Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MANDIRI

ESAI PARADIGMA FAKTA SOSIAL


Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Paradigma Sosiologi
Dosen Pengampu : Kaisar Atmaja, M.A

Disusun Oleh :
Muhammad Taufiqul Hakim
1806026072
Sosiologi 2B

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini, berbagai hal yang dijadikan
sumber acuan atau sudut pandang bagi pemecahan masalah sering disebut seabgai
“paradigma”, seperti yang sering kita dengar, “paradigma pembangunan” atau “paradigma
belajar” dan lain sebagainya. Apa yang dimaksud paradigma dalam konteks ilmu sosial
terkhusus sosiologi, kita mengacu pada konsep pemikiran Thomas S. Khun dalam bukunya
yang terkenal yang berjudul The Structure of Scientific Revolutions (1962). Menurut Thomas
Khun (Veeger, 1993: 22), paradigma adalah pandangan yang mendasar tentang apa yang
menjadi pokok persoalan dalam ilmu pengetahuan (sosial) tertentu. Dengan ungkapan lain,
dapat dikatakan bahwa paradigma adalah sebuah jendela keilmuan yang dapat digunakan
untuk “melihat” dunia sosial.
Sosiologi sendiri sering dikenal dengan ilmu berparadigma ganda (Ritzer, 2008,
Apendik: 13). Sebenarnya, perbedaan penting yang telah melahirkan bermacam-macam
paradigma terletak pada perbedaan sudut pandang dalam menlihat sebuah pokok persoalan
dalam dunia sosial. Paradigma yang tampak susul-menyusul dalam sejarah perjalanan
sosiologi itu, juga telah bersaing satu sama lain dewasa ini, dan sangat mungkin
membingungkan mahasiswa-mahasiswa pemula yang mempelajari sosiologi (Veeger, 1993:
22). Dalam bukunya yang berjudul Sociology; A Multiple Paradigm Science (1980), George
Ritzer telah menjelaskan tiga paradigma yang dikenal dalam sosiologi selama satu setengah
abad terakhir ini. Ketiga paradigma tersebut adalah: (1) positivistik; (2) konstruksi sosial; dan
(3) paradigma perilaku sosial. Masing-masing paradigma juga berbeda mengenai obyek
kajian, teori, dan metode analisisnya. Para ahli membagi paradigma menjadi tiga, yaitu
paradigma fakta sosial, definisi sosial, dan perilaku sosial.
1. Paradigma Fakta Sosial
Paradigma ini melihat masyarakat dari sudut pandang struktur makro.
Kehidupan masyarakat dilihat sebagai realitas yang berdiri sendiri, lepas dari
persoalan apakah individu tersebut suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, dan
sebagainya. Jika dilihat dari struktur sosialnya, masyarakat tentu memiliki
seperangkat aturan seperti undang-undang, nilai dan norma, pranata sosial, atau
berupa kebudayaan. Eksemplar dari paradigma ini adalah buku karya Emile
Durkheim yaitu The Rules of Sociological Method (1895) dan Suicide (1897). Para
sosiolog yang menggunakan paradigma ini menggunakan metode kuesioner dan
wawancara dalam penelitiannya.
2. Paradigma Definisi Sosial
Paradigma ini memandang bahwa suatu tindakan sosial justru ditentukan oleh
kehendak bebas manusia yang berupa tanggapan kreatif terhadap suatu stimulus dari
luar. Paradigma definisi sosial diambil dari salah satu aspek yang sangat dari karya
Max Weber, yaitu tentang tindakan sosial (social action). Konsep Weber sangat
bertolak belakang dengan Durkheim, yakni Weber tidak memisahkan dengan tegas
antara struktur sosial dengan pranata sosial. Ada beberapa teori yang termasuk dalam
paradigma ini, yaitu teori tindakan, interaksionalisme-simbolik, fenomenologi,
etnometodologi, dan eksistensialisme.
3. Paradigma Perilaku Sosial
Paradigma ini menggunakan karya B.F. Skinner sebagai eksempar. Skinner
mencoba menerjemahkan prinsip-prinsip psikologi aliran behaviorisme ke dalam
sosiologi. Skinner menilai paradigma fakta sosial dan definisi sosial sebagai
perspektif yang bersifat mistik, dalam arti mengandung arti yang bersifat teka-teki,
dan tidak rasional.
BAB II
ISI

Kata ‘korupsi’ telah menjadi kata yang umum terdengar di telinga masyarakat,
terutama di Indonesia. Hampir setiap tahun kasus korupsi selalu masuk dalam pemberitaan di
berbagai macam media, baik media cetak maupun media visual. Namun, sebelum kita lebih
jauh membahas lebih jauh tentang korupsi yang terjadi di Indonesia, terlebih dahulu kita cari
tahu apa itu korupsi. Dalam essai ini akan mencoba menghubungkan kasus korupsi yang
sudah umum terjadi di Indonesia dengan salah satu paradigma di dalam sosiologi, yaitu
paradigma fakta sosial.
Prof. Dr. H. Amir Hamza, SH, menyatakan bahwa korupsi berasal dari kata
“Corruptio” atau “Corruptus”, yang kemudian muncul dalam banyak bahasa Eropa, Inggris,
Prancis “Corruption”, bahasa Belanda “Corruptie” yang kemudian muncul dalam bahasa
Indonesia “Korupsi”, jika merujuk pada kamus-kamus Indonesia-Inggris maupun Inggris-
Indonesia, maka akan didapati arti kata korupsi tersebut adalah busuk, buruk, bejat, dapat
disogok, suka disuap. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi
mempunyai arti penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan
sebagainya) untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Korupsi sendiri tidak hanya berbentuk
materil, namun juga dapat berbentuk non materil, seperti korupsi waktu. Dalam KBBI
korupsi waktu memiliki arti penggunaan waktu dinas (bekerja) untuk urusan pribadi.

Korupsi di Indonesia
Korupsi dapat disebut sebagai kejahatan karena dampak yang ditimbulkan dari
korupsi tersebut dapat merugikan negara maupun masyarakat jika pelaku merupakan dari
instansi pemerintahan maupun wakil rakyat seperti anggota DPR dan lain-lain. Pengertian
kejahatan sendiri merupakan perbuatan manusia yang melanggar suatu aturan hukum
tertentu, merugikan diri sendiri, orang lain, masyarakat, bangsa, bahkan negara (Bibit S.
Rianto & Nurlis E. Meuko, 2009).
Jadi, korupsi merupakan suatu kejahatan karena korupsi merupakan suatu perbuatan
yang melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan serta merugikan negara maupun
masyarakat. Perbuatan korupsi harus memenuhi empat unsur. Empat unsur tersebut adalah
(1) niat melakukan korupsi (desire to act), (2) kemampuan untuk berbuat korupsi (abillity to
act), (3) peluang atau kesempatan melakukan korupsi (opportunity to do corruption), (4)
target atau adanya sasaran yang bisa dikorupsi (suitable target) (Bibit S. Rianto & Nurlis E.
Meuko, 2009).
Jumlah kasus korupsi di Indonesia sendiri jumlahnya sudah sangat mengkhawatirkan,
menurut data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) selama 2018 telah terjadi 454 kasus di
Indonesia dengan jumlah tersangka mencapai 1.087 tersangka. Sedangkan untuk jumlah
kerugian, negara mengalami kerugian sebesar Rp 5,6 triliun dengan rincian Rp 134,7 miliar
jumlah kerugian yang diakibatkan oleh suap, Rp 6,7 miliar kerugian akibat pungutan liar, dan
Rp 91 miliar kerugian yang diakibatkan pencucian uang yang dilakukan oleh para koruptor.
Di masa lalu, korupsi dianggap sebagai suatu kebiasaan yang umum dilakukan dan
apabila ketahuan secara menejerial akan dianggap sebagai missmanagement, pelanggaran
disiplin, atau pelanggaran kode etik. Maka sanksi yang diberikan hanyalah sanksi
administrasi, disiplin, atau kode etik. Hal ini lah yang menyebabkan korupsi di Indonesia
sudah sangat merajalela, orang tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang
salah. Pejabat yang jujur dinilai tidak bisa hidup di negeri ini.
Banyak cara untuk mengantisipasi tindakan korupsi ini, antara lain dengan
menciptakan lingkungan yang tidak koruptif. Artinya, lingkungan yang tidak memberi
peluang timbulnya korupsi melalui pembuatan aturan yang tidak koruptif segenap aspek
kehidupan. Tentu harus dilengkapi dengan sanksi yang memberikan efek jera kepada para
pelaku korupsi tersebut, serta ditegakkan secara benar, tegas, lugas dan tuntas. Namun
sayang, pada aspek ini Indonesia masih lemah.

Hubungan antara Korupsi dengan Paradigma Fakta Sosial


Korupsi merupakan salah satu contoh tentang paradigma fakta sosial, karena dalam
tindakan korupsi terdapat upaya dari pelaku agar diterima dalam pekerjaan. Upaya yang
dilakukan dengan cara melakukan penyogokan, atau adanya orang dalam (anggota
perusahaan) yang mementingkan rasa primordialisme dalam kelompok tertentu untuk
diterima dalam perusahaan. Mengapa tindakan korupsi ini merupakan contoh dari paradigma
fakta sosial, karena secara tegas pihak yang melakukan kegiatan tersebut sadar bahwa
tindakan yang dilakukannya merupakan suatu kesalahan, namun tetap memaksakan kehendak
demi terwujudnya keinginan pribadi. Paradigma fakta sosial memandang masyarakat dari
sudut pandang struktur makro. Menurut paradigma ini, kehidupan masyarakat dilihat sebagai
realitas yang berdiri sendiri, lepas dari persoalan apakah individu-individu anggota
masyarakat itu suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju (I.B. Wirawan, 2012).
Eksemplar dari paradigma sosiologi fakta sosial adalah kedua karya Emile Durkheim
yang berjudul The Rules of Sociological Method (1895) dan Suicide (1897). Durkheim
membangun konsep Fakta Sosial untuk memisahkan sosiologi dari pengaruh filsafat dan
membantu sosiologi mendapatkan lapangan penyelidikannya sendiri. Sedangkan untuk
memisahkan sosiologi dari ilmu psikologi, Durkheim dengan tegas membedakan antara fakta
sosial dan fakta psikologi. Menurut Durkheim, fakta psikologi merupakan fenomena yang
dibawa manusia sejak lahir (inherited) dan bukan merupakan hasil pergaulan manusia. Teori-
teori besar yang berada dalam lingkup paradigma fakta sosial adalah (a) teori struktural
fungsional, (b) teori struktural konflik, (c) teori sistem, dan (d) teori-teori sosiologi makro
lainnya. Penganut paradigma fakta sosiallebih menggunakan metode kuesioner dan interview
dalam penelitian mereka.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Korupsi sudah menjadi hal yang umum di Indonesia. Korupsi merupakan sebuah
perbuatan yang melanggar norma-norma dan nilai-nilai. Korupsi merupakan tindakan yang
dapat merugikan negara maupun masyarakat. Di Indonesia sendiri telah banyak kasus korupsi
yang terungkap. Kerugian yang diakibatkan dari korupsi ini pun telah mencapai miliaran
bahkan triliunan rupiah. Penegakan kasus tindak pidana korupsi sendiri masih kurang
menimbulkan efek jera bagi para pelaku. Terdapat banyak cara untuk mencegah terjadinya
kasus korupsi, diantaranya dengan menerapkan lingkungan yang tidak koruptif serta
menegakkan kasus korupsi yang terjadi dengan tegas, benar, lugas, dan tuntas agar
menimbulkan efek jera bagi para pelaku.
Tindak korupsi ini merupakan salah satu contoh dari paradigma fakta sosial, karena
secara tegas pihak yang melakukan tindakan tersebut merupakan suatu kesalahan namun
tetap memaksakan kehendak demi terwujudnya keinginan pribadi. Paradigma fakta sosial
memandang suatu masyarakat dari struktur makro. Exemplar dari paradigma ini adalah karya
dari Emile Durkheim yaitu The Rules of Sociological Method dan Suicide.
Daftar Pustaka
Buku:
Rianto, S. Bibit dan Nurlis E. Meuko. 2009. Koruptor Go TO Hell! Mengupas Anatomi
Korupsi di Indonesia. Jakarta Selatan: Hikmah (PT Mizan Publika).
Wirawan, I.B. 2012. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma (Fakta Sosial, Definisi
Sosial, dan Perilaku Sosial). Jakarta: Prenadamedia Group.

Internet:
Umam, Khoirul. “Paradigma Sosiologi”, dalam
https://www.academia.edu/2304599/Paradigma_Sosiologi. pdf, diakses 02 Juli 2019.
http://dosensosiologi.com/paradigma-fakta-sosial-pengertian-dan-contohnya-lengkap/
(diakses 26 Juni 2019)
http://sosiologiuberallez.blogspot.com/2012/07/paradigma-sosiologi-fakta-sosial.html
(diakses 26 Juni 2019)
https://www.antikorupsi.org/id/web/tren-penindakan-kasus-korupsi-
2018?width=1000&height=700 (diakses 26 Juni 2019)

Anda mungkin juga menyukai