PENDAHULUAN
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk,
2008).
Menurut Stuart dan Laraia (1998), perilaku kekerasan dapat dimanifestasikan secara fisik
(mencederai diri sendiri, peningkatan mobilitas tubuh), psikologis (emosional, marah, mudah
tersinggung, dan menentang), spiritual (merasa dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral).
Perilaku kekerasan merupakan suatu tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia akut yang tidak
lebih dari satu persen (Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. WHO (2001) menyatakan,
paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada
sekitar 450 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Pada masyarakat umum terdapat
0,2 – 0,8 % penderita skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat kira-kira
2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa (Maramis, 2004 dalam Carolina, 2008).
Data WHO tahun 2006 mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk Indonesia atau kira-kira 12-
16 persen mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data Departemen Kesehatan, jumlah penderita
gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta orang (WHO, 2006).
1.2 TUJUAN
Agar mengetahui & dapat memahami bagaimana asuhan keperawatan pada pasien ganguan jiwa
dengan perilaku kekerasan.
1
BAB II
TEORI
1.1 DEFINISI
Perilaku kekerasan sukar diprediksi. Setiap orang dapat bertindak keras tetapi ada kelompok
tertentu yang memiliki resiko tinggi yaitu pria berusia 15-25 tahun, orang kota, kulit hitam, atau
subgroup dengan budaya kekerasan, peminum alkohol (Tomb, 2003 dalam Purba, dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk,
2008). Menurut Stuart dan Sundeen (1995), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau
marah yang tidak konstruktif.
Perasaan marah normal bagi tiap individu. Namun, pada pasien perilaku kekerasan
mengungkapkan rasa kemarahan secara fluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif. Marah
merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/ kebutuhan yang tidak
terpenuhi yang tidak dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 1995). Marah merupakan emosi
yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka
yang sangat kuat biasanya ada kesalahan, yang mungkin nyata-nyata kesalahannya atau mungkin juga
tidak. Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar
sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini disalurkan maka akan terjadi perilaku
agresif (Purba dkk, 2008).
Keberhasilan individu dalam berespon terhadap kemarahan dapat menimbulkan respon asertif
yang merupakan kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain dan akan memberikan
kelegaan pada individu serta tidak akan menimbulkan masalah. Kegagalan yang menimbulkan frustasi
dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan menentang. Respon
melawan dan menentang merupakan respon yang maladaptif yaitu agresi-kekerasan (Purba dkk,
2008).
Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan. Pasif merupakan respons
lanjutan dari frustasi dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang dialami
untuk menghindari suatu tuntutan nyata. Agresif adalah perilaku menyertai marah dan merupakan
dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih dapat terkontrol. Perilaku yang tampak
dapat berupa muka masam, bicara kasar, menuntut, dan kasar disertai kekerasan. Amuk atau
2
kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Individu
dapat merusak diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Apabila marah tidak terkontrol sampai respons
maladaptif (kekerasan) maka individu dapat menggunakan perilaku kekerasan (Purba dkk, 2008).
1. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:
a) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem limbik, lobus
frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau
menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku,
dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan
potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu
membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen
dari sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem
limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan
berinteraksi dengan pusat agresif.
b) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan serotonin)
sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten
dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
c) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan genetik
karyotype XYY.
d) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan tindak kekerasan.
Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang
menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus
temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
3
2. Teori Psikologik
a) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan rasa aman
dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak
kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti
dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara
terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
b) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua mereka
sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika
perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua
mereka selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka
mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-
kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan
cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
3. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial terhadap perilaku
agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila
individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif.
Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan.
Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah
konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog
untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai
seorang yang dewasa.
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak
mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
4
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
5
2. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
3. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak berdaya,
bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
4. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
5. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan
orang lain, tidak perduli dan kasar.
6. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
7. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
6
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari seseorang
karena ditinggal oleh seseorang yang dianggap sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi
tersebut tidak berakhir dapat menyebabkan perasaan harga diri rendah sehingga sulit untuk bergaul
dengan orang lain.
Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi akan timbul halusinasi yang
menyuruh untuk melakukan tindakan kekerasan dan ini berdampak terhadap resiko tinggi menciderai
diri, orang lain, dan lingkungan.
Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik
untuk menghadapi keadaan pasien mempengaruhi perkembangan pasien (koping keluarga tidak
efektif), hal ini tentunya menyebabkan pasien akan sering keluar masuk rumah sakit dan timbulnya
kekambuhan pasien karena dukungan keluarga tidak maksimal (Fitria, 2009).
2. Perilaku Pasien
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan.
(Skiner, 1939 dalam Notoatmodjo, 2007) dirumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Blom (1908 dalam Notoatmodjo, 2007) membagi
perilaku manusia ke dalam tiga domain, ranah atau kawasa, yaitu kognitif, afektif, psikomotor.
Selanjutnya ketiga ranah tersebut dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yang
lebih dikenal sebagai pengetahuan, sikap, dan praktek atau tindakan.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan akan terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh manusia melalui mata dan
telinga. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada pengerahuan yang
tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007)
Sikap atau afektif merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulas atau objek. Sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmodjo, 2007).
Perilaku yang dipelajari oleh pasien untuk mengendalikan perilaku kekerasan dengan
memberikan pengetahuan tentang perilaku kekerasan (pasien mengenal perilaku kekerasan), meliputi
penyebab, tanda dan gejala, akibat perilaku kekerasan. Selain itu pasien diajarkan mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara latihan fisik (tarik nafas dalam), latihan fisik II (pukul kasur & bantal), cara
verbal, cara spiritual, dan patuh minum obat. Agar pasien mampu mengendalikan perilaku
kekerasannya secara mandiri perlu dilakukan latihan setiap hari secara terjadwal sehingga tindakan
yang dilakukan menjadi budaya pasien untuk mengendalikan perilaku kekerasan disaat perilaku
7
kekerasan muncul. Jadwal yang telah ditetapkan bersama pasien akan dievaluasi oleh perawat secara
terus menerus hingga pasien mampu melakukan secara mandiri (Keliat, 2001).
Perubahan perilaku yang diharapkan pada pasien perilaku kekerasan adalah pasien mampu
melakukan apa yang diajarkan untuk mengendalikan perilaku kekerasannya. Pembelajaran tentang
perilaku sehat pasien tentang cara mengendalikan perilaku kekerasan dilakukan perawat melalui
asuhan keperawatan yang diberikan. Asuhan akan diberikan dalam lima kali pertemuan dan pada
setiap pertemuan pasien akan memasukkan kegiatan yang telah dilatih kedalam jadwal kegiatan
harian pasien. Diharapkan pasien melatih kegiatan yang telah diajarkan untuk mengatasi masalah
sebanyak 2-3 kali sehari. Jadwal kegiatan akan dievaluasi oleh perawat pada pertemuan selanjutnya.
Melalui jadwal yang telah dibuat akan dievaluasi tingkat kemampuan pasien mengatasi masalahnya.
Tingkat kemampuan pasien akan dikelompokkan menjadi 3 yaitu mandiri, jika pasien melaksanakan
kegiatan tanpa dibimbing dan disuruh; bantuan, jika pasien mengetahui dan melaksanakan kegiatan
tapi belum sempurna atau melaksanakan kegiatan dengan diingatkan; dan tergantung, jika pasien tidak
mengetahui dan tidak melaksanakan kegiatan (Keliat, 2001).
Pasien dikatakan telah memiliki kemampuan mengendalikan perilaku kekerasan bila telah
memiliki kemampuan psikomotor. Pasien dikatakan mampu mengontrol perilaku kekerasan jika
pasien telah mengenal perilaku kekerasan yang dialaminya, mampu menyebutkan kelima cara
mengendalikan perilaku kekerasan, mampu mempraktekkan kelima cara yang telah diajarkan, dan
melakukan latihan sesuai jadwal (Keliat, 2001).
3.2 Tujuan
1. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya.
4. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya
5. Pasien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannya.
6. Pasien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual, sosial, dan dengan
terapi psikofarmaka.
3.3 Tindakan
8
1. Bina hubungan saling percaya
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Berjabat tangan
c. Menjelaskan tujuan interaksi
d. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
2. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu.
