Anda di halaman 1dari 19

RESUME

KONSELING KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)

Dosen Pembimbing :

Dr. Dadang Kusbiantoro, M.Kep., Ns., M.Si

Disusun Oleh :
ALLEGRA ARYA KRISNANTA (2102013137)

PROGAM STUDI IMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulisan panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin
dan karunia-Nya, sehingga penulisan dapat menyelesaikan Makalah dengan judul “Konseling
Pada Ibu Melahirkan”. Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah Komunikasi Terapeutik.
Makalah ini berbekal materi yang diperoleh dari kelas dan tidak lepas dari bantuan,
bimbingan dan masukan dari pihak serta kutipan materi diambil dari internet dengan sumber
yang tertera. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menguncapkan banyak terima kasih
kepada yang terhormat :
1. Dr. Abdul Aziz Alimul Hidayat, S.Kep., Ns, M.Kes (Selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Lamongan).
2. Arifal Arif, S.Kep,Ns, M.Kes (Selaku Dekan Universitas Muhammadiyah Lamongan).
3. Suratmi, S.Kep., Ns., M.Kep (Selaku kaprodi S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Lamongan).
4. Dr. Dadang Kusbiantoro, M. Kep., Ns., M. Si (Selaku Dosen PJMK sekaligus Dosen Mata
Kuliah Komunikasi Terapeutik).
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Besar harapan penulis
agar pembaca berkenan memberikan umpan balik berupa kritik dan saran. Semoga makalah ini
bisa memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Aamiin.

Lamongan, 27 Februari 2023

Penulis

2
BAB 1
Pendahuluan

1.1 Latar belakang masalah


Pernikahan merupakan tonggak awal yang sangat menentukan kehidupan
keluarga sekaligus sebagai pintu gerbang menuju terbentuknya sebuah keluarga
sakinah. Pernikahan merupakan proses bersatunya dua orang pada suatu ikatan yang di
dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumah tangga dan
meneruskan keturunan. Salah satu tujuan dalam pernikahan adalah terwujudnya
kebahagiaan lahir dan batin, serta terciptanya ketentraman dan kedamaian hidup
berumah tangga. Namun pada kenyataanya, tidak semua pernikahan berjalan dengan
baik dan mencapai tujuan tersebut.
Salah satu permasalahan yang muncul dalam rumah tangga adalah adanya
tindak kekerasan. Kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di masyarakat, termasuk
di lingkungan keluarga, tidak terlepas dari adanya ketimpangan gender yang menjadi
salah satu sebab terjadinya penindasan terhadap perempuan, seperti subordinasi yang
memandang perempuan sebagai mahluk yang lebih rendah dibanding laki-laki. Selain
itu, tentu masih ada faktor lain yang menjadi pemicunya. Salah satunya dapat pula
disebabkan oleh adanya pemahaman agama yang bias gender sehingga dijadikan
legitimasi tindakan kekerasan terhadap istri.
Kekerasan dalam rumah tangga didefinisikan sebagai perbuatan seseorang atau
kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain. Dalam kehidupan
sehari-hari kekerasan identik dengan perbuatan-perbuatan seperti melukai orang lain
dengan sengaja, membunuh orang lain dan sebagainya.
Kasus KDRT yang terjadi ditengah masyarakat sungguh sangat
memprihatinkan. Hal tersebut banyak dijumpai dan yang dapat dilihat dalam
masyarakat di sekitar lingkungan tempat tinggal maupun yang dapat kita baca di media
cetak atau di media elektronik, tidak jarang yang menjadi korban dari kekerasan
tersebut adalah istri/perempuan. Memunculkan anggapan bahwa perempuan adalah
makhluk yang lemah. Ketidakadilan terhadap perempuan ini terutama dapat dilihat dari
adanya KDRT tetapi meski banyak terjadi kasus-kasus KDRT angka di lapangan tidak

