Anda di halaman 1dari 16

MENULIS KARYA ILMIAH GURU

http://murwatiwidiani.blogspot.com/2019/03/menulis-karya-ilmiah-guru.html

Sebenarnya, banyak guru yang sudah melakukan banyak hal yang layak
ditulis, didokumentasikan, dan dipublikasikan. Banyak hal yang dimaksud adalah
melaksanakan pembelajaran aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan dengan
menggunakan pendekatan, media, dan sumber belajar yang menarik. Namun, hal
yang dilakukan belum dimanfaatkan sebagai bahan menulis karya ilmiah. Ada
penyebab apa sebenarnya yang membuat guru belum mau menulis?
Ada tiga alasan yang biasa disampaikan para guru untuk menjawab
pertanyaaan tersebut. Pertama, alasan waktu (sibuk, banyak pekerjaan dan beban
guru); kedua, merasa ragu (tidak ada motivasi, merasa kurang bermanfaat, belum
merasa perlu); dan ketiga, merasa tidak mampu (tidak berbakat, tidak percaya diri,
takut salah, belum tahu cara menulis, tidak tahu mulai dari mana menulis).
Untuk mengatasi permasalahan dan perasaan yang sering dialami para guru,
dalam tulisan ini akan dikupas beberapa tips yang diharapkan mampu memberikan
motivasi dan solusi. Pertama, “Jangan jadikan waktu dan kesibukan sebagai alasan
tidak menulis”. Kedua, “Yakinlah bahwa menulis sangat bermanfaat”. Ketiga, “Cara
menulis karya tulis ilmiah”.
B. Jangan Jadikan Waktu dan Kesibukan sebagai Alasan Tidak Menulis
Benarkah waktu dan kesibukan seseorang adalah penyebab orang tersebut
tidak menulis? Salah besar. Bukankah para penulis, wartawan, kolumnis, guru yang
memiliki hobi menulis untuk dilombakan atau dikirim ke media massa adalah orang-
orang yang sibuk? Bahkan pernyataan terakhir meski belum pernah diteliti, guru-guru
dengan kategori seperti itu adalah orang-orang yang memiliki tugas dan kesibukan
melebihi guru pada umumnya.
Dengan demikian, pikiran bahwa saya tidak menulis karena saya sibuk dan
banyak pekerjaan harus dibuang jauh-jauh mulai sekarang. Jika sudah, berpikirlah
bahwa jika saya menyempatkan menulis di tengah kesibukan, pastilah saya akan
memiliki tulisan. Cobalah. Ada pepatah yang mengatakan “Serahkanlah pekerjaan
pada orang-orang yang sibuk, niscaya pekerjaan itu akan segera terselesaikan”. Apa
makna pepatah itu? Orang bisa sibuk itu karena dia mampu melakukan banyak hal,
mampu membuat manajemen waktu dengan baik, dan memiliki etos kerja yang
baik. Sebaliknya, orang yang lebih banyak menganggur atau melakukan pekerjaan
yang kurang bermanfaat, karena kebiasaannya cenderung tidak mampu
menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
Sempatkan untuk menulis, misalnya waktu malam saat terbangun, saat
menunggui putra-putrinya mengikuti kegiatan tertentu, atau kapan pun ada waktu
luang. Kurangi kegiatan yang kurang bermanfaat. Misalnya, tenggelam dalam
komunitas media sosial berkepanjangan, “bermain”, atau apa pun kegiatan yang
cukup menghabiskan waktu, namun kurang bermanfaat. Kita semua pasti memahami
kebiasaan kita masing-masing atau orang-orang di sekitar kita. Mulai saat ini,
hilangkan kebiasaan menghabiskan waktu untuk hal-hal yang kurang bermanfaat.
Tukarkan waktu itu dengan kegiatan menulis.
C. Yakinlah bahwa Menulis Sangat Bermanfaat
Berpikir paling sederhana tentang manfaat menulis, setidaknya sebuah tulisan
akan dapat dibaca, dinikmati, atau dimanfaatkan pembaca, anak cucu kita, bahkan
setelah kita sudah tidak ada karena usia sebuah karya pastilah lebih tua dari pada
usia pemiliknya. Sebuah tulisan juga akan menyimpan kenangan, kejadian,
pengalaman, dan informasi yang bermanfaat, baik bagi penulis maupun pembaca.
Menulis karya ilmiah akan memberikan banyak manfaaat. Menurut
Sikumbang (1981) dalam Zaenal Arifin (2008: 4), sekurang-kurangnya ada enam
manfaat yang diperoleh dari kegiatan tersebut, yang intinya adalah sebagai berikut.
1. Penulis akan terlatih mengembangkan keterampilan membaca yang efektif karena sebelum
menulis karya ilmiah, ia mesti membaca dahulu kepustakaan yang ada relevansinya dengan
topik yang akan dibahas.
2. Penulis akan terlatih menggabungkan hasil bacaan dari berbagai buku sumber, mengambil
sarinya, dan mengembangkannya ke tingkat pemikiran yang lebih matang.
3. Penulis akan berkenalan dengan kegiatan kepustakaan, seperti mencatat bahan bacaan dalam
katalog pengawang atau katalog judul buku.
4. Penulis akan dapat meningkatkan keterampilan dalam mengorgani-sasikan dan menyajikan
fakta secara jelas dan sistematis
5. Penulis akan memperoleh kepuasan intelektual.
6. Penulis turut memperluas cakrawala ilmu pengetahuan masyarakat.

Sudaryanto (2009:12) mengatakan bahwa menulis itu kegiatan yang multimanfaat.


Menulis itu dapat mendatangkan poin dan juga koin. Sekurangnya ada tiga manfaat menulis:
(1) manfaat psikologis, (2) manfaat sosiologis, dan (3) manfaat ekonomis. Jika dimaknai
secara ringkas, manfaat psikologis adalah manfaat yang berkaitan kepuasan batin. Manfaat
sosiologis artinya sebuah tulisan adalah jembatan antara penulis dan masyarakat. Orang
dapat memberi pelajaran, memberikan kritik sosial pada masyarakat melalui sebuah tulisan.
Adapun manfaat ekonomis tentu saja menulis mampu menghidupi seseorang, bahkan bisa
membuat orang menjadi kaya raya.
Bagi seorang guru profesional, kegiatan menulis merupakan bentuk kegiatan
pengembangan keprofesian yang wajib dilakukan. Selain untuk memenuhi kewajiban, guru
yang menulis akan memiliki nilai plus dan mampu menjadi figur atau teladan bagi peserta
didik, khususnya dalam kegiatan literasi. Selain itu, tulisan guru juga dapat dimanfaatkan
sebagai naskah lomba, bahan tulisan di majalah atau jurnal ilmiah yang tentu akan
menambah pengalaman profesional. Dengan menulis, guru yang berstatus PNS akan
memperoleh kenaikan pangkat.
Dengan meyakini betapa besarnya manfaat menulis, kita akan memperoleh motivasi
dan semangat menulis. Dengan modal itulah, separoh keberhasilan sudah diraih.

D. Cara Menulis Karya Ilmiah


Seperti dikutip Sudaryanto (2009: 48), ada pernyataan yang sangat menarik,
“Andaikan dihadapkan kepadaku dua orang penulis, maka aku akan memilih yang
paling gigih. Tanpa bakat, orang bisa menjadi penulis hebat. Sementara tanpa
kegigihan, seorang penulis berbakat tak berarti apa-apa (Mohammad Fauzil Adhim,
“Inspiring Words for Writers”, 2005).
Asul Wiyanto & Mustakim (2012: 33-34) memberikan langkah-langkah yang
harus dilakukan seorang calon penulis, yaitu: (1) harus memiliki niat yang kuat untuk
menulis, (2) harus banyak belajar dan berlatih, (3) harus banyak membaca tulisan
yang sudah ada. Tiga hal itulah yang membuat calon penulis merasakan lancar dalam
menulis.
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa kunci sukses
menulis bukanlah bakat melainkan kesungguhan. Sebuah ungkapan penyemangat
berbahasa Arab berbunyi “Manjadda wajada”, ‘siapa yang bersungguh-sungguh
dialah yang akan berhasil’. Dengan demikian, tidak ada lagi alasan tidak menulis
karena merasa tidak berbakat, tidak percaya diri, dan takut salah.
Jika orang tidak menulis karena belum tahu cara menulis atau tidak tahu
mulai dari mana menulis, inilah saatnya belajar cara menulis, membuat karya ilmiah,
dan memulai menulis.
Langkah awal yang perlu dilakukan adalah menentukan jenis tulisan sesuai
dengan tujuan dan kebutuhan. Guru yang akan menulis karya ilmiah seyogyanya
memahami jenis-jenis karya ilmiah (dalam Permeneg Pan & RB Nomor 13 Tahun
2010 disebut sebagai publikasi ilmiah), jika menulis bertujuan untuk mengajukan
kenaikan pangkat. Guru di bawah golongan III/d dapat memilih jenis publikasi ilmiah
apa pun karena belum memiliki kewajiban menulis karya ilmiah tertentu. Mulai
golongan III/d guru minimal wajib memiliki 1 laporan hasil penelitian. Guru dengan
golongan IV/a dan IV/b, selain harus memiliki minimal 1 laporan hasil penelitian,
mereka juga wajib menulis 1 artikel di jurnal ber- ISSN, dan seterusnya.
Dengan peraturan tersebut, hal penting yang perlu dibahas di sini adalah
memahami jenis karya ilmiah hasil penelitian dan artikel ilmiah dalam jurnal ilmiah
ber-ISSN. Hal ini disebabkan oleh kondisi yang menunjukkan bahwa sebagian besar
guru yang sudah lama tidak naik pangkat di Kabupaten Sleman atau mungkin di
seluruh Indonesia adalah guru dengan golongan IV/a.
Penelitian Tindakan Kelas
Karya tulis pertama adalah laporan hasil penelitian. Laporan hasil penelitian
yang paling sesuai untuk guru adalah laporan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Sebelum dibahas bagaimana melaksanakan dan melaporkan PTK, perlu dibahas
konsep dan karakteristik PTK.
Ada beberapa pengertian tentang PTK yang dikemukakan para ahli. Menurut
Kemmis (via Sukamto, 2000:6) penelitian tindakan merupakan sebuah inkuiri yang
bersifat reflektif mandiri yang dilakukan oleh partisipan dalam situasi sosial termasuk
kependidikan dengan maksud untuk meningkatkan kemantapan rasionalitas dari (a)
praktik-praktik sosial maupun kependidikan, (b) pemahaman terhadap praktik-praktik
tersebut, (c) situasi pelaksanaan praktik-praktik pembelajaran.
Suharjono (2008) mengemukakan bahwa PTK adalah penelitian tindakan yang
dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelasnya. PTK
berfokus pada kelas atau pada proses belajar-mengajar yang terjadi di kelas. PTK
harus tertuju atau mengenai hal-hal yang terjadi di dalam kelas. Tujuan utama PTK
adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas. Kegiatan
penelitian ini tidak saja bertujuan untuk memecahkan masalah, tetapi sekaligus
mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan
yang dilakukan.
Iskandar (2013:213) menyatakan bahwa penelitian tindakan (termasuk PTK)
dapat diartikan sebagai suatu bentuk investigasi reflektif partisipatif, kolaboratif
dengan model siklus, yang memiliki tujuan untuk melakukan perbaikan sistem,
metode kerja, proses, isi kompetensi, dan situasi. Dengan kata lain PTK merupakan
penelitian yang dilakukan guru atas hasil refleksi, dilakukan dengan berkolaborasi dan
bersiklus (berulang-ulang), dan bertujuan untuk memperbaiki sistem, metode,
proses, kompetensi (prestasi siswa), dan situasi.
”The method of action research involves a self-reflective spiral of planning,
acting, observing, reflecting, and re-planning.” (McNiff, 1988:7). Pada pelaksanaan
PTK, guru terus-menerus mengadakan refleksi, merencanakan tindakan, dan
melaksanakan tindakan pada tahap berikutnya. Oleh sebab itu, PTK merupakan
proses bersiklus, setiap siklusnya terdiri atas empat tahap, yakni perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.
Dari konsep tersebut dapat dikatakan bahwa PTK berawal dari kesadaran guru
akan adanya permasalahan di kelas, kemudian guru berusaha mencari solusi,
merancang dan menerapkan solusi (memberi tindakan), mengamati penerapan
solusi, menemukan kekurangan, kembali menyusun rancangan tindakan yang
diperbaiki, dan seterusnya. Itulah sebabnya dalam PTK harus ada siklus. Banyaknya
siklus tergantung pada ketercapaian keberhasilan tindakan sesuai dengan kriteria
yang ditetapkan. PTK minimal terdiri atas dua siklus.
PTK memiliki karakteristik yang berbeda dengan jenis penelitian yang lain.
Supardi & Suhardjono (2013: 24) mengemukakan keunikan PTK dibandingkan
dengan penelitian pada umumnya, antara lain sebagai berikut.
1. PTK merupakan kegiatan yang tidak saja berupaya memecahkan masalah, tetapi
sekaligus mencari dukungan ilmiah atas pemecahan masslah tersebut.
2. Kegiatan yang dilakukan melalui PTK harus tertuju pada peningkatan mutu siswa.
3. PTK merupakan bagian penting dari upaya pengembangan profesi guru melalui
aktivitas berpikir kritis dan sistematis serta membelajarkan guru untuk menulis dan
membuat catatan. Dengan kegiatan PTK harus ada peningkatan mutu proses
pembelajaran.
4. Persoalan dipermasalahkan dalam PTK bukan dihasilkan dari kajian teori atau dari
penelitian terdahulu, tetapi berasal dari permasalahan nyata dan aktual dalam
pembelajaran di kelas.
5. Pemberian tindakan harus dilakukan oleh guru yang bersangkutan, tidak boleh minta
bantuan guru lain.
Dengan memahami konsep dan ciri-ciri PTK diharapkan guru dapat
merancang dan melaksanakan PTK sesuai dengan konsep yang benar. Dalam laporan
yang dibuat guru, sering dijumpai laporan PTK yang ternyata berupa penelitian
eksperimen, misalnya penelitian yang bertujuan menguji efektivitas sebuah metode.
Seharusnya, dalam PTK, guru menggunakan suatu metode untuk memperbaiki
proses dan hasil belajar siswa.
Langkah-langkah melaksanakan PTK adalah merancang kegiatan PTK,
melaksanakan PTK sesuai dengan rancangan, dan melaporkan hasil pelaksanaan PTK
dalam bentuk karya tulis ilmiah hasil penelitian.
1. Merancang PTK
Hal pertama yang harus dilakukan dalam merancang PTK adalah menetapkan
fokus masalah penelitian. Ada empat langkah yang harus dilakukan dalam tahap ini.
1. Merasakan Adanya Masalah
Banyak guru yang mungkin bertanya bagaimanakah memulai PTK. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut, guru harus memiliki perasaan tidak puas terhadap
praktik pembelajaran yang dilakukannya. Jika guru merasa selalu puas, meskipun
sebenarnya masih sangat benyak kekurangan dan hambatan dalam proses
pengelolaan, sulit kiranya bagi guru untuk memiliki inisiatif memulai PTK.
Oleh karena itu, agar guru dapat mempraktikkan PTK, ia dituntut untuk
berkata jujur terutama pada dirinya sendiri untuk mengakui bahwa masih ada
kekurangan dalam proses pembelajran yang dikelolanya. Dengan kata lain, guru
harus merefleksi, merenung, serta berpikir balik mengenai apa saja yang telah
dilakukannya dalam proses pembelajaran dalam rangka mengidentifikasi sisi-sisi
lemah yang mungkin ada.
Untuk membantu merasakan adanya masalah, guru dapat mengajukan
pertanyaan: Apakah kompetensi awal siswa yang mengikuti pembelajaran cukup
memadai? Apakah proses pembelajaran yang dilakukan sudah cukup efektif? Apakah
hasil pembelajaran cukup berkualitas? Jika pertanyaan-pertanyaan tersebut dijawab
dengan jujur, akan muncul masalah yang dapat dijadikan pijakan awal untuk
merancang PTK karena pada dasarnya tidak ada satu pun di antara keadaan guru,
siswa, atau kelas yang sempurna.
2. Identifikasi Masalah
Pada tahap ini, guru berusaha menghasilkan gagasan-gagasan awal mengenai
permasalahan awal yang ada dalam pembelajaran. Masalah tersebut dapat berkaitan
dengan pengelolaan kelas dan iklim belajar, proses pembelajaran, perkembangan
personal, dan hasil belajar. Tiap-tiap kelompok tersebut dapat dijabarkan ke dalam
tema-tema yang lebih operasional.
Cara melakukan identifikasi masalah dapat menggunakan langkah berikut:
1) Menuliskan semua hal yang dirasakan memerlukan perhatian dan kepedulian karena
akan berdampak kurang baik, terutama yang terkait dengan pembelajaran.
2) Pilahkan dan klasifikasikan masalah menurut jenis/bidang permasalahannya, jumlah
siswa yang mengalami, dan tingkat frekuensi timbulnya masalah
3) Urutkan dari yang ringan, jarang terjadi, dan banyaknya siswa yang mengalami
permasalahan yang teridentifikasi
4) Ambil 3-5 masalah dan konfirmasikan dengan guru mata pelajaran yang sama atau
serumpun.
5) Jika yang dirumuskan ternyata mendapat konfirmasi (diakui sebagai masalah yang
urgen untuk dipecahkan), masalah tersebut patut diangkat sebagai calon masalah
PTK.
3. Analisis Masalah
Analisis masalah dilakukan untuk mengetahui proses tindak lanjut perbaikan
atau solusi yang akan diambil. Analisis masalah adalah kajian terhadap permasalahan
dilihat dari segi kelayakannya. Sebagai acuan, dapat diajukan pertanyaan berikut.
1) di mana konteks, situasi atau iklim masalah terjadi
2) kondisi prasarat apakah yang menimbulkan terjadinya masalah
3) bagaimanakah keterlibatan komponen, aktor dalam terjadinya masalah
4) adakah alternatif solusi yang dapat diajukan
5) apakah pemecahan masalah yang akan diambil memerlukan durasi waktu yang tidak
terlalu lama
Analisis masalah digunakan untuk merancang rencana tindakan, baik dalam
bentuk spesifikasi tindakan, keterlibatan aktor yang berkolaborasi, waktu dalam satu
siklus, identifikasi indikator keberhasilan tindakan, dan solusi yang diajukan.

