Anda di halaman 1dari 16

TERAPI PSIKOEDUKASI BAGI PEREMPUAN

KORBAN PEMERKOSAAN

Dosen Pembimbing:
Tika Sari Dewy.,S.Kep.,Ns.,M.Kep

Di Susun Oleh:
Eka Nurdamayanti NIM 1114190633
Rovita Usnul ADO NIM 1114190642
Siska Rahmawati NIM 1114190644

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES DARUL AZHAR BATULICIN
2019/2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Dialah satu-satunya Dzat yang memberikan perlindungan dunia dan akhirat kelak.Dialah
sesungguhnya Maha pemberi petunjuk yang tiada dapat menyesatkan.Pertama-tama marilah
kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Swt yang senantiasa memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Makalah ini dapat tersusun dengan baik berkat bantuan, bimbingan, masukan, dan
motivasi dari banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasihkepada:
1. Tika Sari Dewy.,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Maternitas I yang telah memberikan masukan, dan bimbingan
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
2. Ritna Udiyani, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Dosen pengampu mata kuliah
Keperawatan Maternitas yang telah memberikan masukan, dan bimbingan
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
3. Orang tua serta saudara-saudara tercinta atas do’a, motivasi, dan harapannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar.
4. Teman-teman yang telah memberikan motivasi dan masukan yang baik kepada
penulis sehingga bisa menyelesaikan makalah ini dengan lancar.
Mudah-mudahan amal baik mereka senantiasa mendapat pahala dan balasan yang
setimpal dari Allah Swt. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya.Aamin.

Simpang Empat, November 2020

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek), perilaku manusia di
dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks. Perilaku yang
demikian apabila ditinjau dari segi hukum, tentunya ada perilaku yang sesuai dengan
norma dan ada yang dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran dari norma.
“Perilaku yang menyimpang dari norma biasanya akan menjadikan suatu permasalahan
baru di bidang hukum dan merugikan masyarakat”.
Perilaku yang tidak sesuai norma atau dapat disebut sebagai penyelewengan
terhadap norma yang telah disepakati dapat menyebabkan terganggunya ketentraman dan
ketertiban terhadap kehidupan manusia itu sendiri. Penyelewengan atas suatu norma
yang berlaku biasanya oleh masyarakat umum dinilai sebagai suatu kejahatan dalam
ruang lingkup hukum pidana dan kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala
sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan oleh
negara. Kenyataan telah membuktikan bahwa kejahatan hanya dapat dicegah dan
dikurangi akan tetapi sulit diberantas secara tuntas.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana menganalisis jurnal dengan terapi psikoedukasi bagi perempuan korban
pemerkosaan dengan menggunakan PICO dan menganalisis jurnal dengan metode
penelitian hukun dan norma normatif dan kaji dengan pendekatan undang-undang

1.3. Tujuan
1.3.1. Umum
Agar mengetahui bagaimana cara mengkritik jurnal dengan PICO VIA
1.3.2. Khusus
a) Mengetahui definisi psikoedukasi
b) Mengetahui teori psikoedukasi
c) Mengetahui definisi korban pemerkosaan
d) Mengetahui penyebab dari korban pemerkosaan
e) Mengetahui bentuk-bentuk korban pemerkosaan
f) Mengetahui konsep dari EBN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Terapi Psikoedukasi


