Anda di halaman 1dari 6

PORTOFOLIO LAPORAN MEMBACA BUKU NONFIKSI (1)

 
Nama Siswa        : Zilvy Fatchiya Zakiyyan
Kelas                     : XII IPS 2
Nomor Presensi : 25
 
Judul Buku : Agar Menulis- Mengarang Bisa Gampang
Nama Pengarang : Andrias Harefa
Tahun Terbit : 2002
Penerbit, Kota Terbit : PT Gramedia Pustakan Utama
Tebal Buku : 103 halaman

Sinopsis (Ringkasan isi buku) :


1. Keterampilan Sekolah Dasar 

Bisakah anda mengatakan kepada diri anda sendiri bahwa “saya pasti bisa mengarang, sebab
mengarang adalah keterampilan sekolah dasar?”

Pertama-tama ingin saya katakan bahwa keterampilan mengarang, entah itu karya fiksi (cerpen,
novel, dsb) atau nonfiksi (artikel, buku, dsb), adalah keterampilan tingkat sekolah dasar. Artinya,
saya berkeyakinan bahwa sampai batas tertentu SEMUA ORANG yang telah tamat SD bisa
mengarang.

Apa yang ingin saya katakan dalam kesempatan ini adalah bahwa untuk bisa mengarang orang
harus mulai dari keyakinan bahwa hal itu MEMANG BISA dilakukan, setidaknya bagi siapa saja
yang sudah pernah duduk di sekolah dasar.

2. Visi dan Motivasi

Mengarang hanya bisa gampang kalau ada tujuan, visi dan sasaran yang membangkitkan
motivasi juang.

Tentu saja orang bisa mengarang dengan tujuan sederhana untuk memperoleh uang, seperti
yang mungkin menjadi motivasi sebagian besar wartawan media-media tertentu. Orang bisa
menulis dengan tujuan memperoleh popularitas dalam tingkat tertentu. Orang bisa mengarang
dengan maksud untuk menyenangkan atau memberikan kritik kepada pihak tertentu. Orang bisa
juga mengarang untuk tujuan mempengaruhi pikiran pembacanya. Pendek kata orang bisa
mengarang dengan seribu satu macam alasan, dan itu sah-sah saja.

Apapun tujuan anda, yang penting kenalilah hal itu, sebab mengarang hanya bisa gampang kalau
ada tujuan, visi, sasaran yang membangkitkan motivasi juang. Tanpa itu, mengarang bisa jadi
sangatlah sulit, sekalipu anda sudah tamat sekolah dasar.

3. Bersikap Rasional

Rajinlah mengunyah-ngunyah pertanyaan, dan anda akan mudah menemukan ide-ide yang bisa
ditulis, sehingga mengarang bisa jadi gampang.
Bagi saya, mengarang adalah salah satu cara belajar. Banyak hal yang saya pelajari menjadi lebih
kuat melekat dalam ingatan karena saya olah menjadi tulisan. Pada saat saya menulis, berbagai
ide dan gagasan yang simpang siur harus mulai disusun secara sistematis agar dapat dipahami
orang lain dengan baik. Proses penyusunan ide-ide itu akan membawa saya pada pengenalan
akan ide-ide orang lain dan pendapat pribadi saya terhadap ide-ide tersebut. Lalu saya harus
belajar menyusun argumentasi untuk menopang ide saya agar masuk akal (rasional). Dengan
demikian, keterampilan mengarang sesungguhnya mengembangkan sikap rasional dalam diri si
pengarang itu sendiri.

4. Sumber Ilham

Apa yang ingin saya katakanlah adalah bahwa mengarang bisa gampang kalau kita punya cinta.
Segampang seorang remaja belia menulis puisi-puisi romatins ketika merasa “jatuh cinta”.

