Oleh:
Polina Sushina (21215259001)
Yogyakarta, 2022
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul……………………………………………………………………………………....i
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………..….ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………..iii
PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………...4
Latar Belakang…………………………………………………………………………………...5
Rumusan Masalah………………………………………………………………………………..5
Tujuan …………………………………………………………………………………………...5
BAB II ISI………………………………………………………………………………………...…6
A. Latar belakang Levi-Strauss…………………………………………………………………6
B. Hakikat Teori Strukturalisme Levi-Strauss………………………………………………….7
C. Kritik terhadap Strukturalisme Levi-Strauss…………………………………………….....12
D. Terapan Teori Strukturalisme Levi-Strauss: review artikel………………………………...13
DAFTAR REFERENSI………………………………………………………………………..…..20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua teori sastra sejak Aristoteles telah menekankan pentingnya
pemahaman struktur dalam analisis karya sastra, mengerti dan menjelaskan
dunia ini sebagai sistem kompleks dari bagian-bagian yang saling terkait.
Kebanyakan ahli filosofi, sastrawan, dan ahli bahasa menyusun dan mengajukan
konsep, teori-teorinya tentang keterkaitan elemen-elemen di satu bidang.
Begitulah muncul teori strukturalisme yang lahir dari linguistik struktural yang
pada mulanya berdiri ahli bahasa Ferdinand de Saussure (pada akhir abad XIX -
awal abad XX).
Menurut Saussure, prinsip dasar linguistik struktural adalah adanya
perbedaan yang jelas antara: signifiant (bentuk, tanda, lambang) dan signifie
(yang diartikan, yang ditandakan, dilambangkan); antara parole (tuturan) dan
langue (bahasa), sintagmatik dan paradigmatik, sinkronik dan diakronik.
Metode linguistik Saussure mulai berkembang dan diikuti oleh berbagai cabang
ilmu lain termasuk sastra (Yoseph, 1997:37-38).
Salah satu ilmuwan yang memberi sumbangan besar dalam
perkembangan teori strukturalisme dalam bidang sastra adalah Claude
Lévi-Strauss. Menurut bapak Lévi-Strauss, teori strukturalisme sastra
merupakan sebuah teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan
keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks. Unsur-unsur teks secara berdiri
sendiri tidak penting. Unsur-unsur itu hanya memperoleh artinya di dalam
relasi, baik relasi asosiasi ataupun relasi oposisi. Relasi-relasi yang dipelajari
dapat berkaitan dengan mikroteks (kata, kalimat), keseluruhan yang lebih luas
(bait, bab), maupun intertekstual (karya-karya lain dalam periode tertentu).
Relasi tersebut dapat berwujud ulangan, gradasi ataupun kontras dan parodi.
4
Beliau menegaskan bahwa analisis strukturalisme bertujuan untuk membongkar
dan memaparkan secermat mungkin hubungan semua elemen dan aspek karya
sastra yang akan menghasilkan makna (Turysheva, 2017:80).
B. Rumusan Masalah
● Siapa itu Levi-Strauss?
C. Tujuan
● Mengetahui latar belakang Levi-Strauss.
● Mengetahui hakikat teori Strukturalisme Levi-Strauss.
● Mengetahui contoh menerapkan teori itu dalam karya sastra.
5
BAB II
ISI
6
B. Hakikat Teori Strukturalisme Levi-Strauss
7
oposisi antara elang dan burung hantu melewati sumbu siang dan malam,
sedangkan bebek menentang ketiganya dalam hal oposisi antara pasangan
langit/bumi dan langit/air (Stavitsky, 2018:128).
2. Unconscious structures, parole, dan langage
Teori strukturalisme Levi-Strauss juga terpengaruh oleh pandangan
teoretis Franz Boas mengenai strukturalisme linguistik. Dalam pengantar pada
buku “Handbook of American Indian Languages”, Boas membahas di mana
setiap bahasa dan masing-masing budaya menyediakan sistem klasifikasi yang
meliputi manusia, waktu, ruang, warna, tanaman, burung, kerabat dan
sebagainya. Boas juga mencatat bahwa struktur linguistik (bahasa) dan struktur
budaya termasuk ke dalam unconscious structures (struktur bawah sadar),
struktur bawah sadar ini yang kemudian menjadi kunci ide dalam metode
analisis strukturalisme Levi-Strauss (Sumiati, 2021).
Levi-Strauss juga mengaplikasikan beberapa perbedaan kritis yang
diadopsi dari Saussure, yaitu perbedaan antara langue dan parole. Parole
mengacu pada perilaku verbal, dan langue mengacu pada unconscious
underlying structure atau struktur bawah sadar yang mendasari termasuk tata
bahasa dan sintaksis (Surahmat, 2022:3). Dengan kata lain, mitos dianggap
beliau sebagai tindak tutur (parole), yang dibaliknya dapat dideteksi bahasa
(langage).
