Anda di halaman 1dari 11

TUGAS ANALISA PENERAPAN NILAI DAN ETIKA PEKERJAAN SOSIAL

Dosen Pengampu : Chamiyatus Sidqiyah M. Kesos

Nama : Muhammad Luthfi Wibowo


NIM : 11220541000066

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1445 H / 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT. yang telah memberikan kemudahan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah ini dengan tepat waktu yang ditentukan. Tanpa adanya
berkat dan rahmat Allah SWT tidak mungkin rassanya dapat memenuhi tugas ini
dengan baik dan benar.
Makalah ini berjudul Penerapan Nilai dan Etika Pekerjaan Sosial yang akan
membahas lebih lanjut dan mendalam mengenai kasus penanganan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT). Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah dan memberikan ilmi yang bermanfat bagi yang
membacanya.
Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata
kuliah Nilai dan Etika Sosial yaitu Ibu Chamiyatus Sidqiyah M.Kesos karena telah
membimbing dan memberi ilmu yang berguna dalam proses pembuatan makalah ini.
Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada para pembaca makalah ini dan berharap
semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna, maka
dari itu penulis berharap agar pembaca memberikan saran dan kritik agar penulis
memahami kekurangan dari makalah tersebut. Penulis menyampaikan maaf apabila
terdapat kalimat yang tidak berkenan bagi yang membaca makalah tersebut. Akhir kata,
penulis ucapkan terimakasih dan semoga ilmu yang didapatkan dapat bermanfaat bagi
masyarakat.

Jakarta, 20 April 2024

Muhammad Luthfi Wibowo


DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kekerasan dalam rumah tangga adalah salah satu bentuk kejahatan yang
menyakitkan dan menghancurkan hak asasi manusia. Hal ini harus dikeluarkan dan
dikategorikan sebagai jenis kejahatan melawan hukum kemanusiaan. Namun, tidak
semua kejahatan memiliki komponen kekerasan, dan tidak semua tindakan kekerasan
dapat disebut sebagai komponen kejahatan.
Tindakan kekerasan dalam masyarakat tidak hanya baru, tetapi berbagi
pendapat, persepsi, dan definisi mengenai kekerasan dalam rumah tangga telah
berkembang di masyarakat. Banyak orang berpendapat bahwa KDRT adalah masalah
intern keluarga dan rumah tangga. Terdapat banyak kasus yang berakibat fatal dari
kekerasan orang tua terhadap anaknya, suami terhadap istrinya, majikan terhadap
rumah tangga, dan lain-lain.
Kedatangan Undang-undang RI No.23 Tahun 2004 mengenai Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT) yang kebanyakan adalah perempuan membuatnya penting
untuk mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan
terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang
merendahkan derajat dan martabat kemanusian.
Selain itu, pelaku tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
masih sering terjadi dualisme dalam penerapan sanksi pidana. Dualisme ini terjadi
karena Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (PKDRT) masih berlaku sama sekali aturan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kasus penanganan KDRT ditinjau dari pendekatan Kantian,
Utilitarian, dan Radikal?
2. Bagaimana penerapan nilai dan etika pekerja sosial dalam penanganan KDRT
3. Landasan teori apa yang digunakan untuk menganalisis penanganan KDRT?
4. Kompetensi apa yang harus dimiliki oleh Peksos dalam pennangan klien
KDRT?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana penanganan KDRT jika ditinjau melalui beberapa
pendekatan
2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan nilai dan etika pekerja sosial dalam
penanganan KDRT
3. Untuk mengetahui landasan teori yang digunakan dalam Analisa KDRT
4. Untuk mengetahui kompetensi apa yang digunakan Peksos dalam menangani
KDRT
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendekatan Dalam Pekerjaan Sosial
2.1.1 Pendekatan Kantian dalam memandang kasus KDRT
Pendekatan Kantian dalam etika adalah teori etika deontologis yang
dikembangkan oleh Immanuel Kant. Kant berpendapat bahwa satu-satunya hal
yang baik tanpa syarat adalah kehendak untuk berbuat baik, atau good will.
Teori ini didasarkan pada prinsip universalisasi, yang menyatakan bahwa suatu
tindakan hanya dapat bermoral jika mungkin untuk diterapkan oleh semua orang
tanpa kontradiksi. Kant juga menekankan prinsip kemanusiaan, yang
menyatakan bahwa manusia dituntut untuk tidak pernah memperlakukan orang
lain hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan, tetapi selalu sebagai tujuan pada
diri mereka sendiri
Teori ini dikembangkan dalam konteks rasionalisme pencerahan. Teori etika
ini menyatakan bahwa suatu tindakan hanya dapat bermoral jika itu dimotivasi
oleh rasa kewajiban dan didasarkan pada prinsip yang secara rasional
dikehendaki menjadi hukum yang universal dan objektif.
Dalam kasus penanganan KDRT melalui pendekatan Kantian, penanganan
suatu kasus KDRT harus mengacu pada keadilan dan Tindakan yang sesuai
dalam hukumya yang disesuaikan pada undang undang yang mengatur tentang
KDRT tersebut. Secara singkatnya, prinsip keadilan Kant dalam penanganan
KDRT ini dapat dirumuskan bahwa seseorang bebas untuk berekspresi dan
melakukan tindakan apapun, asalkan tidak menggangu hak orang lain.
Menurut teori kantian, pidana merupakan suatu tuntutan kesusilaan. Kant
memandang pidana sebagai Kategorische Imperatief, yakni seseorang harus
dipidana oleh hakim karena ia telah melakukan kejahatan. Pidana bukan
merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan, melainkan mencerminkan
keadilan.