3. Diskusikan perasaan paien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
a. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
b. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
c. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
d. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
e. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
4. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah secara:
a. Sosial/verbal
b. Terhadap orang lain
c. Terhadap diri sendiri
d. Terhadap lingkungan
5. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
6. Diskusikkan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
a. Fisik: pukul kasur dan bantal, tarik napaas dalam
b. Obat
c. Sosial/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
d. Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
7. Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
a. Latihan napas dalam dan pukul kasur-bantal
b. Susun jadwal latihan napas dalam dan pukul kasur bantal
8. Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
a. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
b. Latihan mengungkapan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta dengan
baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
c. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
9. Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
a. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan sosial/verbal
b. Latihan sholat dan berdoa
c. Buat jadwal latihan sholat/berdoa
10. Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat:
9
a. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama pasien,
benar nama obat, benar cara minum obat, benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat
dan akibat berhenti minum obat.
b. Susun jadwal minum obat secara teratur
11. Ikut sertakan pasien dalam TAK stimulasi persepsi untuk mengendalikan perilaku kekerasan
(Keliat & Akemat, 2009).
SP 2 pasien: membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik II
(evaluasi latihan napas dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik II [pukul
kasur dan bantal], menyusun jadwal kegiatan harian cara kedua).
SP 4 pasien: Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual (diskusikan
hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan sosial/ verbal, latihan beribadah dan
berdoa, buat jadwal latihan ibadah/ berdoa).
SP 5 pasien: Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan obat (bantu
pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar [benar nama pasien/ pasien, benar nama
obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat] disertai penjelasan guna
obat dan akibat berhenti minum obat, susun jadwal minum obat secara teratur).
No. Kemampuan/Kompetensi
10
4.Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Harian
No. Kemampuan/Kompetensi
Verbal
harian.
spiritual
secara teratur
3.5 Evaluasi
1. Pasien mampu menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasaan, perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan, dan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
2. Pasien mampu menggunakan cara mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal:
a. Secara fisik
b. Secara sosial/verbal c. Secara spiritual
11
c. Dengan terapi psikofarmaka (penggunaan obat).
12
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Inisial : Sdr. RA Tgl Pengkajian : 28 Mei 2018
Umur : 34 Th RM No : 14862
Tgl Masuk : 25 Mei 2018 Pendidikan : SMP
Jam : 11.45 WIB
Agama : Islam
Alamat : Gg. Madukoro RT 02/01 Pekuncen, Sempor Kebumen
Penanggung Jawab
Nama : Tn. J
Hub : Ayah
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Gg. Madukoro RT 02/01 Pekuncen, Sempor Kebumen
V. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda –tanda vital : T : 110/80 mmHg, RR : 20 x / menit, N: 72 x / menit, S: 37 0 C, BB : 40 kg
Tidak ada keluhan fisik yang dirasakan klien.
13
VI. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Dalam keluarga klien jarang berkomunikasi dengan anggota keluarga yang lain karena merasa malas
dan senang menyendiri. Pengambilan keputusan dalam keluarga diambil oleh ayahnya. Dalam pola
asuh klien diasuh oleh orang tua sendiri.
2. Konsep diri
a. Citra diri
Klien menganggap tubuhnya sebuah anugrah dari tuhan. Klien bersyukur dan menerima tubuhnya apa
adanya.
b. Identitas diri
Sebelum sakit, klien pernah sekolah sampai dengan SMP. Setelah klien tamat SMP klien tidak bisa
melanjutkan. Klien menerima dirinya sebagai seorang laki-laki tetapi takut untuk menjadi seorang
kepala keluarga.
c. Peran diri
Klien berusia 34 tahun, klien belum menikah. Klien mengatakan takut untuk berumah tangga karena
menurutnya harus memikirkan kebutuhan keluarga. Dalam melaksanakan tugas dirumah klien
melakukannya bersama dengan ibunya seperti : menyapu, mencuci piring, mencuci baju dan
membantu memasak. Akan tetapi di masyarakat klien kurang dihormati. Klien berperilaku seperti
anak – anak.
d. Ideal diri
Klien berharap agar bisa sembuh dan cepat pulang karena ingin minta maaf pada ibunya dan mencari
pekerjaan lagi.
e. Harga diri
Klien mengatakan tidak ada gangguan untuk berhubungan dengan orang lain.