3
bisa menunjukkan semuanya, atau tidak dapat diketahui secara jelas apakah adanya
peningkatan dalam setiap tahunnya tentang tindakan kekerasan dalam rumah tangga.
Menurut UU RI No. 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam
rumah tangga. Secara umum Undang-Undang ini menjelaskan bahwa setiap warga
negara berhakmendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai
dengan falsafah Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945. Apa yang sesungguhnya
ingin dicapai oleh undang - undang ini adalah meminimalisir tindak pidana Kekerasan
dalam Rumah Tangga dan pada akhirnya adalah terwujudnya posisi yang sama dan
sederajat di antara sesama anggota keluarga. Posisi yang seimbang antara suami dan
istri, anak dengan orang tua, dan juga posisi yang setara antara keluarga inti dengan
orang – orang, baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi bagian dari
keluarga sementara saat itu dalam keluarga. Seperti pembantu rumah tangga maupun
sanak saudara yang kebetulan tinggal dalam keluarga tersebut dengan tidak memberi
pembatasan apakah mereka laki - laki atau perempuan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi Kekerasan dalam Rumah Tangga?
2. Apa tujuan konseling KDRT?
3. Apa saja bentuk – bentuk konseling KDRT?
4. Faktor – faktor apa saja yang memengaruhi terjadinya KDRT?
5. Apa dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga pada keluarga?
6. Apa saja hal – hal yang diperhatikan dalam konseling KDRT?
7. Apa saja trend dan issue KDRT?
8. Apa saja pendekatan keperawatan KDRT?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan definisi Kekerasan dalam Rumah Tangga
2. Menjelaskan tujuan konseling KDRT
3. Menjelaskan bentuk – bentuk konseling KDRT
4. Menjelaskan faktor – faktor penyebab terjadinya KDRT
5. Menjelaskan dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga pada keluarga
6. Menjelaskan hal – hal yang diperhatikan dalam konseling KDRT
7. Menjelaskan trend dan issue KDRT

4
8. Untuk mengetahui pendekatan keperawatan KDRT

5
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kekerasan dalam Rumah Tangga


Kekerasan dalam rumah tangga merupakan perilaku yang mencakup perbuatan
dan perkataan kasar kepada seseorang dengan menggunakan ancaman, kekuatan dan
kekerasan fisik, seksual, emosional, ekonomi, dan lisan. Definisi yang lebih umum
bahwa kekerasan rumah tangga merupakan serangan yang menimbulkan luka fisik atau
kematian terhadap anggota keluarga. Semua anggota rumah tangga, baik perempuan
maupun laki-laki memungkinkan dapat menjadi pelaku atau korban kekerasan rumah
tangga. Demikian juga kekerasan pasangan, yaitu antara suami istri. Namun demikian,
perempuan umumnya cenderung lebih banyak menjadi korban dari pada sebagai
pelaku, dan sebaliknya laki-laki lebih banyak menjadi pelaku dari pada sebagai korban
kekerasan bila ditinjau dari kekuatan fisik, ekonomi, status sosial yang telah
terkonstruksi secara kultural. Pengertian kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
menurut undang - undang no 23 tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga.
Di Indonesia saat ini, kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan
perhatian dari masyarakat dan penegak hukum. Didalam KUHP (Kitab undang-undang
hukum pidana), tetapi rancangan undang-undang telah diusulkan oleh sejumlah
lembaga swadaya masyarakat. Dalam usulan itu, pengertian kekerasan dalam rumah
tangga adalah: “semua perbuatan yang dilakukan seseorang atau beberapa orang
terhadap orang lain, yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, dan atau psikologis, termasuk ancaman, perbuatan
tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang atau
penekanan secara ekonomis yang terjadi dalam lingkup rumah tangga”.

6
2.2 Tujuan konseling KDRT
2.2.1 Membebaskan klien dari berbagai konflik psikologis yang dihadapinya.
2.2.2 Menumbuhkan kepercayaan pada diri klien, bahwa ia memiliki kemampuan
untuk mengambil satu atau serangkaian keputusan yang terbaik bagi dirinya
sendiri tanpa merugikan orang lain.
2.2.3 Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada klien untuk mempercayai
orang lain, dan memiliki kesiapan secara terbuka untuk menerima berbagai
pengalaman orang lain yang bermanfaat bagi dirinya sendiri.
2.2.4 Memberikan kesadaran kepada klien bahwa dirinya adalah merupakan bagian
dari suatu lingkup sosial budaya yang luas, walaupun demikian ia masih
memiliki kekhasan atau keunikan tersendiri.
2.2.5 Menumbuhkan suatu keyakinan pada klien bahwa dirinya terus bertumbuh dan
berkembang (process of becoming).

