Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA KEFARMASIAN

“Matematika Sebagai Sarana Berpikir Deduktif”

DISUSUN OLEH :

1. PATRICIA O.NUBATONIS (214111026)


2. RAMBU ERY ATA DAUKI (214111027)

FAKULTAS KESEHATAN
PRODI STUDI SARJANA FARMASI
2021/2022
UNIVERSITAS CITRA BANGSA KUPANG
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Matematika Sebagai
Sarana Berpikir Deduktif”

Kami berterima kasih atas beberapa pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan dan beberapa hal yang bersangkutan
dengan materi tersebut. tersebut. Kami juga menyadari menyadari sepenuhnya bahwa
didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu
kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun. Akhir kata, kami memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini
terdapat banyak kesalahan.

Kupang, 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................i


KATA PENGANTAR ............................................................................ii
DAFTAR ISI .........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................1
B. Rumusan Masalah .............................................................................2
C. Manfaat dan Tujuan...........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Matematika Dan Dasar Perkembanganya....................................3
2.2 Matematika Dan Cara Berpikir Deduktif.........................................................5
2.3 Karakteristik Berpikir Deduktif................................................................7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...........................................................................................8
3.2 Saran......................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dari waktu ke waktu, jumlah manusia diatas muka bumi senantiasa bertambah.
Bertambahnya jumlah manusia tersebut berdampak pada meningkatnya jumlah barang
dan jasa yang dibutuhkan oleh manusia untuk menjaga kelangsungan hidup. Dilain pihak,
barang dan jasa yang dibutuhkan tersebut terbatas jumlahnya. Terbatasnya barang yang
tersedia, sebagai konsekuensi dan terbatasnya bahan mentah yang disediakan oleh alam.
Adapun terbatasnya jasa, sebagai konsekuensi dari semakin banyaknya masalah-masalah
baru yang lebih rumit yang memerlukan keahlian khusus untuk dapat menyelesaikannya.

Terbatasnya bahan mentah yang digunakan untuk menciptakan barang jadi serta
semakin meningkatnya kebutuhan akan keahlian-keahlian khusus tersebut menuntut
manusia untuk menciptakan ilmu-ilmu baru dalam rangka meningkatkan kemampuan
penyediaan barang dan jasa yang dibutuhkan tersebut. Dengan ilmu-ilmu tersebut,
diharapkan manusia dapat memanipulasi alam sehingga dapat dihasilkan barang dalam
jumlah besar serta dapat ditemukan keahlian-keahlian baru yang dapat memenuhi
kebutuhan akan jasa yang semakin meningkat dan beragam.

Salah satu contoh penerapan ilmu dalam memanipulasi alam dalam rangka
meningkatkan produksi barang untuk memenuhi kebutuhan manusia dalah proses
produksi ayam potong. Dahulu untuk menghasilkan ayam yang siap potong harus dimulai
dari proses bertelur dan pengeraman hingga menetas menjadi anak ayam. Anak ayam
tersebut diasuh oleh induknya dan diberi makan hingga tumbuh besar sampai pada tahap
siap potong. Proses alami ini tentu saja memakan waktu yang relatif lama dan jumlah
yang dihasilkan terbatas. Seiring dengan peningkatan kebutuhan akan ayam sebagai
akibat semakin meningkatnya jumlah manusia, maka proses alami tersebut tidak dapat
digunakan lagi. Manusia harus berpikir keras bagaimana menciptakan suatu proses
produksi ayam potong yang dapat menghasilkan dalam jumlah besar dalam kurun waktu
yang relatif singkat. Dari sinilah akhirnya ditemukan ilmu baru dimana penetasan telur
ayam dilakukan dengan menggunakan panas listrik dan pembesaran dilakukan dengan
pemberian pakan dan obat-obatan yang padat gizi dan tanpa pengasuhan oleh induk.
Dengan cara ini, dimungkinkan proses produksi secara masal dan dalam kurun waktu
yang relatif singkat.

Ilmu-ilmu baru tersebut tidak serta merta muncul melainkan lahir dari proses
kegiatan ilmiah. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir
yang ilmiah juga. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan
ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu
hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka
kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan. Dengan kata lain, mempelajari sarana
ilmiah sangat penting bagi semua orang yang melakukan kegiatan ilmiah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Saja Sarana Berpikir Ilmiah?
2. Apa Saja Peranan Sarana Berpikir Ilmiah Tersebut?
3. Bagaimanakah Hubungan Antara Sarana Berpikir Ilmiah Bahasa, Matematika Dan
Statistika?

