Anda di halaman 1dari 10

Membaca sastra

Langkah-langkan dalam membaca sastra

Sastra indah didengar, dinikmati, disaksikan, tapi sulit dibelajarkan.


Pernyataan semacam ini terlintas dalam pikiran sang guru dan terbukti dalam
kenyataan pembelajaran di sekolah. Membaca merupakan kunci untuk
memahami sastra. Pemahaman karya sastra itulah yang mendorong guru untuk
membelajarkan sastra di kelas.

Kegiatan membaca tidak dapat dipisahkan dari kegiatan manusia. Dalam


membaca yang paling dipentingkan adalah kemampuan memahami setiap
informasi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini dipahami
manakala dilaksanakan kegiatan membaca terkait dengan dengan informasi
perkembangan iptek tersebut. Sehubungan dengan itu, Pratiwi dan Subyantoro
(2003:18) berpandangan bahwa proses membaca berlangsung sebagai bentuk
respon aktif dalam tingkat kesadaran pembaca terhadap suatu tuturan tertulis
(bacaan) yang menstimulasinya.

Berdasarkan pengertian di atas, maka membaca merupakan suatu proses


decoding yang berisi kegiatan untuk memecah kode-kode bahasa yang berupa
lambang-lambang verbal sehingga menjadi seperangkat informasi yang dapat
dipahami. Di samping itu, membaca merupakan suatu usaha untuk meneliti,
mengetahui, memahami, dan mendalami makna dari objek bacaan; baik yang
tertulis, yang tidak tertulis misalnya tanda-tanda alam, maupun suatu tuturan.

Sub materi ini akan diawali dengan pandangan Montaigne: “Orang buta
huruf tidak mengetahui abjad, orang terpelajar tidak mengetahui pengertian”.
Pernyataan ini menekankan pentingnya pemahaman dalam membaca melalui
proses berpikir. Antara membaca dan berpikir tidak dapat dipisahkan, karena
berpikir akan mampu mendorong manusia pada kemajuan peradaban. Banyak
bacaan yang dapat dipelajari, misalnya: kejadian-kejadian, atau pengalaman-
pengalaman yang dituangkan pengarang melalui karya prosa, drama, maupun
puisi.

Setiap karya sastra yang benar-benar dibaca akan membekas di dalam diri
pembaca, sehingga pembaca terpengaruh dengan apa yang telah dibacanya.
Agustian (2001:186) mengemukakan bahwa “Begitu banyak paham, teori dan
paradigma yang ditawarkan oleh orang-orang pintar lewat buku-buku yang ada
di pasaran. Kadang ucapan ataupun pemikiran tersebut begitu mempengaruhi
alam bawah sadar kita”. Pandangan ini mengharuskan kita untuk memahami
dengan baik apa yang dibaca, sehingga pengaruh yang dihasilkan merupakan
pengaruh positif, bukan pengaruh negatif. Lagi-lagi pemahaman merupakan
kunci yang harus diutamakan ketika kita membaca. Jika tidak, maka kita akan
termasuk pada golongan “orang terpelajar tidak mengetahui pengertian”.

Memahami setiap karya sastra diperlukan teknik yang tepat agar pesan
atau makna yang ada dapat diperoleh. Untuk itu, di bawah ini dipaparkan
beberapa teknik membaca yang diharapkan dapat membantu pembaca
memahami beberapa bentuk karya sastra, yaitu puisi, cerita pendek, novel, dan
drama.

Teknik Membaca Cerita dan Novel

Membaca novel atau cerpen memerlukan teknik yang tepat agar pembaca
dapat memahami isinya. Setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda ketika
melakukan aktivitas membaca terhadap novel atau cerpen. Beberapa cara yang
dapat dilakukan untuk membaca cerpen dan atau novel dikemukakan oleh Adler
dan Charles (2012: 244-246) yakni: 1) sebuah cerita harus dibaca satu waktu; 2)
bacalah secara cepat dan dengan keterlibatan penuh; 3) menengok kembali
cerita itu setelah ia merampungkan kegiatan membacanya; dan 4) memahami
hubungan peristiwa dan urut-urutannya dalam cerita tersebut.

Membaca cerita dan novel bisa dengan penerapan beberapa model yang
berikut ini:

1.Model Induktif
Model Induktif diciptakan oleh Hilda Taba. Model Taba sangat dekat gaya
penalaran induktif. Di samping itu, model ini juga merupakan pengejawantahan
dari teori belajar konstruktif dan inkuiri. Model ini diorientasikan kepada
pembelajaran berorientasi pemrosesan informasi. Langkah-langkahnya adalah:

a) pembentukan konsep (mendata, mengklasifikasi, memberi nama) terhadap


karya yang diapresiasi;
b) analisis konsep (menafsirkan, membandingkan, menggeneralisasi);
c) penerapan prinsip (menganalisis masalah baru, membuat hipotesis,
menjawab hipotesis, memeriksa hipotesis) dan dapat diakhiri melalui
penciptaan karya baru.

Contoh Model Induktif


a) melalui pembelajaran membaca intensif prosa (cerpen atau novel),
misalnya, guru dapat membuat simulasi berupa mengamati bacaan, baik
berkenaan dengan judul, pengarang, daftar isi, catatan pada cover
belakang, dan sebagainya;
b) berdasarkan hasil pengamatan, guru dapat meminta siswa untuk membuat
daftar pertanyaan tentang kira-kira isi yang ada di dalam prosa tersebut;
c) siswa menjawab sendiri pertanyaan itu sebagai jawaban sementara
(hipotesis);
d) untuk membuktikan apakah hipotesis itu benar atau tidak, guru meminta
siswa untuk membuktikannya melalui membaca keseluruhan prosa
sambil membandingkan dengan jawabannya;
e) langkah terakhir adalah siswa menarik kesimpulan atas pembuktian itu.
Kemudian, menyajikan sintesisnya diikuti dengan diskusi antar siswa
lainnya.

Berikut ini contoh tugas membaca cerita pendek dengan model Induktif -
novel karya Mochtar Lubis yang berjudul “Jalan Tak ada Ujung”.

1.Siswa mengamati buku, baik berkenaan dengan judul, pengarang, daftar


isi, catatan pada cover belakang.

2. Guru dapat mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa, seperti:

- Apakah Anda tahu tentang Perang Kemerdekaan Indonesia? Pada tahun


berapa perang itu terjadi? Siapa yang dilawan pasukan Indonesia?
Cobalah sebut beberapa peristiwa penting yang terjadi dalam periode
perang itu.
- Guru meminta siswa untuk membuka halaman pertama buku ini yang
berisi kalimat “Apakah yang harus kita punya agar kita bebas dari
ketakutan?”. Selanjutnya guru minta siswa menjelaskan arti kalimat itu
dan menggabungkan arti ini dengan gambar di cover buku ini: “Mengapa
seorang laki-laki berada di tengah jalan yang panjang? Mengapa dia
berwarna hitam?” dan sebagainya.

3.Berdasarkan hasil pengamatan dan diskusi, siswa diminta untuk membuat


daftar pertanyaan tentang kira-kira isi yang ada di dalam novel itu. Selanjutnya
siswa menjawab pertanyaan yang mereka buat sendiri sebagai jawaban
sementara.

4.Untuk membuktikan apakah hipotesis itu benar atau tidak, guru meminta
siswa untuk membaca beberapa bab novel itu yang ditentukan oleh guru sendiri.
Bab-bab itu harus berisi poin penting yang dapat menjawab secara menyeluruh
tentang isi novel itu. Selanjutnya siswa membandingkan jawabannya dengan
apa yang mereka baca dan menarik kesimpulan.

2. Model Analisis

Pencipta model analisis adalah S.H. Burton. Model ini menekankan pada
proses analisis terhadap sesuatu, dan kemudian menentukan unsur-unsur yang
dianalisisnya. Model tersebut dapat diterapkan di bentuk karya sastra mana pun.

Strategi yang digunakan di kelas melalui model ini ditempuh melalui tiga
tahapan, yakni:
a) membaca untuk mendapatkan kesan pertama. Kesan ini akan berbeda
antarindividu. Penyebabnya, pengalaman awal individu pun berbeda-
beda;
b) menganalisis untuk mendapatkan kesan objektif. Kesan beragam yang
pertama muncul dapat diarahkan kepada kesan objektif setelah secara
menyeluruh dilakukan analisis; serta
c) menanggapi untuk mendapatkan sintesis atas kedua kesan di awal. Kesan-
kesan tersebut memiliki nilai yang amat tinggi. Perpaduan antara dua
kesan itulah yang akan melahirkan pengalaman baru bagi siswa.

