PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini, perilaku
kekerasan dapat di lakukan secara verbal di arahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu perilaku kekrasan
saat sedang berlangsung atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang di hadapi oleh
seseorang yang di tunjukan dengan perilaku actual melakukan kekerasan, baik pada diri
sendiri orang lain maupun lingkungan secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk
melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Menurut Berkowizt dalam buku
Yosep 2011). Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang dimana
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri
maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol.
WHO (2013) menyatakan lebihdari 450 juta orang dewasa secara global
diperkirakan mengalami gangguan jiwa. Dari jumlah itu hanya kurang dari separuh yang
bisa mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan. Menurut data Kementerian Kesehatan
tahun 2013 jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia lebih dari 28 juta orang dengan
kategori gangguan jiwa ringan 14,3% dan 17% atau 1000 orang menderita gangguan jiwa
berat. Di banding rasio dunia yang hanya satu permil, masyarakat Indonesia yang telah
mengalami gangguan jiwa ringan sampai berat telah mencapai 18,5% (Depkes RI, 2009).
Peran perawat dalam membantu pasien perilaku kekerasan adalah dengan
memberikan asuhan keperawatan perilaku kekerasan. Pemberian asuhan keperawatan
merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat
dengan pasien, keluarga dan atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang
optimal.
Berdasarkan standar yang tersedia, asuhan keperawatan pada pasien perilaku
kekerasan dilakukan dalam lima kali pertemuan. Pada setiap pertemuan pasien
memasukkan kegiatan yang telah dilatih untuk mengatasi masalah kedalam jadwal
kegiatan. Diharapkan pasien akan berlatih sesuai jadwal kegiatan yang telah dibuat dan
akan dievaluasi oleh perawat pada pertemuan berikutnya. Berdasarkan evaluasi yang
dilakukan akan dinilai tingkat kemampuan pasien dalam mengatasi masalahnya yaitu
mandiri, bantuan, atau tergantung. Tingkat kemampuan mandiri, jika pasien
melaksanakan kegiatan tanpa dibimbing dan tanpa disuruh, bantuan, jika pasien sudah
melakukan kegiatan tetapi belum sempurna dan dengan bantuan pasien dapat
melaksanakan dengan baik, tergantung, jika pasien sama sekali belum melaksanakan dan
tergantung pada bimbingan perawat. (Medikal Record, 2009).
B. RumusanMasalah
Bagaimana asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan masalah utama perilaku
kekerasan?
C. Tujuan
1. TujuanUmum
Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien jiwa dengan masalah utama perilaku
kekerasan
2. TujuanKhusus
a. Menjelaskan tinjauan pustaka dari perilaku kekerasan
b. Menjelaskan gambaran kasus dan asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan
masalah utama perilaku kekerasan.
D. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai tambahan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasien jiwa dengan
diagnose keperawatan perilaku kekerasan
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber informasi dan pedoman bagi pembuatan makalah atau penulisan
berikutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini, perilaku
kekerasan dapat di lakukan secara verbal di arahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu perilaku kekerasan
saat sedang berlangsung atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang di hadapi oleh seseorang
yang di tunjukan dengan perilaku actual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri
orang lain maupun lingkungan secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai
orang lain secara fisik maupun psikologis (Menurut Berkowizt dalam buku Yosep 2011).
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang dimana melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang
lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Wati, 2010).
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori
biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend (1996
dalam Purba dkk, 2008) adalah:
a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem
limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai
peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem
limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila
ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan
potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka
individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku
tidak sesuai, dan agresif.Beragam komponen dari sistem neurologis
mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif.Sistem
limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif.Pusat otak
atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin,
dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls
agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan
oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif
dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif
dan tindak kekerasan.Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik
dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan
penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan
kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti
dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya
harga diri.
2) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya
orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan
sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan
pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka
selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain.
Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua
yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung
untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima
perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat
juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari
bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif.Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko
untuk perilaku kekerasan.Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan
kekerasan dalam hidup individu.
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap
C. Rentang Respon Marah
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang
respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997).
1. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain,
atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan.
Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman
tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
3. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
dialami.
4. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh
individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia
berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan
sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain
5. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol
diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang
lain.
