Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MENGULAS ARTIKEL

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

Metodologi Penelitian Pendidikan

yang diampu oleh Prof. Dr. Drs. Maman Suryaman, M.Pd.

Oleh:
Polina Sushina (21215259001)

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2022
Rencana Judul Tesis: Pengefektifan penggunaan model guided discovery dalam
pembelajaran tatabahasa BIPA Tingkat Pemula dengan pendekatan komunikatif
Identitas artikel 1
Judul : The Effects of Guided Discovery Learning on the Development of Iranian
Teenage and Adult EFL Learners’ Syntactic Structures
Jurnal : Applied Research on English Language
Volume dan Halaman: V. 11, Hal. 73-92
DOI : 10.22108
ISSN : 2252-0198 (Print) / 2322-5343 (Online).
Tahun : 2022
Indeks : Scopus Q2
Penulis : Mahdi Hasanvand , Amir Mohammadian

Latar belakang dan rumusan masalah:

Pengetahuan gramatikal dapat membantu pembelajar membuat kalimat


yang benar. Hal itu juga membantu mereka menggunakan struktur yang berbeda
untuk mengekspresikan niat, pikiran, dan perasaan mereka. Jika struktur tidak
digunakan dengan benar, maka tidak mungkin untuk menyampaikan makna yang
sebenarnya, dan kalimat adalah kumpulan kata yang disatukan. Untuk dapat
mentransfer niat, perlu memiliki pengetahuan tata bahasa. Jika tidak, tidak
mungkin untuk mentransfernya. Untuk mengajar tata bahasa, fokusnya harus pada
aspek komunikatif dari instruksi linguistik untuk memberikan bantuan bagi
pembelajar untuk secara interaktif mempelajari bahasa. Oleh karena itu, dimensi
komunikatif dari instruksi tata bahasa penting dalam konteks bahasa kedua atau
bahasa asing.
Salah satu pendekatan yang diterima untuk mengajar tata bahasa dalam
konteks komunikatif adalah model guided discovery. Model guided discovery
adalah pendekatan yang berpusat pada peserta didik yang melibatkan peserta didik
dalam proses belajar dan memperoleh aturan dan pola. Dalam metode pengajaran
ini, siswa tidak secara langsung disajikan dengan target struktur atau aturan tata
bahasa. Siswa kemudian menemukan aturan tata bahasa atau mencari tahu pola
pada diri mereka sendiri. Peran guru adalah membimbing siswa pada penemuan
mereka sendiri, bukan memberi siswa informasi tentang aturan tata bahasa.
Rumusan masalah:
1. Apakah model guided discovery berpengaruh signifikan secara statistik
terhadap perkembangan struktur sintaksis pembelajar remaja?
2. Apakah model guided discovery memiliki pengaruh yang signifikan secara
statistik terhadap perkembangan struktur sintaksis pembelajar dewasa?
3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan dalam perkembangan struktur
sintaksis pembelajar remaja dan dewasa yang dipengaruhi oleh model
guided discovery?
Tujuan penelitian:
Tujuan penelitian ini adalah menemukan efek model guided discovery
pada pengembangan struktur sintaksis pelajar remaja dan dewasa.
Metodologi Penelitian:
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan penggunaan metode
eksperimen semu (quasi eksperimen). Dengan kata lain, dengan menggunakan
desain pre-test post-test, penelitian ini menyelidiki pengaruh penggunaan model
guided discovery (sebagai variabel independen) pada pengembangan struktur
sintaksis pelajar EFL remaja dan dewasa (sebagai variabel dependen).
Para Peserta
Para peserta dipilih dari dua kelompok usia (remaja dan dewasa) pelajar
EFL Iran di sebuah institut di kota Alashtar, provinsi Lorestan. Ada 56 siswa, di
mana sampel akhir dipilih. Sebelum dianalisis, para peserta diberi pretest untuk
melihat apakah mereka homogen dan memiliki tingkat kemahiran bahasa yang
sama. Partisipan yang dipilih dalam penelitian ini adalah 34 siswa, 17 remaja dan
17 dewasa. Rentang usia remaja adalah 12 hingga 18 tahun, dan rentang usia
dewasa muda adalah antara 18 hingga 30 tahun. Partisipannya adalah laki-laki,
dan tidak ada pembelajar perempuan dalam penelitian ini. Tingkat kemahiran
bahasa Inggrisnya menengah.
Instrumen dan Bahan
1. Tes Kemahiran Longman
Tes tersebut mencakup 100 item pilihan ganda yang bertujuan untuk
menentukan kemampuan umum siswa. Namun dalam penelitian ini tes itu
digunakan untuk memastikan homogenitas peserta di awal penelitian. Tes itu
melibatkan pertanyaan kosakata dan tata bahasa. Peserta yang skornya satu
standar deviasi di bawah dan di atas skor rata-rata dianggap pembelajar
menengah. Berdasarkan skornya, dibentuk peserta akhir penelitian.
2. Pre-test dan post-test Struktur Sintaksis
Pre-test, yang diadopsi dari Richards dan Bohlke (2011) dan divalidasi
oleh Cambridge Assessment English, digunakan untuk menentukan pengetahuan
peserta tentang struktur sintaksis bahasa Inggris. Tes tersebut diperiksa
validitasnya oleh para ahli TEFL Iran, dan kemudian diujicobakan dengan 15
pelajar untuk menilai reliabilitasnya. Setelah memenuhi asumsi tes standar,
kemudian digunakan untuk menilai kemampuan peserta untuk memahami struktur
sintaksis. Para peserta diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan tentang
konstruksi sintaksis dalam bahasa Inggris sebagai bagian dari pre-test. Pre-tes
termasuk 61 item dengan berbagai item isian kosong yang bertujuan untuk
mengukur pengetahuan peserta didik mengenai sintaksis.
Prosedur Pengumpulan Data
Pertama, dalam penelitian ini, para peserta tidak dipilih secara terkontrol,
dan mereka berada di kelas utuh. Para peserta kemudian dibagi menjadi dua
kelompok berdasarkan usia mereka. Remaja berusia 12 hingga 18 tahun menjadi
kategori pertama, sedangkan orang dewasa berusia 18 hingga 30 tahun menjadi
kategori kedua. Para peserta kemudian diberi pretest untuk melihat apakah mereka
semua berada pada tingkat kemahiran bahasa yang sama. Kemudian, kedua
kelompok mendapat kuliah, di mana ada pembelajaran struktur sintaksis melalui
guided discovery.
Dalam penelitian ini, ada 18 sesi pengajaran struktur sintaksis pada kedua
kelompok, dan post-test diberikan kepada peserta setiap dua minggu setelah
pretest untuk melihat perkembangan bertahap mereka. Kemudian, di akhir sesi,
mereka diberi post-test akhir untuk menentukan pencapaian akhir mereka, dan
kemudian rata-rata tes ini dibandingkan satu sama lain dan dianalisis untuk
melihat apakah model guided discovery efektif untuk mengajar sintaksis bahasa
Inggris struktur. Jika efektif, kelompok umur mana yang lebih diuntungkan dari
pengajaran dan mana yang membuat perbedaan yang signifikan melalui
pengajaran.
Dalam sesi itu, struktur sintaksis disajikan melalui metode guided
discovery yang memiliki empat langkah. Pada langkah pertama, struktur sintaksis
disajikan melalui teks sampel atau dalam konteks dan mungkin disajikan melalui
kalimat terisolasi. Bahasa kemudian diamati dan dianalisis menggunakan
pertanyaan terbimbing sebagai tahap kedua. Instruktur memfasilitasi pengamatan
dan pemeriksaan bahasa dalam fase ini dengan menarik perhatian pada poin-poin
penting yang ingin ditekankan. Ini dapat dicapai dengan mengajukan pertanyaan,
mengisi kalimat atau aturan yang kosong, atau mencocokkan contoh dan aturan.
Aturan ditentukan dalam fase ketiga. Instruktur menggunakan pengetahuan dari
fase 2 untuk menyatakan atau meminta siswa menyatakan aturan untuk
memastikan bahwa semua siswa memahaminya. Peserta didik mengembangkan
pengetahuan baru mereka sesuai dengan pengalaman mereka sendiri dari
pengamatan langkah sebelumnya. Tahap keempat melibatkan penerapan aturan
pada tugas-tugas dengan berbagai kesulitan dan kompleksitas. Para siswa harus
mempraktikkan aturan dalam fase ini.
Prosedur Analisis Data
Metodologi kuantitatif digunakan untuk menganalisis pertanyaan
penelitian secara deskriptif dan inferensial. Statistik deskriptif berkaitan dengan
skor rata-rata pembelajar sementara tindakan inferensial termasuk uji-t sampel
berpasangan dan independen. Uji sampel berpasangan dijalankan untuk
mengetahui pengaruh model guided discovery pada perkembangan struktur
sintaksis pelajar remaja dan dewasa. Namun uji-t sampel independen dilakukan
untuk mengetahui efek diferensial dari model guided discovery pada
perkembangan struktur sintaksis pembelajar EFL remaja dan dewasa.

