Anda di halaman 1dari 52

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

PENGANTAR

THIS IS MY HAPPY LINE


P. Joni Payuk

....banyak berjalan luas pandangan banyak berkarya luas kemampuan.


Tema yang dipilih oleh seksi animasi sangat tepat This Is My Happy Line. Karena sejak akhir tahun banyak sekali peristiwa yang terjadi yang menghiasi kehidupan SST tercinta ini. Ada yang dengan bangga dan berbesar hati harus meninggalkan SST untuk melanjutkan jenjang panggilan mereka ke Philipines, ada yang pulang kampung berlibur melepas rindu pada orangorang tercinta serta menikmati makanan serta suasana kesukaan di kampung halaman, ada yang terpaksa namun senang hati mengikuti kegiataan kerja nyata alias work experience selama sebulan menjadi buruh atau kerja kuli, dan ada pula penghuni baru yang datang dari Makassar. Semua peristiwa ini meninggalkan kisahnya sendiri-sendiri yang

Para simpatisan majalah Tunas Verbist yang baik. Shalom !

ahun ajaran baru sudah sedang berjalan. Ada semangat baru muncul dalam diri para frater penghuni SST Pondok Bambu, terutama seksi animasi untuk menerbitkan kembali Majalah Tunas Verbist (MTV) yang sempat mengalami mati suri. Keinginan para frater ini didasari oleh semangat untuk membagi yang ada dalam diri mereka. Mereka mau membagikan cerita dan pengalaman hidup mereka kepada siapa saja yang setia membaca MTV ini. Tentu saja dibalik itu terbersit juga harapan supaya nama komunitas CICM scholastika Pondok Bambu bisa tersebar kemana-mana sehingga dengan sendirinya bisa menjadi bahan promosi panggilan.

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

dituangkan dalam bentuk refleksi tertulis oleh para frater. Rangkaian peristiwa yang kita alami dalam hidup bukan hanya berfungsi untuk menambah pengalaman kita sehingga kita bisa bercerita banyak kepada sahabat kita tetapi juga sebagai bentuk pembelajaran hidup menujuh pada kedewasaan wawasan dan pemahaman hidup yang lebih matang. Dengan menuangkan pengalaman hidup ini dalam bentuk cerita dan refleksi tertulis kita akhirnya bisa menggali lebih dalam apa makna dari peristiwa yang kita alami itu. Dengan demikian cucuran keringat dan perjuangan yang dialami oleh para frater dalam kegiatan work experience, se-

lama sebulan penuh itu tidak akan berlalu begitu saja hilang dalam memori frater tetapi menjadi cerita pembelajaran hidup. Akhirnya para pemerhati MTV yang setia saya mau menghakhiri prakata ini dengan sebuah pepatah bijak mau mengajak kita semua agar semakin berani menggali pengalaman dan peristiwa hidup kita menjadi sebuah pembelajaran hidup banyak berjalan luas pandangan banyak berkarya luas kemampuan. Semua peristiwa hidup adalah bentuk perjalanan pengembaraan kita yang akan selalu menambah wawasan kita dan semau tindakan dan karya adalah bentuk pelatihan kemampuan penguasaan diri kita.

Penulis adalah seorang formator di Skolastikat Sang Tunas, Jakarta dan juga pernah bermisi di Perancis

TUNAS VERBIST MAGAZINE

pENGALAMAN

Disiplinkan Pikiran

Gregorius Afioma

Kesulitan yang terlihat dalam usaha penulisan skripsi adalah contoh konkretnya. Persoalan itu tidak lepas dari liar-nya pikiran manusia......

engerjakan skripsi tidak hanya membutuhkan disiplin sikap hidup, tetapi juga disiplin pikiran. Mendisiplinkan pikiran itu bukan pekerjaan mudah; Hampir serupa sulitnya kita mendisiplinkan diri kita seutuhnya. Namun, kita perlu berdisiplin karena itulah kunci dari kesuksesan dan usaha pemaksimalan pikiran. Pikiran manusia itu liar. Tidak ada yang membatasinya. Dicernanya pelbagai opnini yang berserakan dalam semua ruang kehidupan sehari-hari. Kesannya, pikiran manusia begitu kaya. Akan tetapi, perlu dipertanyakan, apakah cukup memiliki pikiran yang begitu kaya dengan informasi? Kesulitan yang terlihat dalam usaha penulisan skripsi

adalah contoh konkretnya. Berhadapan dengan komputer, barangkali sulit menentukan sesuatu yang harus ditulis, bahkan tidak tahu cara menulisnya. Mungkin kita telah menulis beberapa halaman, hanya saja ketika dibaca kembali sulit mencerna isi gagasan tulisan tersebut. Akhirnya, kita bingung dengan tulisan yang telah dibuat. Persoalan itu tidak lepas dari liar-nya pikiran manusia. Kadang terlalu banyak ide yang muncul dari dalam pikiran. Kita tidak tahu cara mengorganisirnya. Akhirnya, semua ditumpahkan secara sembarang dalam tulisan dan tidak tahu ide yang seharusnya dituliskan dahulu dan seterusnya. Tentu kita ingin mempunyai pikiran yang efektif dan ber-

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

daya guna, terutama di saat mengerjakan skripsi. Maka, sesuai pengalaman ini pun perlu sekali mendisiplinkan pikiran. Kita membutuhkan suatu cara untuk membatasi atau mengatur bebasnya pikiran manusia.

Persoalan itu kemudian menjadi parasit pikiran kita. Kebingungan dan banyaknya gagasan utama yang tidak terpilah membuat kita lemas dan malas. Hari-hari dibiarkan berlalu tanpa melanjutkan dengan tekun skripsi yang ada. Menjelang deadline Bagaimana caranya? Dalam barulah didesak seluruh keskripsi model laporan buku, mampuan tenaga dan pikiran biasanya dituntut melaporkita. Alhasil, tulisan atau kan kembali ide penulis buku buah karya kita dengan gaya dalam gaya bahasa dan mengerjakan skripsi seppemikiran kita. erti itu akan Tuntutan utadipertanyakan ma dari model kebaikannya. kita perlu ini adalah berdisiplin karena membaca banLalu bagaimaitulah kunci dari yak buku agar na caranya? kesuksesan dan bisa memahaMari lihat keusahapemaksimalan mi pemikiran beradaan otak pikiran. pelbagai manusia yang penulis tersesesungguhnya. but dengan baik. Hanya saja Otak manusia dibatasi oleh hal ini bukan tanpa risiko. ruang tertentu yang berada Semakin banyak membaca, dalam kepala manusia. Di besemakin banyak yang diketa- rada dalam batasan rangka hui, akhirnya bukannya tidak kepala manusia. Meskipun mungkin membuat kita men- tidak terlalu logis, paling tidak jadi bingung. Persoalannya baiklam menimba inspirasi pada saat kita beranggapan dari letak otak manusia. semua hal yang dibaca mer- Pikiran manusia itu penting upakan gagasan utama. pembatasan. Satu-satu cara untuk membatasi adalah

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

dibuatkan suatu kerangka pembatasan material seperti otak yang dibatasi oleh rangka/tulang kepala.

Pikiran manusia yang abstrak perlu dibatasi oleh suatu kerangka pikiran yang konkret. Tentu yang dimaksud kerangka pikiran yang konkret itu bersifat material atau bahan tertulis. Artinya, pikiran kita perlu dibatasi secara ma- Tentang meringkas itu bukan terial atau tertulis yang bisa asal meringkas. Ringkaslah diukur dan diatur. suatu usalan hanya dalam satu halaman kertas A4 atau Mari kita masuk ke penjelamungkin setengahnya saja. san yang lebih mudah. Jika Mengapa demikian? Sebuah membaca sebuah buku, ada buku selalu atau dapat dikabanyak gagasan yang masuk takan pasti memuat suatu ke dalam pikiran kita. Itu gagasan utama atau tesis menguntungkan di satu pihak, pemikiran dan biasanya itu sekaligus membingungkan di sepanjang satu halaman, lain pihak. Maka, cara membahkan satu kalimat. Sebaca buku yang baik adalah mentara seluruh isi buku dengan menemukan intihanyalah sebuah bangunan sari dari ulasan dalam buku argumen untuk meneguhka tersebut. Akan tetapi, perlu tesis atau gagasan pikiran dipahami bahwa kemampuan tersebut. setiap orang dalam menangkap gagasan utama sebuah Dengan hanya meringkas ulasan atau tulisan itu berbe- satu kalimat atau halaman da-beda. saja, kita berusaha mencari gagasan pokok atau tesis Persoalan itu sesungguhnya pemikiran penulis buku. Metidaklah rumit. Artinya, bahwa

dapat diselesaikan dengan proses latihan terus-menerus oleh pelbagai jenis orang. Ketika kita membaca sebuah buku, misalnya bagian pertama dari buku tersebut yang berjumlah dua puluh lima halaman, cara mengetahui intisarinya adalah dengan meringkas dengan bahasa kita.

TUNAS VERBIST MAGAZINE

mang ini bukan pekerjaan yang mudah. Hal ini karena sungguh memerlukan ketelitian dan daya analisis yang tajam. Pekerjaan meringkas adalah sekaligus menganalisis. Sejauh pengalaman saya, pekerjaan itu membutuhkan waktu yang lama.

tun atau di-penjara-kan oleh pembatasan material.

Jika kita telah meringkas dalam satu halaman, itu berarti kita dapat menangkap sesuatu yang merupakan inti dari satu pembahasan buku tersebut. Tugas selanjutnya adalah mengembangkan gagasan Pembatasan material bahwa pokok tersebut dengan gaya hanya dapat dinyatakan bahasa kita. Kita membangun dalam satu atau setengah gugusan argumen pikiran kita. halaman saja itu melatih Dengan demikian, pentingnya kita mendisiplinkan pikiran. mendisiplinkan pikiran adalah Kita diajak untuk memagar semua gagasan kita dabuang segala gagasan yang pat berdaya guna dan benarwalaupun terlihat penitng, benar efektif. Kita tidak hanya tetapi belum tentu relevan sekadar tahu banyak, tetapi dan yang utama. Itulah mampu membuat gagasan maksudnya bahwa pikiran yang relevan untuk kebutuhan kita yang liar harus ditunkita yang sesungguhnya.

