Anda di halaman 1dari 10

MENULIS OPINI DI MEDIA MASSA

(SUATU PENGALAMAN)1
Oleh: Topo Santoso
Dosen FHUI, Depok

Pengantar
Berapa banyaknya orang yang mengirim tulisan di Kompas dan tidak pernah dimuat?
Berapa kali seorang penulis mengirim tulisannya untuk akhirnya dimuat di Kompas? Apakah
seorang penulis yang tulisannya pernah dimuat selanjutnya akan terus dimuat? Apakah faktor
"terkenal" memengaruhi dimuatnya tulisan atau tidak? Apakah gelar seseorang penulis akan
membuat tulisannya akan dimuat? Apakah faktor yang membuat tulisan ditolak untuk dimuat?
Syarat apa sajakah agar tulisan bisa dimuat? Apa keuntungan seseorang yang tulisannya dimuat
di media massa? Apa perbedaan utama antara tulisan ilmiah populer dengan tulisan ilmiah?
Bagaimana strategi agar tulisan kita dimuat di media massa?
Berbagai pertanyaan di atas mungkin ada dalam benak kita jika kita berbicara tentang
penulisan Opini di koran, khususnya di Kompas. Saya pernah mendapat informasi dari seorang
redaktur opini Kompas, pada pelatihan beberapa waktu lalu bahwa setiap hari ada sekitar 80-100
artikel diterima redaksi Kompas dan hanya sekitar 3-5 artikel dimuat setiap harinya. Artinya
hanya sekitar 3-5 persen saja tulisan yang dapat diterima untuk dimuat di koran ini. Apakah
sisanya adalah tulisan yang tidak bagus dan tidak menarik? Belum tentu juga, sebab saking
terbatasnya tempat, banyak tulisan yang bagus dan menarik juga tidak dapat dimuat. Biasanya
kita akan diberi keterangan : " Setelah membaca dan mempelajari substansi yang diuraikan di
dalamnya, akhirnya kami menilai ARTIKEL tersebut tidak dapat dimuat di harian Kompas -->
kesulitan mendapatkan tempat.

Motivasi Menjadi Penulis

1
Disampaikan pada Diskusi Online tentang Penulisan Opini di Media Massa, Diselenggarakan Bidang Studi Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 24 April 2020.

1
Banyak keuntungan yang bisa didapat seorang penulis opini di media massa, seperti
Kompas. Apa saja? Pertama-tama dengan menulis Opini di media massa maka pandangan kita,
gagasan kita, pendapat kita, solusi yang kita tawarkan, argumen yang kita ajukan, kritik kita
semua akan dapat dibaca lebih banyak orang, lebih banyak kalangan dibandingkan kita hanya
membicarakannya di lingkungan terbatas. Alih-alih kita mencela dan mengkritik berbagai hal di
depan satu atau beberapa orang, tentu lebih baik kita menuliskannya agar dapat dibaca banyak
pihak, termasuk pembuat kebijakan.
Keuntungan lainnya, karena pandangan/ pendapat/ gagasan/ solusi/kritik yang kita
ajukan dianggap penting/ bagus dan menarik maka kita akan mulai mendapat tempat di kalangan
para pembaca/ pengambil kebijakan/ berbagai lembaga dan dianggap sebagai seorang
narasumber pada bidang tertentu. Khususnya jika kita menulis secara ajeg pada satu bidang
tertentu atau yang berkaitan dengan itu. Keuntungan berikutnya, selain nama kita mulai dikenal
dan diakui, maka kita juga dapat mengangkat pamor dari lembaga tempat kita bernaung, bekerja,
atau berafiliasi.
Meski tidak selalu menjadi tujuan, tetapi ada juga keuntungan lain yang kita dapatkan
ketika menjadi penulis, yaitu keuntungan finansial mendapatkan tambahan penghasilan dari
honor menulis. Saya memiliki pengalaman pada awal menulis di koran, komputer pertama yang
saya miliki adalah hasil dari menulis di koran yang saya lakukan secara rutin. Tentu, apabila
menulis dengan kontinyu, keuntungan yang satu ini tidak bisa dianggap kecil.

Apa Syarat Tulisan dimuat?


Ketika pertama kali mengirim di Kompas beberapa tahun lalu, saya mendapat keterangan ini,
yaitu apa kriteria umum untuk artikel Kompas:
1. Asli, bukan plagiasi, bukan saduran, bukan terjemahan, bukan sekadar kompilasi, bukan
rangkuman pendapat/buku orang lain.
2. Belum pernah dimuat di media atau penerbitan lain termasuk Blog, dan juga tidak dikirim
bersamaan ke media atau penerbitan lain.
3. Topik yang diuraikan atau dibahas adalah sesuatu yang aktual, relevan, dan menjadi persoalan
dalam masyarakat.