Hasil Penelitian
Studi ini menyelidiki secara komparatif pengaruh model guided discovery
pada perkembangan struktur sintaksis pelajar remaja dan dewasa. Padahal,
penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan apakah ada perbedaan yang
signifikan antara remaja dan orang dewasa dalam mempelajari struktur sintaksis
bahasa Inggris dengan menggunakan model guided discovery. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kedua kelompok meningkat kemampuannya dalam
mempelajari struktur sintaksis bahasa Inggris dengan menggunakan model guided
discovery. Namun terdapat perbedaan yang signifikan antara remaja dan orang
dewasa dalam pengembangan struktur sintaksis dengan menggunakan metode
model guided discovery yang berpihak pada orang dewasa. Faktanya, orang
dewasa mengungguli remaja dalam mempelajari struktur sintaksis dengan
menggunakan model guided discovery, tetapi kelompok remaja juga meningkat
secara signifikan karena ada perbedaan yang signifikan antara pretest dan posttest
terakhir kelompok ini.
Kesimpulan
Metode guided discovery adalah metode yang efektif untuk mengajar
struktur sintaksis karena pembelajar meningkat secara signifikan mengenai
struktur sintaksis dengan menggunakan metode tersebut. Maka dapat disimpulkan
bahwa model guided discovery adalah teknik yang bagus untuk mengajar tata
bahasa atau struktur sintaksis. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa
dengan menggunakan model guided discovery dapat meningkatkan
pengembangan struktur sintaksis atau tata bahasa.
Tata bahasa penting untuk diajarkan di bidang ELT, cara mengajarkannya
secara efektif adalah masalah yang paling penting. Jadi, ada beberapa implikasi
pedagogis yang dapat disarankan untuk memberikan pedoman yang bermanfaat
terkait dengan pembelajaran tata bahasa. Guru dapat mengajarkan struktur
sintaksis atau tata bahasa dengan menggunakan model guided discovery sesuai
dengan usia peserta didik.
Guru dapat menggunakan model guided discovery untuk mengajar tata
bahasa di sekolah dan lembaga bahasa karena merupakan metode yang efektif.
Dengan mengetahui usia peserta didik, guru akan dapat mengajarkan tata bahasa
dengan menggunakan metode yang lebih tepat.
Identitas artikel 2

Judul : A Comparative Study on the Effects of Digitally Self-regulated and


Guided Discovery Learning Instructions on EFL Learners' Vocabulary
Acquisition
Jurnal : Applied Research on English Language
Volume dan Halaman: V. 11, Hal. 25-44
DOI : 10.22108
ISSN : 2252-0198 (Print) / 2322-5343 (Online).
Tahun : 2022
Indeks : Scopus Q2
Penulis : Hooshang Yazdani, Mohammadreza Sadeghi

Latar belakang dan rumusan masalah:


Penelitian ini merupakan upaya untuk membahas dan membandingkan
keefektifan dua metode pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing, yaitu
instruksi pembelajaran self-regulated (SRL) and guided discovery learning (GDL).
SRL mengacu pada sejauh mana pembelajar menjadi termotivasi, menggunakan
lebih banyak strategi metakognitif, dan berperilaku aktif dalam konteks
pembelajaran mereka untuk mencapai tujuan mereka. Pembelajar bahasa yang
mengatur diri sendiri dengan sengaja melakukan upaya untuk membimbing dan
mengelola tugas dan praktik pembelajaran yang kompleks. Tetapi GDL sebagai
salah satu jenis strategi pembelajaran, yang mencakup penyajian instruksi sejalan
dengan model yang sistematis, yang membantu peserta didik mengatasi tantangan
dan memecahkan masalah dengan mengidentifikasi masalah, memperoleh
informasi yang diperlukan, menginspirasi, menyimpulkan, dan menafsirkan. GDL
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengeksplorasi,
memanfaatkan seluruh kompetensinya, dan mengumpulkan informasi untuk
menemukan solusi dari suatu masalah. GDL memicu rasa penemuan dan
keingintahuan di antara para pembelajar, berkontribusi pada antusiasme mereka
untuk menemukan solusi, dan memberikan jawaban atas pertanyaan yang
diajukan selama pembelajaran. Melalui GDL penerima seharusnya belajar secara
mendalam karena GDL mendorong mereka untuk menjadi mandiri, memberi
mereka kebebasan optimal dan penentuan nasib sendiri untuk menemukan
sejumlah hasil belajar yang berbeda di bawah bimbingan instruktur mereka.
Rumusan masalah:
1. Apakah instruksi pembelajaran self-regulated yang dipandu secara digital
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perolehan kosakata pelajar
EFL Iran?
2. Bandingkan instruksi pembelajaran self-regulated dan guided discovery
learning, instruksi apa yang lebih efektif dalam hal penguasaan kosakata?
Tujuan penelitian:
Tujuan penelitian ini adalah menguji dan membandingkan efek dari
instruksi pembelajaran self-regulated dan guided discovery learning pada akuisisi
kosakata pembelajar EFL Iran.
Metodologi Penelitian:
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan penggunaan metode
eksperimen semu (quasi eksperimen).
Peserta
Peserta penelitian terdiri dari 60 dari 140 pelajar EFL Iran pria dan wanita
dari tiga lembaga bahasa di Isfahan, Iran, yang dipilih secara acak berdasarkan
skor yang diperoleh pada Tes Penempatan Oxford. Pesertanya berkisar antara usia
18 hingga 21 tahun. Semua peserta adalah penutur asli bahasa Persia.
Instrumen dan Bahan
1. Oxford Placement Test (OPT)
Untuk memilih sampel peserta yang homogen pada awal penelitian,
Oxford Placement Test (OPT, 2019) digunakan. Tes terdiri dari 100 item dengan
tiga bagian termasuk mendengarkan, membaca, dan berbicara. Sebagai tes standar
dan andal, OPT dipilih karena cepat dan mudah ditangani untuk tujuan penilaian
penempatan. Tes itu memakan waktu sekitar 90 menit untuk dijalankan, dan
semua pertanyaan dalam tes tersebut dalam format pilihan ganda. Jawaban dicatat
langsung pada lembar jawaban.
2. Pretest dan Posttest Kosakata
Selain OPT, pretest kosakata buatan peneliti digunakan. Tujuannya adalah
untuk menentukan apakah peserta homogen dalam pengetahuan mereka tentang
kosakata bahasa Inggris sebelum penelitian. Awalnya, pretest kosakata terdiri dari
64 item tes pilihan ganda. Item kosakata dipilih dari buku teks English
Vocabulary in Use (level menengah). Butir-butir tes kosakata ditinjau oleh tiga
juri ahli di lapangan untuk memastikan validitasnya. Langkah selanjutnya adalah
menghitung reliabilitas. Reliabilitas antar penilai dijalankan dan dilaporkan
(0,79). Pretes kosakata digunakan sebagai uji coba untuk memilih 50 kata target.
Untuk tujuan ini, para peserta diminta untuk memeriksa apakah mereka terbiasa
dengan kata-kata tersebut dan memberikan definisi atau sinonim. Para peserta