2.1.2 Pendekatan Utilitarian dalam penanganan kasus KDRT


Pendekatan Utilitarian dalam penanganan kasus Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) mencakup tindakan yang membantu korban kekerasan untuk
mencapai kebahagiaan dan keharmonian keluarga. Ini mencakup langkah-
langkah seperti pemberdayaan korban, membantu mereka untuk mendapatkan
sokongan, serta membantu mengurangkan kekerasan dalam rumah tangga.
Penggunaan sistem ini adalah untuk menemukan kesimpulan bagi
analisis tinjauan teori keadilan dan utilitarianisme yang dapat memenuhi hak
korban dalam perspektif viktimologi. Menurut paham utilitarianisme, suatu
Tindakan dinilai baik (good) jika mendatangkan kebahagiaan (pleasure)
dan akan dinilai buruk (bad) jika menyebabkan kesedihan atau
menyakitkan (pain)
Upaya-upaya penanganan KDRT mencakup langkah-langkah seperti
pemberdayaan korban, pengurangan kekerasan dalam rumah tangga, dan
pengurusan kasus. Ini mencakup faktor-faktor seperti kinerja P2TP2A, peran
aparat penegak hukum, dan pendukungan sosial.Penanganan KDRT melalui
Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Pemberdayaan Perempuan
(BKBPMPP) mencakup langkah-langkah seperti pemberdayaan korban,
pendidikan masyarakat, dan pengurangan kekerasan dalam rumah tangga. Ini
mencakup faktor-faktor seperti kinerja BKBPMPP, peran aparat penegak
hukum, dan pendukungan sosial.