2.3 Bentuk – bentuk konseling KDRT


2.3.1 Metode Konseling Individu
Layanan konseling individu mempunyai beberapa metode yang bisa
digunakan untuk menyelesaikan masalah yang dilakukan oleh konselor
terhadap konseli. Dalam metode konseling individu, setidaknya ada tiga cara
konseling yang bisa dilakukan, yaitu:
a. Konseling Direktif (Directive Counseling)
Konseling yang menggunakan metode ini, dalam prosesnya yang
aktif atau paling berperan adalah konselor. Dalam praktiknya konselor
berusaha mengarahkan konseli sesuai dengan masalahnya. Selain itu
konselor juga memberikan saran, anjuran, dan nasihat kepada
konseli.Praktik konseling dalam Islam, umumnya menerapkan cara-
cara diatas yaitu memberikan saran-saran, anjuran dan nasihat kepada
konseli. Para nabi dan rasul mempunyai tugas yang paling hakiki, yaitu
mengajak, membantu, dan membimbing manusia menuju kepada
kehidupan yang bahagia lahir danbatin, didunia hingga diakhirat.
b. Konseling Nondirektif (Nondirective Counseling)
Dalam praktik konseling nondirektif, konselor hanya
menampung pembicaraan. Konseli bebas berbicara sedangkan konselor

7
menampung dan mengarahkan. Metode ini tentu sulit diterapkan untuk
konseli yang berkepribadian tertutup, karena konseli yang
berkepribadian tertutup biasanya pendiam dan sulit untuk diajak
berbicara.
c. Konseling Eklektif (Eclective Counseling)
Penerapan metode dalam konseling ini adalah dalam keadaan
tertentu konselor menasehati dan mengarahkan konseli sesuai dengan
masalahnya, dan dalam keadaan yang lain konselor memberikan
kebebasan kepada konseli untuk berbicara sedangkan konselor
mengarahkan saja.Metode layanan konseling individu merupakan suatu
jalan yang harus dilalui oleh seorang konselor yang dapat digunakan
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Metode konseling individu ada
3 cara yang biasa dilakukan, konseling direktif yaitu konselor yang aktif
dalam proses konseling , mengarahkan konseli sesuai dengan
masalahnya. Konseling non direktif yaitu konselor hanya menampung
dan mengarahkan konseli, dalam metode ini konseling berpusat pada
konseli, jadi konselor memberi kebebasan kepada konseli untuk
berbicara. Konseling eklektif yaitu dalam keadaan tertentu konselor
mengarahkan dan aktif memberi saran ataupun nasihat, dalam keadaan
tertentu konselor hanya menampung dan mengarahkan konseling.

2.4 Faktor – faktor penyebab terjadinya KDRT


Beberapa alasan kecenderungan orang melakukan kekerasan dalam rumah
tangga antara lain:
a. Budaya patriarki yang menempatkan posisi pihak yang memiliki kekuasaan merasa
lebih unggul. Hal ini laki-laki dianggap lebih unggul dari pada perempuan dan
berlaku tanpa perubahan, dan bersifat kodrati.
b. Pandangan dan pelabelan negatif (stereotype) yang merugikan, misalnya laki-laki
kasar, sedangkan perempuan lemah, dan mudah menyerah jika mendapatkan
perlakuan kasar.
c. Interpretasi agama yang tidak sesuai dengan nilai-nilai universal agama. Agama
sering digunakan sebagai legitimasi pelaku kekerasan terutama dalam lingkup
keluarga, padahal agama menjamin hak-hak dasar seseorang, seperti memahami

8
nusyuz, yakni suami boleh memukul istri dengan alasan mendidik atau ketika istri
tidak mau melayani kebutuhan seksual suami maka suami berhak memukul dan
ancaman bagi istri adalah laknat.
d. Kekerasan berlangsung justru mendapatkan legitimasi masyarakat dan menjadi
bagian dari budaya, keluarga, negara, dan praktek di masyarakat, sehingga menjadi
bagian kehidupan yang sulit dihapuskan, kendatipun terbukti merugikan semua
pihak.
e. Antara suami dan istri tidak saling memahami, dan tidak saling mengerti. Sehingga
jika terjadi permasalahan keluarga, komunikasi tidak berjalan baik sebagaimana
mestinya.

