Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“KEKERASAN BERBASIS GENDER”

DISUSUN OLEH :

1. YOSSI NARITA
2. ELI ERMAWATI
3. NURNI KURNIA RIZKI
4. ROSDA
5. JUANA SAFITRI
6. RIZKI AMELIA PUTRI
7. RUAIDA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KOTA JAMBI


DIV KEBIDANAN ALIH JENJANG
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur selalu terucap kepada Allah SWT yang sampai saat ini telah memberikan
nikmat sehat, sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas makalah tanpa terkendala masalah
berarti. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam
penyusunan makalah ini. Keterbatasan waktu menjadi salah satu hal yang menjadi kesulitan
dalam pembuatan makalah ini. Namun berkat dukungan dari mereka, akhirnya yang
diperjuangkan bisa selesai tepat waktu. Sebagai mahasiswa, penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu penulis secara pribadi memohon
maaf atas kesalahan yang mungkin ada pada isi makalah.

Penulis harap isi makalah yang berjudul “KEKERASAN BERBASIS GENDER” bisa
bermanfaat bagi pembaca. Mohon untuk memaklumi jika terdapat penjelasan yang sulit untuk
dimengerti. Untuk itu penulis mengharapkan kritik maupun saran, sehingga penulis bisa
memperbaikinya dikemudian hari. Terimakasih atas ketertarikan Anda untuk segan membaca
makalah yang penulis buat.

Jambi, 10 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

COVER..................................................................................................................................
KATA PENGANTAR...........................................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................
2. TUJUAN PENULISAN.............................................................................................
3. MANFAAT PENULISAN.........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. DEFINISI KEKERASAN BERBASIS GENDER.....................................................
B. PENCEGAHAN KEKERASAN SEKSUAL............................................................
C. MENANGANI AKIBAT-AKIBATKEKERASAN SEKSUAL...............................
D. MEKANISME PENANGANAN KASUS KEKERASAN SEKSUAL....................
BAB III PENUTUP
1. KESIMPULAN..........................................................................................................
2. SARAN .....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kasus kekerasan terhadap perempuan kerap kali terjadi di tanah air,
bahkan menurut pengamatan Komnas Perempuan pada tahun 2015, angka
kekerasan terhadap perempuan meningkat 9% dari tahun sebelumnya
(bbc.com, diakses pada 24/20/2017). Kasus kekerasan terhadap perempuan
juga tidak luput mewarnai pemberitaan media massa di Indonesia. Media
massa sendiri memiliki kemampuan dalam mengkontruksi realitas dan media
merupakan salah satu instrumen utama dalam membentuk konstruksi isu
gender pada masyarakat.
Menurut Noelle-Neumann salah satu sifat media massa yaitu ubikuitas
(ubiquity) mengacu pada fakta bahwa media merupakan sumber informasi
yang sangat luas karena terdapat dimana saja, dengan kata lain ubikuitas adalah
kepercayaan bahwa media terdapat di manamana. Karena media terdapat di
mana saja maka media menjadi instrumen yang sangat penting, diandalkan dan
selalu tersedia ketika orang membutuhkan informasi. Media berusaha
mendapat dukungan publik terhadap pandangan atau pendapat yang