2.1.1. Pengertian Psikoedukasi
Psikoedukasi adalah suatu bentuk pendidikan ataupun pelatihan terhadap
seseorang dengan gangguan psikiatri yang bertujuan untuk proses treatment dan
rehabilitasi. Sasaran dari psikoedukasi adalah untuk mengembangkan dan
meningkatkan penerimaan pasien terhadap penyakit ataupun gangguan yang ia
alami, meningkatkan pertisipasi pasien dalam terapi, dan pengembangan coping
mechanism ketika pasien menghadapi masalah yang berkaitan dengan penyakit
tersebut. (Bordbar & Faridhosseini, 2010).
Psikoeduakasi adalah treatment yang diberikan secara profesional dimana
mengintegrasikan intervensi psikoterapeutik dan edukasi (Walsh, 2010).
Berdasarkan definisi-definisi di atas, psikoedukasi (PE) dapat diterapkan
tidak hanya kepada individu tetapi juga dapat diterapkan pada keluarga dan
kelompok. Psikoedukasi dapat digunakan sebagai bagian dari proses treatment
dan sebagai bagian dari rehabilitasi bagi pasien yang mengalami penyakit ataupun
gangguan tertentu. Walaupun demikian, psikoedukasi tidak hanya dapat
diterapkan pada ranah psikiatri tetapi dapat juga diterapkan pada ranah lainnya.
Psikoedukasi dapat diterapkan tidak hanya pada individu atau kelompok yang
memiliki gangguan psikiatri, tetapi juga digunakan agar individu dapat
menghadapi tantangan tertentu dalam tiap tingkat perkembangan manusia
sehingga mereka dapat terhindar dari masalah yang berkaitan dengan tantangan
yang mereka hadapi.
2.1.2. Teori Psikoedukasi
Menurut Brown (2011) ada beberapa Teori- teori yang melatarbelakangi
psikoedukasi antara lain sebagai berikut:
a. Teori sistem ekologi
b. Teori kognitif-perilaku
c. Teori belajar
d. Model dukungan sosial

