Anda di halaman 1dari 14

HHD MATERI KULIAH PATOFISIOLOGI

HYPERTENSIVE HEART DISEASE

Di usulkan oleh :
Hadid Tabah Haryanto 211030690101
Kelas 1c RMIK

STIKES WIDYA DHARMA HUSUDA


TANGGERANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-nya.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk meberikan wawasan mengenai mata kuliah Patofisiologi
dengan judul “Hypertensive Heart Disease”.

Dengan tulisan ini kami diharapkan pembaca mampu untuk memahami makna dari Hypertension
Heart Disease. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas individu. Kami sadar makalah ini terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari
berbagai pihak, agar bisa menjadi lebih baik lagi.

Kami berharap semoga tulisan ini dapat memberi informasi yang berguna bagi pembacanya, supaya
kelak menjadi pribadi yang berguna, karena kita adalah penerus bangsa Indonesia.

Penulis

Hadid Tabah Haryanto

211030690101

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………..………………..……………... i
Dafar Isi……………………………………..……………..………………… ii
BAB I…………………………………………..…………..……..………….. 1
Pendahuluan………………………………..…..………..…………………... 1
I.1 Latar Belakang ……………………………….……..…….………………. 1
I.2 Perumusan Masalah……………………………………….………………. 2
I.3 Tujuan Penelitian…………………….………….………….…………….. 2
BAB II…………………………………….………….………….…………… 3
DIFINISI……………………………..…….………….………….………….. 3
Gambaran Umum……………………….…….……………………..…………3
BAB III…………………..…………………….…………………….………. 4
Gejala……………………………………...…….…………………….……… 4
BAB IV……………………………………...….…………………….………. 4
Etiologi………………………………………….…………………….………. 6
BAB V………………………………………….…………………….……….. 6
Klasifikasi……………………………….……….…………………….……… 6
BAB VI………………………………….……….…………………….……… 7
Patofisiologi……………………………….………..………………….………. 7
BAB VII……………………………………………....……………….……… 10
Terapi……………………………………………….………………….……… 10
BAB VIII…………………………………………….………………….…….. 10
Prognosif………………………………….……………………………….…… 10
DAFTAR PUSTAKA……………………..……………………………….….. 11

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Bangsa Indonesia sedang berkembang menuju masyarakat industri. Perubahan ke arah masyarakat
industri memberi andil terhadap perubahan pola gaya hidup, sosial ekonomi yang pada gilirannya dapat
memacu meningkatnya penyakit tidak menular. Adanya perubahan dalam pola kehidupan tersebut
mmenyebabkan terjadinya transisi epidemiologi penyakit yang ditujukan dengan adanya kecenderungan
perubahan pola kesakitan dan pola penyakit utama penyebab kematian, dimana terdapat penurunan
prevalensi penyakit infeksi, sedangkan prevalensi penyakit non infeksi atau degeneratif seperti hipertensi,
stroke dan kanker justru semakin meningkat. Hal ini terjadi seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup
penduduk, sehingga dewasa ini lebih sering dijumpai penduduk berusia lanjut. Pada tahun 2000 jumlah
penduduk lansia (>60 tahun) diseluruh dunia sekitar 6,8% dari total populasi penduduk dunia dan jumlah ini
diperkirakan akan terus meningkat menjadi dua kali lipat pada tahun 2025 (Bustan, 2003).
Dari data USA-Bereau of the Census, di Indonesia diperkirakan akan mengalami pertambahan warga
lansia terbesar seluruh dunia, antara tahun 1990-2025 yaitu sebesar 414% (Darmojo, 2011).
Salah satu penyakit degerenatif pada lanjut usia yang menjadi masalah kesehatan adalah penyakit
hipertensi. Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah secara abnormal dan berlangsung selama
beberapa waktu yang dapat diketahui melalui beberapa kali pengukuran tekanan darah (Bustan, 2003).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah >140 mmHg (tekanan
sistolik) dan atau >90 mmHg (tekanan diastolik) (Departemen of Healt and Human Services, 2003).
Menurut laporan pertemuan WHO di Jenewa pada tahun 2002, didapatkan angka prevalensi penyakit
hipertensi di dunia adalah 15-37% setengah dari populasi tersebut berusia lebih dari 60 tahun. Sedangkan
menurut laporan dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004 prevalensi hipertensi pada dewasa
7,4% terjadi pada pria dan 9,1% pada perempuan (Yahya, 2005).
Baik tekanan rerata maupun prevalensi kenaikan tensi akan naik dengan bertambahnya usia. Master
dkk dalam studi pustaka menemukan prevalensi hipertensi 30-65% pada orang-orang usia lanjut. National
Healt Documentation di USA menemukan prevalensi 15-27% pada orang-orang usia 65 keatas. Dari survei
hipertensi yang telah diadakan di Indonesia selama ini, prevalensi hipertensi pada orang-orang di Indonesia
lebih dari 20% pada kelompok umur 50 tahun keatas (Darmojo, 2011).
Dari 20% penderita hipertensi di Indonesia, hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol.
Tingginya prevalensi hipertensi yang tidak terkontrol ini akan menyebabkan gangguan pada organ-organ lain
yang berhubungan dengan sistem-sistem tersebut seperti otak, ginjal, mata, jantung, aorta dan pembuluh
darah tepi (Kamran, 2010).

