Anda di halaman 1dari 14

ISU TERKAIT

KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

(Dosen Pengampuh : Mahrahani Majid S.KM, M.Kes)

DISUSUN OLEH :

ANDINI BATARA DEWI

219240069

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

TAHUN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan dan rahmat-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah tentang “Kekerasan terhadap perempuan” ini
disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas Mata Kuliah Current Issue.

Demikian pula saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini saya masih banyak
kekurangan dan kesalahan baik dalam segi substansi maupun tata bahasa. Namun saya tetap
berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Oleh karena itu, kritik dan
saran dari pembaca makalah ini sangat saya harapkan dengan harapan sebagai masukan dalam
perbaikan dan penyempurnaan pada makalah saya berikutnya. Untuk itu saya ucapkan terima
kasih.

Parepare, 14 April 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................2

DAFTAR ISI.......................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................4

BAB II PEMABAHASAN..................................................................................6

A. PEMBIAYAAN KESEHATAN...................................................................6

B. TREN KEKERASAN SEKSUAL ...............................................................7

C. MACAM-MACAM KEKERASAN PEREMPUAN....................................9

D. ORGANISASI ANTI KEKERASAN PEREMPUAN .................................9

E. PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAKAN KESEHATAN . . .12

BAB III PENUTUP...........................................................................................14

KESIMPULAN.................................................................................................14

SARAN..............................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................15

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut KBBI, kekerasan memiliki arti perbuatan seseorang atau kelompok
orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan
fisik atau barang orang lain.
Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering menjadi
bahan perbincangan setiap orang. Perempuan sering kali menjadi korban diskriminasi,
pelecehan, dan menjadi obyek kekerasan. Biasanya kekerasan yang terjadi identik dengan
kekerasan fisik seperti penganiayaan dan juga kekerasan seksual seperti pemerkosaan.
Akan tetapi pada kenyataannya kekerasaan tersebut tidak hanya berupa kekerasan fisik
saja melainkan juga merupakan kekerasan psikis korban atau kekerasan mental.
Perempuan yang menjadi korban kekerasan umumnya berusia antara 21 keatas dan
berasal dari berbagai golongan, misalnya: ibu rumah tangga, pebisnis, dosen, dan pejabat
publik.
Perempuan yang menjadi korban kekerasan sering dianggap sebagai pihak yang
disalahkan di kalangan masyarakat padahal mereka hanyalah korban. Keberadaan mereka
sampai saat ini masih terpinggirkan dan cendrung dikucilkan. Dengan perlakuan yang
demikian, masih mampukah mereka mempertahankan eksistensi dirinya? Mengingat
lingkungan mereka sendiri telah memandang sebelah mata terhadap mereka. Manakala
masyarakat seringkali mengabaikan korban kekerasan terhadap perempuan, dan pada
kenyataannya mereka diasingkan di lingkunganya. Berdasarkan hasil beberapa hasil
observasi, beberapa korban kekerasan mengalami gangguan pada konsep dirinya
mengingat perlakuan yang dilakukan oleh suaminya dan lingkungan sekitarnya, sehingga
mereka memerlukan tempat mereka bisa bergantung.
Dari tahun ke tahun kasus kekerasan yang dialami perempuan semakin
meningkat. Dari data yang dimiliki oleh Komnas Perempuan sepanjang tahun 2014
kekerasan terhadap perempuan yang terjadi menunjukkan 293.220 kasus dan kasus
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) memiliki kasus kekerasan yang paling tinggi.
Dari data tersebut dapat dilihat masih kurangnya perlindungan yang maksimal terhadap

