Kegunaan dan relevansi memahami dimensi PSK 1. Dapat diperoleh gambaran komprehensif berbagai hal yg berhubungan dg PSK 2. Dapat dilakukan telaah kritis efektifitas kebijakan PSK Dimensi PSK meliputi : 1. 2. 3. 4. Tujuan Bentuk-bentuk PSK Bekerjanya PS Model-model PS
Dimensi 1 : Tujuan PSK 1. Tujuan utama yang lazim dari PSK adalah untuk memastikan bahwa setiap orang tunduk pada larangan untuk melakukan pelanggaran hukum pidana 2. Hukum pidana (dalam pandangan positivis/paradigma) dianggap sebagai manivestasi kehendak bersama masyarakat 3. Bagi labeling (dalam pandangan interaksionis), PSK dipandang sbg proses dan upacara pemberian label; stigma kejahatan kpd pelaku kejahatan label yang selalu diikuti adalah mantan narapidana 4. Dalam pandangan kritis(konflik), PSK dipandang semata-mata bertujuan untuk mempertahankan kekuasan dari penguasa dan hukum pidana adalah rumusan kejahatan menurut kepentingan penguasa 5. Dalam pandangan post-modern, PSK harus bertujuan untuk melindungi kelompok-kelompok masyarakat yang secara nyata sering menjadi korban kejahatan, seperti anak-anak, perempuan, kelas pekerja, dan kelompok-kelompok minoritas di tempat tertentu. Dimensi 2: Bentuk-bentuk PSK Pengendalian sosial juga dapat diartikan sebagai norma tingkah laku, dalam berbagai bentuk yang disosialisasikan dan ditegakkan oleh agen-agen pengendalian sosial : 1. Hukum Ditegakkan oleh agen pengendalian sosial yang formal(kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lapas) 2. Adat 3. Ajaran moral Berbicara tentang hal yang pantas dan apa yang tidak pantas dilakukan 4. Perintah agama
Dimensi 3: bekerjanya/berfungsinya PS Pengendalian sosial dapat berfungsi bila: 1. Difasilitasi oleh sejumlah mekanisme 2. Mempunyai legitimasi 3. Diperkuat oleh ideology kesamaan orang di mata hukum Bekerjanya mekanisme pengendalian sosial kejahatan 1. Mencegah terjadinya ketegangan dalam masyarakat melalui penyelesaian ketidakcocokan dan ketidakkonsistenan dalam rancangan sosial (bagaimana cara negara membangun bangsa), rancangan berada dalam UUD 2. Mencegah terjadinya konflik khusus melalui berbagai penyekatan (membatasi) dalam bentuk kebijakan 3. Memelihara penyaluran respon terhadap ketegangan dalam masyarakat melalui cara yang dibenarkan 4. Membuat agar respon yang secara sosial ditolak sulit dilakukan dan mahal 5. Dilakukan untuk meresosialisasi penyimpang 6. Dilakukan untuk menghilangkan penyebab ketegangan dan kecemasan Legitimasi pengendalian sosial 1. Pengendalian sosial dapat dilaksanakan bila ia memperoleh legitimasi dari masyarakat 2. Legitimasi tersebut tidak harus dalam bentuk adanya hukum tertulis, tetapi pengakuan dari masyarakat bahwa pengendalian sosial tersebut, isi, mekanismenya, agen-agen pengendalian sosialnya dipercaya sebagai memiliki keabsahan 3. Ini merupakan hubungan antara struktur masyarakat dan budaya masyarakat. Peran ideology 1. 2. 3. 4. Ideology dapat berperan sebagai pemerkuat dan legitimasi dari mekanisme pengendalian sosial Legitimasi yang terkait ideology berhubungan dnegan makna dari masyarakat Ideology merupakan makna simbolik yang memebrikan kerangka untuk keterlibatan Ideology memberikan pembenaran bagi dilakukannya beraneka kegiatan sosial
Model-model pengendalian kejahatan (Larry Siegel, Criminology, 2000) Model kebijakan pengendalian kejahatan didasari pemikiran perlunya perlindungan masyarakat dan kompensari korban kejahatan. pelaku harus bertanggung jawab atas tindakannya. Penghukuman dan rehabilitasi pelaku telah tidak menunjukkan hasil atau manfaat.
1. Model keadilan (justice model) mengusulkan agar supaya penghukuman terhadap pelaku kejahatan haruslah sama untuk bentuk yang sama, tidak berdasarkan pertimbangan pribadi hakim. 2. Due process model dipromosikan oleh kaum liberal/positivis menekankan pada proses hukum yang adil 3. Model rehabilitasi beranggapan bahwa pelaku kejahatan dapat diperbaiki menjadi warga yang tunduk hukum dan produktif melalui treatment yang benar 4. Model nonintervensi menuntut pengurangan intervensi pemerintah dan mengembangkan kebijakan disinstitusionalisasi, deversi, treatment informal, dekriminalisasi. 5. Model restorative justice mempromosikan pemulihan hubungan antara pelaku dan korban, dan yang direstui masyarakat melalui penyelesaian masalah secara informal oleh komunitas yang bersangkutan.