Misalnya, guru dapat memberikan cerpen “Telinga” yang termasuk


kumpulan cerita pendek “Saksi Mata” karya Seno Gumira Ajidarma.

3.Model Sinektik

Pencipta model Sinektik adalah William J. Gordon. Orientasi utama dari model
ini adalah pembentukan kreativitas pada siswa. Gordon menggunakan tiga jenis
proses kreatif, yakni:

a) analogi langsung (mengandaikan siswa menjadi pengarang);


b) analogi personal (membandingkan pengalaman pengarang dengan
pengalaman siswa);
c) analogi kempaan (membandingkan cara pengarang dengan cara siswa
dalam menyelesaikan masalah).

Misalnya, guru dapat memberikan satu bab dari novel “Harimau! Harimau!”
karya Mochtar Lubis, yaitu adegan ketika tokoh Pak Haji menceritakan tentang
kejahatan-kejahatan yang dia lakukan sebelum istrinya meninggal dunia.

Contoh Model Sinektik


- Pada setiap akhir pembelajaran, siswa distimulasi untuk merasakan,
membayangkan, memikirkan hal-hal yang telah dipelajarinya.
- Misalnya, melalui pertanyaan “Apa yang kamu rasakan setelah
mempelajari bab tertentu?”, “Apa yang terbayang dalam diri kamu jika
mampu menulis cerpen?”, “Apakah kamu juga terdorong untuk mulai
membaca berbagai bacaan?”, “Mengapa kamu menyukai itu?”, dan
sebagainya.
- Jawaban-jawaban itu kemudian dirangkai dalam satu tulisan, baik berupa
simpulan, saran, pendapat, dan sebagainya.

4.Model Simulasi

Tujuan dari penggunaan model simulai adalah untuk memberikan kemungkinan


kepada siswa agar menguasai suatu keterampilan melalui latihan dalam situasi
tiruan. Langkah-langkah penerapan di dalam pembelajaran adalah sebagai
berikut.

a) pemilihan situasi, masalah, atau permainan yang cocok sehingga tujuan


tercapai
b) pengorganisasi kegiatan
c) persiapan dalam pelaksanaan tugas
d) pemberian stimulasi secara jelas
e) diskusi kegiatan simulasi dengan pelaku
f) pemilihan peran
g) persiapan pemeranan
h) mengawasi kegiatan
i) penyampaian saran
j) penilaian

Model peniruan (simulasi) dapat digunakan di dalam pembelajaran menulis


cerita pendek. Misalnya, siswa diberikan cerita pendek yang berjudul “Suami
bunuh istri yang cantik” karya Mochtar Lubis.

Contoh Model Simulasi

- Mula-mula siswa membaca cerpen, membuat bagan tokoh cerpen,


mengidentifikasi waktu dan tempat kejadian, membuat ilustrasi visual
setiap tokoh cerpen, menentukan apa yang dipermasalahkan, dan
sebagainya.
- Siswa diminta mengganti tokoh dengan tokoh-tokoh dalam kehidupan
sehari-harinya, membuat bagan hubungan antartokoh jika berbeda dengan
bagan tokoh cerpen yang dibacanya, mengganti waktu dan tempat
kejadian, mengganti permasalahan sesuai dengan yang dialami siswa, dan
sebagainya.
- Menguraikan rancangan secara naratif.

Teknik Membaca Drama

Dalam pengajaran sastra, diharapkan siswa mengenal dan memahami


sastra sebagai seni teater, termasuk naskah drama. Untuk mencapai hal itu,
maka terdapat tiga hal yang dapat ditemukan dalam suatu cipta seni. Ketiga hal
dimaksud adalah (1) sebuah pengalaman, berupa ide, imaji dan perasaan yang
amat kuat menekan sehingga sang seniman tidak bisa tinggal diam. Sang
seniman terobsesi oleh pengalaman itu sehingga dia harus berbuat sesuatu, yaitu
mewujudkannya menjadi sebuah karya seni. (2) Wahana (media) yang
dipergunakan oleh seniman itu sehingga pengalamannya itu memperoleh bentuk
berwujud menjadi sebuah karya seni. (3) Penikmat seni, yakni orang lain yang
diharapkan mampu diajak berkomunikasi menikmati karya yang dihasilkan oleh
sang seniman.

