DISUSUN OLEH
LIES RAHMAWATI 072112073
HARTINI
ETI KUDRATI
ELIS
YEDI
Puji syukur hanyalah milik Allah penguasa alam semesta karena berkat karunia dan
limpahan rahmatnyaNyalah penulis dapat menyesaikan makalah yang berjudul Isu
Kepemimpinan Abad 21. Makalah ini dibuat dalam rangka sebagai syarat tugas mata kuliah
Kepemimpinan di Pasca Sarjana Universitas Pakuan Bogor
Harapan penyusun , semoga makalah ini dapat menambah bahan bacaan , baik bagi
rekan-rekan mahasiswa, guru atau siapapun tentang permasalahan pendidikan . Semoga pula
makalah ini dapat memberi manfaat, terutama sekali dalam melaksanakan tugas professional
dalam bidang kependidikan.
Ibarat pepatah yang mengatakan Tak Ada Gading Yang Tak Retak, penulispun
menyadari bahwa makalah ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kelemahannya. Oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini selanjutnya.
ISI HALAMAN
HALAMAN JUDUL.... i
KATA PENGANTAR..ii
DAFTAR ISI.iii
BAB I. PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang..... 1
1.2. Rumusan masalah.... 2
1.3. Tujuan Penulisan..... 2
1.4. Metodologi.. 3
1.5. Landasan teori..4
Abad 21 yang sedang dijalani oleh manusia sejagad hari ini ternyata jauh berbeda dengan
abad-abad sebelumnya. Jarak dunia yang begitu dekat, komunikasi antar penduduk yang mudah
dan cepat, mobilitas dan pergerakan manusia yang tidak mudah dibatasi. Peran seseorang atau
sekelompok orang tidak dengan mudah dapat dikendalikan oleh orang atau kelompok orang lain.
Jejaring social yang hadir dalam dunia kedua (dunia maya) sebagai bentuk pola komunikasi antar
personal di abad 21 ini, secara tidak langsung dapat saja mengeser arahan pemimpin
konvensional.
Dalam kehidupan bernegara pemimpin merupakan jabatan yang dipegang oleh seseorang
untuk mengatur masalah yang dipercayakan kepadanya. Dalam pandangan Islam pada dasarnya
semua tindakan imam semuanya mengacu untuk mensucikan Tuhan dari syirik, penerjemah
aspirasi Tuhan dalam pemerintahan secara rasional, seperti menerapkan atau merealisasikan al-
amr bi al-ma'ruf wa al-nahy an al-munkar. Karena begitu beratnya tugas kepemimpinan maka
para pemimpin mesti mampu melaksanakan apa-apa yang diserahkan kepadanya dengan baik.
Mampu pula mengetahui cara mengerjakan yang ditugaskan kepadanya dan harus amanah,
sehingga senang (tenteram) hati orang dengan kepemimpiannya. Pemimpin adalah orang
didahulukan orang karena kelebihannya. Pemimpin haruslah merdeka, berakal dan beragama.
Dalam teori kepemimpinan disebutkan bahwa syarat menjadi pemimpin yang baik adalah
mereka yang mampu dan dapat melaksanakan fungsi kepemimpinannya. Diantaranya mampu
sebagai perencana, pemikir, organiasator, motivator, pengawas, penanggung jawab, pengayoman,
pemberi tauladan dan sebagainya.
Di masa depan, kehidupan masyarakat akan terasa lebih kompleks dengan berbagai
persoalan besar yang harus dihadapi dan diselesaikan. Kompleksitas persoalan itu menuntut
kemampuan kepemimpinan yang lebih canggih, sehingga bisa mengantarkan masyarakat dan
bangsa ke arah kemajuan. Persoalan-persoalan besar dan kompleks itu semakin nyata ketika kita
memasuki abad ke-21 nanti.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan paparan latar belakang diatas maka rumusan masalah dari makalah ini
adalah
a. Bagaimana gambaran umum kehidupan masyarakat di abad 21 ?
b. Apa saja isu dan tantangan yang dihadapi para pemimpin abad 21 ?
c. Apa saja yang termasuk kriteria yang diharapkan dari pemimpin abad 21 ?