disampaikannya, dan selama itu pula pandangan atau pendapat itu terdapat di
mana-mana (Morrison, 2013: 531).
Kelebihan media massa yang antara lain jangkauan yang luas, dengan
waktu yang tidak terbatas sangat efektif untuk menyebarkan isu, media pun
menjadi alat penyebaran isu gender kepada masyarakat. Maka, kemudian
media memiliki pilihan untuk memberitakan isu gender sebagai bentuk
pembelajaran kepada pembaca, sebagai kritik, atau bahkan menjadikan isu
gender ini sebagai komoditas (Jurnal Perempuan, 2010: 136).
Media online dengan segala keunggulannya, tentu saja tidak luput dari
menyuguhkan berita kemalangan yang dialami kaum perempuan. Kejahatan
dan kekerasan yang bersifat sexist (berdasarkan jenis kelamin tertentu) menjadi
berita sehari-hari, dengan perempuan sebagai objek utamanya (Esfand, 2012:
14), bahkan pemberitaan yang disajikan media khususnya media online,
cenderung menceritakan wanita dengan bahasa yang melewati batasan etika
dan kode etik. Beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa wanita kerap kali
dijadikan objek pemberitaan dan wanita digambarkan negatif dalam
pemberitaan yaitu penelitian berjudul Bias Gender dalam Pemberitaan
Perempuan-perempuan di Pusaran Korupsi “Liputan 6 SCTV, 28 Desember
2013” (Cinta, 2013), Citra Wanita dalam Media Massa (Purwaningsih, 2012),
Analisis Bias Gender di Media Massa (Askolani, 2013)
Beberapa contoh kasus kekerasan terhadap perempuan yang cukup
ramai dibicarakan masyarakat karena tersebar secara luas di media online di
tahun 2016 yaitu, kasus pemerkosaan dan pembunuhan Yuyun di Jawa
pos.com (3 Mei 2016), kasus kematian Farah yang tewas dimasukkan kedalam
kardus di Okezon.com (13 Juli 2016), kasus pemerkosaan dan pembunuhan
Eno di Pojosulsel.com (16 Mei 2016). Salah satu pemberitaan kasus kekerasan
terhadap perempuan yang paling menggemparkan dan menghebohkan
masyarakat di tahun 2016 yang tersebar di situs dan media online adalah kasus
tewasnya Eno.
Selain itu, hal yang lebih parah lagi yaitu pemberitaan media seputar
kasus kekerasan terhadap perempuan yang terkadang menggunakan bahasa
yang “nyaris” sebelas-dua belas dengan buku-buku “stensilan”, banyak
menyudutkan korban. Belum lagi stigma negatif yang kerap dilontarkan
masyarakat terhadap korban kekerasan terhadap perempuan. Sayangnya,
pandangan memojokkan perempuan sebagai penyebab terjadinya kekerasan
yang dialaminya tidak hanya keluar dari kalangan yang kurang berpendidikan,
tetapi dari pihak yang mengaku berasal dari status sosial dan berpendidikan
tinggi.
Pemberitaan kekerasan terhadap perempuan di media massa juga tidak
lepas dari minat masyarakat yang tinggi. Realitanya kita hidup di masyarakat
yang kental degan budaya partriarki, sehingga kadang kala masih
menempatkan perempuan sebagai kelas kedua (Esfand, 2012: 3). Bahkan,
sering kali masih menganggap perempuan tidak cukup kompeten untuk bisa
berpikir bagi kebaikan dirinya sendiri. Penyebab yang paling dominan tentunya
cara pandang terhadap perempuan yang dianggap selalu menjadi kaum kelas
kedua dengan segala pembatasan yang diberikan kepadanya dikarenakan
kelemahan fisik, mental, dan tingkat intelektualitas yang diyakini menjadi
sesuatu yang bersifat given (bawaan) pada diri setiap perempuan. Sayangnya,
cara pandang yang ini terwariskan dari generasi ke generasi. Bahkan, menjadi
suatu bentuk keyakinan yang telah terpatri pada diri sebagian besar perempuan
tanpa mereka sadari (Esfand, 2012: 14)