2.5 Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga pada keluarga


Dampak KDRT terhadap Anak menurut Marianne James, Senior Research pada
Australian Institute of Criminology (1994) adalah :
a. Dampak terhadap Anak berusia bayi
Usia bayi seringkali menunjukkan keterbatasannya dalam kaitannya dengan
kemampuan kognitif dan beradaptasi, menyatakan bahwa anak bayi yang
menyaksikanterjadinya kekerasan antara pasangan bapak dan ibu sering dicirikan
dengan anak yangmemiliki kesehatan yang buruk, kebiasaan tidur yang jelek,
dan teriakan yang

9
berlebihan. Bahkan kemungkinan juga anak-anak itu menunjukkan penderitaan
yang serius. Hal ini berkonsekuensi logis terhadap kebutuhan dasarnya yang
diperoleh dari ibunya ketika mengalami gangguan yang sangat berarti. Kondisi
ini pula berdampak lanjutan bagi ketidaknormalan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya yang sering kali diwujudkan dalam problem emosinya,
bahkan sangat terkait dengan persoalan kelancaran dalam berkomunikasi.
b. Dampak terhadap anak toddler
Dalam tahun kedua fase perkembangan, Dampak yang terjadi seperti seringnya
sakit, memiliki rasa malu yang serius, dan memiliki masalah selama dalam
pengasuhan, terutama masalah sosial, misalnya : memukul dan menggigit.
c. Dampak terhadap Anak usia pra sekolah
Cumming (1981) melakukan penelitian tentang KDRT terhadap anak-anak yang
berusia TK, pra sekolah, sekitar 5 atau 6 tahun. Dilaporkannya bahwa Anak-anak
yangmemperoleh rasa distress pada usia sebelumnya. Ini dapat dijelaskan bahwa
anak-anakprasekolah yang dipisahkan secara sosial dari teman sebayanya, bahkan
tidak berkesempatan untuk berhubungan dengan kegiatan atau minat teman
sebayanya juga, maka mereka cenderung memiliki beberapa masalah yang terkait
dengan orang dewasa.
d. Dampak terhadap Anak Sekolah
Anak-anak mengalami masalah dalam kesehatan mentalnya, termasuk didalamnya
prilaku anti sosial dan depresi, anak mengalami mimpi buruk, ketakutan, nafsu
makan menurun, lamban dalam belajar, anak akan mengalami luka, cacat fisik, cacat
mental, bahkan kematian, menunjukkan perubahan perilaku dan kemampuan belajar,
memilikigangguan belajar dan sulit berkonsentrasi, selalu curiga dengan orang lain.
e. Dampak kekerasan dalam rumah tangga pada dewasa (istri)
 Kekerasan fisik langsung atau tidak langsung dapat mengakibatkan istri
menderita rasa sakit fisik dikarenakan luka sebagai akibat tindakan kekerasan
tersebut
 Kekerasan seksual mengakibatkan menurunkan atau bahkan hlangnya gairah
seks, karena istri menjadi ketakutan
 Kekerasan psikologis dapat berdampak istri merasa tertekan, shock, trauma, rasa
takut, marah meningkat, meledak-ledak, depresi.
 Kekerasan ekonomi mengakibatkan terbatasnya pemenuhan kebutuhan sehari-
hari yang diperlukan istri dan anaknya.
f. Dampak kekerasan dalam rumah tangga pada lansia :
 Merasa tidak dihargai
 Merasa gagal mendidik anak

10
2.6 Hal – hal yang diperhatikan dalam konseling KDRT
2.6.1 Attending
Attending adalah bagaimana konselor menyiapkan diri, bersikap, berperilaku,
mendengarkan, memberikan perhatian kepada konseling sehingga konseli merasa
aman, nyaman, diperhatikan oleh konselor.
Attending meliputi : menyiapkan tempat, menyiapkan konseling, menyiapkan diri
(konselor), attending secara personal, mengamati dan mendengarkan.
a. Attending : Menata tempat
 Cukup luas
 Terang / cukup cahaya
 Tenang, tak terganggu lalu Lalang
 Ada dekorasi, warna teduh tidak mencolok atau menakutkan klien
 Kursi menyamping, tanpa meja
 Jika ada meja, diusahakan tidak mengganggu keeratan hubungan
(proxemics)
b. Attending : Menyiapkan klien
Kesediaan konseling untuk terlibat, sangat ditentukan oleh kesan
pertama tentang konselor. Menyiapkan konseling meliputi :
 Menyapa secara ramah.
 Menjelaskan tujuan relasi (hubungan konseling)
 Memberikan informasi tentang hal-hal yang diperlukan konseli, selama
mendapatkan bantuan.
 Konselor menyatakan kesiapan untuk membantu.
 Mengungkap alasan konseling akan perlunya bantuan.
c. Attending : Konselor menyiapkan diri
Bukan hanya konseling yang disiapkan, melainkan konselor pun perlu
menyiapkan diri sebelum konseling mulai. Persiapan meliputi :
 Menenangkan diri agar tidak tegang atau merasa “tidak enak”
 Mempelajari kembali tujuan pertemuan dengan konseling
 Mempelajari informasi awal tentang konseling, dari catatan yang ada atau
sumber-sumber lain. (Jangan sampai ada kesan pada konseling bahwa
konselor tidak tahu sama sekali tentang konseling karena memberikan kesan
ketidaksunguhan konselor).