C. Tujuan
1. Untuk memberikan gambaran tentang teorimatematika dan dasar-dasar
perkembangannya.
2. Untuk memberikan petunjuk bagaimana matematika menjadi sarana berpikir
induktif.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Matematikan Dan Perkembangannya


Sarana berpikir pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah
dalam berbagai langkah yang harus ditempuhnya. Pada langkah tertentu biasanya
diperlukan sarana yang tertentu pula. Oleh sebab itulah maka sebelum kita
mempelajari sarana-sarana berpikir ilmiah ini sebaiknya kita telah menguasai
langkah-langkah dalam kegiatan langkah tersebut. Dengan jalan ini maka kita akan
sampai pada hakekat sarana yang sebenarnya sebab sarana merupakan alat yang
membantu dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan kata lain, sarana ilmiah
mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah secara
menyeluruh.

Dalam proses pendidikan, sarana berpikir ilmiah ini merupakan bidang studi
tersendiri. Dalam hal ini kita harus memperhatikan 2 hal, yaitu:

a) Sarana ilmiah bukan merupakan kumpulan ilmu, dalam pengertian bahwa


sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan
berdasarkan metode ilmiah. Seperti diketahui, salah satu diantara ciri-ciri
ilmu umpamanya adalah penggunaan induksi dan deduksi dalam
mendapatkan pengetahuan. Sarana berpikir ilmiah tidak mempergunakan
cara ini dalam mendapatkan pengetahuannya. Secara lebih jelas dapat
dikatakan bahwa ilmu mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan
pengetahuaannya yang berbeda dengan sarana berpikir ilmiah.
b) Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan
kita untuk menelaah ilmu secara baik. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu
dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita
untuk dapat memecahkan masalah kita sehari-hari. Dalam hal ini maka
sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang ilmu untuk
mengembangkan materi pengetahuaannya berdasarkan metode ilmiah.

Jelaslah bahwa mengapa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri


yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuaannya sebab fungsi
sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah dan bahkan merupakan
ilmu tersendiri.

Prof. Dr. Sockidjo Notoatmodjo menyatakan ada empat sarana yang diperlukan
untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik yaitu bahasa, logika,
matematika, dan statistika. Hal ini selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Jujun yang
juga menyatakan sarana berpikir ilmiah adalah di ada empat yakni bahasa, logika,
matematika dan statistika. Namun demikian Jujun hanya menekankan pada tiga sarana
berpikir ilmiah saja yaitu bahasa, matematika dan statistika. Adapun Tim Dosen Filasafat
Ilmu, Fakultas Filsafat UGM membagi membagi sarana berpikir ilmiah menjadi tiga
yaitu Bahasa Ilmiah, Logika dan metematika, Logika dan Statistika. (Tim Dosen Filsafat
Ilmu, Yogyakarta).

Menurut Jujun, bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam
seluruh proses berpikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat
komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Ditinjau dari
pola berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir induktif dan berpikir
deduktif. Untuk itu, maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika
deduktif dan logika induktif, Matematika mempunyai peranan penting dalam bepikir
deduktif ini, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif.
(Jujun:175)

Dalam kesempatan kali ini penulis hanya akan membahas tiga sarana berpikir
ilmiah saja yakni bahasa, matematika dan statistika
.

2.1 Matematika

Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari


pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat "artificial"
yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu
matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati. Alfred North
Whitehead mengatakan bahwa "x itu sama sekali tidak berarti". (Jujun: 190)

Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan, untuk mengatasi kekurangan


yang terdapat pada bahasa verbal, kita berpaling kepada matematika. Dalam hal ini, kita
katakan bahwa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat
majemuk dan emosional dari bahasa verbal. Lambang lambang matematika dapat dibuat
bersifat artifisial dan individual yang merupakan ketentuan khusus untuk masalah yang
sedang dikaji. Sebuah objek yang sedang dikaji dapat dilambangkan dengan apa saja
sesuai dengan ketentuan yang kita buat. Misalnya jumlah uang kita lambangkan dengan
Y, jumlah buah mangga dilambangkan dengan X dan harga mangga per biji dilambang
dengan B. Jika ditanya berapa nilai uang yang harus dibayar untuk mendapatkan
sejumlah buah mangga dapat dilambangkan dengan Y = BX. Pernyataan dengan bahasa
matematika bersifat jelas, tidak multitafsir dan terbebas dari konotasi emosional. (Jujun:
190)

Kelebihan Matematika dibandingkan dengan bahasa verbal adalah sifat kauntitatif


matematika. Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita
untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Dengan bahasa verbal bila
membandingkan 2 benda yang berbeda misal tikus dengan kucing. Dengan bahasa verbal
kita dapat menyampaikan bahwa kucing lebih besar dari tikus. Kalau kita ingin
mengetahui lebih jauh mengenai ukuran kucing dan tikus tersebut, maka kita akan
menemukan kesulitan. Dan jika kita ingin menyampaikan secara eksakta berapa besar
perbandingan kedua objek tersebut, maka bahasa verbal tidak dapat menyampaikannya.
Dan untuk menjelaskan semua itu secara eksakta, maka memerlukan bahasa matematika
yang bersifat kuantitatif. Kesimpulannya, bahasa verbal hanya mampu mengatakan
pernyataan yang bersifat kualitatif. Sedangkan sifat kuantitatif dari matematika
merupakan daya prediktif dan control dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih
bersifat eksak yang memungkinkan pemecahan masalah secara tepat dan cermat.