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Untuk mengetahui definisi kekerasan gender
2. Untuk mengetahui bagaimana cara melaksanakan pencegahan terhadap
kekerasan seksual
3. Untuk mengetahui apa saja penanganan akibat-akibat kekerasan seksual
4. Untuk mengetahui mekanisme penanganan kasus kekerasan seksual

1.3 TUJUAN PENULISAN


1. Menjelaskan definisi kekerasan seksual
2. Mendeskripsikan cara melaksanakan pencegahan terhadap kekerasan
seksual
3. Mendeskripsikan penanganan akibat-akibat kekerasan seksual
4. Mendeskripsikan mekanisme penanganan kasus kekerasan seksual

1.4 MANFAAT PENULISAN


Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap
pengembangan Ilmu Komunikasi, khususnya Komunikasi Interpersonal dan
bidang yang terkait
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kekerasan Berbasis Gender


Berdasarkan definisi Komisioner Tinggi Persatuan Bangsa-bangsa untuk
Pengungsi (UNHCR), kekerasan bebasis gender diartikan sebagai kekerasan langsung
pada seseorang yang didasarkan atas seks atau gender. Ini termasuk tindakan yang
mengakibatkan bahaya atau penderitaan fisik, mental atau seksual, ancaman, paksaan,
dan penghapusan kemerdekaan.
Kekerasan yang langsung ditujukan terhadap seorang perempuan karena dia
adalah perempuan, atau hal-hal yang memberi akibat pada perempuan secara tidak
proporsional yang mengakibatkan kerugian atau penderitaan fisik, mental dan seksual
atau ancaman-ancaman seperti itu, paksaan dan perampasan kebebasan lainnya. Bentuk
dari kekerasan berbasis gender terhadap perempuan bisa berupa penyiksaan atau
perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat dalam keadaan tertentu,
termasuk dalam kasus pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga atau praktik-praktik
berbahaya lainnya. Dalam beberapa kasus, dapat juga berbentuk kejahatan internasional
[Rekomendasi Umum No.19 (1992) paragraf 6 dan Rekomendasi Umum No. 35 (2017)
paragraf 9, Komite Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan).
Kekerasan berbasis gender online (KBGO) atau KBG yang difasilitasi teknologi,
sama seperti kekerasan berbasis gender di dunia nyata, tindak kekerasan tersebut harus
memiliki niatan atau maksud melecehkan korban berdasarkan gender atau seksual. Jika
tidak, kekerasan tersebut masuk dalam kategori kekerasan umum di dunia maya.

B. Melaksanakan Pencegahan Terhadap Kekerasan Seksual


1. Kekerasan seksual berbeda dari pelecehan seksual
Kekerasan seksual dan pelecehan seksual adalah dua hal yang berbeda.
Kekerasan seksual, merupakan istilah yang cakupannya lebih luas daripada
pelecehan seksual. Pelecehan seksual adalah salah satu jenis dari kekerasan
seksual.
Menurut Komnas Perempuan, setidaknya ada 15 perilaku yang bisa
dikelompokkan sebagai bentuk kekerasan seksual, yaitu:
1. Perkosaan
2. Intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan
3. Pelecehan seksual
4. Eksploitasi seksual
5. Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual
6. Prostitusi paksa
7. Perbudakan seksual
8. Pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung
9. Pemaksaan kehamilan
10. Pemaksaan aborsi
11. Pemaksaan kontrasepsi seperti memaksa tidak mau menggunakan
kondom saat berhubungan dan sterilisasi
12. Penyiksaan seksual
13. Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual
14. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau
mendiskriminasi perempuan (misalnya sunat perempuan)
15. Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan
moralitas dan agama.

Belasan contoh di atas bukanlah rumusan baku mengenai perilaku kekerasan


seksual. Masih ada beberapa contoh lain yang juga bisa masuk sebagai kekerasan
seksual dan bisa dialami tidak hanya oleh perempuan, tapi juga anak dan laki-laki,
seperti:
1. Kekerasan seksual terhadap anak dan inses
2. Pemaksaan hubungan seksual terhadap pasangan, termasuk istri atau
suami dan pacar
3. Menyentuh atau melakukan kontak seksual tanpa persetujuan
4. Menyebarkan foto, video, atau gambar organ seksual atau tubuh
telanjang seseorang kepada orang lain tanpa persetujuan yang
bersangkutan
5. Melakukan masturbasi di depan publik
6. Mengintip atau menyaksikan seseorang atau pasangan yang sedang
melakukan aktivitas seksual tanpa sepengetahuan yang bersangkutan