11
d. Attending secara personal : Konselor menunjukkan perhatian yang sungguh-
sungguh kepada konseling, sehingga konseli terundang untuk memberikan
respon yang wajar. Attending ini dinyatakan dalam perilaku konselor sebagai
berikut :
 Menghadapkan badan kepada konseling dengan sedikit agak membungkuk.
 Posisi tangan berada dipangkuan secara rileks.
 Mata menatap konseling (eye contact)
e. Attending : Keterampilan Mengamati
Konselor dapat memahami konseling dengan mengamati profilnya.
Karena itu, keterampilan mengamati sangat penting bagi konselor. Spektrum
pengamatan :
 Observasi fisik : untuk mengetahui energi fisik konseling. Misal : bobot
badan, postur tubuh, kerapihan, kebersihan.
 Observasi emosional : untuk mengetahui perasaan konseling, dari mimik
muka, tindaktanduk, nada suara.
 Observasi intelektual : untuk mengetahui kesiapan konseling untuk terlibat
dalam proses konseling. Misal dari ekspresi muka, tindak-tanduk, respons
verbal dan nonverbal.
f. Attending : Mendengarkan
Dengan mendengarkan apa yang dikatakan konseling, konselor dapat
memahami konseling lebih dalam. Mendengar dalam konseling bukan hanya
menankap isinya, melainkan memperhatikan:
 Ucapan / kata-katanya : untuk mengetahui isi / pesannya.
 Nada / tekanan suaranya : untuk memahami perasaannya.
 Cara berbicaranya, apakah tegas atau lemah lembut : untuk mengetahui
energi dan suasana hatinya.
2.6.2 Responding
Responding adalah keterampilan konselor dalam merespon konseling secara
tepat dan penuh empati. Responding yang tepat memungkinkan konseling untuk lebih
memahami dirinya dan masalahnya. Responding tidak mungkin tercipta tanpa didasari
“attending”.

12
a. Ada tiga syarat untuk responding yang tepat :
 Konselor menerima konseling apa adanya dan tanpa prasangka.
 Konselor harus berkomunikasi secara jujur : Konseling adalah konseling.
 Konselor harus dapat menekankan kekhususan isi pernyataan konseling.
b. Tiga jenis / tingkat responding :
 Responding terhadap perasaan (feeling)
Respon ini dilakukan dengan merefleksikan perasaan konseling secara
tepat. Untuk itu, konselor perlu :
 Mengamati gerak gerik dan mimik konseling pada saat ia berbicara.
 Mendengarkan secara seksama apa yang dikatakan konseling beserta nada
bicaranya.
 Berusaha menyimpulkan perasaan konseling.
 Responding terhadap makna (meaning)
Perasaan memberikan makna emosional kepada ekspresi pengalaman
seseorang.
 Ressponding terhadap isi (Content)
Respons terhadap isi bertujuan untuk lebih mendapat kejelasan
mengenai pengalaman konseli. Kejelasan ini berlaku untuk konselor maupun
konseli. Ada kalanya konseli mengatakan sesuatu, tetapi ia sendiri tidak merasa
jelas mengenai maksud dari apa yang dikatakannya.
Ramuan untuk respons terhadap isi adalah pertanyaan 5W + 1H (Apa,
siapa, mengapa, di mana, kapan, dan bagaimana).
2.7 Trend dan Issue KDRT
a. Perpisahan atau percerai
Perpisahan atau percerai adalah berakhirnya hubungan suami istri dari ikatan
pernikahan yang sah menurut ketentuan agama dan negara. Perceraian dipandang
seperti langkah terakhir yang bisa diambil oleh pasangan suami istri untuk
menuntaskan permasalahan dalam rumah tangga. Hasil penelitian menunjukan
bahwa alasan-alasan perceraian karena KDRT disebabkan karena faktor ekonomi,
perselisihan yang berkepanjangan.
b. Marital rape
Marital rape atau pemerkosaan dalam pernikahan adalah tindakan hubungan
seksual dengan pasangan tanpa persetujuan pasangan. Kurangnya persetujuan