sudah mengenal 14 kata, yang kemudian dikeluarkan dari draf akhir. Akhirnya, 50
kata, baru dan asing bagi semua peserta, dipilih sebagai leksis dasar untuk
penelitian ini.
Bahan
Buku teks untuk pengajaran kosakata bahasa Inggris adalah buku kursus
berjudul “Solutions” (Krantz, Falla & Davies, 2012). Buku teks ini dipilih karena
merupakan buku kursus bahasa Inggris lima tingkat dari tingkat dasar hingga
lanjutan dengan pendekatan pendukung yang jelas untuk berbicara, menulis, dan
persiapan ujian pada intinya. Untuk tujuan penelitian ini, unit-unit yang
menyertakan 50 kata target yang sama dalam posttest dipilih dan disajikan selama
instruksi. Faktanya, setiap unit terdiri dari tujuh pelajaran yang dirancang secara
berurutan dari A hingga G.
Prosedur Pengumpulan Data
Peneliti merancang studi percontohan. Tujuannya adalah untuk
mengalokasikan batas waktu dan mengetahui kelemahan instrumen penelitian
yang akan diberantas untuk versi finalnya. Untuk tujuan ini, 20 peserta dari
populasi target penelitian (yaitu pelajar EFL Iran dari tiga lembaga bahasa)
dengan karakteristik serupa dipilih untuk mengambil bagian dalam studi
percontohan.
Penelitian ini meliputi pretest, posttest, kontrol, dan dua jenis
pembelajaran, yaitu SRL digital dan guided discovery learning. Setelah seleksi
peserta, semua peserta mengikuti tes penempatan dan pretest kosakata untuk
memastikan homogenitas mereka masing-masing dalam hal kemahiran bahasa dan
penguasaan kosakata. Kelompok eksperimen menerima dua jenis instruksi, secara
terpisah. Kelompok eksperimen pertama diajar melalui SRL digital, dan
kelompok eksperimen kedua diajar melalui guided discovery learning.
Sebaliknya, kelompok kontrol menerima metode pengajaran kosakata tradisional
dalam konteks EFL. Instruksi berlangsung selama delapan sesi. Setelah
melakukan pretest, penerapan SRL secara digital difasilitasi dengan menggunakan
model SRSD dengan enam tahap Santangelo (2008), yaitu Mengembangkan Latar
Belakang Pengetahuan, Membahas Strategi, Memodelkan, Menghafal,
Mendukung, dan Melakukan secara mandiri. Model ini memungkinkan peserta
didik untuk mendorong pembelajaran mandiri mereka.
Pada tahap pertama, diharapkan dapat mengembangkan latar belakang
pengetahuan peserta didik. Untuk tujuan ini, instruksi difokuskan pada
pengetahuan leksikal seperti unit kata, komponen kata, bentuk, fungsi, makna,
hubungan antar kata, dan lain-lain. Selama tahap kedua model SRSD, peserta
didik diminta untuk mendiskusikan apa yang mereka pelajari dari tahap
sebelumnya. Untuk tujuan ini, peserta didik dinilai untuk mengetahui apakah
mereka mengingat tahap pertama. Instruktur kelompok belajar SRL mandiri
digital, yang merupakan guru Masters of Arts dalam bahasa yang berpengalaman,
seharusnya memanfaatkan beberapa jenis organisator grafis, dan memperkenalkan
pembelajar pada pemantauan diri dan gagasan penetapan tujuan. Tahap ketiga
termasuk pemodelan. Pada tahap ini, peserta didik disuguhi self-instructions
(yaitu self-talk) dan diingatkan kembali pada tahap sebelumnya untuk membuat
self-modeling. Selama tahap keempat SRSD, pembelajar menghafal setiap
langkah yang diambil dan pemantauan diri mereka sendiri. Tahap kelima dimulai
dengan pengalaman kolaboratif antara instruktur dan peserta didik. Untuk tujuan
ini, instruktur dan peserta didik menetapkan tujuan untuk mencakup semua
langkah dan mulai merencanakan dan melakukan tahapan sebelumnya. Tahap ini
diberikan dengan dukungan instruktur ketika pembelajar membutuhkan bantuan.
Dengan demikian, jenis kolaborasi pada tahap ini terdiri dari instruktur dan
dukungan teman sebaya. Akhirnya, selama tahap keenam, pembelajar menjadi
lebih mandiri sehingga mereka melakukan tugas-tugas kosakata tanpa meminta
atau menerima bantuan dari instruktur atau teman sebayanya.
Sebaliknya, pada kelompok eksperimen yang diajar melalui GDL, tahapan
implementasi yang diusulkan oleh Brown dan Campione (2011). Untuk tujuan ini,