*Penulis sedang menjalani studi di Filipina, sekaligus Frater tahun ke-6 di CICM

TUNAS VERBIST MAGAZINE

REFLEKSI
Andi Situmorang

Belajar Untuk Siap Ditempatkan Dimana Saja


Maka, melalui proses saya menerima dan mencoba berpasrah saja mengajar dan menghadapi anak SMP Tarakanita yang katanya susah diatur.

etika kami mengadakan pertemuan tingkat, yaitu suatu waktu berkumpul bersama teman seangkatan guna membicarakan suatu hal, kami telah menyepakati pembagian tempat mengajar masing-masing. Waktu itu saya memilih untuk mengajar di St. Ursula, karena memang sebelumnya saya sudah mengetahui kondisi dan ingin sekali berinteraksi dengan mengajar di sana. Akan tetapi, almarhum Pater Anis, rektor rumah kami, menginginkan agar pembagian tempat mengajar dilakukan dengan undian. Akhirnya, saya diputuskan mengajar di SMP Tarakanita 4. Awalnya saya sungguh kecewa karena tidak sesuai dengan harapan , ditambah lagi kabar yang saya terima tentang anak-

anak sekolah Tarakanita yang tidak bisa diatur dan nakal. Waktu itu pun, pikiran normal saya, menganggap murid SMP itu lebih sulit diatur karena masih dikenal sebagai masa transisi dari SD ke SMA dan ada dalam kondisi sangat labil. Hal itulah yang menjadi penolakan mendasar bagi saya. Akan tetapi, saya sempat merenungkan suatu hal, yaitu kalau hal pembagian tempat mengajar saja saya sudah kecewa lalu bagaimana kelak prinsip atau perilaku saya saat menjadi misionaris? Pertanyaan itu menjadi permenungan saya selanjutnya. Maka, melalui proses saya menerima dan mencoba berpasrah saja mengajar dan menghadapi anak SMP Tarakanita yang katanya

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

susah diatur. Pada pertemuan pertama sebelum masuk kelas, saya merasa agak gugup memikirkan cara menghadapi mereka. Namun, ketika masuk kelas dan diperkenalkan oleh Pak Eto, saya rasakan pandangan mereka yang bersahabat. Ketika Pak Eto memberikan kesempatan untuk memperkenalkan diri, mereka dengan semangat

*Frater Andi seusai mengikuti kuliah

ingin mengenal saya lebih jauh. Tentu saja, pertemuan pertama ini menjadi awal yang baik untuk ke depannya. Pengalaman mengajar bukanlah hal pertama bagi saya, karena di Seminari Menengah Stella Maris sudah pernah mendapatkan kesempatan mengajar di SD Mardiyuana Bogor. Tentu saja pengalaman mengajar yang lalu sangat membantu saya dalam dasar-dasar mengajar untuk SMP Tarakanita. Walau tidak dipungkiri, ada banyak pengalaman suka dan duka selama mengajar tersebut; Terlebih di zaman teknologi yang begitu canggih, banyak anak-anak disibukkan dengan handphone, Tablet, atau pun barang sejenis yang mereka miliki. Maka, ketika saya mengajar kadangkala mereka mencuri kesempatan untuk sekadar berbalasan pesan singkat. Namun, tidak semuanya begitu, bahwa banyak dari siswa Tarakanita 4 begitu antusias dalam pengajaran saya. Dalam apostolat yang saja jalani, banyak pengalaman yang saya peroleh ketika mengajar di SMP Tarakanita 4, terlebih dalam perkembangan

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

kepribadian saya. Salah satu poin penting yang saya terima adalah mendengarkan dosen/ pengajar dengan saksama ketika di kelas. Hal itu tentu saja saya dapatkan dan pahami setelah atau selama saya menjalankan proses mengajar. Pengalaman itu semakin menyadarkan saya, karena ketika mengajar mungkin ada siswa yang tidak mendengarkan saya dan saya merasa kecewa. Oleh karena itu, saya sangat bersyukur mendapatkan kesempatan mengajar di Tarakanita sehingga saya dapat menimba banyak pengalaman dan

pemahaman. Meskipun saya hanya mengajar selama satu semester, masih ada banyak kenangan cara atau rasa menjadi seorang pengajar dan menghadapi pelbagai karakter murid. Hingga saat ini pun, walau mereka sudah tersebar di pelbagai SMA yang berbeda, sesekali mereka masih menyapa saya melalui situs jejaring sosial di internet. Saya sungguh bersyukur dan berterima kasih atas kesempatan yang diberikan CICM dan sekolah SMP Tarakanita 4 sehingga saya dapat menimba banyak pemahaman.

Penulis sedang menjalani masa studi di STF Driyarkara semester 5 Frater Tingkat III di Skolastikat Sang Tunas

TUNAS VERBIST MAGAZINE

REFLEKSI
tersebut. Demikian pula saya yang telah menjalani tingkat dua ini merupakan kesempatan kedua kalinya setelah yang pertama di Makassar lalu. Pada 30 Juni malam adalah persiapanku menuju Tanggerang. Di sana adalah tempat kami menjalani kegiatan work experience sebagai program CICM bagi tingkat dua di Jakarta. Tidak seperti di Makassar, kali ini kami diharuskan untuk menyewa dan tinggal selama satu bulan di sebuah rumah kontrakan di daerah sekitar tempat kami bekerja. Tantangan baru bagi kami di saat harus tinggal seperti anak kos yang harus hidup mandiri dan dapat mengatur uang sedemikian rupa sebatas yang diberikan biara untuk kami pakai selama sebulan. Kami harus dapat sehemat dan sebaik mungkin dalam menggunakan uang tersebut. Sekitar pukul sembilan malam kami tiba di rumah kontrakan. Kami langsung membereskan segalanya dan segera istirahat untuk menyambut hari esok pertama bekerja. Pada 1 Juli, kami bersiap untuk memulai kesibukan

Refleksi di Balik Kehidupan Buruh Perkebunan


oleh: Yohanes Ridwanto

10

ICM adalah kongregasi yang melahirkan seorang misionaris. Di dalamnya ada tahapan-tahapan sebagai masa persiapan menjadi seorang misionaris sekaligus biarawan. Pelbagai tahapan itu memiliki kriteria masing-masing yang berbeda. Salah satunya adalah work experience yang dilakukan oleh para frater yang ada di tingkat TOR Makassar dan akhir tingkat dua Jakarta. Work experience adalah kegiatan para frater menjalani kehidupan sebagai buruh selama satu bulan dan berusaha memahami makna di balik kegiatan tersebut dalam bentuk refleksi setelah menyelesaikannya. Menurut saya, kesempatan ini pun mendorong para frater mengembangkan potensi diri selain hanya mengisi waktu liburan pada setiap tingkat

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

yang akan kami kerjakan. Inilah kesempatan kedua kami mengalami kerja seperti ini setelah yang pertama di Makassar yang mungkin akan memberikan kami pengalaman yang lebih daripada sebelumnya. Frater Kenjo dan saya mendapat tempat kerja di sebuah perusahaan perkebunan dan tugas kami adalah sebagai buruh kebun. Ketika sampai di tempat kerja, kami disambut ramah oleh para pekerja maupun pimpinan di sana. Akan tetapi, saya merasa cukup sulit melakukan pekerjaan yang saya geluti di sana karena pada dasarnya pekerjaan perkebunan adalah bukan jenis pekerjaan yang saya senangi dan tidak biasa dilakukan. Kami bekerja di luar ruangan dan cuaca cukup panas

*Fr. Ridwan (kanan) dan Fr. Kenjo (kiri) bersama para buruh kebun seusai bekerja

. Sesekali ada keluhan di kala istirahat duduk-duduk di teras. Sementara istirahat sejenak dan terus mengamati para pekerja yang bergiat, muncul dalam benak saya bahwa segala kegiatan atau pekerjaan yang kita geluti berawal dari rasa perjuangan dalam diri. Hidup ini diawali dari perjuangan. Perjuangan dari proses kelahiran, pertumbuhan, dan perkembangan hingga akhirnya perjuangan itu berharap memperoleh kehidupan yang kekal setelah kematian. Allah juga menciptakan segala sesuatunya dengan perjuangan, bekerja selama enam hari dan terus mengusahakan keselamatan bagi semuanya (Kejadian 2:22 dan refleksi alkitab). Pekerjaan ini pada awalnya tidaklah mudah (para buruh pun mungkin merasakannya) dan saya rasa bahwa ada suatu dorongan untuk terus bekerja bahkan menikmati pekerjaan tersebut. Keluarga dan alasan untuk meneruskan hidup mungkin menjadi beberapa alasan yang mereka miliki sebagai motivasi selama bekerja. Tanpa adanya motivasi, kita pasti akan kalah dan

