Anda di halaman 1dari 46

Tips Menulis dari A.

Fuadi
Part 1
Fondasi Hati: Alasan, Ide & Peta Tulisan. Beberapa hari lagi kita ketemu lagi di
Group Coaching & Diskusi
Baik, mantappp. Semoga di kelas ini kita bisa bersenang-senang, santai tapi mendapatkan
ilmu dengan belajar bersama. Sebelum membahas materi, saya ingin menyampaikan beberapa
aturan kelas kita.
✓ Kita akan memaksimalkan chat di WAG ini dengan kadang-kadang menambahkan
foto, suara dan mungkin sesekali video. Tapi umumnya akan dalam bentuk teks.
Teksnya dalam bentuk percakapan ya, santai, tidak harus EYD.
✓ Selama pemaparan materi dari saya, mohon teman-teman tidak kirim pesan supaya
materi tidak kegulung ke atas. Kecuali kalau nanti pas saya undang untuk memberi
komentar.
✓ Kalau ada pertanyaan, tolong dicatat dulu, karena nanti ada waktu khusus untuk tanya
jawab.
✓ Nomor ini tidak selalu saya pegang sehari-hari. Jadi kalau nanti ada pertanyaan
sehubungan dengan materi kelas, tolong dikirim ke WAG ya, bukan DM ke nomor ini.
Nanti Mbak Ruri dari tim saya akan melayani pertanyaan bapak dan ibu semua.
✓ Sebelumnya, biar belajarnya maksimal, kita berdoa dulu masing-masing. Benar-benar
kita niatkan dari hati agar ilmu ini untuk kebaikan. Tuhan mohon tambahkanlah ilmu
ke dalam hati kami dan berilah kami pemahaman. Bismillah. Oya belajar itu bagusnya
rileks, enjoy dan bersenang-senang. Cari posisi paling nyaman, kalau perlu pakai musik
sebagai background juga boleh. Kalau mau pakai WA desktop lebih nyaman, silakan
diaktifkan. Kalau lagi WFH, nah mungkin bisa sambil selonjoran. Hehehe.
Yang akan saya sampaikan di kelas ini adalah saripati dari pengalaman menulis selama
belasan tahun, membaca sekian banyak buku teknis menulis, dan perjalanan menulis 5 novel
dan belasan buku non fiksi. Alhamdulillah beberapa buku sudah dapat penghargaan dan ada
pula yang disebut oleh penerbit sebagai megabestseller.
Apa itu megabestseller? Itu istilah di Gramedia, kalau terjual minimal 100 ribu buku dalam
setahun. Nah siapa tahu jurus menulis saya ada yang cocok buat teman-teman. Kelas ini akan
banyak membahas penulisan fiksi, tapi juga sebagian bisa berguna untuk non fiksi
Saya mengibaratkan menulis itu seperti membuat sebuah bangunan yang utuh dan kokoh.
Karena itu saya membagi kelas saya menjadi 3 materi, yang paling cocok untuk membuat buku
fiksi, tapi juga membantu untuk menulis non fiksi.
✓ Materi 1 (+1 sesi group coaching). Fondasi Hati: Alasan, Ide & Peta Tulisan. Beberapa
hari lagi kita ketemu lagi di Group Coaching & Diskusi.
✓ Materi 2. Saya bahas: Bangunan Rasa & Logika Tulisan: Karakter, Plot, Dialog,
Setting
✓ Materi 3. Simpul Akhir: Editing, Tema, Kemasan, Menerbitkan
3 materi ini akan kita bahas rencananya dalam waktu 2-3 minggu ke depan. untuk
jadwalnya dijelaskan oleh tim saya Mbak Ruri.
Nah hari ini misi saya adalah mengajak teman-teman untuk mulai dengan melihat potensi
apa saja dari aktifitas menulis. Biar tambah semangat kita dalam menulis. Lalu menyiapkan
fondasi tulisan dan mulai menyiapkan peta perjalanan menulis kita.
Misi saya yang lain, ingin memprovokasi teman-teman untuk menulis buku, paling tidak 1
buku seumur hidup. Untuk menjadi legacy, warisan kita, yang melintas umur kita. Tentu saja
tidak termasuk buku nikah, buku tabungan, atau skripsi. Tapi sebuah buku yang memang
dirancang bukan karena diminta orang lain, tapi yang terbit dari hati.
Lalu kenapa sih harus menulis buku? Banyak manfaatnya. Banyak keajaibannya. Ini
beberapa yang menarik, menurut saya.
Manfaat 1: Memperpanjang umur. Loh, jadi awet muda? (record)
Ringkasan record: A. Fuadi pergi ke Cordoba dan berfoto bersama patung Averroes,
penulis buku-buku filsafat yang buku-bukunya masih terus dibaca dan dipelajari oleh orang-
orang di berbagai belahan dunia walaupun Averoes sudah meninggal.
Nah. Bukan seperti krim antiaging Korea dari Yoon Seri, tapi maksud saya tulisan itu
mampu menghidupkan kita melintas umur biologis kita. Bahkan bisa melintas batas apa saja.
Batas waktu, geografis, negara, bangsa, agama, dll. Jadi, menulislah, kalau ingin melintas batas
waktu itu. Kalau tulisan itu bermanfaat sampai bergenerasi-generasi, itu bisa jadi amal jariyah,
yang terus mengirim kebaikan dan pahala buat kita. Yang saya maksud disini adalah tulisan
yang bahkan "beyond" tugas kita di kantor atau di kampus, tapi sebuah tulisan yang benar-
benar terbit dari hati, untuk misi kita pribadi, sebagai manusia yang ingin punya jejak melintas
zaman
Manfaat 2: Tulisan itu seperti karpet terbang. Iya seperti Aladin itu. Ini ada sebuah
cerita: (record)
Ringkasan record: A. Fuadi ditelpon profesor dari University of California, Berkeley dan
diundang untuk memberikan lecture mengenai buku 5 menara. Bahkan, buku A. Fuadi
digunakan sebagai buku wajib dalam matkul disana.
Wah saya kaget, dan beberapa saat merasa melayang bangga sekali. Tapi beberapa saat
kemudian saya sadar. Ini bukan karena cerita saya hebat luar biasa, karena saya tahu banyak
cerita orang yang lebih hebat. Bukan juga karena susunan kata saya indah, banyak orang yang
bisa menulis lebih baik.
Bedanya yang punya cerita bagus kadang tidak menulis, mereka hanya bercerita lisan saja.
Sedangkan saya, dengan segala keterbatasan, saya melakukan “menulis”. Jadi pembedanya
adalah act of writing. Aksi menulis itu.
Kalau bapak dan ibu ingat-ingat, mungkin banyak cerita personal anda yang luar biasa, tapi
hanya jadi kenangan di kepala, atau jadi bahan obrolan saja. alangkah baiknya kalau dituliskan,
sehingga lebih kekal jejaknya.
Jadi dalam kasus saya dan banyak penulis lain, buku seperti karpet terbang saya, yang
membawa saya terbang ke banyak tempat, karena tulisan-tulisan ini. Diundang kesana kemari,
dari Australia sampai Afrika. Priceless. Bicara di depan anak SMA di Australia, para diplomat
di Washington DC dll. Selain karpet terbang, jalur menulis seperti membentangkan karpet
merah. Tanpa menulis, nah siapa saya? Karena itu teman-teman mari kita coba menulis, nanti
akan terkaget-kaget sendiri merasakan konsekuensinya.

Ini beberapa foto saat saya diundang membahas buku di Amerika, Australia dan negara-
negara lain. Saya dan cerita saya mungkin biasa-biasa aja sebenarnya, tapi saya mau
menuliskan, mendokumentasikan, dan inilah yang jadi jalan untuk bercerita melintas batas
Manfaat 3: Tulisan itu adalah konten yang sangat fleksibel untuk berpindah medium.
Kita menciptakan IP (intellectual property). Dia bisa menjadi film, animasi, drama, game
dll. Coba lihat Harry Potter, Laskar Pelangi, Ayat Ayat Cinta, Hapalan Shalat Delisa dll.
Pengalaman saya, novel Negeri 5 Menara telah diadaptasi menjadi film layar lebar, menjadi
webseries di Maxstream, menjadi komik (masih belum selesai) dan siapa tahu bisa jadi animasi
atau games juga. Jadi tulisan teman-teman itu nanti tidak hanya punya ruang hidup terbatas di
lembar kertas atau di file msword. Dia bisa hidup berkembang biak seperti virus ke ranah lain.
Sebetulnya novel Ranah 3 Warna sudah selesai diadaptasi, sudah syuting dan editing, tinggal
tayang, tapi bioskop keburu tutup. Semoga kita nanti bisa nobar yaaa.
Nah kenapa saya bercerita semua ini di awal kelas kita? Agar teman-teman bisa mulai
membayangkan apa saja kemungkinan2 yang terbuka kalau kita mulai menulis, entah buku
entah artikel. Luas sekali impact nya. Buat kehidupan pribadi, maupun karir di kantor. Supaya
pada semangat menulis setelah kelas ini. Tapiii...
Mungkin ada pertanyaan yang muncul di kepala Anda. Apakah semua orang bisa menulis?
Apakah ini bakat atau bisa dipelajari?
Menurut saya, menulis bisa dipelajari. Saya bahkan menganggap diri saya tidak berbakat
luar biasa dalam menulis. Tapi saya orang yang belajar menulis. Saya baca banyak buku teknis
menulis, saya praktikkan, alhamdulillah jadi buku. Jadi siapa tahu jalan teman-teman ikut kelas
ini juga membuat teman-teman bisa menghasilkan buku nanti. Kita aminkan dulu ya…
Baiklah. Kalau menulis bisa dipelajari, jadi apa yang harus dilakukan pertama kalau
menulis?
Ini versi saya. Menulis itu mulai dari fondasi, mulai dari perjalanan ke dalam. Inner
journey.
Kalau kita ibaratkan membangun tulisan itu seperti membangun sebuah rumah, maka yang
pertama kita lakukan adalah membuat fondasi yang kuat. Menurut saya fondasi yang kuat itu
banyak berhubungan dengan hati. Karena hatilah yang mengikat semua manusia. Inilah fondasi
hati.
Kenapa menulis dari hati? Saya percaya kalau ingin tulisan kita sampai menyelusup ke hati
pembaca, maka kita perlu menulis dengan sepenuh hati. Bahasa hati. Boleh dicatat ini:
Menulislah dari hati, akan sampai ke hati. Main hati ini kita brooo and sis, bapak dan ibu hehehe
Menurut saya fondasi ini berlaku untuk semua jenis tulisan, mulai dari novel, artikel,
bahkan sampai surat cinta hehe. Bagi angkatan SMA-nya 90-an mungkin merasakan. Tapa
anak zaman now masih ada yang nulis surat cinta? Bukannya gaya sekarang menyatakan pakai
DM aja?
Baik, kita kembali ke materi. Kalau kita baca sebuah tulisan, ada ruang kosong di antara
baris pertama dan kedua dan seterusnya. Menurut saya ruang kosong itu ada tulisan tak tampak,
tulisan hati. Tak tampak, tapi terasa. Apa pernah membaca tulisan yang sederhana, tapi terasa
menohok hati? Mungkin itu tulisan yang dimuati dengan rasa dan bahasa hati tadi.
Kita kadang semangat menulis, tapi lebih banyak pakai akal dan logika. Tentu tulisan bisa
juga kuat, dan menyelusup juga ke dalam. Tapi lebih banyak masuk ke kepala, bukan ke hati.
Kalau tulisan menyelusup ke hati, dia akan membuat orang tergerakkan secara emosi dan
jiwa. Apa buku yang membuat teman-teman terharu, menangis, bahagia, tercerahkan? Itu
kemungkinan besar ditulis dengan hati.
Tidak harus buku, film atau lagu, juga berawal dari ide yang dituliskan. Juga bisa
menembus dan mengiris hati dan kadang tidak bisa move on. Kalau suka drakor, misalnya
CLOY. Crash Landing on You. Hayo siapa yang susah move on. Anyone? Hehehe. Siap
Kapten Ri!. Sttt. Istri saya yang nonton, saya hanya ngintip aja hahaha
Jadi kalau ditanya, bagaimana saya menulis buku. Saya melakukan 4 langkah penting. Dua
langkah pertama adalah perjalanan ke dalam hati sebelum menulis (Inner journey). Langkah
selanjutnya adalah mengeluarkan dari hati (outer journey).
✓ Langkah 1: WHY

Langkah 1 adalah bertanya pada diri sendiri WHY. Kenapa menulis. Niat sesungguhnya
apa? Mungkin terasa agak filosofis dan ngambang. Tapi menurut saya ini perlu ditanyakan
ke diri sendiri dengan sengaja. Lakukan dialog internal. Inner journey. Tidak ada yang tahu
jawaban ini selain diri kita, dan setiap jawaban kita akan unik. Bebas terserah kita dan hati
kita.
Bagaimana kalau di hati kita tidak ada alasan yang jelas. Misalnya, menulis cuma biar
asyik-asyik aja. Ya tidak apa-apa juga, coba saja tetap menulis dulu. Tapi teruslah bertanya
pada diri kita tentang motivasi utama di balik ini, reason terbesar, nawaitu-nya apa.
Semakin jelas dan kuat alasan kita menulis, maka semakin kuat energi menamatkan
tulisan kita. Semakin kuat jawaban WHY, semakin kuat stamina menulis kita.
Sebagai contoh, apa alasan atau WHY saya waktu menulis novel Negeri 5 Menara?
Mengikuti nasihat guru saya di pesantren yang mengulang sebuah quote dari Nabi
Muhammad. Bahwa manusia terbaik dan paling sukses itu adalah manusia yang paling
bermanfaat buat orang lain. Banyak cara untuk bermanfaat. Bisa dengan harta, tenaga,
kuasa dll. Saya merasa cara bermanfaat saya dengan menulis. Modal menulis murah, tapi
efeknya bisa luas.
Modal awal menulis kan hanya tiga. Sebatang pena, secarik kertas, dan sebongkah hati.
Itu saja.
Latihan 1: Yuk kita coba latihan sedikit. Silakan ambil kertas kosong dan sebuah
pulpen. Kalau diganti dengan HP atau tablet atau computer juga boleh. Sudah siap?
Tanyakan satu hal saja pada hati kita: “Untuk apa saya menulis?”
Kalau perlu sambil pejamkan mata, tarik napas, rileks dan mulai dialog jujur ke dalam.
Dengar jawaban jujurnya dari dalam. Take your time. Kalau sudah ada jawaban, pegang
jawaban itu. Lalu tuliskan di kertas. Kalau belum ada, atau belum jelas karena alasan apa,
ya tak apa-apa. Keep asking setiap hari. Mungkin suatu hari nanti akan ketemu jawaban
dari dalam itu.
Silakan teman-teman, boleh dicoba bbrp menit. ini perjalanan ke dalam. dialog ke
dalam.
Sudah pada dapat alasan masing2?
kita lanjut ya. kalau masih belum dapat alasanya, ini bagian dari proses dan kadang
tidak langsung ketemu. kita bicara fondasi hati.
✓ Langkah 2: WHAT

Setelah Langkah 1 WHY, ada Langkah 2 yaitu pertanyaan WHAT. Pertanyaan ini juga
pertanyaan ke dalam. Kita bertanya untuk menggali apa ide atau topik yang akan kita tulis.
Sebaiknya tulislah topik yang paling dekat dengan hati kita. Yang paling menggetarkan jiwa
kita. Yang paling membuat kita tak bisa tidur karena begitu semangat dengan hal ini. Topik
yang membuat kita tidak bosan membahas hal ini 3 hari 3 malam, topik yang membuat orang
lain mungkin gak tahan mendengar kita cerita itu lagi itu lagi.
Apa WHAT saya?
Kalau bicara hidup saya di pesantren Gontor ini, saya bisa dan kuat begadang, tanpa
capek. Karena kenangannya kuat dan berkesan sekali. Maka ketika saya menuliskannya dalam
bentuk novel, energinya deras sekali.
Bagaimana cara mencari jawaban WHAT ini? Tanya ke dalam, cari, renungkan.
Kadang kita tidak tahu dan tidak sadar apa yang sebenarnya dekat dengan hati kita. Kadang
kita sibuk dengan hal lain di luar kita, dan lupa ada hal yang tersimpan di dalam hati kita, belum
kita gali. Kadang tidak ada hubungannya dengan bidang kerja dan keilmuan kita.
Bisa dites. Mungkin kita punya teman kos, atau pasangan, atau teman kerja yang sudah
lama. Coba tanya kepada mereka, selama bergaul bertahun-tahun, menurut mereka topik apa
yang selalu kita paling senang bicara. Mungkin tanpa kita sadar kita sudah membicarakannya
tiap hari, tapi orang lain yang memperhatikan, kita malah lengah. Habis ditanya, mungkin
teman kita bilang, kamu seorang pegawai bank, tapi hampir tiap hari yang dibicarakan adalah
tanaman. Nah, siapa tahu topik tanaman ini yang dekat dengan hati kita. Tulis topik tentang
tanaman. Atau selama ini walau kamu ahli hukum, tapi yang dibahas selalu makanan. Nah
mungkin topik kuliner lah yang bisa ditulis dengan senang hati.
Pokoknya temukan topik tulisan yang kita suka sekali, nyaman sekali, yang kita siap
membahasnya kapan saja tanpa lelah. Malah yang dengarnya lelah hehe.
Jadi prinsipnya cari topik yang membuat kita semangat, riang gembira. Menulislah
dengan riang gembira, biar yang baca juga riang gembira. Jangan seperti menulis skripsi,
topiknya kita gak suka karena dipaksa dosen, jadilah kita menulis dengan sebal, akhirnya ketika
dibaca dosen, dia pun ikut sebal. dapatnya nanti cuma C. Nah ini di luar skripsi di luar tugas
kantor. Ini saatnya kita memilih topik tulisan kita dengan sesuka hati kita. Proyek pribadi kita.
Saran saya, memang menulislah dari hal-hal yang kita akrab. Yang kita kenal baik.
Bahkan menulis dari pengalaman pribadi akan sangat membantu membuat tulisan kuat.
Penugasan BI yang sampai ke seluruh Indonesia menurut saya menyediakan banyak calon
cerita, calon WHAT yang kuat
Di "menu pembuka" saya sudah minta teman-teman membayangkan ide tulisan apa ya?
Kita coba yuk, latih kepekaan hati kita untuk mencari ide dari dalam.
Latihan 2: Untuk latihan ini, kita punya waktu sekitar 5 menit. Saya minta teman-teman
semua rileks. Seperti tadi, kita mulai dialog ke dalam lagi. Tapi kali ini saya meminta teman-
teman menerbangkan diri ke masa-masa kecil TK, SD sampai usia SMA. Coba scan masa lalu
kita itu, cari dan tangkap satu momen yang paling tidak terlupakan dalam hidup di masa itu.
Momen ini bisa senang, terkejut, sedih, takut, menangis, atau bentuk emosi puncak lainnya.
Coba ingat lagi semua sensasi panca indera saat itu, bagaimana suhu udara, tekstur, warna, rasa
di lidah, bau dan aroma yang muncul, kumpulkan semuanya. Kalau mau lebih focus, silakan
pejamkan mata. Terus tenggelamkan diri ke masa lalu yang paling tak terlupakan itu. Saya
akan cek beberapa menit lagi ya.
Yak. Bagaimana sudah ketemu momentnya, sudah dapat semua kenangan panca
inderanya? Sudah kembali bisa merasakan emosi dan perasaan saat itu? Lepaskan dan leburkan
saja diri kita dengan memori waktu itu.
Baik, sekarang coba teman-teman tuliskan momen itu menjadi 1-2 paragraf. Jangan
pedulikan keindahan susunan kata, dan logika. Tumpahkan saja apa yang dirasakan dengan
bebas. Dalam latihan Ini tidak ada salah dan benar. Ini latihan menggali dan menulis bebas.
Saya kembali lagi nanti bbrp menit lagi untuk mencek.
Baik. Sudah selesai. Bagaimana rasanya? Ada yang perasaannya senang? Hangat?
Sedih? Sakit? Perih? Pedih? Menyesal? Trauma? Ada yang terharu sampai menangis? Atau
tertawa?
Terima kasih teman2 yg sdh sharing perasaan waktu membuat latihan ini. kalau masih
belum menuliskan jg tdk apa2. bisa dicoba lagi nanti secara mandiri. ini salah satu metode
menulis dari hati tadi. kita cari akarnya di hati dan kenangan dan perasaan
Yang kita lakukan tadi adalah mencoba mencari topik yang paling mengena di hati, dan
mencoba membawanya ke dalam alam fisik. Semua ide, kenangan, emosi, itu ada di alam
“gaib”, tidak tampak, tidak berbentuk. Sekarang kita buat bentuknya dalam sebuah tulisan,
dalam rangkaian kata. Latihan ini bisa dipakai untuk terus menjaga tulisan dekat dengan hati.
Kita sudah bahas 2 langkah. WHY dan WHAT. Kedua jawaban pertanyaan ini menurut
saya adalah fondasi hati untuk tulisan kita. Sekarang kita masuk ke yang ketiga: bangunan
tulisan.
✓ Langkah 3: HOW

Pertanyaan ke-3 ini adalah tentang bagaimana cara menuliskan topik awal yang sudah
kita dapat dari proses WHY dan WHAT tadi. HOW adalah tentang teknis penulisan. Menurut
saya, teknis penulisan itu rill, bisa dipelajari dan lebih gampang didapat. Tapi WHY dan
WHAT tadi lebih “gaib” dan tidak selalu gampang ditemukan. Perlu olah diri ke dalam untuk
menemukannya. Bahkan teknis menulis menjadi secondary, kalau WHY dan WHAT ketemu.
Ada tulisan yang sederhana secara teknik, tapi punya daya gerak yang besar dan mengena di
hati. Mungkin fondasi WHY dan WHAT nya sangat kuat. Tulisan itu sudah beyond mekanik.
Yang kita coba capai adalah fondasi kuat dan bangunan juga kuat.
HOW akan kita bahas lebih lanjut di materi 2. Isinya Bangunan Rasa & Logika Tulisan:
Karakter, Plot, Dialog, Setting
Sekarang ini saya bahas salah satu komponen HOW, yaitu riset. Tulisan fiksi apa saja,
agar punya kedalaman dan kuat, perlu riset. Bahkan puisi sekali pun. Mas Joko Pinurbo pernah
saya tanya, untuk puisi pendeknya juga perlu riset. Nah apalagi tulisan panjang, cerpen, novel,
dll. Bagaimana riset untuk novel yang saya lakukan?
Ketika pertama menulis Negeri 5 Menara tahun 2007, saya paling tidak melakukan 3
riset: literatur, referensi visual dan lapangan. N5M ini bercerita tentang perjalanan seorang
anak dari kampung di Sumatera lalu pergi merantau ke Jawa untuk masuk sekolah berasrama,
atau pesantren.
Riset Literatur: saya membaca beberapa buku yang temanya mirip dengan N5M. Coba
tebak buku apa saja yang saya baca?
Saya baca Harry Potter, karena kemiripan perjalanan Harry dan Alif. Harry naik
Hogwart Express dari London ke Hogwart saat berusia belia. Alif naik bus ANS dari Maninjau
ke Madani tiga hari tiga malam. Lalu untuk suasana asrama, saya juga baca Jo’s Boys karangan
Louisa May Alcott, dan Tom Brown’s Schooldays oleh Thomas Hughes. Untuk pergulatan
emosi karakter saya baca the Kite Runner oleh Khaled Hosseini dan Bumi Manusia-nya Pram.
Saat itu saya belum ketemu novel yang bercerita tentang seluk beluk hidup di pesantren.
Mungkin N5M yang pertama untuk jenis novel ini, sehingga jadi laku. Coba kalau ada yang
nulis lebih dahulu dari saya, mungkin nasib N5M tidak akan laris. Jadi perbanyak baca di
sekitar tema kita. Untuk memperkaya cara pandang dan cara mendekati cerita.
Selain itu saya juga membaca buku cara menulis novel. Writing a Novel karya Nigel
Watts adalah yang pertama, selain buku-buku lainnya. Saya baca dari awal sampai akhir, saya
aplikasikan, dan jadilah novel. Ini hadiah dari Yayi istri saya yang kuatir melihat suaminya
mau menulis novel, padahal jarang baca novel. Dia takut tulisan saya nanti kayak berita yang
panjang. karena latar belakang saya wartawan di Majalah Tempo dan VOA.
Saya membaca banyak referensi menulis ini dan mempraktikkannya sehingga jadi
novel yang dibaca orang. Sehingga saya sampai pada kesimpulan:

Riset referensi visual. Saya beruntung punya disiplin untuk mendokumentasikan foto-
foto lama. Apalagi di Gontor dulu kita punya acara wajib tahunan, berfoto bersama guru,
dengan teman sekelas, teman sekamar, teman satu kegiatan, dll. Saya bongkar foto lama, dan
dengan melihat foto, memori masa lalu kembali dengan cepat dan segar, sehingga mudah
diolah menjadi cerita.
Riset catatan tertulis pribadi. Saya pulang kampung untuk membongkar lemari tua di
rumah. Mencari apa? Mencari buku harian yang saya tulis secara teratur sejak SMP. Buku
harian saya bukan buku khusus dengan gembok ya, tapi buku tulis biasa saja, tapi berisi catatan
harian. Ternyata masih ada hampir semua buku harian ini. Ini bahan riset yang berharga. Saya
baca ulang satu persatu, dan saya ambil bagian dramatis untuk bisa menjadi bagian dari novel.

Nah ada sebuah kejutan. Ketika pulang kampung ke Padang itu saya bicara juga dengan
Amak, ibu saya kalau saya akan menulis novel. Mungkin beliau bingung anak yang dikirim ke
pesantren ini kita bukannya jadi ustad, tapi mau menulis novel hehe. Ibu saya masuk kamar,
membuka lemari bajunya dan mengeluarkan sebuah tumpukan kertas tebal. Apa isinya?
Ternyata itu adalah kumpulan surat yang saya kirim ke ibu saya selama saya belajar di Gontor
empat tahun. Surat saya dikoleksi oleh ibu saya, dan dibuat kronologis, diberi nomor oleh ibu
saya sesuai dengan tanggal diterimanya. Wah saya senang sekali. Surat pribadi adalah bahan
riset yang otentik dan berharga sekali. Semua perasaan galau dan senang tergores di kertas-
kertas yang mulai menguning itu. Saya minta surat itu ke Amak dan saya jadikan bahan untuk
beberapa bagian novel.

Masih ingat mantra man jadda wajada? Itu adalah sebuah pepatah Arab yang diajarkan
guru saya di pelajaran mahfuzhat di hari-hari pertama di Gontor. Dan, saya ternyata masih
menyimpan buku catatan hari pertama itu. Buku tulis yang sudah kuning itu, kalau saya sentuh
dengan jari, rasanya saya terbang ke suasana kelas hari itu. Bau kelas, suara keriuhan, semangat
belajar, dll. Jadi kalau teman-teman nanti riset, gali terus segala sumber yang bisa
menghadirkan tidak hanya informasi, tapi juga emosi dan perasaan.

Jadi tadi kita sudah menjawab WHY, WHAT, HOW, dan sekarang ada satu lagi.
✓ Langkah 4: WHEN

teman-teman sudah jelas niat, sudah tahu apa yang akan ditulis, sudah tahu cara
menuliskannya, lalu kapan menulisnya? Menulisnya sekarang saja. Saat ini saja. Dicicil saja.
Seperti kata pepatah, sedikit sedikit lama-lama menjadi buuu...
menjadi BU….KU!
Mau bikin novel atau buku dalam setahun? Bisa kalau mau konsisten. Menulis sajalah
sehari satu halaman, dalam setahun kita akan punya 365 halaman, sudah ada calon novel, bisa
diedit, dan mungkin tahun depan kita punya novel. Kalau memang mau bertekad besar, menulis
saja mulai hari ini sehalaman, terus menerus, konsisten. Tanggal 17 Mei 2021, kita bisa
merayakan dan salaman. Selamat! Anda punya novel atau buku. Catat aja tanggal ini dulu di
buku teman-teman, siapa tahu jadi kenyataan, atau bahkan bisa lebih cepat dari itu.
Masalah WHEN ini juga berhubungan dengan masalah kapan waktu terbaik kita
menulis. Jadi golden hour kita. Kapan kita paling nyaman dan asyik menulis. Coba-coba aja.
Apakah pagi, apakah tengah malam, apakah setelah mandi, apakah setelah memasak. Setiap
orang punya writing clock masing-masing. Kalau saya? Saya suka pagi, tapi bisa kapan saja,
karena terbiasa jadi wartawan.
Jadi kalau kita simpulkan, gambarnya seperti ini:

Untuk fiksi.
Untuk non-fiksi.
Ok, tinggal 1 lagi bahasan kita. Yaitu menurunkan ide cerita tadi ke bentuk yang lebih
nyata. Saya biasanya memakai mind map. Kalau teman-teman belum terbiasa dengan mind
map, ini adalah metode menurunkan berbagai ide dalam bentuk tertulis, tanpa harus beraturan,
tapi punya keterkaitan satu sama lain. Tidak ada aturan, bebas menyambung-nyambungkan
berbagai hal. Dimulai dengan ide awal di tengahnya.
Tujuan mind map ini adalah untuk membuat peta perjalanan ide kita. Peta cerita kita.
Secara sederhana dan kasar saja. Sehingga kita tahu kira-kira dimana titik berangkat dan titik
akhir. Supaya kita tidak tersesat di tengah pikiran dan tulisan sendiri.
Tujuan mind map ini adalah untuk membuat peta perjalanan ide kita. Peta cerita kita.
Secara sederhana dan kasar saja. Sehingga kita tahu kira-kira dimana titik berangkat dan titik
akhir. Supaya kita tidak tersesat di tengah pikiran dan tulisan sendiri.
Keindahan mind map itu karena sederhana dan tidak susah membuatnya, karena tidak
harus detil, dia tidak rigid, bisa dikembangkan, dan membuat kita lebih rileks dan bebas
berkreasi.
Ini contoh mindmap tentang menulis esai, dari gurunya, Tony Buzan

Coba perhatikan,
ide awal di tengah, lalu
dikembangkan dengan
bebas melalui sulur-
sulur ke sekelilingnya.
Ide cerita (yang kita
dapat dari pertanyaan
WHAT tadi) juga bisa
diperlakukan seperti
itu.
Saya memulai novel Ranah 3 Warna dengan mind map yang sederhana ini. Sederhana
sekali, tapi bisa tumbuh menjadi sebuah novel 400 halaman lebih. Oya, judul awalnya dulu
Tanah 3 Warna. Nanti setelah kelas teman-teman bisa coba buat mind map sendiri
Kalau teman-teman mau mencoba nanti, sila mengambil kertas kosong dan mulai
menggambar mind map jawaban WHAT kita masing-masing. Atau ide cerita lain yang ada di
kepala kita. Kalau bingung memulainya, tulislah di tengah kertas kosong itu ide awal, calon
judul, topik besar, atau apa saja, dan kembangkan dari sana. Bisa seru lo
SESI TANYA JAWAB
Q: Apakah saya dapat mengambil motivasi dari luar? Mengikuti penjelasan pak Fuadi
untuk tidak sekedar menjadi manusia “burung” yang mewujudkannya melalui tulisan. Karena
menurut saya, motivasi tersebut adalah motivasi terkuat.
A: boleh banget pak, tp biasanya motivasi terkuat itu, dari dalam
Q: Untuk menentukan judulnya agar lebih menarik dan dimintai Pembaca bagaimana
Pak?
A: judul buku2 saya biasanya hasil dari pilihan 20an calon judul, yang terus dievaluasi,
lalu diujikan ke bbrp orang, kadang saya lakukan polling di sosmed. yg paling tinggi nilainya
kemungkinan paling disukai umum
Q: Pak Fuad, ketika saya mau menulis tadi, kenapa pikiran saya blank ketika jemari
mulai menulis ??. Padahal sebelumnya ide sudah terlintas
A: coba tangkap dulu potongan2 idenya dg mind map pak. gak harus langsung nulis
Q: Selain melalui pengalaman, apakah membaca banyak buku itu dapat menambah
proses menulis kita? berapa persen kebutuhan membaca buku terhadap proses kita menuangkan
ide? dan bagaimana menghindarkan plagiarisme?
A: memang kunci menulis hanya 2: banyak membaca dan banyak menulis. tentu
membantu banget bu. kalau kita mengutip dengan menyatakan sumber dg detil, tentu tdk
plagiat, tp kalau mengutip habis seperti milik sendiri, itu yg plagiat menurut saya
Q: pak ketika mau menulis tp kok teringat dengan buku-buku lain yang sejenis takutnya
kita mnjadi follower bahkan plagiat tulisan orla. gimana caranya agar ide kita dan tulisan kita
tetap orisinil
A: tiap orang itu punya keunikan dan kekhasan masing2, coba aja dulu menulis. kalau
sdh ada naskah, baru kita perbaiki dan poles melalui proses editing. ini nanti bisa membuat kita
punya ciri khas sendiri
Q: Bagusnya saya jadi diri sendiri atau orang lain ya dalam tulisan?
A: be yourself! tp boleh melihat cara berbagai penulis lain dalam bertutur
Q: Pak Fuad, terkadang saya pengen menulis tetapi binggung mau mulai dari mana?
Mhn pencerahannya pak. Terima kasih
A: coba mulai dari WHY dan WHAT tadi pak. coba diulang lagi latihan tadi, dan
tangkap idenya dg mindmap. nanti kita bahas lanjutannya di kelas setelah ini
SESI TANYA JAWAB DITUTUP
Baik bapak ibu semua, waktu sesuai jadwal kita sudah lewat 2 menit. kita cukupkan
disini dulu, tapi kita masih akan ketemu 5 kali lagi, jadi masih ada banyak waktu utk tanya2
Bagi yang berminat, bisa mencoba latihan mandiri untuk kita bahas pas pertemuan
zoom. Tugas A: Tuliskan lebih lengkap jawaban pertanyaan WHY dan WHAT masing-masing.
WHY adalah tentang niat, WHAT adalah ide cerita/tulisan dalam bentuk 1-3 paragraf. Tugas
B: Di kertas polos, buatlah mind map kasar dari ide cerita/tulisan tadi. Kalau teman-teman
mengerjakannya cepat, boleh mengirimkan tugas A dan B ke email kelasafuadi@gmail.com.
Kita akan bahas bbrp hasil latihan teman-teman nanti.
Terima kasih utk antusiasme teman-teman semua. Selanjutnya saya kembali ke Mbak
Ruri utk menginformasikan hal lain utk kelas selanjutnya
TUGAS MANDIRI
Bagi yang berminat, bisa mencoba latihan mandiri untuk kita bahas pas pertemuan
zoom.
A. Tuliskan lebih lengkap jawaban pertanyaan WHY dan WHAT masing-masing.
WHY adalah tentang niat, WHAT adalah ide cerita/tulisan dalam bentuk 1-3 paragraf.
B. Di kertas polos (kemudian difoto), buatlah mind map kasar dari ide cerita/tulisan
tadi.
Kalau Bapk/ibu dan teman-teman mengerjakannya cepat, boleh mengirimkan tugas A
dan B ke email kelasafuadi@gmail.com.
Kita akan bahas bbrp hasil latihan teman-teman nanti.
Part 2
Bangunan Rasa & Logika Tulisan: Karakter, Plot, Dialog, Setting
di materi ini akan bisa menjawab bbrp pertanyaan teman-teman minggu lalu yang
belum terjawab. Seperti biasa, mari kita nikmati kelas ini dengan rileks, silakan kalau perlu
tambahkan musik, posisi yang nyaman dan dilengkapi kopi atau cemilan. Materi kita kali ini
akan lumayan padat rapat merayap, tapi Insya Allah akan tetap menarik. Semoga kita semua
bisa fokus ya.
Sebelum mulai, saya ajak teman-teman untuk berdoa, semoga kita bisa saling berbagi
ilmu disini, saya dan teman-teman saling memperkaya wawasan. Kita minta kepada Allah agar
diberi ilmu yang berlimpah, bermanfaat, dan mudah mendapat pemahaman. Amin.
Bagi teman-teman yang pekan kemarin ikut materi 1, saya akan review lagi inti menulis
menurut saya ya. Menulis itu awalnya dengan mempersiapkan fondasi kuat supaya tulisannya
berotot dan berasa. Pondasi itu bermula dari hati. Untuk itu maka kita kemarin mencoba
menggali ke dalam, inner journey, perjalanan ke dasar hati kita sendiri-sendiri. Pertama apa
niat terdalam kita (WHY). Semakin spesifik semakin baik dan semakin kuat, sehingga nanti
semangat menulisnya juga kuat. Kedua adalah apa topik yang kita akan tulis (WHAT), yaitu
sesuatu yang sangat dekat dengan hati kita, selalu terngiang-ngiang, tidak terlupakan, yang
dengan senang hati kita bicarakan panjang lebar, sampai yang dengar minta ampun.
Dengan menjawab WHY dan WHAT, kita berharap bisa meletakkan pondasi awal yang
kuat untuk perjalanan menulis kita. Yaitu niat yang kuat dan topik tulisan yang hati kita
memang suka, yang kita tertarik, yang kita menulisnya dengan sepenuh hati, sepenuh rasa,
sepenuh tenaga, riang gembira. Tapi ada juga yang bilang tidak harus selalu riang gembira, tapi
bisa juga dengan segenap perasaan marah atau sedih, untuk melepaskannya dari hati, agar
plong, lapang. Mungkin ada benarnya. Nah ini mungkin cocok juga untuk terapi menulis.
Setelah menulis, serasa habis curhat habis-habisan ke orang terpercaya. Lega. Yang mana yang
teman-teman pilih terserah, yang terpenting topiknya memang dekat dengan hati kita.
Yang kita tuju adalah tulisan atau cerita yang baik dan ada manfaatnya. Bukan tulisan
yang laku, bukan bestseller. Tapi baik. Semoga hasil yang baik ini juga laku. Materi kita
sebelum ini ringkasnya seperti ini

Kemarin kita juga bahas tentang HOW. Kita sudah bahas singkat tentang riset. Tapi
kita belum banyak bahas tentang teknis menulis.
Materi 2 ini adalah materi yang padat dengan teknis menulis. Banyak yang sifatnya
check list untuk mengukur dan menguji tulisan kita. Setelah ada fondasi, saatnya kini kita
membangun tiang-tiang dan dinding-dinding bangunan tulisan kita.
Maka judulnya: Bangunan Rasa & Logika: Karakter, Plot, Dialog, Setting
Seperti kita bahas sebelumnya, bangunan tulisan itu perlu dibina oleh rasa hati. Tapi
tidak melupakan juga logika. Kalau hanya mengandalkan rasa dan hati saja, tapi tidak logis,
maka banyak pembaca yang akan bosan. Kalau hanya logis saja tapi miskin rasa, maka orang
juga akan bosan juga, atau malah stress. Kombinasi bahasa hati dan bahasa logika ini yang
perlu kita ramu.
Ok. Siap, kita mulai masuk topik utama ya.
1. Plot
Apa itu plot? Kadang kalau kita menonton film, atau baca cerita, orang bilang ini
plotnya keren. Ada yang pernah geleng2 kepada dan berdecak kagum setelah menonton film
atau baca cerita? Cerita apa? Film apa?
Kalau kita menonton film atau membaca cerita, lalu kita terkesan sekali, mungkin salah
satunya karena plot yang bagus. apa itu plot?
Plot: narasi yang saling berhubungan KAUSAL, yang menghasilkan PERUBAHAN
penting dan lengkap, dan memberi kepuasan emosi kepada pembaca.
Novelis E. M. Forster: plot adalah hubungan SEBAB AKIBAT antara kejadian di
dalam sebuah cerita. Jadi ada LOGIKA cerita dan WAKTU. Forster memberi contoh:
The king died, and then the queen died, is a STORY. Kalau hanya susunan kejadian,
itu cuma cerita. Anak kecil biasa bercerita seperti ini. Kejadian-kejadiannya banyak, tapi tidak
dihubungkan logika sebab akibat.
The king died, and then the queen died of grief, is a PLOT. Kalau ratu wafat KARENA
raja wafat, barulah itu PLOT. Jadi ada penyebab sesuatu terjadi. Ada logika saling
berhubungan.
Biar lebih mudah dipahami, ini visualnya

Jadi PLOT bisa juga disebut: struktur dari kejadian-kejadian yang membangun sebuah
cerita melalui hubungan sebab akibat dan alur waktu.
Kalau terasa agak ribet, nanti bisa dibaca lagi pelan-pelan. Yang perlu kita ingat agar
cerita itu seru, perlu ada “sebab akibat” dan “alur waktu”
Nah dalam sebuah cerita yang selama ini kita nikmati, baik dalam bentuk drakor, film
Hollywood atau novel, selalu ada struktur. Dan struktur cerita itu umumnya dibangun oleh 3
babak. Pembuka, tengah, penutup. Act 1, Act 2, Act 3.
Maaf, out of topic sedikit, apa disini banyak yang penonton drakor?
Baeklah, lumayan jamaah drakor disini, bukan rakor hehe. Untuk membayangkan
struktur cerita, bisa juga dengan membayangkan alur cerita drakor atau cerita lain yang kita
sukai

Kalau 3 acts ini kita pasangkan dengan tahapannya, bisa menjadi: eksposisi, konflik,
aksi memuncak, klimaks, aksi menurun, resolusi. Nah jangan terlalu pusing dengan istilahnya
ya, banyak versinya. Yang penting kita mengerti 3 tahapan besar ini dan gambaran aliran
ceritanya.
Nah, kalau dijadikan cerita sederhana dan visual bisa seperti gambar setelah ini.
Ceritanya: Ada seorang laki-laki yang punya impian jadi raja, lalu mendengar kabar ada
sayembara. Sayembaranya: siapa yang mengalahkan naga dia bisa jadi raja. Maka dia
berperang dengan gagah berani, dia luka-luka tapi naga bisa dikalahkan. Karena itu dia
menerima mahkota dan jadi raja, dan bersenang-senang di istananya. Biar lebih gampang
memahaminya, kita amati sebentar gambar di bawah ini ya. Coba kita amati perjalanan laki-
laki ini.

Biasanya komposisi isi cerita seperti ini. Awalnya gak terlalu panjang, supaya orang
gak bosen, bagian tengahnya yang seru lebih panjang, dan akhirnya juga gak terlalu panjang

SESI TANYA JAWAB


Q: Apakah harus selalu begitu ya ? Boleh nyelenehkah, misal 1 dan 2 saja..3 nya
digantung
A: gak selalu harus begitu. ini pola umum, karenanya pola yang paling gampang
dikenali banyak orang. kalau act 3 digantung, orang biasanya gak puas, jadi malah ingin ada
sambungannya, atau malah males karena merasa tdk mendapatkan akhir yang dinanti2
Q: apakah plot tersebut dapat digunakan untuk tulisan non fiksi, artikel, dll? atau secara
besaran saja, pembuka, pembahasan dan kesimpulan?
A: bisa dipakai utk non fiksi. coba baca misalnya tulisan2 non fiksi di Newyorker, itu
tulisan yg disebut jurnalisme sastrawi. non fiksi, tp bacanya asik kayak baca fiksi. fiksi yg
berhasil katanya yang serasa itu nyata,
Q: Izin bertanya, Kalau bagian akhir yg menggantung itu bagaimana ?
A: cliffhanger. biasanya udah menuju end, tp dibuka lagi kemungkinan2 lain. dibuat
tanggung. biasanya utk ada sekuel
SESI TANYA JAWAB DITUTUP
Ok, saya tutup lagi chat ya, kita jalan lagi dg materi
Jadi, materi 2 ini berhubungan erat dengan WHAT teman-teman yang kita bahas dulu.
Untuk membangun pilar dan dinding cerita, maka WHAT atau calon cerita teman-teman
dimasukkan ke dalam struktur plot seperti ini.
Nah di antara Act 1 (beginning) dan Act 2 (middle) ini biasanya ada konflik. Apa itu
konflik?
Konflik dalam teknis penulisan fiksi tidak selalu perang, orang berantem, putus cinta,
cerai dll.

Coba lihat gambar di bawah ini. Yang mana yang lebih menarik? Yang lebih menarik
itu berarti mengandung konflik. Jadi kita manusia ini jangan-jangan suka konflik ya? Hehehe
SESI TANYA JAWAB
Q: Bagaimana menghadirkan konflik pada tulisan non fiksi, Pak?
A: Ini pertanyaan bagus. Kalau merujuk kepada definisi konflik di fiksi: kenyataan
tidak sesuai dg harapan. Maka di non fiksi potenti "konflik" banyak sekali, yaitu ketika
kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan peraturan yang ada misalnya. Konflik bisa juga
dibangun dari berbagai teori yg berseberangan dan kita mencoba membandingkan dan
mengaitkan kepada fakta lapangan
Q: Apakah dalam tulisan non fisksi harus ada konflik juga Pak?
A: Tidak harus ada. tp kalau sampai bisa kita munculkan, maka tulisan biasanya akan
lebih menarik. orang akan penasaran. utk belajar menulis non fiksi dg gaya fiksi bertutur, bisa
baca buku malcolm gladwell. dia jurnalis NYT yang menulis buku2 non fiksi keren. kalau ingin
banyak referensi tulisan jurlisme sastrawi, silakan baca Newyorker, atau kalau di Indonesia,
bisa baca artikel2 Majalah Pantau (almarhum). Artikelnya masih banyak beredar kalau di
google.
SESI TANYA JAWAB DITUTUP
2. Karakter
Pilar penting sebuah bangunan
cerita adalah karakter.
Apa itu karakter? Kalau di film,
adalah pemain filmnya. Kalau di cerita
adalah orang-orang yang kita ceritakan,
atau yang bercerita.
Karakter cerita/film apa yang
paling teman-teman ingat? Kenapa? Saya
buka chat sebentar ya. Mau dengar karakter
yang teman-teman ingat dalam cerita atau
film dan kenapa? Kalau yang suka drakor
yang pasti Kapten Ri hehe.
Ok kadang-kadang memang kita hanyut dengan cerita dan karakter yang ada di cerita
itu. Jadi bagaimana agar karakter itu kuat? Ini syaratnya: Rounded character. Punya 3 dimensi,
yaitu: a).fisiologi: seperti tinggi, berat, umur, kecil suara, dll. B).sosiologi: kelas sosial, tinggal
dimana, sekolahnya apa, dll. C).psikologi: fobia, mania, fear, guilt, fantasy, dll. Lebih detil bisa
baca di the Art of Dramatic Writing (1946) by Lajos Egri dan buku James N Frey
Apa lagi yang membuat karakter kuat? Apa yang DILAKUKAN karakter yang
membuat menarik, bukan hanya SIAPA mereka. Anticipation of action. Nah, dia mau apalagi
nih? Gimana kalau dia terdesak? Kita deg-degan bukan karena melihat tampan/cantik wajahnya
saja, tapi dia mau bertindak apalagi nih. Entahlah kalau itu Kapten Ri atau James Bond
misalnya. Baca juga Writing a Novel by Nigel Watts.
Nah karakter yg teman2 sebut di atas, tampaknya memenuhi syarat rounded character
ini
Contohnya, apa yang dilakukan Nemo, atau Harry Potter, atau Alif (Negeri 5 Menara),
atau Fahri (Ayat Ayat Cinta), atau Rangga (AADC), atau Kapten Ri (CLOY) saat dapat
masalah? Bukan tentang siapa mereka saja.
Syarat karakter kuat: Karakter fiksi juga seperti kita: Punya keinginan, motivasi hidup,
problem internal/eksternal, kelemahan dan konflik seperti manusia sebenarnya. Cuma kadang
“berlebih” dibanding manusia biasa. Reaksinya lebih kuat, lebih terasa, lebih dramatis kadang-
kadang.
Jadi stronger lines, richer pigments. Bukan stereotip, seperti yang hitam, bertato, Bronx:
preman.
Syarat karakter kuat: Karakter bisa terasa hidup karena konflik. No conflict, no story
Selalu carikan masalah dan problem bagi karakter. Suruh memanjat pohon yang tinggi
dan licin, lempari dengan batu, ada tawon, lalu suruh turun lagi! Dia berjuang dan berhasil
memecahkan masalah. Dia man jadda wajada!
Syarat karakter kuat: sebagai penulis kita harus suka karakter yang kita tulis. Love your
character! Kalo kita tidak suka/peduli, bagaimana pembaca akan suka? Pembaca akan merasa
kalau kita tidak terlalu peduli sama karakter bikinan kita. Kenali karakter seperti mengenal diri
sendiri. Caranya?
Buat biografi singkat dan wawancarai dia. Lakukan audisi! Contohnya karakter di Anak
Rantau, Negeri 5 Menara dan Ranah 3 Warna. Saya membuat biografi singkat mereka, 1-5
halaman, untuk referensi saya saja. Biar saya kenal mereka
Nah, ini agak inner journey lagi nih. Tentang hati dan diri bagian dalam kita. To know
your character, know yourself. Pahami diri kita lalu mencoba mengerti manusia dari cara
pandang mereka. Kualitas empati sangat fundamental bagi penulis.
kita kenal apa yang diinginkan dan apa yang tidak diinginkan karakter, maka kita akan
mudah menciptakan rintangan buat mereka. Jika protagonist ingin jadi orang kaya, maka
rampoklah dia. Lalu kita lihat reaksi dan perjuangannya menghadapi masalah itu
karakter kuat: Buat pembaca peduli. Pembaca bisa peduli dengan karakter kalau ikut
merasakan perasaan karakter fiksi ini.
Kita bisa punya akses ke perasaan karakter itu melalui 2 hal: 1.Empati. Merasa ada
bagian diri kita di dalam karakter itu. “Ini gue banget” dan 2. Simpati. Kita bisa suka dengan
karakter itu. Bahkan tergila-gila! Bahkan kita bisa jatuh cinta sama tokoh “jahat”. Seperti tokoh
pencuri, perampok seperti di Ocean 11 atau di Money Heist. Bagaimana dengan tokoh jahat
seperti Hannibal di Silent of the Lamb?
Coba yang suka drakor, boleh angkat tangan. Kalau Kapten Ri dan Yoon Seri langsung
bisa menikah setelah dia mendarat pakai payung di Korea Utara, maka nggak bakalan ada
CLOY berjilid-jilid. Tapi karena ada konflik (Korut, tentara korup, kakak yang dengki, dll),
maka cerita ini menarik. Begitu, menurut istri saya yang nonton berkali-kali hehe.
Coba kalau dalam Harry Potter tidak ada Voldermort, cerita tidak akan seru.
Tapi perlu diingat juga, konflik kan tidak harus selalu dari luar. Dalam Negeri 5
Menara, konflik dari luar sedikit, tapi yang ada konflik dari dalam hati Alif yang selalu merasa
dipaksa dan tidak cocok tinggal di pesantren.
Bagaimana cara kita bisa mengungkapkan seorang karakter kepada pembaca?
Ada 7 alat untuk mengungkapkan karakter menurut Nigel Watts:
1. Deskripsi fisik: ceritakan sesuatu yang tidak umum. “Pakai kruk dibanding pakai
baju merah”
2. Pernyataan narator/penulis: “Mukanya memutih seperti kapas”
3. Aksi: “Dia melompati jurang itu”
4. Asosiasi: “baju kumuh, mobil sport, kalung berlian”
5. Pikiran karakter
6. Ucapan
7. Komentar dan pikiran orang lain
Untuk bisa membuat cerita yang asyik, penulis perlu mampu memerankan tiga fungsi
secara berganti-ganti: penulis, pembaca dan karakter. Penulis adalah narrator, pencerita yang
menuturkan cerita. Karakter adalah yang diceritakan. Penulis bisa menitipkan ceritanya ke
karakter, terutama kalau pakai sudut pandang “aku”
SESI TANYA JAWAB
Q: Apakah karakter harus berupa orang? Atau dapat berupa benda atau produk baru?
Misal seperti Steve Jobs yang menceritakan tentang iPad atau iPhone terbaru
A: Tidak harus pak. Tapi apa pun objek yg jadi karakter itu, dia menarik karena punya
ciri-ciri tertentu. Coba kita lihat dongeng atau cerita anak yang memakai karakter binatang.
Lion King, Finding Nemo. Tetap menarik, karena karakter itu punya sifat2 manusia dan punya
emosi. Kalau produk dalam kasus Jobs, ini menarik. Yang jadi karakter di cerita ini menurut
saya Jobs as himself yang bercerita dg otoritas, dan produk dia yang bagus
Q: Dalam sebuah cerita kan banyak sekali karakter yamg diperankan, bagaimana
supaya tetap konsisten dengan masing2 karakter ?
A: Buat peta karakter, silsilahnya, dan setiap karakter kita buat biografi singkat, sekitar
1 halaman, biar gak ketuker2 sifat dan stylenya
SESI TANYA JAWAB DITUTUP
3. Dialog
Tiga fungsi dialog:
✓ memajukan cerita
✓ memberi info (tapi jangan berlebih. Campur dengan summary)
✓ menguatkan karakter.
Trik dialog bagus: membuat kesan seakan dialog riil tanpa meniru dialog sebenarnya.
Coba deh iseng rekam dialog kita dalam kehidupan kita sehari-hari, lalu dengarkan lagi.
Berantakan loh. Nah dialog dalam novel itu seakan-akan riil, tapi sudah dirapikan, tidak
seberantakan yang hidup nyata. (life has no plot, conversation has no shape, repetitive. Record
it!)
Tujuan dialog adalah: memberi impresi dialog riil, tapi bukan mereplikasinya (bahasa
asing, aksen, salah bicara dll)
Tulis ulang sebuah dialog sampai sependek mungkin. Tinggal saripati dan intinya saja.
Masukkan “sub-text”, arti di bawah permukaan. Misalnya, adegan dialog Pertengkaran
tentang makanan di meja makan mungkin bukan tentang makanan itu sendiri, tapi lebih dalam
lagi, adalah tentang hubungan tidak harmonis perkawinan.
Perkuat dialog dengan gestur tubuh. Rasakan dan lihat perbedaan efeknya ke emosi
pembaca.

Dialog yang bagus: mengungkapkan keinginan karakter secara tidak langsung. Indirect
dialogue. Lebih menarik mana? “Ngopi yuk” atau “Yuklah. Mulut pahit nih”
Dialog yang bagus: mengandung bibit konflik, tidak langsung, cerdik dan berwarna.
Contohnya:
Cek dialog dengan 4 hal:
✓ Apakah ada konflik?
✓ Apakah klise?
✓ Apakah bisa dibuat lebih baik secara tidak langsung?
✓ Apakah cerdik dan berwarna?
Cek dialog dengan membaca tulisan kita keras-keras atau minta orang lain membacanya
keras-keras. Ini bisa membantu. Dengarkan dengan kuping fisik dan juga kuping batin (inner
ear).
SESI TANYA JAWAB
Q: Apakah berbicara dalam hati termasuk dialog
A: bisa termasuk dialog
Q: bagusnya sebuah dialog menggunakan satu bahasa atau boleh menggunakan lebih
supaya menarik
A: bisa pakai berbagai bahasa utk membuat menarik, menambah kredibilitas karakter,
tp tdk menyusahkan pembaca
Q: Kalau dialog kita terasa garing, bagaimana triknya membuat cair? Saya sering
"macet" disini, Pak..
A: saya kadang2 juga garing hehe. makanya dialog perlu diedit, direvisi, dicek dg
checklist spt di atas. lama-lama yg garing bisa bagus juga kok
SESI TANYA JAWAB DITUTUP
4. Setting

Setting seperti tepung dalam kue. Tidak seheboh butter atau coklat, tapi tanpa tepung
tidak ada kue. Tidak ada jangkar, atau anchor.
Sebuah tempat juga harus punya karakter. Punya 3 dimensi, kredibilitas, serasa seakan
penulis bicara dari pengalaman
Lakukan riset lokasi atau setting supaya lebih riil. Datangi, atau “tonton” lokasi itu.
Jangan lihat gambar besar saja, lihat detil. Bau, sampah, warna, lembutnya kain, bunyi engsel,
rasa air dl l Karena detil-detil kecil ini yang membedakan dan membangkitkan rasa sebuah
tempat. Kalaulah setting kita imajiner, tetap dibuat seakan punya karakter seperti riil
View outside in. Bantu pembaca melihat dari luar dan juga dari dalam. Seperti setting
Pondok Madani di Negeri 5 Menara, atau Hogward di HP.
Pertimbangkan apa yang ditawarkan suatu tempat dari sisi dramatisnya. Yang menarik
misalnya setting isolasi (Hogward, Madani, CLOY) atau cuaca ekstrim seperti di kutub.
Usahakan setting itu terasa konkrit, bisa disentuh, bisa diindera. Sediakan buat pembaca
petunjuk-petunjuk inderawi. Bayangkan hari pertama kita masuk SD dulu. Setting bisa
terbayang segar karena ada yang konkrit dalam bentuk, bunyi, warna dan bau. Pembaca akan
mengalami suasana setting kalau penulis mengalaminya, walau itu sebenarnya dalam imajinasi
penulis saja. Storytelling is picture painting with words. Menulis cerita itu kita bagai melukis
dengan kata-kata
Jangan lupa namai setting dengan detil. Sebut Trembesi, bukan hanya sebuah pohon
besar. Anggora, bukan hanya kucing. Pelajari segala macam nama. Nama menambah
kredibilitas dan otoritas seorang penulis. Dia hadir.
Show, don’t tell. Tidak cuma show, tapi choose. Pilih dan fokus pada yang penting,
unik, spesial dari sebuah ruangan, lanskap atau orang. Lalu apa yang akan kita perlihatkan dan
apa yang tidak? Tidak ada ceklis mana yang dipilih. Ini seninya. Tidak harus memperlihatkan
semua. Bayangkan sebuah film. Biarkan pembaca mengisi dengan imajinasinya sendiri.
Sepotong gaun panjang putih berenda sudah cukup, misalnya, untuk menggambarkan suasana
pernikahan. Kita hormati kepintaran pembaca membuat kesimpulan.
Visualisasikan setting. Pejamkan mata seperti melihat film dengan mata tertutup.
Seperti kita melakukan zoom dengan kamera, ada yang long shoot, medium shoot, close-up.
Jangan long dan medium saja. Contohnya, dari satu titik pandang, kita bisa punya 3 gambar ini
hanya dengan melakukan zoom in zoom out

Ini adalah patung yang sama tapi dengan zoom yang berbeda.
Setting tidak hanya fisik, tapi juga emosional. Masukkan reaksi manusia dalam setting.
Bagaimana seorang terlihat sedih? Dalam badan dan muka. Bisa gunakan zoom, sampai
bagaimana pupil mata meredup, urat di atas kelopak mata berkedut dll. Tapi jangan terlalu
berlebihan.
Nah, rekan-rekan semua, itulah materi 2 kita. Lebih terasa teknis dan teoritis ya? Karena
itu jangan dijadikan beban, cukup dijadikan rujukan atau checklist kalau sudah menulis cerita,
supaya cerita kita semakin kuat.
Saya tahu mungkin ada yang terasa terlalu banyak informasi dalam 1 jaman terakhir
ini. Jangan kuatir, tidak harus semuanya kita pakai, dan tidak harus semuanya langsung
dipahami. Bisa nanti dibaca ulang pelan-pelan untuk meresapi
Kalau minggu lalu kita bicara FONDASI cerita, maka minggu ini kita bicara
BANGUNAN cerita. Ibarat membangun rumah, maka untuk membangun cerita kita perlu
material. Material membangun cerita itu antara lain: plot, karakter, dialog, setting. Yang kita
diskusikan di atas adalah semua material itu dan cara menggunakannya.
Oya, kalau berminat, bisa mencoba latihan mandiri yang akan kita bahas hari Kamis.
Latihannya: Berdasarkan WHAT dan mindmap minggu lalu, teman-teman tentu sudah
membayangkan karakter utama tulisan masing-masing. Silakan tulis tentang tokoh cerita
(karakter utama) dengan menggunakan checklist 7 pengungkap karakter menurut Nigel Watts
di atas. Tidak harus 7 hal ini dipakai, tapi kalau bisa terpakai, akan bagus. Jangan panjang-
panjang. Mungkin 1-3 paragraf.
SESI TANYA JAWAB
Q: The true story harus ada dialog kah?
A: dialog itu menghidupkan cerita. kalau tdk pakai dialog bisa saja, tp biasanya akan
berat dibaca, kalau hanya monolog
Q: Bagaimana cara kita dalam memberikan deskripsi setting yang bisa menarik
perhatian pembaca. Contoh penulis Andrea Hirata sangat brilian dalam menggambarkan
tempat dan suasana. Beliau menggambarkannya dengan metapora dan puitik. Karena sebagai
penulis pemula, menggambarkan suasana dengan rapi dan cantik ini terasa sangat sulit dan
malah membuat kita malas (stuck) melanjutkan tulisan kita.
A: tiap penulis punya ciri, dan tiap kita punya ciri. jadi kita cari gaya yg paling kita
nyaman. tdk harus mengikuti gaya orang lain, walau bisa jadi inspirasi kita. lalu, tulisan yang
indah itu tidak ditulis sekali jadi, ada proses panjang dan ada editing. tulisan yang biasa aja
kalau melalui proses cukup dan editing memadai, akan bisa menarik
Q: Bagaimana penggunaan tanda baca Pak? Apakah ada aturan main mengenai
penggunaan tanda baca? Seperti penggunaan tanda seru, tanda tanya secara repetitif, misalnya
untuk menekankan adanya suatu hal yg luar biasa atau adanya penekanan terhadap dialog.
A: Utk ini gunakan EYD. tanda seru yang sampai 3 kali di belakang kalimat utk
menunjukkan sebuah emosi yang kuat, kalau menurut saya bisa diganti dengan deskripsi muka.
Kalau naskah kita diterima oleh sebuah penerbit, nanti akan ada lagi editor dari penerbit yang
memeriksa ulang
Q: Bagaimana membangun unsur unsur setting yang menarik agar mudah
mendeskripsikan kedalam tulisan dan langsung ngeh , pak?
A: Biasanya saya mengaktifkan semua sensor indrawi untuk menggambarkan sebuah
setting. 5 panca indera bisa dicoba pakai sehingga penggambaran maksimal. Yang sering
dilupakan itu adalah sensor bau, padahal itu membawa kesan emosi yang dalam. Bisa dicoba.
Dan silakan nanti direview lagi bagian setting di atas.
Part 3
Simpul Akhir: Editing, Tema, Kemasan, Menerbitkan

Sebelum kita cicipi menu ini, mari kita berdoa kepada Tuhan, agar ilmu kita bertambah
dan diberi pemahaman yang baik.
Karena teman-teman sekarang sudah melewati materi 1 dan 2, maka kayaknya akan
lebih siap untuk membahas sedikit tentang tema/premis.
Oya, sebagai catatan, banyak istilah dalam dunia menulis, dan kadang saling berbeda
definisinya, tergantung penulis. Karena itu jangan terlalu pusing dengan nama dan istilah ya.
Kita focus pada fungsinya, yaitu untuk bisa melihat tulisan kita lebih utuh.
Beberapa istilah yang kadang saling menggantikan adalah: theme, premis, thesis, dll.
Kalau teman-teman ingin mendalami, bisa baca beberapa buku teknik menulis, atau google.
Sekarang kita bahas yang lebih sederhana saja.
1. Tema/premis
Theme, tema atau kadang disamakan dengan premis adalah jantung cerita. Apa
sebetulnya inti cerita kita? Kadang jelas dari awal, kadang samar dan ketemu serta diperjelas
di tengah penulisan (Nigel Watts). Frey & Egri menyebutnya kombinasi
Karakter+konflik+konklusi (3K)
Jadi premis ini adalah sebuah pernyataan “apa yang terjadi” pada “karakter” sebagai
hasil dari “konflik utama”.
Kenapa tema/premis penting? Kadang sebuah cerita tidak akan memuaskan pembaca,
walau ceritanya seru dan ditulis dengan baik. Pembaca kadang perlu sebuah konklusi dan
makna dari cerita.
Bagi penulis, premis ini menjadi penuntun untuk mengembangkan cerita. Biar gak
tersesat dalam tulisan sendiri. Iya serius, saya juga pernah seperti tersesat di tulisan sendiri
hehe
Jadi bagaimana kita menemukan premis kita? Tidak ada formula khusus. Yang bisa
dilakukan: mulai dengan KARAKTER, hadapkan dia dengan DILEMMA/KONFLIK, lalu
bayangkan bagaimana dia menghadapi masalah itu.
Sebagai contoh, bagi yang membaca atau menonton film Godfather, secara ringkas
tema atau premisnya adalah: Family loyalty leads to a life of crime. Kesetiaan pada keluarga
menyebabkan sebuah kehidupan penuh urusan kriminal.
PREMIS Negeri 5 Menara bisa ditulis ringkas seperti ini: “keterpaksaan yang
diikhlaskan bisa membuka jalan keberhasilan.” Kalau mau agak panjang, bisa: Alif seorang
anak kampung yang bercita-cita sekolah ke Eropa, tapi malah dipaksa ibunya masuk pesantren
terpencil. Dia memberontak dan tidak betah, tapi dia lama-lama mencoba mengikhlaskan dan
berdamai dengan keadaannya. Akibatnya, dia terinspirasi spirit man jadda wajada dan tersengat
nasihat gurunya. Bersama teman-teman baiknya, dia melebihkan usaha di atas rata-rata orang
lain dan akhirnya dia bisa mencapai cita-citanya, bahkan sampai merantau ke Eropa dan
Amerika.
Saya rasa tidak ada istilah salah atau betul dalam membuat premis, yang ada premis
yang kurang tajam atau kurang pas. Semakin focus kita dalam premis kita, akan semakin jelas
kita membangun cerita.
Selain premis, ada pula alat yang membantu kita mempertajam cerita, yaitu tesis. Kalau
kita mengacu pada Watts, dia mendefinisikan thesis sebagai berikut:
Thesis: what the author is saying about the thread summed up in a single sentence. Apa
yang diungkapkan penulis tentang benang merah cerita dalam satu kalimat.
Tesis tidak harus dalam, tapi tidak boleh membingungkan. Karena yang dicari pembaca
adalah pemahaman. Perlu waktu untuk merumuskan thesis. Kadang-kadang baru ketemu
setelah proses menulis berjalan. Ini seperti mission statement dari novel. Kalau tesis jelas, maka
tulisan atau novel akan fokus.
Contoh beberapa tesis: kejahatan akan kalah, cinta mengalahkan semua (woww), cinta
menyakitkan (uhukk), keikhlasan membawa keberhasilan
Tidak masalah kalau pembaca salah menangkap tesis kita. Yang penting penulis paham
dengan jelas di dalam kepalanya apa tesisnya.
Yang tidak punya tesis seperti junk food. Renyah tapi tanpa nutrisi. Tapi tetap ada
pasarnya dan pembacanya.
Masih ingat tentang plot di materi sebelumnya? Nah fungsi plot itu adalah
mengkomunikasikan tesis
Karena itu ketika menulis setiap adegan dan dialog, coba tanya diri kita, apa
hubungannya dengan tesis. Dalam menulis setiap bab novel saya, saya juga selalu mencoba
bertanya pada diri sendiri, apa hubungannya dengan tesis.
Biar terbayang semua konsep tadi itu, ini contohnya ya
TESIS Negeri 5 Menara: mirip dengan semboyan dan pesan moralnya: kesungguhan
membawa keberhasilan. Man jadda wajada.
PREMIS Negeri 5 Menara: Alif seorang anak kampung yang bercita-cita sekolah ke
Eropa, tapi malah dipaksa ibunya masuk pesantren terpencil. Dia memberontak dan tidak betah,
tapi dia lama-lama mencoba mengikhlaskan dan berdamai dengan keadaannya. Akibatnya, dia
terinspirasi spirit man jadda wajada dan tersengat nasihat gurunya. Bersama teman-teman
baiknya, dia melebihkan usaha di atas rata-rata orang lain dan akhirnya dia bisa mencapai cita-
citanya, bahkan sampai merantau ke Eropa dan Amerika.
TESIS Anak Rantau: memaafkan mengobati segala luka
PREMIS Anak Rantau: Hepi, anak Jakarta yang pandai, tapi nakal, dan tak beribu.
Tiba-tiba dia dibuang ayahnya ke kampung ayahnya di Sumatera. Hepi mendendam kepada
ayahnya dan berniat kembali ke Jakarta dengan mencari uang sendiri. Pergaulannya di
kampung dengan Pandeka Luko dan kawan-kawannya, menyadarkan kalau mendendam
kepada orang yang dicintai itu menyakitkan, sebaliknya dendam harus diobati dengan
memaafkan. Dia berhasil mengumpulkan uang untuk siap kembali ke Jakarta, tapi dia ragu
apakah ini karena dendam atau karena cinta.
Maaf pertanyaan buat yang suka drakor hehe. Apa premis, dan tesis Crash Landing on
You? Sampai berjuta-juta ibu-ibu klepek2 sama cerita ini. hehehe
Apa kira-kira premis, dan tesis Bumi Manusia, Laskar Pelangi, Ayat-Ayat Cinta,
Aroma Karsa, Anak Rantau?
Ada yang agak lieur? Terlalu banyak istilah dan definisi? Santai ajaaa. Jangan terlalu
fokus pada definisi, tapi fokus pada fungsi semua itu untuk membantu tulisan kita. Jadi kalau
ingin tulisannya makin kuat, alangkah baiknya teman-teman rumuskan premis, tesis, tulisan
masing-masing. OK?
SESI TANYA JAWAB
Q: Kapan sebaiknya kita menetapkan Premis, apakah diawal, atau bisa jadi berubah
seiring dengan pengembangan alur cerita nantinya
A: Kalau kita merujuk ke Nigel Watts: 7. Theme, tema atau kadang disamakan
dengan premis adalah jantung cerita. Apa sebetulnya inti cerita kita? Kadang jelas dari awal,
kadang samar dan ketemu serta diperjelas di tengah penulisan (Nigel Watts). Kalau menurut
saya, bagus kita mulai merumuskan di awal, tapi membuka kesempatan untuk revisi selama
penulisan. Kalau di awal premis belum terlalu kuat, gak apa-apa, masih bisa menjadi lebih kuat
setelah kita mulai menulis
Q: Bang Fuadi, ini berlaku untuk fiksi saja ato non fiksi juga ? Hanya untuk buku ato
artikel jg?
A: Definisi2 di atas paling pas untuk fiksi. Untuk non fiksi juga bisa berlaku dalam
bentuk yang lain. Untuk menulis sebuah artikel atau tulisan ilmiah atau skripsi, kita perlu tema
atau premis juga. Biasanya muncul di abstrak, atau di awal. Lalu disimpulkan nanti di akhir
tulisan. Tentu di tulisan ilmiah tidak ada karakter seperti di prosa, tapi ada "masalah" yang
ingin dipecahkan atau dicari jawabannya
Q: Mau nanya mas Fuadi bagaimanakah tips memilih judul yg sesuai dengan premis or
tesis?
A: Dalam prosa, judul kadang kala tidak harus tampak berhubungan dengan premis dan
tesis. Contohnya Godfather sebagai judul, tidak langsung berhubungan dengan premis ttg
family loyalty. Atau Lord of the Ring, Harry Potter, Negeri 5 Menara jg tdk gamblang
menggambarkan tesis dan premis. Judul itu untuk mengundang, menarik perhatian, mungkin
menggambarkan sedikit petualangan yang akan diikuti. Dalam karya ilmiah, dengan judul yang
bisa panjang, mungkin tesis dan premis bisa lebih terlihat
SESI TANYA JAWAB DITUTUP
2. Editing
Editing ada setelah naskah ada, artinya kita sudah melalukan proses menulis.
Kita bahas:
✓ Langkah-langkah mengedit
✓ Apa yang diedit
✓ Masalah feedback dan pembaca manuskrip
✓ Revisi
✓ Peran editor
Ada 2 proses dalam menulis: inspirational stage (menangkap ide) dan craft stage
(menyusun ide ini agar masuk akal). Yang pertama writing dan yang kedua editing. Writing
dan editing jangan dicampur, lakukan terpisah. Jangan lomba lari sambil menalikan sepatu
setiap langkah. Bisa jatuh dan gak nyampe-nyampe garis finish!
Inspirational stage atau proses menulis lebih penting di awal, karena editing terjadi
hanya kalau kita sudah punya bahan. Kalau tidak, maka isi tulisan kita hanya corat-coret. Tulis
draft lengkap tanpa membaca ulang, atau 1 bab dulu, atau 1 adegan. Jangan patahkan aliran ide
saat mengalir deras dengan berhenti di setiap alinea
Rewrite atau memperbaiki tulisan itu penting, tapi jangan berlebihan. Kadang-kadang
kata pertama itu sangat kuat dan orisinal, kalau terlalu diedit malah jadi memperlemah, bukan
memperkuat.
Terapkan ekonomi kata dan kalimat. Kalau bisa ditulis singkat padat, ya tidak perlu
berpanjang-panjang. Kalau ragu, potong. Lebih baik buku tipis tapi berkesan dibanding niatnya
bikin buku tebal tapi gak tamat-tamat hehehe
Buat “irama” dalam cerita/novel. Ada awal, tengah, akhir. Buat garis naik turun menuju
puncak. Ada penulis yang mewakilli irama novelnya dengan irama lagu, puisi, lukisan dll.
Silakan dicoba.
Editing itu meliputi dua hal: memotong dan mengembangkan. Ketika kita mengedit,
kita kadang kala dapat pengertian lebih dalam tentang sebuah plot, karakter, aksi, tempat dll.
Kadang-kadang kita “dikagetkan” alur yang sudah tertulis. Ini kesempatan membuat sub-plot.
Pernah membaca sebuah cerita sampai terasa ngos2an? Atau membaca cerita sampai
terasa ngantuk karena terlalu lambat? Kecepatan cerita penting. Atur kecepatan yang pas.
Caranya?
Kalau sebuah tulisan terasa terlalu pelan, percepat irama dengan kebalikannya. Kurangi
detil, percepat gerakan, kurangi dialog internal, potong dialog gak penting, hemat kata sifat dan
kata keterangan.
Kalau plot terlalu cepat, tambahkan sub-plot, tambahkan karakter dan konflik.
Kalau perlu back story (cerita masa lalu seorang karakter) bagaimana? Takut merusak
irama kalau pakai flash back? Sisipkan back story melalui: dialog, pikiran, summary, diari,
surat, kliping.
Kadang perlu sleep on it. Kalau kita sudah menulis agak lama dan naskah sudah jadi,
biarkan naskah kita beberapa waktu sebelum membaca ulang dan revisi. Supaya pikiran lebih
segar melihat naskah.
Saya biasanya mencetak naskah dan lalu mencorat-coret pakai pulpen. Yang susah itu
membuang alinea andalan kita yang bagus banget, tapi sebetulnya tidak mendukung cerita kita.
It is okay to kill your favorite line.
Meminta orang kepercayaan membaca dan IKHLAS diberi masukan. Ikhlas ini penting
lho hehe. Jangan baper. Pembaca pertama saya istri saya dan teman-teman. Jadi syarat punya
buku best seller, punyalah pasangan yang siap memberi masukan hehe. Just kidding kalau ini.
Saya biasa meminta banyak orang terpilih dengan misi khusus untuk membaca dan
memberi masukan. Naskah saya biasanya dibaca 20-30 teman dengan berbagai latar belakang.
Termasuk yang saya yakin gak suka gaya saya menulis. Biar sekalian dibantai dia. Gak apa-
apa. Sabar aja, ini cobaan.
Lapangkan dada. Lunakkan ego. Terima kritik dan masukan dengan kepala dingin.
Masukan yang bagus kita pakai, yang tidak bagus, dilupakan saja. Jangan terlalu dipikirkan.
Gunakan track changes atau ganti judul file berdasarkan jam dan tanggal, biar kita tahu
kapan ada perubahan. Kadang yang udah dihapus ingin kita masukkan lagi.
Daya gunakan kamus dan thesaurus untuk memperkaya diksi. Sekarang lebih
gampang, ada kamus KBBI online.
Kalau tertarik menulis panjang seperti novel, siapkan naskah kurang lebih 60.000
sampai 120.00 kata. Jadi ukuran panjang naskah yang lebih tepat itu adalah hitungan kata,
bukan jumlah halaman. Karena jumlah halaman tergantung spasi dan ukuran font.
Editor bisa membantu editing, tapi bantu diri kita dengan membantu dia melakukan self
editing. Sebelum dikirim ke editor, naskah kita sudah enak dibaca, tidak salah EYD dll. Kalau
masih ada kesalahan elementer, alamat akan ditolak penerbit.
Ok. Itu tentang editing ya. Paling pas diaplikasikan untuk naskah panjang, tapi juga
bisa berlaku untuk naskah artikel, feature, cerpen dll. Ada pertanyaan?
SESI TANYA JAWAB
Q: Bgmn memilih editor? Apk sll dr org yg sdh berpengalaman menulis?
A: Kalau buku mau diterbitkan, kita jadi editor mandiri dulu, kalau naskah sudah
diterima oleh penerbit, penerbit akan menyediakan editor profesional inhouse untuk kita. Editor
itu profesi khusus, supaya hasilnya bagus, dia perlu pengalaman mengedit. Tidak harus
menulis, tapi mengedit
SESI TANYA JAWAB DITUTUP
3. Menerbitkan
Anggaplah kita sudah selesai mengedit sendiri. Sudah jadi editor mandiri. Naskah
sudah jadi. Kalau sudah ada naskah, lalu mau diapakan? Banyak yang nanya seperti itu.
Jawabnya simple: kirim naskah ke penerbit kalau ingin dibaca banyak orang. Atau
upload ke blog, media social. Atau boleh disimpan di laptop kalau ingin dibaca sendiri hehehe.
Bagaimana cara mengirim ke penerbit? Cara paling gampang, buka buku-buku yang
kita sukai, lihat penerbitnya, lihat alamat email penerbitnya di dalam buku, kirimkan naskah
kita. Sesederhana itu. Saya juga melakukan itu.
Problemnya, naskah yang kita kirim itu akan berkompetisi dengan banyak naskah lain
yang sampai ke inbox editor. Dia harus baca satu persatu, dan kita disuruh menunggu sampai
3 bulan untuk dapat jawaban. Sudah menunggu 3 bulan, ternyata hasilnya ditolak. Atau kadang
malah tidak ada jawaban sama sekali.
Jangan kalut dan sedih. Biasa aja itu. Mungkin bukan karena naskah kita jelek, mungkin
karena naskah kita tidak sesuai dengan selera editor dan penerbit itu. Penerbit itu banyak, jadi
kirim saja ke banyak penerbit.
Menurut saya, boleh saja mengirim naskah langsung ke bbrp penerbit. Yang merespon
paling duluan kita layani duluan.
Kalau ternyata belum juga tembus penerbit besar, coba penerbit indie, atau coba bahkan
terbitkan sendiri, atau terbitkan ebooknya. Banyak cara sekarang. Kalau versi digitalnya
banyak dibaca orang, penerbit mayor malah nanti yang datang meminang. Seperti kita lihat di
tulisan laris whatpad.
Mentalitasnya begini: penerbit itu butuh dan perlu naskah dari penulis. Ini kemitraan.
Penerbit butuh kita seperti kita butuh mereka. Coba bayangkan kalau para penulis tidak
mengirimkan naskah ke penerbit. Mereka akan kebingungan karena penerbit itu kerjanya
menerbitkan, bukan menulis buku. Kalau gak ada naskah yang masuk, masak mereka akan
menerbitkan buku gambar dan buku tulis yang tidak ada tulisannya.
Kalau naskah kita diterima, selamat! Tapi jangan terlalu gembira sampai lupa
mencermati kontrak dengan penerbit. Baca satu-satu pasalnya, kalau ada pertanyaan dan ingin
perubahan, coba diskusikan dan cari titik temu yang win-win. Misalnya tentang royalty, berapa
lama kontrak berlaku, mencakup buku saja atau sampai produk ebook, dll. Saya sarankan
jangan langsung mengamini draft kontrak. Kalau bisa hak adaptasi ke medium lain seperti film,
animasi, dll tetap kita pegang.
Semoga bapak, ibu dan teman-teman di sini, suatu saat menerbitkan buku, kalau yang
udah pernah, bisa menerbitkan lagi. Amin.
Ok, kita lanjut lagi ya. Topik selanjutnya semoga lebih menyenangkan dan tidak bikin
kening berkerut. Akan banyak gambar.
4. Kemasan Akhir
Kemasan Akhir. Ini tentang disain dan juga promosi buku kita. Setelah teks kita diedit
dengan baik, sekarang saatnya membuat tampilan visual yang baik dan promosi yang kuat
Bagaimana cara kita menyiapkan disain sampul dan isi, font, style? Mulai saja dari
memikirkan inti cerita, representasi isi dan buat corat-coret ide itu dalam bentuk teks dan
bentuk visual sebisa kita. Kalau bisa ada visual akan lebih bagus, kalau tidak bisa, buat dalam
bentuk tertulis. Misalnya dulu saya menuliskan brief sampul Negeri 5 Menara: ada Menara,
ada anak-anak yang bermimpi besar, ada sekolah. Ini sebagai ide awal saja, setelah dieksekusi
bisa berbeda dan berkembang
Diskusikan ide dan brief ini dengan editor, disainer dan penerbit. Tapi jangan hanya
tergantung kepada mereka saja, kadang kala kita juga perlu punya usaha lebih dari itu.
Kalau perlu dan mampu, investasikan waktu dan dana untuk hasil yang lebih baik. Di
buku pertama, saya bayar sendiri illustrator untuk membuat sampul, karena ide sampul dari
penerbit terlalu biasa menurut selera saya.
Coba teman-teman lihat, ini tawaran awal dari Gramedia untuk menjadi sampul Negeri
5 Menara:
Kalau saya ikut saja dengan draft awal sampul ini, kira-kira Negeri 5 Menara akan
menarik hati secara visual kah? Begitu kita masuk toko buku, langsung diserbu beragam
sampul yang menarik secara visual. Walau belum tentu isinya bagus. Tapi menarik mata.
Lalu saya dan Yayi, istri saya, mencari alternatif sampul yang lebih menarik. Kami
bertemu dengan illustrator Slamet Mangindaan untuk membahas ide sampul. Gambar di bawah
ini ide awal dari corat-coret pensil, lalu berkembang menjadi draft awal. Ilustrator yang hebat
bisa menerjemahkan cerita kita secara visual dengan kuat.

Dari brief awal saya yang ingin ada ikon Menara dan anak yang bermimpi,
“diterjemahkan” dengan kreatif oleh Slamet. Mimpi itu kan memandang ke atas. Kalau begitu
gak usah ada gambar orang di sampul. “Orang” diganti saja oleh setiap pembaca yang melihat
sampul ini yang akan merasa sedang mendongak ke atas melihat awan dan Menara. Jadi
sebagian pengalaman visual karakter itu bagai “diperankan” pembaca. Keren sekali menurut
saya konsepnya. Akhirnya transformasi sampul N5M seperti ini:
Beda banget yaaa
Nah Ini proses untuk sampul Ranah 3 Warna:

Kenapa kemasan visual ini penting? Karena tulisan bagus saja tidak cukup untuk
membuat orang tertarik membeli dan membaca karya kita. Sesungguhnya kompetisi di toko
buku amat pedih, kawan.
Buat sesuatu yang unik sebagai pembeda sehingga diingat orang. Contohnya: pembatas
buku seperti daun maple di R3W, dan peta di setiap novel saya.
Sekarang zamannya penulis harus berpromosi, ikut menjual bukunya. Kalau bukan kita,
siapa lagi? Penerbit kadang kala terlalu banyak produk buku sehingga tidak focus pada buku
kita. Self promotion perlu ya. Kita bantu penerbit untuk membantu kita menjual buku. Gunakan
semua alat yang kita punya: media social, radio, tv, media cetak, dll
Kalau di new normal nanti orang masih bikin acara offline, event, pameran buku,
usahakan ikut aktif. Kalau perlu buat riset kecil-kecilan tentang potensi pembeli buku kita. Kita
usahakan tahu pasar dan kita diskusi dengan penerbit bagaimana memaksimalkan penjualan.
Boleh libatkan figur public kalau bisa. Awal-awal terbit N5M, saya waktu itu beruntung
bisa ajak Najwa Shihab, Rosi, Indi Rachmawati TVOne, Andy Noya dll.
Dulu, zaman normal, bisa kumpul banyak orang. Bikin booksigning dan berinteraksi
dengan berbagai lapisan pembaca. Ini mulai dari sosialita ibu-ibu wangi sampai santri dari
kampung.

Kalau kita belum tahu niche kita, coba saja dulu masuk ke berbagai kalangan, karena
bisa saja pembaca kita ada di lapisan masyarakat yang tidak kita bayangkan.
Dan tentunya, zaman now, perlu muncul di media social kalau ingin lebih banyak
pembaca. Memang tidak semua orang nyaman dan natural di sosmed, termasuk saya. Tapi
kalau ini bagian dari promosi karya kita, ya coba jalani saja. Tabahkan hatimu kawan haha.
Ini contoh promosi saya di IG
Baiklah bapak, ibu, teman-teman BI, ini hampir akhir dari materi 3. Semoga memberi
banyak manfaat buat teman-teman yang telah menulis, sedang menulis dan akan menulis buku
atau bentuk tulisan lainnya. Kalau ada yang masih kurang jelas, kita masih punya sesi coaching
bersama hari kamis. Siapkan pertanyaan nanti
Kemarin apa sempat memotret atau mencari sampul buku yang paling disukai?
Silakan bagikan di sini, sampul buku favorit dan apa alasan singkatnya. Sambil kita
belajar mengapresiasi kenapa sebuah sampul bisa menarik perhatian.
SHARING COVER BUKU
Menurut saya cover Guru Aini ini sangat menarik. Judul
dan nama penulis dengan font yg menarik dan besar. Eye
catchy.
Menurut saya Dan Brown berhasil menciptakan cover buku yg
bikin pembaca penasaran terhadap isi buku.

Suka bgt sama buku Eka ini... Isi cerita tervisualisasikan


dicover.

Covernya sangat menginterpretasikan judul dan maksud isi


yang dibahas dalam buku ini.
ini kombinasi warna, elang dan font bagus
Ilustrasinya menarik. Warnanya juga tidak terlalu mencolok.
memang perlu ada seninya gmn membalanca antara too much
atau too little

Kalau saya suka cover buku ini, simple tapi menarik,


tulisanya eye-cathcing tetepi jelas jelas dibaca

saya juga suka cover buku mas Pidi Baiq,


memiliki ciri khas yang sangat kuat. Kalau
mampir ke toko buku mata langsung tertuju ke
buku-buku ini, dan langsung teringat
penulisnya.
konsistensi style juga bagus utk membangun
brand.

Kekuatan Judulnya menarik ..by Dwi Suwiknyo.


permainan kata dan rima menjadi cara yang bagus
juga utk menarik hati.
sebagai referensi tambahan, ini serial buku saya dg style yang dibuat konsisten
SESI TANYA JAWAB
Q: Pagi pak Fuadi, mau menanyakan tanggapan bapak terkait kenyataan yang dihadapi
oleh pemula saat ini. Di mana penerbit lebih melirik penulis online berbasis aplikasi gratis
(Wattpad, storial.co, dll) yang viewers-nya sudah jutaan. Dan kenyataan saat ini para penerbit
lebih banyak menerbitkan novel-novel dari penulis dengan viewers jutaan itu. Dan saya pernah
membaca cerita posting-an dari salah satu penulis pemula di sosmed-nya, bahwa pada saat dia
mengirimkan naskah ke penerbit, pihak penerbit malah menanyakan berapa jumlah followers
sosmed-nya. Kenyataan pahit ini semakin menyakitkan untuk kami para penulis pemula.
Mohon pandangannya Pak, dan kalau bisa kita diberikan tips and trik, Pak untuk menghadapi
kejamnya ditolak penerbit (saya juga korban penolakan penerbit mayor, Pak. Hehehe).
A: I feel you hehehe. Iya saya dengar sekarang banyak penerbit jadi sangat realistis dan
berorientasi pasar, pokoknya yang followernya banyak dan pembaca onlinenya banyak, akan
lebih dilihat. Dari sisi penerbit mereka mencoba memaksimalkan potensi ini. Tapi saya lihat
penerbit mayor masih menyediakan ruang bagi cerita yang kuat (tanpa harus diiringi oleh
follower yang banyak). Karena pada akhirnya, yang membuat tulisan itu kuat dan panjang umur
adalah ruh cerita itu, yang berasal dari hati kita. Banyak tulisan laku, tapi kemudian langsung
layu. Ada tulisan biasa saja, tapi bertahan melintas waktu. Jadi tips saya, buat presentasi singkat
atau narasi singkat knp naskah kita ini bisa bertahan panjang, berbeda dan menarik, dan bahkan
punya peluang best seller. Optimis gitu gak apa-apa. Ini pitching soalnya
Q: jd reviewer pertama buku yang kita tulis ada baiknya orang terdekt dan orang2
disekitar kita ya pak
A: ini agak sensitif bagi penulis pemula, jadi cari orang dekat yang kita nyaman kalau
dia kasih masukan
Q: Pak.. untuk buku dengan kategori trilogi, semua dari awal penulisan sdh ditetapkan
memang akan dibuat menjadi trilogi, atau penulisan satu buku terlebih dahulu kemudian
melihat feedback pembaca selanjutnya dikembangkan menjadi trilogi
A: bisa dua-duanya. kalau kasus saya, sdh disiapkan rencana utk serial

Anda mungkin juga menyukai