4
perempuan. Meskipun sudah ada lembaga yang mengatur dan menangani tentang
perlindungan dan pemberdayaan perempuan, tetapi masih saja kasus kekerasan yang
terjadi bahkan jumlahnya yang selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Dari banyaknya kasus kekerasan yang terjadi menunjukkan bahwa masih
kurangnya perlindungan dari Pemerintah terhadap warga negaranya. Sedangkan harusnya
Negara berperan untuk memberikan perlindungan terhadap semua warga negaranya tanpa
ada diskriminasi. Hal tersebut tercermin dalam munculnya Undang-undang Nomor 23
tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau yang dikenal
dengan UU PKDRT. Undang-undang PKDRT dibuat dengan tujuan untuk melindungi
hak-hak hidup perempuan dan menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan dalam
konteks perkawinan dan keluarga.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
rumusan masalah yang ingin penulis jawab melalui penilitian ini adalah:
1. Bagaimana cara mengatasi kekerasan terhadap perempuan di Indonesia dengan cepat?
2. Apa yang menjadi sebab utama timbulnya kekerasan perempuan di Indonesia?
3. Apa Dampak kekerasan perempuan itu pada diri korban?
C. Tujuan Makalah
Pembaca diharapkan dapat mengerti dan memahami makalah yang telah dibuat
sehingga pembaca tau bagaimana cara memperlakukan wanita sebaik mungkin dan tidak
melakukan hal tersebut. Karena apabila melakukannya dapat terjerat hukum yang
berlaku. Dan tujuan lainnya yaitu agar pemerintahan dapat lebih menegaskan hukum
tentang kekerasan terhadap wanita.

BAB II

PEMBAHASAN

5
A. Kekerasan terhadap perempuan
Kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah utama bagi setiap negara-
negara di dunia termasuk negara-negara maju yang disebut sangat menghargai dan peduli
terhadap Hak Asasi Manusia. Sudah seharusnya dalam suatu Negara dibutuhkan adanya
perlindungan bagi para wanita yang menjadi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia
yang salah satunya adalah hak-hak perempuan terutama korban kekerasan seksual.
Perempuan sebagai suatu kelompok dalam masyarakat di dalam suatu negara,
merupakan kelompok yang juga wajib mendapatkan jaminan atas hak-hak yang
dimilikinya secara asasi. Dalam Konvensi Penghapusaan Segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap Perempuan terdapat 30 Pasal, diantaranya lima pasal pertama memuat dasar
pemikiran penghapusan diskriminasi terhadap wanita dan kewajiban yang harus
dilakukan oleh pemerintah. Pasal 6-16 memuat hak-hak substantif dan kewajiban
pemerintah. Pasal 17-30 memuat ketentuan-ketentuan mengenai struktur kelembagaan,
prosedur dan mekanisme pelaporan pelaksanaan Konvensi, ratifikasi san aksesi
Konvensi, dan apabila terjadi perselisihan mengenai penerapan dan penafsiran Konvensi.
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan
memang tidak menyatakan secara eksplisit tentang adanya 2 jaminan hak asasi terhadap
kelompok perempuan secara khusus, namun dalam Pasal 3 memuat bahwa hak dan
kebebasan perlu dimiliki oleh setiap orang tanpa diskriminasi, termasuk tidak melakukan
diskriminasi berdasarkan jenis kelamin.
Salah satu sumber kekerasan yang diyakini penyebab kekerasan dari lakilaki
terhadap perempuan adalah ideologi gender. Sejarah perbedaan gender
(GenderDifferences) antara manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses
yang sangat panjang, oleh karena itu, terbentuknya perbedaan-perbedaan gender
disebabkan banyak hal diantaranya, dibentuk, disosialisasi, diperkuat bahkan dikonstruksi
secara sosial dan kultural baik melalui ajaran keagamaan maupun negara.
Dengan demikian, bila dikaitkan dengan kewajiban negara untuk memberikan
jaminan atas warga negaranya, negara juga memiliki tanggung jawab untuk menjamin
perlindungan hak asasi manusia kelompok perempuan sama seperti jaminan kepada
kelompok lainnya. Karena perempuan sebagai bagian dari kelompok masyarakat yang