3. Hubungan Sosial
Klien mengatakan bahwa orang yang paling dekat ibunya. Dalam keluarga klien merasa enggan untuk
berkomunikasi lebih senang menyendiri di kamar.
4. Spiritual
Klien dan keluarganya beragama Islam, klien melakukan ibadah sholat.
14
2. Pembicaraan
Klien berbicara baik, dapat menjawab pertanyaan, selalu bertanya kapan bisa pulang
3. Aktivitas Motorik
Klien terlihat gelisah, tegang, sering berpindah – pindah
4. Afek
Appropriate (tepat)
5. Interaksi selama wawancara
Saat wawancara klien kooperatif, kontak mata dengan lawan bicara baik, klien tampak curiga.
6. Proses pikir
Pada saat wawancara klien mengalami sirkumtansial.
7. Isi pikir
Klien tidak pernah mempunyai pikiran yang aneh-aneh yang dirasakan saat ini hanya gelisah
menunggu kedatangan keluarga.
8. Tingkat Kesadaran
Klien tampak bingung dan tidak terfokus. Klien mampu mengingat dengan keluarganya, hari dan
waktu, ketika diajak kenalan klien mampu mengingat nama orang lain.
9. Memori
Klien mengalami gangguan daya ingat jangka pendek sehingga klien lupa kejadian yang telah
terjadi dalam jangka waktu seminggu.
10. Tingkat Konsentrasi dan berhitung
Klien mampu berkomunikasi, tidak mampu berkonsentrasi lama dan sering memutuskan
pembicaraan secara sepihak, mampu berhitung.
11. Daya tilik diri
Klien sadar bahwa dirinya telah berbuat salah karena telah berperilaku kekerasan dan merasa
menyesal akan tetapi klien tidak tahu tujuannya di RSJ.
VIII. PERSIAPAN PULANG
− Makan : klien mampu makan sendiri dan mandiri
− BAB/BAK : Klien mampu BAB/BAK di temaptnya
− Mandi : Klien mampu mandi 2x sehari dengan mandiri
− Berpakaian : klien mampu mengambil, memilih dan memakai pakaian
− Istirahat dan tidur: Tidur siang dari jam 13.30-15.00
− Tidur malam 22.00-04.00
− Penggunaan obat: Klien mampu untuk meminum obat tanpa bantuan orang lain tetapi masih
belum mengerti untuk penggunaan obat yang benar
− Pemeliharaan kesehatan: setelah pulang nanti klien akan berusaha control rutin.
− Aktivitas dalam rumah : mandiri tanpa bantuan oang lain
− Aktivitas diluar rumah : klien pergi keluar rumah dengan menggunakan motor secara mandiri
15
IX. MEKANISME KOPING
Klien jika mempunyai masalah lebih senang berdiam diri dikamar, marah - marah. Jika sudah tidak
tahan lagi klien kemudian menjadi mengamuk atau merusak barang-barang yang ada.
X. MASALAH PSIKOSOSIAL
Menurut keluarga semenjak klien marah-marah dan mengamuk, lingkungan tidak mau menerima
klien dan hal ini membuat klien menjadi lebih menarik diri.
XI. PENGETAHUAN
Klien tidak mengetahui tentang penyakitnya, tanda dan gejala kekambuhan, obat yang diminum dan
cara menghindari kekambuhan. Pemahaman tentang sumber koping yang adaptif dan manajemen
hidup sehat kurang.
XII. ASPEK MEDIK
Diagnosa medik : Skizofrenia tak terinci
Terapi medik : Chlorpromazine 1 x 100 mg
Haloperidole 2 x 5 mg
Triheksifenidile 2 x 2 mg
Rawat Inap di Wisma Gatutkaca
16
marah – marah, mengamuk, merusak alat rumah tangga
Keluarga mengatakan klien jika mempunyai masalah dan tidak
bisa ditahan lagi klien kemudian menjadi mengamuk atau
merusak barang-barang yang ada.
