Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
ALLEGRA ARYA KRISNANTA (2102013137)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulisan panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin
dan karunia-Nya, sehingga penulisan dapat menyelesaikan Makalah dengan judul “Konseling
Pada Ibu Melahirkan”. Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah Komunikasi Terapeutik.
Makalah ini berbekal materi yang diperoleh dari kelas dan tidak lepas dari bantuan,
bimbingan dan masukan dari pihak serta kutipan materi diambil dari internet dengan sumber
yang tertera. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menguncapkan banyak terima kasih
kepada yang terhormat :
1. Dr. Abdul Aziz Alimul Hidayat, S.Kep., Ns, M.Kes (Selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Lamongan).
2. Arifal Arif, S.Kep,Ns, M.Kes (Selaku Dekan Universitas Muhammadiyah Lamongan).
3. Suratmi, S.Kep., Ns., M.Kep (Selaku kaprodi S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Lamongan).
4. Dr. Dadang Kusbiantoro, M. Kep., Ns., M. Si (Selaku Dosen PJMK sekaligus Dosen Mata
Kuliah Komunikasi Terapeutik).
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Besar harapan penulis
agar pembaca berkenan memberikan umpan balik berupa kritik dan saran. Semoga makalah ini
bisa memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Aamiin.
Penulis
2
BAB 1
Pendahuluan
3
bisa menunjukkan semuanya, atau tidak dapat diketahui secara jelas apakah adanya
peningkatan dalam setiap tahunnya tentang tindakan kekerasan dalam rumah tangga.
Menurut UU RI No. 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam
rumah tangga. Secara umum Undang-Undang ini menjelaskan bahwa setiap warga
negara berhakmendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai
dengan falsafah Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945. Apa yang sesungguhnya
ingin dicapai oleh undang - undang ini adalah meminimalisir tindak pidana Kekerasan
dalam Rumah Tangga dan pada akhirnya adalah terwujudnya posisi yang sama dan
sederajat di antara sesama anggota keluarga. Posisi yang seimbang antara suami dan
istri, anak dengan orang tua, dan juga posisi yang setara antara keluarga inti dengan
orang – orang, baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi bagian dari
keluarga sementara saat itu dalam keluarga. Seperti pembantu rumah tangga maupun
sanak saudara yang kebetulan tinggal dalam keluarga tersebut dengan tidak memberi
pembatasan apakah mereka laki - laki atau perempuan.
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan definisi Kekerasan dalam Rumah Tangga
2. Menjelaskan tujuan konseling KDRT
3. Menjelaskan bentuk – bentuk konseling KDRT
4. Menjelaskan faktor – faktor penyebab terjadinya KDRT
5. Menjelaskan dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga pada keluarga
6. Menjelaskan hal – hal yang diperhatikan dalam konseling KDRT
7. Menjelaskan trend dan issue KDRT
4
8. Untuk mengetahui pendekatan keperawatan KDRT
5
BAB 2
PEMBAHASAN
6
2.2 Tujuan konseling KDRT
2.2.1 Membebaskan klien dari berbagai konflik psikologis yang dihadapinya.
2.2.2 Menumbuhkan kepercayaan pada diri klien, bahwa ia memiliki kemampuan
untuk mengambil satu atau serangkaian keputusan yang terbaik bagi dirinya
sendiri tanpa merugikan orang lain.
2.2.3 Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada klien untuk mempercayai
orang lain, dan memiliki kesiapan secara terbuka untuk menerima berbagai
pengalaman orang lain yang bermanfaat bagi dirinya sendiri.
2.2.4 Memberikan kesadaran kepada klien bahwa dirinya adalah merupakan bagian
dari suatu lingkup sosial budaya yang luas, walaupun demikian ia masih
memiliki kekhasan atau keunikan tersendiri.
2.2.5 Menumbuhkan suatu keyakinan pada klien bahwa dirinya terus bertumbuh dan
berkembang (process of becoming).
7
menampung dan mengarahkan. Metode ini tentu sulit diterapkan untuk
konseli yang berkepribadian tertutup, karena konseli yang
berkepribadian tertutup biasanya pendiam dan sulit untuk diajak
berbicara.
c. Konseling Eklektif (Eclective Counseling)
Penerapan metode dalam konseling ini adalah dalam keadaan
tertentu konselor menasehati dan mengarahkan konseli sesuai dengan
masalahnya, dan dalam keadaan yang lain konselor memberikan
kebebasan kepada konseli untuk berbicara sedangkan konselor
mengarahkan saja.Metode layanan konseling individu merupakan suatu
jalan yang harus dilalui oleh seorang konselor yang dapat digunakan
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Metode konseling individu ada
3 cara yang biasa dilakukan, konseling direktif yaitu konselor yang aktif
dalam proses konseling , mengarahkan konseli sesuai dengan
masalahnya. Konseling non direktif yaitu konselor hanya menampung
dan mengarahkan konseli, dalam metode ini konseling berpusat pada
konseli, jadi konselor memberi kebebasan kepada konseli untuk
berbicara. Konseling eklektif yaitu dalam keadaan tertentu konselor
mengarahkan dan aktif memberi saran ataupun nasihat, dalam keadaan
tertentu konselor hanya menampung dan mengarahkan konseling.
8
nusyuz, yakni suami boleh memukul istri dengan alasan mendidik atau ketika istri
tidak mau melayani kebutuhan seksual suami maka suami berhak memukul dan
ancaman bagi istri adalah laknat.
d. Kekerasan berlangsung justru mendapatkan legitimasi masyarakat dan menjadi
bagian dari budaya, keluarga, negara, dan praktek di masyarakat, sehingga menjadi
bagian kehidupan yang sulit dihapuskan, kendatipun terbukti merugikan semua
pihak.
e. Antara suami dan istri tidak saling memahami, dan tidak saling mengerti. Sehingga
jika terjadi permasalahan keluarga, komunikasi tidak berjalan baik sebagaimana
mestinya.
9
berlebihan. Bahkan kemungkinan juga anak-anak itu menunjukkan penderitaan
yang serius. Hal ini berkonsekuensi logis terhadap kebutuhan dasarnya yang
diperoleh dari ibunya ketika mengalami gangguan yang sangat berarti. Kondisi
ini pula berdampak lanjutan bagi ketidaknormalan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya yang sering kali diwujudkan dalam problem emosinya,
bahkan sangat terkait dengan persoalan kelancaran dalam berkomunikasi.
b. Dampak terhadap anak toddler
Dalam tahun kedua fase perkembangan, Dampak yang terjadi seperti seringnya
sakit, memiliki rasa malu yang serius, dan memiliki masalah selama dalam
pengasuhan, terutama masalah sosial, misalnya : memukul dan menggigit.
c. Dampak terhadap Anak usia pra sekolah
Cumming (1981) melakukan penelitian tentang KDRT terhadap anak-anak yang
berusia TK, pra sekolah, sekitar 5 atau 6 tahun. Dilaporkannya bahwa Anak-anak
yangmemperoleh rasa distress pada usia sebelumnya. Ini dapat dijelaskan bahwa
anak-anakprasekolah yang dipisahkan secara sosial dari teman sebayanya, bahkan
tidak berkesempatan untuk berhubungan dengan kegiatan atau minat teman
sebayanya juga, maka mereka cenderung memiliki beberapa masalah yang terkait
dengan orang dewasa.
d. Dampak terhadap Anak Sekolah
Anak-anak mengalami masalah dalam kesehatan mentalnya, termasuk didalamnya
prilaku anti sosial dan depresi, anak mengalami mimpi buruk, ketakutan, nafsu
makan menurun, lamban dalam belajar, anak akan mengalami luka, cacat fisik, cacat
mental, bahkan kematian, menunjukkan perubahan perilaku dan kemampuan belajar,
memilikigangguan belajar dan sulit berkonsentrasi, selalu curiga dengan orang lain.
e. Dampak kekerasan dalam rumah tangga pada dewasa (istri)
Kekerasan fisik langsung atau tidak langsung dapat mengakibatkan istri
menderita rasa sakit fisik dikarenakan luka sebagai akibat tindakan kekerasan
tersebut
Kekerasan seksual mengakibatkan menurunkan atau bahkan hlangnya gairah
seks, karena istri menjadi ketakutan
Kekerasan psikologis dapat berdampak istri merasa tertekan, shock, trauma, rasa
takut, marah meningkat, meledak-ledak, depresi.