2.1.3 Pendekatan Radikal dalam Penanganan Kasus KDRT


Kekerasan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang
mempunyai sifat kekerasan, yaitu perbuatan seseorang yang dengan kuat
menimbulkan kerugian fisik terhadap orang lain.8 Sementara itu, dalam kamus
Oxford, kata kekerasan tidak hanya dipahami sebagai penggunaan fisik, tetapi
juga sebagai tekanan emosional dan psikologis.
Radikalisme tidak hanya memiliki arti yang satu, tetapi sangat bergantung
pada perspektif yang digunakan untuk melihatnya, seperti melalui lensa agama,
sosial, atau konflik. Dari sudut pandang sosial, radikalisme diartikan sebagai
keyakinan individu atau kelompok untuk melakukan perubahan signifikan pada
struktur sosial yang ada dengan menggunakan pendekatan konfrontasi melalui
intimidasi, penindasan, dan kekerasan. Namun, jika kita melihat dari sudut
pandang konflik, radikalisme terkait dengan tindakan teror yang dilakukan oleh
individu dan kelompok, dengan menjadikan ekstremisme sebagai faktor pemicu
perilaku teror.
Pendekatan radikal dalam penanganan kasus KDRT (Kekerasan Dalam
Rumah Tangga) merujuk pada metode yang mengacu pada prinsip-prinsip
feminisme radikal. Ini berarti bahwa penanganan kasus KDRT harus dilakukan
dengan pendekatan yang mengacu pada perspektif kesadaran politik, kebijakan,
dan perilaku yang dapat mengubah sistem yang menyebabkan kekerasan dalam
rumah tangga.Feminisme radikal adalah suatu ideologi yang mencakup
kemiskinan, kekerasan, dan kewangan. Dalam konteks penanganan kasus
KDRT, pendekatan radikal mengacu pada tindakan yang mengacu pada
perubahan sistem yang menyebabkan kekerasan, seperti perubahan kebijakan,
perundang-undangan, dan perilaku yang dapat mengubah hubungan dalam
rumah tangga.
Bentuk kekerasan terhadap perempuan sangat berbeda-beda. mulai dari
kekerasan fisik, mental, ekonomi hingga kekerasan seksual Jelas bahwa
kekerasan terhadap perempuan termasuk dalam kata-kata deklarasi PBB, yaitu
deklarasi penghapusan kekerasan terhadap perempuan, yaitu. semua tindakan
berdasarkan gender fisik, perbedaan gender. penderitaan perempuan, termasuk
ancaman tindakan, perampasan kebebasan untuk memberikan resep secara
sewenang-wenang, baik di depan umum maupun dalam kehidupan
pribadi/keluarga.

2.2 Penerapan Nilai Dan Etika Pekerja Sosial Dalam Penanganan Kasus KDRT
Secara sistematis meninjau banyak diskusi historis dan kontemporer mengenai
nilai-nilai pekerjaan sosial, dalam upaya untuk mengidentifikasi tema-tema dan pola-
pola utama, komite ini menghasilkan daftar enam nilai-nilai inti dan
mengembangkan prinsip etika yang berisi nilai-nilai dan penjelasan singkat untuk
setiap nilai-nilai pekerjaan sosial. dari nilai-nilai ini: Berikut adalah beberapa nilai
inti yang relevan dengan pendekatan radikal dalam penanganan kasus KDRT:
2.2.1 Nilai layanan Prinsip Etis
Tujuan utama pekerja sosial adalah membantu orang yang membutuhkan
dan mengatasi masalah sosial. Pekerja sosial meninggikan pelayanan kepada
orang lain di atas kepentingan pribadi. Dalam penerapan etika dalam
penanganan KDRT, prinsip-prinsip ini mengacu pada pemahaman bahwa setiap
individu memiliki hak untuk kesejahteraan, keadilan, hak dan kewajiban,
sensitivitas jender, dan kewajiban masyarakat untuk mencegah KDRT,
memberikan perlindungan kepada korban, memberikan pertolongan darurat, dan
mengajukan proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.
2.2.1 Nilai Keadilan Sosial Prinsip Etis
Pekerja sosial menentang ketidakadilan sosial. Pekerja sosial mengupayakan
perubahan sosial, khususnya dengan dan atas nama individu dan kelompok
orang yang rentan dan tertindas. Praktik pekerjaan sosial berbasis HAM
perlu dikaji secara rinci, karena dalam praktik pekerjaan sosial, hak dan
kewajiban memiliki implikasi yang signifikan demi tercapainya keadilan sosial
bagi setiap individu.
2.2.3 Nilai Martabat dan Nilai Pribadi Prinsip Etis
Pekerja sosial menghormati martabat dan nilai yang melekat pada diri
seseorang. Pekerja sosial memperlakukan setiap orang dengan penuh perhatian
dan hormat, memperhatikan perbedaan individu serta keragaman budaya dan
etnis. Di dalam kasus KDRT, nilai martabat terkait dengan kekerasan terhadap
perempuan, yang melanggar hak dan martabat mereka sebagai insan yang
bermartabat. Kekerasan terhadap perempuan merupakan tindakan penindasan
yang menyebabkan perempuan tidak memiliki kemungkinan untuk
mengembangkan diri dan mencapai potensi yang ideal
2.2.4 Nilai Pentingnya Hubungan Manusia Prinsip Etis
Pekerja sosial menyadari pentingnya hubungan antarmanusia. Pekerja sosial
memahami bahwa hubungan antar manusia merupakan sarana penting untuk
melakukan perubahan. Nilai pentingnya hubungan manusia prinsip etis dalam
kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah karena prinsip etis
mengacu pada derajat kepercayaan dan harga yang diberikan kepada individu
sebagai manusia yang bermartabat dan memiliki kemampuan untuk mengerti
apa yang baik dan jahat.