4. Menentukan Judul PTK


Setelah masalah dianalisis, peneliti dapat menentukan judul PTK. Judul PTK
biasanya mencerminkan adanya permasalahan, tujuan, solusi untuk memecahkan
permasalahan, dan setting. Membuat judul PTK untuk dilaporkan pada
lembaga atau untuk diajukan dalam penilaian angka kredit dan untuk dijadikan
naskah lomba memiliki perbedaan. Sebagai laporan cukup dibuat dengan bahasa
yang lugu, tetapi sebagai naskah lomba, judul PTK sebaiknya dibuat menarik,
inovatif, dan provokatif (mengundang minat baca).
Contoh judul PTK mata pelajaran Olahraga adalah:
Upaya Peningkatan Pembelajaran Lempar Lembing dengan Pemberian Model Bermain
Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Tempel (Skripsi - Danang Pujo Broto)
Dari judul tersebut dapat dianalisis bahwa permasalahan yang ada adalah
pembelajaran lempar lembing yang belum maksimal. Solusi yang diambil peneliti
adalah dengan pemberian model bermain. Tujuan yang hendak dicapai adalah untuk
meningkatkan (kualitas) pembelajaran, baik dari komponen proses maupun hasil.
Adapun setting yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1
Tempel.
Judul PTK untuk dilombakan biasanya dibuat lebih menarik, terkadang lebih
singkat dengan menghilangkan setting. Untuk memperoleh gambaran berbagai judul
PTK, berikut ini dikemukakan contoh-contoh judul PTK yang pernah masuk final
di Lomba Kreativitas Ilmiah Guru (LKIG) Tingkat Nasional:
1) Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika dengan Permainan Sulap Matematika –
Soleh Mawardi, SMP 1 Ngajum, Malang
2) Peningkatan Pemahaman Konsep Listrik Statis melalui Miako – Gufron, SMPN 2
Tanggul, Jember
3) “Dari ‘Samdesing’ hingga Tepuk Tangan” Upaya Meningkatkan Kompetensi
Mendongeng melalui Penerapan Strategi “BABAK” – Sutrisno, SMP 1 Tepus, GK
4) Mengantarkan Siswa Menggapai Bintang Panggung Sastra dengan Menerapkan
Teknik Kolase – Basuki, SMP 21 Malang
5) Penerapan Metode “DIKSI”, Sebuah Upaya Meningkatkan Kulitas Pembelajaran
Membacakan Puisi – Murwati Widiani, SMA Muh. Pakem
6) Penerapan Model Pembelajaran TANDUR untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil
Belajar Ekonomi Siswa Kelas XA di SMA Negeri 1 Godean – Tri Ismiyati, M.Pd., SMA
Negeri 1 Godean.
5. Merumuskan Masalah
Selanjutnya, masalah-masalah yang telah diidentifikasi dan
dianalisis, dirumuskan secara jelas, spesifik, dan operasional. Perumusan masalah
yang jelas akan memungkinkan peluang untuk pemilihan tindakan yang
tepat. Rumusan masalah biasanya berbentuk kalimat pertanyaan, walaupun boleh
juga berupa pernyataan.
Contoh rumusan masalah:
1) Bagaimanakah pelaksanaan model bermain pada pembelajaran lempar lembing?
2) Bagaimanakah peningkatan kualitas proses belajar siswa dalam pembelajaran lempar
lembing setelah diberikan model bermain?
3) Bagaimanakah peningkatan kompetensi lempar lembing siswa setelah diberikan
model bermain?
6. Merencanakan Tindakan
Setelah fokus masalah penelitian ditetapkan, kegiatan tahap berikutnya
adalah merencanakan tindakan. Kegiatan ini meliputi dua hal, yakni formulasi
hipotesis tindakan dan persiapan tindakan.
1) Formulasi Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan adalah dugaan terhadap perubahan yang akan terjadi
setelah suatu tindakan dilakukan. Hipotesis tindakan umumnya dirumuskan dalam
bentuk keyakinan tindakan yang diambil akan dapat memperbaiki sistem, proses,
atau hasil. Contoh hipotesis tindakan:
a) Jika model bermain diberikan pada pembelajaran lempar lembing, kualitas proses
belajar siswa akan meningkat.
b) Jika model bermain diberikan, kompetensi lempar lembing siswa akan meningkat.
Kalimat hipotesis tersebut dapat juga dirumuskan dengan kalimat berikut:
a) Dengan pemberian model bermain pada pembelajaran lempar lembing, kualitas
proses belajar siswa akan meningkat.
b) Setelah diberikan model bermain pada pembelajaran lempar lembing, kualitas proses
belajar siswa meningkat.
2) Persiapan Tindakan
Hal-hal yang harus dilakukan dalam persiapan tindakan adalah:
a) Membuat skenario pembelajaran yang berisikan langkah-langkah kegiatan dalam
pembelajaran (sama dengan langkah-langkah pembelajaran dalam RPP).
b) Mempersiapkan sarana dan media pembelajaran yang mendukung terlaksananya
tindakan.
c) Mempersiapkan instrumen penelitian, seperti lembar observasi, kuisioner, angket,
pertanyaan wawancara, soal tes, dsb.
d) Melakukan simulasi pelaksanaan tindakan

