Anda di halaman 1dari 13

Makalah

Islam Sebagai Solusi Berbagai Problematika Sosial dan Budaya

Kelompok 3

Universitas Trunojoyo Madura


Bangkalan
2020

KATA PENGANTAR
Puja dan Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan makalah kami mengenai Islam Sebagai Solusi Berbagai
Problematika Sosial dan Budaya. Kami menyadari bahwa makalah ini dapat
terselesaikan atas bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada
kesempatan ini kami selaku penyusun ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ibu dosen mata kuliah pengampu.
2. Teman kelompok.
3. Orang tua kami tercinta.
4. Serta semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada
kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan, mendapatkan balasan
dari Tuhan Yang Maha Esa. Kami selaku penyusun menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu, segala saran
dan kritik dari para pembaca sangat kami butuhkan demi kesempurnaan penyusunan
makalah di masa yang akan datang.
Akhirnya dalam kesederhanaan bentuk ini, kami berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat kepada para pembacanya.

Penyusun

DAFTAR ISI
Judul 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 5
BAB II 5
2.1 Islam 6
2.2 Al – Qur’an 7
2.3 Kebudayaan 7
2.4 Pacaran sebagai fenomena 10
2.5 Krisis budaya dan nilai – nilai luhur 10
BAB III 12
DAFTAR PUSTAKA 13

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agama islam merupakan agama yang diwahyukan Allah Subhanahu Wa Ta’alla
(SWT) kepada Nabi Muhamad Shallahu‘alaihi Wa Sallam (SAW). Agama islam
adalah agama yang disahkan oleh Allah SWT sebagai penutup agama-agama
sebelumnya dan sudah disempurnakan lewat nikmat dan hidayah bagi hamba-
hambaNYA yang bertakwa. Allah hanya merihdoi orang-orang yang memeluk agama
islam, oleh sebab itu tidak ada agama yang lain yang diterima selain islam.
Problematika sosial dan budaya dalam bangsa Indonesia cukup memprihatinkan
contohnya saja masih banyak pejabat-pejabat besar yang melakukan praktek-praktek
culas yang merugikan orang lain. Hal ini biasa dikategorikan sebagai korupsi, dimana
korupsi itu menyebabkan berkurangnya investasi serta meningkatkan jumlah
kemiskinan. Contohlain dari problematika sosial dan budaya adalah banyaknya anak
remaja yang berpacaran (Non-muhrim) yang dapat mengakibatkan terjerumus dalam
perzinaan.
Zaman Nabi Muhammad pacaran itu hanya dilakukan pada orang yang sudah
benar-benar matang dengan memilih pilihan hidupnya ( Khitbah ). Khitbah dalam
istilah bahasa Indonesia sendiri adalah bertunangan atau meminang lawan jenis.
Meskipun khitbah tidak identik dengan pacaran, tapi khitbah merupakan suatu
komitmen yang menjanjikan untuk keduanya agar dapat menuju kejenjang
pernikahan. Malakah “ Islam sebagai Solusi Berbagai Problematika Sosial dan
Budaya” akan menjelaskan berbagai masalah dalam kehidupan baik sosial maupun
budaya yang dapat diselesaikan dengan cara akurat menurut syariat islam.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat ditentukan rumusan
masalah yakni sebagai berikut :
1. Apa pengertian agama islam?
2. Bagaimana menyelesaikan problematika sosial dan budaya di Indonesia menurut
agama islam?
3. Bagaimana cara menghindari problematika sosial dan budaya menurut syariat
islam?
4.
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat ditentukan tujuannya adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pentingnya agama islam bagi pemecah problematika
sosial dan budaya di Indonesia.
2. Untuk mengetahui cara menyelesaikan problematika yang sudah terjadi di
Indonesia.
3. Untuk mengetahui cara agar dapat mengindari problematika sosial dan
budaya.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Islam
Islam merupakan agama yang dapat dikatakan sebagai agama yang sangat
menonjol dari segi sosial. Dalam agama islam, hampir semua ibadah yang telah
disyariatkan mengandung nilai-nilai sosial. Contoh nilai sosial yang terkandung
dalam hal ibadah bukan hanya pada ibadah qurbahn, tetapi jugan dalam ibadah
lainnya seperti shalat, zakat, puasa, infaq, haji, waqaf. Terdapat hukuman atas
pelanggaran yang dilakukan disebabkan adanya halangan dalam melaksanakan
ibadah. Hukuman atau pengganti yang harus dibayar mengandung nilai-nilai sosial,
seperti kafarat dzihar, fidyah, dan lain-lain.
Puasa dikatakan dapat menumbuhkan nilai-nilai empati dalam diri manusia,
karena dengan puasa orang kaya dapat merasakan bagaimana orang miskin yang
kekurangan harta benda harus kekurangan untuk membeli makanan yang diguakan
untuk membuat mereka tetap tegak dan bertahan hidup. Zakat atau infaq mengandung
nilai toleransi atau bisa disebut sebagai adanya kepedulian terhadap sesama. Zakat
dan infaq dapat membantu masyarakat dalam hal konsumtif, misalnya untuk
memenuhi kebutuhan secara pribadi maupun keluarga, membantu orang lain untuk
mengembangkan usaha.
Pendidikan agama islam sebagai pondasi yangs angat kuat untuk menciptakan
hubungan sosial yang adapada masyarakat yang memiliki budaya dan membudayakan
kebudayan bangsa. Pendidikan agama islam sebagai proses menciptakan generasi
generasi madanai. Generasi madani maksudnya adalah generasu yang mengetahui
dan memahami hakikat penciptaan manusia, dengan adanya pemahaman yang baik
akan memperlancar kemajuan dan perkembangan bangsa, dengan hal tersebut akan
tercipta generasi bangsa yang tidak hanya pandai dalam bidang ilmu pengetahuan
tetapi pandai dalam segala hal serta membentuk generasi yang memiliki moral etika
yang menjadi karajter dalam diri manusia.