1
Penyulit pada jantung dan manifestasi klinisnya ini dinamakan penyakit jantung hipertensi atau
hypertensive heart disease. Hypertensive heart disease merupakan penyebab nomor satu kematian akibat
hipertensi. WHO melaporkan bahwa di Indonesia angka kematian akibat hipertensi heart disease mencapai
42,3 per 1000 kematian (WHO, 2008).
Hypertensive heart disease ditandai dengan keadaan awal berupa hipertropi ventrikel kiri. Hipertropi
ventrikel kiri merupakan suatu mekanisme kompensasi untuk meningkatkan kerja jantung. Hyoertensive
heart disease tentu saja tidak hanya dipengaruhi oeh derajat hipertensi, namun uga didukung oleh faktor lain
seperti usia, jenis kelamin, diabetes melitus, obesitas, dislipidemia, merokok, riwayat penyakit jantung dalam
keluarga, kurang aktivitas fisik dan lain-lain (Yogiantoro, 2006).

1.2 Perumusan Masalah


1. Bagaimana gambaran umum hypertensive heart disease?
2. Bagaimana gejala hypertensive heart disease?
3. Bagaimana etiologi hypertensive heart disease?
4. Bagaimana klasifikasi hypertensive heart disease?
5. Bagaimana patofisiologi hypertensive heart disease?
6. Bagaimana terapi hypertensive heart disease?
7. Bagaimana prognosis hypertensive heart disease?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui gambaran umum hypertensive heart disease
2. Mengetahui gejala hypertensive heart disease
3. Mengetahui etiologi hypertensive heart disease
4. Mengetahui klasifikasi hypertensive heart disease
5. Mengetahui patofisiologi hypertensive heart disease
6. Mengetahui terapi hypertensive heart disease
7. Mengetahui prognosis hypertensive heart disease

2
BAB II
DEFINISI

Gambaran Umum
Hipertensi adalah peninggian tekanan darah diatas nilai normal. Ini termasuk golongan pernyakit
yang terjadi akibat suatu mekanisme kompensasi kardiovaskuler utnuk mempertahankan metabolisme tubuh
agar berfungsi normal. Mekanisme tersebut terjadi melalui sistem neurohumoral dan kardiovaskuler. Apabila
hipertensi tidak terkontrol akan menyebabkan kelainan pada organ-organ lain yang berhubungan dengan
sistem-sistem tersebut, misalnya otak,jantung, ginjal, mata, aorta dan pembuluh darah tepi. Semakin tinggi
tekanan darah, lebih besar kemungkinan tibulnya penyakit-penyakit kardiovaskuler secara prematur. Penyulit
pada jantung dan segala manifestasi kliniknya, dinamakan penyakit jantug hipertensif atau disebut juga
Hypertensive Heart Disease (HHD). Penyakit jantung Hipertensif adalah istilah yang digunakan untuk
menyebutkan penyakit jantung secara keeluruhan yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik
secara langsung maupun tidak langsung, mulai dari left ventricular hyperthrophy (LVH), aritma jantung,
penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis.
Penyakit jantung hipertensif adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder pada
jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Hipertensi yang berkepanjangan dan tidak
terkendali dapat mengubah stuktur miokard, pembuluh darah dan sistem konduksi jantung. Perubahan-
perubahan ini dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit anteri koroner, gangguan sistem
konduksi, disfungsi sistolik dan diastolik miokard yang nantinya bermanifestasi klinis sebagai angina (nyeri
dada), infark miokard, aritma jantung (terutama fibrilasi atrium) dan gagal jantung kongestif. Sepuluh persen
dari individu-individu dengan hipertensi kronis mengalami pembesaran ventrikel kiri (Left Ventricular
Hypertrophy) dengan tujuh kali lipat kemungkinan lebih dapat terkena dan memiliki resiko kematian akibat
kegagalan jantung kongesif, ganguan ritme jantung (ventrikel arrhythmias) dan serangan jantung
(myocardial infarction).
Penyakit jantung hipertensif diketahui bila dapat dideteksi hipertrofi ventrikel kiri sebagai akibat
langsug dari peningkatan bertahap-tahapan pembuluh perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Faktor yang
menentukan hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan diastolik. Pengaruh faktor
genetik di sini lebih jelas. Fungsi pompa ventrikel kiri selama hipertensi berhubungan erat dengan penyebab
hipertrofi dan terjadinya aterosklerosis koroner.

