DOSEN:
Dr. Rosmawaty, M. Si
DISUSUN OLEH:
Divia Az-Zahrah
B30122083
MK Sejarah Teori Antropologi
PRODI ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2023
KATA PENGANTAR
Pertama puji dan syukur ke hadirat Tuhan YME ingin saya sampaikan,
karena dengan berkat karunia-Nya saya bisa menyelesaikan makalah ini. Begitu
pun ucapan terima kasih saya sampaikan yang sebesar – besarnya kami sampaikan
kepada seluruh orang yang terlibat dalam proses pembuatan. Terkhususnya
kepada orang – orang yang menjadi penulis terhadap karya tulis akademik dan
jurnal – jurnal ilmiah yang karya tulisnya saya jadikan sebagai sumber referensi
dan pengetahuan dalam penyusunan makalah ini.
Dan saya berharap, para pembaca dan juga saya sebagai penulis, dengan
membaca makalah ini harapannya dapat sama – sama menambah ilmu dan
wawasan kita bersama. Khususnya dalam topik yang kita bahas di dalam, sesuai
dengan judulnya yaitu “TEORI ANTROPOLOGI: TEORI STRUKTURAL
LEVI STRAUSS”.
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
DAFTAR REFERENSI.......................................................................................10
3
Yoseph Yapi Taum, “Teori-teori analisis sastra lisan: strukturalisme Levi-Strauss,” Studi Sastra
Lisan: Sejarah, Teori, Metode, Dan Pendekatan, Disertai Dengan Contoh Penerapannya.(2006),
2011, 159–93.
Dari berbagai bentuk struktur, yang dikotomi itu, seorang peneliti harus
bisa menemukan koherensi atau hal-hal yang saling berhubungan yang
bersifat konstektual, sehingga dapat ditemukan makna di dalam struktur
tersebut. Misalnya dalam not balok, do-re-mi, dan seterusnya baru punya
makna kalau dia merupakan satu kesatuan yang koherensi. Kesatuan not
balok itu dapat membentuk sebuah lagu seperti Indonesia raya. Demikian
juga struktur dalam kebudayaan baru punya arti kalau bisa ditemukan
hubungan-hubungan koherensinya.5
4
Amri Marzali, “Struktural-fungsionalisme,” Antropologi Indonesia, 2014.
5
Marzali.
6
CLAUDE LÉVI-STRAUSS, “STRUKTURALISME ANTROPOLOGI,” PEMAHAMAN
PERKEMBANGAN TEORI SASTRA, 2020, 139.
7
Gusti AB Menoh, “MEMAHAMI ANTROPOLOGI STRUKTURAL CLAUDE LEVI-
STRAUSS,” Cakrawala Jurnal Penelitian Sosial 2, no. 1 (2013).
8
Taum, “Teori-teori analisis sastra lisan: strukturalisme Levi-Strauss.”
Menurut Levi Strauss arti kata totem yang sebenarnya adalah oteteman,
yang dalam bahasa Ojibwa berarti: "dia adalah kerabat pria saya". Secara
universal manusia cenderung untuk berpikir dan merasa bahwa dirinya
kerabat atau berhubungan dengan hal-hal tertentu dalam alam semesta di
sekelilingnya, atau dengan manusia-manusia tertentu dalam lingkungan sosial
budayanya, atau menurut bahasa Levi Strauss: "ia merasakan dirinya ber-
oteteman dengan hal-hal itu". Dalam hubungan seperti itu manusia
mengklasifikasikan lingkungan alam semesta serta sosial budayanya ke dalam
kejadian-kejadian yang elementer.10
10
Robin Fox, “Totem and Taboo reconsidered,” The structural study of myth and totemism, 1967,
161–78.
Salah satu cara yang paling elementer adalah membagi alam ke dalam
dua golongan berdasarkan ciri-ciri yang saling bertentangan, atau
kebalikannya. Cara ini disebut binary opposition atau oposisi berpasangan.
Dua golongan itu dapat bersifat mutlak, contohnya bumi-langit, hidup/mati,
manusia./binatang, pria/wanita, dan manusia/dewa. Akan tetapi dapat juga
bersifat relatif, seperti kiri/kanan, depan/belakang, kerabat-orang luar, dan
kerabat pemberi gadis/kerabat penerima gadis. Oposisi tipe pertama tidak
sukar untuk dipahami, tetapi pada oposisi tipe kedua satu pihak menempati
kedudukan tertentu terhadap pihak lainnya. Misalnya kiri menempati kiri
terhadap kanan, namun kiri menempati kedudukan kanan terhadap hal-hal
lain yang ada di sebelah kirinya. Dalam kebudayaan orang-orang Batak,
marga yang memberi gadis menempati kedudukan hula-hula yang lebih tinggi
dari pihak marga boru yang menerima gadis. Namun sebaliknya, marga
penerima gadis itu menempati kedudukan hula-hula yang lebih tinggi dari
marga ketiga kepada siapa mereka memberi gadis-gadis mereka.11
11
CHANDRA TR SIAGIAN, “Konsep Ruang Dalam Rumah Adat Batak-Toba Dalam Perspektif
Strukturalisme Claude Levi-Strauss” (Universitas Gadjah Mada, 2017).
12
SIAGIAN.
Fox, Robin. “Totem and Taboo reconsidered.” The structural study of myth and
totemism, 1967, 161–78.