Anda di halaman 1dari 17

STRATEGI PELAKSANAAN KLIEN DENGAN PERILAKU

KEKERASAN KOMUNITAS

        DISUSUN OLEH :

SEMESTRE / V

     KELOMPOK II

PROGRAMA STUDY KEPERAWATAN

INSTITÚTO CIÉNCIA DA SAÚDE (ICS) DILI

TIMOR-LESTE

2022
KATA PENGATAR

Segala puji dan syukur, kami panjatkan kepada Tuhan Yesus, atas berkat dan anugerah-nya

sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah dengan judul “Strategi pelaksanaan

klien dengan perilaku kekerasan komunitas”. Adapun tujuan penulisan makalah

ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Enfermagem Psikiatria II.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada, Gonzalo j. Teixeira.S.Kep.NS, selaku dosen

mata kuliah pendidikan Enfermagem Psikiatria II. Kami menyadari bahwa makalah ini masih

terbatas dan jauh dari sempurna, karena pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki

sangat terbatas. Namun kami telah berusaha dan bekerja keras supaya makalah ini bermanfaat

dan bagi pembaca sekalian.


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini, perilaku
kekerasan dapat di lakukan secara verbal di arahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu perilaku kekrasan
saat sedang berlangsung atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
(Keliat, Keperawatan kesehatan jiwa komunitas, 2012)

Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang di hadapi oleh seseorang
yang di tunjukan dengan perilaku actual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri
orang lain maupun lingkungan secara verbal maupun non-verbal, bertujuan untuk melukai
orang lain secara fisik maupun psikologis (Menurut Berkowizt dalam buku Yosep 2011).
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang dimana melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang
lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol.

Peran perawat dalam membantu pasien perilaku kekerasan adalah dengan


memberikan asuhan keperawatan perilaku kekerasan. Pemberian asuhan keperawatan
merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat
dengan pasien, keluarga dan atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang
optimal.

Berdasarkan standar yang tersedia, asuhan keperawatan pada pasien perilaku


kekerasan dilakukan dalam lima kali pertemuan. Pada setiap pertemuan pasien
memasukkan kegiatan yang telah dilatih untuk mengatasi masalah kedalam jadwal
kegiatan.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasakan uraian latar belakang di atas maka penulis membuat rumusan masalah, dalam
penelitian ini untuk mengetahui Strategi pelaksanaan klien dengan perilaku kekerasan
komunitas.
1.3 Tujuan ( Tujuan Umum Dan Khusus )

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Strategi pelaksanaan klien dengan perilaku kekerasan komunitas.


1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan tinjauan pustaka dari klien dengan perilaku kekerasan komunitas.

2. Menjelaskan gambaran kasus dan asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan

masalah utama perilaku kekerasan.

1.4 Manfaat

1. Bagi Mahasiswa

Sebagai tambahan pengetahuan tentang Strategi pelaksanaan klien dengan perilaku

kekerasan komunitas

2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai sumber informasi dan pedoman bagi pembuatan makalah atau penulisan

berikutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pergetian

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini, perilaku
kekerasan dapat di lakukan secara verbal di arahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan.Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu perilaku kekrasan
saat sedang berlangsung atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
(Keliat, Keperawatan kesehatan jiwa komunitas, 2012).

Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang di hadapi oleh seseorang
yang di tunjukan dengan perilaku actual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri
orang lain maupun lingkungan secara verbal maupn non- verbal, bertujuan untuk melukai
orang lain secara fisik maupun psikologis (Menurut Berkowizt dalam buku Yosep 2011).

Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang dimana melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang
lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Wati, 2010).

2.2 Penyebab

a. Faktor Predisposisi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut


teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend
(1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah :

1) Teori Biologik

Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:

a) Neurobiologik

Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem
limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan
dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik
merupakan sistem informasi, ekspresi,perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan
pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku
kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu
membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan
magresif.Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif.Sistem limbic terlambat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku agresif.Pusat otak atas secara konstan berinteraksi
dengan pusat agresif.

b) Biokimia

Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan


serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif.
Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye
dalam teorinya tentang respons terhadap stress.

c) Genetik

Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan


genetik karyotype XYY.

d) Gangguan Otak

Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan
tindak kekerasan.Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus
temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti
ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.

2) Teori Psikologik

a) Teori Psikoanalitik

Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan


dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep
diri rendah.Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang
dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka
terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.

b) Teori Pembelajaran

Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua
mereka sendiri.Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise
atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang
positif.Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal.

Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola


perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-
kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan
hukuman fisik akan cenderung untuk berperilakukekerasan setelah dewasa.

c) Teori Sosiokultural

Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima
perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga
berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif.Penduduk
yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku
kekerasan.Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup
individu.

b. Faktor Presipitasi

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan
(Yosep, 2009):

1)  Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.

2)  Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social ekonomi.
3)  Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.

4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya


sebagai seorang yang dewasa.

5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.

6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap.

2.3 Rentang Respon Marah

Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang
respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997).
a. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain,
atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.

b. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan.
Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman
tersebut dapat menimbulkan kemarahan.

c. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
dialami.

d. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh
individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia
berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan
sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.

e. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol
diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang
lain.
Respon kemarahan dapat berfluktusi dalam rentang adaptif-maladaptif :

Respon adaptif Respon maladaptive

Asertiffrustasi Pasif Agresif Amuk

2.4 Tanda dan Gejala

Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut:

a. Fisik

Muka merah dan tegang, mata melotot/ pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, postur tubuh kaku, dan jalan mondar-mandir

b. Verbal

Bicara kasar, suara tinggi, membentak atau berteriak, mengancam secara verbal atau
fisik, mengumpat dengan kata-kata kotor, suara keras, dan ketus.

c. Perilaku

Melempar atau memukul benda/orang lain, menyerang orang lain, melukai diri
sendiri/orang lain, merusak lingkungan, dan amuk/ agresif.

d. Emosi

Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.

e. Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan sarkasme.


f. Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung
perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.

g. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

h. Perhatian

Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

2.5 Mekanisme Koping

Mekanisme koping yang sering muncul pada perilaku kekerasan menurut Keliat (2009),
yaitu sebagai berikut :

a. Displecement : Pemindahan emosi dari seseorang atau objek dengan mengarahkan


yang netral atau yang kurang berbahaya.

b. Sublimasi : Mengganti suatu tujuan untuk tujuan yang tidak dapat diterima pada
lingkungan sosial dengan perilaku yang bisa ditekan.

c. Projeksi : Memindahkan pikiran atau dorongan atau impuls emosional atau keinginan
yang dapat diterima orang lain.

d. Represi : Secara tidak sadar menimbulkan ingatan pengalamanpengalaman,

pikiran, impuls yang menyakitkan dari alam sadarnya.

e. Reaksi Formasi : Perkembangan sikap dan pola tingkah laku yang berlawanan dengan
dorongan yang diingikan oleh seseorang.

2.6 Mekanisme Terjadinya Perilaku Kekerasan

Kemarahan diawali oleh adanya stresor yang berasal dari internal/eksternal. Stresor
internal seperti penyakit, hormonal dendam. Sedangkan stresor eksternal bisa berasal dari
lingkungan, ledekan cacian, dan makian. Hal tersebut akan mengakibatkan gangguan
pada sistem individu. Dan hal yang terpenting adalah bagaimana cara individu
memaknainya.
Bila seseorang memaknainya dengan hal negatif maka akan memicu timbulnya
kemarahan. Kemarahan yang diekspresikan dengan kegiatan dekstruktif dapat
menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal. Kemarahan yang dipendam akan
menimbulkan gejala psikomatis :

Ancaman atau kebutuhan

Stress

Cemas

Marah

Merasa kuat Mengungkanpkang secara vertial Merasa tidak adekuat

Menantang Menjaga kebutuhan orang laing Menantang

Masalah tidak selesaai Lega Menigingkari marah

Marah berkepanjangan Ketegangang menurun Marah tidak terugkang

Rasa maranh teratasi

Muncul rasa bermusuhan

Marah pada diri sendiri Rasa bermusuhan menahun Marah pada orang lain

Despresi psiko so mati Agresif Marah


2.7 Pengobatan Medik

a. Anti ansietas dan hipnotik sedatif: Diazepam (valium)

b. Anti depresan: Amitriptum

c. Mood stabilizer: Lithium, carbomazepin

d. Antipsikotik: Chloipromadine, haloperidol, steladine

2.8 Penatalaksanaan

Menurut Stuart dan Laria (2005) manajemen perilaku kekerasan terdiri dari 3 strategi,
diantaranya:

a. Strategi pencegahan: self awareness perawat, pendidikan kesehatan dan latihan asertif

b. Strategi antisipasi: teknik komunikasi, perubahan lingkungan, perubahan perilaku, dan


pemberian obat antipsikotik

c. Strategi pengekangan: manajemen krisis, pengikatan, dan pembatasan gerak.

2.9 Fase

a. Triggering incidents

Ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresi klien. Beberapa faktor yang
dapat menjadi pemicu agresi antara laian: provokasi, respon terhadap kegagalan,
komunikasi yang buruk, situasi yang menyebabkan frustrasi, pelanggaran batas
terhadap jarak personal, dan harapan yang tidak terpenuhi. Pada fase ini klien dan
keluarga baru datang.

b. Escalation phase

Ditandai dengan kebangkitan fisik dan emosional, dapat diseterakan dengan respon
fight or flight.Pada fase escalasi kemarahan klien memuncak, dan belum terjadi
tindakan kekerasan. Pemicu dari perilaku agresif klien gangguan psikiatrik bervariasi
misalnya: halusinasi, gangguan kognitif, gangguan penggunaan zat, kerusakan
neurologi/kognitif, bunuh diri dan koping tidak efektif.
c. Crisis point

Sebagai lanjutan dari fase escalasi apabila negosiasi dan teknik de escalation gagal
mencapai tujuannya.Pada fase ini klien sudah melakukan tindakan kekerasan.

d. Settling phase

Klien yang melakukan kekerasan telah melepaskan energy marahnya.Mungkin masih


ada rasa cemas dan marah dan berisiko kembali ke fase awal.

e. Post crisis depression

Klien pada fase ini mungkin mengalami kecemasan dan depresi dan berfokus pada
kemarahan dan kelelahan.

f. Return to normal functioning

Klien kembali pada keseimbangan normal dari perasaan cemas, depresi, dan kelelahan.

2.10 Pohon Masalah

Efek Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Care problem Perilaku Kekerasan

Cause Gangguan konsep diri: Harga diri rendah


BAB III

Lk
Bab IV

Pembahasan

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini, perilaku
kekerasan dapat di lakukan secara verbal di arahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan.Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu perilaku kekrasan
saat sedang berlangsung atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
(Keliat, Keperawatan kesehatan jiwa komunitas, 2012).

Peran perawat dalam membantu klien perilaku kekerasan adalah dengan memberikan
asuhan keperawatan perilaku kekerasan. Pemberian asuhan keperawatan merupakan
proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien,
keluarga dan atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.

Berdasarkan standar yang tersedia, asuhan keperawatan pada klien perilaku


kekerasan dilakukan dalam lima kali pertemuan. Pada setiap pertemuan pasien
memasukkan kegiatan yang telah dilatih untuk mengatasi masalah kedalam jadwal
kegiatan.

3.2 Saran

Dalam penulisan makalah yang berjudul ” Strategi pelaksanaan klien dengan perilaku
kekerasan komunitas Yang Penting Untuk Seluruh Masayarakat ”, penulis mengalami
beberapa hambatan dalam penulisan ini. Namun, dengan bantuan berbagai pihak penulis
mampu menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
DAFTAS PUSTAKA

Menurut Berkowizt dalam buku Yosep (2011). BUKU KEPERAWATAN JIWA. Menjelaskan
tinjauan pustaka dari klien dengan perilaku kekerasan komunitas dan Asuhan keperawatan
jiwa dengan perlaku kekerasan. Diakses pada tangal 28 junhu tahun 2022

SITUS WEP

https://www.scribd.com/document/424918590/makalah-perilaku-kekerasan-1-docx

Anda mungkin juga menyukai