2. Melaksanakan PTK
Melaksanakan PTK adalah melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan,
melakukan observasi dan interpretasi, serta menganalisis data, evaluasi, dan refleksi.
a. Melaksanakan Tindakan

Melaksanakan tindakan pada hakikatnya adalah melakukan kegiatan


pembelajaran sesuai dengan rancangan pembelajaran yang telah dipersiapkan.
Sesuai dengan skenario pembelajaran, guru dan siswa mengikuti langkah-langkah
kegiatan pembelajaran. Pada kegiatan ini, guru didampingi oleh kolaborator yang
bertindak sebagai observator.

b. Observasi dan Interpretasi

Secara umum, observasi merupakan upaya untuk merekam proses yang


terjadi selama pembelajaran berlangsung. Kegiatan observasi dilakukan oleh guru
yang bersangkutan dan kolaborator. Guru dapat menggunakan catatan harian
sebagai alat untuk mencatat hal-hal penting yang terjadi dalam proses pembelajaran.
Adapun kolaborator dapat menggunakan lembar observasi. Lembar observasi dapat
dibuat dengan kolom-kolom yang berisi kegiatan guru dan siswa, serta frekuensi.
Namun, dapat juga berupa lembar kosong yang dapat digunakan untuk mencatat
semua kejadian, perilaku siswa dan guru, dan semua temuan yang penting, baik
positif maupun negatif. Kegiatan observasi dilanjutkan dengan diskusi setelah
pelaksanaan tindakan.

c. Analisis Data, Evaluasi, dan Refleksi

Analisis data, baik berupa data kuantitatif (angka atau nilai) maupun kualitatif
dari hasil pelaksanaan tindakan dan observasi dilakukan melalui tiga tahap, yaitu
reduksi data, paparan data, dan penyimpulan hasil analisis. Reduksi data adalah
proses penyederhanaan data yang dilakukan melalui seleksi, pengelompokan, dan
pengorganisasian data mentah menjadi sebuah informasi bermakna. Paparan data
merupakan upaya untuk menampilkan data secara jelas dan mudah dipahami dalam
bentuk paparan naratif, tabel, grafik, atau bentuk paparan lainnya yang dapat
memberikan gambaran jelas tentang proses dan hasil tindakan. Penyimpulan
merupakan pengambilan intisari dari sajian data yang telah terorganisasi dalam
bentuk pernyataan atau kalimat singkat, padat, dan bermakna.
Hasil analisis dipergunakan untuk melakukan evaluasi terhadap proses
dan hasil yang dicapai. Guru dan kolaborator dapat menggunakan kriteria
keberhasilan pencapaian pada siklus. Indikator dalam kriteria dapat
berwujud pernyataan kuantitatif dan atau kualitatif. Misalnya indikator keberhasilan
kuantitatif dinyatakan dengan ”Hasil belajar siswa dinyatakan meningkat jika 85%
siswa meraih nilai 75”. Indikator kualitas misalnya ”Proses belajar dikatakan
meningkat jika 95% siswa terlibat dalam proses pembelajaran”.
Kegiatan refleksi dimaksudkan sebagai upaya untuk mengkaji apa yang belum
tercapai, mengapa demikian, apa yang perlu dilakukan selanjutnya. Hasil refleksi
digunakan untuk memperbaiki rancangan tindakan pada siklus berikutnya.

3. Menulis Laporan PTK


Alur sebuah penelitian pada akhirnya bermuara pada pembuatan laporan
penelitian. Oleh sebab itu, laporan penelitian merupakan bagian yang sangat penting
dalam penelitian. Laporan merupakan pertanggungjawaban peneliti terhadap ilmu
yang digelutinya. Jika penelitian dilakukan dengan dukungan dana dari sponsor,
laporan juga merupakan bentuk pertanggungjawaban terhadap lembaga atau badan
sponsor yang mendukung penelitiannya (Leo Idra Ardiana, 2003:48).
Laporan PTK dapat beragam bentuk dan formatnya sesuai dengan gaya
selingkungnya atau apa yang diinginkan lembaga, badan sponsor, atau instansi yang
mengadakan lomba, jika laporan PTK dilombakan. Untuk laporan haasil penelitian
yang akan dinilaian angka kreditnya, susunlah sesuai dengan Buku Pedoman
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan, sebagai berikut.

Bagian Awal:
 halaman judul;
 lembaran persetujuan;
 kata pengantar;
 daftar isi,
 daftar tabel, daftar gambar, dan lampiran;
 abstrak atau ringkasan.

Bagian Isi:
BAB I PENDAHULUAN
BAB II KAJIAN/TINJAUAN PUSTAKA
BAB III METODE PENELITIAN
BAB IV HASIL DAN DISKUSI HASIL KAJIAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bagian Penunjang:
 Daftar Pustaka
 Lampiran-lampiran (instrumen yang digunakan, RPP, contoh
hasil kerja siswa, contoh isian instrumen, foto kegiatan, surat
ijin penelitian, dan dokumen lain yang menunjang keaslian
PTK).