2. Dampak kekerasan seksual bagi para penyintas


Mengalami kekerasan seksual bisa mengubah banyak hal dalam kehidupan
para penyintas, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Berikut ini
dampak negatif yang bisa dirasakan oleh mereka yang pernah menjadi korban
kekerasan seksual.
1) Kehamilan tak terencana
Pada korban pemerkosaan, kehamilan tak terencana merupakan salah satu
akibat yang harus ditanggung. Di banyak negara termasuk Indonesia,
korban pemerkosaan yang hamil seringkali dipaksa untuk
mempertahankan kehamilannya atau menjalani aborsi ilegal yang bisa
membahayakan nyawa.
2) Munculnya gangguan di alat vital
Hubungan seksual yang dipaksakan juga terbukti bisa meningkatkan risiko
terjadinya komplikasi seperti:
a. Perdarahan vagina
b. Infeksi vagina
c. Iritasi genital
d. Fibroid
e. Nyeri saat berhubungan seksual
f. Nyeri panggul kronis
g. Infeksi saluran kemih
3) Infeksi menular seksual
Salah satu infeksi menular seksual berbahaya yang bisa ditularkan akibat
kekerasan seksual adalah HIV/AIDS. Penelitian menyebutkan bahwa
perempuan yang pernah mengalami kekerasan secara fisik maupun
seksual, berisiko lebih tinggi mengalai infeksi menular seksual.
4) Gangguan kesehatan mental
Setelah mengalami kekerasan seksual, para penyintas bisa merasa bahwa
tubuh mereka bukanlah miliknya sendiri. Seringkali, mereka merasa
bersalah atas hal yang terjadi, merasa malu, dan terus terngiang-ngiang
akan kejadian tersebut.Karena trauma dan emosi negatif yang dialami para
penyintas, berbagai gangguan mental di bawah ini bisa terjadi:
a. Depresi
b. Gangguan kecemasan
c. Post traumatic stress disorder (PTSD)
d. Gangguan kepribadian
e. Punya masalah untuk membentuk kedekatan yang baik dengan
orang lain
f. Kecanduan alkohol dan obat-obatan terlarang
5) Muncul keinginan untuk bunuh diri
Perempuan yang pernah mengalami kekerasan seksual bisa punya
kecenderungan memiliki suicidal thoughts atau keinginan untuk bunuh
diri. Pada beberapa kasus, keinginan tersebut juga berlanjut menjadi
percobaan bunuh diri. Kecenderungan ini pun tak hanya terjadi pada orang
dewasa, tapi juga pada remaja.
6) Dikucilkan dari lingkungan sosial
Masih banyak budaya di negara-negara di dunia yang menganggap bahwa
laki-laki tidak bisa mengontrol keinginan seksual mereka dan perempuan
lah yang bertanggung jawab apabila laki-laki sampai tidak bisa
mengendalikan nafsunya. Mental “kucing tidak mungkin menolak jika
diberi ikan asin” ini salah dan sangat berbahaya.
Budaya ini membuat para korban kekerasan seksual justru seolah
disalahkan atas yang terjadi pada dirinya. “Salah sendiri pakai baju
terbuka,” atau “Siapa suruh pacaran?” dan kalimat-kalimat menyalahkan
korban ini membuat para korban kekerasan seksual merasa malu dan
dikucilkan dari lingkungannya.
Selain itu, hal yang disebut sebagai solusi seperti perempuan yang sudah
diperkosa harus mau menikahi pemerkosanya, juga membuat perasaan
para korban hancur dan sangat terluka. Tekanan untuk tidak melaporkan
tindakan kekerasan seksual agar keluarga tidak malu juga merupakan pola
pikir yang harus diubah, demi masa depan penyintas.
7) Gangguan kognitif
Kekerasan seksual yang terjadi akan sangat sulit dilupakan oleh para
penyintas. Mereka bisa saja terus memikirkan berbagai skenario yang
seharusnya bisa ia lakukan untuk menghindari kekerasan tersebut. Para
penyintas seringkali bermimpi buruk dan memikirkan berbagai fantasi di
kepalanya. Hal ini bisa berujung pada gangguan makan, perubahan fisik,
hingga penggunaan obat-obatan terlarang.

3. Cara menghindari dan menghadapi kekerasan seksual di lingkungan sekitar


1. Selalu waspada, terutama saat sedang berada di tempat publik, termasuk di
kendaraan umum
2. Bekali diri dengan semprotan merica atau alat pembela diri lainnya
3. Lakukan perlawanan, salah satunya dengan memukul kelamin pelaku
4. Waspadai orang yang tidak dikenal
5. Bekali diri dengan pengetahuan seputar kekerasan seksual

Sedangkan jika Anda merasa telah mengalami kekerasan seksual, beberapa


hal di bawah ini sebaiknya dilakukan.
1. Jangan menyalahkan diri sendiri
2. Jangan langsung membersihkan anggota tubuh setelah kejadian
3. Kumpulkan barang-barang yang bisa menjadi alat bukti
4. Segera laporkan ke pihak berwajib
5. Datang ke layanan kesehatan dan layanan kekerasan seksual
6. Cari dukungan orang-orang terdekat
Apabila ada kerabat, teman atau saudara yang bercerita kepada Anda
bahwa dirinya sudah menjadi korban kekerasan seksual, lakukanlah langkah-
langkah di bawah ini.
1. Dengarkan cerita korban
2. Jangan menstigma korban
3. Beri informasi mengenai hak-hak korban
4. Jangan tinggal diam
5. Ikut kegiatan advokasi
6. Dukung lembaga layanan korban kekerasan seksual