2.2.5 Nilai Integritas Prinsip Etika


Pekerja sosial berperilaku dapat dipercaya. Pekerja sosial terusmenerus
menyadari misi profesi, nilai-nilai, prinsip etika, dan standar serta praktik etika
dengan cara yang konsisten dengan mereka.
Kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan adalah nilai-nilai yang sangat
penting untuk mengurangi dan mengeluhkan tindak kekerasan terhadap
perempuan. Menghargai dan menjamin hak-hak dan kebebasan individu sebagai
manusia yang bermartabat, mengacu pada derajat kepercayaan dan harga yang
diberikan kepada individu sebagai manusia yang bermartabat. Keadilan, yang
mengacu pada derajat kepercayaan dan harga yang diberikan kepada individu
sebagai manusia yang bermartabat, memastikan bahwa kekerasan terhadap
perempuan adalah kekerasan yang tidak diterima dan tidak dapat diterima.
Kesetaraan, yang mengacu pada derajat kepercayaan dan harga yang diberikan
kepada individu sebagai manusia yang bermartabat, memastikan bahwa individu
berinteraksi dengan baik, mengingat bahwa tindakan kekerasan terhadap
perempuan tidak hanya mengganggu hak dan martabat perempuan, tetapi juga
mengganggu hubungan dan interaksi dengan lain-lain.

2.2.6 Nilai Kompetensi Prinsip Etis


Pekerja sosial berpraktik sesuai bidang kompetensinya dan mengembangkan
serta meningkatkan keahlian profesionalnya. Pekerja sosial terus berupaya untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan profesional mereka dan
menerapkannya dalam praktik. Pekerja sosial harus bercita-cita untuk
berkontribusi pada basis pengetahuan profesinya. Nilai kompetensi prinsip etis
dalam penanganan kasus KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) merupakan
aspek yang sangat penting untuk dipertimbangkan. Berikut adalah beberapa nilai
etis yang relevan dalam menangani kasus KDRT:
1. Etika Profesional: Konselor atau para penggunaan kasus KDRT harus
mematuhi etika profesional, yang mencakup tingkatan ketangguhan,
keprofesionalan, dan ketatangan.
2. Etika Pribadi: Dalam menangani kasus KDRT, para penggunaan kasus
harus menjaga etika pribadi, yang mencakup tingkatan privasi,
kebijaksanaan, dan ketatangan.
3. Etika Persepsi: Konselor atau para penggunaan kasus harus memahami dan
menghayati persepsi korban KDRT, yang mencakup tingkatan empati,
toleransi, dan kemampuan untuk mengubah perspektif.