2
4. Substansi yang dibahas menyangkut kepentingan umum, bukan kepentingan komunitas
tertentu, karena Kompas adalah media umum dan bukan majalah vak atau jurnal dari disiplin
tertentu.
5. Artikel mengandung hal baru yang belum pernah dikemukakan penulis lain, baik informasinya,
pandangan, pencerahan, pendekatan, saran, maupun solusinya.
6. Uraiannya bisa membuka pemahaman atau pemaknaan baru maupun inspirasi atas suatu
masalah atau fenomena.
7. Penyajian tidak berkepanjangan, dan menggunakan bahasa populer/luwes yang mudah
ditangkap oleh pembaca yang awam sekalipun. Panjang tulisan 3,5 halaman kuarto spasi ganda
atau 700 kata atau 5000 karakter (dengan spasi) ditulis dengan program Words.
8. Artikel tidak boleh ditulis berdua atau lebih.
9. Menyertakan data diri/daftar riwayat hidup singkat (termasuk nomor telepon / HP), nama
Bank dan nomor rekening.

Bagaimana Memulai Menulis?


Darimana kita mulai menulis? Pertama-tama tentu kita menentukan apa topik yang akan
kita tulis. Topik itu sebaiknya sesuatu isu yang menarik, sedang hangat dibicarakan, serta penting.
Apakah sedang ada isu atau permasalahan yang berkaitan dengan topik tersebut? Kadang topik
itu kita peroleh dari berita di berbagai media massa, suatu kejadian tertentu yang menarik, event
atau peristiwa atau kegiatan tertentu, peringatan tertentu, dan sebagainya. Apakah sudah ada
tulisan tentang topik tersebut? Jika sudah ada, apakah ada aspek lain yang belum ditulis? Banyak
sumber inspirasi tulisan kita, misalnya kita rajin membaca dan mengikuti berita di media massa,
berdiskusi, mengikuti kegiatan ilmiah, dsb.
Kita juga perlu bertanya, apakah kita cukup menguasai topik tersebut? Apakah kita
memiliki pengetahuan yang memadai tentang topik dan isu atau masalah tersebut? Apakah kita
perlu melakukan riset singkat tentang topik, isu dan masalah tersebut? Apakah kita perlu
berdiskusi dengan seseorang yang menguasai permasalahan tersebut? Untuk menguasai topik,
isu atau permasalahan tersebut, kita tidak mesti menjadi Profesor atau Doktor terlebih dahulu.
Seorang sarjana atau magister pun sudah bisa menulis apabila mempunyai pengetahuan atau

3
pengalaman berkaitan dengan topik yang akan ditulis. Seorang guru akan dapat menulis
permasalahan tentang pendidikan. Seorang petani yang berpengalaman akan dapat menulis
persoalan pertanian. Seorang pengamat olahraga yang berpengalaman akan mudah menulis
tentang perhelatan olahraga. Singkat cerita, tidak ada halangan bagi kita, bagaimanapun
pendidikan kita, dan tidak perlu minder dengan para penulis yang sudah memiliki kualifikasi
pendidikan tinggi ataupun bergelar profesor. Tidak semua profesor tulisannya dapat dimuat di
Kompas. Sementara tidak sedikit seseorang yang baru S1 , tulisannya bisa berkali-kali dimuat.
Kalau tidak memiliki sesuatu, bagaimana kita dapat memberi/ berbagi? Ini sama dengan
menulis. Kalau kita tidak memiliki suatu pengetahuan atau informasi tertentu, bagaimana kita
akan berbagi kepada orang lain melalui tulisan kita? Jadi, kita mesti menyadari bahwa untuk
dapat menulis yang akan dibaca orang baca, kita mesti rajin memperkaya diri kita dengan
pengetahuan dan informasi. Maka, rajin-rajinkan membaca, berdiskusi, mengikuti berbagai
akvitivas yang akan memperkaya wawasan dan pengetahuan kita.
Setelah menentukan topik dan permasalahan yang akan kita tulis, langkah berikutnya
adalah membuat outline tulisan kita. Apa yang akan kita tulis terkait topik dan masalah tertentu?
Bagaimana bangunan artikel kita? Umumnya, tulisan mengandung tiga hal penting yaitu latar
belakang masalah dan masalah yang akan ditulis. Isu apa saja yang akan dibahas dalam tulisan.
Pembahasan masing-masing sub topik atau beberapa masalah yang diangkat. Ini semacam
diskusi mengenai beberapa masalah tersebut. Selanjutnya diakhir dengan semacam penutup
yang bisa merupakan kesimpulan, solusi, atau bahkan memunculkan isu lanjutan yang perlu
dibahas ke depan.
Kemampuan berbahasa Indonesia merupakan hal yang sangat penting bagi seorang
penulis. Tidak jarang penulis tidak tahu apa itu paragraf dan apa itu kalimat. Kadang juga,
menggunaan kata yang tidak tepat. Penulis ada juga yang tidak mengetahui kata depan dan
awalan. Kita juga sering melihat kalimat yang sangat panjang. Ada juga penulis yang membuat
paragraf yang tidak jelas ide pokoknya serta tidak dapat mengembangkan paragraf. Kelamahan
lainnya adalah membuat kalimat yang terlalu kaku dan tidak menarik.
Bagi kalangan hukum, ada juga masalah yang perlu diatasi yaitu sudah terbiasa membuat
karangan ilmiah hukum dengan kalimat yang panjang dan berbelit, menggunakan kosakata