guru Masters of Arts berpengalaman lainnya diminta untuk bekerja sama dalam
melakukan pengajaran. Pada tahap pertama, instruktur mengajukan pertanyaan
awal untuk menghangatkan peserta didik untuk pelajaran. Kemudian dia
membantu pembelajar untuk mengingat informasi dari pengalaman mereka sendiri
untuk mengintegrasikan informasi lama yang mereka pelajari dengan yang baru.
Untuk tahap kedua, guru memperhatikan topik pelajaran dan membuat pertanyaan
yang menantang, dan siswa diminta untuk bekerja secara individu. Selama tahap
ketiga, kata-kata utama topik umum disajikan dan didiskusikan. Peserta didik
diharapkan untuk mencari latihan tentang inti permasalahan. Pada tahap keempat,
para pembelajar melatih informasi spesifik berdasarkan pertanyaan-pertanyaan
utama instruktur. Instruktur mengajukan masalah setelah tanggapan peserta didik
dan memberikan jawaban atas setiap pertanyaan yang diajukan untuk menemukan
hubungan antara konsep-konsep tersebut. Pada tahap kelima, instruktur
merangkum gagasan umum dan pendukung dari setiap pelajaran. Para siswa
menerima umpan balik dari guru tentang penampilan mereka. Selama tahap
keenam, para pembelajar bekerja berpasangan dan mempraktikkan informasi
spesifik yang diperoleh melalui penemuan pengetahuan baru. Bahkan, mereka
bekerja sama untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penuntun sampai mereka
menemukan pengetahuan baru untuk dimasukkan ke dalam materi yang mereka
pelajari sebelumnya. Tahap ketujuh termasuk penekanan instruktur pada prinsip-
prinsip pembelajaran penemuan. Pembelajar berusaha menghubungkan informasi
baru yang mereka temukan dengan pengalaman mereka sendiri. Terakhir, pada
tahap kedelapan, saat peserta didik mengerjakan tugas secara berpasangan,
instruktur memberikan umpan balik dan menilai kinerja peserta didik secara
keseluruhan.
Hasil penelitian:
Berdasarkan hasil kalkulasi ANOVAs, dan Tukey HSD, hasil analisis
Tukey HSD mengungkapkan bahwa pembelajaran SRL secara digital lebih efektif
secara signifikan daripada instruksi guided discovery learning dalam
mempromosikan penguasaan kosakata pembelajar EFL Iran (Mean Difference=-
4.0000 , Std. Error=1.460, Sig=.000). Kedua jenis instruksi (yaitu SRL dan GDL),
meningkatkan perolehan kosakata pelajar EFL Iran. Namun, membandingkan
kemanjuran dari instruksi tersebut, hasil menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan antara instruksi SRL secara digital dan GDL dalam hal akuisisi
kosakata. Disimpulkan bahwa kedua kelompok eksperimen memiliki kinerja yang
lebih baik dibandingkan rekan-rekan mereka di kelompok kontrol.
Sebagai rekapitulasi membandingkan dua jenis instruksi mengungkapkan
beberapa perbedaan yang mencolok. Pertama, lingkungan memainkan peran
penting dalam mendorong pengaturan diri peserta didik. Lingkungan dapat
memediasi antara fitur pribadi dan perilaku peserta didik dengan interaksi dunia
nyata. Sejauh menyangkut lingkungan digital, sebagian besar peserta didik
memanfaatkan fitur lingkungan dalam interaksi sehingga diperoleh perkembangan
siklus dan adaptasi pengaturan diri mereka. Dikatakan bahwa dari waktu ke
waktu, mediasi lingkungan melalui berbicara mengarah pada pengaturan diri
individu dalam kegiatan sehari-hari. Dalam nada yang sama, peserta didik mampu
mengubah konteks mereka berdasarkan preferensi mereka sendiri dengan
memanfaatkan konsep-konsep teoritis yang membantu mengatur diri. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa konteks yang diatur sendiri secara digital
dapat membuka dasar untuk memperbaiki makna yang terkhususkan secara sosial,
dan mengatur tindakan, dibandingkan dengan GDL, di mana, dalam banyak kasus,
pengaturan diri membutuhkan umpan balik yang memadai, dan konstruksi
pengetahuan. Artinya, konteks guided discovery learning mengalami dua
keterbatasan yaitu umpan balik, dan ketergantungan konstruksi pengetahuan.

Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan instruksi pembelajaran self-
regulated secara digital mengarah pada peningkatan penguasaan kosakata
pembelajar EFL. Dalam hal ini, karakteristik lingkungan digital yang digunakan
dalam konteks EFL / ESL menjadi lebih mencolok. Ketika teknik pembelajaran
self-regulated diintegrasikan ke dalam lingkungan yang didukung secara digital,
pembelajar akan diberikan akses yang fleksibel ke materi pembelajaran dan
interaktivitas, serta dapat memantau dan mengelola pembelajaran mereka sendiri.
Menyediakan scaffolding oleh lingkungan digital dapat membantu pembelajar
menjadi lebih mandiri.
Mengenai guided discovery learning dalam penyelidikan ini, seseorang
dapat menarik kesimpulan berikut. Pertama, meskipun kemanjuran guided
discovery learning tidak terlalu terlihat pada perolehan kosakata, dibandingkan
dengan hasil pembelajaran self-regulated secara digital. Bimbingan yang
diberikan selama guided discovery learning dapat membantu pembelajaran secara
kognitif menciptakan hasil belajar yang mereka sukai. Pembelajaran harus aktif
secara mental untuk latihan terbimbing selama pembelajaran. Kedua, GDL
ditemukan untuk membimbing peserta didik membangun pengetahuan mereka
sendiri. Dengan guided discovery learning, pembelajar mendapatkan pengalaman
berharga dan membuat interpretasi dan kesimpulan mereka sendiri untuk
menemukan dan memecahkan masalah belajar mereka.

Identitas artikel 3

Judul : Model Penemuan Terbimbing untuk Mengidentifikasi


Kekurangan Teks Prosedur Siswa Kelas VIII SMPN 1
Karangploso
Jurnal : LINGUA
Volume dan Halaman : Vol. 13, No. 1, hal: 73-86
DOI : https://doi.org/10.30957
ISSN : p-ISSN: 1979-9411; e-ISSN: 2442-238X
Tahun : 2016
Indeks : Sinta 2, DOAJ
Penulis : Diah Erna Triningsih
Latar belakang dan rumusan masalah:
Pembelajaran bahasa Indonesia identik dengan guru ceramah dan
penugasan. Untuk mengurangi metode ceramah yang notabene membuat siswa
bosan, penemuan terbimbing dapat dijadikan alternatif pembelajaran. Dengan
penemuan terbimbing, proses belajar mengajar yang awalnya berpusat pada guru
berubah menjadi berpusat pada siswa. Siswa dapat menggunakan pengetahuan
awal untuk menyelesaikan permasalahan dan kompetensi yang akan dicapai. Hal
ini dilakukan untuk mengembangkan proses berpikir siswa agar kritis, kreatif, dan
inovatif.
Penemuan terbimbing adalah metode di mana guru sebagai fasilitator dan
pengarah, sedangkan siswa aktif melakukan kegiatan sesuai prosedur atau langkah
kerja untuk mengembangkan rasa ingin tahunya. Bruner menjelaskan bahwa
belajar penemuan pada akhirnya dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan
untuk berpikir secara bebas dan melatih keterampilan kognitif siswa dengan cara
menemukan dan memecahkan masalah yang ditemui dengan pengetahuan yang
telah dimiliki dan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna bagi
dirinya.
Rumusan masalah:
1. Apakah metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan kemampuan
siswa dalam mengidentifikasi kekurangan teks prosedur siswa kelas VIII
SMP Negeri 1 Karangploso?
Tujuan penelitian:
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan pembelajaran menggunakan
metode penemuan terbimbing untuk mengidentifikasi kekurangan teks prosedur
siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Karangploso. Secara lebih khusus, penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan rancangan pembelajaran, pelaksanaan
pembelajaran, dan penilaian pembelajaran mengidentifikasi kekurangan teks
prosedur dengan menggunakan metode penemuan terbimbing.

