Anda di halaman 1dari 4

DEXAMETHASONE

1. PENDAHULUAN
 Dexamethasone adalah obat untuk mengatasi peradangan, reaksi alergi, dan
dan penyakit autoimun. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 0,5 mg, sirup,
suntikan (injeksi), dan tetes mata. Dexamethasone termasuk ke dalam
golongan obat kortikosteroid. Obat ini hanya boleh digunakan atas resep
dokter. Sama halnya dengan obat kortikosteroid lainnya, dexamethasone yang
telah digunakan untuk jangka panjang tidak boleh dihentikan secara tiba-tiba.
Dokter akan menurunkan dosis dexamethasone secara bertahap sebelum
menghentikan obat ini. Dexamethasone bekerja dengan mengurangi
peradangan dan menurunkan sistem kekebalan tubuh, sama seperti steroid
yang dihasilkan oleh tubuh secara alami. Merek dagang
dexamethasone: Dextaf, Dexamethasone, Cortidex, Dexaharsen, Tobroson,
Cendo Xitrol, Dexaton, Exitrol, Dextaco, Dextamine.

2. METABOLISME
A. Dexamethasone
Secara farmakologi, dexamethasone merupakan kortikosteroid adrenal sintetis.
Dexamethasone memiliki efek glukokortikoid yang paten, namun efek
mineralokortikoid minimal.
 Farmakodinamik
Dexamethasone dapat melewati membran sel dan berikatan dengan reseptor
glukokortikoid di sitoplasma. Kompleks antara dexamethasone dan reseptor
glukokortikoid ini dapat berikatan dengan DNA sehingga terjadi modifikasi
transkripsi dan sintesis protein. Akibatnya, infiltrasi leukosit terhambat,
mediator inflamasi terganggu, dan edema jaringan berkurang.Selain itu,
dexamethasone juga menghambat phospholipase A2, menyebabkan tidak
terbentuk prostaglandin dan leukotrien yang merupakan mediator inflamasi
kuat.Efek dexamethasone lainnya adalah meningkatkan sintesis surfaktan,
memperbaiki mikrosirkulasi pada paru, meningkatkan konsentrasi vitamin A
dalam serum, dan menghambat mitosis.
 Farmakokinetik
Farmakokinetik dexamethasone cukup baik, dengan onset kerja obat
bergantung pada rute pemberian. Durasi kerja dexamethasone sekitar 72 jam.
Absorpsi
Absorpsi dexamethasone secara oral mencapai 61–86%. Onset tergantung rute
pemberian. Peak serum time oral tercapai dalam 1–2 jam, intramuskular 30 –
120 menit, dan intravena 5–10 menit.
Distribusi
Dexamethasone didistribusikan dengan berikatan dengan protein sebanyak
70%. Volume distribusi adalah 2 L/kg. Dexamethasone dapat melewati sawar
plasenta.
Metabolisme
Dexamethasone dimetabolisme di hati oleh enzim CYP3A4.
Eliminasi
Waktu paruh dexamethasone sekitar 190 menit. Ekskresi sebagian besar
melalui urine (65%), sebagian kecil melalui feses.
Resistensi
Dexamethasone termasuk golongan glukokortikoid. Resistensi terhadap
glukokortikoid terjadi akibat perubahan sensitivitas reseptor glukokortikoid
(glucocorticoid receptor/GR) melalui mekanisme berikut:
 Sindrom resistensi glukokortikoid generalisata merupakan kelainan
herediter. Pada sindrom ini, efek kortisol berkurang dan terjadi kompensasi
berupa hiperaktivitas aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA).
 Perubahan sensitivitas GR leukosit yang transien pada penyakit infeksi,
sepsis, keganasan, depresi mayor, acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS), dan beberapa penyakit autoimun.
 Perbedaan GR yang masih dalam batas normal pada populasi akibat
polimorfisme.
Pasien dengan resistensi GR dapat menunjukkan gejala hipertensi, alkalosis
hipokalemia, dan kelelahan akibat kelebihan produksi mineralokortikoid. Pada
perempuan, dapat muncul gejala hiperandrogen, seperti jerawat, hirsutism,
kebotakan dan lain-lain. Namun, pasien tidak menunjukkan gejala
seperti moon face, obesitas sentral, striae, hiperglikemia, dan miopati.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tes supresi dexamethasone dosis rendah.
3. BIOTRANSFORMASI
Kortikosteroid seperti deksametason bekerja dengan cara mempengaruhi
kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel jaringan melalui membran
plasma secara difusi pasif di jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor
protein yang spesifik dalam sitoplasma sel jaringan dan membentuk kompleks
reseptor steroid. Kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak
menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi
RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini merupakan perantara
efek fisiologik steroid
Kortisol dan analog sintetiknya pada pemberian oral diabsorpsi cukup baik.
Glukokortikoid dapat diabsorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang sinovial.
Metabolitnya merupakan senyawa inaktif atau berpotensi rendah. Setelah penyuntikan
IV, sebagian besar dalam waktu 72 jam diekskresi dalam urin, sedangkan di feses dan
empedu hampir tidak ada. Diperkirakan paling sedikit 70% kortisol yang diekskresi
mengalami metabolisme di hepar
Jalur pemberian obat ada 2 yaitu intravaskular dan ekstravaskular. Pada
pemberian secara intravaskular, obat akan langsung berada di sirkulasi sistemik tanpa
mengalami absorpsi, sedangkan pada pemberian secara ekstravaskular umumnya obat
mengalami absorpsi. Setelah obat masuk dalam sirkulasi sistemik, obat akan
didistribusikan, sebagian mengalami pengikatan dengan protein plasma dan sebagian
dalam bentuk bebas. Obat bebas selanjutnya didistribusikan sampai ditempat kerjanya
dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi obat
diekskresikan dari dalam tubuh melalui organ-organ ekskresi, terutama ginjal. Seluruh
proses yang meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi disebut proses
farmakokinetik dan proses ini berjalan serentak
DAFTAR PUSTAKA

Wang X, Zhou Q, Pan D, Deng H, Zhou A, Huang F. Dexamethasone Versus Ondansetron In The
Prevention Of Postoperative Nausea And Vomiting In Patients Undergoing
Laparoscopic Surgery. BMC Anesthesiol. 2015;15:118.

Gautam B, Shrestha BR, Lama P, Rai S. Antiemetic Prophylaxis Againts Postoperative Nausea And
Vomiting With Ondansetron-Dexamethason Combination Compared To Ondansetron
Or Dexamethason Alone For Patients Undergoing Laparoscopy Cholecystectomy,
Khathmandu University Medical Journal. 2008;6(23):319-28.

Subramaniam B, Madan R, Sadhasivam S, Sennaraj B, Tamilselvan P, Rajeshwari S, et al.


Dexamethason Is A Cost-Effective Alternative To On Dansetron In Preventing PONV
After Pediatric Strabismus Repair. British Journal of Anesthesia. 2001;86:84-9.

Anda mungkin juga menyukai