Naskah drama sebagai karya sastra memerlukan teknik tersendiri untuk


memahaminya. Oleh karena itu, siswa yang hendak membaca naskah drama
harus memiliki sejumlah kemampuan yang akan menuntunnya di dalam
memahami setiap pembacaan naskah. Adler dan Charles (2012:251-253)
mengisyaratkan empat hal yang harus dilakukan seorang pembaca naskah
drama, yakni: 1) pembaca harus menghadirkan dimensi fisik; 2)
membayangkannya dipentaskan; 3) membaca secara perlahan, seolah-olah
penonton sedang mendengarkan; dan 4) membaca penuh ekspresi, yakni
membuat kata-kata itu bermakna bagi Anda saat membacanya.

Latihan membaca naskah drama meliputi dua langkah pokok, yaitu: (1)
latihan dasar, meliputi: kelenturan tubuh, pernafasan, kelenturan vokal,
pembentukan warna suara, ekspresi, konsentrasi, dan pengembangan imajinasi;
(2) latihan membaca naskah, meliputi: penghayatan naskah, dan mengubah
dialog menjadi gerak.

Membaca drama dapat dilakukan dengan penerapan model-model berikut


ini.

5. Model Bermain Peran

Pencipta model bermain peran adalah Torrance. Model ini amat mirip
dengan pementasan drama sederhana. Namun, peran di dalam bermain peran
diambil dari kehidupan nyata, bukan kehidupan imajinasi. Langkah-langkah
penerapannya di dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.

a) memotivasi kelompok
b) pemilihan pemain
c) penyiapan pengamat
d) penyiapan tahap dan peran
e) pemeranan
f) diskusi dan evaluasi (tahap I)
g) pemeranan ulang
h) diskusi dan evaluasi (tahap II)
i) pembagian pengalaman dan generalisasi.

Sebagai contoh dapat digunakan naskah drama “Siti Nurbaya”, yaitu


salah satu adegan ketika Samsu membalas dendam terhadap Datuk Meringgih
yang membunuh kekasihnya Siti.
Contoh Model Bermain Peran
- Misalnya, salah seorang siswa di dalam kelompok belajar berperan
menjadi pembaca drama. Siswa lainnya mendengarkan sambil mencatat
hal-hal penting berkenaan dengan drama, seperti apa, siapa, kapan, di
mana, mengapa, atau bagaimana.
- Untuk guru, wacana bahan mendengarkan drama di dalam buku pelajaran
dapat direkam kemudian siswa mendengarkan rekaman tersebut.
- Melalui pembelajaran pementasan drama, misalnya, guru dapat
menstimulasi siswa melalui kelompok untuk melakukan brainstorming
(curah gagasan) intrakelompok tentang naskah drama yang akan
dipentaskan.
- Di samping itu, mereka juga akan belajar membentuk suatu organisasi
dalam menciptakan kerja sama.

Teknik Membaca Puisi

Kegiatan paling awal dalam membaca puisi adalah memilih puisi yang
akan dibacakan. Puisi yang akan dibacakan seharusnya mengandung nilai-nilai
kesastraan yang tinggi, dengan ciri-ciri: mengandung totalitas sajak, memiliki
kejelasan dan kekuatan ide, pokok persoalan, dan tema, serta penyair memiliki
kekhasan dalam hal ekspresi penyampaian.

Pertimbangan pokok dalam memilih puisi adalah mempertimbangkan


potensi puisi jika dibacakan. Pada tahap ini kita mempertimbangkan apakah
larik-larik yang tertulis dalam sajak tersebut jika dibacakan memiliki potensi
satuan-satuan bunyi yang oratoris. Hal lain yang perlu kita pertimbangkan
dalam persiapan pembacaan puisi adalah tujuan karena tujuan pembacaan
menjadi dasar pertimbangan dalam pemilihan jenis, tema, bentuk, bahasa dari
puisi yang akan dibaca.

Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pembacaan puisi jika ditinjau


dari segi penonton, meliputi umur, tingkat pendidikan, latar belakang keyakinan
dan kultural, pekerjaan, dan sebagainya. Sementara hal-hal yang harus dikuasai
seseorang agar menjadi pembaca puisi yang berhasil meliputi: pengetahuan
yang luas tentang hidup, manusia, dan problema kemanusiaan, kekayaan
pengalaman yang berkaitan dengan seluk-beluk kehidupan baik yang diperoleh
secara langsung maupun pengamatan secara cermat, sikap yang baik terhadap
puisi, dan pengetahuan serta pengalaman apresiasi yang luas.