Metode penelitian:
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif
digunakan dalam penelitian ini karena data yang dikumpulkan dalam bentuk kata-
kata. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian deskriptif karena penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan data yang ada. Data yang dimaksud adalah
pembelajaran mengidentifikasi teks prosedur siswa kelas VIII SMP Negeri 1
Karangploso menggunakan metode penemuan terbimbing yang dilaksanakan pada
tanggal 14 November 2015.
Peneliti berkedudukan sebagai instrumen utama. Sebagai instrumen utama,
peneliti merupakan perencana, pelaksana, pengumpulan data, analisis, penafsir
data, dan menjadi pelapor hasil penelitian. Selain instrumen utama juga terdapat
instrumen pendukung, yaitu pedoman analisis rancangan pembelajaran, pedoman
observasi, dan pedoman wawancara.
Data penelitian ini berupa data verbal tentang rancangan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran mengidentifikasi
kekurangan teks prosedur dengan metode penemuan terbimbing. Sumber data
rancangan pembelajaran adalah program tahunan (prota), program semester
(promes), silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh
guru sebelum mengajar. Selain itu, sumber data pelaksanaan pembelajaran
mengidentifikasi kekurangan teks prosedur adalah pengamatan interaksi kelas
antara guru dan siswa yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan
kegiatan penutup dalam pelaksanaan pembelajaran. Sumber data penilaian
pembelajaran mengidentifikasi teks prosedur adalah pengamatan interaksi kelas
antara guru dan siswa dan studi dokumentasi berupa daftar nilai sebagai
pelengkap.
Data dikumpulkan dengan cara membaca perangkat rancangan
pembelajaran, melakukan pengamatan pelaksanaan pembelajaran, melakukan
pengamatan penilaian pembelajaran, dan melengkapi data dengan wawancara.
Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan diskusi
dengan kolaborator (guru lain) dan menggunakan bahan referensi berupa buku-
buku yang relevan. Selain itu, alat-alat bantu perekam data dalam penelitian
kualitatif, seperti kamera, handycam, alat perekam suara sangat diperlukan untuk
mendukung keabsahan data yang telah ditemukan oleh peneliti.
Hasil penelitian dan kesimpulan:
Perangkat-perangkat rancangan pembelajaran mengidentifikasi
kekurangan teks prosedur yang disusun guru lengkap, yakni program tahunan,
program semester, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Secara
keseluruhan, perangkat-perangkat rancangan tersebut sesuai dengan format
penyusunan perangkat pembelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran mengidentifikasi kekurangan teks prosedur
dilaksanakan di kelas 8F dalam satu kali pertemuan, yaitu tanggal 14 November
2015. Pelaksanaan pembelajaran mengidentifikasi kekurangan teks prosedur
terdiri dari kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup. Materi yang disajikan guru
lengkap. Siswa pun mengerjakan tahap pembelajaran dengan model penemuan
terbimbing secara berkelompok. Model penemuan terbimbing dapat diterapkan
dengan baik. Tahap penemuan terbimbing meliputi stimulasi, identifikasi,
pengumpulan data, pengolahan data, verifikasi, dan generalisasi. Keseluruhan
tahap dilalui siswa, tetapi alokasi waktu kurang terorganisasi dengan baik.
Penilaian yang dilakukan guru dalam pembelajaran sesuai dengan
kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran. Guru menggunakan penilaian proses
berupa lembar observasi, lembar penilaian diri sendiri, lembar penilaian
antarteman, dan lembar pengamatan dalam kelompok. Sementara itu, penilaian
hasil dalam pembelajaran mengidentifikasi kekurangan teks prosedur hanya
dilakukan secara berkelompok. Penilaian unjuk kerja justru dilakukan guru
dengan mempresentasikan hasil revisi teks prosedur.
Standar Ketuntasan Minimal yang ditetapkan guru untuk kompetensi dasar
mengidentifikasi kekurangan teks prosedur adalah 75. Apabila terdapat siswa
yang tidak memenuhi nilai SKM, guru melakukan remedial.

Anda mungkin juga menyukai