Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MAKALAH

“SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN FIQH ”

OLEH :
PERDANA BUANA PUTRA
NIM : 220204110048

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2022

i
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Berkat limpahan rahmat, karunia dan
kuasa-Nya penulis mampu menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat beserta salam juga
disanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat dari alam kebodohan
kepada alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Penulisan makalah ini telah diupayakan semaksimal mungkin, namun disadari bahwa
masih terdapat berbagai kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan ilmu pengetahuan yang
dimiliki. Karena itu, diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
kesempurnaannya dan semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak. AamiinYa
Rabbal ’Alamin.

Malang, 10 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................iii
ABSTRAK.................................................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG........................................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH....................................................................................................................2
C. TUJUAN PENELITIAN.....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................3
A. DEFENISI FIQH................................................................................................................................3
B. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN FIQH.....................................................................................3
C. FAKTOR-FAKTOR KEMUNDURAN FIQH..................................................................................13
D. MASA KEBANGKITAN FIQH KEMBALI....................................................................................14
BAB III PENUTUP...................................................................................................................................16
A. KESIMPULAN................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................17

iii
ABSTRAK

Tujuan hukum Islam diturunkan oleh Allah adalah demi maslahat atau kepentingan umat
manusia, serta menghindarkan mereka dari kerusakan dan bahaya di dunia dan akhirat.
Penjabaran yang merinci hukum- hukum Islam dibahas dalam ilmu Fiqih. Fiqih ialah ilmu
tentang masalah-masalah syara’iyah secara teoritis. Masalah-masalah fiqih itu berkenaan dengan
perkara akhirat seperti hal-hal peribadatan (ibadah), atau berkenaan dengan perkara dunia yang
terbagi menjadi munakahat (tentang pernikahan), mu’amalat (tentang berbagai transaksi dalam
masyarakat dan uqubat atau jinayat (tentang hukuman atau kriminal). Hubungan manusia sebagai
makhluk dengan Khaliqnya (Allah) diatur penataanya melalui hukum ibadat. Demi
terpeliharanya keadilan dan ketertiban antara sesama manusia serta menjaga mereka dari
kehancuran maka diperlukanlah ketentuan-ketentuan yang diperkuat oleh Syari’at, berkenaan
dengan tata hubungan manusia dalam kehidupan berkeluarga dalam suatu lingkungan rumah
tangga, diatur melalui hukum munakahat; kemudian berkenaan dengan perkara peradaban dalam
bentuk tata hubungan antara manusia dengan sesamanya dalam lalu-lintas pergaulan dan
hubungan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, diatur dalam hukum muamalat, dan
terakhir untuk memelihara perkara peradaban itu agar tetap pada garisnya diperlukan
penyusunan hukumhukum pembalasan dan penegak serta pemegang kekuasaan umum atau
badan peradilan.

Kata Kunci : Fiqh, Perkembangan

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sebagaimana ilmu keagamaan lain dalam Islam, ilmu Ushul Fiqh tumbuh dan berkembang
dengan tetap berpijak pada Al-Quran dan Sunnah, Ushul Fiqh tidak timbul dengan sendirinya,
tetapi benih-benihnya sudah ada sejak zaman Rosulullah dan sahabat. Masalah utama yang
menjadi bagian ushul fiqih, seperti ijtihad, qiyas, nasakh, dan takhsis sudah ada pada zaman
Rasulullah sahabat. Dan di masa Rasulullah SAW, umat Islam tidak memerlukan kaidah-kaidah
tertentu dalam memahami hukum-hukum syar’i, semua permasalahan dapat langsung merujuk
kepada Rasulullah SAW lewat penjelasan beliau mengenai Al-Qur’an, atau melalui sunnah
beliau SAW.
Sepeninggal Nabi SAW. Ilmu fiqh ini mulai berkembang, seiring dengan timbulnya
permasalahan-permasalahan yang muncul dari zaman kezaman. Permasalahan semakin
berkembang dan tidak semua permasalahan yang ada, terdapat di dalam nash, namun
membutuhkan sebuah hukum melalui jalan istimbat Setiap satu permesalahan memiliki ratusan
solusi yang berbeda dari setiap ulama.

.Generasi penerus Nabi Muhammad SAW tidak hanya berhenti pada masa
khulafa’urrosyidin, namun masih diteruskan oleh para tabi’in dan ulama’ sholihin hingga sampai
pada zaman kita sekarang ini. Pada zaman kita ini, para ulama (Fuqoha) mulai bermunculan dan
memiliki ijtihad yang berda-beda.

Keadaan seperti ini terus berlangsung dan akan terus pula diberikan jawabannya oleh
ilmu fiqh terhadap problem yang muncul sebagai akibat dari perubahan sosial yang disebabkan
oleh perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam kehidupan umat islam, perkembangan lembaga
tidak hanya terjadi sebagai aplikasi ajaran islam, tetapi juga timbul hanya sebagai interaksi umat
islam dengan kebudayaan lain. Karena didalam kehidupan bersama diperlukan pranata yang
dapat memelihara ketertiban dan ketentraman, termasuk pranata hukumnya.

1
B. RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat di rumuskan
masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perkembangan fiqh pada masa rasulullah?


2. Bagaimana perkembangan fiqh pada masa sahabat?
3. Bagaimana perkembangan fiqh pada masa mujtahid?
4. Apa faktor-faktor kemunduran fiqh?
5. Apa faktor-faktor kebangkitan fiqh?

C. TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka adapun tujuan
penulisan makalah ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui perkembangan fiqh pada masa rasulullah.
2. Untuk mengetahui perkembangan fiqh pada masa sahabat.
3. Untuk mengetahui perkembangan fiqh pada masa mujtahid.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor kemunduran fiqh.
5. Untuk mengetahui faktor-faktor kemajuan fiqh.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFENISI FIQH
Untuk mengetahui sesuatu yang ingin dikaji secara mendalam, definisi adalah menjadi
pintu pembukanya. Dalam berbagai literature dan pendapat beberapa ulama mengenai fiqh, Fiqh
secara bahasa bermakna al-Fahmu yang memiiki arti pemahaman, sedangkan secara istilah
dalam beberapa literatur dan pendapat ulama juga, tentu memiliki redaksi yang berbeda-beda
tetapi esensi maknanya sama. Al-Rogib al-Ashafani seperti yang dikutip oleh Muhammad
Mustofa Syalbi, mendefinisikan fiqh “pengetahuan mengenai sesuatu hukum dan
pendalamanya”. Imam Syafi’I mendefinisikan sebagai “Ilmu atau pengetahuan mengenai
hukum-hukum syari’ah yang berlandaskan kepada dalil-dalilnya yang terperinci” 1. Pedefinisian
Imam Syafi’I ini merupakan pendefinisian yang paling masyhur dikalanagan para Fuqoha.
Penggunaan kata “syariah” dalam definisi tersebut menjelaskan bahwa fiqh itu
menyangkut ketentuan yang bersifat syar’i, yaitu sesuatu yang berasal dari kehendak Allah. Kata
“amaliah” yang terdapat dalam definisi diatas menjelaskan bahwa fiqh itu hanya menyangkut
tindak tanduk manusia yang bersifat lahiriah. Dengan demikian hal-hal yang bersifat bukan
amaliah seperti masalah keimanan atau “aqidah” tidak termasuk dalam lingkungan fiqh.

B. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN FIQH


a. Masa Rasulullah SAW
Di zaman Rasulullah SAW sumber hukum Islam hanya dua, yaitu Al-Quran dan
Assunnah. Apabila suatu kasus terjadi, Nabi SAW menunggu turunnya wahyu yang menjelaskan
hukum kasus tersebut. Apabila wahyu tidak turun, maka Rauslullah SAW menetapkan hukum
kasus tersebut melalui sabdanya, yang kemudian dikenal dengan Hadits atau Sunnah.
Hal ini antara lain dapat diketahui dari sabda Rasulullah SAW sebagai berikut :
“Sesungguhnya saya memberikan keputusan kepada kamu melalui pendapatku dalam hal-hal
yang tidak diturunkan wahyu kepadaku.” (HR. Abu Daud dari Ummu Salamah).

1
Al-Duktur Wahbah Zuhaily, al-Fiqhu al-Islamiy wa adillathu, Juz 1, (Suriyah : Dar al-Fiqri, cet 2 1985) hal 16

3
Tarikh Tasyrik Islam, atau sejarah fiqh Islam, pada hakikatnya, tumbuh dan
berkembang di masa Nabi, karena Nabilah yang mempunyai wewenang atas dasar wahyu untuk
mentasyri’kan hukum dan berakhir dengan wafatnya Nabi.2
Hasil ijtihad Rasulullah ini secara otomatis menjadi sunnah bagi Umat Islam.
Hadits tentang pengutusan Mu’az Ibn Jabal ke Yaman sebagai qadi, menunjukkan perijinan yang
luas untuk melakukan ijtihad hukum pada masa Nabi. Dalam pengutusan ini Nabi bersabda :
“Bagaimana engkau (mu’az) mengambil suatu keputusan hukum terhadap permasalahan hukum
yang diajukan kepadamu? Jawab mu’az saya akan mengambil suatu keputusan hukum
berdasarkan kitab Allah (Al-Quran). Kalau kamu tidak menemukan dalam kitab Allah?
JawabMu’az, saya akan mengambil keputusan berdasarkan keputusan berdasarkan sunnah
Rasulullah. Tanya Nabi, jika engkau tidak ketemukan dalam sunnah? Jawab Mu’az, saya akan
berijtihad, dan saya tidak akan menyimpang. Lalu Rasulullah menepuk dada Mu’az seraya
mengatakan segala puji bagi Allah yang telah memberi taufik utusan Rasulnya pada sesuatu
yang diridhai oleh Allah dan rasulnya.”
Hadits ini secara tersurat tidak menunjukkan adanya upaya Nabi untuk
mengembangkan Ilmu Ushul Fiqh, tapi secara tersirat jelas Nabi telah memberikan keluasan
dalam mengembangkan akal untuk menetapkan hukum yang belum tersurat dalam Al-Quran dan
Sunnah.
Artinya dengan keluwesannya Nabi dalam melakukan pemecahan masalah-
masalah ijtihadiyah telah memberikan legalitas yang kuat terhadap para sahabat. Dalam sebuah
haditsnya yang mengandung kebolehan bagi manusia untuk mencari solusi terhadap urusan-
urusan keduniaan Rasulullah bersabda : “Kamu lebih mengetahui tentang urusan duniamu.”
Dorongan untuk melakukan ijtihad itu tersirat juga dalam hadits Nabi yang
menjelaskan tentang pahala yang diperoleh seseorang yang melakukan ijtihad sebagai upaya
yang sungguh-sungguh dalam mencurahkan pemikiran baik hasil usahanya benar atau salah.
Selain dalam bentuk anjuran dan pembolehan ijtihad oleh Nabi di atas, Nabi
sendiri pada dasarnya telah memberikan isyarat terhadap kebolehan melakukan ijtihad setidak-
tidaknya dalam bentuk qiyas sebagaimana dapat kita temukan dalam hadits-haditnya sebagai
berikut : “Seorang wanita namanya Khusaimiah datang kepada Nabi dan bertanya, Ya
Rasulullah ayah saya seharusnya telah menunaikan haji, dia tidak kuat duduk dalam kendaraan

2
Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy,”Pengantar Ilmu Fiqh”,(Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,1999), hlm,31.