 Ketika saya mulai mengarang artikel dan buku-buku, saya merasa sedang belajar
mengekspresikan rasa cinta yang tumbuh di hati saya. Cinta itu terutama tertuju kepada bangsa
ini, kepada orang-orang di sekitar saya, kepada segala sesuatu yang saya lihat, saya dengar, saya
amati, dan saya pelajari. Saya pernah berkata, “saya sedang jatuh cinta kepada Indonesia” justru
ketika negeri ini sedang dilanda krisis multidimensional (krisis dimulai pertengahan 1997 dan
buku pertama saya diterbitkan September 1998).

 Apakah anda punya cinta? Apakah anda mencintai hidup dan kehidupan? Apakah anda
mencintai Tuhan? Apakah anda mencintai diri sendiri dan sesama? Apakah anda mencintai
pekerjaan anda? Apakah anda mencintai mahluk-mahluk hidup dan benda-benda ciptaan Tuhan
lainnya? Kalau ya, mengarang bisa gampang. Sebab cinta adalah sumber ilham yang tiada
taranya. 

5. Pemicu Ide

Pendek kata, pemicu ide ada di mana-mana. Yang dibutuhkan hanyalah suasana hati yang
kondusif dan kebiasaan mengamati situasi sekitar.

6. Tiga N

Nah, bagi siapa saja yang baru tahap belajar mengarang, ingatlah pesan berikut ini: niteni
(mengamati), nirokke (meniru), nambahi (menambahkan).

Tiga kata dalam bahasa Jawa itu diajarkan Mardjuki, seorang penulis kreatif yang cukup dikenal
oleh para wartawan di Yogyakarta, saat melatih saya menulis berita dan menerbitkan media
alternatif di tahun 1987.

Dari ajaran Mardjuki yang usianya pantas untuk menjadi ayah saya, dapat dipetik pelajaran
bahwa menjadi “pengamat” saja tidak cukup untuk menjadi pengarang yang produktif.

7. Supernova

Mengarang bisa gampang kalau kita punya komitmen, kesungguhan hati, determinasi atau tekad
bulat. Mengarang bisa gampang kalau kita punya keyakinan dan kepercayaan diri yang tinggi
bahwa kita bisa. Mengarang bisa gampang kalau kita punya minat dan ambisi yang kuat untuk
membuktikan sesuatu yang kita yakini sebagai “kebenaran” atau sekurang-kurangnya lebih
dekat dengan “kebenaran” itu.

8. Komitmen

Jadi mengarang bisa gampang kalau ada komitmen, janji pada diri sendiri – tentu saja, kalau
komitmen itu diniati untuk benar-benar ditepati.

Sederhananya, apa yang disebut komitmen dapat dipahami sebagai “janji pada diri sendiri”. Dan
mengarang bisa gampang kalau kita mau berjanji pada diri sendiri bahwa “saya akan menulis
dan terus menulis sampai menjadi penulis profesional”.

9. “Makanan” Pengarang

Mengarang bisa gampang kalau anda membiasakan diri untuk membaca.

Andai aktifitas mengarang dapat diibaratkan seperti seorang petani mencangkuli sawah
ladangnya, maka membaca adalah kegiatan makan minumnya. Pak Tani akan bertenaga kalau
cukup makanan dan minuman yang dipersiapkan baginya. Kalau makan minumnya terlalu
sedikit, ia akan mudah letih, loyo, kehabisan energi. Begitu juga pengarang. Bila ia sangat kurang
membaca, kurang melakukan riset untuk bahan tulisannya, kurang sensitif terhadap kejadian di
lingkungannya, hampir dipastikan ia akan kehilangan ide. Membaca itu supplement
food atau energy drink bagi penulis profesional.

Mengarang bisa gampang kalau supply informasi ke otak dan batin kita memadai. Dan proses
pemasokan informasi itu terutama dari aktifitas membaca. Membaca itu berarti memberikan
makna, dan itu suatu ciri khas manusia yang makin manusiawi.

Kalau membaca saja anda sulit, lupakanlah cita-cita untuk menjadi penulis yang produktif dan
profesional.