Kekerasan ekonomi mengakibatkan terbatasnya pemenuhan kebutuhan sehari-
hari yang diperlukan istri dan anaknya.
f. Dampak kekerasan dalam rumah tangga pada lansia :
Merasa tidak dihargai
Merasa gagal mendidik anak
10
2.6 Hal – hal yang diperhatikan dalam konseling KDRT
2.6.1 Attending
Attending adalah bagaimana konselor menyiapkan diri, bersikap, berperilaku,
mendengarkan, memberikan perhatian kepada konseling sehingga konseli merasa
aman, nyaman, diperhatikan oleh konselor.
Attending meliputi : menyiapkan tempat, menyiapkan konseling, menyiapkan diri
(konselor), attending secara personal, mengamati dan mendengarkan.
a. Attending : Menata tempat
Cukup luas
Terang / cukup cahaya
Tenang, tak terganggu lalu Lalang
Ada dekorasi, warna teduh tidak mencolok atau menakutkan klien
Kursi menyamping, tanpa meja
Jika ada meja, diusahakan tidak mengganggu keeratan hubungan
(proxemics)
b. Attending : Menyiapkan klien
Kesediaan konseling untuk terlibat, sangat ditentukan oleh kesan
pertama tentang konselor. Menyiapkan konseling meliputi :
Menyapa secara ramah.
Menjelaskan tujuan relasi (hubungan konseling)
Memberikan informasi tentang hal-hal yang diperlukan konseli, selama
mendapatkan bantuan.
Konselor menyatakan kesiapan untuk membantu.
Mengungkap alasan konseling akan perlunya bantuan.
c. Attending : Konselor menyiapkan diri
Bukan hanya konseling yang disiapkan, melainkan konselor pun perlu
menyiapkan diri sebelum konseling mulai. Persiapan meliputi :
Menenangkan diri agar tidak tegang atau merasa “tidak enak”
Mempelajari kembali tujuan pertemuan dengan konseling
Mempelajari informasi awal tentang konseling, dari catatan yang ada atau
sumber-sumber lain. (Jangan sampai ada kesan pada konseling bahwa
konselor tidak tahu sama sekali tentang konseling karena memberikan kesan
ketidaksunguhan konselor).
11
d. Attending secara personal : Konselor menunjukkan perhatian yang sungguh-
sungguh kepada konseling, sehingga konseli terundang untuk memberikan
respon yang wajar. Attending ini dinyatakan dalam perilaku konselor sebagai
berikut :
Menghadapkan badan kepada konseling dengan sedikit agak membungkuk.
Posisi tangan berada dipangkuan secara rileks.
Mata menatap konseling (eye contact)
e. Attending : Keterampilan Mengamati
Konselor dapat memahami konseling dengan mengamati profilnya.
Karena itu, keterampilan mengamati sangat penting bagi konselor. Spektrum
pengamatan :
Observasi fisik : untuk mengetahui energi fisik konseling. Misal : bobot
badan, postur tubuh, kerapihan, kebersihan.
Observasi emosional : untuk mengetahui perasaan konseling, dari mimik
muka, tindaktanduk, nada suara.
Observasi intelektual : untuk mengetahui kesiapan konseling untuk terlibat
dalam proses konseling. Misal dari ekspresi muka, tindak-tanduk, respons
verbal dan nonverbal.
f. Attending : Mendengarkan
Dengan mendengarkan apa yang dikatakan konseling, konselor dapat
memahami konseling lebih dalam. Mendengar dalam konseling bukan hanya
menankap isinya, melainkan memperhatikan:
Ucapan / kata-katanya : untuk mengetahui isi / pesannya.
Nada / tekanan suaranya : untuk memahami perasaannya.
Cara berbicaranya, apakah tegas atau lemah lembut : untuk mengetahui
energi dan suasana hatinya.
2.6.2 Responding
Responding adalah keterampilan konselor dalam merespon konseling secara
tepat dan penuh empati. Responding yang tepat memungkinkan konseling untuk lebih
memahami dirinya dan masalahnya. Responding tidak mungkin tercipta tanpa didasari
“attending”.