2.2 Al – Qur’an
Al – qur’an ialah kitab suci bagi umat islam yang diturunkan oleh allah yang
digunakan sebagai petunjuk oleh umatnya. Dalam hal ini bukan hanya sekedar
petunjuk dalam mejalankan ibadah dan tuntutan yang diberikan oleh Allah tetapi juga
sebagai pedoman manusia dalam berkehidupan. Al – qur’an diturunkan oleh Allah
kepada hambanya (manusia), artinya islam dilahirkan untuk seluruh manusia yang
hidup di bumi bukan hanya milik suatu kamu atau pun suatu negara.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa islam adalah solusi
dalam problematika sosial maupun budaya. Islam hadir untuk mewujudkan tatanan
masyarakat yang madani (civiled society). Islam tidak hanya hubungan spiritual
antara hambanya (manusia) dan tuhannya, tetapi islam juga berhubungan dengan
manusia dan manusia (sesama manusia) yaitu interaksi antar manusia, gaya hidup
(lifestyle) dan worldview (pandangan alam / pandangan hidup)
.
2.3 Kebudayaan
Maju tidaknya suatu bangsa dapat dilihat dari kuat atau tidaknya identitas
yang dimiliki bangsa sebagai bangsa yang berkaratker. Bahsa yang besar merupakan
bangsa yang berbudaya. Bangsa yang berbudaya erat kaitanyya dengan ilmu
pengetahuan yang dimiliki oleh rakyat. Ibnu Khaldun dalam muqaddimah
mengatakan bahwa ilmu dapat maju hanya dengan masyarakat berkembang dan
berperadaban.
Asal dari kebudayaan adalah dari bahasa sansekerta, budhayah merupakan
bentuk jamak dari budhi yang berarti bui atau akal, dengan demikian budaya dapat
diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Makhluk Allah SWT satu-
satunya yang memili akal adalah manusia, dengan memaksimalkan akal yang sudah
dikaruniakan manusia dapat mengikat waktu serta menciptakan budaya, sehingga
menjadikan budaya menjadi warna-warni dalam kehidupan ini. Kata kebudayaan
didefinisikan pertama kali oleh E.B.Taylir tahun 1871, dalam buku yang berjudul
Primitive Cultur kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan yang mencakup
pengetahuan, seni, kepercayaan, hukum, moral, adat serta kemampuan dan kebiasaan
lainnya.
Indonesia merupakan bangsa yang beragam, misalnya keberagaman dalam
agama, keberagaman bahasa, keberagaman adat istiadat sdan lain-lainnya.
Kebergaman yang ada memberikan warna yang indahn apabila diimbangi dengan
perilaku, etika atau moral yang baik. Bersama-sama bersatu untuk saling
bersosialisasi dan berbudaya untuk bangsa.
Persoalan mengenai kebudayaan Indonesia sangatlah menarik dan penting
untuk dibahas. Sebagian orang Indonesia sendiri sering merasa kebingungan jika
ditanya tentang Indonesia atau kebudayaan yang dimiliki oleh Indonesia. Ada pula
yang berusaha mendefinisikan Indonesia dalam kerangka kebudayaan yang terlampau
sederhana atau cenderung menelaah pada permukaannya saja.
Banyak pihak yang mencoba menguraikan Indonesia biasanya terbagi menjadi
dua pandangan. Yang pertama mendefinisikan kebudayaan Indonesia sebagai puncak
kebudayaan daerah. Paling tidak hal ini dapat kita lihat pada perayaan HUT ke-72
Republik Indonesia di istana negara. Penggunaan pakaian adat dalam upacara
kenegaraan tahunan itu tidak hanya tengah mempertontonkan keanekaragaman
budaya Indonesia, tetapi juga memperlihatkan pandangan terhadap kebudayaan
Indonesia yang berasal dan terbentuk dari puncak-puncak keragaman kebudayaan
daerah di Indonesia. Menggunakan baju adat yang beragam dalam acara resmi
nasional dianggap salah satu bentuknya.
Yang kedua sering juga menyebut, kebudayaan Indonesia sebagai bagian dari
kebudayaan dunia. Sudah sejak lama bangsa ini berinteraksi dengan berbagai bangsa
lainnya. Dengan keadaan geografis yang strategis, sejak dahulu wilayah Indonesia
adalah wilayah yang ramai dikunjungi oleh bangsa-bangsa lainnya. Dimulai dari
hubungan dan perdagangan yang normal hingga kolonialisme. Bangsa Indonesia
banyak menyerap kebudayaan dari luar dan menjadikan kebudayaan itu miliknya.
Sebagai salah satu wujudnya, bahasa Indonesia sendiri dipengaruhi berbagai bahasa
lain dari berbagai belaham dunia seperti bahasa Arab, bahasa Belanda, bahasa
Inggris, bahasa Portugis, dll.
Dalam tulisan di berikut, H.B. Jassin, seorang pengarang, penyunting, dan
kritikus sastra asal Gorontalo, menyatakan bahwa persoalan kebudayaan manusia
Indonesia yang masih sekadar teori belaka, belum sampai pada praktiknya. Tahun
1930-an, beberapa tokoh nasional seperti Sutan Takdir Alisjahbana (STA), Sanusi
Pane, sastrawan pujangga baru, serta tokoh nasional lainnya berusaha merumusakan
cita-cita nasional dalam segala bidang, salah satunya bidang kebudayaan. Mereka
berkehendak mengangkat sastra Indonesia dan kebudayaan Indonesia agar terlepas
dari bentuk yang dianggap tradisional, usang, dan tak mampu bersaing dengan
keadaan zaman yang baru.
Bagi STA, kebudayaan Timur bersifat statis sehingga mati dan tidak
berkembang, sementara kebudayaan Barat bersifat dinamis sebab itu dapat terus eksis
dan menguasai dunia. Karenanya, di mata STA, Indonesia sebagai bagian dari Timur
harus mengganti kiblatnya ke Barat agar bisa bangkit dan menyejajarkan diri dengan
masyarakat Barat. Bagi Sanusi Pane, ke-Indonesiaan yang ideal adalah menyatukan
Faust dengan Arjuna, memesrakan materialisme, intelektualisme, dan individualisme
dengan spiritualisme, perasaan dan kolektivisme. Sanusi Pane cenderung
mempercayai bahwa Timur lebih baik karena “materialisme, intelektualisme, dan
individualisme” yang merupakan dasar berkembangnya budaya Barat dapat pula
menimbulkan ketimpangan sosial.
Menurut pandangan beliau di tahun 1950 ini, H.B. Jassin melihat bahwa tidak
selayaknya pembahasan kebudayaan Indonesia perlu sampai pada bahasan
pertentangan antara Timur dengan Barat. Hal ini dianggap tidak nyata dan signifikan.
Kedua budaya ini, bagi H.B. Jassin, telah turut mewarnai kebudayaan Indonesia. Ia
merasa kita cukup melihat keadaan dalam klasifikasi kebudayaan Indonesia dengan
kebudayaan luar negeri. Ini dianggap lebih nyata untuk ditelaah. Tidak perlu pula
terlalu banyak teori, tetapi pada praktiknya kita belum juga punya ciri khas sebagai
manusia Indonesia. Hingga saat ini, masih banyak masyarakat di suatu daerah yang
memegang teguh semua adat istiadatnya sementara masyarakat yang tinggal dan
berada di perkotaan sudah tidak menggunakan adat istiadatnya serta hidup dalam
modernitas. Tulisan ini dimuat kembali dari majalah Mimbar Indonesia, tahun IV,
No. 35, 2 September 1950, halaman 3 dan 29.
2.4 Pacaran sebagai fenomena
Fenomena pacaran yang merupakan trend sepanjang masa, dimana
masyarakat tidak akan pernah mampu membendung fenomena tersebut. Dahulu
pacaran hanya dilakukan oleh mereka yang telah sampai pada tahap matang, maksud
matang disini adalah mapan , baik dalam konteks usia, ekonomi, kedewasaan dan
lainnya, maka sekarang pacaran bukan lagi perilaku yang dianggap tabu yang aneh
oleh masyarakat. Pelajar, karyawan, pedagang, santri bahkan tukang becak juga
melakukan aktifitas tersebut.
Telah menjadi persoalan yang lumrah. Secara sederhana pacaran merupakan
sebuah interaksi antara perempuan dan laki-laki atau biasa diistilahkan dengan non-
murhim. Pacaran tergolong interaksi yang relatif. Misalnya, bentuk pacaran yang
hanya dalam batasan diskusi saja, apel ke kos atau rumah pacar, pergi bersama ke
tempat wisata, mengerjakan tugas kuliah, berboncengan dan lainnya bahkan sampai
ke tahap tidak normal. Fenomena pacaran dalam hal ini tidak dapat diartikan secara
semena-mena. Sebagai pemeluk agama islam harus melihat dari berbagai sudut
pandang misalnya dari psikologis, ekonomi, sosiologi, biologis dan pastinya agama.
Zaman Nabi Muhammad SAW pacaran hanya dilakukan oleh orang yang benar-benar
matang serta siap untuk melanjutkan ke jenjang khitbah. Khitbah dalam bahasa
indonesia diartikan sebagai pertunangan atau meminang. Khitbah merupakan
komitmen yang menjanjikan untuk beranjak ke tahap pernikahan.

