Anda di halaman 1dari 9

TEORI KEJAHATAN MIKRO

Dosen Pengampu : Dr. Nilma Suryani S.H., M.H

Kelompok 2:

1. Nurul Sutanti Daulay 2010111085

2. Magasky Rivano 2010112172

3. Muhammad Qolbi Jefri 2010117010

4. Larissa Salsa Junaidi 2010113120

5. Fajar Pratama 2010113078

PRODI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ANDALAS

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas tentang “ Teori Kejahatan
Mikro “
Semoga ini berguna dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga
saya berterima kasih pada Ibu Dosen mata kuliah Hukum Kriminologi UNAND yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah Kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.

Padang, April 2021

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kriminologi sebagai salah satu cabang dari ilmu pengetahuan sosial (social science),
sebenarnya masih tergolong sebagai ilmu pengetahuan yang masih muda, oleh karena
kriminologi baru mulai menampakkan dirinya sebagai salah satu disiplin ilmu pengetahuan pada
abad ke XIII. Meskipun tergolong ilmu yang masih muda, namun perkembangan kriminologi
tampak begitu pesat, hal ini tidak lain karena konsekuensi logis dari berkembangnya pula
berbagai bentuk kejahatan dalam masyarakat.
Perkembangan kejahatan bukanlah suatu hal yang asing, oleh karena sejarah kehidupan
manusia sejak awal diciptakan telah terbukti mengenal kejahatan. Apalagi pada saat seperti
sekarang ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi justru memberi peluang yang lebih
besar bagi berkembangnya berbagai bentuk kejahatan. Atas dasar itulah maka kriminologi dalam
pengaktualisasian dirinya berupaya mencari jalan untuk mengantisipasi segala bentuk kejahatan
serta gejala-gejalanya.
Berdasarkan pengertian kriminologi tersebut diatas, maka obyek kajian kriminologi
ditekankan pada gejala kejahatan seluas-luasnya dalam artian mempelajari kejahatan dan
penjahat, usaha-usaha pencegahan penanggulangan kajahatan serta perlakuan terhadap penjahat.
Sedang subjek kriminologi adalah anggota dan kelompok masyarakat secara keseluruhan sebagai
suatu kelompok sosial yang memiliki gejala-gejala sosial sebagai suatu sistem yang termasuk di
dalarnnya gejala kejahatan yang tidak terpisahkan. Sehingga berdasarkan pengertian kriminologi
di atas juga dapat ditarik suatu pandangan bahwa kriminologi bukanlah ilmu yang berdiri sendiri
akan tetapi berada disamping ilmu-ilmu lain, dalam arti kata interdisipliner.
1.2 Rumusan Masalah

Apa dan bagaimana Teori Kejahatan Mikro dalam perspektif Kriminologi?

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui Teori Kejahatan Mikro dalam perspektif Kriminologi


BAB II

PEMBAHASAN

Kejahatan bukanlah fenomena alamiah, melainkan fenomena sosial dan historis, sebab
tindakan menjadi kejahatan haruslah dikenal, diberi cap dan ditanggapi sebagai kejahatan, disana
harus ada masyarakat yang normanya, aturannya dan hukumnya dilanggar, disamping adanya
lembaga yang tugasnya menegakkan norma-norma dan menghukum pelanggarnya. Gejala yang
dirasakan kejahatan pada dasarnya terjadi dalam proses dimana ada interaksi sosial antara bagian
dalam masyarakat yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perumusan tentang kejahatan
dengan pihak-pihak mana yang memang melakukan kejahatan. Dalam menganalisa suatu
kejahatan dipergunakan pespektif teori kriminologi yang diklasifikasikan menjadi 3 kelompok,
yaitu:

1. Teori abstrak atau teori-teori makro (macrotheories).

2. Teori-teori micro (microtheories)

3. Beidging Theories yang tidak termasuk kedalam kategori teori makro atau mikro dan
mendeskripsikan tentang struktur sosial dan bagaimana seseorang menjadi jahat.

Teori Kejahatan Mikro (Microtheories)

Teori kejahatan mikro adalah teori yang lebih konkret dibandingkan dengan teori makro dalam
pembahasan teori kejahatan dalam kriminologi. Teori ini digunakan untuk menjelaskan alasan
seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat melakukan kejahatan atau bagaiamna
seseorang bisa menjadi kriminal (etiology criminal). Teori ini lebih menitikberatkan pada
pendekatan psikologis atau biologis. Termasuk dalam teori ini adalah social control theory dan
social learning theory.

1. Social Control Theory


Travis Hirchi sebagai pelopor teori ini, mengatakan bahwa “Perilaku kriminal
merupakan kegagalan kelompok – kelompok sosial seperti keluarga, sekolah, kawan
sebaya untuk mengikatkan atau terikat dengan individu”, Artinya “individu dilihat tidak
sebagai orang yang secara intrinsik patuh pada hukum ; namun menganut segi pandangan
antitesis dimana orang harus belajar untuk tidak melakukan tindak pidana”. argumentasi
ini , didasarkan pada bahwa kita semua dilahirkan dengan kecenderungan alami untuk
melanggar aturan hukum. Dalam hal ini kontrol sosial, memandang delinkuen sebagai
“konsekuensi logis dari kegagalan seseorang untuk mengembangkan larangan-larangan
ke dalam terhadap perilaku melanggar hukum”

Teori kontrol sosial memandang setiap manusia merupakan makhluk yang memiliki moral yang
murni. Oleh karena itu, setiap orang memiliki kebebasan memilih berbuat sesuatu. Apakah ia
akan berbuat menaati aturan yang berlaku ataukah melanggar aturan-aturan yang berlaku.
Tindakan yang dipilih itu didasarkan pada ikatan-ikatan sosial yang telah dibentuk. Teori kontrol
sosial memusatkan diri pada teknik-teknik dan strategi-strategi yang mengatur tingkah laku
manusia dan membawanya kepada penyesuaian atau ketaatan kepada aturan-aturan masyarakat.

Konsep kontrol sosial sebenarnya lahir pada peralihan abad dua puluh oleh pencetusnya
E.A. Ross seorang sosiolog besar Amerika. Ross berpendapat bahwa sistem keyakinanlah yang
membimbing orang-orang melakukan sesuatu, dan secara universal mengontrol tingkah laku,
tidak peduli apapun bentuk keyakinan yang dipilih. Sejak saat itu, konsep kontrol sosial diambil
dalam arti yang semakin meluas.Dari perspektif mikro (micro sociologisal studies) memusatkan
perhatiannya pada sistem kontrol secara informal.

Tokoh penting dalam perspektif mikro adalah TravisHirschi dengan bukunya yang
berjudul Causes of Delinquency (1969). Menurut Hirschi ada empat elemen ikatan sosial dan
penyesuaian diri yang terdapat dalam setiap masyarakat yaitu

1. Attachmentyaitu kemampuan manusia untuk melibatkan dirinya terhadap orang lain.


Bila attachment ini telah terbentuk maka orang akan peka terhadap pikiran, perasaan dan
kehendak orang lain. Attachment menurut Hirschi (Hendrojono, 2005: 100-101) dibagi menjadi:
a. attachment total, yaitu suatu keadaan ketika seseorang individu melepas rasa ego yang terdapat
dalam dirinya dan diganti dengan rasa kebersamaan. Rasa kebersamaan inilah yang mendorong
seseorang untuk selalu menaati aturan-aturan karena pelanggaran terhadap aturan tersebut berarti
menyakiti perasaan orang lain;

b. attachment partial yaitu suatu hubungan antara seorang individu dengan individu lainnya,
ketika hubungan tersebut tidak didasarkan pada peleburan ego dengan ego yang lain tetapi
karena hadirnya orang lain yang mengawasi. Attachment total akan mencegah hasrat seseorang
untuk deviasi, sedangkan attachmentpartial hanya menimbulkan kepatuhan apabila terdapat
orang lain yang mengawasi dan bila tidak ada yang mengawasi maka akan melakukan deviasi.

2. Commitment, adalah keterikatan seseorang pada sub sistem konvensional seperti sekolah,
pekerjaan, organisasi dan sebagainya. Commitment merupakan aspek rasional yang ada dalam
ikatan sosial. Segala kegiatan yang dilakukan seseorang di sekolah, pekerjaan, kegiatan dalam
organisasi akan mendatangkan manfaat bagi orang tersebut, yang berupa harta benda, reputasi,
masa depan dan sebagainya. Segala investasi inilah yang akan mendorong orang untuk taat pada
aturan-aturan. Bila tidak taat pada aturan maka segala investasi yang diperolehnya akan lenyap
begitu saja. Dengan demikian sebenarnya investasi tersebut dapat digunakan sebagai pengendali
bagi hasrat untuk melakukan deviasi. Apalagi jika investasi tersebut dapat menghasilkan
keuntungankeuntungan yang diharapkan. Namun jika investasi tersebut tidak menghasilkan apa-
apa maka orang akan mengalkulasikan untung rugi dari perbuatan deviasi yang akan dilakukan.

3. Involvement yaitu merupakan aktivitas seseorang dalam sub-sistem konvensional. Bila


seseorang berperan aktif dalam organisasi, maka kecil kecenderungannya untuk melakukan
deviasi. Rasionalisasinya yaitu, bila orang aktif di segala kegiatan, maka orang tersebut akan
menghabiskan waktu dan tenaganya dalam kegiatan tersebut, sehingga dia tidak sempat lagi
memikirkan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Dengan demikian segala aktivitas yang
dapat memberikan manfaat, akan mencegah orang itu untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan hukum.

4. Beliefs, merupakan aspek moral yang terdapat dalam ikatan sosial. Beliefs merupakan
kepercayaan seseorang pada nilai-nilai moral yang ada. Kepercayaan orang akan norma yang ada
akan menimbulkan kepatuhan terhadap norma, yang tentunya juga akan mengurangi hasrat untuk
melanggar. Namun bila orang tidak mempercayai dan mematuhi norma-norma, maka akan lebih
besar kemungkinan orang tersebut melakukan pelanggaran. Keempat elemen ikatan sosial di atas
harus terbentuk dalam setiap anggota masyarakat, dan apabila hal itu gagal dibentuk, maka
mereka (utamanya para remaja) akan menggunakan haknya untuk melanggar.

Contoh kasus Penyalahgunaan Narkoba. Dimana hal ini terjadi merupakan akibat dari
lingkungan dan pergaulan sekitarnya. Individu dalam suatu lingkungan akan melihat dan juga
menerapkan apa yang dilihatnya. Apabila buruk maka individu itu akan mejadi buruk
perilakunya, dan sebaliknya apabila baik, maka akan baik juga perilakunya.

1. Social Learning Theory

Teori ini dikemukakan oleh Albert Bandura. Dalam teori ini, Albert Bandura berpendapat
bahwa orang-orang belajar melalui pengamatan dari perilaku, sikap, dan hasil dari hal-hal
tersebut. Sebagian besar tingkah laku manusia diperoleh melalui modelling : mengamati
sekitar dan membentuk suatu gagasan bagaimana tingkah laku baru terbentuk atau pada
kesempatan lain dapat diubah menjadi informasi yang mengarahkan tingkah laku
tertentu. Social learning theory menjelaskan tingkah laku manusia karena adanya interaksi
timbal-balik yang berkelanjutan antara pengaruh kognitif, behavioral, dan lingkungan.
Sebagai contoh, orang tua adalah model bagi anak-anaknya, pengajar model bagi peserta
didik, pemimpin adalah panutan bawahannya, dan tokoh masyarakat atau tokoh agama
adalah panutan bagi masyarakatnya. Hal ini berarti bahwa perilaku yang terbentuk dalam diri
anak-anak, peserta didik, dan masyarakat selalu identik dengan perilaku yang ditampilkan
oleh para tokoh tersebut.

Teori belajar sosial didasarkan pada, konsep saling menetukan (reciprocal determinism),
tanpa penguatan (beyond reinforcement), dan pengaturan diri atau berfikir (self
regulation/congnition)

1. Determinis respirokal: pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam


bentuk interaksi timbale balik yang terus menerus antara determinan kongnitif,
behavioral,dan lingkungan. Oran menentukan atau mempengaruhi tingkah lakunya dengan
mengontrol kekuatan lingkungan, tetapi orang itunjuga dikontrol oleh kekuatan lingkungan
itu. Determnis respirokal adalah konsep yang penting adalam memahami tingkahlaku untuk
menganalis fenomena pisikososial di berbeagai tingkat komplektivitas dan perkembangan
intrapersonal serta fungsi interaktif dari organissasi dan siatem sosial.

2. Tanpa penguatan orang dapat belakjar melakukkan sesuatu hanya dengan mengamati
dan kemudian mengulangi apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ad penguatan
yang terlibat, berarti tingkahlaku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi.
3. Kongnisi dan regulasi diri. Konsep bandura menempatkan manusia sebagai pribadi
yayang dapat mrengatur diri sendiri, mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengaatur
lingkungan, menciptakan dukungan kongnitif, mengadakan konsekuensi bagi tingkah
lakunya sendiri. Kecerdasan berfikir simbolik sarana yang kuat untuk menangani
lingkunagan, misalya dengan menyimpan pengalamab(ingatan) dalam wujud verbal dan
gambaran imajinasi untuk kepentingan tingkah laku pada masa yang akan datang.
Kemampuan untuk menggambarkan secara imajinatif hasil yang diinginkan pada massa yang
akan datang mengembangkan strategi tingkah laku membimbing kearah tujuan jangka
panjang.

Social Learning Theori adalah sebuah proses belajar dengan mengamati lalu meniru. Manusia
pada dasanya tak bisa lepas dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, manusia bisa belajar
dengan mengamati lawannya lalu terkadang ia bisa meniru atau bertindak sesuai dengan apa
yang telah ia pelajari. Terdapat beberapa jenis peniruan atau modelling yaitu:

a. Peniruan Langsung : Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses
perhatian.

b. Peniruan Tak Langsung : Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi atau perhatian
secara tidak langsung.

c. Peniruan Gabungan : Menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu peniruan langsung
dan tidak langsung.

d. Peniruan Seketika/Sesaat : ingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu saja.

e. Peniruan Berkelanjutan : Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi apapun.

Contoh kasus Ada seorang pemuda tempramental yang sering menyiksa pasangannya jika ia
merasa marah atau emosi. Tak hanya pada pasangan, pada teman atau saudaranyapun ia
melakukan tindakan kekerasan jika ia merasa tidak senang atas perlakuan orang disekitarnya.
Hal tersebut terjadi karena pada saat pemuda itu masih kecil, ia sering diperlakukan seperti itu
oleh ayahnya. Ia sering dipukuli jika ayahnya merasa tidak senang padanya. Ia juga sering
melihat ibunya yang disiksa, hal tersebut memicu sikap pemuda itu sehingga ia melakukan hal
yang sama pada orang lain.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Kejahatan bukanlah fenomena alamiah, melainkan fenomena sosial dan historis, sebab
tindakan menjadi kejahatan haruslah dikenal, diberi cap dan ditanggapi sebagai kejahatan, disana
harus ada masyarakat yang normanya, aturannya dan hukumnya dilanggar, disamping adanya
lembaga yang tugasnya menegakkan norma-norma dan menghukum pelanggarnya. Dalam
menganalisa suatu kejahatan dipergunakan pespektif teori kriminologi yang diklasifikasikan
menjadi 3 kelompok, yaitu:

1. Teori abstrak atau teori-teori makro (macrotheories).

2. Teori-teori micro (microtheories)

3. Beidging Theories yang tidak termasuk kedalam kategori teori makro atau mikro dan
mendeskripsikan tentang struktur sosial dan bagaimana seseorang menjadi jahat.

Dalam teori mikro digunakan untuk menjelaskan alasan seseorang atau sekelompok orang dalam
masyarakat melakukan kejahatan atau bagaiamna seseorang bisa menjadi kriminal (etiology
criminal). Teori ini lebih menitikberatkan pada pendekatan psikologis atau biologis. Termasuk
dalam teori ini adalah social control theory dan social learning theory.

Teori kontrol sosial memusatkan diri pada teknik-teknik dan strategi-strategi yang
mengatur tingkah laku manusia dan membawanya kepada penyesuaian atau ketaatan kepada
aturan-aturan masyarakat. Sedangkan Social Learning Theory adalah sebuah proses belajar
dengan mengamati lalu meniru. Manusia pada dasanya tak bisa lepas dari interaksi sosial. Dalam
interaksi sosial, manusia bisa belajar dengan mengamati lawannya lalu terkadang ia bisa meniru
atau bertindak sesuai dengan apa yang telah ia pelajari

Saran

Dibutuhkannnya peran serta pihak yang berwenang dan juga masyarakat dalam menangani
kejahatan yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai