Anda di halaman 1dari 19

Inisiasi Tuton ke – 4

Mata Kuliah : KRIMINOLOGI


Program Studi : Ilmu Hukum
Fakultas : HISIP
REAKSI SOSIAL TERHADAP KEJAHATAN & PENJAHAT

 Kejahatan sebagai suatu tindakan yang dianggap asosial, sehingga


mengakibatkan timbulnya berbagai reaksi dari masyarakat atas terjadinya
kejahatan.
 Berbagai reaksi sosial yang timbul terhadap kejahatan maupun penjahatnya:
1. Reaksi Represif & Reaksi Preventif
2. Reaksi Formal & Reaksi Informal
REAKSI REPRESIF

 Reaksi represif adalah suatu reaksi yang diberikan atas adanya peristiwa
kejahatan.
 Artinya, atas kejahatan yang terjadi, masyarakat melalui lembaga penegakan
hukum akan memberikan reaksi negatif berupa tindakan penegakan hukum
terhadap pelaku kejahatan.
 Lembaga penegakan hukum sebagai suatu lembaga yyang diberi mandat oleh
masyarakat, dalam bereaksi terhadap kejahatan tidak terleas dari keberadaannya
sebagai suatu sistem, yakni sistem peradilan pidana.
REAKSI REPRESIF

Sistem Peradilan Pidana

Lembaga
Kepolisian Kejaksaan Pengadilan Pemasyarakat
an

Sistem Peradilan Pidana terdiri dari berbagai unsur penegak hukum, yakni:
1) kepolisian,
2) kejaksaan,
3) pengadilan dan
4) lembaga pemasyarakatan
REAKSI PREVENTIF

 Graham (1990) memberikan batasan tentang pencegahan kejahatan


sebagai suatu usaha yng meliputi segala tindakan yang mempunyai
tujuan khusus untuk memperkecil ruang lingkup dan mengeliminir
kekerasan suatu pelanggaran, baik melalui pengurangan kesempatan
untuk melakukan kejahatan ataupun melalui berbagai upaya
mempengaruhi orang-orang yang potensial dapat menjadi pelanggar
serta kepada masyarakat umum.
 Lembaga resmi yang bertanggungjawab atas usaha pencegahan
kejahatan adalah polisi. Namun karena keterbatasan sarana dan
prasarana yang dimiliki oleh polisi, yang mengakibatkan tidak
efektifnya tugas tersebut.
 Oleh karena itu, peran serta masyarakat dalam kegiatan
pencegahan kejahatan menjadi hal yang sangat diharapkan oleh
polisi.
PENCEGAHAN KEJAHATAN SEBAGAI USAHA PENGAMANAN
MASYARAKAT

Batasan Pengertian Konsep Pengamanan Masyarakat

Marc Ancel (1954):


Pengamanan masyarakat (social defence) seyogyanya tidak
semata-mata terfokus pada pelaku kejahatan tetapi juga pada
kecenderungan kebijakan praktis yang harus terorganisasi dengan
baik, sehingga (kebijakan itu) dapat mengendalikan kejahatan.
PENCEGAHAN KEJAHATAN SEBAGAI USAHA PENGAMANAN
MASYARAKAT

Penjabaran tentang konsep Social Defence (Marc Ancel ):


a. Bahwa pengamanan masyarakat yang diartikan sebagai cara penanggulangan kejahatan
harus dipahami sebagai suatu sistem yang tujuannya tidak semata-mata menghukum
pelaku, tetapi pada perlindungan masyarakat dari gangguan apapun bentuknya termasuk
kejahatan.
b. Pengamanan masyarakat dimaksudkan untuk mewujudkan perlindungan masyarakat secara
nyata melalui berbagai langkah di luar hukum pidana.
c. Pengamanan masyarakat harus dikaitkan dengan pembinaan pada pelanggar hukum,
sehinga kebijakan penghukuman harus diarahkan secara sistematis pada pemasyarakatan.
d. Keterkaitan dengan proses pemasyarakatan hanya akan dapat dijalankan apabila
ditingkatkannya sifat kemanusiaan pada hukum pidana. Hal ini mengingat bahwa sebagian
besar hukum pidana di dunia masih mencerminkan kepentingan umum dan terlalu
mengabaikan kepentingan hukum.
e. Hukum pidana yang bersifat kemanusiaan dan hukum acara pidana yang berhubungan
dengan sifat-sifat kemanusiaan itu bukan semata-mata hasil dari gerakan sentimental
emosional manusia, tetapi juga merupakan pemahaman ilmiah tentang kejahatan dan
pelaku kejahatan sebagai pribadi.
PENCEGAHAN KEJAHATAN SEBAGAI USAHA PENGAMANAN
MASYARAKAT

Gerakan / aktivitas-aktivitas pencegahan kejahatan mempunyai 2 tujuan pokok:


a. Mengeliminasi faktor-faktor kriminogen yang ada dalam masyarakat.
b. Menggerakkan potensi masyarakat dalam hal mencegah dan mengurangi kejahatan.

Cara-cara untuk mencapai tujuan pengamanan masyarakat:


1. Melakukan pendekatan terpadu atau yang disebut metode;
2. Membina hubungan yang baik antara pemerintah dan masyarakat yang keduanya
merupakan subjek dari segala aktivitas pengamanan masyarakat;
3. Menciptakan situasi aman sebagai objek pengamanan masyarakat.
Strategi Pencegahan Kejahatan

Pencegahan
Primer

Pencegahan
Sekunder

Pencegahan Tertier
Strategi Pencegahan Kejahatan

Penjelasan
 Pencegahan Primer
 Strategi pencegahan kejahatan melalui bidang sosial, ekonomi dan bidang lain dari
kebijakan umum, khususnya sebagai usaha untuk mempengaruhi situasi-situasi
kriminogenik dan sebab-sebab yang mendasar dari kejahatan.
 Tujuan utama: untuk menciptakan kondisi-kondisi yang memberikan harapan bagi
keberhasilan sosialisasi bagi setiap anggota masyarakat.
 Pencegahan Sekunder
 ditemui dalam kebijakan peradilan pidana dan pelaksanaannya.
 Pencegahan sekunder dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan khusus.
 Pencegahan Tertier
 memberikan perhatian pada pencegahan terhadap residivisme melalui peran polisi
dan agen-agen lain dalam sistem peradilan pidana.
 Batasan dari sanksi dalam periode terakhir ini berorientasi pada pembinaan. Oleh
karena itu, pencegahan tersier sering mengurangi tindakan represif.
Strategi Pencegahan Kejahatan

Pendekatan yang digunakan dalam melakukan Pencegahan Kejahatan:


(1) Pendekatan Sosial (Social crime prevention)  tujuannya untuk menumpas akar
penyebab kejahatan dan kesempatan individu untuk melakukan pelanggaran.
Sasarannya adalah populasi umum atau kelompok yang secara khusus mempunyai
risiko tinggi melakukan pelanggaran.
(2) Pendekatan Situasional (Situational crime prevention)  perhatian utamanya:
mengurangi kesempatan individu atau kelompok untuk melakukan pelanggaran.
(3) Pendekatan Kemasyarakatan(Community based crime prevention)  ditujukan untuk
memperbaiki kapasitas masyarakat dalam mengurangi kejahatan dengan jalan
meningkatkan kapasitas mereka untuk menggunakan konstrol sosial informal.
REAKSI FORMAL & REAKSI INFORMAL

 Reaksi sosial yang timbul terhadap kejahatan maupun penjahatnya,


dipandang dari segi pelaksanaannya dapat dibagi 2:

1. Reaksi Formal  dilakukan oleh aparat penegak hukum.


2. Reaksi Informal  dilakukan warga masyarakat biasa.
PERSPEKTIF & TEORI TENTANG PENGHUKUMAN &
PEMASYARAKATAN

Penghukuman dan pemasyarakatan sebagai perwujudan reaksi sosial formal terhadap


kejahatan pada dasarnya dapat dibagi ke dalam:
1. Penghukuman.
2. Pembinaan.

 Pada abad ke 19, bentuk penghukuman lebih didasarkan pada perlindungan


kepentingan individu dengan latar belakang pemikiran balas dendam atau penebusan
yang menghendaki tindakan setimpal atas perbuatan yang setimpal pula.
 Doktrin penebusan ditentang oleh Beccaria  Doktrin Penjeraan sebagai pelaksana
pidana hilang kemerdekaan.
 Pemenjaraan / hukuman penjara adalah suatu bentuk penghukuman dengan
pencabutan/ perampasan kemerdekaan
Sistem Kepenjaraan vs Sistem Pemasyarakatan

 Sistem Kepenjaraan
• Hukuman merupakan isolasi terhadap penjahat untuk
melindungi masyarakat
• Pembalasan/memuaskan dendam masyarakat
• Pemberian derita

 Pembalasan/pemberian derita
•Tidak ada pemikiran untuk memberikan pembinaan
•Pembiaran
•Sering diperlihatkan oleh disain fisik (bangunan) penjara itu
sendiri
•Serta sikap petugas penjara
•Maximun Security
Sistem Kepenjaraan vs Sistem Pemasyarakatan

 Sykes (1958)  derita itu merupakan pains of imprisonment yang


dirasakan karena pencabutan hak asasi terpidana, seperti:
• Kemerdekaan
• Pencabutan hak milik
• Penyitaan barang Inmate sub culture
• Penghilangan hak untuk mendapatkan pelayanan (kebudayaan
• Pencabutan hak atas hubungan hetero-sexual masyarakat penjara)
• Pencabutan hak otonomi
• Pencabutan atas rasa aman
Tidak mendukung
keberhasilan suatu pembinaan
Sistem Kepenjaraan vs Sistem Pemasyarakatan

 Ada 2 jenis pola pembinaan yang diterapkan dalam sistem pemasyarakatan


dilihat dari konteks sasarannya, yakni:
1) Pola rehabilitasi atau pola resosialisasi  pola yang menempatkan
individu terpidana dalam fokus perhatiannya.
2) Pola reintegrasi  pola yang menempatakan individu dan masyarakat
sebagai suatu kesatuan hubungan dalam fokus perhatiannya.
 Adanya perkembangan ilmu mengenai human behaviour serta ilmu sosial
lain menyebabkan kedudukan paham rehabilitasi sebagai tujuan
pemenjaraan diganti oleh paham reintegrasi sosial.
 Tujuan pemidanaan menurut pola reintegrasi adalah pemuluhan kesatuan
hubungan hukum antara terpidana dengan masyarakat. Pemulihan ini
mengandung unsur perdamaian terus menerus.
Sistem Kepenjaraan vs Sistem Pemasyarakatan

 Indonesia tidak menganut sistem penjara, namun SISTEM


PEMASYARAKATAN.
 Gagasan/ide pemasyarakatan dikemukakan oleh Sahardjo, SH (Menteri
Kehakiman RI pada saat itu).
 Ide Pemasyarakatan tersebut pada tahun 1995 disahkan melalui Undang-
undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan dalam Lambaran
Negara Nomor 77 Tahun 1995.
 Reaksi Informal dari masyarakat  tindak kontrol sosial informal.
 Bentuk kontrol sosial informal yang paling pouler: Sistem Keamanan
Lingkungan (Siskamling).
 Tujuan kegiatan siskamling (Olsen):
o Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah kejahatan.
o Mendidik masyarakat untuk mengambil langkah-langkah yang lebih efektif untuk
mengamankan rumah dan kenderaannya.
o Mendorong masyarakat untuk segera melaporkan kepada polisi jika melihat
kejadian-kejadian yang mencurigakan.
o Meningkatkan hubungan antara polisi dengan masyarakat.
 Keberhasilan siskamling sangat tergantung pada kesediaan polisi & masyarakat
untuk bekerjasama dan berperan serta di dalamnya.
 Pelaksanaan siskamling pada dasarnya dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku
masyarakat dalam memberikan reaksi atas terjadinya kejahatan.

Anda mungkin juga menyukai