Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPEAWATAN GERONTIK

PADA NY.J DENGAN HIPERTENSI

Dosen Pembimbing:
Herdy Juniawan, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Oleh :
Alda NIM 1114190632
Eka Nurdamayanti NIM 1114190633
Mariatul Kiptiah NIM 1114190637
Neli Safitri NIM 1114190640

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES DARUL AZHAR BATULICIN
TAHUN 2022

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Dialah satu-satunya Dzat yang memberikan perlindungan dunia dan
akhirat kelak. Dialah sesungguhnya Maha pemberi petunjuk yang tiada dapat
menyesatkan.Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Swt
yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Laporan ini dapat tersusun dengan baik berkat bantuan, bimbingan, masukan,
dan motivasi dari banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Herdy Juniawan, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Dosen pembimbing mata
kuliah Keperawatan Gerontik yang telah memberikan masukan dan
kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan
baik.
2. Orang tua serta saudara-saudara tercinta atas do’a, motivasi, dan
harapannya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan
lancar.
3. Teman-teman yang telah memberikan motivasi dan masukan yang baik
kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan laporan ini dengan lancar.
Mudah-mudahan amal baik mereka senantiasa mendapat pahala dan balasan
yang setimpal dari Allah Swt. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya. Aamin.

Simpang Empat, November 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hipertensi pada lanjut usia diakibatkan sebab proses penuaan dimana
berlansungnya pergantian sistem kardiovaskuler, katup mitral serta aorta
terjadinya selerosis serta penebalan, miokard jadi kaku serta lambat dalam
berkontraktilitas. Hipertensi pada lanjut usia membawa pengaruh kurang baik
bila tidak ditangani bisa menyebabkan penyakit stroke, gagal jantung, gagal
ginjal. (Richard,2016)
Menurut World Health Organization (WHO), prevalensi hipertensi tahun
2018 pada orang berusia 18 tahun keatas 22%.. penyakit tersebut menimbulkan
40% kematian sebab penyakit kardiovaskuler serta 51% kematian sebab stroke.
Tidak hanya cara menyeluruh, hipertensi jadi suatu penyakit tak meluas yang
sangat banyak di derita warga Indonesia
(57,6%).
Hasil dari Riskesdas 2018 membuktikan bahwa kenaikan prevalensi
hipertensi di Indonesia sejumlah 34,11%. Pravelensi tekanan darah tinggi pada
wanita sebesar 36,85% lebih besar dibanding pria 31,34%. Sebaliknya
pravelensi kota sedikit lebih besar 34,43% dibanding desa 33,72%. Pravelensi
terus menjadi bertambah ada bertambahnya usia.
Pada lanjut usia terjalin bermacam-macam kemunduran organ tubuh,
oleh karna itu lanjut usia mudah sekali menghadapi penyakit hipertensi.
Hipertensi yang sering terjadi pada lanjut usia ialah hipertensu sistolik yang
maksudnya tekanan sistolik ≥ 140 mmHg serta tekanan diastolik ≥ 90 mmHg.
(Annisa,2016)
Bertambahnya prevalensi hipertensi dari tahun ketahun karena jumlah
penduduk meningkat umur menyebabkan kegiatan aktivitas yang menurun, pola
hidup yang tidak sehat serta penyusutan jumlah konsumsi makanan yang
menimbulkan kalori berlebih serta diganti menjadi lemak yang bisa

4
menyebabkan lanjut usia menghdapai obese ataupun obesitas. Tidah hanya itu
merupakan pemakaian alkohol serta tembakau. (Wahyuni,2017)
Pola hidup yang tidak sehat pada pengidap hipertensi tindakan asuha
keperawatan yang bisa dicoba antara lain memantau tanda vital, menghalangi
kegiatann badan, istirahat yang lumayan, serta pola sehat semacam diet rendah
garam, gula dan lemak, serta menghentikan konsumsi rokok, alkohol dan
kurangi stress. Kedudukan perawat bisa memberikan pendidikan kepada
keluarga tentang berartinya mebeberikan support kepada lanjut usia yang
mengidap penyakit hipertensi supaya mutu lanjut umur bisa bertambah.
(Rahmawati, 2020)

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Ny.J Dengan Hipertensi?