4
karena sakit, Apakah saya harus melakukan haji untuknya? Jawab Rasulullah dengan bertanya
bagaimana pendapatmu bila Ayahmu mempunyai utang? Apakah engkau harus membayar?
Perempuan itu menjawab, Ya, Nabi berkata utang kepada Allah lebih utama untuk dibayar.”
Hadits ini menggambarkan upaya qiyas yang dilakukan oleh Nabi, yaitu ketika
seorang sahabat datang kepada Nabi yang menanyakan tentang keharusan penunaian kewajiban
ibadah haji bapaknya yang mengidap sakit, Nabi menegaskan keharusan penunaiannya dengan
melakukan pengqiyasan terhadap pembayaran utang antara sesama manusia.
Pada Masa Rasulullah adalah masa fiqh Islam mulai tumbuh dan membentuk
dirinya menjelma ke alam perwujudan. Sumber asasi yang ada pada masa ini ialah Al-quran.
Tentang Sunnah Rasul adalah berdasarlkan wahyu Ilahi yang diturunkan kepadanya. Demikian
juga segala tindak-tanduk Nabi SAW. Selalu dibimbing oleh wahyu Ilahi, dan semua hukum dan
keputusan hukum didasarkan kepada wahyu juga. Masa ini walaupun berusia tidak panjang,
namun masa inilah yang meninggalkan bekasan-bekasan dan kesan-kesan serta pengaruh yang
penting bagi perkembangan hukum islam dan masa yang kulli yang bersifat keseluruhan dan
dasar-dasar yang umum yang universal untuk dasar penetapan hukum bagi masalah dan peristiwa
yang tidak ada nashnya.12 Masa Nabi SAW ini terbagi kepada dua periode yang masing-masing
mempunyai corak tersendiri. Yaitu periode Makkah dan Periode Madinah.
Periode pertama ialah periode Makkah, Dalam masa ini umat islam masih sedikit
dan masih lemah, belum dapat membentuk dirinya sebagai suatu umat yang mempunyai
kedaulatan, kekuasaan yang kuat. Nabi telah mencurahkan Tauhid kedalam jiwa masing-masing
individu dalam masyarakat arab serta memalingkan mereka dari memperhamba diri kepada
berhala, disamping beliau menjaga diri dari aneka rupa gangguan bangsanya. Dan masa ini
belum banyak hal-hal yang mendorong Nabi SAW. Untuk mengadakan hukum atau undang-
undang. Karena itu tidak ada di dalam surat Makkiyah ayat-ayat hukum seperti surat Yunus, Ar
Ra’du, Ya sin dan Al Furqon. Kebanyakan ayat-ayat makkiyah adalah berisikan hal-hal yang
mengenai aqidah kepercayaan, akhlak dan sejarah3.
Periode kedua ialah periode Madinah, Dalam masa inilah umat Islam berkembang
dengan pesatnya dan pengikutnya terus menerus bertambah. Mulailah Nabi SAW membentuk
suatu masyarakat Islam yang berkedaulatan. Karena itu timbulah keperluan untuk mengadakan

3
Hibatul Wafi, “Sejarah perkembangan fiqh” [situs online] dapat diakses pada :
https://www.academia.edu/36661609/Sejarah_Perkembangan_Ilmu_Fiqih, diakses pada senin 10/10//2022 pada
pukul:22.13

5
syari’at dan peraturan peraturan, karena masyarakat membutuhkannya, untuk mengatur
perhubungan antara anggota masyarakat satu dengan lainnya dan perhubungan mereka dengan
umat yang lainnya, baik dalam masa damai ataupun dalam masa perang.
Dalam hubungan inilah disyari’atkan hukum-hukum perkawinan, thalaq, wasiat,
jual beli, sewa, hutang-piutang, dan sermua transaksi. Demikian juga yang berhubungan dengan
pemeliharaan keamanan dalam masyarakat, dengan adanya hukum kriminil dan lain sebagainya
individu dan sebagai masyarakat dalam hubungannya dengan masyarakat yang lebih luas, antara
seantero manusia di dunia. Karena itulah surat-surat Madinah, seperti Surat Al-Baqoroh, Ali
Imran, An Nisa’, Al Maidah, Al Anfal, At Taubah, An Nur, Al Ahzab, banyak mengandung
ayat-ayat hukum disamping mengandung ayat-ayat aqidah, akhlak, sejarah dan lain-lain.
b. Masa Sahabat
Periode kedua ini berkembang pada masa wafatya Nabi Muhammad SAW. Dan
berakhir sejak Muawiyah bin Abi Sufyan menjabat sebagai kholifah pada tahun 41 H. Pada
periode ini hiduplah sahabat-sahabat Nabi terkemuka yang mengibarkan bendera Dakwah Islam.
Pada masa ini islam sudah meluas, yang mengakibatkan adanya masalah yang
mengakibatkan adanya masalah-masalah baru yang timbul. Oleh karena itu tidaklah
mengherankan apabila pada periode sahabat ini pada bidang hukum ditandai dengan penafsiran
pada sahabat dan ijtihadnya dalam kasus-kasus yang tidak ada nashnya, disamping itu juga
terjadi hal-hal yng tidak menguntungkan yaitu perpecahan masyarakat islam yang bertentangan
sacara tajam4.
Diperiode shabat ini, kaum muslimin telah memiliki rujukan hukum syari’at yang
sempurna berupa al-Qur’an dan hadist Rasul. Kemudian dengan ijma’ dan qiyas, diperkaya
dengan adat istiadat dan peraturan peraturan berbagai daerah yang bernaungan di bawah Islam.
Dapat kita tegaskan bahwa zaman khulafaur Rasyidin lengkaplah dalil-dalil tasyri’ Islam.
Sebagai contoh hasil ijtihad para sahabat, yaitu : Umar bin Khattab RA tidak
menjatuhkan hukuman potong tangan kepada seseorang yang mencuri karena kelaparan
(darurat/terpaksa). Dan Ali bin Abi Thalib berpendapat bahwa wanita yang suaminya meninggal
dunia dan belum dicampuri serta belum ditentukan maharnya, hanya berhak mendapatkan
mut'ah. Ali menyamakan kedudukan wanita tersebut dengan wanita yang telah dicerai oleh