Istilah leadershif berasal dari kata leader artinya pemimpin atau to lead artinya
memimpin. Leadershif sudah menjadi kajian tersendiri dalam ilmu manajemen, oleh karena
sifatnya yang universal dan menjadikan bahan diklat dalam perusahaan maupun dalam
organisasi. Saya katakan setiap orang punya bakat jadi pemimpin dan kepemimpinan adalah
ilmunya dan bisa diaplikasikan setelah anda menjadi pemimpin.
Garry Yukl (1994:2) menyimpulkan definisi yang mewakili tentang kepemimpinan antara
lain sebagai berikut :
b. Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang dijalankan dalam suatu situasi
tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, kearah pencapaian satu atau
beberapa tujuan tertentu (Tannenbaum, Weschler & Massarik, 1961:24)
d. Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada dan berada
diatas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan rutin organisasi (Katz & Kahn,
1978:528)
h. Kepemimpinan sebagai sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal ini pengaruh
yang sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur
aktifitas-aktifitas serta hubungan-hubungan didalam sebuah kelompok atau
organisasi (Yukl, 1994:2)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Gambaran Umum Masyarakat di Abad 21
Dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, sebagai bangsa, kita akan segera memasuki
milenium ketiga di abad ke-21. Pada saat itu masyarakat akan mengalami proses transformasi
secara fundamental dalam semua dimensi kehidupan: ekonomi, sosial, budaya, bahkan politik
dan hankam. Proses transformasi tersebut terutama akibat adanya globalisasi, yang berdampak
luas dan mempengaruhi sendi dasar kehidupan kebangsaan kita hampir di semua aspeknya.
Beberapa hal berikut ini merupakan gambaran umum kehidupan masyarakat pada abad ke-21,
yang sekaligus merupakan kencederungan global.
Pertama, ekonomi nasional akan semakin terintegrasi ke dalam ekonomi global, sehingga
bangsa Indonesia tidak bisa lagi hanya sekadar mengandalkan dinamika perekonomian di dalam
negeri semata. Globalisasi ekonomi yang ditandai oleh praktik perdagangan bebas, telah
menyebabkan dinamika perekonomian suatu negara menjadi saling tergantung. Tidak ada satu
pun negara yang menjadi kekuatan tunggal dalam menentukan perkembangan ekonomi dunia.
Setiap negara berada dalam posisi interdependensi, mengingat dinamika perekonomian global
berpengaruh secara langsung terhadap kehidupan ekonomi suatu negara. Dalam konteks ini,
maka kerjasama ekonomi baik di tingkat regional seperti AFTA dan NAFTA maupun di tingkat
internasional seperti APEC dan WTO menjadi penting dan signifikan.
Kedua, dalam era global interaksi antarbangsa dan antarnegara akan berlangsung semakin
intensif, terbuka, dan transparan. Dalam proses interaksi demikian, maka dengan mudah terjadi
pertukaran dan adaptasi nilai-nilai budaya di antara bangsa-bangsa di dunia. Pergaulan antar
bangsa tersebut memungkinkan terjadinya proses saling mempengaruhi dan saling menyerap
nilai-nilai budaya di antara bangsa-bangsa tersebut. Dampak globalisasi yang paling nyata adalah
masuknya nilai-nilai budaya asing ke dalam masyarakat Indonesia, baik yang negatif maupun
yang positif. Untuk itu, kita perlu lebih selektif dalam menyerap nilai-nilai budaya asing, agar
kita tidak gampang terpengaruh oleh pola hidup yang tidak selaras dengan kepribadian dan jati
diri bangsa Indonesia sendiri. Kita boleh saja menyerap dan mengadopsi nilai budaya asing yang
positif seperti etos kerja, ilmu pengetahuan, disiplin, menghargai waktu, dan semangat mencapai
prestasi. Namun, kita harus membuang jauh-jauh nilai-nilai yang negatif seperti materialisme,
konsumerisme, hedonisme, sekularisme, dan pergaulan bebas yang mengabaikan etika dan
moral, utamanya moralitas agama.
Ketiga, di bidang politik dan hankam juga demikian halnya. Dalam batas-batas tertentu,
dinamika politik di dalam negeri baik secara langsung maupun tidak langsung, dipengaruhi oleh
perkembangan politik internasional. Penetrasi kekuatan-kekuatan asing, dalam beberapa hal,
berpengaruh terhadap lemah-kuatnya ketahanan dan stabilitas politik nasional. Berbagai isu
penting yang selalu menjadi bahan diskusi publik, antara lain, isu keterbukaan, demokratisasi,
dan hak asasi manusia. Isu-isu tersebut berkembang luas dan menjadi perbincangan di tengah-
tengah masyarakat, dan dunia internasional acapkali menjadikan isu tersebut sebagai parameter
untuk menilai tingkat kehidupan demokrasi di suatu negara. Oleh karena itu, kita seyogianya bisa
merespons isu-isu tersebut secara positif, dan menjadikannya sebagai bagian dari agenda bangsa
di masa depan.
Memasuki abad ke-21, bangsa Indonesia akan dihadapkan pada berbagai persoalan besar
baik pada level nasional, regional, maupun internasional. Kita bisa membayangkan bahwa abad
ke-21 adalah suatu zaman yang amat maju dan modern. Kehidupan yang makin maju dan
modern itu, mempunyai sejumlah karakteristik yaitu masyarakatnya lebih rasional, terbuka,
bebas, demokratis, dan egaliter. Terlebih lagi ketika masyarakat mengalami proses transformasi
dari kehidupan agraris-tradisional ke industri-modern, maka dinamika sosial di tengah-tengah
masyarakat pun akan semakin tinggi. Secara sosiologis, proses transformasi sosial tersebut telah
mengubah corak dan watak kehidupan masyarakat. Jika pola hidup di alam agraris-tradisional
diwarnai oleh semangat kekerabatan yang kental, kolektivitas, solidaritas, toleransi, dan harmoni,
maka pada zaman industri-modern justru ditandai oleh semangat individualitas, impersonal,
egosentrisme, dan cenderung rawan konflik. Jalinan interaksi sosial di antara anggota-anggota
masyarakat pun berubah secara drastis, semula bersifat informal-kekeluargaan kemudian
berganti menjadi formal-fungsional. Dalam istilah sosiologi, pola hidup yang pertama itu disebut
gesseilschaft (paguyuban), sedangkan yang kedua disebut gemeinschaft (patembayan).
Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan hubungan sosial di antara sesama anggota
masyarakat menjadi longgar, daya rekat melemah, dan karena itu rentan terhadap berbagai
gejolak sosial sehingga mudah mengalami disintegrasi.
Masyarakat yang maju dan modern ditandai oleh semangat profesionalisme. Kita ketahui
bersama, bahwa profesionalisme itu amat diperlukan untuk meningkatkan kualitas out-put suatu
pekerjaan. Profesionalisme merupakan suatu konsep yang berkaitan erat dengan kompetensi,
yaitu suatu bentuk keandalan individu di dalam profesi yang digelutinya, yang dibangun
berlandaskan pada ilmu pengetahuan secara spesifik (specialized knowledge). Di dalam
profesionalisme mensyaratkan adanya komitmen dan landasan etik di samping harus tetap
memperhatikan landasan ideologi negara, sehingga seseorang akan menekuni bidang profesinya
dengan penuh tanggung jawab dan menggunakan standar teknis tertentu serta hasil kerjanya akan
merupakan sumbangan bagi peningkatan ketahanan nasional. Untuk bisa bersaing dalam
memanfaatkan peluang-peluang yang ada, seseorang harus mempunyai profesionalitas yang
tinggi, yang tercermin pada kapasitas, kompetensi, dan kualitas individual.
Agar bangsa Indonesia mampu menghadapi berbagai persoalan besar dan kompleks di
era global, sesungguhnyalah bangsa yang besar ini membutuhkan kepemimpinan yang kuat dan
tangguh. Dengan kepemimpinan yang kuat dan tangguh, diharapkan bisa mengantarkan
masyarakat dan bangsa Indonesia memasuki milenium ketiga, yang sarat dengan berbagai
tantangan itu. Setidaknya ada lima hal penting dan strategis, yang menjadi tantangan dalam
kepemimpinan di masa depan.