3. Menurut Claude Levi-Strauss, logika bricolage bertindak seperti
kaleidoskop, membentuk kesatuan figuratif dan integritas baru
berdasarkan fragmen pengalaman sebelumnya.
Logika berpikir mitologis adalah logika yang istilah-istilahnya terdiri dari
fragmen-fragmen. Logika di sini dipahami sebagai pembentukan hubungan
yang diperlukan, dan bricolage adalah pencantuman beberapa konten dalam
bentuk tertentu (Turysheva, 2017:81).
Jadi, ada perubahan kode, semakin banyak sistem mitologis baru yang
menumpuk sebagai akibat dari semacam pembentukan semantik. Dalam transisi
8
dari mitos ke mitos, "penguatan" umum mereka (teknik bricolage)
dipertahankan, tetapi kode dan pesan (makna mitos) berubah. Inovasi
Levi-Strauss diekspresikan dalam transisi dari teori simbolis mitos ke analisis
struktural dan dinamis.
Setelah pekerjaan selesai, mitos asli dapat dijelaskan secara keseluruhan
dalam semua detail yang sebelumnya tampak acak dan tidak berarti.
Disimpulkan bahwa manusia primitif tetap disalahpahami karena logikanya
tidak diungkapkan oleh konsep abstrak, tetapi oleh gambar sensual (bricolage).
4. Tugas utama Levi-Strauss adalah menunjukkan bahwa semua
fenomena masyarakat dan budaya yang beragam adalah modifikasi
dari beberapa model terpadu awal. Oleh karena itu, semuanya dapat
disistematisasi dan diklasifikasikan secara ketat, koneksi dan
korespondensi dapat diidentifikasi antara mereka, menunjukkan
posisi mereka menurut relatif satu sama lain atau relatif terhadap
model pertama.
Dengan kata lain, mitos, cerita rakyat, dongeng, dan karya-karya lain
dapat distrukturkan dan dianalisis melalui bahasa dan prinsip dasar linguistik
struktural. Berikut ini alur analisis Levi-Strauss (Yoseph, 2014:86)
Miteme/ceriteme → episode → struktur → deep/unconscious structure
Miteme (mytheme) dapat diartikan sebagai unsur terkecil dalam mitos
seperti fonem yang merupakan unsur terkecil dalam bahasa (ceriteme adalah
unsur terkecil dalam cerita/dongeng). Miteme merupakan kata-kata, frasa-frasa,
dan bahkan kalimat-kalimat yang menunjukkan relasi atau mempunyai makna
tertentu (Turysheva, 2017:80). Karena memiliki makna miteme dan dianggap
sebagai simbol. Posisi miteme sebagai unsur terkecil mitos membuatnya harus
diketahui terlebih dahulu dalam upaya peneliti menemukan makna mitos.
Alur analisis yang ada di atas Levi-Strauss terapkan untuk menganalisis
mitos Oedipus, dengan mencoba menyusun miteme-miteme ke dalam beberapa
pola hingga menemukan susunan yang pas dengan prinsip di atas. Levi-Strauss
9
menjelaskan analisisnya sederet mitos dalam bukunya “Structural
Anthropology” pada bagian The Structural Study of Myth. Secara singkat,
analisis strukturalisme Levi-Strauss termasuk identifikasi unsur-unsur
pembangun suatu mitos kemudian menemukan relasi diantaranya untuk
kemudian menemukan struktur yang membangun makna dari mitos itu sendiri
(Levi-Strauss, 1963:213-214). Langkah pertama dari analisis tersebut adalah
dengan mengidentifikasikan miteme-miteme kemudian menemukan relasi
diantaranya untuk dikelompokkan menjadi episode-episode. Episode-episode
ini kemudian disusun menjadi satu bagan alir yang dibentuk dari proses oposisi
dan korelasi antar unsur. Setelah semua miteme berhasil diidentifikasi, dapat
dirumuskan suatu struktur melalui penguraian kejadian dalam episode-episode
tadi, struktur ini merupakan struktur dalam atau deep structure.
Dalam penyajian sintagmatiknya, mitos Oedipus tampaknya tidak ada
artinya bagi Levi-Strauss. Oleh karena itu, beliau berusaha menemukan struktur
semantik mitos dalam pembacaan paradigmatik mitos, yaitu pembacaan di
mana peneliti meninggalkan urutan kronologis dan melakukan perbandingan
elemen naratif mitos yang serupa (Surahmat, 2022:3).
Berikut ini algoritma analisis Levi-Strauss. Awalnya, beliau mencari
miteme, yaitu kata/frasa/kalimat di mana esensi dari episode dasar dapat
dinyatakan (dalam kerangka teks yang dikutip, mitos yang diidentifikasi oleh
Levi-Strauss dicetak tebal) (Turysheva, 2017:80-81). Miteme muncul sebagai
hasil dari penggabungan oposisi biner, tetapi pada saat yang sama
elemen-elemen tersebut digabungkan yang dari segi bahasa sudah diberkahi
dengan makna.
Levi-Strauss menuliskan tema-tema pada kartu dan mengaturnya
sedemikian rupa sehingga, sambil mempertahankan hubungan sintagmatik di
antara mereka, koneksi paradigmatik juga akan terungkap. Untuk melakukan
ini, Levi-Strauss menyusun kartu dengan mitos serupa satu di bawah yang lain.
Hasilnya adalah tabel empat kolom vertikal yang dibentuk oleh empat
10
kelompok mitos, secara paradigmatik terkait satu sama lain (Levi-Strauss,
1963:214).
11
kelompok pertama dan ketiga, serta mitos kelompok kedua dan keempat,
membentuk hubungan yang saling melengkapi: melebih-lebihkan kekerabatan
dalam rencana semantik dilengkapi dengan penolakan keaslian seseorang, dan
meremehkan kekerabatan secara semantik dilengkapi dengan penegasan
keaslian seseorang.
Akibatnya, isi yang dalam dari mitos Oedipus dapat direduksi menjadi
pertentangan antara kepercayaan pada asal usul manusia secara mitologis dan
penegasan asal usul manusia dari penyatuan dua orang (Sumiati, 2021). Sangat
sulit bagi manusia purba untuk menggabungkan dua varian asal usul manusia ini
(mitologis dan alami), dan beliau mencoba memahami teka-teki ini dengan
menggunakan logika kontradiksi biner, di mana, seperti yang ditunjukkan
Levi-Strauss, seluruh kedalaman struktur mitos Oedipus bertumpu. Jadi,
menurut Levi-Strauss, kandungan mendalam dari mitos Oedipus terkait dengan
masalah asal usul manusia, dan mitos itu sendiri adalah semacam alat logis
untuk menyelesaikan kontradiksi yang menyiksa pikiran para pemikir kuno -
kontradiksi antara iman dan fakta.
12
dimitologikan. Stavitsky juga menggarisbawahi bahwa tidak ada struktur
universal untuk mitos (Stavitsky, 2018:126).
Peneliti Surahmat mengkategorikan kritiknya ke dalam tiga tipe yaitu (1)
kritik terhadap perangkat dan metode analisis yang digunakan, (2) kritik
terhadap interpretasi data etnografi, dan (3) kritik terhadap hasil analisis
(Surahmat, 2022:6).
Untuk kritik terhadap perangkat dan metode analisis yang digunakan
Levi-Strauss, Surahmat berpendapat bahwa secara umumnya teori beliau
bersifat kurang “konsisten, kurang tepat, mentah, dan reduksionis”. “Cara-cara
analisis Levi-Strauss ternyata tidak pernah secara tepat diformulasikan dan
hanya secara intuitif diterapkan”, tegaskan Surahmat (Surahmat, 2022:7).
Kritik terhadap interpretasi data etnografi berdasarkan pada
komentar-komentar ilmuwan lain (Kassakoff, Adams, Thomas) yang
berpendapat bahwa Levi-Strauss membuat generalisasi-generalisasi etnografis
tentang suku-suku Amerika Latin yang sangat diragukan kebenarannya
(Surahmat, 2022:7).
Kritik terhadap hasil analisis mencakup ilmuwan Douglas yang secara
umumnya mendukung pendapat profesor Universitas Negeri kota Moscow
Andrei Stavitsky. Douglas mempermasalahkan pola pikir atau logika dasar
manusia zaman purbakala yang diajukan oleh Levi-Strauss. Menurut Douglas,
ada kemungkinan bahwa pola pikir yang ditemukan sebenarnya tidak ada
melainkan hanya sebuah konstruksi yang lahir karena penggunaan metode
analisis tertentu (illusion produced by the method) (Surahmat, 2022:7).
Ulasan artikel
13
Penulis, Yoseph Yapi Taum
Penerbit, dan Jurnal Ilmiah Kebudayaan SINTESIS, Volume 8, Nomor
Tahun 2, Oktober 2014, hlm. 79-92 (terindeks di Sinta)
Penerbitan
Untuk itu, tulisan ini mengulas dua buah cerita rakyat, yaitu
cerita Wato Wele-Lia Nurat (masyarakat Lamaholot Flores
Timur) dan legenda Suku Tengger (Bromo, Jawa Timur).
14
tersebut.
Langkah selanjutnya adalah pembagian unsur-unsur yang
ditemukan ke dalam episode-episode dan memberikan
penjelasan terhadap masing-masing episode tersebut.
Selanjutnya peneliti membentuk tabel yang menunjukkan
relasi antar mytheme yang diidentifikasi di setiap episode.
Barulah setelah semua ceriteme berhasil diidentifikasi, dapat
dirumuskan suatu struktur melalui penguraian kejadian
dalam episode-episode tadi, struktur ini merupakan struktur
dalam atau deep structure.
Sebagai studi kasus, dalam artikel itu dibahas dua buah
legenda rakyat Nusantara. Yang pertama adalah legenda
Wato Wele-Lia Nurat - sebuah cerita rakyat masyarakat
Lamaholot Flores Timur.
Setelah mytheme-mytheme ditemukan dan relasi oposisi
biner disusun, peneliti membentuk tabel yang menunjukkan
relasi antar mytheme yang diidentifikasi di setiap episode dan
memberikan penjelasan terhadap masing-masing episode
Hasil dan tersebut.
Pembahasan
15
dengan Penduduk Sekitarnya → 4.Lia Nurat Mendapat
Istri Orang Paji → 5. Kematian Lia Nurat dan
Pembagian Warisannya
Menurut penelitian artikel itu, dalam episode terakhir mitos
itu dapat ditemukan dua pesan yang cukup jelas:
1) Ikatan kekeluargaan yang sangat erat yang terbangun di
antara keturunan Lia Nurat.
2) Legitimasi tanah warisan. Tanah yang merupakan ‘harta’
paling berharga bagi penduduk agraris, seringkali menjadi
sumber pertikaian dan perebutan yang meminta korban jiwa.
Dari struktur yang diperoleh di atas dapat ditemukan deep
structure yang termasuk ke dalam ranah unconscious, yaitu
legenda Wato Wele-Lia Nurat pada prinsipnya merupakan
proyeksi adat-istiadat masyarakat Lamaholot yang menolak
perkawinan incest.
Mitos yang kedua berjudul legenda Suku Tengger (cerita
rakyat Bromo, Jawa Timur).
Dalam mitos itu peneliti menentukan struktur atau deep
structure berikut ini:
1. Menyingkirnya Raja Majapahit ke Gunung Bromo
karena kalah Melawan Anaknya Sendiri → 2. Kelahiran
Roro Anteng dan Joko Seger → 3. Roro Anteng Dipinang
Kyai Bimo → 4. Perkawinan Roro Anteng dan Joko
Seger serta Janji Joko Seger → 5. Dewa Kusuma
16
Berdasarkan apa yang disampaikan di atas, peneliti menarik
kesimpulan bahwa untuk memahami kearifan lokal sebuah
komunitas dalam menghadapi dan mengatasi konflik serta
kesulitan hidup, kita dapat menganalisis narasi-narasi mereka
Kesimpulan dengan menggunakan perspektif Claude Levi-Strauss.
Strukturalisme Levi-Strauss dapat dijadikan sebuah
paradigma teoritis dalam memahami cara
komunitas-komunitas lokal menghadapi konflik dan
persoalan hidup mereka. Narasi dalam tradisi lisan selalu
mengandung pesan-pesan kultural yang terbuka bagi
interpretasi dengan perspektif akademis yang memadai.
17
BAB III
KESIMPULAN
18
yang tidak memungkinkan meneliti mitos atau karya sastra lain secara tepat dan
konsisten.
19
DAFTAR REFERENSI
Surahmat. (2022). Mitos sebagai nalar, mitos sebagai bahasa: review buku
strukturalisme Levi-Strauss: mitos dan karya sastra. Karya Prof. Heddy Shri
Ahimsa-Putra.
https://www.researchgate.net/publication/359917554_REVIEW_BUKU_STRU
KTURALISME_LEVI-STRAUSS_MITOS_SEBAGAI_NALAR_MITOS_SEB
AGAI_BAHASA
Yoseph Yapi Taum. (1997). Pengantar Teori Sastra. Flores: Penerbit Nusa Indah.
20
Yoseph Yapi Taum. (2014). Strukturalisme Levi-Strauss sebagai paradigma
penyelesaian konflik: studi kasus dua legenda rakyat Nusantara. Jurnal Ilmiah
Kebudayaan SINTESIS, Volume 8, Nomor 2, Oktober 2014, hlm. 79-92.
21