10. Membaca 44 Buku

Khusus untuk sarjana yang sempat menuliskan skripsi di kampus dulu, saya ingin mengatakan
bahwa sekurang-kurangnya anda berpotensi menjadi pengarang.

Seorang sarjana ITB yang lulus tahun 70-an pernah bertanya pada saya bagaimana menulis
sebuah artikel. Ia bekerja sebagai manajer madya di sebuah BUMN terkemuka. Usianya sekitar
50-an tahun. Untuk tidak memberikan jawaban yang bernada menggurui, saya bertanya balik,
“Bagaimana anda menulis skripsi waktu di ITB dulu?” Ia terdiam, tak menemukan kata untuk
menanggapi pertanyaan yang tak disangkanya itu.

“Kalau mau jujur, saya harus akui bahwa menulis artikel seperti yang banyak saya lakukan bisa
dipastikan jauh lebih mudah dibandingkan menuliskan skripsi seperti yang pernah anda lakukan
untuk meraih gelar insinyur di ITB.”
11. Mutu dan Pasar

Jadi, sepanjang anda bersedia belajar untuk memahami pengertian “mutu” dari berbagai media
dan penerbit yang anda incar, serta mampu memahami “selera pasar” dari segmen pembaca
yang disasar, yakinlah bahwa karangan anda akan dimuat/diterbitkan. Dampak dari keyakinan
ini adalah munculnya kegairahan dalam proses mengarang, sehingga mengarang bisa jadi
gampang.

12. Menopang Hidup?

Sekalipun saat ini penghasilan seorang pengarang umumnya belum cukup baik, namun arahnya
semakin baik di era knowledge economy ini. Masyarakat makin disadarkan akan pentingnya
pengetahuan.

13. Mengembangkan Ide

Pada tahap awal sangat diperlukan buku-buku referensi seperti kamus dan ensiklopedia. Bukan
Cuma kamus bahasa, mungkin juga kamus ilmu sosial, kamus perbankan, kamus filsafat, kamus
teologi dan sebagainya.

Saya mengatakan bahwa untuk setiap ide yang ingin ditulis, paling sedikit bisa dituangkan
menjadi dua-tiga alinea. Alinea pertama berisi pengertian mengenai kata-kata yang dipilih dalam
judul tulisan. Pengertian ini dapat dengan mudah diperoleh dengan mengintip kamus. Alinea
kedua dapat ditulis dengan menambahkan pengertian dari ensiklopedi yang biasanya jauh lebih
lengkap, bahkan tak jarang bisa dilacak kapan sebuah kata muncul dan mulai digunakan, dalam
bahasa apa, dan seterusnya. Lalu alinea ketiga bisa ditambahkan dengan melakukan
perbandingan antara pengertian kamus dengan ensiklopedia. Aline keempat bisa disusun
dengan menyatakan pendapat pribadi atau memberikan pengertian khusus sebagaimana
dimaksudkan dalam tulisan yang sedang dibuat. Lalu, bisa ditambahkan berbagai pendapat pro
dan kontra (kalau ada) mengenai berbagai perngertian tersebut. Dan seterusnya.

14. Memilah dan Memilih Topik

Rasa ingin tahu harus dipelihara dan ditingkatkan ke arah survei atau riset sederhana, entah di
toko buku, di lapangan atau di internet. Lalu semua topik yang muncul diinventarisasikan untuk
memperoleh gambaran yang lebih luas dan jelas.

Misalnya, baru-baru ini saya mendapatkan ide utama untuk membuat artikel pendek seputar
soa personal finance (keuangan pribadi). Lalu ide utama itu saya kembangkan sehingga terdapat
setidaknya tiga pilihan, yakni: soal arus kas, soal investasi, dan soal proteksi atas risiko. Lalu saya
pilih soal investasi. Muncul lagi pilihan turunannya, antara lain menyangkut soal instrumen
investasi dengan menggunakan tabungan dan deposito di bank, emas, reksadana, saham, pasar
uang, obligasi, bursa berjangka, properti, dan lainnya. Setelah semua itu saya timang-timang,
saya perkirakan dengan menuliskan satu artikel untuk satu topik akan dapat diselesaikan sebuah
buku sederhana dengan ide utama (judul tentatif) “Belajar Mempekerjakan Uang”.
15. Judul

Sebuah judul karangan sedikitnya harus diyakini mampu menjalankan “tugasnya”, yakni menarik
perhatian sambil menggelitik minat pembaca dan menjelaskan secara singkat inti gagasan yang
ingin disampaikan.