Pertama, tantangan globalisasi. Ini merupakan tantangan paling serius dan berat, yang
menuntut kesiapan secara baik, utamanya kesiapan sumber daya manusia yang berkualitas dan
kemampuan daya saing nasional. Kita ketahui bersama bahwa era global telah membuka
peluang-peluang baru terutama di bidang ekonomi, yang bila dimanfaatkan dengan baik akan
membawa pengaruh positif bagi prospek pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, peluang besar
itu tidak akan berarti apa-apa bagi bangsa Indonesia, bila kita tidak mempunyai daya dukung
yang memadai terutama sumber daya manusia yang berkualitas, yang memiliki keahlian teknis,
keterampilan, profesionalisme, serta kemampuan daya saing. Dalam konteks ini, kepemimpinan
yang solid dan andal sangat diperlukan untuk mengkonsolidasikan seluruh kekuatan dan potensi,
sehingga bangsa Indonesia mampu menghadapi masalah-masalah besar di abad ke-21.
Kedua, tantangan menjaga integrasi bangsa. Abad ke-21 telah melahirkan berbagai
kecenderungan global, antara lain, menguatnya identitas etnis dan budaya di setiap kelompok
masyarakat dan unit-unit sosial, yang masing-masing memiliki watak egosentrisme. Bagi bangsa
Indonesia, kecederungan ini tentu saja amat rawan dan rentan, mengingat realitas masyarakat
kita yang bersifat pluralistik baik dari segi etnis, budaya, maupun agama ditambah lagi faktor
geografi di mana secara lokasi penduduk terpencar di pulau-pulau. Untuk itu, semua lapisan
masyarakat dan komponen sosial harus berupaya memelihara dan mempertahankan keutuhan
bangsa. Realitas pluralisme masyarakat Indonesia harus tetap menjadi khazanah, dan karenanya
diperlukan suatu daya perekat untuk tetap menjaga integrasi bangsa. Dalam rangka itu, bangsa
Indonesia tetap membutuhkan figur pemimpin yang mampu mengintegrasikan seluruh kekuatan
bangsa yang majemuk ini.
Dengan demikian, model kepemimpinan yang ideal di masa depan merupakan kombinasi
dari kualitas-kualitas berikut (i) kemampuan mengantisipasi kecenderungan global, (ii)
berpandangan visioner yang tercermin pada keandalan dalam menguasai iptek, (iii) tetap kukuh
dan berakar pada tradisi budaya bangsa yang terefleksikan dalam wawasan kebangsaan, dan (iv)
responsif-adaptif-akomodatif terhadap tuntutan keterbukaan dan demokratisasi.
Sosok ideal seorang pemimpin di abad 21 dan masa datang tentu tidak mungkin sama
dengan pemimpin sebelum ini, karena tantangan dan situasi yang dihadapinya sangat berbeda.
Kreteria pemimpin masa datang harus lebih dari pemimpin yang ada sekarang. Pemimpin di
dunia yang sudah dekat,singkat dan cepat ini haruslah orang yang tidak cukup dengan orang-
orang yang memiliki kemampuan biasa-biasa saja, orang yang tersandera dengan pola hidup dan
pola pikir kovensional, mereka yang tidak cukup kuat membebaskan diri dari kungkungan tradisi
dan ritual kaku dan membelenggu.
Permasalahan dan tantangan yang multi dimensional, dibidang sosial, ekonomi, politik,
kelembagaan, serta pertahanan dan keamanan di Indonesia awal Abad 21 ini ditandai : Lemahnya
struktur dan daya saing perekonomian, Penegakkan hokum, Pelaksanaan otonomi dan
desentralisasi, Besarnya hutang luar negeri ,Tingkat kemiskinan dan pengangguran, Tuntutan
demokratisasi ,Ancaman desintegrasi . Pada tataran Internasional Perkembangan lingkungan
global ditandai situasi, kondisi, tantangan dan tuntutan, yang makin kompleks, selalu berubah,
penuh ketidakpastian, dan bahkan sering tidak ramah.