Bagian penting yang perlu diperhatikan dari bagian awal laporan adalah
abstrak. Abstrak merupakan bentuk ringkas dari penelitian. Biasanya terdiri atas
tujuan penelitian, metode yang digunakan, dan hasil penelitian. Abstrak ditutup
dengan kata kunci (key words) yang biasanya terdiri atas tiga atau empat kata yang
esensial. Suherli (2007) mengemukakan bahwa abstrak yang bagus hanya terdiri atas
300 kata, namun dapat menyajikan esensi karya tulis ilmiah secara menyeluruh.
Bagian Isi laporan PTK dari Bab I sampai dengan Bab V beserta rinciannya
dapat dijelaskan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan
D. Kemanfaatan Hasil Penelitian
Latar Belakang Masalah berisi paparan kondisi ideal
yang seharusnya, dipertentangkan dengan kondisi nyata yang terjadi di kelas.
Paparan dilanjutkan dengan solusi yang diambil atau pilihan tindakan yang
ditetapkan.
Perumusan Masalah berisi masalah PTK yang telah dipilih, disajikan secara
lugas dan jelas. Perumusan masalah pada umumnya berupa kalimat
pertanyaan. Rumusan masalah tidak sama dengan masalah yang terdapat pada latar
belakang masalah. Rumusan masalah menjadi pedoman atau rujukan yang akan
dijawab pada Bab IV Hasil dan Diskusi Hasil Kajian, dan Bab V Kesimpulan dan
Saran.
Tujuan menyatakan target penelitian yang akan dicapai. Banyaknya tujuan
penelitian tidak harus sama dengan banyaknya masalah dalam rumusan masalah.
Manfaat Penelitian menjelaskan kegunaan penelitian, baik yang bersifat
teoretis maupun praktis. Manfaat dapat dilihat dari sudut siswa, guru, sekolah, atau
teman sejawat.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
B. Penelitian yang Relevan
C. Kerangka Pikir
D. Perumusan Hipotesis Tindakan
Landasan Teori, berisi ringkasan dan tinjauan teori-teori yang berhubungan
dengan masalah atau variabel yang diteliti. Misalnya, untuk judul PTK “Penerapan
Metode ‘DIKSI’ sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Membacakan
Puisi”, maka dalam landasan teori harus ada Pembelajaran Membacakan Puisi dan
Dasar teori metode ”DIKSI” (diskusi, kolaborasi, dan aksi/lomba). Dasar teori metode
“DIKSI” misalnya: (1) teori belajar sosial, (2) cooperatif learning, (3) pembelajaran
kontekstual, (4) kuantum learning, dan (5) teori belajar yang
menyenangkan. Landasan teori berfungsi sebagai dasar argumentasi dalam mengkaji
permasalahan, dasar untuk mendapatkan jawaban yang diandalkan, dan sebagai alat
yang membantu memecahkan masalah.
Penelitian yang Relevan (jika ada) berisi penelitian terdahulu yang terkait
dengan tindakan yang dipilih pada PTK. Dalam PTK, penelitian yang relevan berfungsi
untuk memantapkan atau meyakinkan bahwa PTK yang dilakukan akan berhasil.
Kerangka Pikir berisi gambaran pola hubungan antara latar belakang dan
teori-teori yang dikemukakan. Kerangka pikir juga merupakan kerangka konseptual
yang akan digunakan untuk memecahkan masalah yang diteliti, disusun berdasarkan
kajian teoretis yang telah dilakukan. Kerangka pikir merupakan pendapat dan
pandangan penulis terhadap teori yang dikemukakan.
Hipotesis Tindakan berisi rumusan dugaan sementara terhadap keberhasilan
tindakan yang dilakukan. Hipotesis dirumuskan secara singkat, lugas, dan jelas yang
dinyatakan dalam kalimat pernyataan. Hipotesis dalam PTK merupakan keyakinan
akan keberhasilan jika sebuah tindakan dilakukan.
BAB III
METODE PENELITIAN
Setting Penelitian
Prosedur Penelitian
C. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
Teknik Analisis Data
Kriteria Keberhasilan Tindakan
Setting Penelitian berisi tempat dan waktu PTK dilakukan, menjelaskan di
kelas berapa, SMP mana, dan kapan penelitian dilakukan (misalnya semester 1
tahun pelajaran 2016/2017).
Prosedur Penelitian berisi langkah-langkah PTK, yakni terdiri atas
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Pada bagian ini
dijelaskan juga tentang adanya siklus yang merupakan bagian yang khas dari PTK.
Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian menjelaskan cara
yang digunakan untuk mengumpulkan data, proses pengumpulan data, dan
instrumen yang digunakan. Teknik yang sering digunakan dalam PTK adalah
observasi, wawancara, pemberian angket, dan pemberian tes. Instrumen yang
digunakan disesuaikan dengan teknik pengumpulan data, misalnya lembar observasi,
pedoman wawancara, angket, dan tes.
Teknik Analisis Data berisi berbagai teknik analisis yang dipilih beserta
alasannya. Misalnya teknik analisis data kualitatif, yakni mendeskripsikan data,
menafsirkan, dan menyimpulkan dengan pernyataan-pernyataan,
bukan dengan angka.
Kriteria Keberhasilan Tindakan merupakan bagian yang khas yang harus
ada dalam PTK. Bagian ini berisi ukuran atau indikator yang ditetapkan untuk
menentukan keberhasilan tindakan yang dilakukan. Indikator meliputi indikator
kuantitas atau yang berhubungan dengan angka/nilai dan indikator kualitas atau
yang berhubungan dengan pernyataan untuk menyatakan sebuah keberhasilan
proses.

BAB IV
HASIL DAN DISKUSI HASIL KAJIAN
A. Hasil Penelitian
1. Kondisi Awal Pratindakan
2. Pelaksanaan Tindakan
a. Pelaksanaan Tindakan Siklus I
b. Pelaksanaan Tindakan Siklus II
B. Pembahasan
Hasil Penelitian, berisi informasi awal kondisi siswa atau kelas sebelum
dilakukan tindakan, misalnya bagaimana kemampuan siswa dalam membacakan
puisi, minat dan motivasi belajar siswa terhadap materi puisi, metode yang selama ini
diterapkan guru, dan sebagainya. Pelaksanaan tindakan tiap-tiap siklus terdiri atas
perencanaan, implementasi tindakan, observasi, dan refleksi. Perencanaan
menjelaskan kegiatan-kegiatan yang dilakukan guru dalam merencanakan tindakan
sesuai dengan permasalahan yang diajukan. Pelaksanaan berisi uraian
tentang langkah-langah yang dilakukan guru dan siswa. Bagian observasi
menjelaskan proses dan hasil observasi, interpretasi hasil observasi untuk
menentukan keberhasilan tindakan. Bagian refleksi berisi hal-hal yang belum
tercapai/berhasil, mengapa demikian, dan apa yang harus dilakukan pada tahap
berikutnya.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
B. Saran
Simpulan berisi ringkasan hasil penelitian yang dirinci menurut rumusan
msalah pada Bab Pendahuluan. Dengan demikian, simpulan yang ditulis tidak
melebar ke masalah di luar penelitian.
Saran merupakan pernyataan yang dirumuskan peneliti sebagai tindak lanjut
dari simpulan yang dirumuskan. Saran dapat ditujukan untuk siswa, sekolah, guru
sejawat, atau pada peneliti selanjutnya.