C. Penanganan Akibat-Akibat Kekerasan Seksual


1. Dukungan Keluarga
Sering sekali korban yang mnegalami pelecehan seksual tidak berani menceritakan
kepada siapapun termasuk kepada keluarga terdekat karena merasa malu atau karena
merasa takut, hal itu dpaat dilihat dari perubahan sikap dan menanyakan kepada
orang lain, keluarga wajib menguatkan dan mendukung dengan cara menanamkan
bahwa korban tetap emnjadi seseorang yang berarti karena pelecehan yang terjadi
tidak atas dasar kemauannya sendiri.
2. Kasih Sayang
Berikan kasih sayang dengan cara menerima apa adanya dan didengarkan ketika ia
ingin bercerita, menjadi korban pelecehan seksual memang terasa seperti seseorang
yang sangat rendah dan takut jika banyak orang mengetahui karena takut ia menjadi
seseorang yang tidak berharga di mata siapapun, tunjukkan bahwa keluarga dan
orang terdekatnya sama sekali tidak berubah dan tetap memperlakukannya seperti
sebelumnya.

3. Sharing
Pancing korban untuk bercerita dengan perlahan mengenai apa yang terjadi sebagai
bahan untuk pencegahan agar hal tersebut tidak terjadi pada orang lain, jamin
keamanan untuk korban dan jelaskan bahwa cerita yang disimpan justru akan
memberi rasa aman pada pelaku, dengan menceritakan permasalahan dengan jelas,
pelaku akan mendapat ganjaran yang tepat dan jera sehingga tidak akan terulang hal
yang sama.
4. Perasaan Berharga
Tingkatkan rasa percaya diri korban dengan menunjukkan bahwa dia tetaplah
seseorang yang berharga dan tetap menjadi seseorang yang memiliki rasa harga diri
yang tinggi, hindarkan dari keputusasaan dan latih untuk menerima diri sendiri serta
tetap berbuat baik dan tetap menjaga diri sehinga ia terhindar dari hal yang sama.
5. Pendekatan Religi
Bantu korban untuk lebih dekat dengan Tuhan dan ajaran agama yang dianut, tentu ia
mengetahui bagaimana cara terbaik agar ia dilindungi dari segala mara bahaya
termasuk dilindungi dari kejahatan, misalnya bagi umat muslim ialah menutup aurat
dengan benar sehingga ia terlindungi dan jauh dari godaan, hal itu akan lebih
membuatnya tenang dan jauh lebih aman.
6. Pengalaman
Jelaskan bahwa tindakan pelecehan yang ia alami adalah sebagai pengalaman untuk
lebih menjaga diri misalnya dengan lebih menjaga sikap, dengan bergaul dengan
orang orang atau kumpulan yang baik, dan dengan lebih mentaati kesopanan dalam
berpakaian sehingga ia lebih terjaga dan terhindar dari hal hal yang tidak diinginkan.
7. Kehati Hatian
Ajarkan sikap untuk lebih berhati hati dan berikan rasa aman ketika ia berada di
tempat umum atau berada di tempat yang dekat dengan orang yang tidak dikenal,
ajarkan untuk tetap tenang dan beraktifitas seperti biasa sehingga ia tidak
menimbulkan pertanyaan bagi orang lain dan tidak menerima hal yang serupa.
8. Tindakan Pencegahan