Adapun dampak negatif globalisasi atau lebih tegas lagi merupakan ancaman antara lain :
Ancaman terhadap budaya bangsa; Lunturnya identitas bangsa; Lunturnya batas-batas negara
bangsa; dan Ancaman-ancaman organisasional lainnya. Kesemuanya, apabila tidak segera
dilakukan perbaikannya bukan tidak mungkin akan mengancam kelangsungan hidup suatu
negara. Bahkan lebih dari itu, kesatuan dan persatuan suatu bangsa dan negara dapat terkoyak
dan terpecah belah. Dengan kata lain, bahwa dampak globalisasi akan menjadi ancaman yang
makin besar dan serius, lebih-lebih apabila organisasi tidak memiliki kepemimpinan yang kuat.
Peter Senge (1994) menyatakan bahwa ke depan keadaan berubah dan berkembang dari
detail complexity menjadi dynamic complexity dimana : Interpolasi perkembangan sebagai dasar
perkiraan masa depan, menjadi sulit bahkan sering salah, bukan saja karena parameter perubahan
menjadi sangat banyak, tetapi juga karena sensitivitas perubahan yang lain dalam lingkup yang
luas, dan masing-masing perubahan menjadi sulit diperkirakan. Abad ke-21 juga abad yang
menuntut dalam segala usaha dan hasil kerja manusia termasuk di bidang kepemimpinan
Ulrich (1998) dalam kaitan ini menawarkan empat agenda utama pengembangan
kepemimpinan pada abad ke-21 agar tetap menjadi champion , adalah (1) menjadi rekan yang
stratejik, (2) menjadi seorang pakar, (3) menjadi seorang pekerja ulung, dan (4) menjadi seorang
agent of change. Sebab, menurut Ulrich, masyarakat pada Abad 21 adalah suatu masyarakat
mega-kompetisi. Pada Abad 21, tidak ada tempat tanpa kompetisi. Kompetisi telah dan akan
merupakan prinsip hidup yang baru, karena dunia terbuka dan bersaing untuk melaksanakan
sesuatu yang lebih baik. Disisi lain, masyarakat kompetitif dapat melahirkan manusia-manusia
yang frustasi apabila tidak dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Masyarakat kompetitif dengan
demikian, menuntut perubahan dan pengembangan secara terus menerus.
Menurut Chowdury (2000) manajemen pada Abad 21 akan tergantung pada 3 faktor yang
menopangnya, yakni : Kepemimpinan, Proses, dan Organisasi. Asset yang paling berharga bagi
pemimpin Abad 21 adalah kemampuan untuk membangun impian seperti dilakukan para
entrepreneurs .
Ronald Heifetz dan Laurie (1998) berpendapat Kepemimpinan masa depan adalah
seorang pemimpin yang adaptif terhadap tantangan, peraturan yang menekan, memperhatikan
pemeliharaan disiplin, memberikan kembali kepada para karyawan, dan menjaga
kepemimpinannya. Ditambahkan, kepemimpinan harus selalu menyiapkan berbagai bentuk
solusi dalam pemecahan masalah tantangan masa depan
Dari beberapa gambaran diatas, beberapa kriteria pokok yang diharapkan dari
kepemimpinan abad 21 di Indonesia antara lain
Pertama, bahwa pemimpin nasional saat ini perlu berwawasan global dan visioner. Yaitu
pemimpin yang memahami setiap detak pergerakan dunia global dalam segala nadi
kehidupannya, termasuk ekonomi, politik, militer, maupun budaya dan agama
Pemimpin dalam bekerja pasti memiliki visi. Visi adalah pandangan jauh kedepan tentang
capaian yang ingin diwujudkan dengan kepemimpinannya itu. Perumusan visi seorang pemimpin
ditentukan oleh kekuatan khazanah keilmuan, pengalaman dan potensi diri yang dimilikinya. Visi
yang jelas akan memudahkan mencapai tujuan yang dicita-citakan. Visi dan kinerja adalah dua
sisi mata uang yang tak mungkin dipisahkan. Ungkapan bijak mengatakan, visi yang hebat tanpa
didukung oleh kinerja yang baik, sama saja dengan mimpi disiang bolong. Kinerja yang
sungguh-sungguh tanpa dipandu oleh visi yang terukur tak obahnya mimpi buruk di malam hari.