2.2 Matematika sebagai sarana berpikir deduktif

Nama ilmu deduktif diperoleh karena penyelesaian masalah-masalah yang


dihadapi tidak didasari atas pengalaman seperti halnya yang terdapat didalam ilmu-ilmu
empiris, melainkan didasarkan atas deduksi (penjabaran).

Secara deduktif, matematika menemukan pengetahuan yang baru berdasarkan


premis-premis tertentu, walaupun pengetahuan yang ditemukan ini sebenarnya bukanlah
konsekuensi dari pernyataan-pernyataan ilmiah yang kita telah temukan sebelumnya.
Meskipun "tak pernah ada kejutan dalam logika", namun pengetahuan yang didapatkan
secara deduktif sangat berguna dan memberikan kejutan yang sangat menyenangkan.
Dari beberapa premis yang kita telah ketahui, kebenarannya dapat diketemukan
pengetahuan-pengetahuan lainnya yang memperkaya perbendaharaan ilmiah kita.

Namun demikian menurut Jujun, tidak semua ahli filsafat setuju dengan
pernyataan bahwa matematika adalah pengetahuan yang bersifat deduktif. Emanuek kant
(1724-1804) misalnya berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan sintetik
apriori dimana eksistensi matematika tergantung pada dunia pengalaman kita. (Jujun:
195)

Selain itu, matematika juga dapat digunakan untuk kegiatan praktis sehari hari
misalnya untuk mengukur luas sebuah rumah diperlukan pengukuran dan perhitungan
secara matematik.
Sementara itu dalam tujuan umum pendidikan matematika (Depdiknas, 2002: 3)
menyebutkan berbagai peranan matematika sebagai sarana berpikir ilmiah ditekankan
pada kemampuan untuk memiliki:

1. Kemampuan yang berkaitan dengan matematika yang dapat digunakan dalam


memecahkan masalah matematika, pelajaran lain, ataupun masalah yang berkaitan
dengan kehidupan nyata.
2. Kemampuan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi. Kemampuan
menggunakan matematika sebagai cara bernalar yang dapat dialih gunakan pada
setiap keadaan, seperti berpikir kritis, berpikir logis, berpikir sistematis, bersifat
objektif, bersifat jujur, bersifat disiplin dalam memandang dan menyelesaikan
suatu masalah Kemampuan-kemampuan di atas berguna bagi seseorang untuk
berpikir ilmiah dalam pendidikan dan berguna untuk hidup dalam masyarakat,
termasuk bekal dalam dunia kerja.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada Pembahasan diatas bisa disimpulkan bahwa Matematika, yaitu bahasa yang
melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-
lambang matematika bersifat "artificial" yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna
diberikan kepadanya.

Secara deduktif, matematika dapat berperan untuk menemukan pengetahuan yang


baru berdasarkan premis-premis tertentu, walaupun pengetahuan yang ditemukan ini
sebenarnya bukanlah konsekuensi dari pernyataan-pernyataan ilmiah yang telah temukan
sebelumnya.

3.2 Saran

Permasalahan yang diambil masih sangat sederhana, sehingga untuk pengkajian lebih
lanjut dapat dilakukan pembahasan mengenai:

1. Pembahasan selanjutnya dapat membahas tentang kekurangan dan kelebihan dari


masing-masing sarana berpikir ilmiah.
2. Pembahasan dapat dilanjutkan dengan membahas sarana berpikir ilmiah logika
DAFTAR PUSTAKA

Suriasumantri, S. Jujun 2005. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar
Harapan :Jakarta

Tim Dosen Filasafat Ilmu. 1996. Filsafat Ilmu. Liberty Yogyakarta: Yogyakarta.

Aprizal."Sarana Berpikir ILmiah". http://blog.unsri.ac.id/aprizal/sarana-berpikir ilmiah-


bahasa-matematika-dan-statistika/sr/3560/(Dikases tanggal 1 Oktober 2011)

www.wikipedia.com (Diakses tanggal 1 Oktober 2011).

Anda mungkin juga menyukai