O:
Mata merah, wajah agak merah, pandangan tajam
3 S:
Klien mengatakan takut untuk berumah tangga Gangguan
Klien mengatakan merasa bersalah atas perilakunya terhadap konsep dri :
ibunya harga diri
Merasa tidak mampu dan terbatas pengetahuannya rendah
O:
Kesadaran klien tampak bingung dan tidak terfokus
Tampak gelisah
Saat berbicara klien sering memutuskan pembicaraan secara
sepihak
17
- Membina hubungan saling
5. Identifikasi akibat PK
percaya 6. Identifikasi cara kontrol PK
- Pasien dapat menyebutkan
7. Latih cara kontrol PK dengan Fisik
penyebab PK I ( nafas dalam )
- Pasien dapat menyebutkan tanda
8. Bimbing pasien memasukkan
gejala PK dalam jadwal kegiatan harian
- Pasien dapat mengidentifikasi SP II
PK yang dilakukan 1. Evaluasi kemampuan pasien
- Pasien dapat mengidentifikasi mengontrol PK dengan cara fisik I
akibat PK 2. Latih pasien konrol PK dengan
- Pasien menyebutkan cara cara fisik II
mengontrol PK 3. Bimbing pasien emasukkan jadwal
- Pasien mampu mempraktekkan kegiatan harian
latihan cara mengontrol PK dengan SP III
nafas dalam, pukul bantal atau
kasur, secara verbal, secara 1. Evaluasi kemampuan
SP IV
1. Evaluasi kemampuan pasien
mengontrol PK dengan cara fisik I ,
II dan verbal
2. Latih kontrol PK dengan cara
spiritual
3. Bimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP V
1. Evaluasi kemampuan pasien
mengontrol PK dengan cara fisik I ,
II dan verbal
2. Jelaskan cara kontrol PK dengan
18
minum obat teratur
3. Bimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
19
Mei Fisik II ( pukul bantal ) ajarkan teknik kontrol marah dengan
2018 3. membimbing pasien fisik 2 (pukul batal )
09.00 memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian S : klien mengatakan belum dapat
mengontrol emosi, dan akan mencoba
Senin, SP II : cara control marah yang sudah
04 memvalidasi masalah. diajarkan (pukul bantal).
Mei 2. Melatih cara control PK dengan O: raut muka tegang, kontak mata baik,
2018 cara fisik II (pukul bantal) tampak gelisah
09.00 3. Mengikutsertakan klien dalam A: SP II belum optimal
jadwal kegiatan sehari-hari. P: optimalkan SP II,(cara control marah
dengan cara fisik II pukul bantal)
20
SP V S : klien mengatakan sudah dapat
Kamis 1. Memvalidasi masalah mengontrol emosi, dan akan mencoba
, 04 2. menjelaskan cara kontrol PK cara control marah dengan berdo’a dan
Mei dengan minum obat teratur shalat
2018 3. membimbing pasien O: klien tampak senang
09.00 memasukkan dalam jadwal A: SP II belum optimal
kegiatan harian P: lanjutkan SP V (dengan cara minum
obat teratur)
21
FORMAT
Ruangan :9
SP ke :1
Pertemuan ke :1
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien :
a. Data Subjektif
Klien mengatakan pernah melakukan tindak kekerasan
Klien mengatakan sering merasa marah tanpa sebab
b. Data Objektif
Tangan mengepal
Berteriak
22
Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
Klien dapat mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan fisik 1: teknik nafas
dalam
4. Tindakan Keperawatan :
Bina hubungan saling percaya
Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan marahnya
Bantu klien mengungkapkan penyebab perilaku kekerasan
Bantu klien mengungkapkan tanda gejala perilaku kekerasan yang
dialaminya
Diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukan selama ini
Diskusikan dengan klien akibat negative (kerugian) cara yang dilakukan pada diri
sendiri, orang lain/keluarga, dan lingkungan
Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik : teknik napas
dalam
Anjurkan klien untuk memasukkan kegiatan didalam jadwal kegiatan harian
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik :
Perkenalan antara perawat dengan klien) Selamat pagi Pak. Perkenalkan nama
saya nabilla, panggil saja Suster nabil. Saya adalah mahasiswa dari Stikes Alifah Padang. Hari ini
saya dinas pagi dari pkl. 07.00-14.00. Saya yang akan merawat bapak
Nama Bapak siapa dan suka dipanggil apa? Baiklah mulai sekarang saya akan panggil Bapak
Jono saja, ya”
b. Evaluasi / Validasi :
“kalau boleh tahu, sudah berapa lama Bapak Jono di sini ? Apakah Bapak Jono masih ingat siapa
yang membawa kesini ? bagaimana perasaan Bapak saat ini? Saya lihat Bapak sering tampak
marah dan kesal, sekarang Bapak masih merasa kesal atau marah ?”
c. Kontrak
Topik
23
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang hal-hal yang membuat Bapak Jono marah
dan bagaimana cara mengontrolnya? Ok. Pak?”