1.3. Tujuan
1.3.1. Umum
Untuk mengetahui Bagaimana Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Ny.J
Dengan Hipertensi

1.3.2. Khusus
1. Untuk mengetahui konsep hipertensi pada lansia
2. Untuk mengetahui bagaimana asauhan keperawatan gerontik pada
Ny.J dengan hipertensi

1.4. Manfaat
a. Penulis
Semoga dengan pembuatan makalah ini penulis dapat menambah wawasan
dan pengalaman tentang Bagaimana Asuhan Keperawatan Gerontik Pada
Ny.J Dengan Hipertensi

b. Institusi

5
Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program pembelajaran serta
menentukan metode dan media pembelajaran yang tepat.
c. Masyarakat
Semoga dengan adanya penyusunan makalah ini masyarakat dapat
memahami Bagaimana Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Ny.J Dengan
Hipertensi

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Hipertensi Pada Lansia


1. Pengertian
Menurut WHO, Hipertensi adalah suatu kondisi dimana pembuluh darah
memiliki tekanan darah tinggi (tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau
tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg) (Sunarwinadi, 2017). Hipertensi sering
dijuluki sebagai silent killer atau pembunuh diam-diam karena dapat
menyerang siapa saja secara tiba-tiba serta merupakan salah satu penyakit yang
dapat mengakibatkan kematian. Hipertensi juga beresiko menimbulkan
berbagai macam penyakit lainnya yaitu seperti gagal jantung, jantung koroner,
penyakit ginjal dan stroke, sehingga penanganannya harus segera dilakukan
sebelum komplikasi dan akibat buruk lainnya terjadi seperti dapat menurunkan
umur harapan hidup penderitanya. (Maryati, 2017)
Hipertensi pada lansia dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari
140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg,
serta hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg. (Intan, 2020)
2. Klasifikasi
Hipertensi sering dijuluki pembunuh diam-diam karena dapat menyerang
siapa saja secara tiba-tiba serta merupakan salah satu penyakit yang dapat
mengakibatkan kematian. Hipertensi diklasifikasikan menjadi beberapa bagian,
yaitu :
a. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO – ISH
Klasifikasi hipertensi menurut WHO-ISH dibedakan menjadi 9
kategori. Klasifikasi tersebut sesuai dengan tabel 1 dibawah ini, yaitu :

7
b. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC-VII 2003
Klasifikasi hipertensi menurut JNC-VII 2003 dibedakan menjadi 4
kategori. Klasifikasi tersebut sesuai dengan tabel 2 dibawah ini, yaitu :

3. Jenis
Hipertensi apabila dilihat berdasarkan penyebabnya, dikelompokkan
menjadi 2 kelompok (Artiyaningrum, 2018), yaitu :
a. Hipertensi Esensial
Hipertensi Esensial sering juga disebut dengan hipertensi primer ,
adalah hipertensi yang belum jelas penyebabnya. Hipertensi esensial
biasanya ditandai dengan terjadinya peningkatan kerja jantung akibat
penyempitan pembuluh darah.

8
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat
ditentukan antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar
tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme).
4. Faktor Penyebab
Faktor penyebab penyakit hipertensi yaitu faktor demografi seperti umur,
jenis kelamin, keturunan dan etnis, faktor perilaku seperti obesitas, stress,
kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol, serta asupan yang salah.
a. Faktor Demografi
1) Umur
Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya hipertensi. Tekanan darah akan naik dengan
bertambahnya umur terutama setelah umur 40 tahun. Hal ini
disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar,
sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah
menjadi lebih kaku, sebagai akibat dari peningkatan tekanan darah
sistolik. (Anggi, 2021)
2) Jenis Kelamin
Jenis kelamin sangat berpengaruh pada terjadinya hipertensi.
Pada umumnya pria lebih rentan terkena penyakit hipertensi
dibandingkan dengan wanita. Seorang ahli mengatakan bahwa pria
lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan
rasio 2.29 mmHg untuk peningkatan darah sistolik. Hal ini
dipengaruhi oleh hormon estrogen pada wanita yang meningkatkan
kadar HDL sehingga melindungi wanita dari hipertensi. Namun
apabila wanita memasuki masa menopause maka resiko hipertensi
meningkat sehingga prevalensinya lebih tinggi dibandingkan
dengan pria. Hal ini disebabkan oleh produksi hormon estrogen
menurun pada saat menopause sehingga menyebabkan
meningkatnya tekanan darah. (Artiyaningrum, 2018)
3) Keturunan (Genetik)

9
Salah satu faktor hipertensi adalah tingginya peranan faktor
keturunan yang mempegaruhi. Faktor genetik berkaitan dengan
metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel. Menurut
Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka
sekitar 45% akan diturunkan kepada anak-anaknya dan bila salah
satu orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar 30% akan
turun kepada anak-anaknya. (Artiyaningrum, 2018)
4) Etnis
Prevalensi hipertensi dikatakan lebih banyak terjadi pada
orang yang berkulit hitam dari pada berkulit putih. Berdasarkan
The ARIC study yang meneliti dua etnik populasi di Amerika
menyatakan bahwa prevalensi hipertensi lebih tinggi pada pendudu.
Afrika di banding kulit putih (55% lakilaki Amerika Afrika
dibandingkan 29% laki-laki kulit putih, 56% wanita Amerika
Afrika dibandingkan 26% wanita kulit putih). (Artiyaningrum,
2018)
b. Faktor Perilaku
1) Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi.
Obesitas akan menambah kerja jantung, keadaan ini meningkatkan
resiko terjadinya tekanan darah tinggi dan kolesterol. Obesitas
dapat memicu terjadinya hipertensi melalui berbagai mekanisme
baik secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung obesitas
dapat menyebabkan peningkatan cardiac output karena makin
besar massa tubuh makin banyak pula jumlah darah yang beredar
sehingga curah jantung ikut meningkat. Dan secara tidak langsung
yaitu melalui perangsangan aktivitas sistem saraf simpatis dan
Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS) oleh mediator
seperti hormon aldosteron yang terkait erat dengan retensi air dan
natrium sehingga volume darah meningkat. (Artiyaningrum, 2018)
2) Stress

10
Stress dapat memicu terjadinya tekanan darah meningkat hal
ini karena stress dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan
hormon adrenalin dan memicu jantung berdenyut lebih cepat
sehingga menyebabkan tekanan darah naik. Apabila stress
berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah
menetap. (Artiyaningrum, 2018)
3) Merokok
Rokok mengandung berbagai macam zat kimia yang dapat
membahayakan tubuh diantaranya nikotin, karbomonoksida, dan
bahan yang lainnya. Kandungan kimia dalam rokok dapat
menyebabkan timbulnya hipertensi dan penyakit lainnya seperti
serangan jantung dan kanker. (Intan, 2020)
4) Konsumsi Alkohol
Mengonsumsi alkohol dapat mengakibatkan timbulnya
berbagai macam penyakit salah satunya yaitu hipertensi, karena
zat-zat yang terkandung dalam alkohol sangat berbahaya bagi
tubuh sehingga dapat memicu timbulnya berbagai macam penyakit.
(Intan, 2020)
c. Asupan
Asupan yang salah dapat mengakibatkan hipertensi. Berikut
merupakan contoh asupan yang dapat menyebabkan hipertensi.
1) Konsumsi Garam Berlebih
Garam sebenarnya diperlukan tubuh, apabila dikonsumsi
dalam batas yang normal. Mengkonsumsi garam yang banyak akan
menyebabkan banyak cairan tubuh yang tertahan, hal itu dapat
meningkatkan volume darah seseorang. Hal inilah yang
menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra karena adanya
peningkatan tekanan darah dalam dinding pembuluh darah
sehingga menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. (Intan,
2020)
2) Konsumsi Lemak dan Kolesterol

11
Konsumsi lemak dan kolesterol dapat mengakibatkan
penimbunan lemak pada tubuh apalagi bila aktifitas seseorang
kurang maka akan mengakibatkan resiko obesitas. Obesitas
merupakan salah satu faktor resiko hipertensi. Selain itu konsumsi
kolesterol dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam tubuh.
Karena semakin tinggi kadar kolesterol total maka akan semakin
tinggi kemungkinan terjadinya hipertensi. (Maryati, 2017)
3) Konsumsi Serat Kurang
Serat merupakan jenis karbohidrat yang tidak terlarut. Serat
berkaitan dengan pencegahan terjadinya tekanan darah tinggi
terutama jenis serat kasar. Serat mempunyai fungsi yang tidak
tergantikan oleh zat lainnya dalam memicu terjadinya kondisi
fisiologis dan metabolik yang dapat memberikan perlindungan
pada kesehatan saluran pencernaan, khususnya usus halus dan
kolon. Berbagai penelitian dan review literatur memberikan data
yang mendukung peranan serat makanan dalam memicu
pertumbuhan bakteri asam laktat (Lactobacillus) yang mempunyai
sifat metabolik seperti bifidobakteri dalam menghasilkan asam
lemak berantai pendek (short chain fatty acid, ALRP) dan
perbaikan sistem imun. Serat makanan merupakan subtansi yang
tidak saja memperbaiki flora usus melalui pertumbuhan bakteri
Lactobacillus, tetapi juga memberi dampak positif pada unsur
kesehatan lainnya seperti pencegahan penyakit degenerative.
Bakteri probiotik yang hidup dalam saluran pencernaan setelah
dikonsumsi membantu mengatasi intoleransi terhadap laktosa,
mencegah diare, sembelit, kanker, hipertensi, menurunkan
kolestrol, menormalkan komposisi bakteri saluran pencernaan
setelah pengobatan antibiotik, serta meningkatkan sistem kekebalan
tubuh. Mengkonsumsi serat sangat menguntungkan karena dapat
mengurangi pemasukan energi, hal ini karena serat yang
dikonsumsi akan membentuk gel sehingga isi lambung penuh dan