16. Dari Mana Mulai?

Kalau tak saya beritahu, mungkin anda tidak akan pernah berpikir bahwa artikel ini dimulai
dengan menuliskan alinea terakhir lebih dulu, bahkan sebelum ada judulnya.

Saya kira banyak orang menyusun karangan dengan sistematika otak kiri yang linier. Mulai dari
judul, lalu uraian sejumlah ide-ide turunan, dan terakhir penutup. Ini tentu hal yang baik, kalau
bisa dilakukan. Kalau sulit, mengapa tidak menggunakan otak kanan? Mengapa tidak memulai
karangan dengan menuliskan alinea terakhir atau bahkan kalimat dan kata terakhir? Atau mulai
dari tengah?

Jadi, dari mana karangan dapat mulai ditulis sebenarnya tak telalu penting. Mulailah dari mana
saja anda bisa memulainya. Sebab buat apa mengikuti suatu cara yang sulit bagi anda?
Bukankah anda ingin belajar mengarang dengan gampang?

17. Toilet

Kita perlu mengetahui tempat atau situasi dan aktifitas yang dapat memicu ide kreatif untuk
mengarang.

Mengarang bisa gampang kalau anda mengenali momen-momen dan suasana yang paling
banyak memicu ide-ide anda. Itu bisa saja di toilet, di kamar mandi, di ruang baca, di jalan-jalan,
di desa-desa, dan sebagainya. Bisa saat sendiri, saat berdiskusi, saat mendengarkan musik
favorit anda, atau saat berada di keramaian. Yang penting dilakukan setelah itu adalah
“menjaganya” agar tidak sampai menguap ke langit. Kalau daya ingat anda dapat diandalkan,
jagalah dalam pikiran. Kalau tidak, biasakanlah membawa kertas dan alat tulis untuk segera
mungkin menuangkannya dalam catatan.

 
Kesimpulan/Komentar atas isi buku:

Aktivitas menulis seringkali dikaitkan dengan bakat alami yang dimiliki seseorang dari lahir.
Tetapi dipercaya atau tidak, bakat tidak menjadikan aktivitas tulis menulis menjadi mudah dan
lancar seperti yang kita bayangkan sebelumnya.
Para ahli berulang kali menyatakan bahwa menulis merupakan sebuah pelajaran dasar yang
telah kita perolah bahkan sejak kita berada di bangku TK.
Dengan kata lain, mengarang merupakan keterampilan yang sudah lama kita geluti. Akan tetapi,
dalam prakteknya; ketika ingin menuangkan ide-ide di dalam kepala menjadi tulisan, kata ‘bakat’
selalu menjadi mental blok sehingga banyak yang urung bahkan dalam tahap ‘ingin’.
Mengarang bukanlah pekerjaan yang mudah, tetapi juga tidak sulit. Asal kita mempunyai
komitmen yang terus dipelihara maka proses tulis menulis; mengarang akan menjadi lebih
mudah.
Komitmen adalah sebuah bahan bakar penting yang akan terus menyengat semangat kita ketika
malas. Komitmen juga berarti janji terhadap diri sendiri bahwa ‘Aku akan menjadi penulis yang
hebat!’
Sebab percaya atau tidak, bakat tidak lebih dari minat yang dipupuk dengan ambisi untuk terus
dilakoni sehingga berkembang

 
 
Yogyakarta, ---tanggal laporan—
ttd
--nama siswa--

Anda mungkin juga menyukai