D. Tanda dan Gejala
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut:
1. Fisik
Muka merah dan tegang, mata melotot/ pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, postur tubuh kaku, dan jalan mondar-mandir
2. Verbal
Bicara kasar, suara tinggi, membentak atau berteriak, mengancam secara verbal atau
fisik, mengumpat dengan kata-kata kotor, suara keras, dan ketus
3. Perilaku
Melempar atau memukul benda/orang lain, menyerang orang lain, melukai diri
sendiri/orang lain, merusak lingkungan, dan amuk/ agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
E. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering muncul pada perilaku kekerasan menurut Keliat (2009),
yaitu sebagai berikut :
1. Displecement : Pemindahan emosi dari seseorang atau objek dengan mengarahkan
yang netral atau yang kurang berbahaya.
2. Sublimasi : Mengganti suatu tujuan untuk tujuan yang tidak dapat diterima pada
lingkungan sosial dengan perilaku yang bisa ditekan.
3. Projeksi : Memindahkan pikiran atau dorongan atau impuls emosional atau keinginan
yang dapat diterima orang lain.
4. Represi : Secara tidak sadar menimbulkan ingatan pengalaman-pengalaman, pikiran,
impuls yang menyakitkan dari alam sadarnya.
5. Reaksi Formasi : Perkembangan sikap dan pola tingkah laku yang berlawanan dengan
dorongan yang diingikan oleh seseorang.
F. Mekanisme Terjadinya Perilaku Kekerasan
Kemarahan diawali oleh adanya stresor yang berasal dari internal/ eksternal. Stresor
internal seperti penyakit, hormonal dendam. Sedangkan stresor eksternal bisa berasal dari
lingkungan, ledekan cacian, dan makian. Hal tersebut akan mengakibatkan gangguan
pada sistem individu. Dan hal yang terpenting adalah bagaimana cara individu
memaknainya.
Bila seseorang memaknainya dengan hal negatif maka akan memicu timbulnya
kemarahan. Kemarahan yang diekspresikan dengan kegiatan dekstruktif dapat
menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal. Kemarahan yang dipendam akan
menimbulkan gejala psikomatis.
G. Pengobatan Medik
1. Anti ansietas dan hipnotik sedatif: Diazepam (valium)
2. Anti depresan: Amitriptum
3. Mood stabilizer: Lithium, carbomazepin
4. Antipsikotik: Chloipromadine, haloperidol, steladine
H. Penatalaksanaan
Menurut Stuart dan Laria (2005) manajemen perilaku kekerasan terdiri dari 3 strategi,
diantaranya:
1. Strategi pencegahan: self awareness perawat, pendidikan kesehatan dan latihan asertif
2. Strategi antisipasi: teknik komunikasi, perubahan lingkungan, perubahan perilaku,
dan pemberian obat antipsikotik
3. Strategi pengekangan: manajemen krisis, pengikatan, dan pembatasan gerak.
I. Fase
1. Triggering incidents
Ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresi klien. Beberapa faktor yang
dapat menjadi pemicu agresi antara laian: provokasi, respon terhadap kegagalan,
komunikasi yang buruk, situasi yang menyebabkan frustrasi, pelanggaran batas
terhadap jarak personal, dan harapan yang tidak terpenuhi. Pada fase ini klien dan
keluarga baru datang.
2. Escalation phase
Ditandai dengan kebangkitan fisik dan emosional, dapat diseterakan dengan respon
fight or flight.Pada fase escalasi kemarahan klien memuncak, dan belum terjadi
tindakan kekerasan. Pemicu dari perilaku agresif klien gangguan psikiatrik bervariasi
misalnya: halusinasi, gangguan kognitif, gangguan penggunaan zat, kerusakan
neurologi/kognitif, bunuh diri dan koping tidak efektif.
3. Crisis point
Sebagai lanjutan dari fase escalasi apabila negosiasi dan teknik de escalation gagal
mencapai tujuannya.Pada fase ini klien sudah melakukan tindakan kekerasan.
4. Settling phase
Klien yang melakukan kekerasan telah melepaskan energi marahnya.Mungkin masih
ada rasa cemas dan marah dan berisiko kembali ke fase awal.
5. Post crisis depression
Klien pada fase ini mungkin mengalami kecemasan dan depresi dan berfokus pada
kemarahan dan kelelahan.
6. Return to normal functioning
Klien kembali pada keseimbangan normal dari perasaan cemas, depresi, dan
kelelahan.
J. Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Perilaku Kekerasan
1. Tanda-tanda yang ditemui
a. Muka marah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Jalan mondar-mandir
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit dan berteriak
h. Mengancam secara verbal/ fisik
i. Memukul benda/ orang lain
j. Merusak barang/ benda
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa resiko perilaku kekerasan dirumuskan jika saat ini tidak melakukan perilaku
kekerasan tetapi pernah melakukan perilaku kekerasan dan belum mempunyai
kemampuan mencegah atau mengendalikan perilaku kekerasan tersebut.
3. Tindakan keperawatan pada klien
a. Tujuan umum: tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b. Tujuan khusus:
1) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3) Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan
4) Klien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan yang dilakukan
5) Klien dapat menyebutkan cara mencegah atau mengendalikan perilaku
kekerasan
4. Intervensi
SP 1: Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda
dan gejala yang dirasakan, apa yang dilakukan, akibat dan cara mengendalikan
perilaku kekerasan dengan cara pertama (latihan nafas dalam).
SP 2: Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara kedua
(evaluasi latihan nafas dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara
fisik dengan memukul kasur atau bantal)
SP 3: Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara verbal
(evaluasi jadwalharian tentang 2 cara fisik). Latihan mengungkapkan perasaan marah
secara verbal (menolak dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan
dengan baik). Susun jadwallatihan mengungkapkan rasa marah secara verbal.
SP 4: Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual
(diikutkan hasillatihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan verbal atau
sosial). Latihan beribadah dan berdoa. Buat jadwal latihan ibadah atau berdoa.
SP 5: Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan obat (bantu
klien minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar, disertai penjelasan
kegunaanobat dan akibat henti obat). Susun jadwalminum obat secara teratur.
BAB III
GAMBARAN KASUS
Aniaya Fisik √ 23 th - - - -
Aniaya Seksual - - - - - -
Penolakan - - - - - -
Kekerasan dalam - - - - - -
Keluarga
Tindakan criminal - - - - - -
Jelaskan no 1,2,3 :
- pasien pernah mengalami gangguan jiwa pada saat SMA kelas 3 usia 16 tahun karena
tidak bisa mengerjakan ujian nasional
- Pasien pertama kali sakit saat SMA, karena tidak bias mengerjakan ujian nasional,
saat itu MRS di BDH lalu kontrol tidak sampai setahun karena merasa sudah
sembuh.
- pasien pernah memukul ibu dan suami jika ytidak menuruti keinginannya
-
√
4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa: Ya Tidak
3.4 FISIK
1. Tanda vital : TD:120/80 Nadi:82x/menit Suhu:36,4oC RR:18x/menit
2. Ukur : TB:155 BB : 60 kg
√
3. Keluhan fisik: Ya Tidak
Jelaskan : Tidak ada kelainan pada kepala, leher, dada, ekstremitas atas dan bawah
Keterangan
: Meninggal
: Laki-laki
: Perempuan
: Serumah
: Pasien
: Dekat dengan pasien
Jelaskan : pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara, pasien sudah mempunyai suami dan
anak tetapi anaknya meninggal didalam kandungan, pasien tinggal bersama suami dan kedua
orang tua dari pasien, bapak pasien telah meninggal
2. Konsep diri
a. Gambaran diri : pasien mengatakan mensyukuri dengan semua anggota
tubuhnya
b. Identitas : pasien sudah menikah
c. Peran : pasien mengatakan sebagai istri dan sebagai anak ke 2 dari
orang tuanya
d. Ideal diri : pasien mengatakan ingin mempunyai anak
e. Harga diri :pasien mengatakan tidak berguna karena gagal mempunyai
seorang anak yang dinginkan
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti : pasien mengatakan paling dekat dengan ibunya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat:pasien mengatakan setip hari harus
selalu bersama ibunya dan jarang bersama orangsekitar rumahnya