13
adalah elemen penting dan tidak perlu melibatkan kekerasan fisik. Perkosaan dalam
perkawinan (marital rape) termasuk ke dalam tindakan kekerasan seksual,
sebagaimana diatur dalam UU. No. 23 Thn. 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga.
c. Pidana KDRT
Segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan
pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta
bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan. Seperti yang sudah tertera dalam Pasal
44 ayat (1): "Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup
rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.15.000.000,00
(lima belas juta rupiah)."
d. Delik Aduan KDRT
Delik aduan merupakan delik yang memiliki karakter yang unik apabila
dibandingkan dengan delik umum. Delik aduan digunakan untuk tindak pidana
yang dapat diselesaikan secara kekeluargaan atau hingga tercapai sebuah
kesepakatan bersama. Aduan hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu. Orang
yang mengajukan pengetahuan, berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan
setelah pengaduan diajukan. KDRT yang merupakan delik aduan diatur dalam Pasal
51 hingga Pasal 53 UU Nomor 23 Tahun 2004. Jika merujuk pada ketentuan pasal-
pasal tersebut, tindak pidana KDRT yang termasuk delik aduan meliputi, tindak
pidana kekerasan fisik yang dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya
yang tidak menimbulkan penyakit.
2.8 Pendekatan keperawatan KDRT
Riwayat lengkap dari etiologi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi
merupakan komponen penting untuk dikaji. Kaji keluhan dan perkembangan klien
korban KDRT dan lakukan pendekatan keperawatan dengan :
 Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.
 Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan klien.
 Pelayanan bimbingan rohani.
 Memberikan support kepada klien.
 Melakukan kerjasama keluarga secara kolektif.

14
2.8.1 Luaran: Tingkat Depresi (L.09097)
 Minat beraktivitas meningkat
 Aktivitas sehari-hari meningkat
 Harga diri meningkat
 Kebersihan diri meningkat
 Perasaan tidak berharga menurun
 Sedih menurun
 Putus asa menurun
 Peristiwa negatif menurun
 Perasaan bersalah menurun
 Keletihan menurun
 Pikiran mencederai diri menurun
 Pikiran bunuh diri menurun
 Bimbang menurun
 Menangis menurun
 Marah menurun
 Penyalahgunaan zat menurun
 Penyalahgunaan alkohol menurun
 Berat badan membaik
 Nafsu makan membaik
 Pola tidur membaik
 Libido membaik
2.8.2 Intervensi Keperawatan: Manajemen syok [1,02048]
 Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi
napas, TD, MAP)
 Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi,peralatan)
 Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
 Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
 Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap adanya DOTS
(deformity/deformitas, open wound/luka terbuka, tenderness/nyeri
tekan, swelling/bengkak)

15
 Pertahankan jalan napas paten
 Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
 Persiapkan Intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu Berikan posisi syok
(modified Trendelenburg)
 Pasang jalur IV Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
 Pasang selang nasogastrik untuk dekompresi lambung
 Kolaborasi pemberian infus cairan, kristaloid 1-2 L pada dewasa
 Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 20 mL/kgBB pada anak
 Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu

2.8.3 Tingkat Nyeri (L.08066)


 Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat
 Keluhan nyeri menurun
 Meringis menurun
 Sikap protektif menurun
 Gelisah menurun
 Kesulitan tidur menurun
 Menarik diri menurun
 Berfokus pada diri sendiri menurun
 Diaforesis menurun
 Perasaan depresi (tertekan) menurun
 Perasaan takut mengalami cedera berulang menurun
 Anoreksia menurun
 Perineum terasa tertekan menurun
 Uterus teraba membulat menurun
 Ketegangan otot menurun
 Pupil dilatasi menurun
 Muntah menurun
 Mual menurun
 Frekuensi nadi membaik
 Pola napas membaik

16
 Tekanan darah membaik
 Proses berpikir membaik
 Fokus membaik
 Fungsi berkemih
 Perilaku Nafsu makan membaik
 Pola tidur membaik