3
BAB III
Gejala Hypertensive Heart Desease
HHD atau Hypertensive Heart Disease adalah suatu kondisi penyakit jantung yang disebabkan oleh
tekanan darah tinggi. Tekanan darah yang tinggi secara konstan dapat menimbulkan berbagai macam
gangguan pada organ hati, baik itu gagal jantung (heart failure), penyakit jantung koroner, pembesaran ruang
jantung dan masih banyak lagi. Sehingga mudahnya, HHD adalah judul besarnya, dan HHF (hypertensive
heart failure) merupakan bagian dari HHD. Jadi ini bukan dua penyakit yang sepenuhnya berbeda dan tidak
bisa dibedakan menurut tanda khasnya, karena memang yang satu merupakan bagian dari yang lain.
Diantara faktor yang meningkatkan resiko seseorang utuk mengalami kondisi tersebut adalah:

 Memiliki tekanan darah tinggi, terutama yang tidak terkontrol


 Merokok
 Kurang olahraga
 Mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol
 Memiliki berat badan lebih
 Memiliki riwayat keluarga keluhan serupa
 Pertambahan usia
Mengenai gejalanya, tidak jauh berbeda dengan gagal jantung yang disebabkan hal lain, seperti sesak
nafas, mudah lelah, pembengkakan pada tubuh, kenaikan berat badan dan lain sebagainya.

BAB IV
Etiologi
Tekanan darah tinggi akan meningkatkan kerja jantung, dan seiring waktu, hal ini dapat
menyebabkan otot jantung menjadi lemah. Fungi jantung sebagai pompa terhadap peninggian tekanan darah
di atrium kiri diperbesar ke bilik jantung dan jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menit (output
jantung) menjadi turun, dimana tanpa pengobatan, gejala-gejala kegagalan jantung kongesif dapat
berkembang.
Tekanan darah tinggi yang paling umum adalah faktor resiko untuk penyakit jantung dan stroke.
Iskemia dapat menyebabkan penyakit jantung (penurunan suplai darah ke otot jantung pada kejadian angina
pektoris dan serangan jantung) dari peningkatan pasokan oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang
lemah.
Tekanan darah tinggi juga memberikan kontribusi untuk perubahan dari dinding pembuluh darah
yang pada gilirannya dapat memperburuk aterosklerosis. Hal ini juga akan meningkatkan resiko serangna
jantung dan stroke.

4
Peningkatan tekanan darah selain disebabkan faktor keturunan, gaya hidup dan hipertensi primer
dapat juga disebabkan karena hipertensi sekunder akibat dari penyakit, kelainan atau kondisi seperti :
1. Penyakit Ginjal
Hipertensi sekunder yang terkait dengan ginjal disebut hipertensi ginjal (renal hypertension).
Gangguan ginjal yang paling banyak menyebabkan tekanan darah tinggi adalah penyempitan arteri
ginjal, yang merupakan pembuluh darah utama penyuplai darah ke kedua organ ginjal. Bila pasokan
darah menurun, ginjal akan memproduksi berbagai zat yang meningkatkan tekanan darah.
2. Stress
Stress bisa memicu sistem saraf simpati sehingga meningkatkan aktivitas jantung dan tekanan
pembuluh darah.
3. Apnea
Obstructive sleep apnea (OSA) adalah gangguan tidur di mana penderita berkali-kali berhenti
bernafas (antara 10-30 detik) selama tidur. Apnea biasanya diderita oleh orang yang kegemukan dan
diikuti dengan gejala lain seperti rasa kantuk luar biasa di siang hari, mendekur, sakit kepala pagi
hari dan adema (pembengkakan) di kaki bagian bawah. Separuh penderita apnea menderita
hipertensi, yang mungkin dipicu oleh perubahan hormon karena reaksi terhadap penyakit dan stress
yang ditimbulkannya.
4. Gangguan Tiroid (Hiper/Hipotiroid)
Hipertiroid atau kelebihan hormon tiroid ditandai dengan mudah kepanasan (merasa gerah),
penurunan berat badan, jantung berdebar dan tremor. Hormon tiroid yang berlebih merangsang
aktivitas jantung, meningkatkan produksi darah, dan meningkatkan resistensi pembuluh darah
sehingga menimbulkan hipertensi.
Hipotiroid atau kekurangan hormon tiroid ditandai dengan kelelahan, penurunan berat badan,
kerontokan rambut dan lemah otot. Hubungan antara kekurangan tiroid dan hipertensi belum banyak
diketahui, namun diduga bahwa melambatnya metabolisme tubuh karena kekurangan tiroid
mengakibatkan pembuluh darah terhambat dan tekanan darah meningkat.
5. Preeklamsia
Preeklamsia adalah hipertensi karena kehamilan (gestational hypertension) yang biasanya terjadi
pada trimester ketiga kehamilan. Preeklamsia disebabkan oleh volume darah yang meningkat selama
kehamilan dan berbagai perubahan hormonal. Sekitar 5-10% kehamilan pertama ditandai dengan
preeklamsia.