2.5 Krisis budaya dan nilai – nilai luhur


Hal yang terjadi adalah manusia yang berperilaku tidak pad mestinya dan cara
pandang hidup kita yang tidak tepat. Cara pandang dan berfikir yang baik
menghasilkan budaya dan perilaku yang baik pula. Kita dapat melihat dilingkungan
sekitar kita.
Apabila manusia berfikir dan berfokus hanya pada pencapaian dan
mengabaikan proses, maka manusia tersebut akan melahirkan manusia yang
pragmatis. Pragmatis adalah menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan yang ia
inginkan. Budaya korupsi sudah merebak, hal ini terjadi akibat pandangan mereka
yang sempit dan mereka tidak menyadari bahwa yang mereka lakukan akan medapat
ganjaran. Bahwasanya dunia ini hanyalah sementara.
“Tidaklah beriman seorang pezina ketika ia sedang berzina. Tidaklah
beriman seorang peminum khamar ketika ia sedang meminum khamar. Tidaklah
beriman seorang pencuri ketika ia sedang mencuri”. (H.R al-Bukhari dari Abu
Hurairah : 2295)
Pandangan hidup (worldview) adalah penentu dari cara berperilaku manusia.
Hal tersebut melahirkan sebuah budaya yang merupakan hasil dari cara pandangan
hidup kita. Oleh karena itu cara pandang terhadap kehidupan dan alam yang baik
dan luas, tidak hanya sekedar realita kehidupan ini satu sisi saja, tetapi juga dengan
sisi yang lainnya pula.
Padangan hidup yang dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan ini adalah
Islamicworldview (pandangan hidup islam). Menurut Al – Mauwdudi islamic
worldview adalah pandangan hidup yang dimulai dari konsep keesaan tuhan yang
berimplikasi pada keseluruhan kegiata kehidupan yang ada di bumi ini. Shahadah
ialah pertanyaan moral yang manusiawi untuk melaksanakannya dalam kehidupan
sehari – hari.
Pandangan hidup Islam ini mencakup segala aspek kehidupan manusia bahkan
kehidupan setelah kematian, juga sangat memperhatikan persoalan moralitas dan
akhlak, sebab Islam hadir ditengah-tengah kita untuk membri petunjuk tentang
kebenaran dan kebathilan (QS. [02]:184) Serta Nabi diutus untuk menyempurnakan
Akhlak yang mulia.
“Sesungguhnya aku diutus, (tiada lain, kecuali) supaya menyempurnakan akhlak
yang mulia”. (HR. Ahmad dari Abi Hurairah
Dengan sadarnya manusia akan konsep keesaan tuhan (sebagaimana seperti
yang telah disampaikan Al - Mauwdudi) serta kehidupan setelah kematian akan
melahirkan pribadi yang rabani. Agar tercipta sebuah masyarakat yang beradab dan
berbudaya.