Artikel Ilmiah di Jurnal Ber-ISSN


Artikel ilmiah atau lengkapnya artikel ilmiah dalam bidang pendidikan adalah
tulisan yang berisi gagasan atau tinjauan ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan
pembelajaran di satuan pendidikan yang dimuat di jurnal
ilmiah (Kemendiknas,2010:29). Ada dua kata kunci yang dapat digarisbawahi dari
definisi tersebut. Pertama, isi artikel ilmiah haruslah berupa gagasan atau tinjauan
ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan pembelajaran di satuan pendidikan.
Kedua, tulisan itu harus dimuat di media berbentuk jurnal ilmiah.
Sebelum membahas isi artikel ilmiah, kita harus tahu terlebih dahulu konsep
tentang jurnal ilmiah. Menurut wikipedia jurnal ilmiah merupakan salah satu jenis
jurnal akademik di mana penulis (umumnya peneliti) mempublikasikan artikel ilmiah
yang biasanya memberikan kontribusi terhadap teori atau penerarapan ilmu. Untuk
memastikan kualitas ilmiah pada artikel yang diterbitkan, suatu artikel biasa diteliti
oleh rekan-rekan sejawatnya dan direvisi oleh penulis, hal ini dikenal sebagai peer
review (review oleh orang-orang yang lebih berkompeten).
Nabih Bawazir menulis pengertian jurnal berdasarkan versi lain, yaitu jurnal
adalah terbitan berkala yang berbentuk majalah yang berisi bahan ilmiah yang
diterbitkan untuk orang-orang dengan minat khusus (misal: matematika).
Awalnya, jurnal dalam bentuk buku, namun seiring berkembangnya teknologi
informasi, jurnal kini juga diterbitkan dalam bentuk elektronik, atau lebih dikenal
dengan nama e-Journal. Jurnal biasanya diterbitkan 2-3 kali dalam setahun, untuk
jurnal besar biasanya bisa lebih (www.nabihbawazir.com).
Menurut Pedoman Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan bagi
Guru Pembelajar, artikel ilmiah termasuk salah satu bentuk tulisan wajib yang harus
ada ketika seorang guru mengajukan angka kredit untuk kenaikan pangkat dari
golongan IV/a ke atas. Dengan kata lain, jika seorang guru bergolongan IV/a ingin
naik pangkat ke IV/b, dia harus memiliki minimal satu kegiatan publikasi ilmiah
berupa artikel ilmiah atau artikel yang dimuat di jurnal ber-ISSN. Oleh karena itu,
sangatlah perlu seorang guru belajar untuk memahami, berlatih, dan berupaya
menulis artikel ilmiah dan mengirimkannya ke jurnal ilmiah.
Artikel ilmiah dalam jurnal ilmiah ber-ISSN dapat berupa Laporan Hasil
Penelitian, atau Tinjauan Ilmiah/ Best Practice di Bidang Pendidikan. Bentuk dan
sistematika artikel ilmiah tentu saja mengikuti gaya selingkung jurnal yang kita pilih.
Namun, disarankan memilih jurnal yang sistematikanya tidak terlalu berbeda dengan
pedoman yang berlaku. Jika berasal dari laporan hasil penelitian (PTK),
sistematikanya mengikuti laporan PTK. Jika berupa tinjauan ilmiah di bidang
pendidikan sekurang-kurangnya memuat komponen berikut (Pedoman Penilaian
Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guna Mendukung
Pengembangan Profesi Guru Pembelajar/PPGP, 2016).
Bagian Awal: Judul, Abstrak
1. Bab Pendahuluan yang menjelaskan tentang Latar Belakang
Masalah, Perumusan Masalah.
2. Bab Kajian Teori/Tinjauan Pustaka
3. Bab Pembahasan Masalah yang didukung data-data yang ada di
satuan pendidikannya. Yang sangat perlu disajikan pada bab ini
adalah kejelasan ide atau gagasan asli si penulis yang terkait
dengan upaya pemecahan masalah di satuan pendidikannya (di
sekolahnya).
4. Bab Simpulan
Bagian Penunjang: Daftar Pustaka
Jika berupa Best Practice, sistematikanya sebagai berikut.
Bagian Awal: judul dan abstrak atau ringkasan
1. Bab Pendahuluan yang menjelaskan tentang Latar Belakang
Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan, dan Manfaat
2. Bab Kajian/Tinjauan Pustaka
3. Bab Pembahasan Masalah yang didukung data berasal dari satuan
pendidikannya. Cara pemecahan masalah yang menguraikan
langkah-langkah atau cara-cara dalam memecahkan masalah,
termasuk hambatan hambatan yang harus diatasi yang dituangkan
secara rinci. (Hal yang sangat perlu disajikan, pada bab ini, adalah
keaslian, kejelasan ide/gagasan, dan kecemerlangan ide terkait
dengan upaya pemecahan masalah di sekolah/madrasahnya.
Uraian ini merupakan inti tulisan Best Practice.
4. Bab Kesimpulan.
Bagian Penunjang: daftar pustaka
Dari dua sistematika tersebut, persamaan dari kedua bentuk karya ilmiah
tersebut adalah sama-sama terdiri atas empat bab. Selain itu, tulisan tersebut
berawal latar belakang masalah dan rumusan masalah. Karena ada rumusan
masalah, tentu ada solusi atau cara yang ditempuh untuk mengatasi masalah. Selain
itu, kedua tulisan itu memuat kajian teori/pustaka. Yang membedakannya adalah
pada bagian pendahuluan tinjauan ilmiah tidak dilengkapi dengan tujuan dan
manfaat sebagaimana dalam best practice.
Selain itu, pada tinjauan ilmiah pembahasan masalah harus memuat kejelasan
ide atau gagasan asli si penulis yang terkait dengan upaya pemecahan masalah di
satuan pendidikannya atau di sekolahnya. Gagasan tersebut harus didukung data-
data yang ada di sekolah, namun tidak terlalu rinci menjelaskan langkah-langkah dan
hambatan yang terjadi.
Pada best practice pembahasan memuat cara pemecahan masalah yang
menguraikan langkah-langkah atau cara-cara dalam memecahkan masalah, termasuk
hambatan-hambatan yang harus diatasi yang dituangkan secara rinci. Hal yang
sangat perlu disajikan adalah keaslian, kejelasan ide/gagasan, dan kecemerlangan
ide terkait dengan upaya pemecahan masalah di sekolah/madrasahnya. Uraian ini
merupakan inti tulisan Best Practice.
Dengan mencermati sistematika tersebut, dapat dijelaskan langkah-langkah
penyusunan tinjauan ilmiah dan best practice, yaitu:
1. Menemukan atau merasakan adanya masalah
Berbeda dengan PTK yang masalahnya harus ada di lingkup kelas, dalam tinjauan
ilmiah dan best practice masalah bisa di satu kelas, di seluruh kelas dalam satu
sekolah, atau di luar kelas, dapat berupa masalah pembelajaran atau di luar
pembelajaran. Misalnya di sebuah sekolah, terdapat masalah terkait dengan budaya
literasi yang belum terbentuk. Peserta didik malas membaca, diberi tugas membaca
pun sering tidak dilaksanakan.
2. Menentukan solusi
Menentukan solusi haruslah logis, masuk akal, mudah dilaksana-kan, tidak
memerlukan biaya yang tinggi, dan kreatif serta inovatif. Jika masalah terjadi dalam
pembelajaran di kelas, guru dapat memilih solusi dengan memilih pendekatan,
model, atau metode pembelajaran, menggunakan media, atau sumber belajar yang
belum pernah digunakan sebelumnya. Model atau metode pembelajaran dapat dipilih
dari yang sudah ada atau dapat memodifikasi atau menciptakan sendiri. Media yang
digunakan juga dapat dipilih dari media yang sudah ada atau media yang diciptakan
sendiri. Solusi untuk masalah di luar pembelajaran dapat ditentukan dengan teknik
atau cara yang efektif, kreatif, namun ekonomis. Misalnya untuk mengatasi
rendahnya budaya literasi di sekolah, kita dapat memilih solusi menerapkan program
BCL (baca, cerita, lomba). BCL diterapkan dengan teknik setiap hari ada siswa yang
ditunjuk harus bercerita dari hasil membaca, di akhir semester diadakan berbagai
lomba literasi (baca puisi, resensi buku, menulis cerpen, dll.)
3. Mengkaji pustaka
Mengkaji pustaka merupakan bagian yang harus dilakukan sebelum menulis, bahkan
sebelum menentukan solusi. Kegiatan ini dilakukan dengan mencari buku atau
bacaan yang relevan, membaca, mencatat teori atau pernyataan yang sesuai dengan
topik yang akan ditulis. Setelah ada catatan, penulis mengutip dan menuliskan hasil
kutipan dalam bab kedua. Menulis bab kedua bukan sekadar mengumpulkan kutian-
kutipan, tetapi menganalisis, mengkaji, mengulas, dan menyimpulkan. Sering terlihat
orang mengutip pendapat dari buku ke buku lain, namun tidak membahasnya.
Akhirnya, tulisan tampak seperti tempelan-tempelan teori saja yang tidak bermakna.
4. Menerapkan solusi
Langkah berikutnya adalah menerapkan solusi yang telah dipilih berdasarkan teori
yang dikaji. Kegiatan ini disertai dengan observasi, pencatatan, pengumpulan data,
pendokumentasian. Berbagai kegiatan tersebut akan mempermudah penulis untuk
mengumpulkan data, menganalisis, dan melaporkannya dalam bentuk tinjauan ilmiah
ataupun best practice.
5. Menganalisis data
Data yang telah dicatat, dipilih yang penting untuk dianalisis. Dari berbagai bentuk
pencatatan, data dapat dihubung-hubungkan untuk kemudian disimpulkan sesuai
dengan yang diprediksi atau ditargetkan sebelumnya.
6. Menulis laporan lengkap
Semua yang telah dilakukan dan menunjukkan hasil sesuai dengan yang diharapkan
ditulis dalam bab demi bab sesuai dengan sistematika yang ditentukan. Menulis
laporan pastilah tidak sekali jadi. Harus melalui proses draf, revisi, dan finaslisasi.
Yang harus diingat, jangan berhenti menulis dalam waktu yang lama karena yang
demikian biasanya akan menjadikan lupa, malas, dan gagal.
7. Untuk menjadikan tulisan kita menjadi artikel ilmiah, kita harus mengirimkannya ke
jurnal ilmiah. Pilihlah jurnal yang sesuai dari mulai tingkatan yang rendah baru ke
yang tingkat tinggi jika sudah menjadi penulis yang andal.