4
hukum yang sulit difahami kalangan umum, bahkan kalimat seperti dalam dokumen hukum. Ini
harus diatasi dengan membiasakan menulis lebih menarik, lebih singkat, padat, dan mudah
difahami. Saya sendiri memiliki cara agar lebih mudah bisa menulis yakni sering membaca novel
ataupun tulisan populer lainnya.
Apabila kita sudah memiliki outline maka mulailah menulis draft pertama dari artikel kita.
Ingat ketentuan yang berlaku di setiap media massa misalnya jumlah kata atau karakter. Kaidah
pertama untuk memulai menulis adalah jangan menilai dulu tulisan kita sebelum selesai. Jangan
sampai kita baru menulis kalimat pertama sudah kita evaluasi dan nilai sendiri dan akhirnya kita
hapus lagi kalimat itu. Tidak ada yang langsung sempurna pada awalnya. Jadi teruskan saja
menulis hingga selesai draft pertama kita.
Setelah kita memiliki draft pertama tulisan kita, maka langkah berikutnya kita melihat
apakah semua bagian dari outline yang kita tulis sudah dibahas. Ingat bahwa tulisan kita jangan
terlalu deskriptif karena jadi kurang menarik. Artikel mestilah menarik untuk dibaca. Sebaiknya,
artikel bersifat analitis. Tetapi, meski ilmiah dan analitis, karena sifatnya populer maka kita juga
mesti membuat tulisan yang enak untuk dibaca, bisa diselingi ilustrasi, contoh, dsb. Apabila
sudah terbahas semua bagian dari outline itu, maka baik juga apabila draft tulisan kita dibaca
orang lain untuk mendapat saran dan masukan. Bagi penulis yang sudah terbiasa menulis, outline
yang saya bahas tadi, dapat saja hanya outline yang terfikir di kepala kita tanpa perlu ditulis.
Begitu juga, draft kita tidak perlu selalu harus dibaca orang lain untuk mendapat masukan. Ini
semua akhirnya tergantung pada jam terbang, pengalaman, serta kebutuhan kita sendiri.
Setelah tulisan kita siap dan kita yakin untuk bisa dikirimkan, maka kirimkan artikel itu
melalui email dan dilengkapi dengan data diri kita yang lengkap, sebagaimana dipersyaratkan
oleh setiap media massa. Biasanya artikel dikirim ke editor opini atau desk opini. Ingat, alamat
email harus tepat. Setelah dikirimkan, kita dapat saja mengkonfirmasi apakah artikel kita sudah
diterima redaksi atau belum. Apabila belum diterima maka kita perlu kirimkan ulang artikel
tersebut. Dalam beberapa hari biasanya, apabila tidak dimuat, kita akan menerima
pemberitahuan bahwa artikel tidak dapat dimuat berikut alasannya.
Apabila artikel kita ditolak, jangan berputus asa. Dunia belum runtuh karena tulisan kita
ditolak. Ada banyak penulis yang awalnya berkali-kali ditolak, bahkan ada yang hingga 5,10,15