11

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

12

lemah dalam memperjuangkan hidup ini. Kadangkala kita merasa tidak ada arti dan akhirnya putus asa sampai bunuh diri karena tidak ada motivasi lagi. Bunuh diri itulah yang menjadi cara singkat seseorang yang tidak mau lagi memperjuangkan hidupnya dan hanya terus terbawa suasana masalah pribadi. Dari pelbagai pemahaman itulah, saya berusaha melanjutkan proses pekerjaan saya. Semuanya dijalani dari pecarian bibit, pembibitan, pemupukan, pengomposan, perawatan, penanaman, lalu akhirnya penjualan. Saya rasa satu bulan adalah rentang waktu yang panjang dan mulai ragu menyelesaikannya. Frater Kenjo dan saya berusaha mengikuti setiap proses pekerjaan kami. Dengan perbincangan dan pertukaran pikiran, kami mulai masuk ke dalam lingkungan para pekerja dimulai dari perkenalan diri kami masing-masing. Latar belakang temanteman kerja kami ternyata orang perantauan yang rata-rata telah berkeluarga dan ada beberapa di antara mereka masih sendiri. Mereka pun memiliki pengertian

dan pemahaman yang baik tentang tanaman karena berlatar keluarga tani. Selang waktu kami merasa lebih senang dan nyaman karena canda dan gurau di sela-sela pekerjaan. Pukul 11.30 kami beristirahat untuk makan siang yang dilakukan secara bersama di sebuah ruangan khusus. Kami melanjutkan pekerjaan sekitar pukul setengah satu siang. Kami melanjutkan sisa pekerjaan hingga pukul lima sore dan pulang sekitar pukul lima. Kami pulang dengan membawa kesan pertama yang baik, walau lelah tetap merasa senang. Hari-hari berikutnya kami merasa lebih nyaman dalam bekerja dan sesekali bertanya mengenai proses yang ada dari segi yang umum maupun yang lebih khusus. Saya berusaha mendalaminya dan mulai senang dalam bercocok tanam. Itulah proses belajar menurut saya, ketika mempelajari sesuatu itu tidak berawal dari hal yang disenangi. Terkadang untuk belajar sesuatu yang baru dan baik harus diawali bahkan dari paksaan sehingga dapat membiasakan diri dalam hal baru yang sedang dipelajari. Saya teringat akan seorang musisi klasik ternama di dunia, Ludwig van Beethoven.

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

Sedari masa kecilnya, ia dipaksa hingga menangis untuk berlatih piano oleh ayahnya. Akan tetapi, karena terus dipaksa dalam dunia musik oleh ayahnya itu, akhirnya timbul ketertarikan dan kehausan hingga akhirnya ia menjadi seorang musisi klasik ternama dalam sejarah dunia. Mungkin begitu pula dengan saya ketika mengalami pengalaman kerja dari keterpaksaan berubah menjadi ketertarikan dan terus berusaha mendalaminya. Kami bekerja dengan para pekerja yang mayoritas bergama Islam, tetapi hal itu tidak menghalangi dan sebaliknya kami saling menghargai dalam interaksi. Kami turut diingatkan ketika mereka yang rajin dan taat beribadah dengan menjalani sholat lima waktu dengan tepat. Kami mendapatkan pelajaran lain dari mereka tentang menjalani dan mendalami pekerjaan dan kehidupan dalam kehidupan beragama. Di tengah lelahnya diri bekerja, mereka selalu menyempatkan waktu untuk menjalankan ibadah mereka. Yang juga membuat saya semakin kagum adalah ketika bulan

puasa mereka tetap menjalani puasa dengan baik selagi kerja seharian. Mereka tetap bekerja dengan baik seperti tidak terlihat mereka sedang berpuasa. Kelelahan dan keringat memang masih tampak, walau tetap berusaha semaksimal mungkin menjalani pekerjaan mereka. Satu hal yang berbeda dari pola pikir saya sebelumnya yang meyakini bahwa kaum buruh atau kerja keras pasti tidak dapat menjalani puasa dengan sempurna atau setidaknya dengan baik diputarbalikkan dengan pengalaman kerja ini. Hal yang menjadi dorongan untuk tetap menjalani puasa dan ibadah sholat dengan baik adalah kepuasan

*Fr. Ridwan sedang memerhatikan daerah yang akan dibenahi

13

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

batin dan kesegaran rohani. Hidup di dalam Allah ternyata menguatkan setiap orang yang taat dan takwa akan ajaran dan hukum-Nya. Meskipun terlalu sibuk dalam setiap pekerjaan, kita harus setidaknya menyempatkan waktu pula untuk hidup di dalam Tuhan dengan berdoa dan pelbagai cara lainnya. Banyak hal yang saya dapatkan dan pahami ketika berbincang dengan mereka di pelbagai kesempatan. Hingga

akhirnya masa kerja kami selama sebulan telah usai dan pengalaman kali ini telah memberikan pelajaran yang cukup berharga bagi diri saya yang sedang menjalani masa persiapan menuju tugas misi yang sesungguhnya kelak. Mereka memberikan suatu kenangan yang indah dan sesekali dengan sikap lapang dan murah hati mengajak kami berkunjung ke rumah mereka

Penulis sedang menjalani masa kuliah di STF Driyarkara semester 5 Frater tingkat III di SST

14

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

Membahasakan Kitab Suci


kepada Anak-anak
Adrianus Safarin

iapa yang tidak menyukai anak-anak? Mungkin hanya sedikit orang yang tidak menyukai anak-anak di antara begitu banyak orang yang menyukai mereka. Yesus sendiri dalam kitab Suci, termasuk orang yang menyukai anak-anak. Ia membiarkan anak-anak datang kepada-Nya. Anak-anak memiliki tingkat keceriaan dan kepolosan yang paling tinggi jika dibandingkan remaja dan orang-orang dewasa. Di samping itu, rasa ingin tahu mereka juga sangat tinggi. Mereka ingin merasakan dan mengetahui apa saja yang menurut mereka asing tanpa pernah memikirkan resikonya. Kadang-kadang keingintahuan mereka ini membuat orang tua merasa jengkel. Misalnya, Orang tua marah kepada anak kecilnya yang merengek meminta pisau untuk dimainkan. Atau, kaget ketika anak kecilnya tiba-tiba

menangis karena baru saja menyentuh nyala api. Kita orang dewasa mungkin berpikir betapa bodohnya anak-anak tersebut. Namun sebenarnya itulah dunia mereka, yakni dunia yang penuh rasa ingin tahu dan dunia yang tanpa beban. Mereka merasa begitu bebas dan ceria. Pengalaman merasakan kebebasan tanpa beban ini, kadang-kadang dirindukan kembali oleh orangorang dewasa, yang hidupnya terlalu serius. Maka tidak heran jika ada orang dewasa yang menggunakan foto anak-anak tersenyum atau tertawa sebagai foto profil di akun Facebook-nya. Sekali lagi mungkin ini adalah salah satu bentuk ekspresi akan kerinduan untuk menjadi seperti anakanak kembali. Maka, tidak salah jika ada begitu banyak orang menyukai anak-anak, terutama pengalaman keceriaan mereka.

15

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

Saya juga termasuk orang yang menyukai anakanak. Saya menyukai kepolosan dan keceriaan mereka. Namun, selalu saja ada tantangannya. Saya menyukai anakanak tetapi sulit untuk membuat anak-anak menyukai saya. Hampir satu tahun saya menjalani apostolat di paroki Sta. Bernadette Ciledug tepatnya di bedeng Tarakanita, di lingkungan Fabiola. Di sana saya menjadi pendamping anak-anak Sekami (Sekolah Minggu). Sebagai pendamping Sekami saya
*anak-anak sedang mengikuti permainan sekolah minggu

16

bertugas menjelaskan bacaaan kitab suci hari minggu kepada anak-anak. Tugas ini mungkin kedengarannya mudah, namun sebenarnya cukup sulit jika dipraktekkan, apalagi jika tidak biasa dan tidak punya bakat bercerita. Akan lebih sulit lagi jika injilnya diambil

dari Yohanes karena saya harus menjelaskan bahasanya yang simbolis berhadapan dengan anakanak yang memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Dengan latar belakang filsafat yang kaku, saya merasa lebih mudah menjelasakan isi kitab suci kepada orang orang dewasa ketimbang kepada anakanak. Sulit bagi saya untuk membahasakan bahasa kitab suci ke dalam bahasa mereka. Salah satu teknik paling mudah adalah menceritakan kisah yang ada kaitannya dengan bacaan injil. Namun, justru saya lebih berbakat untuk menulis cerita daripada menjadi pembawa cerita. Akan tetapi seperti kata pepatah, Allah bisa karena biasa maka tugas tersebut, perlahan-lahan saya nikmati. Beruntung, saya banyak dibantu oleh rekan pendamping Sekami yang lain yang terdiri dari remaja dan ibu-ibu. Remaja dan ibu-ibu ini membantu saya dalam menceritakan kisah menarik sehingga membuat anak-anak dapat menikmati dan menangkap pesan injil. Mereka ini, yang sudah begitu lama mengenal anak-anak tampak lebih professional ketika mendongengkan sebuah kisah. Saya membantu mereka misalnya,

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

mengiringi dengan gitar ketika menyanyikan beberapa buah lagu baik di bedeng maupun di dalam gereja sehabis perayaaan Ekaristi. Menjadi lebih Kuat. Selama menjalani apostolat saya tinggal di Rumah umat di lingkungan Fabiola, berdekatan dengan bedeng tarakanita. Saya tinggal di dalam sebuah keluarga

*Fr. andri (kedua berdiri dari kiri bersama para frater lainnya dan umat lingkungan di ciledug

yang kehidupannya begitu sederhana, meski cukup berada. Keluarga ini juga sudah begitu lama memiliki perhatian terhadap para calon imam. Di dalam keluarga dan lingkungan Fabiola ini saya belajar banyak hal: tentang kekompakan dan perjuangan seorang ibu dan ketiga anaknya

untuk mempertahankan hidup, tentang penolakan dari Satpam penjaga gara-gara dicurigai sebagai Debt Collector , tentang seorang nenek yang begitu rajin ke gereja meski sudah lama hidup sendiri, tentang sekantong pisang dan kue oleh-oleh sebagai bukti perhatian dari sebuah keluarga, dan tentang bahasa-bahasa khas yang mengungkapkan dukungan mereka. Pengalaman-pengalaman itu, sungguh memberikan saya kekuatan. Satu hal yang saya pelajari adalah dibalik dukungan itu sebenarnya terselip sebuah harapan, mungkin juga sebuah tuntutan yang tidak segampang membalikkan telapak tangan untuk mewujudkannya. Namun, tetap saja dukungan adalah hal terbaik yang harus selalu ada agar langkah kaki menjadi lebih ringan dalam menapaki jalan panggilan ini.