Tips Penggunaan Bahasa dalam Menulis Karya Ilmiah

Menulis karya ilmiah pastilah tidak dapat dipisahkan dari keterampilan


menggunakan bahasa. Ide, gagasan menulis, dan pengalaman merupakan isi karya
ilmiah, sedangkan bahasa adalah media karya ilmiah. Suyono dkk. (2015:4)
menjelaskan bahwa bahasa dalam artikel ilmiah hasil penelitian dipilih berdasarkan
prinsip kemudahan dan kedekatan dengan pembaca. Meskipun demikian, aturan
kebakuan dan kefektifan juga perlu tetap diperhatikan.
Sebelum menulis karya ilmiah, perlu diperhatikan cara penulisan kalimat yang
sesuai dengan kaidah yang benar. Kalimat ilmiah yang sesuai dengan kaidah dapat
ditelusuri dalam tataran pembentukan kata dan diksi, keutuhan struktur kalimat,
kejelasan kalimat, ketepatan penggunaan kata hubung, ketepatan penggunaan kata
baku, serta penggunaan kalimat bernalar (Suyono dkk., 2015:12).
1. Keutuhan struktur kalimat
Kalimat utuh adalah kalimat yang keseluruhan strukturnya lengkap. Kelengkapan
struktur kalimat meliputi subjek, predikat, objek, keterangan, dan pelengkap.

Hasil survei bahwa peserta didik yang sering berbuat


onar di kelas memiliki prestasi yang kurang baik.
Kalimat tersebut tidak benar atau tidak utuh karena tidak memiliki predikat atau
kalimat tersebut belum selesai. Kalimat yang benar adalah: Hasil survei
membuktikan bahwa peserta didik yang sering berbuat onar di kelas memiliki prestasi
yang kurang baik.
2. Kejelasan kalimat
Kejelasan kalimat perlu diperhatikan dalam penulisan karya ilmiah. Kalimat yang jelas
mampu menyampaikan gagasan yang jelas pula kepada pembaca. Kejelasan kalimat
dapat dilihat berdasarkan tipe struktur kalimat yang digunakan.
Kepala sekolah prakarsai pembangunan perpustakaan
untuk melengkapi sarana sekolah.
Kalimat tersebut tidak jelas strukturnya, aktif atau pasif. Agar menjadi kalimat yang
jelas harus diubah menjadi: Kepala sekolah memprakarsai pembangunan
perpustakaan untuk melengkapi sarana sekolah.
3. Ketepatan penggunaan kata hubung
Kata hubung adalah kata-kata yang digunakan untuk menghubungkan kata dengan
kata, klausa dengan klausa, atau kalimat dengan kalimat. Misalnya: dan, atau,
dengan, bahwa, namun, meskipun, sedangkan, bahkan, karena, oleh sebab itu,
untuk, dan sebagainya.
Dalam penelitian ini mengkaji tentang “Sikap sekolah
dan orang tua terhadap kebiasaan anak menonton
televisi”.
Penggunaan kata dalam kurang tepat sehingga harus dihilangkan.
4. Ketepatan penggunaan kata baku
Kata-kata yang digunakan dalam karya ilmiah haruslah kata-kata yang baku. Kata
baku adalah kata yang benar, baik dilihat dari bentuk maupun ejaannya.
Sistim belajar 5 hari seminggu memunculkan pendapat
pro dan kontra dari masarakat.
Dalam kalimat tersebut ada tiga kata tidak baku yaitu “sistim”, “5”, dan “masarakat”.
Kata yang baku adalah “sistem”, “lima”, dan “masyarakat”.

5. Penggunaan kalimat bernalar


Kalimat yang digunakan dalam karya ilmiah haruslah kalimat bernalar, kalimat
yang tidak ambigu, tidak rancu, logis, dan mudah dipahami. Berikut ini adalah
contoh-contoh kalimat yang tidak bernalar.
 Peserta didik baru mengikuti kegiatan studi wisata.
 Meskipun sudah diterapkan berbagai metode, namun
prestasi siswa belum meningkat.
 Negatif dalam pemahaman ini, siswa bisa saja merasa malu
dengan dirinya masuk salah satu daftar nama penerima,
karena tak jarang pengajuan untuk mendapatkan bantuan
memang dari pihak orang tua yang telah menerima informasi
adanya pemberian bantuan dengan melengkapi persyaratan
tertentu sehingga situasi ini bisa tidak dipahami oleh anak,
terlebih anak jaman sekarang yang ada kecenderungan tampil
dengan gaya mengarah “hedonisme” bersifat
duniawi tidak memandang siapa dirinya, yang ada hanyalah
selalu bisa tampil sebagaimana teman yang lain.

Kalimat pertama ambigu atau bermakna ganda, kata “baru” dapat dimaknai
dengan “peserta didik baru”, juga dapat dimaknai “baru mengikuti”. Kalimat kedua
rancu karena ada penggunaan konjungsi yang kurang tepat. Konjungsi “meskipun”
dan “tetapi” harus digunakan salah satu. kalimat ketiga sulit dipahami karena sangat
panjang dan kurang logis.