6
juga harus dilindungi hak asasinya, maka pelanggaran terhadap hak asasi perempuan
harus juga dianggap sebagai pelanggaran terhadap HAM secara umum.
Perempuan harus dinyatakan secara eksplisit dan khusus dijamin hak asasinya,
karena perempuan dalam kajian dan pengaturan beberapa konvensi internasional
dimasukan ke dalam kelompok yang rentan, bersama-sama dengan kelompok anak,
kelompok minoritas, dan kelompok pengungsi serta kelompok yang rentan lainnya.
Kelompok perempuan dimasukan ke dalam kelompok yang lemah, tak terlindungi, dan
karenanya selalu dalam keadaan yang penuh resiko serta sangat rentan terhadap bahaya,
yang salah satu diantaranya adalah adanya kekerasan yang dating dari kelompok lain.
Kerentanan ini membuat perempuan sebagai korban kekerasan mengalami fear of crime
yang lebih tinggi daripada laki-laki.
Di Indonesia, jaminan atas hak asasi manusia secara umum bisa ditemui di dalam
Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen kedua Pasal 28 A-J dan Undang-Undang No.
39 Tahun 1999 tentang HAM. Lebih khusus lagi, jaminan atas hak asasi perempuan dapat
ditemui dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Diskriminasi
Terhadap Perempuan atau Pengesahan Konvensi Perempuan. Didalam Undang-Undang
No. 7 Tahun 1984 tersebut dinyatakan bahwa negara akan melakukan upaya semaksimal
mungkin untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, termasuk
adanya kekerasan terhadap perempuan, baik yang meliputi kekerasan di wilayah publik
maupun di wilayah domestik.
Melalui hukum, hak-hak asasi manusia baik laki-laki maupun perempuan diakui
dan dilindungi, karenanya hukum akan selalu dibutuhkan untuk mengakomodasi adanya
komitmen negara untuk melindungi hak asasi manusia warganya, termasuk perempuan.
B. Tren Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual terhadap perempuan itu rata-rata pelakunya adalah orang
terdekat dan kejadiannya di tempat-tempat privat. Dan sering sekali aparat penegak
hukum, apalagi kepolisian, mengejar bukti dan saksi, Kalau kekerasan fisik atau bisa
melalui visum atau saksi tapi bagaimana dengan pelecehan seksual yang tidak bisa di
visum dan tidak ada bekasnya.
Bertepatan dengan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan pada
tahun 2018, Komnas Perempuan menemukan banyak pengaduan dan kasus kekerasan

7
seksual yang tidak tertangani dan terlindungi, karena ketiadaan payung hukum yang
dapat memahami dan memiliki substansi yang tepat tentang kekerasan seksual.
Ada tiga tren kekerasan seksual yang mencuat di media menjelang peringatan
Kampanye Internasional 16 Hari Anti Kekerasan diantaranya :
1) Kekerasan seksual yang terjadi di institusi pendidikan. Penyelesaian kasus yang
dialami oleh seorang mahasiswi UGM, menunjukkan bahwa kekerasan seksual masih
dianggap bukan pelanggaran berat di kalangan civitas akademik dan belum ada
prioritas pemulihan bagi mahasiswi
2) Tidak dikenalinya kekerasan seksual yang melatarbelakangi kasus pelanggaran Pasal
27 ayat(1) jo Pasal 45 UU ITE (dalam hal ini kasus Ibu Baiq Nuril di Mataram),
sehingga perbuatan merekam dan dapat membuat akses orang lain atas dokumen
elektronik yang dilakukan Ibu Baiq Nuril tidak dilihat sebagai akibat upaya membela
dirinya sendiri atas kekerasan seksual secara verbal yang dialaminya. Kondisi
tersebut menggambarkan sistem hukum belum menjamin perlindungan bagi
perempuan dari kekerasan seksual. Sistem hukum saat ini menunjukkan minimnya
perlindungan terhadap korban dan pelanggengkan impunitas kepada pelaku.
3) Tren kekerasan terhadap perempuan berbasis cyber. Akhir tahun 2017 yang lalu,
terdapat 65 kasus kekerasan terhadap perempuan di dunia maya tercatat yang
dilaporkan korban ke Unit Pengaduan untuk Rujukan (UPR) Komnas Perempuan.
Bentuk kekerasan yang dilaporkan cukup beragam dan sebagian besar masih
dilakukan oleh orang yang dekat dengan korban, seperti pacar, mantan pacar, dan
suami korban sendiri.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kehidupan sehari-hari pihak aparat hukum
masih kurang peduli atas masalah tindak kekerasan terhadap perempuan termasuk
kekerasan dalam rumah tangga. Di antara jenis-jenis kekerasan yang terjadi, kekerasan
terhadap perempuan banyak mendapat perhatian karena sifat dan dampaknya yang luas
bagi kehidupan kaum perempuan khususnya dalam masyarakat umumnya.
Kekerasan jenis ini mempunyai akar yang dalam faktor budaya menempatkan
perempuan pada posisi yang timpang dalam hubungannya dengan laki-laki. Perlakuan
salah dan ketidak adilan yang diderita perempuan tidak mungkin dikoreksi hanya dengan
melakukan pembaruan sistem peradilan pidana. Dalam kenyataannya sistem peradilan