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: pasien selalu tidak sabar dalam hal
apapun, keinginan selalu harus terpenuhi
4. Spiritual:
a. Nilai dan keyakinan : pasien mengatakan tidak ada kendala dalam beribadah
b. Kegiatan beribadah : pasien melakukan tidak melakukan ibadah
Biasanya
Jelaskan: penampilan pasien rapi, rambut disisir setiap hari, pakaian yang digunakan sesuai
dan rapi pasien juga memakai sandal ketika jalan
Memulai pembicaraan
3. Aktivitas Motorik:
Lesu Tegang Gelisah Agitasi
Jelaskan : pasien tidak ada masalah motorik, pasien selalu aktif mengikuti kegiatan tetapi
harus didampingi oleh ibunya atau oleh suaminya
4. Alam Perasaan:
5. Afek:
Jelaskan : pasien kooperatif, menjawab pertanyaan sesuai tetapi kontak mata kurang,
selama diwawancarai selalu menghadap kearah ibunya
Pengecapan Penghidu
Jelaskan :saat ditanya pasien dapat menjawab sesuai tujuan pembicaraan dan tidak berbelit
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
9. Isi Pikir
Waham:
Jelaskan: tingkat kesadaran pasien menetap, tidak ada gangguan, pasien tidak mengalami
disorientasi
Jelaskan: Pasien dapat berhitung 5+4 = 9, 2x5 = 10, pasien dapat konsentrasi dengan
pertanyaan yang diajukan
Makanan √ Pakaian √
Keamanan √ Transportasi √
Perawatan √
kesehatan
2. Kegiatan sehari-hari
a. Perawatan diri
Bantuan minimal Bantuan Total
Mandi √
BAB/BAK √
Kebersihan √
Ganti Pakaian √
Makan
√
b. Nutrisi
√
Apakah klien puas dengan pola makan klien Ya Tidak
Jika ya, jelaskan alasannya: klien makan selalu dikamar bersama ibunya
c. Tidur
Ya Tidak
√
Apakah ada masalah
√
Apa yang membantu klien untuk tidur
Jelaskan: pasien mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari namun harus bersama ibunya
5. Apakah klien menikmati saat bekerja kegiatan yang menghasilkan atau hobi
Ya Tidak
Koping Obat-obatan
Data obyektif :
Gangguan interaksi
- Pasien sering terlihat memukul
sosial
ibunya bila keinginannya tidak
dituruti
- Emosi klien terlihat sering
Resiko gangguan
berubah-ubah
persepsi sensori:
Halusinasi
Perilaku Kekerasan
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN JIWA
No RM :12.56.xx.xx
Inisial Klien: Ny P
Ruangan : Sejahtera
No RM : 12.56.xx.xx
DIAGNOSA/ IMPLEMENTASI EVALUASI (SOAP) TTD
TUK
Resiko Perilaku 1. Menyampaikan salam S: Klien mengatakan namanya
Kekerasan terapeutik adalah Ny. P suka dipanggil P
1. Membina 2. Menyebutkan nama dan O: Klien berbicara lancer,
hubungan berjabat tangan intonasi berubah-ubah sesuai
saling percaya 3. Menjelaskan maksud dan topik
tujuan interaksi A: Klien mampu
4. Membuat kontrak (topik, memperkenalkan diri,
waktu, tempat) mampu BHSP
P: Evaluasi SP 1 dan lanjut SP
2
2. Identifikasi 1. Memberi kesempatan klien S: Ibu klien mengatakan
penyebab untuk mengungkapkan bahwa klien sering marah
perilaku perasaannya saat keinginannya tidak
kekerasan 2. Membantu klien untuk dikalbulkan
mengungkapkan penyebab O: Kontak mata tajam
marah A: Klien mampu
3. Mengobservasi tanda perilaku mengungkapkan penyebab
kekerasan pada klien marah
P: Evaluasi SP 1 dan lanjut SP
2
3. Identifikasi 1. Menganjurkan klien S: Ibu klien mengatakan klien
tanda-tanda mengungkapkan apa yang sering diam dirumah dan
perilaku dilakukan saat marah jarang keluar rumah
kekerasan 2. Mengobserasi tanda perilaku O: Kontak mata tajam
kekerasan A: Klien mampu
3. Mengumpulkan bersama mengutarakan tanda-tanda
klien tanda-tanda marah yang marah
dialami klien P: Evaluasi SP 1 dan lanjut SP
2
4. Mengontrol 1. Melatih napas dalam S: Klien mengatakan
perilaku 2. Menyusun jadwal latihan melakukan teknik napas
kekerasan napas dalam dengan teknik yang benar
secara fisik: 3. Mengevaluasi tanda-tanda dan sesuai jadwal
latihan napas perilaku kekerasan ada klien O: Klien terlihat melakukan
dalam teknik napas dalam dengan
benar
A: Klien mampu
menggunakan teknik napas
dalam dengan benar
P: Evaluasi SP 2, lanjut SP 3
5. Mengontrol 1. Mengevaluasi latihan napas S: Klien mengatakan
