Anda di halaman 1dari 7

Apakah Menulis Bisa Mudah dan Cepat?

Itu pertanyaan yang lama sekali mengganggu pikiran saya. Jika anda meyakini bahwa
menulis adalah sebuah keterampilan, mestinya ada panduan yang benar-benar bisa
memandu orang untuk menulis secara mudah dan cepat.
Ada nasihat yang sudah lama saya dengar: Menulislah sebagaimana anda bicara. Saya
kira anda bisa mendapatkan titik terang dari sana. Ketika anda bicara, anda tidak
merisaukan kata-kata yang anda sampaikan. Ketika anda bicara, gagasan anda mudah
ditangkap oleh lawan bicara anda. Ketika anda bicara, anda tidak terlalu berpikir
apakah anda akan menggunakan kata-kata yang sanggup mengguncangkan dunia atau,
setidaknya, membikin ayan pendengar anda. Anda berbicara lancar karena anda sudah
menguasai kecakapan itu.
Maka, ketika anda menulis seperti anda bicara, gagasan yang anda sampaikan dalam
tulisan anda pastilah bisa ditangkap dengan mudah. Dan anda akan menulis lebih
cepat dan lebih lancar. Atau anda memang ingin menulis dalam cara yang tidak mudah
dipahami?
Saya kira itu warisan dari pelajaran kesastraan yang kita dapatkan di SMP. Oleh
buku pelajaran sastra SMP, kita diberi tahu bahwa konon bahasa kesusastraan adalah
bahasa yang berbeda dari bahasa yang kita gunakan sehari-hari. Bahasa kesusastraan
adalah bahasa indah, kalau bisa setiap kata harus ditumbuhi sayap yang akan terus
mengepak-ngepak sampai tiba hari kiamat. Setiap kata dalam karya sastra, kalau kita
menjualnya eceran, mungkin harganya Rp50 ribu, sementara bahasa sehari-hari
harganya Rp1.000,- saja. Untuk membenarkan anggapan itu, kita diberi contoh-contoh
puisi karya J.E. Tatengkeng, Amir Hamzah, dan sebagainya, yang memang menggunakan
bahasa Melayu dengan rasa bahasa zaman itu. Tentu saja itu jauh berbeda
dibandingkan bahasa keseharian kita sekarang.
Penanaman keyakinan semacam itu mengenai bahasa kesusastraan saya kira telah
mewariskan ketegangan pada siapa saja yang berniat menulis. Saya sudah lama tidak
membaca buku pelajaran kesusastraan SMP, sehingga tidak tahu lagi apakah pandangan
tentang sastra masih seperti itu atau sudah berubah.
Namun, terus terang, pelajaran itu sempat memberikan beban mahaberat kepada saya
ketika saya mula-mula belajar menulis. Yang membuat saya bisa menyingkirkan beban
pelajaran SMP dan lebih rileks dalam urusan tulis-menulis adalah adanya orang-orang
yang tidak memedulikan apakah setiap kata dalam tulisan mereka harus kata-kata
besar atau kata-kata yang mungil belaka. Penulis Ernest Hemingway mengatakan, “...
ada kata-kata yang lebih lazim, lebih simpel, dan lebih baik, dan kata-kata seperti
itulah yang saya gunakan.” Dan dengan keyakinan semacam itu, ia menjadi penulis
yang produktif. Penulis fiksi ilmiah paling produktif, Isaac Asimov, menyatakan hal
yang kurang lebih serupa ketika ditanya apa rahasia kreativitasnya. “Karena saya
menulis simpel dan apa adanya,” katanya.
Jadi apakah menulis bisa dilakukan secara mudah dan cepat?
Sekarang saya akan menjawab itu dengan sebuah pertanyaan juga: Kenapa tidak
membuktikannya? Penulis kita Budi Darma membuktikan itu dengan menyelesaikan salah
satu bukunya dalam waktu seminggu. Edward de Bono menulis Buku tentang Kearifan
hanya dalam waktu empat pagi hari. "Karena siang hari terlalu panas, dan malamnya
ada acara," katanya. Robert L. Stevenson konon menulis salah satu novelnya yang
sangat terkenal The Strange Case of Dr. Jekyll and Mr. Hyde dalam waktu 72 jam. Dan
dalam urusan kecepatan ini, contoh yang sangat fenomenal adalah Issac Asimov. Ia
menulis ratusan novel fiksi ilmiah dan terus mampu mempertahankan kecepatan dan
kualitas penulisannya dengan cara “simpel dan apa adanya.”