6. Koartasi Aorta (Aortic coarctation)


Koartasi atau penyempitan aorta adalah kelainan bawaan yang menimbulkan tekanan darah tinggi.
7. Gangguan Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal berfungsi mengatur kerja ginjal dan tekanan darah. Bila ssalah satu atau kedua
kelenjar adrenal mengalami gangguan, maka dapat mengakibatkan produksi hormon berlebihan yang
meningkatkan tekanan darah.

BAB V
Klasifikasi
Pada pemeriksaan tekanan darah, yang diukur adalah tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan darah
diklarifikasikan sebagai normla apabila sistoliknya kurang dari 120 mmHg dan diastolik kurang dari 80
mmHg, atau biasa ditulis dengan 120/80 mmHg.
Berikut ini adalah klasifikasi tingkatan dalam hipertensi :
1. Prahipertensi
Tekanan darah sistolik 120-139 mmHg atau tekana darah 80-90 mmHG tergolong prahipertensi.
Individu dengan prahipertensi tergolong beresiko lebih tinggi terkena hipertensi.
Jadi jika tekanan darah anda 110/85 mmHg atau 130/79 mmHg, anda tergolong individu yang
beresiko terkena hipertensi. Pada kondisi ini, diperlukan perubahan gaya hidup guna mengurangi
resiko anda terkena hipertensi.
2. Hipertensi tingkat 1
Tekanan darah sistolik 140/159 mmHg atau tekanan darah diastolik 90-99 mmHg. Jika tekanan
darah sistolik atau diastolik amda berada pada rentang ini, anda sudah memelukan pengobatan
karena resiko terjadinya kerusakan pada organ menjadi lebih tinggi.
3. Hipertensi tingkat 2
Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > dari 100 mmHg. Pada tahap ini,
penderita biasanya membutuhkan lebih dari satu obat. Kerusakan organ tubuh mungkin sudah
terjadi, begitu juga dengan kelainan kardiovaskuler, walaupun belum tentu bergejala.
4. Hipertensi krisis
Jika tekana darah anda tib-tiba melebihi 180/120 mmHg, penderita mengalami hipertensi krisis. Pada
tahap ini, anda harus menghubungi dokter, terlebih jika amda mengalami kerusakan organ seperti
nyeri dada, sesak nafas, sakit punggung, mati rasa, perubahan pada penglihatan, atau kesulitan
berbicara.
Tekanan darah sangat dipengaruhi oleh faktor psikologis atau kondisi tubuh saat pemeriksaan. Oleh
karena itu, untuk memastikan pengukuran darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu.
Jika dalam 2 kali pengukuran lalu hasil tekanan darah anda berbeda jauh, hasil yang akan diambil
adalah hasil pengukuran tekanan darah yang lebih tinggi.
Beberapa Faktor Resiko Hipertensi
Salah satu faktor resiko hipertensi adalah penambahan usia. Pada wanita, tekanan darah tinggi
biasanya terjadi mulai usia 65 tahun. Sementara itu, pada pria dimulai di usia 45 tahun.
Beberapa kondisi penyakit kronis juga dianggap sebagai faktor resiko hipertensi, termasuk diabetes,
gangguan tidur, dan penyakit ginjal. Selain itu, terdapat beberapa faktor resiko lain yang banyak dipengaruhi
oleh gaya hidup, seperti :
1. Stress
2. Terlalu banyak konsumsi garam
3. Kekurangan kalium
4. Kelebihan berat badan

6
BAB VI
PATOFISIOLOGI
Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang terjadi adalah difus (konsentreik). Rasio massa
dan volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat tanpa perubahan yang berarti fungsi pompa efektif
ventrikel kiri. Pada stadium selanjutnya, karena penyakit berlanjut terus, hipertrofi menjadi tak teratur, dan
akhirnya akibat terbatasnya aliran darah koroner, menjadi eksentrik. Berkurangnya rasio antara massa dan
volume diastolik akhir adalah khas pada jantung dengan hipertrofi eksentrik. Hal ini diperlihatkan sebagai
penurunan secara menyeluruh fungsi pompa (penurunan ejeksi, peningkatan tegangan dinding ventrikel pada
saat sistolik, peningkatan konsumsi oksigen otot jantung, serta penurunan efek mekanik pompa jantung).
Diperburuk lagi bila disertai dengan penyakit jantung koroner.
Walaupun tekanan perfungsi koroner meningkat, tahanan pembuluh koroner juga meningkat
sehingga cadangan aliran darah koroner berkurang. Perubahan hemodinamik sirkulasi koroner pada
hipertensi berhubungan erat dengan derajat hipertrofi otot jantung.
Ada 2 faktor utama penyebab penurunan cadangan aliran darah koroner, yaitu :
1. Penebalana arteriol koroner, yaitu bagian dari hipertrofi umum otot polos pembuluh darah resistensi
arteriol (arteriolar resistance vessels) seluruh badan. Kemudian terjadi retensi garam dan air yang
mengakibatkan berkurangnya compliance pembuluh ini dan meningkatnya tahapan perifer.
2. Peningkatan hipertrofi mengakibatkan berkurangnya kepadatan kapiler per unit otot jantung bila
timbul hipertrofi eksentrik. Peningkatan jarang difusi antara kapiler dan serat otot yang hipertrofi
menjadi faktor utama pada stadium lanjut dan gambaran hemodinamik ini.
Jadi faktor koroner pada hipertensi berkembang menjadi akibat penyakit, meskipun tampak sebagian
penyebab patologi yang utama dan gangguan aktvitas mekanik ventrikel kiri.
Peningkatan tekanan darah secara sistematik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah
dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel kiri
untuk meningkatkan kontraksi. Hipertrofi ini ditandai dengan ketebalan dinding yang bertambah, fungsi
ruang yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan
curah jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah jantung.
Jantung semakin terancam seiring parahnya aterosklerosis koroner. Angina pectoris juga tdapat terjadi
karena gabungan penyakit anterial koroner yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard yang bertambah
akibat penambahan massa miokard.
Penyulit utama pada penyakit jantung hipertensif adalah hipertrofi ventrikel kiri yang terjadi sebagai
akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembutuh perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Faktor
yang menentukan hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan diastol. Pengaruh
beberapa faktor humoral seperti rangsangan simpatao-adrenal yang meningkat dan peningkatan aktivitas
sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) belum diketahui, mungkin sebagai penunjang saja. Pengaruh
faktor genetik disini lebih jelas. Fungsi pompa ventrikel kiri selama hipertensi berhubungan erat dengan
penyebab hipertrofi dan terjadinya aterosklerosis koroner. Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi
yang terjadi adalah difus (konsentrik). Rasio massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat tanpa
perubahan yang berarti pada fungsi pompa efektif ventrikel kiri berhubungan erat bial disertai penyakit
jantung koroner.Pada stadium selanjutnya, karena penyakit ini berlanjut terus, hipertrofi menjadi tak teratur,
dan akhirnya eksentrik, akibat terbatasnya aliran darah koroner.
7
Khas pada jantung dengan hipertrofi eksentrik menggambarkan berkurangnya rasio antara massa dan
volume, oleh karena meningkatnya volum diastolik akhir hal ini diperlihatkan sebagai penurunan secara
menyeluruh fungsi pompa (penuruna fraksi ejeksi), peningkatan tegangan dinding ventrikel pada saat sistol
dan konsumsi oksigen otot jantung, serta penurunan efek mekanik pompa jantung. Hal-hal yang
memperburuk fungsi mekanik ventrikel kiri berhubungan erat bila disertai penyakit jantung koroner.
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang melibatkan banyak
faktor yang saling memperngaruhi, yaitu hemodinamik, struktural, neuroendokrin, sululer, dan faktor
molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang peranan dalam perkembangan hipertensi dan
komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktro-faktor tersebut.
Adapun patofisiologi berbagai manifestasi hipertensi terhadap jantung berbeda-beda dan akan di jelaskna
berikut satu persatu.
1. Hipertrofi ventrikel kiri
Hipertrofi ventrikel kiri (left venticular hypertrophy / LVH) terjadi pada 15-20% penderita hipertensi
dan resikonya meningkat 2 kali lipat pada pasien obesitas. Hipertrofi ventrikel kiri adalah
pembesaran massa pada ventrikel (bilik) kiri jantung. Hal ini merupakan respon sel miosit terhadap
stimulus yang menyertai peningkatan tekanan darah. Hipertrofi miosit terjadi sebagai mekanisme
kompensasi peningkatan tekanan afterload. Stimulus mekanis dan neurohormonal yang menyertai
hipertensi akan mengaktivasi pertumbuhal sel miokard, ekspresi gen dan berujung kepada hipertrofi
ventrikel kiri. Selain itu aktiviasi sistem renin-angiotensin akan menyebabkan pertumbuhan
interstitium dan komponen sel matriks.
Beberapa bentuk hipertrofi ventrikel kiri di antaranya hipertrofi ventrikel kiri konsentrik dan
hipertrofi ventrikel kiri ekstentrik. Pada hipertrofi ventrikel kiri konsentrik terjadi peningkatan massa
dan ketebalan serta volume dan tekanan diastolik. Pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri konsentrik
umumnya memiliki prognosis yang lebih buruk. Adapun pada hipertrofi ventrikel kiri eksentrik
terjadi peningkatan hanya lokasi tertentu, misalnya daerah septal. Walaupun hipertrofi ventrikel kiri
bertujuan untuk melindungi terhadap stress yang ditimbulkan oleh hipertensi, namun apabila
berlangsung dalam waltu yang lama dapat menyebabkan disfungsi miokard sistolik dan diastolik.
2. Kelainan atrium kiri
Walaupun sering tidak terduga, abnormalitas atrium kiri umum terjadi pada pasien dengan
hipertensi. Ambormalitas atrium kiri ini meliputi perubahan struktural dan fungsi. Hipertensi akan
meningkatkan volume diastolik akhir (end diastolic volume / EDV) di ventrikle kiri sehingga atrium
kiri pun akan mengalami perubahan fungsi dan peningkatan ukuran. Peningkatan ukuran atrium kiri
tanpa disertai gangguan katup atau disfungsi sistolik biasanya menunjukan hipertensi yang sudah
berlangsung lama / kronis dan berhubungan dengan derajat keparahan disfungsi diastolik ventrikel
kiri. Perubahan struktur atrium ini menjadi faktor predisposisi terjadinya atrial fibrilasi pada pasien-
pasien tersebut. Atrial fibrilasi, dengan hilangnya kontribusi atrium pada disfungsi diastolik, dapat
memperbesar kemungkinan terjadinya gagal jantung.
3. Gangguan katup
Meskipun penyakit katup tidak menyebabkan penyakit hipertensi, hipertensi yang kronik dan berat
dapat menyebabkan dialtasi cincin katup aorta, yang menyebabkan terjadinya insufisiensi aorta
signifikan. Beberapa derajat perubahan perdarahan secara signifikan akibat insufisiensi aorta sering
ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol. Peningkatan tekanan darah yang
akut dapat menentukan derajat insufisiensi aorta, yang akan kembali ke dasar bilatekanan darah
terkontrol secara lebih baik. Sebagai tambahan, selain menyebabkan regurgitasi aorta, hipertensi
juga diperkirakan dapat mempercepat proses sklerosis aorta dan menyebabkan regurgitasi mitral.

8
4. Gagal jantung
Pada pasien hipertensi, tekanan dalam lumen aorta sangat tinggi sehingga ventrikel kiri akan
melakukan kompensasi menghadapi tekanan tersebut. Dengan adanya faktor neurohormonal otot
jantung kiri akan mengalami penebalan konsentrik (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolik mulai
terganggu akibat dari gangguan relaksasi ventrikel kiri, sehingga terjadi dialtasi ventrikel kiri akibat
penimbunan darah yang berlebih. Pada awalnya dilatasi ventrikel itu memenuhi hukum starling,
dimana peningkatan volume diastolik akan menambah kekuatan kontraksi otot jantung. Namun jika
isi ventrikel bertambah melebihi batas, maka kekuatan kontraksi dari otot jantung juga akan
menurun, sehingga tidak bisa memompakan darah memenuhi kebutuhan oksigen di seluruh tubuh.
Gagal jantung merupakan komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi kronis. Pasien dengan
hipertensi dapat menunjukan gejala-gejala gagal jantung namun dapat juga bersifat asimptomatis
(tanpa gejala). Prevalensi (gagal jantung) disfungsi diastolik asimptomatis pada pasien hipertensi
tanpa disertai hipertrofi ventrikel kiri adalah sebanyak 33%. Peningkatan tekanan afterload kronik
dan hipertrofi ventrikel kiri dapat memperngaruhi fase relaksasi dan pengisian diastolik ventrikel.
Disfungsi diastolik sering terjadi pada penderita hipertensi, dan terkadang disertai hipertrofi
ventrikel kiri. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tekanan afterload, penyakit arteri koroner,
penuaan, disfungsi sistolik dan fibrosis. Disfungsi sistolik asimptomatis biasanya mengikuti
disfungsi diastolik. Setelah beberapa lama, hipertrofi ventrikel kiri gagal mengkompensasi
peningkatan tekanan darah sehingga lumen ventrikel kiri berdilatasi untuk mempertahankan cardiac
output. Lama kelamaan, fungsi sistolik ventrikel kiri akan menurun. Penurunan ini mengaktifkan
sestem neurohormonal dan renin-angiontensin, sehingga meretensi garam dan ar dan meningkatkan
vasokonstriksi perifer, yang akhirnya malah memperburuk keadaan dan menyebabkan disfungsi
sistolik.
Apoptosis (kematian sel terprogram yang dirangsang oleh hipertrofi miosit dan ketidak seimbangan
strimulus dan inhibitornya) diduga memainkn peranan penting dalam peralihan fase “terkompensasi”
menjadi fase “dekompensasi”. Peningkatan mendadak tekanan darah dapat menyebabkan edema
paru tanpa adanya perubahan fraksi ejeksi ventrikel kiri. Secara umu dilatasi ventrikel kiri
(asimtomatik atau simtomatik) dapat meperburuk keadaan dan meningkatkan resiko kematian.
Disfungsi ventrikel kiri serta dilatasi septal dapat menyebabkan penebalan ventrikel kanan dan
disfungsi diastolik.
5. Iskemia otot jantung
Pada pasien hipertensi dapat timbul iskemia miokard yang bermanifestasi sebagai nyeri dada /
angina pektoris. Hal ini dikarenakan hipertensi menyebabkan peningkatan tekanan di ventrikel kiri
dan transmural, peningkatan beban kerja yang mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri. Suplai
oksigen yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan otot jantung yang membesar akan menyebabkan
nyeri dada. Hal ini diperparah jika terdapat penyulit seperti aterosklerosis.
6. Aritma jantung
Aritam kardiak umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang mengalami atrial fibrilasi
kontraksi ventrikele yang prematur dan ventrikel takikardi.
Resiko henti jantung mendadak dapat meningkat. Berbagai metabolisme diperkirakan memegang
peranan dalam patogenesis aritmia termasuk perubahan struktur dan metabolisme sel,
ketidakhormogenan miokard dan fluktuasi pada afterload. Semua faktor tersebut dapat menyebabkan
peningkatan resiko ventrikel takiaritma.

9
Atrial fibrilasi (paroksisimal, kronik rekuren, atau kronik persisten), sering ditemukan pada pasien
dengan hipertens. Faktanya, peningkatan tekanan darah merupakan faktor umum bagi atrial fibrilasi.
Pada suatu penelitian hampir 50% pasien dengan atrial fibrilasi mengidap hipertensi walaupun
teiologi yang pasti tidak diketahui, abnormalitas struktur atrium kiri, penyakit arteri koroner, dan
LHV telah dianggap sebagai faktor yang mungkin berperan. Perkembangan atrial fibrilasi dapat
menyebabkan disfungsi sistolik dekompentasa, dan yang lebih penting, disfungsi diastolik,
menyebabkan hilangnya kontraksi atrium, dan juga meningkatkan resiko komplikasi tromboembolik,
khususnya stroke.
Kontraksi ventrikel prematur, ventrikel aritmia dan henti jantung mendadak ditemukan lebih sering
pada pasien dengan LHV daripada pasien tanpa LHV. Penyebab aritmia tersebut dianggap terjadi
bersama-sama dengan penyakit arteri koroner dan fibrosis miokard.

BAB VII
TERAPI
Terapi obat direkomendasikan bagi individu dengan penyakit jantung hipertensi dengan tekanan
darah 140/90 mmHg keatas. Derajat keuntungan yang diperoleh dari agen-agen antihipertensif berhubungan
dengan besarnya reduksi tekanan darah. Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 10-12 mmHg dan tekanan
darah diastolik sebesar 5-6 mmHg bersama-sama memberikan reduksi resiko sebesar 35-40% untuk stroke
dan 12-16% untuk CHD dalam 5 tahun dari mulai penatalaksanaan. Risiko gagal jantung berkurang sebesar
>50%. Terdapat variasi yang nyata dalam respon individual terhadap kelas-kelas agen antihipertensif yang
berbeda, dan besarnya respon terhadap agen tunggal apapun dapat dibatasi oleh aktivitasi mekanisme
counter-regulasi yang melawan efek hipotensif dari agen tersebut. Pemilihan agen-agen antihipertensif, dan
kombinasi agen-agen, harus dilakukan secara individual, dengan pertimbangan usia, tingkat keparahan
hipertensi, faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular lain, kondisi komorbid, dan pertimbangan praktis
yang berkenaan dengan biaya, efek samping, dan frekuensi pemberi obat
BAB VIII
PROGNOSIS
Resiko komplikasi tergantung pada seberapa besar hipertrofi ventrikel kiri. Semakin besar ventrikel
kiri, semakin besar kemungkinan komplikasi terjadi. Pengobatan hipertensi dapat mengurangi kerusakan
pada ventrikel kiri. Beberapa penelitian telah menunjukan bahwa obat-obatan tertentu seperti ACE-Inhibitor,
Betablocker, dan diuretik spinorolakton dapat mengatasi hipertrofi ventrikel kiri dan memperpanjang
kemungkinan hidup pasien dengan gagal jantung akibat penyakit jantung hipertensi. Bangaimanapun juga,
penyakit jantung hipertensif adalah penyakit serius yang harus diperhatikan karena memiliki risiko kematian
mendadak.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Marulam M. Panggabean; Penyakit Jantung Hipertensi; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi Keempat; Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2006;1639-1640.
2. Andil Basha; Penyakit Jantung Hipertensif; Buku Ajar Kardiologi; Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2003; 209-211
3. Moh. Syis bin Zulkipli; Hipertensive Heart Disease; Blogspot.com
4. http://www.nmiki.com/h/hypertensive.htm Diakse pada 20 September 2015
5. http://healthguide.howstuffworks.com/hypertension Diakses pada 20 September 2015
6. http://www.medscape.com/viewarticle/504439 Diakses pada 20 september 2015
7. Chobanian AV, Baktris GL, Black HR, et al. The Seventh Report of the Joint National Committee
on Prevention, Detection and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA. May
212003; 289(19):2560-72
8. Kurt, Eugene, et al. Harrison’s: Principles of Internal Medicine. Singapore: McGraw Hill.2000
9. Riaz, Kamran. Hypertensive Heart Disease: Differential Diagnoses & Workup.
http://emedicine.medscape.com/article/162449-diagnosis Diakses pada 20 September 2015
10. Miller. Hypertensive heart disease-treatment. (Serial Online:Desember 2008). Available from:
http://www.umm.edu/ency/article/000153.htm. Diakses pada 20 September 2015
11. Riaz, Kamran. Hypertensive heart disease. (Serial Online: Desember 2008). Available from:
http://www.emedicine.com/MED/tolpic3432.htm. Diakses pada 20 september 2015
12. Baim, Donald S. hypertensive vascular disease in: Harrison’s Principles of Internal Medicine. 7 th Ed.
USA. The Mcgraw-Hill Companies, Inc. 2008.p.241
13. Price SA, Wilson LM. Fisiologi sistem kardiovaskular, Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta:EGC; 2006.p.530-543.
14. Yogiantoro, mohammad. Hipetensi esensial, Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, et all,
editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2006.p.610-614.
15. Manjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius FK
UI:2001.H.441-442
16. Katzung, Betram.Farmakologi dasar dan klinik.Edisi IV. Jakarta : EGC.1997.h.245
17. Robbins, S.L, Kumar, V. Buku Ajar Patologi. Edisi ke-4. Jakarta : EGC. 1995.h.45
18. Robbin, SL, Kumar, V, Cotran, RS. Dasar Patologi Penyakit. Edisi ke-5. Jakarta: EGC.H.322-323.
11

Anda mungkin juga menyukai