perilaku dalam klien melakkan teknik pukul
kekerasan fisik: 2. Melatih teknik memukul bantal sesuai jadwal
memukul bantak saat marah O: Klien terlihat melakukan
bantal 3. Menyusun jadwal kegiatan teknik memukul bantal
harian klien sesuai jadwal
A: Klien mampu
menggunakan teknik
memukul bantal
P: Evaluasi SP 2, lanjut SP 3
6. Mengontrol 1. Mengevaluasi latihan teknik S: Klien mengatakan sudah
perilaku memukul bantal saat marah berdoa dan terkadang
kekerasan 2. Melatih shalat/ berdoa dan melakukan shalat
secara spiritual menganjurkan saat klien O: Klien terlihat melakukan
marah shalat dan berdoa
3. Menyusun jadwal harian A: Klien mampu
shalat / berdoa klien menggunakan teknik
spiritual yaitu shalat dan
berdoa
P: Evaluasi SP 3, lanjut SP 4
7. Mengontrol 1. Mengevaluasi jadwal harian S: Ibu klien mengatakan obat
perilaku untuk mencegah marah yang klien selalu diminum teratur
kekerasan sudah dilatih O: Klien terlihat tenang
dengan obat 2. Melatih pasien minum obat A: Klien mampu
secara teratur menggunakan obat teratur
3. Menyusun jadwal minum dalam mencegah marah
obat secara teratur P: Evaluasi SP 4
BAB IV
PEMBAHASAN
Individu yang sehat jiwa menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya. Mampu menghadapi
stress kehidupan yang wajar, mampu bekerja produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya,
dapat berperan serta dalam lingkungan hidup, menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya
dan merasa nyaman bersama dengan orang lain (Keliat, dkk. 2012). Apabila seseorang didalam
jiwanya terdapat hal seperti itu maka dapat dikatakan dengan sehat jiwa, sedangkan apabila
seseorang merasa dirinya tidak mampu melakukan sesuatu yang ada pada dirinya, tidak mampu
bekerja produktif, dan tidak mamenuhi kebutuhan hidupnya maka individu dikatakan dengan
jiwa yang tidak sehat atau gangguan jiwa.
Gangguan jiwa adalah suatu perubahan fungsi jiwa yang menyebabkan gangguan fungsi
jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan hambatan dalam melaksanakan peran
sosial (Keliat,dkk. 2012). Gangguan jiwa dapat menimbulkan berbagai macam masalah
keperawatan, salah satunya adalah perilaku kekerasan.Perilaku kekerasan merupakan suatu
keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik terhadap
diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu
bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Keliat,
dkk. 2012).
Pada tanggal 11 Juli 2019, Ny. P datang bersama ibu dan suami, pasien tampak gelisah,
tidak bisa menahan keinginan bila sudah terlintas dipikirannya. Bila tidak dituruti Ny. P
memukul ibu, suami dan pamannya, marah-marah dan teriak-teriak. Pada saat di wawancara Ny.
P berkali-berkali keluar masuk ruangan, dirumah tidak ada perubahan satu minggu ini. Dengan
informed consent ibu, pasien di fiksasi mekanik dan injeksi haloperidol 1 amp im, keluarga
setuju untuk MRS. Fiksasi mekanik dan kimiawi dilakukan karena Ny. P menunjukkan gejala-
gejala perilaku kekerasan.
Pada saat pengkajian tanggal 11 Juli 2019 Ny. P tidak banyak bicara, menjawab seperlunya
dan kontak mata kurang.Ny. P menunjukkan gejala-gejala seperti merasa tidak aman berada
bersama orang lain, menjawab pertanyaan dengan pelan dan singkat (hanya "ya" dan "tidak"),
berpikir sesuatu menurut pikirannya sendiri, apatis, tidak merawat diri dan kontak mata klien
kurang.Klien sering terlihat memukul ibunya bila keinginannya tidak dituruti, emosi klien
terlihat sering berubah-ubah.Hal-hal tersebut menunjukkan terjadinya perilaku kekerasan yang
dialami Ny.P. Faktor predisposisi perilaku kekerasan pada Ny. P salah satunya disebabkan oleh
stressor psikologi berupa kecemasan menghadapi ujian nasional yang dialami klien saat SMA.
Saat itu pasien berteriak-teriak sehingga keluarga membawa pasien MRS di Puskesmas
Mlandingan. Selain itu terdapat faktor presipitasi eksternal berupa kehilangan orang yang
dicintai karena pasien pernah mengalami keguguran anak pertama (meninggal di dalam
kandungan) pada bulan Desember 2017.
