Anda di halaman 1dari 5

CARA GILA MENULIS BUKU

Apapun profesi Anda, apakah Anda seorang guru TK, guru SD, guru SMP, SMA, atau ibu
rumah tangga, pensiunan, apapun, Anda harus menulis buku.

Jangan katakan, “Saya tidak bisa menulis.” Semua orang bisa menulis. Menulis itu
mudah. Saya sendiri tidak membayangkan akan menjadi seorang penulis. Namun, perlu
saya sampaikan bahwa kita semua bisa menjadi penulis karena menulis itu kebiasaan
harian kita seperti berbicara dan membaca.

Kita tidak perlu memikirkan bagaimana buku kita akan diterbitkan. Dunia telah
berubah. Industri penerbitan telah berubah drastis. Hampir setiap orang bisa
menerbitkan bukunya sendiri. Penerbit mayor memang memiliki standar tertentu
sehingga tidak selalu sesuai dengan apa yang telah kita hasilkan. Kecenderungan
untuk melirik self-publishing ternyata justru lebih menjanjikan.

Semakin banyak penulis yang lebih suka menerbitkan sendiri bukunya. Mereka memiliki
lebih banyak kebebasan mengatur gaya penulisan dan keuntungan ketika memilih
penerbitan indie. Namun , keuntungan material bukanlah satu-satunya alasan kita
dalam menulis buku.

Menulis buku memiliki misi yang lebih hebat dari sekadar keuntungan materi. Menjadi
penulis merupakan satu bentuk syukur dan penghargaan terhadap diri atas begitu
kayanya kenikmatan yang dicurahkan Tuhan. Nikmat pikiran yang tiada tara. Menulis
menjadi salah satu bentuk rasa syukur atas nikmat otak yang memiliki kemampuan
berlimpah dan luar biasa.

Menulis juga menjadi salah satu cara menjaga kredibilitas diri, otoritas dan name
recognition. Jika kita menulis buku yang terkait dengan profesi dan keahlian kita,
maka buku tersebut akan mengokohkan jati diri dan keilmuan kita. Dampak ikutan
pasti akan datang, seperti bertambahnya kesempatan untuk memperoleh lebih banyak
peluang bisnis dan income tentu saja. Jadi, jangan pernah khawatir untuk memulai
menjadi seorang penulis.

Bagaimana memulai menulis?

Ada beberapa tips menulis yang bisa dijadikan panduan bagi penulis pemula. Panduan
ini mudah dan sederhana. Setiap orang pasti bisa menulis dengan gayanya masing-
masing.

Langkah pertama, mari kita tentukan tujuan kita menulis. Apa sebenarnya tujuan kita
menulis. Apakah untuk bersenang-senang? Untuk mempromosikan bisnis kita? untuk
membangun kredibilitas kita ? atau untuk menambah khasanah keilmuan pembaca.
Pikirkan betul tujuan dari buku yang akan kita tulis dan bagaimana buku itu mampu
memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi pembaca. Tujuan ini akan menuntun kita
dalam menentukan jenis tulisan, fiksi atau non fiksi.

Bagi penulis pemula seperti kita, jangan dulu mengaitkan tujuan penulisan buku
dengan keuntungan materi yang berlimpah. Anggaplah buku pertama kita itu sebagai
sebuah eksperimen dan sebagai cara untuk belajar lebih banyak tentang proses
menulis itu sendiri. Tetapi, walaupun ini sebuah eksperimen, jika kita mampu
melahirkan karya terbaik maka keuntungan materi pasti akan mengikuti.

Langkah kedua, tentukan topik tulisan. Setelah merumuskan tujuan menulis, langkah
berikutnya adalah menentukan topik buku. Jika kita akan menulis buku non-fiksi,
perhatikan betul apa yang akan kita komunikasikan melalui buku tersebut. Jika kita
menulis buku fiksi, maka buatlah cerita yang benar-benar menarik dan sesuai dengan
minat kita.

Langkah ketiga, membuat outline. Topik yang telah ditentukan kemudian kita jabarkan
ke dalam kerangka tulisan. Jika non-fiksi, buku tersebut bisa dibagi ke dalam
beberapa bagian secara sekuensial. Atau setiap bagian bisa berisi beberapa esai
yang masih satu tema dan diperkaya dengan cerita-cerita, kutipan atau contoh-contoh
pendukung.

Saya misalnya menulis buku yang berjudul “Guru Tanpa Kertas : Keteladanan, Inovasi,
dan Inspirasi”. Dari judul tersebut sebenarnya sudah tampak bahwa setidaknya ada
tiga bagian kerangka yang akan saya bahas, yaitu guru sebagai teladan, sebagai
inspirator, dan sebagai inovator. Maka kerangka buku tersebut bisa saya buat
sebagai berikut :

Kata Pengantar

Bagian I : Keteladanan dan Inspirasi

1. Menjadi Guru Panutan ___

2. Hirarkhi Keteladanan___

3. Guru itu Cahaya___

4. Keihlasan Guru___

5. Rahasia Kecil___

6. Menjadi Guru Bahagia___

7. Ibadahnya Guru Merdeka___

8. Guru, Pemimpin Sejati___

9. Berkahnya Rizki Guru___

10. Al ‘Ilmu Nuurun___

11. Guru, Sang Inspirator___

12. How to Inspire ? ___

Bagian II : Inovasi

1. Guru Tanpa Kertas___

2. Guru Era Digital___

3. Meramu Metode___

4. Guru Arisan Ilmu___

5. Memandirikan Siswa___

6. Guru Yang Memerdekakan___


7. Guru Radikal___

8. Tetaplah Goblok___

9. Guru Goblok Kreatif___

10. Menolak Menjadi Guru Pembeo___

11. Malaikat dan Bokep___

12. Guru dan The Silent Student___

Bagian III : Refleksi Diri

1. Dosa Pedagogis___

2. Antara Teaching, Chating, dan Cheating___

3. Guru dan Ban Bocor___

4. Guru Penyemai Teroris___

5. Hilangnya Pembelajaran Autentik___

6. Mengajar atau Pamer Ilmu ? ___

7. Guru dan Sindroma Kerbau___

8. Sindroma Kaca Spion___

Anda bisa saja membuat kerangka tulisan sesuai dengan gaya Anda sendiri, namun
menurut saya kerangka tulisan sekuensial lebih mudah dan cepat dalam menuliskannya.

Membuat kerangka buku fiksi agak sedikit berbeda karena sifatnya lebih naratif.
Perlu perenungan lebih dalam serta imaginasi yang kaya untuk menyusun satu alur
cerita yang cantik. Kita perlu menentukan beberapa karakter dan peran masing-masing
dalam cerita yang kita ciptakan. Setelah karakter dan peran tercipta, langkah
berikutnya adalah membuat ringkasan cerita secara global dari awal hingga akhir.
Kemudian menjabarkan cerita global itu ke dalam cerita per babnya.

Langkah ke empat, tentukan cara kita menulis. Ada beberapa software atau aplikasi
yang bisa dimanfaatkan untuk membantu kita menulis, misalnya Pages atau Skrivener.
Beberapa software ini memudahkan kita dalam mengedit dan merubah tulisan secara
cepat. Namun, yang terpenting adalah membuat kesepakatan dengan editor buku kita,
software apa yang paling mudah dan murah serta membantu sang editor dalam mengedit
tulisan.

Beberapa orang lebih menyukai menulis bukunya dengan tulisan tangan. Tulisan tangan
membantu pikirannya mengalirkan ide dan cerita yang kaya. Setelah semua tertulis
tangan , baru ditulis ulang dengan komputer. Terserah, mana yang sesuai dengan gaya
kita, yang terpenting tulisan terealisasi sesuai dengan kerangka yang kita rancang.

Langkah ke lima, buatlah jadwal menulis dan target harian. Tahapan ini merupakan
salah satu langkah terpenting dalam menulis buku. Kita tidak bisa menulis hanya
ketika ada inspirasi dan termotivasi. Kita harus menciptakan kebiasan menulis
setiap hari, setidaknya lima hari dalam seminggu. Lebih bagus lagi jika kita
membuat komitmen, setiap hari wajib a’in menulis sekian banyak kata , misalnya 1000
kata setiap harinya.
Kita bisa memulai membiasakan diri dengan menulis 200 kata setiap harinya dalam dua
minggu pertama, misalnya. Kemudian secara bertahap kita naikkan targetnya, misalnya
1000-1500 kata setiap hari untuk minggu berikutnya. Dengan cara ini kita bisa
merancang jadwal menulis kita secara tepat.

Jika kita berencana membuat satu novel dengan muatan 80.000 kata , maka kita
membutuhkan waktu 80-90 hari dengan panjang tulisan 1000 kata setiap harinya. Jika
kita akan menulis buku non-fiksi sepanjang 30.000 kata maka kita membutuhkan waktu
30 hari atau satu bulan dengan kebiasan menulisa harian sebanyak 1000 kata secara
konsisten.

Jadi, kuncinya adalah membentuk kebiasaan menulis harian dan konsistensi dalam
menepati komitmen pribadi dalam menulis.

Langkah ke enam, ciptakan lingkungan yang mendukung kegiatan menulis kita. Carilah
satu tempat di rumah yang kita rasakan kondusif untuk menulis. Tentukan satu tempat
yang paling nyaman, yang mendukung kita untuk fokus dan konsentrasi menulis.
Mungkin di ruang baca, di ruang belakang yang di depannya ada pohon-pohon yang
rindang, atau di mana pun yang jauh dari gangguan. Dengan tempat dan suasana yang
nyaman proses menulis akan menjadi ritual yang nikmat.

Langkah ke tujuh, tulis saja terus jangan buru-buru mengkritik atau mereviw. Ketika
kita menulis, satu hal yang harus kita hindari yaitu buru-buru melakukan review
atau mengkritisi tulisan. Pokoknya, tulis saja terus ide yang ada dalam pikiran
kita. Terlalu sering mereview dan mengkritik tulisan akan menghambat proses
menulis, bahkan bisa menghentikannya, karena kita akan merasa , “wah ..kok
tulisannya jelek”, lalu tidak jadi melanjutkan tulisan. Tulis saja semuanya hingga
selesai, kemudian baca ulang dan perbaiki.

Langkah ke delapan, tulis ulang dan poles. Setelah proses menulis selesai, endapkan
hasil tulisan kita itu kira-kira satu hingga dua minggu. Kita perlu membuat jarak
dengan tulisan kita. Lalu baca ulang seluruh bagian, koreksi kesalahan-kesalahan
yang kita temukan, tulis kembali bagian-bagian yang perlu diperbaiki, dan hilangkan
kata-kata yang tidak perlu.

Lakukan proses serupa beberapa kali hingga tidak lagi ditemukan kesalahan ketik dan
kalimat yang janggal atau tidak esensial dalam paragraf-paragaf buku kita. Setelah
kita lakukan review beberapa kali, maka saatnya kita serahkan kepada editor yang
lebih berpengalaman agar buku kita layak baca dan layak terbit.

Langkah ke sembilan, serahkan tulisan kita ke editor profesional. Siapapun


penulisnya, pasti butuh editor, tidak terkecuali penulis profesional, apalagi
penulis pemula. Kita perlu memastikan bahwa buku kita tidak dipenuhi dengan
inkonsistensi, kesalahan gramatikal, dan kesalahan ejaan. Kita juga ingin
memastikan bahwa isi buku tersebut mengalir secara benar dan semua penggunaan kata
benar. Itu semua membutuhkan editor profesional. Editor akan memoles sedemikian
rupa tulisan kita dan memperbaikinya sehingga layak terbit.

Editor yang baik akan mengecek fakta, menverifikasi statistik, data dalam grafik,
dan footnote. Untuk buku fiksi, editor akan mencermati konsitensi dan logika cerita
serta akan membaca cerita dalam kaca mata pikiran audien.

Memang kita akan mengeluarkan biaya tambahan untuk editor namun karya yang kita
telurkan harus benar-benar bagus. Jika buku kita dipenuhi dengan kesalahan dan
inkonsistensi, maka pembaca tidak akan mau membeli dan membaca buku kita. Hal itu
juga akan merusak kredibilitas kita sebagai seorang penulis.

Langkah ke sepuluh, terbitkan buku kita. Barangkali penerbit besar tidak akan
menerima buku kita. Namun kita tidak boleh membiarkan naskah buku kita itu tetap
tersimpan dalam folder komputer kita. Pembaca di luar sana harus membaca ide-ide
kita, maka apapun yang terjadi buku kita harus terbit.

Dengan terbitnya buku pertama, kita akan banyak belajar dan akan menjadi penulis
yang lebih baik di kemudian hari. Tidak ada satu pun penulis di dunia yang tiba-
tiba menjadi penulis buku hebat di awalnya. Semua penulis mengawali kariernya
sebagai penulis pemula. Setiap orang harus menjadi pemula , namun semakin banyak
kita menulis maka akan semakin baik kualitas tulisan kita dan kita akan menjelma
menjadi penulis ahli (expert).

Anda mungkin juga menyukai