Apa Rahasia Menulis Cepat
Rahasia menulis cepat adalah anda menulis secepat-cepatnya. Jika anda tersendat-
sendat, dan sangat mencintai tombol backspace, maka saya harus mengingatkan lagi,
singkirkan pikiran anda. Ia punya bagiannya nanti. Anda hanya perlu menumpahkan apa
saja secepat-cepatnya. Mungkin kalimat anda tidak runtut, tulisan anda salah-salah
ketik. Tidak ada masalah dengan itu. Kalimat anda meloncat-loncat, tidak apa-apa.
Yang penting adalah anda terus bergerak maju dengan kecepatan tinggi. Anda tidak
perlu merisaukan apa pun.
Ketika anda mengerjakan sesuatu tanpa berpikir, anda bisa menyelesaikan urusan itu
secara cepat. Berpikir keras biasanya hanya kita lakukan ketika kita sedang dalam
tahap belajaran untuk menguasai keterampilan tertentu. Ketika kita sudah cakap,
kita bisa mengerjakannya “di luar kepala.” Saya kira kecakapan menulis juga tidak
terlepas dari hukum itu.
Apa lagi rahasia menulis cepat? Menulislah seperti anda bicara. Tampaknya ini
adalah formulasi lain untuk pernyataan Isaac Asimov tentang menulis secara simpel
dan apa adanya.
Masih ada lagi? Buatlah pertanyaan. Anda akan menulis lancar dengan cara merespons
pertanyaan. Dan jawaban atas sebuah pertanyaan akan menghasilkan tulisan sepanjang
apa pun yang anda kehendaki. Dan anda hanya perlu menulis secepat-cepatnya ketika
menjawab pertanyaan itu.***

Perihal Menulis seperti Bicara


A.S. Laksana
Menulis, ketika dilakukan secara benar, tak beda dengan orang bercakap-cakap.
Laurence Sterne (1713–1768), penulis Inggris kelahiran Irlandia; karyanya Tristram
Shandy
Ada sebuah email dari seorang kawan yang saya terima berkaitan dengan gagasan
"menulis seperti kita bicara". Ia menulis cukup panjang yang intinya adalah
pernyataan keberatannya terhadap gagasan tersebut. Menurutnya, "Bahasa tulis,
bagaimanapun, berbeda dari bahasa lisan."
Untuk hal itu saya sepakat. Ketika masih menjadi wartawan, menemui narasumber dan
mewawancarainya, saya selalu meyakini bahwa omongan narasumber tidak bisa dialihkan
begitu saja ke bentuk tulisan. Anda harus mengeditnya sehingga kelisanan narasumber
menjadi tulisan yang enak dibaca. Anda harus menata kalimat yang melompat-lompat,
membuang kalimat yang tidak selesai, membereskan pernyataan yang menggantung, dan
sebagainya yang diperlukan agar "percakapan" tersaji beres di hadapan pembaca.
Saya kira anjuran untuk menulis seperti bicara dimaksudkan agar kita bisa lebih
lancar menyuarakan apa yang hendak kita tulis dan tidak bolak-balik mengkritik diri
sendiri atau menimbang-nimbang kalimat hebat seperti yang harus kita tulis. Persis
seperti kita bicara saja. Dalam wawancara, narasumber bisa mengeluarkan sejumlah
gagasan tanpa berpikir keras bagaimana cara mengungkapkan gagasan-gagasannya.
Atau anda lebih suka menulis seperti orang yang kesulitan menemukan kata-kata
besar? Anda ingin menulis seperti orang yang kesulitan menulis?
Namun, kalaupun anda berkeberatan dengan anjuran menulislah seperti anda bicara,
ada satu hal penting yang patut diperhatikan. Para penulis yang baik selalu terasa
jernih. Kenapa? Karena mereka bisa menyampaikan dengan baik gagasan mereka dan
mereka tahu cara terbaik menyampaikan gagasan. Kita bisa membaca buku tebal dengan
antusias dan sebaliknya kita bisa tersendat-sendat dan kelelahan membaca sebuah
artikel pendek di koran atau majalah.
Itu terjadi karena pada buku tebal tersebut kita menikmati semacam dialog menarik
dengan penulisnya, sementara pada artikel pendek yang melelahkan kita disuguhi
atraksi-atraksi yang membingungkan. Saya kira hal itu bukan melulu soal gaya
penyampaian; itu juga soal cara pandang yang berbeda tentang apa yang disebut
tulisan bagus--dan ini sangat individual sifatnya.
Anda bisa menulis "Poin krusial dalam domain politik kita hari ini adalah
terbentuknya retakan-retakan di tingkat vertikal yang berimbas pada perpecahan
dalam skala yang massif di level horisontal." Atau anda bisa memilih kalimat
seperti ini: "Masalah utama perpolitikan kita hari ini adalah terjadinya keretakan
di tingkat elite yang mengakibatkan perpecahan di kalangan masyarakat bawah."
Pada kalimat pertama, yang membuat anda mungkin merasa seperti berhadapan dengan
pamain sirkus, anda akan kesulitan membayangkan seperti apa poin krusial itu.
Kalimat kedua bisa anda lahap lebih mudah. Anda seperti berhadapan dengan teman
sendiri, yang mengajak anda bercakap-cakap dalam tuturan yang jelas dan mudah anda
cerna. Dan anda serta merta mendapatkan gambaran mengenai situasi yang dimaksudkan
dalam tulisan tersebut.
Mungkin jenis kalimat kedua itu yang dimaksud dengan menulis seperti bicara. Dan
saya yakin anda akan lebih lancar untuk menulis kalimat kedua ketimbang jika anda
harus "membangun makna melalui kerja keras dalam skala massif" untuk menghasilkan
kalimat pertama. Berapa kali backspace kira-kira yang anda butuhkan untuk menulis
kalimat seperti itu?
Sejauh ini, ketika anda menulis seperti anda menulis, anda mungkin akan sering
tersendat-sendat, atau sebentar-sebentar terserang writer's block. Ketika anda
menulis seperti anda menulis, menulis terasa menjadi pekerjaan yang berat.
Sekarang, bagaimana jika anda menulis seperti anda bicara? Dalam waktu tidak sampai
dua jam anda akan menghasilkan tulisan paling sedikit sepuluh halaman. Mari kita
melihat cara kerja wartawan. Mereka mewawancarai narasumber, merekam wawancara
tersebut, memindahkan rekaman wawancara ke bentuk tulisan. Wawancara satu jam saja
sudah akan menghasilkan tulisan mungkin lebih dari 10 halaman transkripsi. Dan itu
adalah draft yang siap diedit menjadi tulisan jadi.
Maksud saya, anda bisa menulis cepat dengan meniru cara kerja wartawan. Tulisan
anda akan mengalir lebih lancar ketika anda menulis dengan menjawab daftar
pertanyaan, sebagaimana yang dilakukan oleh wartawan ketika mewawancarai
narasumbernya.***

Bagaimana Menjadi Penulis Paling Cepat di Muka Bumi


Karena mengajar penulisan, saya menjadi sangat penasaran untuk terus mencari tahu
strategi menulis kreatif yang dilakukan oleh para penulis yang bisa menghasilkan
banyak buku. Dalam urusan ini, saya tidak melakukan pembedaan apakah ia penulis
karya sastra atau penulis novel populer. Yang saya ingin tekankan adalah strategi
apa yang ia gunakan sehingga ia bisa menulis cepat dan produktif. Tentang kualitas
tulisan, itu tentu berhubungan erat dengan seberapa luas wawasan seseorang. Dan di
sinilah pengalaman membaca menjadi sangat penting--kalau bukan yang utama.
Sejauh ini, penulis paling produktif di muka bumi adalah Barbara Cartland.
Sepanjang hidupnya ia telah menulis 623 novel. Dan bagaimana ia bisa menghasilkan
novel sejumlah itu? Ia bicara. Ia mendiktekan ucapannya kepada asisten steno,
kemudian asisten lain akan memindahkan tulisan steno itu menjadi draft novel yang
selanjutnya akan diedit oleh Barbara Cartland. Dengan cara itu ia bisa
menyelesaikan sebuah novel dalam waktu seminggu.
Jika anda mengikuti cara menulis sebagaimana yang dilakukan oleh Barbara Cartland,
niscaya anda bisa menulis dalam waktu yang sangat cepat dan tidak akan ada yang
bisa menghentikan produktivitas anda menulis. Anda tidak akan mengalami writer’s
block sebab anda bicara. Dan anda bahkan akan lebih efektif dibandingkan Barbara;
anda bisa menjinjing “asisten steno” anda ke mana-mana. Ia akan selalu menemani
anda, ke mana pun anda pergi. Ia akan mendengar omongan anda, dan akan “mencatat”
seluruh ucapan anda kapan pun anda mendiktekan cerita anda kepadanya. Ia ada di
saku anda. Bukankah anda bisa menggunakan handphone anda sebagai alat perekam?
Dialah “asisten steno” anda.
Saya kira anda perlu melatih keterampilan menulis dengan cara bicara seperti
Barbara Cartland melakukannya. Mengingatkan lagi ucapan Laurence Sterne, orang
Inggris penulis novel Tristram Shandy , konon menulis akan mudah sekali jika
dilakukan seperti anda bicara. Dan pasti akan jauh lebih mudah dan lebih cepat jika
anda melakukannya bukan "seperti", melainkan benar-benar bicara. Karena itu anda
perlu membiasakan diri dengan perangkat yang akan sangat membantu kecepatan menulis
anda. Dengan cara itu, anda bisa menghasilkan 200 kata hanya dalam waktu paling
banter 3 menit. Dengan cara itu anda hanya membutuhkan paling lama 45 menit untuk
mendapatkan 3.000 kata. Itu cukup untuk satu bab. Ketika anda bisa menyelesaikan
satu bab dalam waktu 45 menit, siapa lagi yang bisa lebih cepat dari anda?
Itu berarti jika anda punya waktu dua jam saja setiap pagi hari, anda bisa
menyelesaikan paling tidak dua bab buku anda. Dengan kecepatan seperti itu, dalam
empat pagi hari anda sudah akan menyelesaikan 8 bab. Yah, kecepatan anda kurang
lebih setara dengan kecepatan Edward de Bono saat ia menyelesaikan Buku Tentang
Kearifan dalam waktu 4 pagi hari.

Mari Menulis Buruk


Perangkap yang menyiksa penulis adalah writer’s block , mandek, macet. Banyak orang
sudah menuliskan pengalamannya dan menceritakan apa saja yang mereka lakukan untuk
mengatasi kemandekan. Banyak nasihat yang bisa anda peroleh dari para penulis yang
setiap hari sesungguhnya selalu berupaya mengatasi kemandekan.
Saya memahami kemandekan dalam dua kategori. Pertama, kemandekan dalam pengertian
betul-betul tidak tahu harus menulis apa. Kedua, kemandekan dalam karya yang
dihasilkan. Seseorang mungkin melahirkan banyak karya dan tetap menulis, namun
hanya begitu-begitu saja yang lahir dari dia, dan mungkin malah merosot
kualitasnya.
Kemandekan jenis pertama bisa diatasi dengan menulis cepat. Jadi, menulislah
secepat-cepatnya. Ini bukan anjuran untuk menulis secara tergesa-gesa atau menulis
secara ngawur. Meskipun saya sendiri juga sering menulis ngawur sebagai cara untuk
menemukan berbagai kemungkinan. Pada draft awal tulisan saya, saya pasti menulis
buruk: melompat-lompat, alurnya mungkin kacau, kalimat-kalimatnya sama sekali tidak
indah, dan paragraf demi paragraf bisa tidak saling bersambungan.
Saya pikir sesuatu yang kacau pun tetap lebih baik ketimbang tidak ada sama sekali.
Lebih baik saya menghasilkan draft tulisan yang buruk ketimbang hanya merenungi
kertas kosong selama berjam-jam. Saya terbiasa membuat draft pertama dengan tulisan
tangan, baru kemudian saya salin di komputer. Ini memudahkan saya karena saya bisa
bekerja di mana saja asal ada kertas dan pena.
Dengan draft yang buruk, saya memiliki kesempatan berikutnya untuk membuatnya
menjadi lebih baik. Akan tetapi jika kertas saya tetap kosong, saya hanya memiliki
kesempatan berikutnya untuk bengong lagi.
Sampai sekarang saya tetap menyarankan kepada para peserta kursus di Jakarta
School:
menulislah secara buruk ! Saya percaya bahwa semua orang ingin menghasilkan tulisan
yang bagus. Paling tidak, sebagus karya-karya para penulis yang mereka sukai. Itu
jika mereka punya penulis idola, sebab ada juga satu dua yang ingin melahirkan
karya yang orisinil, sehingga mereka tidak mau membaca.
Orang-orang jenis terakhir ini takut bahwa membaca akan mempengaruhi karya mereka
dan itu artinya tidak lagi orisinil. Ini pandangan yang aneh sekali dan mengingkari
naluri dasar manusia—selain menyalahi prinsip pergaulan secara umum. Saya akan
membicarakannya lebih panjang nanti.
Kita kembali ke topik pembicaraan tentang menulis buruk. Saya ingin sekali anda
menghasilkan karya sebaik mungkin. Dan anda pun ingin menulis sebaik-baiknya.
Karena itu saya menganjurkan kepada anda untuk menulis buruk.
Menulis buruk akan membuat anda terhindar dari ketegangan yang tidak perlu, membuat
anda terbebas dari beban-beban yang menyumpal di benak anda. Beban untuk meraih
kesempurnaan bisa membuat anda tersendat-sendat dan tidak menulis apa-apa. Rileks
saja. Menulislah seperti anda bicara. Menulislah cepat. Menulislah secara buruk,
itu akan mengusir rasa takut salah dan membuat anda lebih enteng menggerakkan pena
atau menekan tuts mesin tulis anda.
Anda tahu, segala yang buruk, tahi sapi misalnya, tetap bisa dimanfaatkan untuk
sesuatu yang lebih baik. Sampah bisa diolah, kotoran bisa dijadikan pupuk. Karena
melihat boneka bebek yang terbakar di tempat sampah, George Lucas, sang empu yang
melahirkan Star Wars , tiba-tiba menemukan salah satu karakter makhluk angkasa luar
yang sudah lama dipikirkannya. Dari tulisan yang buruk anda bisa mendapatkan
inspirasi yang menarik.
Draft yang buruk, ketika ia ada, jauh lebih baik dibandingkan dengan draft yang
sempurna tetapi tidak pernah ada, karena anda terus-menerus gagal menuliskan draft
yang seperti itu. Karena itu jangan takut menulis buruk; dari sana anda akan
mendapatkan tulisan yang baik. Menulislah secara cepat. Jika untuk menulis buruk
pun anda membutuhkan waktu lama, kasihanilah diri anda.
Itu tadi salah satu strategi untuk mengatasi kebuntuan jenis pertama. Nanti kita
akan bicara tentang kemandekan jenis kedua, yakni ketika karya-karya kita hanya
seperti itu-itu saja.***

Resep Kuno untuk Menulis Cepat


Saya akan menyampaikan formula kuno cara menulis cepat. Jadi, anda perlu membacanya
secara cermat.
Pertama-tama, mari kita pahami dulu satu hal yang sangat mendasar, yakni mengenai
kelengkapan informasi dalam tulisan. Hal ini merupakan persyaratan bagi tulisan-
tulisan jurnalistik. Ia juga merupakan persyaratan bagi tulisan-tulisan non-fiksi.
Dan untuk tulisan fiksi? Sama saja.
Kelengkapan informasi adalah prinsip penting bagi setiap tulisan yang anda
kerjakan, entah itu fiksi atau non-fiksi. Informasi yang memadai dalam fiksi tidak
akan membuat pembaca anda bertanya-tanya, “Kok ceritanya tiba-tiba begini, ya?”
atau “Tidak masuk akal, kenapa tiba-tiba ia bisa begitu?” atau sebuah komentar
singkat “ceritanya tidak logis.”
Cerita yang baik biasanya akan mencakup seluruh informasi yang menjawab
keingintahuan dan rasa penasaran pembaca mengenai rangkaian kejadian sejak awal
sampai semuanya berakhir.
Pada sebuah cerita detektif, misalnya, jika informasi anda tidak memadai,
detektifnya akan gagal menemukan siapa pembunuh Pak Gendon. Atau jika anda
menceritakan keberhasilan si detektif mengungkap siapa pembunuh Bu Gentong, maka
itu akan menjadi penemuan yang tidak masuk akal karena cerita anda kekurangan
informasi.
Camkan hal ini: kecukupan informasi.
Para wartawan sudah akrab dengan formula kuno untuk memperoleh kecukupan informasi,
ialah 5W 1H. Itu resep yang manjur untuk menggali informasi apa saja yang akan
disajikan kepada pembaca.
Dan itu juga resep yang manjur untuk menulis fiksi.
Untuk memudahkan, saya akan memberikan contoh dari cerita yang sudah sangat
dikenal, yakni kisah si Malin Kundang, seorang anak yang durhaka kepada ibu
kandungnya dan akhirnya terkutuk menjadi batu.
Jika saya meminta anda sekarang juga menulis ulang cerita tersebut dalam waktu satu
atau dua jam saja, anda akan mengatakan bahwa sekarang sedang tidak mood menulis;
atau anda akan sibuk mengingat-ingat jalan ceritanya; atau anda akan meminta waktu
seminggu untuk mengerjakannya. Jika saya setujui waktu seminggu bagi anda, anda
tetap akan mengerjakannya pada satu hari atau satu jam sebelum waktu anda habis.
Sekarang, gunakan formula kuno 5W 1H untuk menulis ulang cerita tersebut dengan
berpegang pada ingatan samar-samar anda tentangnya. Ajukan pertanyaan dengan
formula di atas sehingga cerita Malin Kundang anda memenuhi kecukupan informasi
Dalam waktu sebentar saya bisa menemukan 15 pertanyaan sebagai berikut:
1. Di mana Malin Kundang tinggal bersama ibunya?
2. Bagaimana keadaan desa dan hubungan di antara para penduduknya?
3. Apa mata pencarian ibunya?
4. Dengan cara bagaimana ibu Malin Kundang menunjukkan rasa cinta kepada anaknya?
5. Kenapa Malin Kundang ingin berlayar?
6. Apa bekal yang diberikan oleh ibunya ketika Malin Kundang meninggalkan
kampungnya?
7. Kenapa Malin Kundang mendapatkan kepercayaan dari saudagar kaya dan akhirnya
dijadikan menantu?
8. Bagaimana Malin Kundang menjelaskan asal-usulnya kepada istrinya?
9. Apa yang membuat Malin Kundang akhirnya meluluskan permintaan istrinya untuk
berlayar ke kampung halamannya?
10. Dengan cara apa Malin Kundang membuktikan kepada istrinya bahwa orang tuanya
sudah meninggal?
11. Siapa yang memberi tahu ibu Malin Kundang bahwa anaknya pulang dengan kapal
besar?
12. Apa yang dibawa oleh ibu Malin Kundang ketika ia menemui anaknya?
13. Bagaimana reaksi istri Malin Kundang ketika suaminya menolak mengakui ibu
kandungnya?
14. Apa yang dilakukan oleh ibu yang sakit hati oleh penolakan anaknya?
15. Bagaimana akhir riwayat Malin Kundang?
Dengan pertanyaan-pertanyaan itu anda bisa menceritakan kembali riwayat Malin
Kundang dengan sangat mudah dan cepat. Anda hanya memerlukan waktu 75 menit untuk
menuliskan kembali cerita tersebut, bahkan ketika ingatan anda tentang cerita itu
hanya samar-samar saat ini.
Cara menguji keberhasilan teknik ini mudah saja. Mintalah dua orang atau dua
kelompok untuk membaca cerita Malin Kundang, sekali saja. Seminggu kemudian
mintalah mereka menceritakan dengan kalimat mereka sendiri cerita tersebut. Orang
atau kelompok pertama menggunakan teknik 15 pertanyaan, orang atau kelompok kedua
menulis tanpa alat bantu pertanyaan, atau dengan menggunakan outline model kuno
yang mereka kenal.
Anda akan melihat siapa atau kelompok mana yang akan mampu menyelesaikan tulisannya
lebih cepat dan lebih lengkap. Saya telah melakukan pengujian ini dengan beberapa
orang yang saya bagi menjadi dua kelompok seperti di atas. Dan kelompok pertama
menulis lebih cepat, lebih lancar, dan lebih lengkap.
Anda juga akan seperti itu. Jika anda menjawab masing-masing pertanyaan dalam waktu
lima menit, anda akan menyelesaikan 15 pertanyaan itu dalam waktu hanya 75 menit.
Dan jika kecepatan menulis anda 200 kata per lima menit (kecepatan rata-rata saya
antara 200-250 kata per lima menit), anda akan mendapatkan cerita Malin Kundang
sepanjang 3.000 kata dalam waktu tak sampai dua jam. Itu cerita yang kira-kira dua
kali panjangnya dari cerpen yang dimuat di koran-koran.
Sekarang, mari kita lihat bagaimana cara tersebut akan membuat anda menulis fiksi
jauh lebih cepat dan lebih lancar. Misalkan kita berangkat dari sebuah pengandaian:
“ Apa jadinya jika suatu hari seseorang tiba-tiba memiliki kemampuan membaca
pikiran orang lain ?”
Dari pengandaian di atas, mari kita bikin pertanyaan:
1. Apa peristiwa yang membuat tokoh utama tiba-tiba bisa membaca pikiran orang
lain?
2. Apa dan di mana peristiwa lucu yang mula-mula ia alami dengan kemampuannya itu?
3. Apa peristiwa yang menyedihkannya?
4. Kenapa orang yang ia percaya ternyata berbohong?
5. Sudah berapa lama ia dibohongi?
6. Bagaimana perasannya ketika ia tahu bahwa orang yang sangat ia percaya ternyata
berbohong?
7. Di mana ia bisa lari dari kebohongan orang-orang di sekitarnya untuk mendapatkan
ketenteraman?
8. Di mana tempat ia bisa mengadukan kesedihannya karena selama ini orang yang ia
percaya ternyata berbohong?
9. Apa kebohongan yang paling menyakitkan hatinya?
10. Bagaimana ia bisa menerima keadaan itu?
11. Bagaimana ia bisa menunjukkan kebohongan orang yang ia percayai itu kepada yang
bersangkutan?
12. Bagaimana jika orang itu tetap tidak mengaku?
13. Apakah ia akan menyampaikan bahwa ia bisa membaca pikiran orang?
14. Dengan cara apa ia mengatasi konflik batinnya?
15. Bagaimana ia mengatasi konflik dengan orang yang sebelumnya sangat ia percaya?
Dengan cara itu anda sudah menulis cerita tentang seseorang yang suatu ketika
mengalami peristiwa ajaib bisa membaca pikiran orang lain. Maka, lihatlah, betapa
mudah menulis cerita ketika anda hanya menjawab secepat-cepatnya. Anda bahkan bisa
memanfaatkan alat perekam untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan jika anda tak punya
waktu untuk menulis. Lalu sewa orang lain untuk membuat transkripsi rekaman anda.
Salam
A.S. Laksana
NB.1. Jika anda sudah punya plot dan tidak kunjung menuliskannya, anda bisa
merampungkan novel anda secara cepat dengan teknik kuno ini. Karena itulah saya
menyampaikan bahwa menulis buku dalam 21 hari adalah hal yang sangat bisa dilakukan
—jika setiap hari anda bisa menyelesaikan satu bab, syukur-syukur dua.

Anda mungkin juga menyukai