Waktu
Berapa lama Bapak punya waktu untuk berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana kalau
15 menit saja?
Tempat
Bapak senangnya kita berbicaranya dimana?. Dimana saja boleh kok, asal Bapak merasa
nyaman. Baiklah, berarti kita berbicara di teras ruangan ini saja ya, Pak”
2. Fase Kerja :
“Nah, sekarang coba Bapak ceritakan, Apa yang membuat Bapak Jono merasa marah? ”
Apakah sebelumnya Bapak pernah marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang
sekarang?”
“Lalu saat Bapak sedang marah apa yang Bapak rasakan? Apakah Bapak merasa sangat
kesal, dada berdebar-debar lebih kencang, mata melotot, rahang terkatup rapat dan ingin
mengamuk? ”
“Setelah itu apa yang Bapak lakukan? ”
“Apakah dengan cara itu marah/kesal Bapak dapat terselesaikan? ” Ya tentu tidak, apa
kerugian yang Bapak Jono alami?”
“Menurut Bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah Bapak belajar cara
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Jadi, ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, Bapak. Salah satunya adalah dengan
cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik, rasa marah Bapak dapat tersalurkan.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar 1 cara dulu? Namanya teknik napas dalam”
”Begini Pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Bapak rasakan, maka Bapak berdiri atau
duduk dengan rileks, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan –
lahan melalui mulut”
“Ayo Pak coba lakukan apa yang saya praktikan tadi, bapak berdiri atau duduk dengan rileks
tarik nafas dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. “
“ Nah.. Bapak Jono tadi telah melakukan latihan teknik relaksasi nafas dalam, sebaiknya
latihan ini Bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu
muncul Bapak sudah terbiasa melakukannya”
24
3. Fase Terminasi :
A. Evaluasi
Subyektif
“Bagaimana perasaan Bapak setelah kita berbincang-bincang dan melakukan latihan
teknik relaksasi napas dalam tadi? Ya...betul, dan kelihatannya Bapak terlihat sudah
lebih rileks”.
Obyektif
”Coba Bapak sebutkan lagi apa yang membuat Bapak marah, lalu apa yang Bapak
rasakan dan apa yang akan Bapak lakukan untuk meredakan rasa marah”. Coba
tunjukan pada saya cara teknik nafas dalam yang benar.
“Wah...bagus, Bapak masih ingat semua...”
“ Nah, Pak. Cara yang kita praktikkan tadi baru salah 1 nya saja. Masih ada cara yang
bisa digunakan untuk mengatasi marah Bapak. Cara yang ke-2 yaitu dengan teknik
memukul bantal .
Waktu :
“Bagaimana kalau kita latihan cara yang ke-2 ini besok, Bagaimana kalau 15 menit lagi
saja?
Tempat :
“Kita latihannya dimana, Pak? Di teras ruangan ini saja lagi , Pak”. “ok, Pak.
25
ANALISA PROSES INTERAKSI
Nama : Tn. RA
Hari/Tanggal : Senin, 25 Mei 2018
Usia : 34 Tahun
Waktu : 11.20 – 11.30 wib.
Interaksi : Ke I (Fase Perkenalan)
Tujuan : Setelah intervensi keperawatan
Lingkungan : Tenang, posisi duduk berdampingan di kursi/meja makan K dan P dapat membina
hubungan Ruang Perawatan Srikaya saling percaya.
Deskripsi : Penampilan klien terlihat cukup rapi, rambut bersih disisir dan wajah bersih,
sudah mandi.