2.2. Teori Korban Pemerkosaan


2.2.1. Pengertian Korban pemerkosaan
Pelecehan seksual, termasuk pemerkosaan inses, merupakan bentuk kejahatan
terhadap kemanusiaan yang sangat merugikan anak yang menjadi korban karena
sering menyebabkan trauma berkepanjangan (Goodwin, 2017).
Pemerkosaan merupakan bentuk kekerasan dan kejahatan kesusilaan terhadap
perempuan yang bisa terjadi kapan saja kepada siapa pun dan dimana saja: di
jalanan, di tempat kerja, di rumah, atau tempat-tempat yang tidakdiinginkan lain
nya. Pada waktu dan tempat dimana tidak diinginkan.pada waktu dan tempat
dimana tidak ada control sosial, di daerah dimonitor oleh masyarakat atau ketika
masyarakat lalai, pemerkosa biasanya mengambil keuntungan dari kesempatan
yang ada untuk menjalankan aksi bejatnya memperkosa anak kandungnya sendiri
dengan leluasa. Rumah yang seharusnya menjadi tempat yang paling aman untuk
anak perempuan, sering kali justru menjadi lokus yang paling aman bagi pelaku
menjalankan aksi pemerkosaan inses.(Galles,2016)
2.2.2. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Korban Pemerkosaan
Faktor-faktor atau penyebab terjadinya suatu tindak perkosaan tersebut dengan
posisi korban dalam hubungannya dengan pelaku, artinya korban dan pelaku
sebelumnya sudah ada relasi lebih dahulu dalam ukuran intensitas tertentu antara
korban dan pelaku. Kalaupun diantara korban dan pelaku tidak ada keterkaitan
dalam hal hubungan relasi dengan pelaku, maka presentase terjadi tindak
kejahatan tersebut cukup kecil, karena hubungan horizontal laki-laki dan
perempuan telah dimanfaatkan oleh pihak laki-laki untuk bereksperimen
membenarkan perbuatan kontra produktif yang dapat merugikan melakukan dan
pihak perempuan.
Namun secara umum faktor pemerkosaan terjadi apabila dilihat dari motif
pelakunya:
 Seductive Raper, pemerkosaan yang terjadi karena pelaku merasa
terangsang nafsu birahinya dan biasanya pemerkosaan ini terjadi pada
mereka yang sudah saling mengenal. Contohnya pemerkosaan oleh pacar,
keluarga, teman atau orang-orang terdekat lainnya.
 Sadistic Rape, pemerkosaan yang dilakukan secara sadis, yang mana si
pelaku akan merasa mendapatkan kepuasan seksual bukan karena
bersetubuh, namun mendapat kepuasan dari cara penyiksaan terhadap
korban yang tidak didapatkan dalam hubungan seksual secara normal.
 Anger Rape, pemerkosaan yang dilakukan untuk mengungkapkan rasa
marahnya pada korban. Kepuasaan seksual bukan tujuan utama yang
diharapkan pelaku, namun sekedar untuk melampiaskan rasa marahnya
pada korban.
 Domination Rape, pemerkosaan ini hanya ingin menunjukan dominasinya
pada korban dan pelaku hanya ingin menguasai korban secara seksual,
misalnya pemerkosaan majikan terhadap pembantunya.
 Exploitation Rape, pemerkosaan yang terjadi karena ada rasa
ketergantungan korban terhadap pelaku baik secara ekonomi maupun
sosial. Dan biasanya kasus ini terjadi tanpa adanya kekerasan oleh pelaku
terhadap korban. Contohnya atasan terhadap bawahannya, majikan
terhadap pembantunya.(Mahfudz Tejani,2017)
2.2.3. Bentuk-bentuk Korban Pemerkosaan
Pelecehan seksual dapat berupa pelecehan verbal, non-verbal atau fisik dan
dapat mencakup tindakan-tindakan berikut ini:
- Komentar, gurauan, rayuan atau penghinaan bernada seksual
- Pertanyaan intrusif tentang kehidupan pribadi atau komentar bernada
seksual tentang penampilan, pakaian atau bagian tubuh
- Undangan untuk melakukan hubungan seks yang tidak diinginkan atau
permintaan berkencan secara terus-menerus
- Menunjukkan gambar-gambar seksual secara eksplisit (misalnya poster,
screen saver atau situs internet)
- Mengirim, meneruskan atau membujuk melalui pesan-pesan bernada
seksual (misalnya surat, catatan, email, Twitter atau SMS)
- Gerakan seksual yang tidak diinginkan, seperti menyentuh, menepuk,
mencubit, sengaja menyentuh tubuh orang lain, memeluk, mencium, menatap
atau melirik
- Tindakan yang merupakan pelanggaran hukum pidana, seperti penyerangan
secara fisik, menguntit atau menyampaikan cerita cabul.
Komnas Perempuan juga mengklasifikasikan 15 bentuk pelecehan seksual
yaitu:
- Perkosaan
- Intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan
- Pelecehan seksual
- Eksploitasi seksual
- Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual
- Prostitusi paksa
- Perbudakan seksual
- Pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung
- Pemaksaan kehamilan
- Pemaksaan aborsi
- Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi
- Penyiksaan seksual
- Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual
- Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau
mendiskriminasi perempuan
- Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas
dan agama Kelima belas bentuk kekerasan seksual ini bukanlah daftar final,
karena ada kemungkinan sejumlah bentuk kekerasan seksual yang belum kita
kenali akibat keterbatasan informasi mengenainya.

2.3. Dampak trauma akibat korban perkosaan


a. Penghianatan atau hilangnya kepercayaan anak terhadap orang dewasa
b. Trauma secara seksual
c. Merasa tidak berdaya
d. Stigma
Secara fisik memang mungkin tidak ada hal yag harus dipermasalahkan pada
anak yang menjadi korban kekerasan seksual, tapi secara psikis bisa menimbulkan
ketagihan, trauma, bahkan pelampiasan dendam.

2.4. Konsep Evidence Based Nursing (EBN)


2.3.1. Pengertian Evidence Based Nursing (EBN)
Evidence Based Nursing didefinisikan sebagai sintesis dan penggunaan
temuan ilmiah (hasil penilitian) dari suatu penilitian randomized control trial
(Estabrook, 2004 dalam Wood dan Haber, 2006). Menurut Sackeett, et al (2009)
EBN adalah sebagai suatu sintesis dan penggunaan temuan ilmiah dari berbagai
jenis penelitian termasuk randomized control trial, penilitian deskriptif, informasi
dari laporan kasus dan pendapat pakar.
Pendapat lain dari Dharma (2011) mendefinisikan EBN sebagai suatu
integrasi (lebih dari 1 penelitian) dari bukti hasil penelitian terbaik yang telah
melalui tahapan telaah dan sintesis yang digunakan sebagai dasar dalam praktik
keperawatan dan memberikan manfaat bagi penerima layanan keperawatan.
.3.2. Tujuan Evidence Based Nursing (EBN)
Dharma (2011) berpendapat penggunaan hasil penilitian pada tatanan praktik
keperawatan bertujuan untuk:
A. Memberikan landasan yang objektif dan rasional dalam praktik keperawatan
fenomena yang didapatkan dari pengalaman klinik masih harus dibuktikan
terlebih dahulu kebenarannya secara ilmiah dan fakta ilmiah. Inilah yang
kemudian dijadikan dasar dalam praktik keperawatan (Evidence Based
Nursing Practice). Perawat yang memiliki pengalaman kemudian melakukan
tindakan keperawatan atas dasar fakta ilmiah akan menghasilkan asuhan
keperawatan yang berkualitas.
B. Memberikan bukti bahwa praktik keperawatan dilandasi oleh penerapan
prinsip-prinsip ilmiah (scientific method) yang relevan dan terkini (up to
date). Dengan menerapkan Evidence Based Nursing Praktice atau praktik
keperawatan dilandasi bukti ilmiah, memberikan bukti bahwa praktik
keperawatan dilandasi oleh dasar ilmu pengetahuan yang didapat melalui
penelitian.
C. Melatih kemampuan perawat untuk berpikir kritis dan rasional terhadap suatu
fenomena atau masalah penerapan EBN secara tidak langsung akan melatih
kemampuan berfikir kritis dan rasional seorang perawat dalam menghadapi
suatu masalah fenomena. Ketika menghadapai suatu masalah atau
menemukan suatu fenomena perawat mengeksplorasi berbagai sumber ilmiah
untuk mengetahui gambaran permaslahan atau fenomena dan mencari solusi
yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.
D. Sebagai salah satu cirri dan praktik keperawatan professional Evidence
Based Nursing Praktice merupakan suatu cara untuk membuktikan bahwa
perawat adalah professional.
E. Meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan, tujuan akhir dari penerapan
EBN adalah meningkatkan kualitasi pelayanan keperawatan EBN yang
merupakan suatu cara untuk mencapai indicator-indikator kualitas pelayanan
keperawatan.
F. Sebagai dasar untuk menyusun pertanyaan penelitian berikutnya, efektivitas
penerapan hasil penelitian dalam practice keperawatan melalui evaluasi
proses dan evaluasi hasil. Evaluasi hasil dijadikan untuk menyusun
pertanyaan penelitian berikutnya untuk topic yang relevan.
.3.3. Tahapan Evidence Based Nursing (EBN)
Secara umum terdapat 4 komponen dalam penerapan EBN menurut Dhama
(2011) meliputi:
A. Telaah dan sintesis hasil penelitian
B. Implementasi
C. Evaluasi efektiv penerapan EBN terhadap pelayanan pasien
D. Pertimbangan terhadap konteks dimana hasil penelitian diterapkan yang
mencakup keterlaksanaan berdasarkan aspek pembiayaan, sumber daya
manusia yang terlibat dalam penerapan EBN, ketersediaan fasilitas
pendukung dan kebijakan institusi.
.3.4. Langkah Evindence Based Nursing (EBN)
Menurut Dharma (2011) ada 8 langkah pelaksanaa EBN diantaranya:
A. Memilih topik EBN
B. Membentuk Tim (Menyusun pertanyaan EBN)
P: Populasi pasien atau disease of interest
I: Intervensi atau Issue of Interest
C: Intervensi pembanding/kelompok pembanding
O: Outcomes/hasil-hasil yang diharapkan
C. Mencari dan Mengumpulkan Bukti-bukti
D. Melakukan Critical Appraisal Terhadap Bukti-bukti
E. Sintesis hasil penelitian
F. Uji coba intervensi/prosedur baru dalam praktik keperawatan
G. Menetapkan perubahan baru
H. Desiminasi hasil
BAB III
ANALISIS JURNAL

3.1. Judul Jurnal


Studi Fenomenologis : Mantan korban perkosan yang menjadi Wounded Healer

.2. Nama yang Melakukan Penelitian


C.V.R. Abimanyu, S.Psi., M.Psi.