8
pidana dapat dimobilisasi untuk menjadi alat yang lebih efektif dalam menindak,
mencegah, dan merespons perbuatan kekerasan terhadap perempuan.
C. Macam-macam Kekerasan terhadap Perempuan
Komnas sendiri menentukan ada 15 macam kekerasan seksual terhadap
Perempuan dari hasil pemantauannya selama 15 tahun (1998– 2013), yaitu:
1. Perkosaan.
2. Intimidasi Seksual termasuk Ancaman atau Percobaan Perkosaan.
3. Pelecehan Seksual.
4. Eksploitasi Seksual.
5. Perdagangan Perempuan untuk Tujuan Seksual.
6. Prostitusi Paksa.
7. Perbudakan Seksual.
8. Pemaksaan perkawinan, termasukcerai gantung.
9. Pemaksaan Kehamilan.
10. Pemaksaan Aborsi.
11. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi.
12. Penyiksaan Seksual.
13. Penghukuman tidak manusiawi danbernuansa seksual.
14. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi
perempuan.
15. Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.
Kelima belas bentuk kekerasan seksual ini bukanlah daftar final, karena ada
kemungkinan sejumlah bentuk kekerasan seksual yang belum kita kenali akibat
keterbatasan informasi mengenainya.
D. Organisasi Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan adalah lembaga negara
yang independen untuk penegakan hak asasi manusia perempuan Indonesia. Komnas
perempuan dibentuk melalui keputusan Presiden no.181 Tahun 1998, pada tanggal 9
oktober 1998, yang diperkuat dengan Peratuan Presiden No 65 Tahun 2005.
Berdasarkan kompilasi data kekerasan terhadap perempuan dari 383 lembaga
mitra pengada layanan yang mengisi dan mengirim kembali datanya kepada Komnas

9
Perempuan diperoleh jumlah korban KtP tahun 2017 ini, yaitu 348.446 korban. Jika
dibandingkan dengan kompilasi data tahun yang lalu 2018 yaitu 406.178, angka
kekerasan pada tahun 2017 lebih kecil dari tahun 2018. Hal ini disebabkan terkait dengan
masalah pendokumentasian pada masing-masing lembaga, yaitu keterbatasan SDM
(Sumber Daya Manusia) untuk melakukan pencatatan.
 Tujuan Komnas Perempuan yaitu :
1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi manusia perempuan
di Indonesia.
2. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan
terhadap perempuan dan perlindungan hak-hak asasi perempuan.
 Mandat dan kewenangan komnas perempuan:
1. Memperluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
Indonesia dan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan, serta penghapusan
segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
2. Melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap berbagai peraturan perundang-
undangan yang berlaku, serta berbagai instrumen Internasional yang relevan bagi
perlindungan hak-hak asasi perempuan.
3. Melaksanakan pemantauan, termaksud pencarian fakta dan pendokumentasian
kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran HAM perempuan, serta
penyebarluasan hasil pemantauan kepada publik dan pengambilan langkah-
langkah yang mendorong pertanggungjawaban dan pengananan.
4. Memberi saran dab pertimbangan kepada pemerintahan kepada pemerintahan,
lembaga legislatif, lembaga yudikatif, serta organisasi-organisasi masyarakat guna
mendorong penyusunan dan pengesahan kerangka hukum dan kebijakan yang
mendukung upya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan, serta perlindungan, penegakan, dan pemajuan
hak-hak asasi perempuan.
5. Mengembangkan kerja sama regional dan internasional guna meningkatkan
upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap

10
perempuan indonesia, serta perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak-hak asasi
perempuan.
 Peran dan fungsi Komnas perempuan:
1. Pemantauan dan pelaporan tentang pelanggaran HAM berbasis gender dan
kondisi pemenuhan hak perempuan korban.
2. Pusat pengetahuan tentang hak perempuan.
3. Pemicu perubahan serta perumusan kebijakan.
4. Negosiator dan mediator antara pemerintah dengan komunitas korbang dan
komunitas peuang hak asasi perempuan, dengan menitikberatkan pada
pemenuhan tanggungjawab negara pada penegkan hak asasi manusia dan pada
pemulihan hak-hak korban.
5. Fasilitator pengmbangan dan penguatan aringan di tingkat lokal, nasioal, regional,
dab Internasional untuk kepentingan pencegahan dan pencegahan, peningkatan
kapasitas penanganan dan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan.
Selain komnas ada banyak organisasi yang mendukung hak asasi perempuan salah
satunya yaitu Women’s Crisis Center. Di Tahun 2013, dari 62 kasus kekerasan terhadap
perempuan, 43 kasus merupakan kasus KDRT begitu juga pada tahun 2014, dari 85 kasus
kekerasan terhadap perempuan dapat dilihat bahwa kasus yang paling banyak ditangani
oleh Women’s Crisis Center Nurani perempuan yaitu korban Kekerasan dalam Rumah
Tangga atau yang sering kita kenal dengan KDRT sebanyak 44 kasus yang terjadi. Hal
ini berhubungan dengan adanya diskriminasi gender atau pemberian citra baku terhadap
perempuan. Masyarakat memiliki pandangan bahwa kekerasan terhadap istri merupakan
hal yang normal, wajar terjadi sebagai konsekuensi kewajiban istri yang harus mematuhi
suami. Juga cukup sering muncul pandangan yang menyalahkan pihak korban karena
perempuan dianggap memancing kekerasan dengan berprilaku tidak sopan atau tidak taat
pada suami.
Banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi, Women’s Crisis
Center Nurani Perempuan hadir untuk membantu perempuan korban kekerasan. Nurani
Perempuan akan memberikan layanan pendampingan kepada korban. Salah satu layanan
yang diberikan oleh Women’s Crisis Center Nurani Perempuan adalah Komunikasi