Cara menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar untuk menulis karya
ilmiah dapat dipelajari dan diupayakan. Ada beberapa cara yang dapat ditempuh:
banyak membaca, sering berlatih, sering bertanya, dan sering meminta saran kepada
orang yang lebih tahu.
F. Penutup
Untuk dapat menghasilkan sebuah karya tulis diperlukan kegigihan dan
ketekunan. Orang yang kurang berbakat, namun gigih, memiliki peluang lebih besar
untuk menghasilkan karya tulis daripada orang berbakat, namun kurang gigih.
Jangan menjadikan waktu dan kesibukan sebagai alasan untuk tidak menulis.
Sempatkan menulis, kurangi aktivitas yang kurang bermanfaat.
Menulis karya ilmiah sangat bermanfaat, baik bagi penulis maupun bagi
pembaca. Secara psikologis, menulis akan mendatangkan rasa kepuasan bagi
penulis. Secara sosiologis, dengan menulis orang akan mampu menyampaikan segala
ide, gagasan, kritik kepada masyarakat. Secara ekonomis, menulis akan
mendatangkan poin dan juga koin.
Penelitian pendidikan, khususnya PTK wajib dimiliki oleh guru yang
bergolongan III/d ke atas yang menginginkan kenaikan pangkat. Artikel ilmiah dalam
jurnal ber-ISSN wajib dimiliki guru bergolongan IV/a ke atas yang menginginkan
kenaikan pangkat. Oleh karena itu, mari kita melaksanakan PTK dan menulis karya
tulis di jurnal ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

Asul Wiyanto & Mustakim. (2012). Panduan Karya Tulis Guru. Yogyakarta: Pustaka Ghratama.
Iskandar. (2013). Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial. Jakarta: Referensi.
Kemendiknas. (2010). Pedoman Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dan Angka
Kreditnya. Jakarta, Direktorat Jenderal PMPTK.
Kemendiknas. (2010). Pedoman Penilaian Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
(PKB). Jakarta, Direktorat Jenderal PMPTK.
Leo Idra Ardiana. (2003). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdiknas, Direktorat Pendidikan
Dasar dan Menengah.
Mc Niff, Jean. (1988). Action Research: Principles and Practice. Great Britain: Mackays of Chatham.
Suhardjono. 2006. Pengembangan Profesi Guru dan Karya Tulis
Ilmiah. (makalah). http://www.lpmpjabar.go.id. diakses 2 Oktober 2013.
Suherli. (2007). Menulis Karangan Ilmiah, Kajian dan Penuntun dalam Menyusun Karya Tulis
Ilmiah. Depok: Arya Duta.
Sukamto. (2000). Pedoman Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) . Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Pendidikan Tinggi
---- Permenpan dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya
Sukidin dkk. (2008). Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Insan Cendekia.
Supardi & Suhardjono. (2013). Strategi Menyusun Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Andi
Offset.
Suyono dkk. (2015). Cerdas Menulis Karya Ilmiah. Malang: Gunung Samudera.
Zaenal Arifin. (2008). Dasar-dasar Penulisan Karya Ilmiah . Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
KETENETUAN PENULISAN
JURNAL WAHANA KARYA GURU

1. Naskah belum pernah dimuat/diterbitkan atau dalam proses penerbitan di jurnal/media lain.
2. Naskah diketik dengan memperhatikan kaidah Bahasa Indonesia dan Pedoman Ejaan Umum
Bahasa Indonesia.
3. Naskah diketik 1,5 spasi pada kertas A4 dengan huruf Times New Roman berukuran 9,
sebanyak 11-15 halaman.
4. Judul naskah maksimal 14 kata, ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
5. Abstrak maksimal 200 kata ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dengan 1
spasi.
6. Naskah yang dimuat dalam jurnal ini meliputi hasil penelitian atau
kajian/pemikiran/gagasan atau laporan best practice dalam bidang pendidikan dan
kebudayaan.
7. Naskah hasil penenlitian PTK/PTS memuat judul, nama penulis, alamat lembaga penulis, e-
mail penulis, abstrak, kata kunci dan isi. Isi naskah mempunyai sistematika sebagai berikut.
a. Pendahuluan meliputi latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan penelitian.
b. Kajian pustaka yang mencakup teori/pendapat ahli dan hasil penelitian yang relevan,
kerangka pikir, hipotesis, dan indikator keberhasilan tindakan.
c. Metode yang berisi metode penelitian yang digunakan, tempat dan waktu, prosedur
penelitian, teknik pengumpulan dan teknik analisis data.
d. Hasil dan pembahasan menyajikan hasil penelitian sesuai dengan rumusan permasalahan dan
tujuan penelitian, menganalisis/ membahas hasil penelitian dengan teori dan hasil penelitian
yang relevan yang telah dikaji, menghubungkan hasil penelitian dengan kebijakan publik di
bidang pendidikan dan kebudayaan.
e. Simpulan dan Saran. Simpulan berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, menjawab
pertanyaan dari rumusan masalah penelitian, bukan ringkasan dari pembahasan. Saran dibuat
berdasarkan simpulan dan berisi rekomendasi yang aplikatif, akademik, atau berimplikasi
pada kebijakan.
f. Pustaka acuan terbitan 10 tahun terakhir, kecuali bahan kajian historis dapat digunakan
pustaka klasik (tua) terbitan lebih dari 10 tahun terakhir.
8. Naskah kajian/pemikiran/gagasan atau best practice memuat judul, nama penulis, alamat
lembaga penulis e-mail penulis, abstrak, kata kunci dan isi. Isi naskah mempunyai sistematika
sebagai berikut.
a. Pendahuluan meliputi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan.
b. Kajian pustaka menyajikan hasil kajian teori sesuai dengan rumusan permasalahan/tujuan
kajian/pengembangan teori/konsep, hasil analisis kajian dihubungkan dengan kebijakan publik
bidang pendidikan dan kebudayaan.
c. Pustaka-pustaka acuan, artikel kajian/pemikiran/gagasan minimal berjumlah 10 pustaka dan
terbitan 10 tahun terakhir, kecuali bahan kajian historis dapat digunakan pustaka klasik (tua)
terbitan lebih dari 10 tahun.
9. Pustaka rujukan dari internet dianjurkan dari acuan yang akuntabel.
10. Penulisan daftar pustaka diurutkan sebagai berikut:
Nama penulis (Khusus Inggris dibalik dengan pemisah tanda koma. Tahun penerbitan dalam
kurung. Judul buku atau tulisan dicetak miring. Kota tempat penerbitan diikuti tanda titik dua.
Nama penerbit.
Setiap pustaka diketik dengan jarak 1 spasi. Antar pustaka diberi jarak 2 spasi setiap pustaka yang
lebih dari 2 baris, baris kedua dan seterusnya diketik masuk dalam sebanyak 5 ketukan.

Contoh daftar Pustaka:

Borg, Walter, R. & Gall, M., D. (1989). Educational research: an introduction (4th ed). New York
London: Longman.

Estu Miyarso. (2009). Multimedia Interaktif untuk Pembelajaran Sinematografi . Tesis. Yogyakarta:
Program Studi Teknologi Pembelajaran Pasca Sarjana UNY.

11. Naskah dikirim secara online melalui e-mail: wk_guru@gmail.com


12. Penulis tidak keberatan jika naskah yang dikirim mengalami penyuntingan atau perbaikan
tanpa mengubah isinya.
13. Isi jurnal merupakan tanggung jawab penuh penulis.

Anda mungkin juga menyukai