2.8.4 Promosi Kepercayaan Diri (I.09310)


 Identifikasi ungkapan verbal dan nonverbal yang tidak sesuai
 Identifikasi masalah potensial yang dialami
 Gunakan teknik mendengarkan aktif mengenai harapan pasien
 Diskusikan kekuatan yang dimiliki (SWOT) serta hal yang penting
(SMART)
 Diskusikan rencana mencapai tujuan yang diharapkan
 Diskusikan rencana perubahan diri
 Motivasi berfikir positif dan berkomitmen dalam mencapai tujuan
 Buat dan pilih keputusan prioritas untuk memecahkan masalah
 Buat catatan pribadi dalam menentukan pencapaian dan menikmati
setiap pencapaian
 Diskusikan solusi dalam menghadapi masalah
 Diskusikan cara menangani situasi tidak terduga secara efektif
 Motivasi tetap tenang saat menghadapi masalah dengan kemampuan
yang dimiliki
 Motivasi efektifitas keputusan yang dibuat dalam mempengaruhi atau
memperbaiki penilaian
 Libatkan anggota keluarga dalam pencapaian tujuan
 Anjurkan mengevaluasi cara pemecahan masalah yang dilakukan
 Ajarkan pemecahan masalah dan situasi yang sulit (mis. mengancam
jiwa)
 Kolaborasi dengan tim keperawatan spesialis dalam memodifikasi
intervensi

17
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan perilaku yang mencakup perbuatan
dan perkataan kasar kepada seseorang dengan menggunakan ancaman, kekuatan dan
kekerasan fisik, seksual, emosional, ekonomi, dan lisan. Bentuk konseling KDRT
adalah Metode Konseling Individu yang terdiri dari Konseling Direktif (Directive
Counseling), Konseling Nondirektif (Nondirective Counseling), dan Konseling
Eklektif (Eclective Counseling). Faktor-faktor penyebabterjadinya KDRT adalah
budaya patriarki yang menempatkan posisi pihak yang memiliki kekuasaan merasa
lebih unggul, pandangan dan pelabelan negatif (stereotype) yang merugikan,
interpretasi agama yang tidak sesuai dengan nilai-nilai universal agama, kekerasan
berlangsung justru mendapatkan legitimasi masyarakat, dan antara suami dan istri tidak
saling memahami, dan tidak saling mengerti. Dampak KDRT dapat berimbas pada
anak, istri ataupun lansia/orang tua keluarga.
3.2 Saran
Dari makalah di atas penulis mengungkapkan saran-saran sebagai
berikut:
a. Bagi masyarakat untuk mewujudkan keluarga harmonis hendaklah tiap anggota
menjalankan komunikasi yang harmonis sebagaimana mestinya.
Mengungkapkan apa yang sebenarnya diinginkan oleh kedua belah pihak itu
sangat perlu untuk menjembatani perbedaan-perbedaan sebagai sumber konflik.
b. Bagi pasangan suami istri hendaknya memposisikan kesetaraannya laki-laki dan
perempuan. Laki-laki hendaknya memberikan ruang gerak terhadap istrinya
untuk juga berkepentingan.
c. Bagi korban KDRT hendaknya tidak sungkan menceritakan persoalan terhadap
keluarga agar untuk mendapatkan dukungan dalam mengambil langkah
keputusan yang tepat untuk selanjutnya.
d. Bagi peneliti selanjutnya dengan tema KDRT untuk meningkatkan penanganan
kasus KDRT dengan aspek yang lain.

18
DAFTAR PUSTAKA

Maisah. (2016). RUMAH TANGGA DAN HAM: Studi atas Trend Kekerasan
dalam Rumah Tangga di Provinsi Jambi.
Astuti, Elisa. (2019). PERAN KONSELOR DALAM MENANGANI KASUS
KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI PUSAT
PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK RUMOH PUTROE ACEH PROVINSI
ACEH.
Ashari, Andi Sarah dkk. (2017). KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(KDRT).
Cahyana, Intan Belinda. (2019). KONSELING INDIVIDU TERHADAP
PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH
TANGGA DI LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN
KELUARGA (LK3) KABUPATEN PRINGSEWU LAMPUNG.
Abdurrahman, Nadzar. (2021). Pendekatan Konseling Perspektif Gender dalam
Menangani Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga
(KDRT).
Murtadho, Ali dkk. (2016). BIMBINGAN KONSELING BAGI PEREMPUAN
KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI LRC-
KJHAM SEMARANG.
Tim Pokja. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Cetakan II
Tim Pokja. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Cetakan II

19

Anda mungkin juga menyukai