12
dapat membuat volume makanan menjadi tinggi yang mampu
memberikan rasa kenyang yang lebih cepat sehingga seseorang
tidak lagi mengkonsumsi makanan lainnya secara berlebihan
(Ratnaningrum, 2018).
5. Patofisiologi
Menurut (Aspiani, 2017), mekanisme yang mengontrol kontriksi dan
relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor pada medulla diotak. Dari
pusat vasomotor ini bermula jarak saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di
toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons
pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstiktor. Klien dengan hipetensi
sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut dapat terjadi. Pada saat bersamaan ketika sistem saraf
simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar
adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi.
Medulla adrenal menyekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi.
Korteks adrenal menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, yang menyebabkan pelepasan
renin.
Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, vasokonstriktor kuat, yang pada
akhirnya merangsang sekresi aldosterone oleh korteks adrenal. Hormone ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan hipertensi. (Intan,
2020)

13
6. Ciri-ciri
Hipertensi sering dikatakan sebagai silent killer, hal ini karena hipertensi
dapat menyerang siapa saja dan dapat menyebabkan kematian. Ciri-ciri dari
Hipertensi (Intan, 2020) yaitu:
a. Sakit Kepala
Salah satu ciri dari penyakit hipertensi yaitu sakit kepala. Hal ini
karena aliran darah yang dihasilkan oleh jantung ke seluruh tubuh
semakin meningkat sehingga membuat sakit pada daerah kepala.
b. Sesak Nafas
Pada penderita hipertensi sesak nafas bisa terjadi, hal ini karena
pendarahan tidak lancar sehingga membuat penderita hipertensi merasa
sesak.
c. Pendarahan Dari Hidung (mimisan)
Mimisan adalah salah satu ciri dari hipertensi. Hal ini karena akan
menyebabkan pecahnya pembuluh darah dibagian belakang (epistaksis
posteor) sehingga menyebabkan terjadinya mimisan.
d. Gelisah
Gelisah terjadi karena berbagai hal yaitu diantaranya karena faktor
emosi yang berlebihan.
e. Denyut Jantung Semakin Cepat
Ketika denyut jantung semakin cepat, jantung terasa berdebar-debar.
Hal ini terjadi karena faktor emosi sehingga masih merupakan salah satu
ciri dari penyakit darah tinggi (hipertensi).
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Hipertensi
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pada tahap
ini semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan kesehatan
klien. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan aspek
biologis, psikologis, sosial maupun spiritual klien. Tujuan pengkajian adalah

14
untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien. (Carpenito,
2019).
Menurut (Aspiani, 2021), data dasar pengkajian pada klien hipetensi
a. Data biografi
Nama, alamat, umur, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit , nama
penanggung jawab dan catatan kedatangan.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama klien datang ke rumah sakit atau ke fasilitas
kesehatan.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan klien yang dirasakan saat dilakukan pengkajian.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan terdahulu biasanya penyakit hipertensi
adalah penyakit yang sudah lama dialami oleh klien dan biasanya
dilakukan pengkajian tentang riwayat minum obat klien
4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga adalah mengkaji riwayat keluarga
apakah ada yang menderita penyakit yang sama.
c. Data dasar pengkajian
1) Aktivitas/istirahat
a) Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup
monoton.
b) Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama
jantung, takipnea.
2) Sirkulasi
a) Gejala: riwayat hipertensi, arterosklerosis, penyakit jantung
coroner/katup dan penyakit serebrovaskuler dan episode
palpitasi.
b) Tanda: peningkatan tekanan darah, nadi denyutan jelas dari
karotis, jugularis, radialis, takikardia, murmur stenosis