12
a. Ada tiga syarat untuk responding yang tepat :
Konselor menerima konseling apa adanya dan tanpa prasangka.
Konselor harus berkomunikasi secara jujur : Konseling adalah konseling.
Konselor harus dapat menekankan kekhususan isi pernyataan konseling.
b. Tiga jenis / tingkat responding :
Responding terhadap perasaan (feeling)
Respon ini dilakukan dengan merefleksikan perasaan konseling secara
tepat. Untuk itu, konselor perlu :
Mengamati gerak gerik dan mimik konseling pada saat ia berbicara.
Mendengarkan secara seksama apa yang dikatakan konseling beserta nada
bicaranya.
Berusaha menyimpulkan perasaan konseling.
Responding terhadap makna (meaning)
Perasaan memberikan makna emosional kepada ekspresi pengalaman
seseorang.
Ressponding terhadap isi (Content)
Respons terhadap isi bertujuan untuk lebih mendapat kejelasan
mengenai pengalaman konseli. Kejelasan ini berlaku untuk konselor maupun
konseli. Ada kalanya konseli mengatakan sesuatu, tetapi ia sendiri tidak merasa
jelas mengenai maksud dari apa yang dikatakannya.
Ramuan untuk respons terhadap isi adalah pertanyaan 5W + 1H (Apa,
siapa, mengapa, di mana, kapan, dan bagaimana).
2.7 Trend dan Issue KDRT
a. Perpisahan atau percerai
Perpisahan atau percerai adalah berakhirnya hubungan suami istri dari ikatan
pernikahan yang sah menurut ketentuan agama dan negara. Perceraian dipandang
seperti langkah terakhir yang bisa diambil oleh pasangan suami istri untuk
menuntaskan permasalahan dalam rumah tangga. Hasil penelitian menunjukan
bahwa alasan-alasan perceraian karena KDRT disebabkan karena faktor ekonomi,
perselisihan yang berkepanjangan.
b. Marital rape
Marital rape atau pemerkosaan dalam pernikahan adalah tindakan hubungan
seksual dengan pasangan tanpa persetujuan pasangan. Kurangnya persetujuan
13
adalah elemen penting dan tidak perlu melibatkan kekerasan fisik. Perkosaan dalam
perkawinan (marital rape) termasuk ke dalam tindakan kekerasan seksual,
sebagaimana diatur dalam UU. No. 23 Thn. 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga.
c. Pidana KDRT
Segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan
pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta
bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan. Seperti yang sudah tertera dalam Pasal
44 ayat (1): "Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup
rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.15.000.000,00
(lima belas juta rupiah)."
d. Delik Aduan KDRT
Delik aduan merupakan delik yang memiliki karakter yang unik apabila
dibandingkan dengan delik umum. Delik aduan digunakan untuk tindak pidana
yang dapat diselesaikan secara kekeluargaan atau hingga tercapai sebuah
kesepakatan bersama. Aduan hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu. Orang
yang mengajukan pengetahuan, berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan
setelah pengaduan diajukan. KDRT yang merupakan delik aduan diatur dalam Pasal
51 hingga Pasal 53 UU Nomor 23 Tahun 2004. Jika merujuk pada ketentuan pasal-
pasal tersebut, tindak pidana KDRT yang termasuk delik aduan meliputi, tindak
pidana kekerasan fisik yang dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya
yang tidak menimbulkan penyakit.
2.8 Pendekatan keperawatan KDRT
Riwayat lengkap dari etiologi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi
merupakan komponen penting untuk dikaji. Kaji keluhan dan perkembangan klien
korban KDRT dan lakukan pendekatan keperawatan dengan :
Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.
Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan klien.
Pelayanan bimbingan rohani.
Memberikan support kepada klien.
Melakukan kerjasama keluarga secara kolektif.