2.2.7 Penerapan Nilai Kemasyarakatan, Nilai Organisasi dan Lembaga, Nilai


Professional dalam Penanganan Kasus KDRT
A. Nilai Kemasyarakatan
Perempuan hampir selalu menjadi korban kekerasan karena budaya dan
nilai-nilai masyarakat kita dibentuk oleh kekuatan patriarkal, yang dengan
hal itu laki-laki secara kultural telah dipersilakan menjadi penentu
kehidupan. Penerapan nilai kemasyarakatan dalam kasus KDRT dapat
dilakukan melalui berbagai tindakan, seperti pendidikan keluarga, konseling
keluarga, sosialisasi dan pembiasaan, tindakan kuratif, tindakan
development, dan tindakan penyelesaian secara adat
B. Nilai Organisasi dan Lembaga
Penerapan nilai lembaga dan organisasi dalam penerapan kasus KDRT
(Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dapat berpengaruh positif atau negatif
tergantung pada bagaimana nilai-nilai tersebut diterapkan. Di sisi positif,
lembaga dan organisasi dapat membantu mencegah terjadinya KDRT,
sementara di sisi negatif, kesalahan atau ketidakpemahaman dalam
penerapan nilai-nilai dapat menjadi faktor yang mempengaruhi terjadinya
KDRT.
Upaya pencegahan, perlindungan, dan pemulihan korban KDRT,
ada beberapa pihak seperti pekerja sosial, advokat, lembaga sosial,
harus bekerja sama dalam untuk mewujudkan tujuan penghapusan
KDRT. Berikut adalah beberapa Lembaga dan Organisasi yang menangani
kasus KDRT :
1. Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3)
LK3 adalah salah satu tempat penangan masalah sosial psikologis
keluarga yang mengedepankan pendekatan pekerjaan sosial,dalam
proses pelayanan dan dukungannya dari disiplin ilmu yang terkait.
Pelayanan yang diberikan oleh LK3 yaitu antara lain pemberian
informasi, konsultasi, konseling, advokasi secara profesional, dan
serta merujuk sasaran ke lembaga pelayanan lain yang benar-benar
mampu untuk memecahkan masalah secara lebih intensif.
Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) merupakan
lembaga atau organisasi yang memberikan pelayanan konseling,
konsultasi, penyebarluasan atau pemberian informasi, penjangkauan,
pendampingan, perlindungan dan pemberdayaan keluarga secara
profesional, termasuk juga merujuk sasaran ke lembaga pelayanan lain,
yang mampu memecahkan masalahnya

2. Women's Crisis Center (WCC) atau Pusat Krisis Wanita


Merupakan lembaga yang menyediakan pelayanan dan program
dukungan khusus untuk perempuan-perempuan yang butuh
perlindungan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga di
Indonesia. WCC bertujuan untuk melindungi, mendukung, dan
memberdayakan perempuan yang mengalami kekerasan, serta
memberikan akses terhadap layanan yang mereka butuhkan.

C. Nilai Professional
Penerapan nilai professional dalam kasus KDRT dapat dilakukan
melalui berbagai tindakan, seperti pendidikan keluarga, konseling
keluarga, sosialisasi dan pembiasaan, tindakan kuratif, tindakan
development, dan tindakan penyelesaian secara adat. Tim profesional,
seperti psikolog atau konselor,memberikan dukungan emosional,
mendengarkan, dan memberikan nasihat kepada korban.
2.3 LANDASAN TEORI YANG DIGUNAKAN UNTUK ANALISIS KASUS
KDRT