5
atau bahkan 20 kali ditolak. Kita tidak perlu menyalahkan editor atau koran tersebut, jika tulisan
kita ditolak. Barangkali tulisan kita belum bisa dimuat, bukan karena kualitasnya, tetapi karena
sulitnya ruang untuk memuatnya. Ingat bahwa, setiap hari Kompas menerima sekitar 80-100
artikel, dan yang bisa dimuat hanya 3-5 tulisan saja. Baiknya kita melakukan evaluasi apa yang
membuat tulisan kita belum diterima dan perbaikan apa yang mesti dilakukan. Setelah itu,
cobalah menulis lagi dan kirimkan kembali hingga suatu saat bisa dimuat.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Contoh Tulisan

Judul yang SIngkat/padat/ menarik dan menggambarkan isi tulisan


Nama Penulis ditulis secara jelas dan lengkap, tidak perlu gelar
Status dan Afiliasi penulis: misalnya dosen, ketua lembaga, mahasiswa Program Doktor, guru,
komisioner, pengamat, aktivis

KETIKA KEJAHATAN MENYENTAK KESADARAN KITA


Oleh: Topo Santoso
Guru Besar Hukum Pidana dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Bagian awal/ Intro : Ada inti masalah dan ada fokus tulisan, ditulis dengan menarik dan lugas
“Mengapa tersangka hanya diancam 10 tahun untuk kebiadaban yang dilakukan?”.
Pertanyaan itu diajukan seorang ibu yang geram dan marah atas berita perkosaan dan
pembunuhan YY oleh 14 orang, yang sebagian besar berumur di bawah 18 tahun.
Pertanyaan itu mungkin mewakili banyak masyarakat lain di negeri ini.

Elaborasi dan permasalahan dan data/informasi penting


Tentu saja dalam hal ini emosi dan rasa marah warga berhadapan dengan ketentuan
adanya perlakuan khusus bagi anak-anak yang melakukan tindak pidana. Mereka
dianggap belum memiliki kesadaran sepenuhnya dalam melakukan tindakannya. Di

6
berbagai negara, ada pengaturan khusus baik dalam hukum pidana materiil maupun
hukum acara pidana. Dalam hukum pidana materiil misalnya, ancaman hukuman
setengah lebih rendah, dalam hal ancaman pidana mati atau seumur hidup, hanya
diancam 10 tahun, dalam usia tertentu malahan hanya boleh dijatuhi tindakan.
Sementara dalam hukum acara pidana, ada kekhususan bagi mereka, misalnya penyidik,
penuntut atau hakim mengenakan pakaian yang berbeda, ruangan sidang yang berbeda,
dan sebagainya. Intinya, bagi anak di bawah umur tertentu, diminimalisir adanya
stigmatisasi yang merupakan faktor bagi perilaku delinkuensi yang lebih serius.

Pembahasan permasalahan, data/fakta/ teori/ konsep dll yang dapat dibagi pada beberapa sub

pembahasan
Paradigma Pemidanaan
Hanya saja, bagi masyarakat, rasa marah karena kejahatan sadis semacam itu, tetap sulit
dihilangkan dengan penjelasan tersebut. Bagi masyarakat luas, kejahatan mesti dibalas
dengan hukuman setimpal, siapapun pelakunya. Paradigma yang masih luas dianut,
retribusi. Sebagian masyarakat ingin pelaku dihukum berat agar “kapok” dan tidak
mengulangi lagi (special deterrence) atau agar kejahatan seperti itu tidak diikuti orang
lain, agar orang lain takut konsekuensi hukuman jika melakukan hal yang sama (general
deterrence).

Padahal, paradigma pemidanaan sudah lama berkembang, dimana hukuman dijatuhkan


utamanya adalah untuk merehabilitasi pelaku, resosialisasi pelaku, pembinaan bagi
pelaku, agar kembali menjadi manusia yang normal sebagaimana anggota masyarakat
lainnya. Kini bahkan makin berkembang pendekatan baru yakni restorative justice.
Kelemahan dari hukuman penjara sudah lama menjadi bahan kajian. Bahkan sekalipun
telah banyak dilakukan perubahan dan sudah ada standard bagi pemasyarakatan, studi
yang dilakukan di berbagai negara masih menunjukkan adanya kelemahan program-
program dalam tujuan membina kembali para narapidana (warga binaan
pemasyarakatan). Tingkat keberhasilan yang biasanya dilihat pada recidivism rate (angka

7
pengulangan kejahatan) belum bisa dikatakan tercapai. Riset-riset yang ada menunjukkan
data yang berbeda-beda, kurang meyakinkan bahwa pemidanaan yang dilakukan dengan
corrections, pembinaan, pemasyarakatan sudah efektif.