*Penulis adalah mahasiswa STF Driyarkara semester 7 Frater tingkat 4 di SST

17

TUNAS VERBIST MAGAZINE

REFLEKSI

Adat dan Tuhan: Jangan Lupa!


Tanda di Balik Upacara Teing Hang

anpa terasa satu minggu berlalu. Sementara frekuensi kehadiranku di rumah bersama keluarga sangat sedikit daripada sanak-famili yang lain di kampung. Saya tidak banyak menghabiskan waktu di rumah. Ada banyak hal dan pengalaman yang saya alami dan lakukan selama liburan di Ruteng (Manggarai), tempat kelahiranku. Banyak kegiatan yang kulakukan dari mengunjungi kerabat keluarga di kampung, memanen kopi-padi-dan kacang sebagai komoditas daerah bersama Ema lopo (Kakek), Ende lopo (Nenek), serta Amang agu Inang (Paman dan Tante), menghadiri pelbagai acara keluarga, reuni bersama kawan SD atau SMP, dan banyak kegiatan lainnya lagi. Semuanya terasa menarik dan tentunya saya nikmati dengan rasa syukur luar biasa. Dari hari ke hari terus saya geluti aneka pengalaman dengan ritme kehidupan kampung. Seperti biasanya, yaitu satu atau dua minggu sebelum meninggalkan kampung

akan diadakan suatu acara bagi orang yang akan bepergian jauh. Dalam konteks adat Manggarai disebut upacara Teing Hang atau Wuat Wai. Dalam upacara ini biasanya ada penyembelihan seekor ayam jantan yang mulanya dipersembahkan bagi keluarga yang telah meninggal baik terutama kakek, nenek, maupun orang tua. Hal ini pun sebagai permohonan restu dan doa untuk mendukung orang yang akan bepergian jauh. Dua minggu sebelum kembali ke Jakarta, saya pun mengikuti upacara tersebut. Upacara pertama berlangsung sederhana di rumah inti bersama keluarga dari pihak almarhum Ayah saya. Dalam upacara ini ada segelintir hal yang saya alami sebagai Tanda. Ada satu hal yang terjadi dan menarik untuk direnungkan pada saat penyembeliahan ayam. Prosesnya dimulai dari sebuah piring yang disiapkan untuk menadah darah ayam yang disembelih sampai darah si ayam

18

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

berhenti menetes. Yang terjadi setelahnya adalah darah yang di piring itu membentuk sebuah gambar lingkaran dengan sebuah titik-titik yang menyerupai salib di salah satu sisi lingkaran itu. Melihat tanda itu mereka yang hadir lantas terkesima, mulai mengarang, bersikap menjadi-jadi, dan berbicara asal-asalan yang beberapa diantara saya tangkap ketika mereka berkata menatap saya, yaitu Nana, mau, Ite jadi cepisa, dehh, itu tah!. Jika ingin diartikan sekiranya adalah Anak, Benar, Kamu pasti bisa, bagus-bagus.Saya hanya bisa tersenyum dan berkata dalam hati, Ah, analisa yang sembarang saja, dasar. Itu hanya kebetulan saja. Aneh. Saya berpikir juga bahwa ini sangat lucu dan berlebihan, mungkin saja analisa mereka itu terjadi karena terlalu berharap saya menjadi pastor. Ini sangat berlebihan, kataku lagi dalam hati. Berikutnya, upacara berlangsung di kampung bersama keluarga dari pihak Ibu. Matahari hampir menempuh separuh jalannya. Hari pun terasa panas dan sengatannya cukup terik hingga tubuh pun bersimbah penuh ker-

ingat. Kendati demikian, semangat kami untuk melewati jalur daki tidaklah surut. Perjalanan kami menuju dusun kecil di balik bukit cukup lama. Di sanalah tempat peraduan kami yang terakhir, tempat Ibu saya dibesarkan dan pasti saat-saat liburan saya datang ke sana untuk mengenang masa kecil yang dirajut nostalgia indah dalam pelbagai bentuk permainan tradisional. Tepat pukul dua belas, kami sekeluarga tiba di dusun tersebut. Kami disambut dengan hangat oleh warga di sana lalu diarak untuk masuk ke Mbaru Gendang (Rumah Adat). Rasanya indah dipeluk nuansa kekeluargaan, banyak sapaan manis dari mereka terutama dari para orang tua-tua yang bibirnya penuh dengan cairan merah tanda tengah mengunyah daun sirih. Cukup lama melepas lelah di atas tikar, lalu kami disuguhkan moke putih dan jagung rebus. Nikmat rasanya saat kembali minum dan mencium aroma moke pitih, sudah lama tidak seperti ini, kataku lagi dalam hati. Hari pun semakin larut, hingga tak disadari matahari sudah tidak menampakkan pijarnya, bersem-

19

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

bunyi di ufuk barat. Sementara kami sekeluarga terlarut dalam percakapan sampai badan enggak melakukan aktivitas lain alias ingin selalu tetap di tikar sampai malam membuai. Akan tetapi, ada hal lain yang harus kami lakukan saat petang hari, yaitu berdoa di makam kakek dan nenek dengan maksud mengundang mereka turut serta dalam upacara pada malam harinya. Kisah di dusun yang kecil ini juga sangat menarik. Ada beberapa pula tanda yang terjadi di sana. Semuanya berawal dari Paman dan Tante saya yang menyusul kami ke kampung dengan sepeda motor. Mereka membawa seekor ayam putih kecil untuk upacara adat. Anehnya, ayam tersebut adalah ayam betina yang seharusnya adalah jantan untuk kebutuhan upacara adat. Lalu tanpa disadari saat motor melaju, ayam itu terlepas dan menghilang. Saat Paman tiba di kampung, ia menceritakan semuanya. Mendengar hal ini para tetua dan keluarga di kampung langsung mengklaim bahwa itu merupakan tanda penolakan dari para leluhur dengan alasan ayamnya adalah betina. Saya hanya tersenyum kecil dan

menganggap itu lucu. Malam pun tiba, upacara Teing Hang pun akan dimulai. Anehnya lagi, saat awal upacara berlangsung tepatnya ketika seorang Tua Torok (Pemimpin Upacara) mulai berbicara dalam bahasa kuno atau tinggi adat Manggarai, satu hal lain lagi terjadi. Tiba-tiba saja seekor ayam jantan besar sebagai pengganti yang hilang tadi terbang dan sungguh terbang melewati atas kepala saya. Kemudian sentak saja saya menangkap kaki ayam itu dengan kedua tangan saya. Hal ini pun langsung dianggap sebagai tanda persis sama seperti yang sebelumnya yang terjadi di kampung ayah saya. Dari sekian pengalaman itu, saya pun menjadi bingung bahkan

*Salah satu bagian dari upacara Teing Hang

20

saya menganggap sebagai sesuatu yang berlebihan, aneh, atau lucu. Saya semakin heran dan sungguh tidak memahami semua yang terjadi. Antara percaya dan

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

tidak mungkin itu perasaan saya. Namun, setelah saya merenungkan kembali, nyatanya pengalaman ini memang terjadi dalam konteks adat dan mereka semua mengklaim yang terjadi sebagai tanda yang memiliki arti khusus. Tanda-tanda yang erat kaitannya dengan hidup panggilan saya. Saya semakin tidak memahami, apakah adat itu secara sakral dan keramat memberikan tanda khusus yang berhubungan langsung dengan pengalaman hidup saya ataukah tanda itu larut dalam harapan besar yang berlebihan dan spekulatif tanpa rasio akan cita-cita saya? Saat-saat merenung, ketidakpahaman saya pun tidak terpuaskan. Memang saya menyadari bahwa adat atau kepercayaan kepada kekuatan roh nenek moyang dan sebagainya lebih dulu hadir daripada agama atau iman akan Tuhan seperti yang kita yakini sekarang ini. Saya hanya dapat mengatakan bahwa tidak dibutuhkan suatu tanda khusus untuk hidup panggilan ini. Saya memahami adat itu, tetapi tidak demikian sama dengan tandatanda yang terjadi secara ke-

betulan itu (misteri). Hal selanjutnya yang dapat saya katakan dari pengalaman ini adalah jangan pernah melupakan adat dan Tuhan. Keduanya memang berbeda, tetapi di antara keduanya itu pun saling erat terkait berdaya bagi kehidupan manusia. Keduanya ditempatkan sebagai pedoman dan kekuatan, sebagai penuntun, dan dihormati secara seimbang dalam arti bahwa tidak ada unsur dominasi yang kental terhadap salah satunya. Betapa indah dan santun ketika kita mencintai dan memuliakan Tuhan dalam adat serta aneka ekspresinya, juga demikian dengan mencintai dan mengekspresikan adat dalam nama Tuhan. Adat dan Tuhan, Jangan Lupa!

Fr. Ferdi Jemadu

Mahasiswa semester 3 STF Driyarakara Frater tingkat II di SST

21

TUNAS VERBIST MAGAZINE

REFLEKSI

MATAHARI-KU

Aloysius Loe Laku

22

ala Matahari terbenam temaram langit Sang Tunas senja itu. Awan kelabu berarak-serentak kecilkecil menyelimuti pandangan komunitas Tahun Orientasi Rohani Sang Tunas CICM. Entahlah, mungkin ibu pertiwi sejenak menjadi tanda tanya kesungguhan dari komunitas yang akan memberangkatkan empat belas penghuninya ke Toraja sebagai program live-in. Masih dengan semangat yang sama ketika awal masuk, para pemuda itu pergi dengan tujuan menikmati hidup bersama keluarga yang belum mereka kenal sama sekali. Motivasi sederhana kegiatan adalah pendalaman dan penemuan pelbagai hal yang baik dalam menapaki perjalanan selanjutnya. Perjalanan mengikuti Dia yang mengajak mereka melangkah lewati tapak jejakNya. Malam itu, Selasa delapan belas Desember 2012.

Babak baru dalam hidup dimulai dengan perjalanan bus. Perjalanan menuju Tana Toraja terjadi begitu-begitu saja (menurut saya orang Timor ini). Tidak ada hal yang menarik dialami selama perjalanan, entah menyaksikan pemandangan indah persawahan, hutan lebat nan hijau, atau barisan gunung batu yang megah. Inilah kenyataan-kenyataan yang membuat orang mengenali Tana Toraja sebagai Negeri Elok, seperti yang tersirat dalam cerita beberapa kawan yang pernah melanglang ke sana. Hal itu karena semuanya diselubungi kegelapan yang cukup pekat. Situasi malam yang membuat seluruh yang ada di luar bus hanya terlihat berbayang, ditambah pula dengan gelapnya bus karena semua lampu penerangan dimatikan. Cukup sudah diri ini merindukan datangnya mentari pagi, yang menerangi. Selebihnya boleh dikatakan, perjalanan ke Toraja kali itu ibarat mimpi waktu

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

tidur malam. Keletihan datang segera dan membuat terlelap, bermimpi tentang sisa-sisa pikiran mengganjal. Sampai saatnya terbangun mengejar mimpi yang sesungguhnya. Perjalanan delapan jam dilalui dengan aman. Kami baru saja menciptakan beberapa jejak kaki pertama di Toraja. Tampak sebuah bangunan seperti gereja tegak kokoh di depan kami. Akan tetapi, kami ragu dan memutuskan bertanya kepada seseorang. Baik sekali ada seorang di warung situ memberitahukan kami letak Paroki St. Yohanes Rasul, Minanga. Di tempat itu, saya bersama ketiga kawan lain, Anto Seran, Ino Ika, dan Stefwark Bathlyol, akan hidup bersama keluarga di sana. Mencari Matahari Aku hadir dan menjadi bagian dari satu keluarga yang lengkap dan harmonis. Bapa Martinus Pasati, mama Enjelika Wiwi, dan dua adik kecil menuntunku dengan ramah menikmati hidup nyaman dalam keluarga sebelum berinteraksi dengan yang lainnya. Akan tetapi, itu belumlah cukup memberikanku rasa lega

tinggal, karena masih ada keraguan sedikit di dalam. Aku masih membutuhkan waktu adaptasi karena rasa kaku dalam diri. Kursi Tua di depan Tongkonan, rumah adat tradisional Toraja, merupakan tempat yang paling mengerti perasaan awalku ini. Kursi tua itu bukan saja sekadar sesuatu yang ada di sana tempat meletakkan tubuh ini, melainkan menjadi sebuah dermaga, tambatan hati yang ragu. Dari sanalah muncul kerinduan terbesarku akan hidup komunitas ceria Sang Tunas. Kerinduanku ini semakin merekah sementara. Akan tetapi, kerinduanku yang lain hendak bertemu kawan dan pengalaman hidup yang baru. Anganku berlari ke tengah belantara hijau, berharap bersama anak dusun lainnya berburu di sana. Namun, mustahil karena Toraja sangat mencintai alam dan penghuninya. Amat baik, sebelum jangkrik bersenandung kidung pujian dewi malam, angin senja datang membelai mesra. Hembusannya putri jelita, erat kupegang lengan dan tuntun langkahku ke arah matahari terbenam, lembut begitu dirasakan.

23

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

Aku tidak tahu ke mana kakinya akan berpijak. Sentak, tepat di tengah perjalanan, waktu mempersilakan aku berkenalan dengan beberapa adik(murid sekolah dasar) dan beberapa remaja yang sedang ayik bernyanyi di teras rumah. Ada papan besar depang bangunan tua itu; Tampak sebaris kalimat indah, kukagumi sungguh. Kucoba pahami tiap kata rapi tersebut serta misteri dibaliknya. Terungkap rupanya si pengukir kata-kata itu terin-

*Para frater CICM sedang berpose di Tana Toraja dalam rangka live-in

24

spirasi oleh keanggunan gadis dan pemuda yang ada di tinggal di bangunan itu. Itulah bangunan gereja stasi St. Petrus Padang dan di tempat itulah saya akan tinggal pula. Aku ingin gambarkan rasa ini pada hembusan yang telah

menuntun langkahku, tetapi sayangnya ia telah berlalu hangat tanpa jejak. Inilah awal pertemuanku dengan para remaja di sana. Walaupun masih takut dan sedikit kaku, mereka berhasil meraih hatiku merekahkan kehangatan membuat merasa lebih nyaman. Angan kesepian yang tadi sempat menemaniku akrab telah menepi jauh tanpa ragu; Ia telah pergi bersama angin senja yang hangat, menyapa barisan pohon Buangin di punggung setiap bukit batu yang kokoh membentengi perkampungan stasi Padang. Kulalu bertanya, mungkinkah matahari yang kucari segera terbit? Inikah tandanya? Mentari yang Menyingsing di Padang Minanga Hakikatnya, matahari memiliki satu peran yang mendasar, yaitu menerangi. Entah terang yang menghidupkan, memperbaharui, menghalau kegelapan, atau juga yang menuntun orang menemukan yang dicari. Masaku di Padang berlalu dalam erat rangkulan hawa sejuk Negeri Elok. Aku masih berdiri tegak di tempat yang sama, dengan harapan yang sama pula, yaitu men-

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

emukan matahariku. Hanya tidak tahu matahari seperti apa yang akan kutemukan, karena Negeri Elok gemar berselimutkan kabut. Seperti seorang musafir yang tidak tahu tujuan jalan langkahnya, aku pun hanya mencoba jejakkan kaki ke arah Timur. Kokok ayam jago sambut-menyambut kedatanganku. Bagaikan berbalasan pantun yang diperdengarkan, tidak begitu teratur bila dibandingkan tabuhan drum kelompok marchingband yang sering tampil memeriahkan acara meriah, walau tetap lebih bermakna adanya. Orang-orang kampung bergegas merespon dengan melebarkan jendela rumahnya. Beberapa dari mereka saling menyebar senyum penuh kasih. Aku pun sempat merengkuh separuh senyuman dua gadis remaja yang kebetulan berpapasan di persimpangan. Aku berjalan terus dan dunia yang satu ini semakin mengherankan. Betapa tidak? Arloji di tangan telah tegak menunjuk angka tujuh, meskipun Negeri Elok enggan melepaskan pelukan erat sang kabut. Melihat penghuni negeri menghidupkan suasana

dusun, kabut tetap tidak berkompromi, tidak segera pergi di tengah tawa ria anak-anak dusun yang diselingi langkah yang saling kejar-kejaran menuju sekolah di balik bukit itu. Parra orang tua bergegas meninggalkan rumah ke arah bentangan indah persawahan di lembah Randanan, tepat di hadapanku. Aura mereka ekspresikan, aku bergumam, itulah yang hendak mereka wujudkan dari impian mereka semalaman. Sepanjang langkah perjalanan pagi itu, aku bertemu orangorang berjiwa cerah walau di tengah dinginnya kabut. Mereka tidak begitu peduli, entah matahari akan memberikan sinarnya untuk menuntun mereka ke hamparan sawah atau tidak. Walaupun matahari bersembunyi di balik kabut tanpa malu-malu, satu keyakinan kudapat, mereka percaya bahwa jauh di lubuk hati mereka bertahkta megah matahari yang senantiasa berpijar hangat. Dapat dipastikan bahwa matahari yang itulah semangat hidup yang senantiasa hadir bercahaya dan mengarahkan mereka pada hal yang sempurna diimpikan. Citacita luhur yang sedang diper-

25

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

juangkan; Pancaran matahari itulah yang menyilaukan asaku, merasuki sukma, dan sungguh sinarnya melampaui kegelapan batinku. Aku disadarkan terpana. Langkahkuterasa semakin ringan, sesekali berlari kecil penuh senyum. Aku ingin semakin jauh berlari ke arah Timur, songsong datangnya matahari yang sama dengan matahari yang telah kutemukan. Matahari

yang sama dalam hati. Satu keyakinanku ini bahwa matahari ini pun kelak tetap menjadi penghalau gelap dan suramnya pelbagai kabut kehidupanku sampai aku tiba di puncak cita dan asa. Umat Stasi St. Petrus Padang yang baik hati, seperti kata Ariel Noah, Kalian Luar Biasa. Kurresumanga

Penulis sedang menjalani studi di STF Driyarkara semester 1 Frater tingkat I di SST, Jakarta *Fr. Louis sedang berpose

26

TUNAS VERBIST MAGAZINE

WHO ARE YOU

29

TUNAS VERBIST MAGAZINE

profil

Fr. Ido
Sang Bayilah sumber kebahagiaan semua orang
digantikan menjadi raut bahagia, yang sungguh pasti berasal dari kehadiran sang bayi. Mereka semua yang berbahagia itu lalu berembuk sejenak dan memutuskan untuk menamai sang bayi itu Frido Amnunuh. Nama kedua orang tuanya, Alexander Amnunuh dan Reyneldis Maria Obe. Mereka membawa si bayi tinggal di Pantai Utara Timor, Kaubele. Enam bulan berselang, si bayi diinisiasi menjadi katolik dengan sakramen permandian di Paroki St. Filomena, Mena, oleh Pastor Yan Seran, Pr., dihadiri keluarga dan wali baptis Bapak Thomas Tahaf dan Ibu Katharina Manbait, beserta seluruh umat. Nama bayi itu pun disempurnakan dengan menambahkan nama santo, agar harapannya menjadi anak yang saleh, yaitu Wilfredikus Emilius El-Frido Amnunuh. Sebagai keluarga, ia menjalani kehidupannya bersama dengan kelima orang adik, empat laki-laki dan satu perempuan. Pendidikan formal tingkat dasar diampunya di SDK InAne dan SDN Fatke dari Juli 1999 sampai pertengahan 2005. Kemudian melanjutkan sekolahnya di SMPK Hati