Visi dan kinerja bagi seorang pemimpin visioner harus dapat disejalan sedemikian rupa.
Pemimpin yang visioner adalah pemimpin yang mampu membuat lompatan berfikir dengan
mengunakan data, fakta dan prediksi yang jelas guna menentukan arah yang akan dicapai dalam
batas-batas waktu yang jelas. Pemimpin visioner adalah mereka yang bisa membaca peluang
untuk dijadikan modal bagi kemajuan lembaganya. Visioner atau tidaknya seorang pemimpin
dapat diketahui dari pola pikir, sikap kepemimpinan dan responnya terhadap masalah yang
terkait dengan kepemimpinannya.
Seorang yang visioner adalah orang-orang yang dengan rendah hati dapat menempatkan diri
secara tepat dalam memberikan jawaban terhadap masalah-masalah yang belum diketahuinya.
Sikap berendah hati terhadap ketidaktahuan atau kegagapannya adalah ciri khas yang melekat
pada pemimpin visioner. Tidak merasa kalah atau dikalahkan jika idea atau gagasan orang-orang
yang dipimpinnya jauh lebih hebat dari nya, itu juga indicator pemimpin visioner itu. Pemimpin
yang dengan cepat dan sadar terhadap perubahan dan kemudian menjadikan dirinya sebagai
factor kunci perubahan adalah sisi lain yang ada pada pemimpin visioner itu. Pemimpin visioner
adalah orang-orang yang tidak dengan mudah menerima atau menolak satu gagasan, tanpa
terlebih dahulu mengetahui alasan dan argument rasional dari ide itu. Pola berfikir reaksioner,
tanpa mengkaji secara komperhensif dan mendalam terhadap suatu kondisi adalah pantangan
bagi orang yang visioner.
Keempat, bahwa pemimpin Indonesia harus memiliki integritas tinggi (akhlak mulia),
khususnya dalam karakter amanah (kejujuran) yang solid. Bangsa ini dilanda penyakit kronis
yang saya katakan sebagai sebuah penyakit yang hampir menjadi "karakter" bangsa. Yaitu
korupsi yang merajajela dan bahkan orang jujur menjadi sebuah barang langka dan aneh.
Kelima, bahwa pemimpin Indonesia harus berkarakter pemberani dan tegas. Dunia kita
sedang dilanda berbagai ketidakpastian, termasuk ancaman disintegrasi bangsa. Dunia global
membuka mata setiap anak-anak bangsa dalam segala hal, dan terkadang kekurangan-
kekurangan yang ada dapat dijadikan justifikasi wacana pemisahan diri dari negara kesatuan
republik Indonesia.
Keenam, bahwa pemimpin Indonesia harus memiliki kecepatan dan ketepatan dalam
setiap kebijakan yang diambil. Hal ini menjadi krusial di saat segala sesuatu dalam dunia global
ini bergerak secara cepat. Peluang-peluang yang ada begitu terbuka dalam dunia global ini, dan
mutlak ditangkap secara cepat dan tepat. Jika tidak, maka bangsa ini akan menjadi bangsa
penonton dan pada akhirnya akan hanya mampu menyesal.
Kedelapan , bahwa saat ini bangsa kita masih berada dalam suasana pendewasaan dalam
segala aspek kehidupannya, termasuk kehidupan berdemokrasi, maka nampaknya saat ini
Indonesia masih memerlukan pemimpin yang berpengalaman dan memiliki kemampuan
pemersatu.