11
Interpersonal atau komunikasi yang dilakukan antara konselor dengan korban secara tatap
muka. Komunikasi interpersonal yang dilakukan terhadap korban kekerasan dalam rumah
tangga atau yang sering kita kenal dengan korban KDRT tentunya sangat berbeda dengan
komunikasi dengan masyarakat biasa. Hal ini mengharuskan lembaga dan korban
melakukan penyesuaian diri dalam pendekatannya, sehingga akan membantu komunikasi
yang baik dengan korban KDRT. Komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh
Women’s Crisis Center Nurani Perempuan dalam membantu korban kekerasan dalam
rumah tangga yaitu melalui konseling.
Konseling adalah interaksi dua orang atau lebih yang bertujuan untuk
memecahkan masalah, dan konselor (orang yang memerikan konseling) adalah orang
yang memfasilitasi klien/konseli (orang yang memiliki persoalan) untuk menemukan jati
diri dan kekuatan dalam memecahkan masalahnya. Komunikasi adalah kata kunci
penting dalam proses konseling, karena salah satu kunci keberhasilan konseling adalah
adanya komunikasi yang lancar.
E. Pencegahan dan Penanganan Tindakan Kekerasan terhadap Perempuan
 Hubungi pihak berwajib
Hubungi polisi ika kalian melihat atau mendengar bukti kekerasan dalam rumah
tangga. Dapatkan bantuan kepada pihak berwajib untuk menyelamatkan kalian dari
kekerasan perempuan. Pihak berwajib akan menindak lanjuti perkara tersebut.
 Dapatkan dukungan dari keluarga
Dukung keluarga dan teman yang mungkin dalam hubungan yang penuh
kekerasan. Memberikan dukungan dan membuka diri menadi teman bercerita dapat
menolong para korban kekerasan terutama pada [erempuan yang sering dijumpai.
Bahkan kita dapat menadi relawan untuk membantu komunitas atau organisasi untuk
membantu penyintas dan bekerja mencegah kekerasan.
 Ajarkan kepada anak sedini mungkin
Ajari anak sejak dini bahwa merekalah yang menentukan siapa yang akan
menyentuh mereka dan dimana. Pertimbangkan untuk mengajari mereka dapat
berkomunikasi dengan elas tentang tubuh mereka. Ajari anak-anak bahwa itu adalah
pilihan mereka apakah mereka ingin memeluk atau mencium orang lain, bahkan
keluarga sekalipun.

12
 Ajarkan anak untuk menghargai orang lain
Ajari anak memperlakukan orang lain sebagaimana dia ingin diperlakukan.
Bocaralah dengan anak tentang hubungan yang sehat dan pentingnya memperlakukan
pasangan kencan dan orang lain dengan hormat.
 Ajari anak menciptakan penolakan
Bekerja untuk menciptakan budaya yang menilak kekerasan sebagai cara untuk
menangani masalah. Melawan pesan yang mengatakan bahwa kekerasan atau
penganiayaan terhadap perempuan diperbolehkan. Jangan melakukan kekerasan dan
melecehkan diri sendiri.
 Menjadi aktivis
Berpartisipasilah dalam acara anti kekerasan. Dukung layanan anti KDRT.
 Tanyakan kebijakan dan program anti kekerasan disekolah dan ditempat kerja
Ditempat kerja, tanyakan tentang kebijakan yang menangani masalah pelecehan
seksual misalkan. Begitu juga pada saat di kampus tanyakan tentang layanan
pengantaran mahasiswa ke asrama dengan aman dimalam hari, kotak panggilan
darurat di kampus, keamanan kampus. Tanyakan tentang program pelantikan
itervensi pengamatan yang mungkin terjadi di kampus atau ditempat kerja.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

13
Berdasarkan pembahasan bahwa Kekerasan terhadap perempuan tindakan
kekerasan berbasis gender yang mengakibatkan, atau mungkin mengakibatkan, bahaya
seksual dan mental fisik atau penderitaan perempuan, termasuk ancaman tindakan seperti
itu, pemaksaan atau perampasan sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau
dalam kehidupan pribadi. Yang meliputi kekerasan pasangan intim, Kekerasan seksual,
Pemerkosaan, kekerasan pasangan intim, Kekerasan fisik, kekerasan seksual yang
menimbulkan risiko pada perempuan antara lain penyakit HIV dan penyakit kelamin
lainya, BBLR, Abortus, Penggunaan alkohol dan obat terlarang, stres sampai bunuh diri
karena hal tersebut perlu adanya pencegahan kekerasan terhadap perempuan yang
melibatkan masyarakat, sekolah dan pasangan masing-masing.
B. SARAN
Menurut saya kekerasan terhadap perempuan di Indonesia harus di tindak lanjuti
harus kita perhatikan jangan di abaikan,jangan rendahkan perempuan di Indonesia,hidup
perempuan Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

14

Anda mungkin juga menyukai