Sarana Penal dan Non Penal


Peristiwa kejahatan bisa dijelaskan dengan menggunakan teori-teori Kriminologi seperti
routine activity atau teori lainnya. Melalui teori ini (yang memfokuskan pada situasi
kejahatan) bisa dijelaskan ketiga hal penting yang membuat kejahatan itu terjadi, yakni
adanya motivated offenders atau a likely offender (pelaku yang memiliki motivasi
melakukan kejahatan), adanya a suitable target (target yang bisa menjadi sasaran
pelaku), dan ketiga, the absence of a capable guardian (ketiadaan penjaga yang mampu
melindungi). Jika ketiga hal ini bertemu pada satu waktu dan satu tempat maka terjadilah
kejahatan. Meski menarik, teori ini dianggap kontroversial bagi sebagian kalangan sebab
mengabaikan sebab-sebab yang sifatnya social untuk terjadinya kejahatan.

Masih banyak teori lainnya yang bisa digunakan menjelaskan peristiwa-peristiwa


kejahatan. Namun, bagi masyarakat umumnya, pertanyaan terbesar yang muncul adalah,
apa hukuman yang setimpal bagi pelaku kejahatan? Bagaimana agar kejahatan semacam
itu tidak terjadi (lagi)? Apa upaya penegak hukum dalam melindungi masyarakat agar
tidak menjadi korban kejahatan? Apakah undang-undang yang ada serta ancaman
hukumannya perlu diubah agar lebih melindungi masyarakat dan mencegah orang
melakukan kejahatan? Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi
warga nya dari ancaman kejahatan yang terasa kian mengepung?

Solusi atau rekomendasi atas suatu masalah juga perlu kita tawarkan dengan cara menarik

Sejatinya, pertanyaan-pertanyaan di atas bukan hanya dilontarkan masyarakat kita.


Dimanapun di seluruh dunia, masyarakat berhadapan dengan masalah sosial yang
bernama kejahatan. Akan tetapi, kejahatan sebagai masalah sosial sesungguhnya bukan

8
hanya masalah yang harus dihadapi, dicegah dan ditanggulangi penegak hukum semata.
Kita bisa melihat upaya penanggulangan masalah kejahatan dengan penal policy (sarana
hukum pidana). Di setiap masyarakat ada sistem yang bertujuan menanggulangi
kejahatan, menekannya hingga serendah mungkin, mencegah terjadinya kejahatan,
memproses pelakunya hingga dinyatakan bersalah dan menghukumnya, mencegah
masyarakat menjadi korban. Sistem itu biasa disebut dengan criminal justice system
(sistem peradilan pidana). Komponen yang bekerja dalam system ini terutama adalah
kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan, serta unsur lainnya
sesuai dengan perundang-undangan.

Di sisi lain, penanggulangan kejahatan juga harus dilakukan pada saat yang sama melalui
pendekatan non penal policy (pendekatan di luar hukum pidana). Di sini kita melihat
pentingnya institusi seperti keluarga, sekolah, perkumpulan agama, unsur pemerintahan
dari yang terendah seperti desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hingga
pemerintah pusat mestinya berperan. Di beberapa masyarakat terdapat kesatuan
masyarakat yang juga bisa berperan. Pemerintah melalui berbagai kementrian serta
lembaga-lembaganya. Bahkan dari perspektif yang luas, dalam mencegah dan
menanggulangi kejahatan ini, bisa dilakukan dengan memperbaiki ekonomi masyarakat,
pendidikan masyarakat, meningkatkan integrasi sosial, kerukunan, penguatan perspektif
terhadap perempuan dan anak, pendidikan moral, penguatan nilai-nilai, dan sebagainya
mesti dilakukan.

Bagian akhir/ penutup yang bisa berisi solusi/ masalah lanjutan yang perlu dibahas atau suatu
refleksi
Memang benar, seperti kutipan di awal, masyarakat kini menanti bagaimana proses
hukum dijalankan atas para tersangka. Apakah polisi bisa mengungkap tuntas? Apakah
jaksa bisa membawa ke pengadilan dan membuktikan kesalahan terdakwa? Apakah
hakim menjatuhkan hukuman yang sepantasnya? Namun demikian, hukum pidana
memiliki keterbatasan. Jangan berharap terlalu tinggi, bahwa dengan proses itu maka

9
kejahatan kekerasan yang meresahkan ini akan bisa dimusnahkan atau ditekan, apabila
upaya-upaya non penal tidak dilakukan. Termasuk, menangulangi factor-faktor
kriminogen dan pencetus seperti maraknya minuman keras/ obat terlarang dan film-film
vulgar yang dengan mudahnya bisa diakses dengan berbagai cara.

10

Anda mungkin juga menyukai