Kesembilan. Pemimpin abad 21 itu memiliki kreteria mampu beresonansi, yaitu mampu
membangun kepercayaan pihak lain terhadap sistim dan lembaga yang dipimpinnya. Resonansi
dapat juga diartikan bahwa seorang pemimpin harus mampu membangun muruah (harga diri)
dan gezzah(kemulian diri) institusi yang dipimpinnya. Pemimpin harus secara total mengunakan
semua potensi dirinya untuk meninggikan martabat lembaga yang dipimpinnya. Adalah aib bagi
pemimpin untuk menciderai lembaganya, hanya untuk kepentingan diri atau kelompoknya.
Pemimpin yang memiliki resonansi itu adalah mereka yang care sepenuh hati terhadap apa yang
diurusnya.
Pengembangan resonansi pemimpin tidak cukup dengan cara-cara manual, tetapi harus mampu
menciptakan terobosan yang akan menghasilkan lebih dari biasanya. Ungkapan sering
mengatakan, bekerja dengan biasa-biasa saja, ya hasilnya biasa-biasa pul, bekerja dengan cara
dan metode yang luar biasa, tentu hasilnya luar biasa pula. Logika kausalitas seorang pemimpin
dapat dijadikan media untuk mempercepat lahirnya resonansi yang lebih baik.
Kesepuluh (pemberdayaan). Aspek lain yang hendaknya ada pada pemimpin abad 21
adalah pemberdayaan orang-orang yang dipimpin. Luasnya lingkup kerja dan besarnya potensi
yang tersimpan dikalangan orang-orang yang dipimpin, semestinya harus bisa diberdayakan
sedemikian rupa. Pemimpin yang canggung dalam memberdayakan bawahan di masa datang
akan ditinggal zaman. Kecanggihan teknologi dan kepadatan modal dipastikan tidak akan dapat
didayagunakan secara maksimal bila orang-orang dalam satu organisasi tidak dapat diberdayakan
oleh pimpinannya.
Enterprener
Pemimpin abad 21 harus kompeten, individualistis, egosentris, dominan, percaya pada diri
sendiri, inovatif, punya kemampuan keras, memiliki dorongan untuk mencapai sesuatu yang luar
biasa. Jiwa Enterprener ini baik sekali untuk pemimpin saat sekarang. Disamping mempunyai
dedikasi yang tinggi, juga tidak mementingkan pada kepentingan sendiri.
Corporatif
Seorang pemimpin selalu dianggap sebagai tindakan tim, ia sangat dominan, tetapi tidak
suka mendominasi. Sangat direktif namun masih memberikan kebebasan pada bawahannya,
konsultatif, tetapi kurang partisipatif.
Developer
Seorang pemimpin harus juga seorang pembangun yaitu orang yang menganggap orang
lain sebagai sumber kekuatan utama. Itu sebabnya ia sangat percaya kepada bawahannya. Selalu
membantu mengaktualisasikan potensi yang dimiliki bawahan. Memiliki ketrampilan dalam
membina hubungan yang hebat. Dengan itu ia mampu memenagkan loyalitas dari masyarakat
dan menciptakan iklim yang memberi dukungan penuh atas kepemimpinannya.
Integrator
Seorang integrator ialah seorang yang selalu ingin membangun konsensus dan komitmen.
Memiliki kemampuan dalam melakukan hubungan dan bantuan, serta sangat partisipatif, ia juga
seorang pelopor pembentukan tim yang kokoh, seorang yang penuh motivasi, terampil dalam
menyatukan masukan yang bervariasi. Pendeknya ia adalah pemimpin yang brillian dan lebih
menyukai pengambilan keputusan kelompok.
BAB III
Penutup
Mencari seorang pemimpin yang ideal seperti apa yang kita harapkan, memang tidak
gampang, apalagi yang memenuhi kriteria yang ada di atas. Karena sesungguhnya manusia tidak
ada yang sempurna, tentunya pasti ada kekurangan nya. Akan tetapi dengan kita mengetahui
kriteria kepemimpinan di atas, kita akan dapat memilih atau menentukan pemimpin yang
memiliki sebagian kriteria yang ada di atas tersebut, sehingga kita tidak terpancang dan
terpengaruh oleh janji janji yang disampaikan oleh calon pemimpin. Tetapi oleh sifat yang
dimiliki oleh calon pemimpin tersebut