2.4 KOMPETENSI PEKERJA SOSIAL YANG HARUS DIMILIKI UNTUK


PENANGANAN KASUS KDRT
Pekerjaan sosial dapat didefinisikan sebagai suatu “bidang keahlian yang
memiliki kewenangan untuk melaksanakan berbagai upaya guna meningkatkan
kemampuan orang dalam melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya melalui proses
interaksi. Berikut adalah beberapa Kompetensi yang harus dimiliki oleh pekerja
sosial untuk penanganan kasus KDRT :
1. Dalam Panduan Umum Program Kesejahteraan Sosial Anak, kategori pekerja
sosial professional harus berlatar belakang pendidikan pekerjaan/kesejahteraan
sosial. Diutamakan memiliki pengalaman dalam pelayanan kesejahteraan.
2. Diutamakan memiliki kemampuan mengolah data dengan computer, khususnya
bagi pekerja sosial dan tenaga kesejahteraan sosial.
3. Bidang teknologi informasi dan komunikasi sehingga dapat dengan cekatan
mengolah data tentang fakta dan informasi yang terkait dengan kasus KDRT
yang berhadapan atau berkonflik dengan hukum serta penanganan yang
komprehensif terhadap kasus tersebut.
4. Pekerja sosial harus memiliki kompetensi dalam pelayanan, termasuk
pelayanan keseimbangan, pelayanan pendidikan, dan pelayanan pemberdayaan.
Selain itu, pekerja sosial harus memiliki kompetensi dalam pelayanan yang
sensitif terhadap keluarga, termasuk pelayanan yang mengacu pada prinsip-
prinsip umum profesi pekerjaan sosial, seperti perilaku dan integritas pribadi,
kemampuan professional, pelayanan, keilmuan dan penelitian, dan kewajiban
pekerja sosial terhadap klien

Anjani, S. D. (2016). Penegakan hukum tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dengan
menggunakan konsep hukum progresif (studi kasus pada Polsek Natar) (Doctoral dissertation,
Universitas Lampung).

IKBAL, A. (2023). DAMPAK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA TERHADAP


PSIKOLOGIS ISTRI DI KELURAHAN BALANDAI KECAMATAN BARA KOTA
PALOPO (Doctoral dissertation, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palopo).

Donna Karina, G. (2024). Analisis Pendekatan Teori Keadilan John Rawls Dan Teori
Utilitarianisme Jeremy Benthan Terhadap Konsep Pemenuhan Hak Korban Menurut
Presfektif Viktimologi. Journal of Indonesian Comparative of Syari’ah Law, 6(2), 259–
276. https://doi.org/10.21111/jicl.v6i2.11194

Ningrum, C. S. PERAN PEREMPUAN DALAM PENCEGAHAN RADIKALISME DALAM


MEMBANGUN KEMANDIRIAN MELALUI FILANTROPI.

Andari, S. (2020). Peran Pekerja Sosial Dalam Pendampingan Sosial. Sosio Informa: Kajian
Permasalahan Sosial dan Usaha Kesejahteraan Sosial, 6(2), 92-113.

Huriyani, Y. (2018). Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT): Persoalan privat yang jadi
persoalan publik. Jurnal Legislasi Indonesia, 5(3), 75-86.

Antari, D., & Ma'ani, K. D. (2020). Implementasi Kebijakan Program Sosial Oleh Lembaga
Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) Dalam Menangani Kasus Kekerasan Dalam Rumah
Tangga Di Lubuk Alung Kabupaten Padang Pariaman. Jurnal Manajemen dan Ilmu
Administrasi Publik (JMIAP), 2(3), 58-72.

Avivah, V. (2023). Paradigma hukum progresif dalam upaya penyelesaian kekerasan dalam
rumah tangga. Oetoesan-Hindia: Telaah Pemikiran Kebangsaan, 5(2), 87-98.

Rusyidi, B., & Raharjo, S. T. (2018). Peran pekerja sosial dalam penanganan kekerasan
terhadap perempuan dan anak. Sosio Informa: Kajian Permasalahan Sosial dan Usaha
Kesejahteraan Sosial, 4(1).

Simarmata, J. (2018). Urgensi Bantuan Hukum Relawan Pendamping, Pekerja Sosial Dan
Serikat Buruh Setelah Putusan MA NO 22 P/HUM/2018. Jurnal Hukum & Pembangunan, 48(4),
670-698.

Anda mungkin juga menyukai