4
Syarifuddin, Amair, Ushul Fiqh Jakarta : (Kencana Prenada Media Group) hal 240

6
suaminya dan belum dicampuri serta belum ditentukan maharnya, yang oleh syara' ditetapkan
hak mut'ah baginya.
Dari contoh-contoh ijtihad yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, demikian pula
oleh para sahabatnya baik di kala Rasulullah SAW masih hidup atau setelah beliau wafat,
tampak adanya cara-cara yang digunakannya, sekalipun tidak dikemukakan dan tidak disusun
kaidah-kaidah (aturan-aturan)nya; sebagaimana yang kita kenal dalam Ilmu Ushul Fiqh ; karena
pada masa Rasulullah SAW, demikian pula pada masa sahabatnya, tidak dibutuhkan adanya
kaidah-kaidah dalam berijtihad dengan kata lain pada masa Rasulullah SAW dan pada masa
sahabat telah terjadi praktek berijtihad, hanya saja pada waktu-waktu itu tidak disusun sebagai
suatu ilmu yang kelak disebut dengan Ilmu Ushul Fiqh karena pada waktu-waktu itu tidak
dibutuhkan adanya. Yang demikian itu, karena Rasulullah SAW mengetahui cara-cara nash
dalam menunjukkan hukum baik secara langsung atau tidak langsung, sehingga beliau tidak
membutuhkan adanya kaidah-kaidah dalam berijtihad, karena mereka mengetahui sebab-sebab
turun (asbabun nuzul) ayat-ayat Al-Qur'an, sebab-sebab datang (asbabul wurud) Al- Hadits,
mempunyai ketazaman dalam memahami rahasia-rahasia, tujuan dan dasar-dasar syara' dalam
menetapkan hukum yang mereka peroleh karena mereka mempunyai pengetahuan yang luas dan
mendalam terhadap bahasa mereka sendiri (Arab) yang juga bahasa Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Dengan pengetahuan yang mereka miliki itu, mereka mampu berijtihad tanpa membutuhkan
adanya kaidah-kaidah.
c. Masa Mujtahid dan Tabi’in
Pada masa tabi'in, tabi'it-tabi'in dan para imam mujtahid, di sekitar abad II dan III
Hijriyah wilayah kekuasaan Islam telah menjadi semakin luas, Dengan semakin tersebarnya
agama Islam di kalangan penduduk dari berbagai daerah tersebut, menjadikan semakin banyak
persoalan-persoalan hukum yang timbul. Yang tidak didapati ketetapan hukumnya dalam Al-
Qur'an dan As-Sunnah.
Khalifah pada masa Bani Umawiyah tidak terlalu tahu banyak tentang hukum dan
syari’at Islam dan cara-cara berijtihad. Ini disebabkan para khalifah Bani Umawiyah lebih
terfokus kepada urusan politik agar kekuasaan tidak berpindah ke tangan yang lain. Tidak seperti
pada masa Khulafa’urrasyidin, pada masa ini urusan agama di serahkan pada Ulama dan
penguasa hanya bertanggung jawab pada urusan politik saja5.

5
Yusuf Musa, Tarikh Al Fiqh Al Islamy, (Mesir: Jilid I)

7
Kebijakan pemerintahan yang membedakan urusan agama dan negara ini
berakibat pada munculnya pemikiran ulamaulama yang lain. Terlebih lagi dengan semakin
luasnya wilayah kekuasaan Islam pada masa ini, dengan kata lain semakin luasnya daerah
dakwah bagi para sahabat dan tabi’in yang berbekal informasi hadits yang berbeda-beda pula6.
Nilai fatwa mereka adalah sebagai pendapat individu yang kalau fatwanya benar,
maka ia datangnya dari Allah. Sedang kalau salah, itu merupakan kesalahan sendiri. Oleh karena
itu, tak seorang pun di antara mereka mengharuskan orang lain untuk mengikuti fatwanya.
Argumentasi mereka mengindikasikan atas adanya kebebasan mereka dalam menarik
kemaslahatan dan mencegah kerusakan.
Secara umum, ulama pada masa ini mengikuti langkah-langkah para sahabat
dalam penetapan hukum. Kendati demikian ada beberapa perkembangan baru yang membedakan
perkembangan fiqih pada periode ini dengan periode sebelumnya, khususnya ulama yang berada
di Irak untuk memandang hukum sebagai timbangan rasionalitas. Mereka tidak saja banyak
menggunakan rasio dalam memahami hukum dan menyikapi peristiwa dan persoalan yang
muncul, tetapi juga memprediksikan suatu peristiwa yang belum terjadi dan memberi
hukumnya7.
Beberapa tokoh ulama terkenal pada masa dinasti umayyah adalah:

1. Imam Hanafi
Pendiri madzhab Hanafi ini diberi gelar “Imam Ahlur Ra’yi” karena ia lebih banyak
memakai argumentasi akal dari pada ulama, namun ia tetap mengacu pada sumber hukum Islam,
seperti Al-Qur’an dan Hadits, fatwa sahabat, ijma’, qiyas, istihsan serta urf.

Imam Abu Hanifah yang dikenal dengan dengan sebutan Imam Hanafi bernama asli Abu
Hanifah Nu’man bin Tsabit Al Kufi, lahir di Irak pada tahun 80 Hijriah (699 M), pada masa
kekhalifahan Bani Umayyah, Abdul Malik bin Marwan. Beliau digelari Abu Hanifah, karena
salah satu anaknya yang bernama Hanifah. Menurut riwayat lain beliau bergelar Abu Hanifah,

6
Muhammad Hasan Al Hajwi, Al Fikru Assaamy fi Tarikh Fiqh Al Islamy, (Beirut: 1995), 330
7
DR. Jaih Mubarok, Sejarah Perkembangan Hukum Islam, (Badung: Rosda Karya, 2000), 56. Lihat juga Mun’im A
Sirry, Sejarah Fiqih Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 1995), 50

8
karena begitu taatnya dalam beribadah kepada Allah8. Ada juga yang meriwayatkan karena
beliau begitu dekat dan eratnya berteman dengan tinta9.

2. Imam Malik

Yakni seorang mujtahid besar dan ahli dalam bidang fiqih dan hadits sekaligus pendiri
madzhab Maliki. Imam Malik dalam menetapkan hukum  menggunakan sumber-sumber dari Al-
Qur’an, Hadits, atsar, tradisi masyarakat Madinah, qiyas, dan al-maslahah al-mursalah.

Nama lengkap beliau adalah Malik Bin Anas bin Malikbin Abi ‘Amar al-Asybahi
al-‘Arabiy al-Yamniyyah. Ibunya bernama ‘Aisyah binti Syarik alAzdiyyah dari Kabilah al-
Yamaniyyah. Beliau dilahirkan tahun 93 H / 789 M. (712 M) di Kota Madinah dan meninggal
tahun 179 H/ 789 M. Dalam usia 87 tahun. Kakeknya bernama Malik, yang datang ke Madinah
setelah Rasulullah saw Wafat. Sedang kakeknya termasuk golongan “Tabi’in”, yang banyak
meriwayatkan al-Hadits dari Umar bin Khatab, ‘Utsman Bin ‘Affan dan Thalhah, sehingga wajar
jika beliau tumbuh sebagai sosok Ulama’ terkemuka dalam bidang ilmu Hadits dan Fiqh.
Karyanya yang terkenal adalah “Al-Muwatta” yakni kitab yang mencakup segala hal dalam
masalah fiqih.

Pemerintah Islam pasca keruntuhan Daulah Umayyah segera digantikan oleh


Daulah Abbasiah. Masa Abbasiah ini disebut juga masa Mujahidin dan masa pembukuan fikih,
karena pada masa ini terjadi pembukuan dan penyempurnaan fikih. Pada masa Abbasiyyah, yang
dimulai dari pertengahan abad ke-2 H sampai pertengahan abad ke-4 ini, muncul usaha-usaha
pembukuan al-Sunnah, fatwa-fatwa sahabat, dan tabi’in dalam bidang fikih, tafsir, ushul al-fiqh.
Pada masa ini pada lahir para tokok dalam istinbat dan perundangan-undangan Islam. Masa ini
disebut Masa Keemasan Islam yang ditandai dengan berkembangannya ilmu pengetahuan yang
pengaruhnya dapat dirasakan hingga sekarang.
Karena banyaknya persoalan-persoalan hukum yang timbul dan karena pengaruh
kemajuan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang yang berkembang dengan pesat yang terjadi
pada masa ini, kegiatan ijtihad juga mencapai kemajuan yang besar dan lebih bersemarak.
Faktor utama yang mendorong perkembangan hukum Islam adalah
berkembanganya ilmu pengetahuan di dunia Islam. Berkembangnya ilmu pengetahuan di dunia

8
M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 185.
9
M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, h. 185.

9
Islam disebabkan oleh hal-hal berikut. Pertama, adanya penterjemahan bukubuku Yunani, persia,
Romawi, dan sebagainya, ke dalam bahasa Arab.Faktor lain yang mempengaruhi
berkembanganya pemikiran adalah luasnya ilmu pengetahuan. Faktor lainnya adalah adanya
upaya umat Islam untuk melestarikan al-Qur’an, baik yang dicatat, termasuk yang dikumpulkan
dalam satu mushaf, maupun yang dihafal.
Pada abad 3 H di bawah pemerintahan Abassiyah wilayah Islam semakin meluas
kebagian timur.khalifah-khalifah yang berkuasa dalam abad ini adalah : Al-Ma’mun(wafat
218H), Al-Mu’tashim(wafat 227H), Al Wasiq(wafat 232H), dan Al-Mutawakil(wafat 247H)
pada masa mereka inilah terjadi suatu kebangkitan ilmiah dikalangan Islam yang dimulai dari
kekhalifahan Arrasyid. salah satu hasil dari kebangkitan berfikir dan semangat keilmuan Islam
ketika itu adalah berkembangnya bidang fiqh yang pada giliranya mendorong untuk disusunya
metode berfikir fiqih yang disebut ushul fiqh.

Seperti telah dikemukakan, kitab ushul fiqh yang pertama-tama tersusun seara
utuh dan terpisah dari kitab-kitab fiqh ialah Ar-Risalah karangan As-Syafi’i. kitab ini dinilai oleh
para ulama sebagai kitab yang bertnilai tinggi. Ar-Razi berkata “kedudukan As-Syafi’i dalam
ushul fiqh setingkat dengan kedudukan Aristo dalam ilmu Manthiq dan kedudukan Al-Khalil
Ibnu Ahmad dalam ilmu Ar-rud”10.

Selain kitab Ar-Risalah pada abad 3 H telah tersusun pula sejumlah kitab ushul
fiqh lainya. Isa Ibnu Iban(wafat 221H\835 M) menulis kitab Itsbat Al-Qiyas. Khabar Al-Wahid,
ijtihad ar-ra’yu. Ibrahim Ibnu Syiar Al-Nazham (wafat 221H\835M) menulis kitab An-Nakl  dan
sebagainya.

Selain kitab Ar-Risalah pada abad 3 H telah tersusun pula sejumlah kitab ushul
fiqh lainya. Isa Ibnu Iban(wafat 221H\835 M) menulis kitab Itsbat Al-Qiyas. Khabar Al-Wahid,
ijtihad ar-ra’yu. Ibrahim Ibnu Syiar Al-Nazham (wafat 221H\835M) menulis kitab An-
Nakl[20] dan sebagainya.

Pada masa ini abad(4H) merupakan abad permulaan kelemahan Dinasty abassiyah
dalam bidang politik. Dinasty Abasiyah terpecah menjadi daulah-daulah kecil yang masing-
masing dipimpin oleh seorang sultan. Namun demikian tidak berpengaruh terhadap

10
Ridho Maulana Sh. “GORESAN PENA ANEUK HUKOM’ [situs online]

10
perkembangan semangat keilmuan dikalangan para ulama ketika itu karena masing-masing
penguasa daulah itu berusaha memajukan negrinya dengan memperbanyak kaum intelektual.

Khusus dibidang pemikiran fiqh Islam pada masa ini mempunyai karakteristik
tersendiri dalam kerangka sejarah tasyri’ Islam. Pemikiran liberal Islam berdasarkan ijtihad
muthlaq berhenti pada abad ini. mereka mengangagap para ulama terdahulu mereka suci dari
kesalahan sehingga seorang faqih tidak mau lagi mengeluarkan pemikiran yang khas, terkecuali
dalam hal-hal kecil saja, akibatnya aliran-aliran fiqh semakin mantap eksitensinya, apa lagi
disertai fanatisme dikalangan penganutnya. Hal ini ditandai dengan adanya kewajiban menganut
madzhab tertentu dan larangan melakukan berpindahan madzhab sewaktu-waktu.

Ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dalam perkembangan ushul fiqh pada
abad 4 H yaitu munculnya kitab-kitab ushul fiqh yang membahas ushul fiqh secara utuh dan
tidak sebagian-sebagian seperti yang terjadi pada masa-masa sebelumnya. Kalaupun ada yang
membahas hanya kitab-kitab tertentu, hal itu semata-mata untuk menolak atau memperkuat
pandangan tertentu dalam masalah itu.

Selain itu Materi berpikir dan penulisan dalam kitab-kitab yang ada sebelumnya
dan menunjukan bentuk yang lebih sempurna, sebagaimana dalam kitab fushul fi al ushul karya
abu baker ar-razi hal ini merupakan corak tersendiri corak tersendiri dalam perkembangan ilmu
ushul fiqh pada awal abad 4H., juga tampak pula pada abad ini pengaruh pemikiran yang
bercorak filsafat, khususnya metode berfikir menurut ilmu manthiq dalam ilmu ushul fiqih.

Beberapa tokoh ulama terkenal pada masa Abbasiyah :

3. Imam Syafi’i

Al-Imam al-Shafi’i lahir pada masa pemerintahan Abbasiyyah, tepatnya pada


tahun 150 H/767 M di Gazza Palestina dengan nama kecil Muhammad. Orang tua al-Shafi’i
berasal dari Makkah yang sedang merantau ke Palestina. Nama lengkapnya ialah Abu ‘Abd
Allah Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Usman bin Shafi’i bin al-Sa’ib bin Ubayd bin ‘Abd
Yazid bin Hashim bin al-Muthallib bin ‘Abd Manaf. Sedangkan nama al-Shafi’i diambil dari
nama kakeknya, Shafi’i11.

11
Abd. Halim al-Jundi, Al-Imam al-Shafi’i (Kairo: Dar al-Qolam, 1966)

11
Pola pikir Imam asy-Syafi’i secara gariss besar dapat dilihat dari kitab al-Umm
yang menguraikan sebagai berikut: “ilmu itu bertingkat secara berurutan pertama-tama adalah al-
Qur’an dan as-Sunnah apabila telah tetap, kemudian kedua Ijma’ ketika tidak ada dalam al-
Qur’an an as-Sunnah dan ketiga Sahabat Nabi (fatwa sahabi) dan kami tahu dalam fatwa tersebut
tidak adanya ikhtilaf di antara mereka, keempat ikhtilah sahabat Nabi, kelima qiyas yang tidak
diqiyaskan selain kepada al-Qur’an dan as-Sunnah karena hal itu telah berada di dalam kedua
sumber, sesungghunya mengambil ilmu dari yang teratas”12.

4. Imam Ahmad bin Hanbal

Imam Ahmad bin Hanbal adalah Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin
Hanbal bin Hilal al-Syaibani. Beliau dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabiul Awal tahun 164
H/780 M13.

Adapun dasar-dasar hukum yang digunakan Imam Ahmad bin Hanbal adalah:

1. Al-Qur’an dan Hadits, yakni apabila beliau mendaparkan nash, maka beliau tidak lagi
memperhatikan dalil-dalil yang lain dan tidak memperhatikan pendapat-pendapat sahabat
yang menyalahinya.
2. Ahmad bin Hanbal berfatwa dengan fatwa para sahabat, ia memilih pendapat sahabat
yang tidak menyalahinya (ikhtilaf) dan yang sudah sepakat.
3. Apabila fatwa sahabat berbeda-beda, Ahmad bin Hanbal memilih salah satu pendapat
mereka yang lebih dekat kepada al-Qur’an dan asSunnah.
4. Ahmad bin Hanbal menggunakan Hadits Mursal dan Dhaif apabila tidak ada atsar, qaul
sahabat atau ijma’ yang menyalahinya.
5. Apabila tidak ada dalam nash, as-Sunnah, qaul sahabat, riwayat masyhur, hadits mursal
dan dhaif, Ahmad bin Hambal menganalogikan (menggunakan qiyas) dan qiyas baginya
adalah dalil yang digunakan dalam keadaan terpaksa14.

Dalam sejarah pekembangan ilmu ushul fiqih pada abad 5 H dan 6 H ini
merupakan periode penulisan ushul fiqih terpesat yang diantaranya terdapat kitab-kitab yang
menjadi kitab standar dalam pengkajian ilmu ushul fiqih selanjutnya.

12
M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab( Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2002), h. 212
13
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab (Jakarta: PT. Lentera Basritama, 1999), h. 31
14
M. Ali Hasan, Perbandingan, h. 188

12
Pada periode ini, metode penggalian hukum juga bertambah banyak, baik corak
maupun ragamnya. Dengan demikian bertambah banyak pula kaidah-kaidah istinbat hukum dan
teknis penerapannya. Sebagai contoh Imam Abu Hanifah dalam memutuskan perkara membatasi
ijtihadnya dengan menggunakan al-Quran, Hadis, fatwa-fatwa sahabat yang telah disepakati dan
berijtihad dengan menggunakan penalarannya sendiri, seperti istihsan. Abu Hanifah tidak mau
menggunakan fatwa ulama pada zamannya. Sebab ia berpandangan bahwa mereka sederajat
dengan dirinya. Imam Maliki setelah al-Quran dan Hadis lebih banyak menggunakan amal
(tradisi) ahli madinah dalam memutuskan hukum, dan maslahah mursalah.

Pada periode inilah ilmu Ushul Fiqih dibukukan. Ulama pertama yang merintis
pembukuan ilmu ini adalah Imam Syafi’i, ilmuan berkebangsaan Quraish. Ia memulai menyusun
metode-metode penggalian hukum Islam, sumber-sumbernya serta petunjuk-petunjuk Ushul
Fiqih. Dalam penyusunannya ini, Imam Syafi’i bermodalkan peninggalan hukum-hukum fiqih
yang diwariskan oleh generasi pendahulunya, di samping juga rekaman hasil diskusi antara
berbagai aliran fiqih yang bermacam-macam.

C. FAKTOR-FAKTOR KEMUNDURAN FIQH


Pada periode ini, pemerintah bani Abbasiyah akibat berbagai konfik dan beberapa faktor
sosiologis dalam keadaan lemah. Banyak daerah yang melepaskan diri dari kekuasaannya dan
mendirikan kerajaan-kerajaan sendiri-sendiri, seperti kerajaaan bani samani si Turkistan (874M-
999M), bani ikhsydi di Mesir (935M-1055M) dan beberapa kerajaan kecil lainnya yang antara
satu dengan yang lain saling berebut peengaruh dan banyak terlibat dalam situasi konflik.

Beberapa faktor kemundurannya adalah sebagai beriikut :

1. Timbulnya taklid

Pada era kondisi ini perjalanan fiqh islam sangat buruk sekali. Pada periode ini
adalah fase terpanjang dalam sejarah fiqh islam, mengalami kemunduran dan jumud15.

15
Adi yusuf salsabilah,ibda wahyu setiana.”fiqih pada masa kemunduran dan kebangkitan
kembali”[situs online] dapat diakses di : http://pikirdandzikir.blogspot.com/2017/10/fiqih-pada-
masa-kemunduran-dan.html

13
2. Kemunduran dibidang politik

Terpecahnya dunia islam menjadi beberapa wilayah kecil yang masing-masing


keamirannya sibuk saling berebut kekuasaan, saling memfitnah, dan berperang sesama muslim
yang mengakibatkan ketidaktentraman masyarakat muslim. Kondisi yang semacam ini pada
gilirannya menyebabkan kurang perhatian terhadap ilmu dan pemikiran tentang fiqh.