Ajarkan korban untuk melakukan pencegahan dengan menjaga diri sendiri dengan
lebih baik, memakai pakaian yang sopan dan menghindari tempat tempat yang rawan,
lakukan hal tersebut hingga ia memiliki rasa aman yang sempurna dan rasa tenang
serta keberanian untuk melawan, tentunya hal itu dilakukan dengan terus menerus dan
dengan niat menjaga diri.
9. Masa Depan
Jelaskan kepada korban bahwa ia memiliki masa depan yang tetap berjalan dan harus
tetap diperjuangkan, ajarkan ia untuk mengejar apa yang menjadi cita citanya dan
memperjuangkan masa depan yang lebih baik, jika ia terus merasa terpuruk maka ia
akan berada dalam keadaan yang terus menerus turun dan tidak memiliki harapan.
10. Pemahaman Lingkungan
Berikan pemahaman secara psikologi mengenai kondisi lingkungannya, misalnya
ialah di tempat tempat yang rawan yang ia harus lebih berhati hati dengan
menghindari melewati ketika sepia tau dnegan pergi bersama orang yang dipercaya,
hal itu akan membrikan rasa aman tanpa harus mengurangi aktifitas yang dilakukan
11. Menghindari Penyebab
Untuk mencegah trauma terulang kembali tentu saja harus dilakukan tindakan yang
jauh dari penyebab terjadinya pelecehan, misalnya terdapat riwayat dilecehkan
dengan kata kata karena menggunakan pakaian yang terbuka,maka korban wajib
memperbaiki dirinya sendiri dengan lebih baik ketika berpakaian sehingga ia aman
dan terlindungi.
12. Sebab Akibat
Jelaskan bahwa selalu ada sebab akibat yang terjadi, ketika ia dilecehkan pasti ada
sebab yang juga berasal dari dalam diri sendiri, begitu juga akibat yang diterima
pelaku, akan ada akibat yang ia terima dan segala sesuatu akan kembali pada diri
sendiri, yakinkan bahwa korban harus tetap berbuat baik sehingga kebaikan akan
datang kepada dirinya.
13. Kasih Sayang
Berikan kasih sayang agar ia merasa memiliki seseorang yang berharga dan tidak
merasa sendirian di dunia ini, kasih sayang dapat ebrupa perhatian mengenai
kesehatan fisik dan psikis pada korban dan dengan menawarkan bantuan ketika
korban merasa khawatir atau takut akan sesuatu, kasih sayang akan membuat tiap
orang merasa aman.
14. Kesehatan Fisik
Pastikan bahwa korban memiliki fisik yang sehat dan siap untuk menjalani rutinitas
dalam kehidupannya, jika terdapat bekas luka atau sakit yang berhubungan dengan
tindakan pelecehan di masa lalu harus dibantu untuk kesembuhannya agar ia tidak
terus menerus mengingat hal yang sama dan mampu berfikir lebih baik.
15. Pikiran Positif
Berikan kepercayaan diri dengan cara selalu berfikir positif dan menanamkan rasa
berharga pada diri sendiri, dengan demikian ia akan terhindar dari ketakutan dan
kekhawatiran. Berikan rasa tenang dan rasa mampu untuk menunjukkan pada pelaku
bahwa ia tetap bisa melanjutkan hidup dan menjadi orang berharga yang tetap
mendapat kasih sayang dari semua orang.