14
2.8.1 Luaran: Tingkat Depresi (L.09097)
Minat beraktivitas meningkat
Aktivitas sehari-hari meningkat
Harga diri meningkat
Kebersihan diri meningkat
Perasaan tidak berharga menurun
Sedih menurun
Putus asa menurun
Peristiwa negatif menurun
Perasaan bersalah menurun
Keletihan menurun
Pikiran mencederai diri menurun
Pikiran bunuh diri menurun
Bimbang menurun
Menangis menurun
Marah menurun
Penyalahgunaan zat menurun
Penyalahgunaan alkohol menurun
Berat badan membaik
Nafsu makan membaik
Pola tidur membaik
Libido membaik
2.8.2 Intervensi Keperawatan: Manajemen syok [1,02048]
Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi
napas, TD, MAP)
Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi,peralatan)
Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap adanya DOTS
(deformity/deformitas, open wound/luka terbuka, tenderness/nyeri
tekan, swelling/bengkak)
15
Pertahankan jalan napas paten
Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
Persiapkan Intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu Berikan posisi syok
(modified Trendelenburg)
Pasang jalur IV Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
Pasang selang nasogastrik untuk dekompresi lambung
Kolaborasi pemberian infus cairan, kristaloid 1-2 L pada dewasa
Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 20 mL/kgBB pada anak
Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
16
Tekanan darah membaik
Proses berpikir membaik
Fokus membaik
Fungsi berkemih
Perilaku Nafsu makan membaik
Pola tidur membaik
17
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan perilaku yang mencakup perbuatan
dan perkataan kasar kepada seseorang dengan menggunakan ancaman, kekuatan dan
kekerasan fisik, seksual, emosional, ekonomi, dan lisan. Bentuk konseling KDRT
adalah Metode Konseling Individu yang terdiri dari Konseling Direktif (Directive
Counseling), Konseling Nondirektif (Nondirective Counseling), dan Konseling
Eklektif (Eclective Counseling). Faktor-faktor penyebabterjadinya KDRT adalah
budaya patriarki yang menempatkan posisi pihak yang memiliki kekuasaan merasa
lebih unggul, pandangan dan pelabelan negatif (stereotype) yang merugikan,
interpretasi agama yang tidak sesuai dengan nilai-nilai universal agama, kekerasan
berlangsung justru mendapatkan legitimasi masyarakat, dan antara suami dan istri tidak
saling memahami, dan tidak saling mengerti. Dampak KDRT dapat berimbas pada
anak, istri ataupun lansia/orang tua keluarga.
3.2 Saran
Dari makalah di atas penulis mengungkapkan saran-saran sebagai
berikut:
a. Bagi masyarakat untuk mewujudkan keluarga harmonis hendaklah tiap anggota
menjalankan komunikasi yang harmonis sebagaimana mestinya.
Mengungkapkan apa yang sebenarnya diinginkan oleh kedua belah pihak itu
sangat perlu untuk menjembatani perbedaan-perbedaan sebagai sumber konflik.
b. Bagi pasangan suami istri hendaknya memposisikan kesetaraannya laki-laki dan
perempuan. Laki-laki hendaknya memberikan ruang gerak terhadap istrinya
untuk juga berkepentingan.
c. Bagi korban KDRT hendaknya tidak sungkan menceritakan persoalan terhadap
keluarga agar untuk mendapatkan dukungan dalam mengambil langkah
keputusan yang tepat untuk selanjutnya.
d. Bagi peneliti selanjutnya dengan tema KDRT untuk meningkatkan penanganan
kasus KDRT dengan aspek yang lain.
18
DAFTAR PUSTAKA
Maisah. (2016). RUMAH TANGGA DAN HAM: Studi atas Trend Kekerasan
dalam Rumah Tangga di Provinsi Jambi.
Astuti, Elisa. (2019). PERAN KONSELOR DALAM MENANGANI KASUS
KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI PUSAT
PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK RUMOH PUTROE ACEH PROVINSI
ACEH.
Ashari, Andi Sarah dkk. (2017). KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(KDRT).
Cahyana, Intan Belinda. (2019). KONSELING INDIVIDU TERHADAP
PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH
TANGGA DI LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN
KELUARGA (LK3) KABUPATEN PRINGSEWU LAMPUNG.
Abdurrahman, Nadzar. (2021). Pendekatan Konseling Perspektif Gender dalam
Menangani Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga
(KDRT).
Murtadho, Ali dkk. (2016). BIMBINGAN KONSELING BAGI PEREMPUAN
KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI LRC-
KJHAM SEMARANG.
Tim Pokja. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Cetakan II
Tim Pokja. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Cetakan II
19