3. Dianutnya pendapat mazhab tanpa pemikiran yang kritis

Hal ini menyebabkan orang tidak mau meneliti kembali pendapat-pendapat


terseburt. Orang merasa cukup dengan mengikuti madzhab tersebut bahkan mempertahankannya
dan membelanya tanpa mengembalikan kepada sumber pokok Al-qur’an dan Al-sunnah.

4. Banyaknya kitab-kitab fiqh

5. Berkembangnya tasawuf

7. Jatuhnya Cordoba sebagai pusat kebudayaan islam di barat

D. MASA KEBANGKITAN FIQH KEMBALI


Kebangkitan kembali pemikiran Islam adalah sebagai reaksi terhadap sikap taqlid yang
telah membawa kemunduran hukum Islam. Gerakan kembangkitan kembali Tasyri’ Islam adalah
munculnya gerakan baru oleh para ahli hukum Islam disebut salaf (salaffiyah) yang ingin
kembali kepada kemurnian ajaran Islam yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Fase ini dimulai dari
akhir abad XIII H / 19 M sampai pada hari ini.

Beberapa karakteristik kebangunan kembali tasyri’ Islam antara lain adalah16:

1. Munculnya semangat tajdid, sebagai manifestasi dari seruan terbukanya kembali ijtihad
di kalangan orang muslim;
2. Munculnya jargon kembali kepada al-Qur’an dan al-Hadits;
3. Dibukanya kembali pintu ijtihad;
4. Berkembangnya tasyri’ pada masa modern.

16
Mohammad Rana,” Gerakan Kebangkitan Hukum Islam Pasca Periode Jumud Dan Taklid” [situs online] dapat
diakses pada : http://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/files_dosen/modul/Pertemuan_13AS.2110358.pdf

14
Sebagai reaksi terhadap sikap taqlid, sesungguhnya pada periode kemunduran telah
muncul beberapa ahli yang ingin tetap melakukan ijtihad, untuk menampung dan mengtasi
persoalan-persoalan dan perkembangan masyarakat (Mohammad Daud Ali,1990:197). Para
ulama membuat terobosan-terobosan atau langkah-langkah untuk melakukan ijtihad sebagai
solusi penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi umat Islam.

Beberapa tokoh pada masa kebangkitan kembali fiqh17 :

1. Muhammad Ibn Abd Wahhab (1703M – 1791M)


2. Sayyid Ahmad Syahid (1786M – 1831M)
3. Muhammad Abduh (1849M – 1905M)
4. Syeikh Muhammad As-Sirhindi

BAB III

17
Heppi Surya,”Perkembangan hokum islam pada masa kebangkitan kembali” [situs online] dapat diakses pada :
https://www.academia.edu/34909067/PERKEMBANGAN_HUKUM_ISLAM_PADA_MASA_KEBANGKITAN_KEMBALI

15
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari beberapa urain diatas dapat disimpulkan bahwa sejarah perkembangan ilmu fiqih tak
terlepas dari sumber-sumber hukum. Menurut teori hukum Islam yang dibuat orang-orang
muslim pada zaman pertengahan, struktur hukum Islam dibangaun di atas empat dasar, yang
disebut ’Sumber-sumber Hukum’, sumber-sumber tersebut adalah al-Qur’an, Sunnah Nabi, Ijma’
(Konsensus), Qiyas (Penalaran Analogi).
Setiap aliran pemikiran menghasilkan ahli hukumnya sendiri yang kemudian akan
menghasilkan karya yang menjadi dasar karya masa depan dalam madzhab yang sama. Setiap
sekolah menetapkan metodologinya untuk menafsirkan teks dan mendapatkan keputusan hukum
darinya. Setiap madzhab mengembangkan seperangkat prinsip dan metodologi independen yang
digunakan untuk mendapatkan aturan hukum dari Al-Quran, Sunnah, Ijmāʿ, dan Qiyās. Karena
beberapa faktor, empat madzhab pemikiran memperoleh penerimaan dan keunggulan yang luas:
1) Ḥanafī, 2) Mālikī, 3) Shāfiʿī, dan 4) Ḥanbalī. Melalui upaya tak kenal lelah dari para ahli
hukum yang luar biasa inilah Fiqh dikodifikasi, diorganisir, dan dilestarikan untuk generasi
mendatang. Banyak dari karya-karya ini telah diwariskan dari generasi ke generasi dan masih
dibaca, dipelajari, dijelaskan, dan dikomentari hingga hari ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Supriadi Dedi, M.Ag. 2013. Ushul Fiqh Perbandingan. Bandung : CV PUSTAKA SETIA

Atmaja,Karim, Fatkan.2017.”perkembangan ushul fiqh dari masa ke masa” dalam jurnal


ilmu syari’ah Vol. 5 No. 1, (halaman 23-38). Bogor : Universitas ibn khaldun Bogor

Prof. Dr. Syfe’I, Rachmat. 2007. Ilmu ushul fiqih. Bandung : CV PUSTAKA SETIA

Drs. MOH. Bisri,Adib . 1977. Tarjamah Al-fara idul bahiyyah. Rembang: MENARA KUDUS

Muzakir . 2008.”periodisasi fiqh(perbandingan fiqh dari masa rasulullah SAW sampai


sekarang)” dalam jurnal ilmiah islam future vol. 7, (halaman 1).

Adi yusuf salsabilah,ibda wahyu setiana.”fiqih pada masa kemunduran dan kebangkitan
kembali”[situs online] dapat diakses di : http://pikirdandzikir.blogspot.com/2017/10/fiqih-pada-
masa-kemunduran-dan.html

17

Anda mungkin juga menyukai