D. Mekanisme Penanganan Kasus Kekerasan Seksual


A. LAYANAN MEDIA ONLINE
Setiap Lembaga layanan akan membuat publikasi atau Komunikasi, Informasi dan
Edukasi (KIE) terkait layanan yang bisa diakses oleh pelapor di masa COVID-19:
1. Setiap lembaga layanan memastikan di masa Pandemi COVID-19 setiap pengaduan
dan konsultasi sebaiknya menggunakan media online (Telepon, Whatsapp, Email),
atau media tertulis (surat).
2. Laporan pengaduan dan konsultasi dapat menghubungi masing-masing nomor
telepon, Whatsapp dan email yang tercantum pada KIE atau media publikasi yang
telah dibuat oleh masing-masing Lembaga layanan.
a. Via Hotline
Petugas Penerima Pengaduan (PP) menerima konsultasi dan informasi
pengaduan dari nomor Hotline baik melalui Telepon, WhatsApp ataupun
SMS.
b. Via Email
Pelapor mengirim email ke email pengaduan resmi masing-masing lembaga.
Pelapor menerima balasan/autoreply yang mengandung informasi:
 Alamat registrasi online (sebagai rekapan laporan)
 Nomor yang bisa dihubungi
3. Petugas Penerima Pengaduan (PP) akan menindaklanjuti laporan dengan mengontak
Pelapor, jika pelapor bisa terhubung maka akan dilanjutkan dengan melakukan
asesmen awal. Via Hotline, Petugas PP akan melakukan penggalian awal baik pada
Pelapor yang media pelaporannya menggunakan telepon maupun Whatsapp. Petugas
PP menginformasikan kepada Pelapor terkait kondisi selama Pandemi COVID-19
dimana pertemuan langsung (tatap muka) akan diminimalisir. Laporan rekap
pengaduan akan diteruskan ke Koordinator Pengaduan/Supervisor/Pekerja Kasus l.
Via Email, Petugas PP menerima formulir yang telah diisi dan meneruskan
pengaduan tersebut kepada Koordinator Pengaduan/Supervisor/Pekerja Kasus l.
4. Koordinator pengaduan akan menempatkan petugas psikolog dan layanan untuk
untuk menindaklanjuti laporan kasus sekaligus melakukan pengecekan rutin terhadap
setiap tahapan layanan yang diberikan kepada klien sekaligus berkoordinasi dengan
petugas yang bertangung jawab. 5. Petugas PP dan Koordinator Pengaduan mencatat
kinerja/catatan kerja setiap pengaduan pada lembar Laporan Hotline dan/atau
database yang tersedia
5. Penjangkauan/penjemputan pada klien akan menggunakan MOLIN (Mobil
Perlindungan)/mobil lain yang diperuntukan untuk pengjangkauan klien. Memastikan
sebelum klien naik molin/mobil lain, petugas memeriksa suhu tubuh klien
menggunakan termometer tembak. Jika kondisi kesehatan klien dalam situasi kurang
baik, maka penjangkauan bisa dibatalkan dan klien dirujuk pada layanan kesehatan.
6. Petugas Pengaduan akan melakukan asesmen cepat mengenai kebutuhan rehabilitasi
kesehatan sebagai berikut:
a. Untuk pelayanan non kritis
b. Untuk pelayanan semi kritis
c. Untuk pelayanan kritis
d. Untuk pelayanan medikolegal
Koordinator pengaduan Manager Kasus berkoordinasi dengan Tim Analisis
Risiko yang piket/on-call untuk lakukan prosedur analisis risiko dan kebutuhan klien.
7. Berdasarkan hasil analisis risiko, Koordinator Kasus akan berkoordinasi dengan
petugas kesehatan untuk merujuk klien ke Puskesmas atau RSUD/RS yang ditunjuk
pemerintah atau ke kepolisian untuk pelayanan medikolegal (pelaporan dan
permintaan VeR pada layanan kesehatan yang ditunjuk). UPTD PPA Prov. Jambi
0811-7455-411 dan Kontak Jejaring PPPA di Seluruh Indonesia
https://berjarak.kemenpppa.go.id/daftarkontak/
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan bahwa Kekerasan terhadap perempuan tindakan
kekerasan berbasis gender yang mengakibatkan, atau mungkin mengakibatkan, bahaya
seksual dan mental fisik atau penderitaan perempuan, termasuk ancaman tindakan seperti
itu, pemaksaan atau perampasan sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau
dalam kehidupan pribadi. Yang meliputi kekerasan pasangan intim, Kekerasan seksual,
Pemerkosaan, kekerasan pasangan intim, Kekerasan fisik, kekerasan seksual yang
menimbulkan risiko pada perempuan antara lain penyakit HIV dan penyakit kelamin
lainya, BBLR, Abortus, Penggunaan alkohol dan obat terlarang, stres sampai bunuh diri
karena hal tersebut perlu adanya pencegahan kekerasan terhadap perempuan yang
melibatkan masyarakat, sekolah dan pasangan masing-masing.

B. SARAN
Menurut kami kekerasan terhadap perempuan di Indonesia harus di tindak lanjuti
harus kita perhatikan jangan di abaikan,jangan rendahkan perempuan di Indonesia,hidup
perempuan Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

WHO , Global and regional estimates of violence against women: prevalence and health
effects of intimate partner violence and non-partner sexual violence.2013,

http://www.komnasperempuan.go.id/wp content/uploads/2013/12/KekerasanSeksual-
Kenali-dan-Tangani.pdf 3. KOMNAS Perempuan,” Kekerasan terhadap Perempuan
Meluas: Negara Urgen Hadir Hentikan Kekerasan terhadap Perempuan di Ranah
Domestik, Komunitas dan Negara” Catatan Tahunan Tentang Kekerasan Terhadap
Perempuan Jakarta, 7 Maret 2016

Panduan Pemberian Layanan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Selama Masa
Tanggap Darurat COVID 19, P2TP2A Provinsi DKI Jakarta, 2020

Pedoman Perlindungan Hak Perempuan dan Anak dari Kekerasan Berbasis Gender dalam
Bencana, KPPPA dan UNFPA tahun 2019

https://www.refworld.org/cgibin/texis/vtx/rwmain/opendocpdf.pdf?
reldoc=y&docid=478f7ccb2

https://berjarak.kemenpppa.go.id/wp-content/uploads/2020/06/Protocol-GbV-dan-TIP-
untu-perempuan-PMI_Yn.pdf

Anda mungkin juga menyukai