Puisi diartikan sebagai tulisan para penyair. Namun pengertian ini


dibantah oleh sebagian orang, karena mereka berpandangan bahwa puisi adalah
sejenis spontanitas personal, yang bisa diekspresikan dengan kata-kata tertulis,
bentuk tindakan fisik, atau bunyi yang relatif musikal, atau bahkan hanya
perasaan.
Diperlukan teknik untuk membaca puisi, seperti yang disarankan oleh
Adler dan Charles (2012:257-259) terdapat empat hal, yakni: 1) membaca
seluruhnya tanpa berhenti, entah Anda memahami atau tidak; 2) baca lagi puisi
itu seluruhnya, dan bacalah bersuara; 3) memahami puisi dalam kesatuannya,
walaupun pemahaman itu samar-samar; 4) membaca puisi secara berulang-
ulang.

6. Model Stratta

Model ini diciptakan oleh Leslie Stratta. Terdapat tiga tahapan di dalam
pembelajaran bersastra dengan model Stratta, yakni:

a) tahap penjelajahan (misalnya, mengajukan pertanyaan atas karya yang akan


diapresiasi, kemudian menjawabnya berdasarkan perkiraan pribadi);

b) tahap interpretasi (membandingkan kesamaan dan perbedaan antara yang


ada dalam karya dengan jawaban sendiri);

c) tahap rekreasi-penciptaan kembali (melisankan puisi, prosa, atau drama yang


telah diapresiasi dan yang lain mengevaluasi).

Contoh Model Stratta


Sejalan dengan pendekatan pembelajaran kontekstual yang dirancang agar siswa
mampu membangun pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif,
model Stratta harus dapat membangun kembali pengalaman atau pengetahuan
yang telah dimiliki siswa.

- setelah dibaca contoh puisi yang diberikan, guru dapat meminta siswa
mengidentifikasi peristiwa yang pernah diindranya (dilihat, didengar, dirasakan,
dicium, diraba), catatan pribadinya, atau cerita yang pernah dibacanya;

- melakukan investigasi, eksplorasi, atau discovery untuk memperoleh beragam


cara pandang atas pengalaman awalnya, misalnya observasi ke pasar, panti
jompo atau panti asuhan; wawancara dengan tokoh yang relevan; dan lain-lain.

Sebagai contoh dapat digunakan puisi “Pahlawan Tak Dikenal” karya dari
penyair angkatan tahun 1950-an Toto Sudarto Bachtiar.
Pahlawan Tak Dikenal

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring

Tetapi bukan tidur, sayang

Sebuah lubang peluru bundar di dadanya


Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang

Dia tidak ingat bilamana dia datang

Kedua lengannya memeluk senapan

Dia tidak tahu untuk siapa dia datang

Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang

Wajah sunyi setengah tengadah

Menangkap sepi padang senja

Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu

Dia masih sangat muda

Hari itu 10 November, hujanpun mulai turun

Orang-orang ingin kembali memandangnya

Sambil merangkai karangan bunga

Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring

Tetapi bukan tidur, sayang

Sebuah peluru bundar di dadanya

Senyum bekunya mau berkata: aku sangat muda.


Daftar Pustaka
Adler, Mortimer dan Charles Van Doren. 2012. How to Read a Book. Jakarta:
PT. Indonesia Publishing.

Agustian, Ary Ginanjar. 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi


dan Spiritual, ESQ (Emotional Spiritual Quotient). Jakarta: Arga.

Kladova N. 2018. Learning to analyze literary text. Moscow: Ridero.

Syamsi, Kastam. 2002. Inovasi model pembelajaran bahasa dan sastra


Indonesia. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Tierney, R. J, Readance, J. E., & Dishner, E. K. 1995. Reading Strategies and


Compendium. Boston: Allyn Bacon.

Tomkins, G.E. 2010. Literacy for the 21st Century, A Balanced Approach.
Boston: Allyn Bacon.

Zuchdi, D. 1996. Pembelajaran Menulis dengan Pendekatan Proses. Pidato


Ilmiah pada Sidang Senat FPBS IKIP Yogyakarta tanggal 15 November 1996.

Anda mungkin juga menyukai