P: Selamat P: Tersenyum, berdiri sejenak Merasa terkejut Merasa ragu apakah Pada awal interaksi harus
siang Pak ! disamping K. disapa oleh P K mau menerima didahului atau dimulai
K: Menatap ke arah P sambil kehadiran P. dengan membina hubungan
tersenyum. saling percaya.
K: Nama Saya
Ruslan
P: Oh...
namanya
26
ruslan , biasanya
dipanggil apa?
K: Nama saya
ruslan , tapi saya
biasanya ruslan
saja .
Analisa Analisa
Komunikasi Non
Komunikasi Verbal Berfokus pada Berfokus Rasional
Verbal
Klien pada Perawat
27
kerahasiaannya.
Apakah Ruslan
setuju ?
K: Ia suster saya
setuju.
P: Ruslan, bagaimana
perasaannya hari ini,
apakah semalam
tidurnya nyenyak atau
tidak ?
K: Merasa baik-baik
saja.
P: Bisakah Ruslan
cerita, mulanya
kenapa sampai ruslan
dibawah ke rumah
sakit ?
K: Saya memukul
orang.
28
Analisa Analisa
Komunikasi Non
Komunikasi Verbal Berfokus Berfokus pada Rasional
Verbal
pada Klien Perawat
29
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Perilaku kekerasan sukar diprediksi. Setiap orang dapat bertindak keras tetapi ada kelompok
tertentu yang memiliki resiko tinggi yaitu pria berusia 15-25 tahun, orang kota, kulit hitam, atau
subgroup dengan budaya kekerasan, peminum alkohol (Tomb, 2003 dalam Purba, dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk,
2008). Menurut Stuart dan Sundeen (1995), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau
marah yang tidak konstruktif.
Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori biologik,
teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008)
Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan (Yosep,
2009):
− Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah
konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
− Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
− Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog
− untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
3.2 SARAN
Dari pemaparan diatas, penulis memberikan saran agar dalam ilmu kesehatan jiwa penting sekali
memahami beberapa tanda dan gejala mengenai perilaku kekerasaan, agar ke depan nya perilaku
kekerasaan dapat dikurangi dengan diadakannya cara-cara untuk meredam perilaku kekerasaan.
30
DAFTAR PUSTAKA
Stuart GW, Sundeen. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta; EGC
Stuart dan Sundeen. 2008. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3 (diterjemahkan oleh Yuni A).
Jakarta : EGC
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000
Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC
31
MAKALAH KEPERAWTAN JIWA II
Disusun oleh
Kelompok V
Dosen :
KEPERAWATAN 16
PROGRAM A
ALIFAH PADANG
2018/2019
32
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami sebagaimana mestinya.
Shalawat dan salam juga tak lupa pula kami kirimkan kepada baginda nabiullah Muhammad
SAW, selaku tokoh reformasi bagi kita sekalian yang mengajarkan kepada kebenaran
khususnya bagi umat muslim yang telah menunjukan kepada kita jalan kebenaran dan
kebaikan terutama yang masih tetap teguh pendirian sampai hari ini.
Makalah ini dibuat guna memenuhi kewajiban kami selaku mahasiswa,dalam rangka
memenuhi tugas yang telah diberikan oleh Dosen yang bersangkutan dan merupakan pra syarat
dalam memperoleh nilai pada mata kuliah “Keperawatan Jiwa II”. Makalah ini disusun
berdasarkan referensi yang ada, serta merupakan gabungan dari teman-teman serta dari Dosen
pembimbing, yang inti dari makalah ini adalah membahas tentang “Asuhan Keperawatan pada
Pasien Perilaku Kekerasan”.
Dalam penyusunan materi ini, kami sadar sepenuhnya atas segala kekurangan dan
kesempurnaan sehingga di butuhkan masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah
selanjutnya.
Akhirnya,kami selaku penyusun makalah ini mengucapkan terima kasih atas saran dan
masukan rekan-rekan serta Dosen yang bersangkutan.
Semoga Allah SWT selalu menyertai dan meridhoi kita bersama dalam upaya ikut
mencerdaskan kehidupan yang berbudi pekerti luhur. Amin Ya Rabbal‘Alamin.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Penulis
33
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.2 Tujuan......................................................................................................................1
BAB II TEORI
2.1 Definisi....................................................................................................................2
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................30
3.2 Saran........................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA
34