Perilaku kekerasan merupakan mekanisme koping yang paling maladaptif dalam respon
emosional seseorang, karena perilaku kekerasan dapat membahayakan orang, diri sendiri baik
secara fisik, emosional/sexualitas (NANDA,2009). Pada pasien dengan masalah perilaku
kekerasan dapat muncul beberapa masalah keperawatan seperti resiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan dan perilaku kekerasan
berhubungan dengan harga diri rendah. Pada kasus Ny. P memiliki riwayat harga diri rendah dan
resiko halusinasi yang menyebabkan timbulnya masalah perilaku kekerasan. Ny. P merasakan
gejala tidak aman saat berinteraksi dengan orang lain dan beresiko mencederai orang yang tidak
dikenalnya.
Berdasarkan hasil pengkajian, masalah utama yang dialami Ny. P adalah perilaku
kekerasan, sehingga tindakan keperawatan yang dilakukan bertujuan untuk dapat mengontrol
atau mencegah perilaku kekerasan secara fisik. Rencana intervensi yang sudah
diimplementasikan pada Ny.N dengan masalah keperawatan perilaku kekerasan antara lain SP1,
membina hubungan saling percaya dengan berkenalan dan menjelaskan tujuan kedatangan
perawat, dengan adanya kepercayaan pasien pada perawat akan membuat pasien merasa nyaman.
kemudian mengidentifikasi perilaku kekerasan dan tanda-tanda perilaku kekerasan.
Pada SP2 mengajarkan klien untuk mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dengan
latihan napas dalam dan memukul bantal.Pada saat evaluasi, klien dapat mempraktekkan teknik
nafas dalam dan memukul bantal dengan benar dan kemudian menganjurkan supaya hal ini
dimasukkan ke dalam buku harian. Pada saat SP3 perawat mengajarkan cara mengontrol perilaku
kekerasan secara spiritual, yaitu dengan menganjurkan klien untuk beribadah atau shalat. Yang
terakhir adalah SP4 perawat mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan denganminum
obat secara teratur dan mengevaluasi jadwal kegiatan pasien untuk menilai keberhasilan dalam
strategi pelaksanaan.
BAB V
PENUTUP
Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dan saran dari pembahasan kasus Ny.P
dengan diagnosa keperawatan perilaku kekerasan di ruang Jiwa Puskesmas Mlandingan.
A. Kesimpulan
Perilaku kekerasan merupakan respon dan perilaku manusia untuk merusak dan
berkonotasi sebagai agresi fisik yang dilakukan seseorang terhadap orang lain atau
sesuatu (Vinick, 2011). Respon ini dipengaruhi oleh penilaian terhadap situasi,
penerimaan lingkungan, kognisi dan komunikasi stress, sehingga apabila lingkungan
diinterpretasikan sebagai bermusuhan maka akan berespon bermusuhan dan
menyebabkan timbulnya perilaku agresif kekerasan (Hidayati,2011).
Perilaku kekerasan merupakan mekanisme koping yang paling maladaptif dalam
respon emosional seseorang, karena perilaku kekerasan dapat membahayakan orang,
diri sendiri baik secara fisik, emosional/sexualitas (NANDA,2009). Pada pasien dengan
masalah perilaku kekerasan dapat muncul beberapa masalah keperawatan seperti resiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan dan perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah. Pada kasus
Ny. P memiliki riwayat harga diri rendah dan resiko halusinasi yang menyebabkan
timbulnya masalah perilaku kekerasan. Ny. P merasakan gejala tidak aman saat
berinteraksi dengan orang lain dan beresiko mencederai orang yang tidak dikenalnya.
Perilaku kekerasan yang muncul pada pasien disebabkan karena munculnya kecemasan
pada saat klien menghadapi Ujian Nasional, mulai saat itu klien sering berteriak, marah
bahkan sering memukul ibu dan suaminya apabila keinginannya tidak segera dituruti.
B. Saran
Sebagai perawat sebaiknya lebih aktif dan tidak mengintrogasi dalam menggali
informasi tentang perawatan pada pasien yang perilaku kekerasan hingga berisiko
untuk menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.Terapi harus bersifat suportif
dan solutif terhadap masalah yang sedang dihadapi oleh klien. Perawat juga harus
memiliki kemampuan untuk berkomunikasi terapeutik, dan dapat mengobservasi
dengan akurat agar dapat menegakkan diagnosis dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA