Anda di halaman 1dari 4

Aqiila Bahiira Paramesti

2006467803

LTM 1
Logika Deduktif dan Induktif Sebagai Landasan Penalaran

Logika merupakan hal yang krusial dalam proses penalaran yang dilakukan oleh
manusia di segala aspek kehidupannya. Namun, adakalanya manusia mengabaikan logika
dalam bernalar, seperti ketika mereka sedang dihadapkan dengan keadaan sulit. Bila logika
diabaikan, hal yang kerap terjadi adalah terbentuknya penalaran yang keliru. Padahal, logika
dapat memberikan manusia pengetahuan dan keterampilan untuk menguji ketepatan dari
suatu penalaran secara kritis serta menghindari penalaran yang keliru. Oleh karena itu, pada
LTM 1, saya akan membahas lebih jauh mengenai penerapan logika, baik secara deduktif dan
induktif, sebagai landasan dalam melakukan penalaran di kehidupan sehari-hari. 
Sebelum membahas mengenai logika lebih jauh, kita perlu tahu terlebih dahulu
pengertian dari logika itu sendiri. Logika merupakan salah satu cabang dari ilmu filsafat.
Secara etimologis, logika berasal dari kata Yunani ‘logos’ yang berarti ucapan, kata,
pengertian, pikiran dan ilmu pengetahuan (Luce, 1958). Dalam konteks logika yang kita
kenali saat ini, logika adalah suatu studi tentang metode-metode dan prinsip-prinsip yang
digunakan untuk membedakan antara penalaran yang tepat dan penalaran yang keliru (Copi:
1990). Sementara itu,  penalaran merupakan aktivitas pikiran yang bertujuan untuk
memperoleh pengetahuan. Oleh karena itu, dengan logika, kita dapat membedakan mana
penalaran yang tepat dan mana penalaran yang keliru. 
Pada dasarnya, penalaran dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu secara deduktif dan
induktif yang kemudian kita kenal sebagai logika deduktif dan logika induktif (Hayon, 2000).
A. Logika Deduktif
Logika deduktif adalah suatu kerangka atau cara berpikir yang bertolak dari sebuah
asumsi atau pernyataan yang bersifat umum untuk mencapai sebuah kesimpulan yang
bermakna lebih khusus. Pola penarikan kesimpulan dalam metode deduktif merujuk pada
pola berpikir yang disebut sebagai silogisme. Silogisme tersusun atas dua buah pernyataan
yang mana kedua pernyataan tersebut sering disebut sebagai premis minor dan premis mayor
—dan sebuah kesimpulan yang diperoleh melalui penalaran dari kedua premis tersebut.
Namun, kesimpulan hanya bernilai benar jika kedua premis juga benar, serta hasilnya juga
menunjukkan koherensi dari dua premis tersebut.
Untuk lebih dapat memahami mengenai logika deduktif, perhatikan contoh berikut ini
yang dapat terjadi di kehidupan sehari-hari.
Pada suatu hari, Budi sedang menonton berita mengenai kenaikan harga semua
barang sembako. Setelah itu, Budi disuruh Ibu untuk membeli beras di pasar. Budi mencoba
melakukan penalaran yang diawali dengan dua premis yang mengarah kepada satu
kesimpulan:
Premis mayor: Harga semua barang sembako naik.
Premis minor : Beras adalah barang sembako.
Kesimpulan :  Harga beras juga naik.
Dari contoh di atas, dapat dikatakan bahwa kesimpulan yang dihasilkan dari logika
deduktif bersifat a priori. A priori berkaitan dengan pengetahuan yang berasal dari deduksi
teoritis yang bukan dari hasil pengamatan atau pengalaman. Selain itu, dapat kita ketahui
bahwa kesimpulan “Harga beras juga naik” merupakan konsekuensi yang sudah langsung
terkandung di dalam dua premis di atas. Dengan demikian, logika deduktif memiliki tiga ciri,
yaitu (1) analitis, di mana kesimpulan hanya ditarik dengan menganalisis premis yang sudah
ada; (2) tautologis, di mana kesimpulan yang ditarik sesungguhnya secara implisit sudah
terkandung di dalam premis; (3) a priori, di mana kesimpulan ditarik tanpa bersandar pada
observasi empiris atau pengalaman indera. 
B. Logika Induktif
Logika induktif adalah suatu kerangka atau cara berpikir untuk menarik kesimpulan
dari pengamatan terhadap hal yang bersifat khusus menjadi bersifat umum atau universal.
Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang
mempunyai ruang lingkup yang terbatas dan diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
Oleh karena itu, kesimpulan yang dihasilkan merupakan hasil generalisasi yang didasarkan
pada pengamatan atas kasus-kasus yang dinilai mempunyai persamaan. 
Untuk lebih dapat memahami mengenai logika deduktif, perhatikan dua contoh
berikut ini yang dapat terjadi di kehidupan sehari-hari.
Contoh 1: Budi sedang membaca buku paket Fisika. Di buku itu tertulis bahwa seng,
perunggu, dan perak akan memuai jika dipanaskan. Dari hal tersebut, Budi membuat tiga
pernyataan khusus yang mengarah kepada satu pernyataan umum, yakni:
Pernyataan 1: Seng akan memuai jika dipanaskan.
Pernyataan 2: Perunggu akan memuai jika dipanaskan.
Pernyataan 3: Perak akan memuai jika dipanaskan.
Seng, perunggu, dan perak merupakan jenis logam. Jadi, logam akan memuai jika
dipanaskan. 
Contoh 2: Budi sedang pergi ke Pasar Ceria untuk membeli jeruk. Dari tiga toko
yang sudah ia kunjungi di pasar, jeruk yang dijual di ketiga toko tersebut rasanya asam.
Dari hal tersebut, Budi menyimpulkan bahwa semua jeruk yang dijual di Pasar Ceria
rasanya asam. 
Tentunya, kita menjumpai perbedaan di antara contoh 1 dan contoh 2. Pada contoh 1,
buktinya kuat. Hampir semua logam akan memuai jika dipanaskan. Sedangkan pada contoh
2, buktinya lemah. Kita tahu bahwa tidak semua jeruk rasanya asam karena pasti ada jeruk
yang manis. Oleh karena itu, contoh 1 disebut strong inductive dan contoh 2 disebut weak
inductive. 
Karena titik tolak penalarannya merupakan hasil pengamatan indera, logika induktif
bersifat a posteriori. Atas dasar itu, logika induktif memiliki tiga ciri: (1) sintetis, di mana
kesimpulan ditarik dengan jalan menggabungkan kasus-kasus yang dinilai mempunyai
persamaan; (2) general, di mana kesimpulan yang dihasilkan selalu meliputi kasus yang lebih
banyak atau lebih umum sifatnya daripada jumlah kasus yang terhimpun sebagai titik tolak
penalaran; (3) a posteriori, di mana kesimpulan didasarkan pada kasus-kasus yang teramati
secara pengalaman indera. Oleh karena itu, logika induktif cukup sulit untuk dinilai
kebenarannya karena ada kemungkinan kita mengambil kesimpulan terlalu cepat, padahal
pengamatan yang dilakukan masih kurang memadai. Atas dasar itu, logika induktif tidak
memberikan suatu kepastian mutlak, tetapi dinilai dengan probabilitas yang diberikan oleh
premis-premis kepada kesimpulannya.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penalaran dapat dilakukan dengan
dua cara, yakni secara deduktif dan induktif. Logika deduktif adalah suatu kerangka atau cara
berpikir yang bertolak dari sebuah asumsi atau pernyataan yang bersifat umum untuk
mencapai sebuah kesimpulan yang bermakna lebih khusus (dari umum ke khusus). Sementara
itu, logika induktif adalah suatu kerangka atau cara berpikir untuk menarik kesimpulan dari
pengamatan terhadap hal yang bersifat khusus menjadi bersifat umum atau universal (dari
khusus ke umum). Keduanya dapat diterapkan ke dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan
situasi dan kondisi yang sedang dihadapi.
Sebagai seorang mahasiswa, alangkah baiknya kita mengetahui dan memahami logika
sebagai landasan penalaran. Jika kita telah memahami apa yang dimaksud dengan logika,
baik logika deduktif maupun logika induktif, hal tersebut dapat mengembangkan cara
berpikir kita ketika dihadapkan dengan suatu masalah atau keadaan sulit. Oleh karena itu,
logika sebagai landasan penalaran harus kita ketahui dan kita pahami dengan sebaik-baiknya.

Daftar Pustaka

Mustofa, I. (2016). Jendela Logika dalam Berfikir; Deduksi dan Induksi sebagai Dasar
Penalaran Ilmiah. EL-BANAT: Jurnal Pemikiran Dan Pendidikan Islam, 6(2), 1-21.

Tim Revisi (2017). Buku Ajar MPKT A. Universitas Indonesia.

LOGIKA [INDUKSI & DEDUKSI]. (2019, June 9). [Video]. YouTube.

https://www.youtube.com/watch?v=p1nPbqf3fA4&feature=youtu.be

Anda mungkin juga menyukai