BAB III
PENUTUP
Hampir semua ibadah yang telah disyariatkan mengandung nilai-nilai sosial.
Contoh nilai sosial yang terkandung dalam hal ibadah bukan hanya pada ibadah
qurbhan, tetapi jugan dalam ibadah lainnya seperti shalat, zakat, puasa, infaq, haji,
waqaf. Salah satu pedoman dalam Islam yaitu Al-Qur'an. Al – qur’an ialah kitab suci
bagi umat islam yang diturunkan oleh allah yang digunakan sebagai petunjuk oleh
umatnya. Dalam hal ini bukan hanya sekedar petunjuk dalam mejalankan ibadah dan
tuntutan yang diberikan oleh Allah tetapi juga sebagai pedoman manusia dalam
berkehidupan.
Kehidupan manusia sangatlah luas sehingga perlu adanya sebuah pedoman dalam
menjalani kehidupan sehari-hari dan tetap sesuai dengan anjuran dari al-qur'an. Krisis
kebudayaan dan nilai luhur dalam kehidupan saat ini sangatlah mengkhawatirkan,
salah satu contohnya adalah adanya fenomena berpacaran dikalangan remaja.
Fenomena pacaran yang merupakan trend sepanjang masa, dimana masyarakat tidak
akan pernah mampu membendung fenomena tersebut. Secara sederhana pacaran
merupakan sebuah interaksi antara perempuan dan laki-laki atau biasa diistilahkan
dengan non-murhim. Pacaran tergolong interaksi yang relatif. Misalnya, bentuk
pacaran yang hanya dalam batasan diskusi saja, apel ke kos atau rumah pacar, pergi
bersama ke tempat wisata, mengerjakan tugas kuliah, berboncengan dan lainnya
bahkan sampai ke tahap tidak normal.
Salah satu fenomena dalam krisis budaya dan nilai luhur dalam kehidupan yaitu
pacaran harus dikembalikan terhadap kesadaran dari diri sendiri khususnya bagi
remaja. Fenomena tersebut harus difahami apakah fenomena tersebut sesuai dengan
anjuran dan pedoman dalam Islam atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA
Nurmiyanti, 2018. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEBAGAI PONDASI SOSIAL
BUDAYA DALAM KEMAJEMUKAN. [Online]
Available at:
https://www.researchgate.net/publication/331705559_PENDIDIKAN_AGAMA_ISL
AM_SEBAGAI_PONDASI_SOSIAL_BUDAYA_DALAM_KEMAJEMUKAN
[Accessed Kamis April 2020].
Syamsiyatun & Siregar, 2013. Etika Islam dan Problematika Sosial di Indonesia. 6th
ed. Jakarta: Globethics.net.
Zulkarnaen, 2005. Keutamaan Islam dalam konsep sosial. [Online]
Available at: https://www.rumahzakat.org/keutamaan-islam-dalam-konsep-sosial/
[Accessed Kamis April 2020].

Anda mungkin juga menyukai