.3. Analisis jurnal dengan PICO


P (Populasi) : seseorang perempuan berusia 12 tahun yang pernah menjadi korban
pemerkosaan dan memperoleh terapi psikologis pada usia 23 thn.
I (Intervensi) :metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif untuk mengetahui latar belakang seseorang dalam menjadi
wounded healer ( istilah yang menyatakan bahwa luka seseorang yang
menjadi pemulih tersebut dapat membawa kekuatan penyembuhan
bagi klien) dengan tujuan menafsirkan fenomena yang terjadi dan
dilakukan dengan menggunakan cara yang ada seperti wawancara,
pengamatan, dan pemanfaatan dokumen.
C (Comparisson) : Jurnal “Studi Fenomenologis : Mantan korban perkosan yang menjadi
Wounded Healer” penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan
observasi.
O (Outcome) : dari hasil dapat disimpulkan bahwa penelitian ini menemukan bahwa
terdapat pengaruh secara umum penelitian kualitatif wonded healer
dapat membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri pada orang
yang telah mengalami korban pemerkosaan.

.4. Analisis jurnal melalui pendekatan VIA ( Validity, importance, and applicable)
Validty
1. Apakah fokus penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian ? penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengungkap dinamika makna hidup seorang
korban perkosaan hingga menjadi wonded healer.
2. Apakah subjek penelitian ini diambil dengan cara yang tepat ? subjek
penelitian ini memiliki persyaratan: pernah mengalami perkosaan, pernah
membantu pemulihan korban perkosaan, bersedia menjadi subjek penelitian
kali ini.
3. Apakah data yang dikumpulkan sesuai dengan tujuan penelitian ? kriteria
inklusi penelitian ini adalah seorang perempuan berusia 12 tahun yang menjadi
korban tindak kekerasan perkosaan.
4. Apakah penelitian ini mempunyai jumlah subjek yang cukup untuk
meminimalisir kebetulan? Subjek penelitian ini adalah perempuan korban
pemerkosaan.
5. Apakah analisis data dilakukan cukup baik ? ya, karena penelitian kualitatif
wounded healer dapat meningkatkan kepercayaan diri bagi korban perkosaan.
Important
1. Apakah penelitian ini penting ? ya penting, karena didapatkan bahwa adanya
peningkatan kepercayaan diri bagi korban perkosaan.
Applicable
1. Apakah penelitian ini dapat diterapkan ? ya, karena dapat meningkatkan
kepercayaan diri bagi korban perkosaan.
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan jurnal penilitian yang di lakukan pada perempuan korban tindak
kekerasan dalam rumah tangga terdapat pengaruh yang signifikan terhadap pelaksanaan
terapi guided imagery yaitu dapat menurunkan tingkat depresi pada perempuan korban
tindak kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan hasil
pengukuran tingkat depresi pada subjek yang merupakan korban tindak kekerasan dalam
rumah tangga setelah diberikan intervensi guided imagery. Perubahan ke arah positif
juga ditunjukkan pada aspek-aspek depresi meliputi aspek afeksi, kognitif, perilaku dan
fisik, meskipun perubahannya bervariasi.

4.2. Saran
Diharapkan terapi guided imagery dapat diterapkan untuk menurunkan tingkat
depresi pada perempuan korban tindak kekerasan dalam rumah tangga.
DAFTAR PUSTAKA

Abimany. 2016. Studi Fenomenologis: mantan korban perkosaan yang menjadi wounded
healer. https:google.scholar

Anda mungkin juga menyukai