institusi lokal yang
mengatur tatanan masyarakat. Pada suku-suku bangsa yang beragam ini terdapat sistem
keparcayaan serta tradisi keberagamaan dan budaya lokal yang dianut masyarakat jauh
sebelum masuknya Hindu-Budha dan Islam. Kepercayaan dan tradisi keagamaan lokal
dalam masyarakat yang masih mengandung sisa-sisa tradisi megalit pada dasarnya
bertumpu pada keyakinan tentang adanya aturan tetap yang mengatasi segala yang di alam
dunia. Aturan suprakosmis ini bersifat stabil, selaras, dan kekal.
Proses akomodasi budaya dapat dilihat pada kemampuan Islam untuk beradaptasi
dengan tradisi dan adat lokal serta kemampuannya untuk mempertahankan nilai-nilai
pokok keislaman. Dalam proses penyesuaian diri tersebut, tampak bahwa Islam tidak hanya
melakukan 'penjinakan' terhadap dirinya dengan mengkompromikan kerangka
universalnya sehingga lebur dalam tradisi dan adat lokal, tetapi juga 'mengeksploitasi'
sejauh mungkin tidak unsur-unsur tradisi lokal yang dapat disesuaikan ke dalam nilai Islam
yang ortodoks. Dalam proses ini, para penyebar Islam memanfaatkan pranata lokal sebagai
infrastruktur bagi pertumbuhan tradisi Islam. Strategi para wali di Jawa dan guru sufi
pengmbara dalam mengadopsi berbagai tradisi lokal, khususnya wayang dan gamelan
dapat dilihat sebagai salah stu contoh klasik dalam proses penyebaran Islam.
Proses islamisasi dan akomodasi budaya berhubungan dengan tiga kondisi penting.
Pertama, proses islamisasi dalam kaitannya dengan pembentukan kebudayaan Islam
berhadapan dengan aneka warna budaya lokal, tradisi dan adat lokal. Interaksi Islam
dengan sistem nilai lokal ini pada penciptaan berbagai bentuk respon dan reaksi. Kedua,
Islam merupakan 'pendatang baru' di dalam masyarakat di Kepulauan Indonesia. Sebelum

6
Islam masuk, telah ada sistem keyakinan, kepercayaan, keagamaan, atau stidaknya tradisi
spiritualitas yang dianut komunitas lokal serta agama Hindu-Budha. Kepercayaan lokal
dan tradisi Hindu-Budha ini tidak lagi berdiri sendiri-sendiri, tetapi telah bercampur
membentuk suatu sistem kepercayaan yang sinkretis. Ketiga, Islam bukan satu-satunya
sumber pengetahuan atau sistem nilai yang ada dalam masyarakat Indonesia karena selain
kepercayaan lokal dan Hindu-Bhuda, belakangan muncul pula pengearuh budaya Eropa
(Barat) yang mulai berkembang dalam waktu bersamaan dengan kedatangan dan
penjajahan bangsa Erop di Asia Tenggara.6

C. Islam Dan Modernitas: Relevansi Dengan Kenyataan Sosial Umat Islam Indonesia
Keadaan umat Islam Indonesia saat ini, sudah tentu erat kaitannya dengan masa
lampaunya yang panjang. Sebagai agama yang muncul dari Hijaz di Jazirah Arab, Islam
sampai kepulauan Nusantara dapat dilihat sebagai fungsi kegiatan ekonomi dan
kebudayaan orang-orang Arab yang agaknya telah sering datang ke kawasan ini jauh
sebelum Nabi Muhammad saw. Telah menjadi catatan para ahli bahwa kawasan Nusantara
adalah salah satu dari sedikit daerah yang diislamkan tanpa didahului penaklukan militer.
Metode pengislaman atas daerah ini ialah perembesan damai (penetration pacifique). Kita
tahu bahwa metode ini menimbulkan berbagai akibat positif dan negatif. Selain itu, Islam
datang ke Indonesia, dalam periodenya yang paling menentukan, dari daerah-daerah
lingkungan budaya (Islam) Persia (dapat dilihat antara lain pada kata pinjaman Indonesia
dari kata-kata Arab, tapi dengan tā’ marbūthah yang dibaca sebagai tā’ maftūhah: hikmat,
rahmat, zakat, salat, dan lain-lain.) Agaknya proses peminjaman tersebut berlangsung pada
masa-masa kemunduran kreativitas intelektual bangsa-bangsa Muslim berbahasa Arab
sendiri. Karena itu, proses perembesan damai itu menghasilkan suatu Islam yang “lunak”
dengan unsur-unsur esoteris kesufian yang menonjol. Dengan kata lain, pada Islam di
Indonesia, unsur esoteris kesufian lebih kuat daripada unsur eksoterisnya yang berpangkal
pada ajaran-ajaran Islam berkenaan dengan hukum atau syariat. Ironisnya, keadaan
tersebut mulai berubah secara amat berarti berkat adanya mesin uap yang menggerakkan
kapal-kapal laut yang, antara lain, sangat mempermudah transportasi haji ke Tanah Suci.7
Pendekatan Sosio kultural sebagai kajian dalam menghadapi tantangan yang serba
digital ini. Pendidikan secara Islam dituntut untuk mengembangkan pemikirannya guna
menjawab problema-problema yang dibutuhkan oleh Masyarakat khususnya di Indonesia.
Islam dalam melaksanakan proses pembelajaran memandang bahwa interaksi sosial dan
budaya merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran, hal ini
dikarenan ada beberapa hal tersebut dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian dan
pola pikir individu setiap manusia. Pendidikan Islam menekankan pada keseimbangan

6
Baharudin HS, “LATAR BELAKANG SOSIO-KULTURAL ISLAM INDONESIA” 12 April 2019 dikutip dari
https://ighoelmachete.wordpress.com/2019/04/12/latar-belakang-sosio-kultural-islam-indonesia/ diakses pada
tanggal 28 Mei 2022
7
Nurcholis Majid, “Islam Kemodernan dan Keindahan”, Mizan Pustaka, Cetakan I, Rabi’Al-Tsani, April 2008

7
antara duniawi dan akhirat, untuk lebih kongkritnya artinya disamping memperhatikan
daripada subjek kebudayaan, latihan-latihan praktis dan pemikiran, pendidikan Islam
mengutamakan pembinaan semangat dan sikap keagamaan, sehingga dalam proses
pengembangan pembelajaran yang disesuikan denga era revolusi industry 4.0 yakni
berbasis teknologi dan model pembelajrannya ada tujuan akhirnya yaitu penghambaan diri
kepada Allah, yakni sebagai insan kamil manusia yang menghamba dan bertaqwa kepada
Allah Swt.8
Budaya dan agama adalah dua hal yang berbeda, namun keduanya tidak mungkin
dipisahkan seperti dua sisi mata uang, berbeda tetapi satu bagian dengan bagian lainnya.
Satu dengan yang lainnya saling memberi arti. Keberadaan sebuah budaya akan
mempengaruhi corak keberagamaan di suatu masyarakat dan sebaliknya sebuah agama
akan mampu meawarnai jenis budaya di suatu tempat. Kebudayaan Islam yang bersumber
dari nilai nilai ajaran Islam semestinya mampu terlahir kembali dalam dunia atau Negara
muslim/mayoritas agamanya Islam seperti yang pernah terjadi pada masa klasik (650-1250
M). Pada masa itu umat Islam benar benar mampu menggambarkan ajaran Islam, namun
pada saat ini rasanya belum dapat dikatakan demikian.9

8
Hisam Ahyani, Dian Permana,dkk, “Pendidikan Islam dalam Lingkup Dimensi Sosio Kultural di Era Revolusi Industri
4.0”, Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul Huda Al Azhar Banjar, 3 Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul Ulum
Tasikmalaya, Vol 1, No 1 Desember 2020
9
Suparno,”Keterkaitan Kebudayaan Islam dengan Karakter Orang Jepang”,2014

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Modernisasi ialah suatu transformasi keseluruhan kehidupan bersama yang
tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial ke arah pola pola
ekonomi dan politik yang menjadi ciri negara-negara barat yang stabil. Modernisasi
merupakan bentuk perubahan sosial. Biasanya merupakan perubahan sosial yang terarah
(directed-change) yang didasarkan pada perencanaan (planned-change). Dalam
modernisasi, ada yang mengacu pada pemahaman Reformation dalam pengertian barat dari
pada pemahaman tajdid (renewel) dalam pengertian Islamiyah. Hal itu karena yang
menjadi acuan utama beberapa konsep barat seperti agama, demokrasi, skularisasi dan
feminisme atau kecenderungan untuk menerima gagasan-gagasan Barat dalam
menguraikan masalah-masalah Islam. Sedangkan Islam memiliki acuan yang tidak dapat
direndahkan atau di sejajarkan dengan konsep manapun juga, yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
Tapi ada beberapa konsep yang sudah dijelaskan didepan mengenai modernisasi dalam
Islam dan Barat bahwa modern dalam Islam tidak sama dengan kehidupan Barat yang
merujuk kepada kasus yang terjadi di masyarakat.

B. Saran
Pembahasan makalah ini sudah dijelaskan di depan. Besar harapan semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan dan
referensi, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar tulisan ini dapat
disusun lebih baik lagi.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ahyani, Hisam, Permana, Dian, dkk. “Pendidikan Islam dalam Lingkup Dimensi Sosio Kultural di Era
Revolusi Industri 4.0”.Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul Huda Al Azhar Banjar.3 Sekolah
Tinggi Agama Islam Miftahul Ulum Tasikmalaya. Vol 1. No 1. 2020.

Arsy, Lenawati. “MODERNISASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM”. Jurnal Prodi Komunikasi dan Penyiaran
Islam. Vol. 10. No. 2. hal 135.

HS, Baharudin. “LATAR BELAKANG SOSIO-KULTURAL ISLAM INDONESIA” 12 April 2019 dikutip dari
https://ighoelmachete.wordpress.com/2019/04/12/latar-belakang-sosio-kultural-islam-
indonesia/ diakses pada tanggal 28 Mei 2022.

Majid,Nurcholis. “Islam Kemodernan dan Keindahan”.Mizan Pustaka: Cetakan I, Rabi’Al-Tsani. April


2008.

Suparno.”Keterkaitan Kebudayaan Islam dengan Karakter Orang Jepang”. 2014.

10

Anda mungkin juga menyukai