15
valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu
dingin (vasokontriksi perifer) dan pengisisan kapiler
mungkin lambat/tertunda.
3) Integritas ego
a) Gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor
stress multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan
dengan pekerjaan).
b) Tanda: letupan suasana hati, gelisah, penyempitan
perhatian, tangisan meledak, otot muka tegang, menghela
napas, peningkatan pola bicara.
4) Eliminasi
Gejala: gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau
riwayat penyakit ginjal pada masa lalu.
5) Makanan/cairan
a) Gejala: makanan yang disukai dan mencakup makanan
tinggi garam, serta lemak kolesterol, mual, muntah dan
perubahan berat badan saat ini (meningkat/turun).
b) Tanda: berat badan normal/obesitas, adanya edema,
glikosuria.
6) Neurosensory
a) Gejala: Keluhan pening/pusing, berdenyut, sakit kepala,
suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang secara
spontan setelah beberapa jam) dan gangguang penglihatan
(diplopia, penglihatan kabur, epistaksis).
b) Tanda: status mental, perubahan keterjagaan, orientasi,
pola/isi bicara, efek, proses piker dan penurunan kekuatan
genggaman tangan.
7) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: angina (penyakit arteri coroner/keterlibatan jantung),
sakit kepala.
8) Pernapasan

16
a) Gejala: dispnea yang berkaiatan dari aktivitas/kerja,
takipnea, ortopnea, dyspnea, batuk dengan/tanpa
pembentukan sputum dan riwayat merokok.
b) Tanda: distress pernapasan/penggunaan otot aksesori
pernapasan, bunyi napas tambahan (crakles/mengi) dan
sianosis.
9) Keamanan
Gejala: gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
10) Pembelajaran/penyuluhan
Gejala: faktor resiko keluarga: hipertensi, arterosklerosis,
penyakit jantung, diabetes mellitus dan faktor lain, seperti orang
Afrika-Amerika, Asia Tenggara, penggunaan pil KB atau
hormone lain, penggunaan alkohol/obat.
11) Cara penghitungan dengan quisioner PSQI (Pirtzburg Sleep
Quality Index)
Dalam penelitian gangguan pola tidur quisioner yang
digunakan adalah PSQI (Pirtzburg Sleep Quality Index). Skala
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) versi bahasa Indonesia
ini terdiri dari 9 pertanyaan. Pada variabel ini menggunakan
skala ordinal dengan skor keseluruhan dari Pittsburgh Sleep
Quality Index (PSQI) adalah 0 sampai dengan nilai 21 yang
diperoleh dari 7 komponen penilaian diantaranya kualitas tidur
secara subjektif (subjective sleep quality), waktu yang
diperlukan untuk memulai tidur (sleep latency), lamanya waktu
tidur (sleep duration), efisiensi tidur 25 (habitual sleep
efficiency), gangguan tidur yang sering dialami pada malam hari
(sleep disturbance), penggunaan obat untuk membantu tidur
(using medication), dan gangguan tidur yang sering dialami
pada siang hari (daytime disfunction).
Apabila semakin tinggi skor yang didapatkan, maka akan
semakin buruk kualitas tidur seseorang. Keuntungan dari PSQI

17
ini adalah memiliki nilai validitas dan reliabilitas tinggi. Namun
ada juga kekurangan dari kuesioneir PSQI ini yaitu dalam
pengisian memerlukan pendampingan untuk mengurangi
kesulitan respoden saat mengisi kuesioner. Masing- masing
komponen mempunyai rentang skor 0 – 3 dengan 0 = tidak
pernah dalam sebulan terakhir, 1 = 1 kali seminggu, 2 = 2 kali
seminggu dan 3 = lebih dari 3 kali seminggu. Skor dari ketujuh
komponen tersebut dijumlahkan menjadi 1 (satu) skor global
dengan kisaran nilai 0 – 21. Ada dua interpretasi pada PSQI
versi bahasa Indonesia ini adalah kualitas tidur baik jika skor ≤ 5
dan kualitas tidur buruk jika skor > 5.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau
potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti
untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status
kesehatan klien (Herdman, 2016). Diagnosa keperawatan menurut (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2016) dalam buku Standar Diagnosis keperawatan Indonesia
yaitu gangguan pola tidur.
Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat dari gangguan pola tidur
diantaranya yaitu sebagai berikut:
a. Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik dan mengantuk.
b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kerusakan transfer oksigen,
gangguan metabolisme, kerusakan eliminasi, pengaruh obat, imobilisasi,
nyeri, dan lingkungan yang mengganggu.
c. Cemas berhubungan dengan ketidak mampuan untuk tidur, henti napas
saat tidur, (sleep apnea) dan ketidak mampuan mengawasi perilaku.
d. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan insomnia.
e. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan henti napas saat tidur.

18
f. Gangguan konsep diri berhubungan dengan penyimpangan tidur
hipersomia. (Tarwoto, 2020)
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan pada masalah gangguan pola tidur yaitu
peningkatan kualitas tidur. Tujuan yang diharapkan penurunan kecemasan,
peningkatan kenyamanan, level nyeri menururn, istirahat, dan pola tidur yang
adekuat. Dengan kriteria hasil, jumlah tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari
dan perasaan segar setelah tidur atau istirahat. (Kusuma, 2016)
Tujuan dan kriteria hasil adalah sebagai berikut:

19
4. Implementasi
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan
keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki
perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif,
kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu,
kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan melakukan observasi

20
sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan
advokasi, dan kemampuan evaluasi. (Asmadi, 2018)
Intervensi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap. Fase pertama
merupakan fase persiapan yang mencakup pengetahuan tentang validasi
rencana, implementasi rencana, persiapan klien dan keluarga. Fase kedua
merupakan puncak implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan.
Pada fase ini, perawat menyimpulkan data yang dihubungkan dengan reaksi
klien. Fase ketiga merupakan terminasi perawat-klien setelah implementasi
keperawatan selesai dilakukan. (Asmadi, 2018)
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi
dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan
kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya,
klien akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang
(reassessment). (Asmadi, 2018)
Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah
perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Penurunan evaluasi formatif ini
meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif
(data berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data
(perbandingan data dengan teori), dan perencanaan. (Asmadi, 2018)
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian
tujuan keperawatan:
a. Tujuan tercapai jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan standar
yang telah ditentukan.

21
b. Tujuan tercapai sebagaian atau klien masih dalam proses pencapaian
tujuan jika klien menunjukan perubahan pada sebagian kriteria yang telah
ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai jika klien hanya menunjukan sedikit perubahan dan
tidak ada kemajuan sama sekali serta dapat timbul masalah baru.

22
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

23
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari hasil diskusi kami dapat menyimpulkan bahwa hipertensi pada
lanjut usia diakibatkan sebab proses penuaan dimana berlansungnya pergantian
sistem kardiovaskuler, katup mitral serta aorta terjadinya selerosis serta
penebalan, miokard jadi kaku serta lambat dalam berkontraktilitas. Hipertensi
pada lanjut usia membawa pengaruh kurang baik bila tidak ditangani bisa
menyebabkan penyakit stroke, gagal jantung, gagal ginjal. Yang dimana suatu
kondisi pembuluh darah memiliki tekanan darah tinggi (tekanan darah sistolik
≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg).
4.2 Saran
Sebaiknya mahasiswa/i mampu mempelajari dan memahami tentang
bagaimana asuhan keperawatan gerontik pada dengan hipertensi.

24
DAFTAR PUSTAKA

Annisa. (2016). FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI


DESA OGODOPI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KASIMBAR
KABUPATEN PARIGI MOUTONG. Jurnal Kolaboratif Sains,
Vol,1.N0,1(Fakultas Kesehatan Masyarakat), 60-120. Retrieved from
https://jurnal.unismuhpalu.ac.id/index.php/JKS/article/view/401

Rahmawati. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN


HIPERTENSI. Idea Nursing Journal, Vol.II.No,1, 60-70. Retrieved from
https://core.ac.uk/download/pdf/292076499.pdf

Richard. (2016). Pencegahan dan Penanganan Hipertensi Pada Lansia. Jurnal Peduli
Masyarakat, Vol,4.No,1(STIKes Surya Global Yogyakarta), 14-58. Retrieved
from
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPM/article/view/992

Wahyuni. (2017). Faktor Risiko Hipertensi pada Lansia di Desa Limau Manis
Kecamatan Tanjung Morawa. Jurnal Kesehatan, Vol,3.No,1, 24-89.
Retrieved from http://ejournal.helvetia.ac.id/index.php/jkg/article/view/4590

25
LAMPIRAN

26
27

Anda mungkin juga menyukai