28

uasana Rumah Sakit Umum Daerah Kefamenanu pagi itu berbeda dari yang biasanya. Ini tampak jelas dari roman muka mereka yang sedikit cemas. Penantian itu digantikan jelas dengan raut bahagia di saat seorang anak bayi lahir dengan selamat di bumi persada pada, Sabtu 28 mei 1994 pukul 08.00 WITA,setelah perjalanan sembilan bulan sepuluh hari dengan kasih dari sang guardian angel(baca: ibunda). Kecemasan orang yang menunggu

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

Tersuci Maria Halilulik, dari Juli 2005 sampai Mei 2008. Masa SMA dinikmatinya di Seminari St. Maria ImmaculataLalian dari 27 Juli 2008 sampai 26 Mei 2012. Akhirnya ia meneruskan panggilannya setelah mengenal tarekat CICM dari para frater CICM yang liburan. Ia mendengarkan pengalaman mereka dan tertarik dan jatuh hati pada CICM dan motto sampai spiritualitasnya. Diputuskannya bergabung dengan CICM dan bersama kelimabelas teman menjalani masa TOR di Makassar. Setelah itu, dengan pengalaman yang beragam bersama dengan kesembilan frater, saya melanjutkan masa pendidikan di Skolastikat Sang Tunas Jakarta. Masa inilah, saya sedang meng-

geluti ilmu teologi di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara. Sekilas saja, bahwa hobiku bermain musik, mendengarkan musik apa saja, membaca buku, berolahraga dan berdoa. Motto saya adalah janganlah merasa puas hanya berjalan saja, tetapi cobalah untuk berlari, karena anda bisa melakukannya. Burung Irian, Burung Cendrawasih, Bulunya menawan, suaranya merdu Sekian perkenalan dan terima kasih, jumpa lagi di Pondok Bambu.

29

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

Fr. Roni
Saya termasuk dalam kelompok orang yang bersifat plegmatis
Diaz Gonzallez dan Anastasia Sri Hastuti, saya dinamakan ada 26 Agustus Hieronnymus Diaz 1993 lahirlah Gonzallez. Panggil saya. Postur tubuh saja dengan akrab, yang mungil Ronny. Saya adalah sesungguhnya anak pertama dari sudah menjadi mereka berdua. seorang yang tinggi, Hobi saya adalah kurus, berambut bermain futsal, sepak ikal, dengan warna bola, dan basket. kulit sawo matang. Selain itu, saya juga Lahir dari pasangan senang mengoleksi suami istri F.X. sepatu, baju bola, dan komik. Saya termasuk dalam kelompok orang yang bersifat Plegmatis, sehingga saya lebih terlihat pendiam, penyabar, dan penyanyang. Cukup sekian dahulu data pribadi saya yang bisa saya bagikan kepada anda sekalian. Atas perhatiannya, saya mengucapkan terima kasih. Salam.

Fr. Linus
Kentara ji dari logatnya Toh
ji dari logatnya toh, dulu saya dilahirkang mamiku pada 23 September. Yan Senan kubuat tu baca buku, apalagi komik dengang novel, dan baru enak sekali itu saya rasa kalo sambil dengar musik. Makanang yan palin sa suka tu nasi goren baru minumang paporitku air putih masak. Grup beng ato penyanyi papoit saya tu The Rain, Avril Lavigne, Linkin Park, dan Gil. Begini mi saja dulu perkenalangnya nah. Kalo masih mau lebih

N
30

amaku toh Linus Stanlay Wongkar. Biasa ka saya dipanggil Linus, tapi ada tong beberapa prater na panggil ka Stanley. Saya berasal dari Makassar. Kentara

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

kenal lagi, datang mi saja kerumah kami semua di Skolastikat San Tunas, dijaming asyik Peace be

with you*)profil ini diungkapkan dalam bentuk dan logat Makassar

Fr. Risman
hendaklah engkau setia sampai mati
esto fidelis usque ad mortem at dabo tibi coronam vitaehendaklah engkau setia sampai mati maka akan diberikan kepadamu mahkota kehidupan. Untuk mendapatkan loncatan yang jauh, pastilah harus mundur lebih jauh untuk itu; Begitu juga kehidupan. Untuk mendapatkan impian kadang kita harus melihat juga masa lalu, namun jangan bawa itu ke masa yang akan kamu lalui. Kerajaan Allah tidak saja di luar jangkauan usaha kita, bahkan di luar jangkauan visi kita. Itulah hakikat kita. Kita menanami biji yang suatu hari akan tumbuh. Kita menyirami biji yang sudah ditanam, memahami bahwa ada janji di masa depan yang dikandungnya. Kita adalah pekerja, bukan pencipta. Pelayan bukan Mesias. Kita adalah nabi dari suatu masa depan yang bukan milik kita itulah kebingungan, karena saya juga sekian hehehe

ku dibesarkan dalam keluarga Muslim sederhana, dengan nama lengkap Suharisman Rahatra Sihidi. Nama panggilanku Risman. Aku dilahirkan di Toraja 9 Oktober 1990. Hobiku adalah olahraga, membaca, dan mendengar musik. Saya adalah anak kedua dari enam bersaudara. Makanan kesukaanku adalah semua makanan. Saya memiliki motto,

31

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

Fr. Louis
motivasi tersebut tampak seperti jebakan yang justru semakin menuntun saya menemukan makna Panggilan Khusus ini

32

wal Februari 1993. Saat itu karya Tuhan yang luar biasa nyata di atas bumi bagian Fatubesi; Sebuah dusun nan tenteram dan damai di pinggiran Desa Sadi. Lahirlah dengan selamat seorang bayi laki-laki dari pasangan, Andreas Asa Mali dan Dominika Kai Bui, dan bayi itulah saya. Momen kelahiran saya adalah bersamaan dengan terbitnya sang fajar dan sebagai bentuk penghargaan, para tetua merestui kedua orang tua saya menamai Loe Laku. Saya hadir sebagai anak ke- empat dari delapan bersaudara. Saya pernah belajar di

Seminari SMA St. Maria Immakulata Lalian. Motivasi awal untuk melanjutkan sekolah di lembaga pendidikan calon imam tersebut adalah menikmati perjalanan jarak jauh menggunakan sepeda motor, yaitu karena melihat dua frater TOR LoO Damian yang pergi ke asrama dengan menggunakan motor. Akan tetapi, selama perjalanan empat tahun di Seminari, keinginan itu tidak pernah terpenuhi bahkan sangat bertolak belakang! Jadi, motivasi tersebut tampak seperti jebakan yang justru semakin menuntun saya menemukan makna Panggilan Khusus ini.Itulah

sebabnya, mengapa saya memiliki motto hidup, Im Yours. Panggilan itu semakin dalam dengan bergabungnya saya dalam tarekat kecintaan, CICM. Tarekat yang bermotto Cor Unum et Anima Unasehati sejiwa. Maka, untuk kaum muda atau siapa pun berminat, mari bersama menjawab impian dari tarekat CICM; Hai Kaum Muda, beranikah Engkau bermimpi? Beranikah Engkau berjuang mewujudkan mimpimu? Berbahagialah Kamu yang berani bermimpi, tetapi lebih berbagialah Kamu yang berani berkarya mewujudkan

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

mimpimu. Misionaris CICM berani bermimpi mengubah wajah dunia menjadi Wajah Kristus. Syalom.

Fr. Achen
Akulah mukjizat dalam wujud bayi mungil yang dihiasi oleh kasih sayang

abut turun perlahan, memutih sepanjang pandang; Bumi bermantelkan selimut putih di pagi buta. Bulan yang bagaikan perahu di antara hutan-hutan bintang tersenyum menanti segala riuh yang akan bersenandung. Namun, sepertinya sang rembulan tak menyadari dari dalam sebuah rumah, riuh rendah, itu telah bersenandung girang menyambut seorang

bayi yang memutuskan untuk hadir dalam dunia. Saat itu kurang lebih salah satu orang tua si bayi memutuskan bahwa ia merasa harus tersenyum. Sementara si orang tua yang mengejang berjuang membalikkan tubuhnya mengambil posisi baik. Si orang tua yang tersenyum mengumumkan bahwa mungkin sebaiknya ia tidak hanya tersenyum, tetapi harus tertawa sajayang ditanggapi oleh orang tua mengejang dengan wajah pucat

bersinar dan senyum mengembang memeluk si buah hati. Ini bukan novel atau mimpi, namun tatkala mereka menggendong putera yang mereka nantikan dan cintai, waktu berhenti, surga bersuka dan Tuhan tersenyum memandang mukjizat yang baru saja Ia kehendaki. Akulah mukjizat itu. Akulah mukjizat dalam wujud bayi mungil yang dihiasi oleh kasih sayang. Akulah senyum indah pada hehehe ok temanteman cukup dulu

33

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

kisahnya. Sekarang waktunya berkenalan dengan cowok yang sok puitis ini, dilahirkan di sebuah kota kecil di Timor Leste dengan suasana yang telah digambarkan secara berlebihan tadi. Namanya Jansen, lengkapnya Johanes

Bonifatius Seran. Nama yang agamis dan penuh makna ini diberikan oleh Bapak Redemptus Seran dan Ibu Martha Un Mar dan yang menjadi saksi lain kedua kakaknya. Cowok cool yang hobi membaca novel ini memiliki motto

untuk segala sesuatu yang telah terjadi syukur, untuk segala sesuatu yang akan terjadi Ya. Itu karena baginya segala sesuatu dalam hidupnya adalah mukjizat yang harus disyukuri dan harus siap menerima segala mukjizat yang Tuhan siapkan baginya selalu.

Fr. Andrew
Aku ada karena kamu ada bukan aku yang memilih, tetapi Kamu yang memilih aku Itu semua karena cinta Cinta yang menyatukan semuanya
Hai pembaca yang budiman Tenggara di sebuah desa Latompa, Ibu saya yang bernama Sofia Wa Juma menerima surat rekomendasi dari sang Pencipta untuk melahirkan seorang bayi mungil, yang katanya.. imutimut(masih bayi mungil), kalau sekarang lihat saja jangan protes hehehe Bayi mungil ini, setelah mengalami pertumbuhan dan perkembangan, menamatkan pendidikannya di SMAN 2 Raha dan melanjutkan panggilannya di Seminari ST. Petrus Claver Makassar sebagai anggota kelas persiapan atas atau KPA. Setelah selesai program KPA, saya

S
34

aya Edi Andreas, yang lebih populer disapa Edy, biasa banyak fans hehehe, pada 15 April 1993, tepatnya di pulau Muna, kecamatan Maligano Sulawesi

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

bergabung dengan tarekat CICM yang dimulai dari masa Tahun Orientasi Rohani di Makassar selama setahun. Saya tertarik dengan CICM karena

misinya dan terutama persaudaraan di antara anggota tarekat CICM yang terlihat jelas pada mottonya, Sehati Sejiwa. Ingin mengenal saya lebih dalam, mari

bergabung bersama tarekat CICM atau datang saja di Skolastikat Sang Tunas Pondok Bambu Jakarta Timur.

Fr. Ferry
Para temanku kadang juga memanggilku dengan sebutan very-handsome
dan dibesarkan oleh seorang Ibu Maria enin dulu baru Fatima dan Ayah selasa, senyum Petrus Michael Nara. dulu baru baca Banyak yang ok, Syaloom para mengatakan bahwa pembaca, perkenalkan aku ini anak yang nama lengkap saya manis (jadi malu), Fransiskus Fery. itulah aku yang Teman-teman terkadang agak biasa menyapaku sedikit berlebihan, Fery. Saya lahir di sampai-sampai para Ujung Pandang atau temanku kadang sekarang disebut juga memanggilku Kota Makassar, 5 dengan sebutan veryApril 1995. Berasal handsome(gatal dari keluarga yang kepala saya). sederhana, namun Riwayat pendidikan harmonis, saya anak saya singkat saja, ke enam dari tujuh setelah menempuh bersaudara, diasuh, pendidikan di SMAK

St. Dominikus Makassar, sejak 1 September 2013, saya bergabung dalam tarekat CICM dan menjalani masa Tahun Orientasi Rohani selama setahun. Sekarang, saya sedang bergelut dalam studi teologi di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta. Selama ini pula saya menjalani masa pra-novisiat di Skolastikat Sang Tunas di Pondok Bambu Jakarta Timur. Hobi saya adalah mendengarkan

35

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

musik, bermain musik(walaupun masih dalam tahap belajar), dan nonton film horror. Akan tetapi, sayang di sini

kurang banyak yang berminat menonton film horror, padahal itu seru loh..! Yah, saya rasa cukup dulu perjumpaan kita. Jika ingin tahu lebih

lanjut silakan datang di komunitas kami, ditunggu yah! Ya, motto saya adalah to serve the people with the sincerity of heart. Salam sehati sejiwa

Fr. Anto
Menganggap gitar sebagai teman terbaik dan terkeren dalam hidup
bangku SD dan SMP di Atambua dan kemudian melanjutkan pendidikan di Seminari ntonius St. Maria Immakulata Chrystian Lalian yang jarakknya Seran lahir di kurang lebih lima Atambua, Timor, belas kilometer dari pada 14 Agustus Atambua. Seminari 1993. Menghabiskan memperkenalkan sebagian besar hidup sekian banyak di kota Atambua, kongregasi yang salah suatu kota yang satunya adalah CICM. tidak terlalu besar Pengenalan akan dan juga tidak kecil, kongregasi CICM yang Banyak orang yang berlibur menyempatkan pernah ke sana pasti diri untuk mengunjungi akan mengatakan, seminari. Itulah Atambua Rockin awal mula terjadinya Land. ketertarikan terhadap Menamatkan CICM. Memiliki ketertarikan pada segala jenis olahraga, termasuk di dalamnya olahraga tangan dan kaki, serta mata. Menganggap gitar sebagai teman terbaik dan terkeren dalam hidup. Menyukai musik-musik yang bisa menumbuhkan kebahagiaan tersendiri seperti Avenged Sevenfold, Black Veil Brides,dan Trivium. Itulah beberapa hal yang tidak perlu diketahui, meskipun sudah diketahui.

36

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

Semoga Tuhan selalu melimpahkan berkatNya bagi setiap orang yang sudah

mengetahuinya. Sekian dan terima kasih.

Fr. Rikus
Karena anak merupakan penyempurna dalam setiap keluarga,
Walau demikian, anak yang tidak diharapkan ini mau tidak mau anyak orang tua harus mau hadir di mengharapkan dunia karena anugerah kehadiran seorang Tuhan sekaligus bayi di tengah titipan Tuhan bagi keluarganya. mereka. Hal ini karena Anak ke tujuh yang anak merupakan dimaksudkan itulah penyempurna dalam saya(pengen nangis setiap keluarga, deh). Ya, kedua tetapi beda dengan orang tua saya yang kedua orang tua memiliki nama beken saya. Mereka tidak Yohanes Usnaat dan begitu berharap akan Laurensia Taena ini kehadiran seorang kemudian menamai anak lagi yang ke saya nama yang tujuh. Bagi mereka tidak kalah kerenmemiliki enam anak nya, Hendrikus Leku sudah sangat cukup, Usnaat. Nama yang mungkin maksudnya diambil dari kakek cukup merepotkan. saya yang telah pass away. Lagi-lagi, sebagai yang tidak diharapkan, saya merasa menjadi orang asing di tengah keluarga kandung saya sendiri, bayangkan sedih banget kan..., walau sesungguhnya perlahan saya didewasakan oleh waktu entah dalam umur entah dalam sikap dan pemahaman. Dengan bantuan sang waktu, saya mulai berpikir cara mengubah persepsi tersebut menjadi anak yang sangat

37

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

diharapkan. Hal itu yang menuntun dan pun memaksa saya berjuang mewujudkan cita-cita sebagai anak yang sangat diharapkan. Seperti kembar saya sekaligus yang diidolakan, Lionel Messi di klub dan negaranya, yang awalnya dipandang sebelah mata dan tidak diharapkan karena ia memiliki postur tubuh yang begitu

kecil dan pendek. Akan tetapi, persepsi orang terhadapnya dijadikan motivasi untuk menjadi yang terbaik dan tidak mengecewakan. Lalu hasilnya, ya, impiannya terwujud bahkan melebihi yang ia impikan. Saya hendak mengikuti jejaknya, dari awal mula kelahiran saya, di Halilulih Atambua Timor, 6 Juni 1992. Jika pun anda masih ingin mengenal saya lebih dekat, saya

masih membuka pendaftaran hingga saya kembali ke pangkuan Sang Pencipta atau lebih baik datang ke Pondok Bambu, Skolastikat Sang Tunas, Jakarta. Bila hidup adalah pertandingan, menangkanlah, Bila sebagai anugerah, syukurilah, bila tantangan, maka hadapilah dan selesaikan dengan sempurna.

We walk together with the spirit of one heart and one soul
Tingkat I Skolastikat Sang Tunas

38

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

PUISI

JOMBLO
Venansius Baldin Usboko

Jomblo, hanyalah status seseorang, karena keadaan atau bahkan keterpaksaan, nikmati kesendirian Jomblo, mungkin terlihat aneh, seseorang yang pernah atau bahkan tidak memiliki kekasih, Jomblo, bukanlah hukuman, bukan pula kutukan, Karena, Jomblo adalah saat anda boleh menikmati dunia, melakukan apa pun, melepaskan segala bebas sendirian, Jomblo adalah saat, anda melakukan introspeksi, belajar memahami diri, mengerti arti sesungguhnya arti kesendirian, Maka, Nikmatilah masa kejombloan, selama masih diberi kesempatan oleh-Nya, Dan ketika, anda sudah tidak lagi jomblo, maka, akan ada kerinduan saat anda masih begitu adanya, Jangan jadikan jomblo, sebagai suatu alasan untuk tidak berbahagia, alasan untuk tidak menikmati hidup, Sebaliknya manfaatkanlah masa kejombloan dengan sebaikbaiknya Ketidakpastian, Saat ini semua orang berlomba mencari satu hal, satu hal yang dinamakan kepastian, ada pelbagai macam kepastian, salah satu cukup penting, yaitu kepastian akan adanya masa

39

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

depan Tak bisa dipungkiri semua orang, siapa pun itu, pasti membutuhkan kepastian, yang membuat suatu keyakinan untuk mengambil putusan Namun sayang, di dunia ini, tidak ada yang dinamakan kepastian, apa pun bisa terjadi setiap saat, tak ada seorang pun dapat menduga, hal apa pun yang akan terjadi, dan itu yang dinamakan ketidakpastian Jangan terlalu memusingkan soal ketidakpastian, sebab ketidakpastian dapat mengajarkan satu hal penting, satu hal yang dinamakan persiapan Ketidakpastian justru akan membuat lebih siap hadapi kehidupan, ketidakpastian memberi celah untuk susun rencana, rencana kelak digunakan di saat yang tepat, yang akan menolong kita tanpa perlu diminta Sesungguhnya, di dunia ini tidak ada yang dinamakan kepastian, yang ada hanya ketidakpastian, Rasa malas, bagi anda yang merasa malas, segeralah ubah, sebab, rasa malas sangat merugikan, sangat menyakitkan, ibarat sakit kronis, tidak akan bisa hilang, jika tidak ada niat dari dalam jiwa untuk ubah lebih baik, rasa malas bisa menimpa siapa saja, muda dan tua, tanpa kasta dan harta. Rasa malas bersumber dari dalam jiwa, yang hampa sehingga seolah tiada, butuh waktu dan tekad, usaha dan kerja keras, untuk hilangkan rasa malas, Berdoalah mohon petunjuk Sang Kuasa, cari sebab utama

40

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

rasa malas, instropeksi diri, dan maafkan atas semua kesalahan yang terjadi, Kemudian, mulai lagi hidup baru semangat, seseorang yang terbebas dari rasa malas Hidup, di zaman yang jarang ada keadilan, hukum diperjualbelikan, anak dipermainkan, wanita diperlakukan tanpa perikemanusiaan, karena itulah hidup, memang kejam, sebuah perjuangan, hanya ada dua pilihan, yang saling berlawanan, Tetapi, pilihan tersebut bukan berarti bermusuhan, Karena hal itulah yang memperindah, baik buruk, suka duka, susah senang, bahagia sengsara, Itulah orang sering katakan, hidup sebagai pilihan, bukan hanya kata, melainkan karya dan fakta tindakan nyata, Jika inilah hidupmu, maka perjuangkan, jangan sampai orang merebut kebahagiaan dari hidupmu

*Penulis sedang menjalani masa studi di STF Driyarkara semester 3 frater tingkat II di CICM

41

TUNAS VERBIST MAGAZINE

PUISI

Masih Siap
Stevanus pardamean

42

etelah pintu tertutup dan ruangan kecil hanya mendengarkan gemerisik daun diterpa angin Di luar jendela, di bawah lampu kamar sorot tajam, ketukan itu, aku ingat dan pintu terbuka, setelah sekian lama, ya aku biarkan kau pelajari, kenyataan dan kau ketahui mulainya sinis idak mengerti, semua berjalan baik, perjalanan itu asyik. apa hanya kenangannya, nyata ada pengalaman dan pemahaman mulainya dalam memang semuanya dialami, semua punya arti. itulah maknanya, sampai kesadaran tertuju akhir pada kekosongan katanya kaku bagaimana disebut kosong jika dikatakan arti? itulah kebodohan, itulah arti itulah adanya, itulah dia, kekosongan. Katanya gamang sampai di mana terkatakan kosong? munafik, semuanya hanya kulit, sungguh tidak arti artinya, kosong jadinya. Rentang tangannya mengapa jadi tidak ada arti? naif, lakukan saja semua, dapatkan lagi, dan begitu saja, kosong, lewatlah nilaitegasnya telunjuk dapatkah itu terjadi? katakan saja, keluar dan lari, anggapan tidak ada giat lagi, alasan rupa tak berarti. Ungkapnya gerah kenyataannya sendirian dan bagaimana itu bisa dihadapi? itulah alasan, jika nilai hanya sesaat didapatkan bukan bahagia yang

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

sesungguhnya ungkapnya gelisah bahagia! Ya sungguh, bagaimana bukan jika memang dapat dirasakan? Itu, bagaimana kau bisa katakan hari ini emas dan setelah esok menjadi perak? tanyanya ketus aku tidak katakan demikian, tapi sungguh emas pun alami karat dan luluh jadinya. itulah waktu dan emasnya, tetapi ingat ia tetaplah emas, pun mungkin dapat ditambah. Ujarnya engkaukah sekarang malaikat yang bertobat dan aku sisi lainnya? hanya saja kau tidak mengerti, manusia itulah yang membagi arti, sungguh berat. Jelasnya peluh manusia itu jahat tidak sepenuhnya dan salah kebebasannya. itu cerita lain, sekarang berdalih dari soal sebelumnya, tetaplah emas yang ada. Katanya lebar tidak bukan dalih, hanya terkait dan dan godaan lain di balik keputusannya. ingat, putusan itu antara dua hal dan selalu bersinggungan mendapatkan dan sekaligus mengorbankan. Sedikit bijaknya demikian, kau menyetujui, sungguh tetap di arah ini nyatanya dua tegangan. sekali lagi, dapat terima ini, sadarilah emas dan arti, bukan kosong dan lewati dalam alasan. Tegasnya aku pun terima itu, pun dapat bimbang dan kosong, tetap di antara dua tegangan, aku masih siap.
Penulis adalah mahasiswa STF Driyarkara semester 5 Frater tingkat III di SST

43

TUNAS VERBIST MAGAZINE

Humor

Bahasa Indonesia(BI) VS Bahasa Silet (BS)


BI : Kangen BS : Tengah Dilanda Rindu Nan Menggelora Bahkan Tak Kunjung Tidur Semalaman BI : Galau BS : Lara Merundung Menyesakkan Dada sungguh Hanya Kekasih Pelipurnya BI : Cantik BS : Raga Nan Elok Bak Intan Permata Bagai Ratu Cleopatra BI : Hendak Buang Air Besar BS : Desakkan Jiwa dan Nurani menyemburatkan Rona Tertahan Ingin Bebas tapi tak berdaya di hadapan yang tercinta BI : Kotoran Hidung BS : Butir-butir Debu dalam lorong kehidupan BI : Bau Kurang Sedap BS : Semerbak Aroma menusuk sukma nista tak tertahankan menggetarkan tirani BI : Kantuk BS : Dua jendela hati yang tak kuasa menahan rasa menutup hari BI : Lapar BS : Erangan batin berkobar dalam ruang kenistaan hingga jeritan menjalar asa kehampaan BI : Kentut BS : Sekelebat nirwana memaksa batas norma BI : Setelah Buang Air Besar BS : Setelah bergeming dengan deru asa hingga bersimbah peluh keringat dan akhir tergores senyum di bibir

44

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

DAFTAR MAHASISWA CICM KOMUNITAS SKOLASTIKAT SANG TUNAS (SST) SEKOLAH TINGGI FILSAFAT DRIYARKARA SEMESTER GANJIL 2013-2014
TAHUN 2013 (Tingkat I) 1. W.E. El-Frido Amnunu (Fr. Ido) 2. Hieronnymus D. Gonzallez (Fr. Roni) 3. Linus Stanley Wongkar (Fr. Linus) 4. Suarisman Rahatra Sihidi (Fr. Risman) 5. Aloysius Loe Laku (Fr. Louis) 6. Fransiskus Fery Leyn (Fr. Fery) 7. Antonius Christian Seran (Fr. Anto) 8. Johanes Bonifasius Seran (Fr. Achen) 9. Hendrikus Leku Usnaat (Fr. Rikus) 10. Edi Andreas (Fr. Andrew) TAHUN 2012 (Tingkat II) 1. Albertus Padang (Fr. Abe) 2. J ulius Ronald. Allo Bunga (Fr. Allo) 3. F.X. Franky Sole (Fr. Engky) 4. Gaudencio Amaral (Fr. Gauden) 5. Regwinaldo M. Dominggo (Fr. Rion) 6. Venansius Baldin Usboko (Fr. Baldin) 7. Antonius Yorito Jambar (Fr. Oris) 8. Ferdy Okta Vitalis Tjemadu (Fr. Ferdy) 9. Rikardus Jaya Gabut (Fr. Ricky) 10. Hendrikus F. Lewo Muda (Fr. Dicky)

TAHUN 2011 (Tingkat III) 1. Andi Situmorang (Fr. Andi) 2. Angelinus Fianto Randatiku (Fr. Fian) 3. Beny Fransiskus (Fr. Beny) 4. Carolus Darius Suban Koten (Fr. Darius) 5. Christian Budi Setiawan (Fr. Tian) 6. Rofinus Kia Leyn (Fr. Gomes) 7. Romadu Malau (Fr. Madu) 8. Petrus Vergilius Decky Mau (Fr. Decky) 9. Stevanus Pardamean (Fr. Moki) 10.Yohanes Onekhala Hariona (Fr. Kenjo) 11.Yohanes Ridwanto Nadapdap (Fr. Ridwan)

TAHUN 2010 (Tingkat IV) 1. Adrianus Safarin (Fr. Andri) 2. Batlyol Emilianus Vikrisius (Fr. Vicky) 3. Benediktus Nama Koro Kaha (Fr. Edi) 4. Fransiskus Xaverius Gambur (Fr. Safrin) 5. Ignasius Hugodius Linus (Fr. Hugo) 6. Stefanus Ramli (Fr. Stef) 7. Wilbaldus K. Kae Koban (Fr. Wen)

46

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

DAFTAR TEMPAT APOSTOLAT PARA FRATER CICM JAKARTA


BINAPAK ( Bina Iman Pendidikan Anak Katolik), Kalimalang, Fr. Allo Fr. Gauden

SMP TARAKANITA 4 Rawamangun Fr. Abe Fr. Oris Fr.Ricky

SMA St. Agustinus Budaya Fr. Baldin Fr. Engky

SMA St. Ursula Fr. Rion Fr. Dicky

Paroki St. Bernadette, Ciledug Fr. Darius Fr. Fian

Paroki Paroki Paroki Kristus Salvator, St. Thomas Rasul, Leo Agung, Jatibening Slipi Bojong Fr. Andi Fr. Gomes Fr. Kenjo Fr. Beni Fr. Decky Fr. Ridwan

SMP St. Bonaventura Fr. Ferdi

Sekolah International Fr. Moki 47 47

TUNAS VERBIST MAGAZINE TUNAS VERBIST MAGAZINE

Pater Animator Indonesia Barat Skolastikat Sang Tunas cicm Jl. Gotong Royong 71 RT. 12/RW. 03 Pondok Bambu-Jakarta Timur 13430 Telp. 0218632174 Fax. 0218632175 Pater Animator Indonesia Timur (Sulawesi, Flores, Timor, Ambon, Bali, dan sekitarnya) Novisiat Sang Tunas CICM Jl. Biring Romang 19 Km 13, Daya, Makassar-Sulawesi Selatan Telp. 0411-586205 Fax. 0411-587963 Jika anda ingin berpartisipasi (membantu kami) dalam proses pembinaan para calon Misionaris CICM, silahkan melayangkan bantuan melalui: No. Rekening BRI 3302-01-000703-0 A/n. JONI PAYUK

TUNAS VERBIST MAGAZINE

EDISI AGUSTUS-OKTOBER 2013

TUNAS VERBIST MAGAZINE

Anda mungkin juga menyukai