Anda di halaman 1dari 12

0

TUGAS RINGKASAN BUKU

TRANSFORMING DISCIPLESHIP (Pemuridan yang Mengubahkan)

Penulis: Greg Ogden

Oleh

Lie Ja Hwe

NIM: 2019.5.103

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI BERITA HIDUP

KARANGANYAR

MEI 2020
1

Tugas Ringkasan Buku


I.Identitas Buku
Judul Buku : TRANSFORMING DISCIPLESHIP: PEMURIDAN YANG
MENGUBAHKAN
Penulis : Greg Ogden
Penerbit : Surabaya: Literatur Perkantas Jawa timur, 2014
Jumlah halaman : 237 halaman
II. Ringkasan
Buku ini terdiri dari 9 bab, menjelaskan mulai dari gejala dan defisit murid yang
terjadi sampai langkah-langkah dalam strategi pemuridan gereja.
PENDAHULUAN
Perubahan dapat terjadi dalam kehidupan seseorang. Roh Kudus berperan
untuk mengubah seseorang menjadi serupa dengan Kristus. Seseorang yang
mendua hati, hidup menurut dunia atau mengikut Yesus telah diubahkan sehingga
akhirnya berpindah menuju kepercayaan pada Yesus dan setia kepada-Nya.
Bertumbuh semakin serupa dengan Kristus adalah tujuan pemuridan.
BAB 1. Defisit Dalam Pemuridan
Mengapa ada defisit (kekurangan) dalam pemuridan, kemana kurangnya?
Penulis menggunakan kata “kedangkalan” untuk menyimpulkan kondisi ini.
Pertumbuhan gereja sangat dangkal, umat Tuhan banyak yang masih bayi dalam
Kristus, tidak disilpin, tidak dimuridkan, atau mengabaikan Firman Tuhan. Ada
beberapa celah yang dapat ditemukan di antara standar Alkitab mengenai
pemuridan dan realitas dalam komunitas Kristen, yaitu:
a.Standar gereja seperti dinyatakan dalam Perjanjian Baru adalah tempat pelayanan
bagi setiap anggota jemaatnya, terdapat kumpulan pelayan proaktif di gereja.
Namun, dalam realitas gereja sekarang ini, betapa kecilnya persentase orang yang
melayani dibandingkan dengan orang yang beribadah. Lebih banyak persentase
orang yang menjadi penonton yang memenuhi gereja, menjadi penikmat pelayanan,
suka menilai para pelayan (80%) dan 20% saja yang menjadi pelayan tetap.
b.Kehidupan Kristen dituntut disiplin rohani. Umat Tuhan yang bertumbuh secara
rohani berlatih dan disiplin seperti seorang atlet (Ibrani 5:14). Untuk menggambarkan
gereja saat ini, hasil studi George Barna menunjukkan bahwa hanya 1 dari 6 orang
dewasa yang ke gereja yang tergabung dalam relasi atau kelompok untuk
membantunya bertumbuh secara rohani. Hasil survei Barna dengan ratusan orang
termasuk pendeta dan pemimpin gereja disimpulkan bahwa tidak ada satu orang
dewasa pun yang menyatakan bahwa tujuan hidup mereka adalah menjadi pengikut
Kristus atau memuridkan dunia (minimal di lingkungan mereka). Delapan dari 10
orang menjawab lebih ingin mencapai kesuksesan dalam keluarga, finansial, dan
karier yang berkembang. Kurang sekali melatih umat Tuhan pada ketaatan.
c.Pemuridan memberikan dampak dalam seluruh aspek kehidupan Kristen, tidak
ada pembedaan ketika ada di gereja dan di luar gereja. Yesus adalah Tuhan dalam
hati, keluarga, dan ada dalam setiap bagian hidup kita. Ketika berada di tempat
kerja, orang Kristen bisa meletakkan identitasnya dan mengenakan identitas sekuler
saat masuk ke tempat pekerjaan.
d.Dalam hal budaya tandingan, kehidupan orang Kristen atau gereja digambarkan
dalam Alkitab sebagai komunitas yang berbeda, memiliki hidup kudus sehingga cara
hidupnya membentuk alternatif budaya tandingan bagi nilai dalam masyarakat
dominan. Namun, dalam kenyataannya gereja jauh dari budaya tandingan. Banyak
orang Kristen yang hidupnya seperti orang yang tidak mengenal Tuhan, gaya dan
2

nilai hidup mereka hampir sama dengan orang dunia, misalnya individualisme dan
konsumerisme.
e.Gereja adalah tubuh Kristus, tempat di mana Kristus berdiam. Gereja telah dipilih
sebagai sebagai tempat tinggal Allah. Dalam realitanya, orang banyak menyatakan
diri menerima Kristus, tetapi tidak perlu untuk ke gereja atau menjadi bagian dari
gereja menjadi seorang Kristen untuk melakukan disiplin pemuridan.
f. Doa dan membaca Alkitab merupakan kebiasaan yang seharusnya mendominasi
orang percaya karena kehidupan iman orang percaya dibangun di atas kebenaran
Firman Tuhan. Namun, pada umumnya orang Kristen mengabaikan isi firman Tuhan
dan percaya pada keyakinan yang berbeda dengan Alkitab
g. Seseorang yang sudah menerima Yesus akan memiliki cerita untuk dibagikan
tentang kasih Allah yang sudah menebusnya. Namun, dalam realitanya hanya
sedikit orang atau sedikit persentase jemaat yang berani dan termotivasi
mengabarkan Injil.
Inilah gambaran kondisi pemuridan saat ini. Sepertinya mustahil
menyelesaikan Amanat Agung Tuhan Yesus, namun masih ada harapan ketika
pengikut Kristus berinisiatif, berbuah, dan berkomimen senagai misi utama gereja.

BAB 2. PEMURIDAN YANG TIDAK SEHAT


Ada delapan faktor yang menyebabkan pemuridan tidak sehat, yaitu:
1. Beralih dari panggilan utama. Tugas pendeta atau pemimpi gereja adalah untuk
memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan (Efesus 4:12).
Apabila hal ini dilakukan, gereja akan mengalami pertumbuhan para murid menuju
kedewasaan. Hal yang sering terjadi adalah peran pendeta sebagai pelayan pastoral
telah membuat mereka menghabiskan tenaga dan waktu untuk memperhatikan
jemaat, tetapi pemuridan tidak menjadi fokus utama mereka. Sebagai pemimpin,
mereka kurang memuridkan jemaat dan mengajar jemaat untuk peka terhadap
panggilan pelayanan.
2. Memuridkan melalui berbagai program. Pertumbuhan murid seharusnya berpusat
pada individu seperti ketika Yesus memanggil kedua belas murid melalui
pendekatan pribadi dengan-Nya. Dalam gereja saat ini, pertumbuhan yang berpusat
pada individu sudah diganti dengan berbagai program sebagai sarana membuat
murid. Program cenderung hanya memberi informasi, namun informasi belum cukup
membawa perubahan atau pertumbuhan karakter setiap pribadi
3. Menurunkan standar hidup kekristenan. Menjadi hanya sebatas menerima karunia
pengampunan dosa, kemudian sekadar menjadi orang baik. Kurang ada keinginan
untuk hidup taat dan sesuai dengan ajaran Kristus dalam kehidupan sehari-hari.
4. Dua jenjang pengertian tentang pemuridan, membedakan antara Kristen sejati
dan murid Yesus yang sejati berdasarkan komitmennya.
5. Keengganan pemimpin Kristen melakukan pemuridan. Beberapa alasan, takut
kehilangan jemaat karena mereka dituntut, keengganan itu bersifat personal,
keengganan pemimpin untuk memiliki komitmen apapun.
6. Pengertian yang tidak utuh tentang gereja sebagai sebuah komunitas
pemuridan.Hidup kekristenan tidak dapat terpisahkan dari gereja. Gereja adalah
komunitas pemuridan, identitas sebagai orang Kristen dibangun di gereja
7. Gereja tidak memiliki arah yang jelas menuju kedewasaan. Gereja tidak memiliki
arahan yang jelas untuk mendorong pertumbuhan jemaat, mengevaluasi
kedewasaan rohani, dan jemaar berkomitmen untuk menjadi dewasa rohani.
8. Kurangnya orang Kristen dimuridkan secara pribadi. Dalam gererja, jemaat belum
dimuridkan secara pribadi. Dimuridkan maksudnya orang percaya tergabung dalam
3

kelompok pemuridan dan ada seseorang yang membantu orang percaya menjadi
dewasa dalam Kristus.

BAB 3. MENGAPA YESUS BERINVESTASI PADA SEDIKIT ORANG


Strategi Yesus untuk meneruskan pemuridan dari satu generasi ke generasi
berikutnya adalah:
a.Melakukan pekerjaan Tuhan dengan cara Tuhan Yesus dalam 3 tahapan proses.
Pertama, dalam Yohanes 1, orang-orang yang akan menjadi murd Yesus, awalnya
tidak diminta untuk “Ikut Yesus”, tetapi “datang dan lihatlah”, mereka memulai
sebagai “penyelidik” sebelum memutuskan, untuk melihat atau mengetahu siapakah
Yesus sesungguhnay. Kedua, dalam Lukas 6, Yesus akan memilih kedua belas
murid (Yohanes 1:43 “Ikutlah Aku”). Kemudian, mereka merespon panggilan Yesus
dan mengikuti-Nya. Arti kata “murid” (mathetes) secara tidak langsung mengandung
pengertian kedekatan pribadi, mereka pergi tanpa ragu mengikuti siapa yang
mengutus merreka. Ketiga,”marilah bersama-sama dengan Aku”,masing-masing
murid berpindah dari murid kepada peran pemimpin dalam relasinya dengan Yesus.
Setiap pengikut Kristus adalah murid, namun hanya kedua belas murid disebut rasul.
Semua rasul adalah murid, tetapi tidak semua murid adalah rasul, peranan ini hanya
pada orang tertentu saja. Pemilihan ini penting sehingga didahului dengan berdoa
secara pribadi dengan Bapa-Nya.
b.Pemilihan murid. Ketika Yesus memilih dua belas rasul di antara banyak orang,
hal ini dapat menimbulkan rasa iri dalam diri orang yang tidak terpilih dan rasa
bangga bagi mereka yang dipilih (Lukas 6:13). Bukan hanya doa semalam suntuk
dalam memilih kedua belas rasul, tetapi juga dalam sikap-Nya memilih mereka. Dari
kelompok yang lebih besar, Yesus memilih mereka yang akan masuk lingkaran
terdalam-Nya di depan banyak orang. Dari beberapa orang saja yang dipilih dan
memiliki potensi, Yesus bertujuan untuk membentuk murid yang memiliki inisiatif dan
komitmen penuh, berbuah, dan pelipatgandaan.
c. Internalisasi. Kehidupan seorang murid perlu menjiwai atau menghayati hidup dan
pelayanan Yesus dengan cara memiliki hubungan yang dekat dengan-Nya, motivasi
yang benar, berani membayar harga dan berkomitmen. Orang banyak mengikut
Yesus, namun mereka mencari kesembuhan atau mukjizat. Ketika diminta untuk
untuk mengikut Yesus dengan membayar harga dan berkomitmen, mereka tidak
menanggapi. Oleh karena itu, Yesus hanya memilih beberapa orang saja untuk
menghayati hidup dan pelayanan-Nya.
d. Pelipatgandaan. Selama tiga tahunYesus hidup untuk melayani, Dia tahu harus
melanjutkan dan mendelegasikan pelayanan-Nya pada mereka. Yesus berinvestasi
pada beberapa murid sehingga mereka dapat meneruskan karya penebusan-Nya
pada orang banyak. Para rasul diberi otoritas dan dipersiapkan untuk membebaskan
orang dari kegelapan. Jangkauan manusia sangat tebatas. Oleh karena itu, strategi
Yesus adalah menyentuh seluruh dunia melalui pelipatgandaan murid yang
berkomitmen dan dilatih dengan baik. Internalisasi dan pelipatgandaan adalah
alasan Yesus berfokus pada beberapa orang saja
e. Perlu pemuridan yang intensional. Untuk membentuk murid yang berinisiatif,
berbuah, dan berkomitmen penuh, kita perlu belajar dari pendekatan Tuhan Yesus.
Dia berinvestasi hanya pada beberapa orang saja selama tiga tahun pelayanan-Nya
agar para murid menjiwa pesan dan misi-Nya dan siap untuk melanjutkan pekerjaan
Yesus. Esensi pemuridan adalah intensional (pertumbuhan rohani). Murid dibawa
dalam proses pertumbuhan untuk meneruskan pekerjaan Tuhan.
4

BAB 4. MODEL PEMBERDAYAAN YANG MEMPERSIAPKAN DARI YESUS


Cara Yesus membentuk dan melatih keduabelas rasul yang terlahir sedehana
dan miskin untuk menjadi penjala manusia bukan dengan kurikulum atau
mengandalkan ijazah, dasarnya adalah hubungan mereka dengan Yesus untuk
pembentukan karakter dan penanaman misi Yesus dalam diri mereka. Ada
beberapa tahap dalam proses relasi dan perkembangan yang Yesus gunakan, yaitu
(1) Tahap sebelum menjadi murid (pra murid). Di bab 3 telah dituliskan proses
menjadi murid, murid mencari Yesus (pencari) apakah Yesus itu Mesias dan Yesus
adalah pengundang (subjeknya). Agar pemuridan terjadi, para pencari harus
menjadi yang tunduk. Dasar dari sifat pemuridan adalah ketika Yesus memulai
panggilan “Datang dan Ikutlah Aku’ yang membutuhkan jawaban ya atau tidak dan
Yesuslah yang menjadi pemimpinnya.(2) Tahap satu: Yesus Sebagai Teladan
Hidup. Pada awal pelayanan Yesus, para murid berperan sebagai pengamat.
Mengamati menjadi sarana pembentukan dalam pelayanan Yesus. Pengamatan
para murid ditunjukkan di dalam Injil Markus mengenai siapa Yesus sesungguhnya,
sifat pelayanan-Nya dan misi-Nya. Pelatihan pemuridan bukan tentang mentransfer
informasi pengetahuan, tetapi meniru atau meneladani hidup dan pelayanan Yesus.
(3) Tahap dua: Yesus, Sang Guru yang provokatif. Yesus bertindak sebagai guru
yang provokatif. Dia mengajar dan mengarahkan para murid karena para murid
lamban dalam menangkap inti pengajaran Yesus. Yesus mengajar dan menanyakan
mereka secara pribadi, tidak bersama orang banyak agar mereka paham menjadi
pengikut Yesus. Pada saat-saat pribadilah Yesus dapat menjawab dan menjelaskan
lebih lanjut pemahaman mereka tentang kebenaran. Selain itu, Yesus mengubah
nila-nilai para murid-Nya dengan melatih mereka menjadi asisten-Nya dalam
peristiwa memberi makan orang banyak, ada pendelegasian (4) Tahap ketiga:
Yesus, Pelatih yang penuh dukungan. Gaya Yesus dengan sengaja
mengembangkan 12 rasul dan 70 murid ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu mengutus
mereka untuk melakukan misi jangka pendek, namun Ia tetap mendukung dan
menguatkan mereka setelah kembali. Yesus adalah delegator teladan,
pendelegasian menjadi tahapan yang diperlukan untuk menumbuhkan iman dan
kepemimpinan.Matius 10: 5-15, 16-42 mencatat misi yang rinci dari Yesus untuk
murd-murid-Nya, yaitu ada perintah, otoritas, dan harapan yang jelas. Misi jangka
pendek ini bermanfaat bagi para murid mendapatkan kepercayaan (5) Tahap
keempat: Yesus, Delegator yang utama. Yesus mempersiapkan para murid pada
misi untuk berbuah berlipat kali ganda dengan bimbingan Roh Allah. Mereka akan
melanjutkan misi Yesus setelah Ia kembali kepada Bapa, yaitu menghasilkan murid.
Hal yang memprihatinkan adalah banyak pemimpin Kristen tidak memprioritaskan
transisi kepemimpinan mereka dan mengumpulkan jemaat sebagai penonton saja.

BAB 5. MODEL PEMBERDAYAAN DARI PAULUS: Pengasuhan Rohani.


Berbeda dalam Injil dan Kisah Para Rasul yang banyak menggunakan istilah
“membuat murid” dan “menjadi murid”, Paulus banyak menulis tentang arti seorang
Kristen, berada dalam Kristus. Paulus tidak pernah berbicara tentang murid, namun
tidak berarti konsep pemuridan seperti Yesus tidak ada dalam pemikiran Paulus,
hanya dinyatakan dengan istilah berbeda. Pemahaman Paulus tentang tujuan dan
proses pemuridan adalah pengasuhan rohani, digambarkan sebagai ayah dan ibu
rohani, yang dilayani dianggap sebagai bayi dan anak-anak dan tujuan hidup dalam
Kristus adalah untuk bertumbuh menjadi dewasa. Proses pengasuhan dan
perkembangan sama dengan proses kedewasaan. Tujuan orang tua adalah
membesarkan anak-anak menjadi orang dewasa yang mandiri, bertanggung jawab,
5

dan mandiri. Pengasuhan ini secara konseptual mirip dengan penggambaran


pemuridan dalam Perjanjian Baru. Anak-anak akan mengasihin Allah dan sesama
seperti diri mereka sendiri dan kemudian akan menjangkau orang lain. Tujuan
pengasuhan Kristen identik dengan tujuan pemuridan.Unit pemuridan yang utama
adalah keluarga Kristen, para pembimbing utama adalah orang tua.
Dalam Kolose 1:29. Paulus menyatakan bahwa ia memberikan tenaganya
untuk membawa orang pada kedewasaan dalam Kristus. Bagi Paulus, tujuan utama
kehidupan Kristen adalah mencapai kedewasaan di dalam Kristus. Akar kata
“kedewasan” dalam bahasa Yunani adalah telos, artinya “akhir” atau “tujuan”. Dalam
tulisannya, Paulus banyak menunjukkan hubungan keluarga, mengkontraskan
kedewasaan dengan bayi atau anak dalam iman. Gambaran keluarga atau orang tua
membentuk konsep pemuridan Paulus. Kedewasaan adalah produk akhir yang ingin
dihasilkan Paulus.
Transformasi menurut Paulus adalah pekerjaan bagian dalam, sedangkan
menjadi serupa berarti beradaptasi dengan keadaan sekitar. Jangan beradaptasi
dengan dunia yang hanya tampil sekilas (Roma 12:2). Bagi Paulus, murid setia dan
serupa dengan Kristus adalah orang yang bertumbuh mencerminkan karakter
Kristus dalam hidupnya. Proses tansformasi terjadi ketika dia meninggalkan manusia
lama yang berdosa dan kehidupan Kristus menguasai seluruh keberadaannya (dari
dalam ke luar). Model pengasuhan ini membantu orang percaya bertumbuh dari bayi
menjadi dewasa. Model pemberdayaan Paulus menurut perkembangan pertama:
bayi (meneladani). Dalam I Korintus 4:15 Paulus menyatakan “Karena akulah yang
dalam Kristus Yesus telah menjadi bapamu oleh Injil yang kuberitakan kepadamu”.
Seperti seorang ayah dengan “anak yang dikasihi”, ia berperan dalam kelahiran
rohani banyak orang Korintus. Seorang ayah tentunya harus dapat diteladani anak-
anaknya. Teladan artinya mengikuti gaya hidup orang lain. Paulus ingin kita
meneladani dia seperti Paulus meneladani Kristus. Tahap perkembangan kedua:
Identifikasi (Masa kanak-kanak). Proses identifikasi terjadi karena ada keterlibatan
emosi dengan orang lain. Proses identifikasi atau pengenalan merupakan proses di
mana seseorang mempercayakan dirinya untuk menjadi seperti orang lain yang
dikagumi sehingga sadar atau tidak meneladani perilaku orang itu. Dalam hubungan
pemuridan, identifikasi emosional terjadi melalui investasi hidup sang pembuat
murid. Paulus menggunakan gambaran hubungan emosional keibuan (feminin)
seorang ibu yang mengasuh dan merawat anaknya. Paulus memberikan dirinya
bukan hanya pesannya. Selain itu, Paulus juga menggambarkan sifat hubungan
pemuridan kebapakan dengan jemaat di Tesalonika. Seperti seorang ayah yang
memperlakukan setiap anak berbeda. Pemuridan juga tentang menghormati pribadi
setiap murid dan membantu mengembangkan keunikannya seseuai dengan rencana
Allah. Tahap perkembangan ketiga: Remaja (Dorongan). Tahap ini hampir sama
dengan tahap anak-anak. Masa remaja adalah masa yang penting untuk
membangun rasa percaya diri sehingga menjadi diri sendiri. Surat Paulus kepada
Timotius menunjukkan bahwa Paulus memotivasi Timotius dalam masa remajanya.
Paulus adalah bapak rohani Timotus seperti dalam I Korintus 4:17 teertulis “anakku
yang kekasih”.Hal yang wajar bila iman diwariskan dari orang tua kepada anak-anak
mereka. Selain dimotivasi, Timotius juga dilatih untuk melanjutkan misi Paulus ketika
nanti dia sudah tidak ada. Paulus ingin mengefektifkan transisi pada anak rohaninya
sehingga Injil sampai pada generasi berikutnya. Tahap keempat: Dewasa
(Partisipasi). Hubungan yang dewasa antara orang tua dan anak-anak ditandai
dengan adanya hubungan timbal balik saling memberi dan menerima. Mutualisme
mengindikasikan kedewasaan. Orang tua belajar dari anak-anak, anak-anak belajar
6

dari orang tua. Tujuan proses pemuridan adalah juga menuju kedewasaan. Tahap
dewasa dalam pelayanan Paulus ditandai mutualisme dan kemitraan. Pada tahap
bayi, pribadi yang memuridkan akan lebih sering memberikan instruksi. Tahap anak-
anak ada imitasi (meniru) dan pengenalan, sedangkan waktu remaja ditandai
dengan memotivasi orang lain menjadi pribadi seperti yang Allah inginkan. Pada
tahap dewasa, pembelajaran menjadi proses mutualisme yang saling membangun.
Paulus saling memberi dan menerima dari jemaat di Roma (Roma 1:11-12),
terdapat hubungan yang saling menguntungkan. Paulus tidak hanya memberi
karunia rohani, namun juga menerima, mereka saling menguatkan. Bukan hanya
sebagai mitra, Paulus juga melihat dirinya sebagai rekan kerja bagi yang lain dalam
PI, seperti dengan Timotius, Titus, Epafroditus, Silvanus, Priskila, Akwila, Euodia.
Dari model pemuridan orang tua yang digunakan Paulus, dia selalu bertujuan
untuk memotivasi orang lain menjadi seperti yang Yesus rancangkan. Meskipun
bahasa dan gambaran model pemuridan yang digunakan Paulus berbeda, tujuan
dan caranya mencerminkan pemuridan yang Yesus lakukan. Yesus sengaja
memanggil beberapa murid agar mereka menjiwai pesan dan misi-Nya dan
melipatgandakan diri-Nya dengan cara memberikan teladan, menjadi guru yang
provokatif, pelatih yang penuh dukungan, dan menjadi seorang delegator utama.

BAB 6. INVESTASI HIDUP: Semuanya Adalah Mengenai Relasi


Prinsip/sendi pertama yang digunakan untuk membangun proses multiplikasi
pemuridan dari satu generasi ke generasi lainnya, adalah tentang investasi hidup
atau berpindahnya pemuridan yang berpusat pada program menjadi pemuridan
melalui relasi. Pendekatan pemuridan bukan dengan cara membentuk panitia untuk
mengadakan sebuah program pemuridan berdasarkan kurikulum yang sudah ada
diterima atau dimodifikasi. Pendekatan ini menghilangkan pentingnya relasi
(hubungan pemuridan). Yesus sudah memberikan teladan “Mari ikutlah Aku...
(Markus 1:17). Yesus akan memberikan hal-hal yang diperlukan untuk memenuhi
panggilan yang Dia berikan. Ada relasi dari waktu ke waktu sehingga bertumbuh
menjadi murid dan menuju kedewasaan dalam Kristus. Relasi berbeda dengan
program: (1) Relasi pemuridan ditandai adanya kedekatan, program cenderung
berfokus pada informasi. (2) Hubungan pemuridan berisi tanggung jawab penuh dan
bersama dari setiap anggota, sedangkan program hanya satu atau beberapa orang
yang bekerja bagi kepentingan orang banyak.(3) Hubungan pemuridan dirancang
untuk proses pertumbuhan setiap individu yang unik dan dalam waktu yang
berbeda-beda. Program menekankan keteraturan dan keselarasan karena biasanya
mempunyai waktu yang sudah ditentukan. (4) Hubungan pemuridan fokusnya pada
tanggung jawab untuk perubahan hidup yang terjadi, sedangkan program hanya
pada tanggung jawab penyampaian isi program. Relasi seharusnya lebih
diprioritaskan.Perlu mengubah kebiasaan mementingkan program untuk membentuk
murid dengan cepat. Beberapa orang yang bertumbuh menuju kedewasaan akan
memperlengkapi untuk memuridkan. Saat hubungan akan berakhir, setiap orang
ditantang untuk bermultiplikasi.
Bill Hull mendefinisikan pemuridan sebagai “pelatihan yang dilakukan dengan
sengaja bagi para murid dengan penuh tanggung jawab atas dasar kasih”. Menurut
Lembaga Konsultasi Pemuridan Internasional “pemuridan Kristen merupakan proses
yang terjadi dalam hubungan penuh tanggug jawab selama waktu tertentu dengan
tujuan membawa orang percaya menuju kedewasaan rohani dalam Kristus.
Pemuridan adalah sebuah relasi dengan tujuan di mana kita berjalan bersama
murid-murid lainnya untuk saling mendorong, melengkapi, dan menantang satu
7

sama lain dalam kasih untuk bertumbuh dewasa dalam Kristus. Hal ini termasuk
juga melengkapi murid untuk mengajar orang lain juga. Berdasarkan definisi
tersebut, pemuridan dibangun dengan sarana, yaitu relasi yang intensional, rekan-
rekan pemuridan akan bertemu pada waktu yang teratur. Intensional menyiratkan
juga makna tujuan, yaitu tujuannya “bertumbuh bersama menuju kedewasaan dalam
Kristus”. Ada interaksi yang saling mendukung, saling menajamkan sesamanya,
berjalan bersama para murid lainnya.
Tiga ciri kualitas hubungan pemuridan yang timbal balik adalah (1) saling
menguatkan satu sama lain.Rekan-rekan dalam kelompok pemuridan adalah alat
Roh Kudus yang berperan untuk menguatkan kita sebagai pribadi yang spesial. (2)
bertumbuh menjadi serupa dengan Kristus dengan memperlengkapi kehidupan
sehari-hari dengan berbagai disiplin, keteramplan, kebiasaan, dan perilaku yang
berguna untuk menjadi pengikut Yesus. (3) ada tantangan dari teman-teman kita
untuk kita berkesempatan bermisi.
Hal yang penting dalam pemuridan adalah kita melakukan pemuridan dalam
kasih, tujuan hubungan pemuridan adalah untuk bertumbuh menuju kedewasaan
dalam Kristus. Kemudian, diperlengkapi untuk mengajar orang lain atau
bermultiplikasi sehingga terjadi rantai pemuridan melewati generasi. Multipikasi
terjadi bila orang-orang yang Anda muridkan menangkap visi untuk multiplikasi dan
memiliki keterampilan untuk memuridkan yang lain. Prioritas pertama seorang
pendeta sebenarnya adalah untuk menginvestasikan dirinya dalam diri beberapa
orang lain sehingga mereka juga dapat menjadi pembimbing dan pelayan Yesus.

BAB 7. MULTIPLIKASI : Dari Generasi Ke generasi


Tantangan yang lebih besar dari bertumbuh menjadi pengikut Kristus adalah
pengikut Kristus memiliki komitmen bermultiplikasi. Multiplikasi terjadi ketika orang
yang telah dimuridkan itu mampu membawa orang lain kepada Kristus dan membina
petobat baru itu sampai mampu bermultiplikasi seperti dirinya, melatih anak
rohaninya untuk mereproduksi diri mereka sendiri. Multiplikasi merupakan kunci
untuk menuntaskan Amanat Agung. Melatih murid sama dengan melatih seseorang
bermultiplikasi. Mengenai reproduksi, ada perbedaan antara penginjilan yang
berbasis penambahan dan berbasis multiplikasi. Bila penginjil memenangkan
satu orang setiap hari selama 16 tahun, maka ada 5840 orang percaya bagi Kristus.
Dengan strategi multiplikasi, penginjil akan menjadi pembuat murid. Seorang
pembuat murid akan memenangkan 1 orang dalam 1 tahun dan memuridkan sampai
dewasa dalam Kristus (termasuk mereproduksi). Jumlah tahun pertama 2 orang,
tahun kedua menjadi 4 orang. Jumlah yang dihasilkan tidaklah luar biasa
dibandingkan dengan menginjil 1 orang per hari selama 2 tahun (730 orang).
Namun, jika pendekatan multiplikasi berjalan terus sampai 16 tahun, maka akan ada
65.536 pengikut Kristus yang semuanya telah diperlengkapi untuk memultiplikasi diri
mereka sendiri. Meskipun menakjukban, tidak selalu terjadi dalam kehidupan nyata.
Terjadi keputusasaan karena orang yang telah diperlengkapi tidak memuridkan
orang lain, tidak ada multiplikasi. Penyebabnya bisa beragam, mungkin
komitmennya rendah, para pemimpin takut menuntut lebih, semua model pemuridan
sepertinya tidak menghasilkan multiplikasi, atau terlalu fokus pada satu tokoh Alkitab
yang menghasilkan model praktis yang tidak menghasilkan reproduksi. Paulus dan
Timotius adalah model Alkitab yang umum dan menjadi rujukan untuk menunjukkan
hubungan guru-murid. Sang guru mereproduksi dengan baik keseluruhan hidupnya
dalam Kristus kepada muridnya sehingga sang murid mampu melatih yang lain
untuk mengajar yang lainnya juga. Namun, ada keterbatasannya, pengetahuan
8

murid masih terbatas, ada tekanan pada orang yang memuridkan untuk aktif,
keadaan rohani juga dituntut “sempurna”, membangun suatu hierarki yang
cenderung menghasilkan ketergantungan, membatasi tukar pikiran/dialog,
teladannya satu orang saja, jarang sekali terjadi multiplikasi, hanya yang percaya diri
dan termovitasi untuk mereproduksi
Usulan model yang nonhierarki adalah melihat pemuridan sebagai proses
mutual dari pembimbingan 2 pribadi yang sederajat (hubungan berdampingan) untuk
menghindari ketergantungan dan otoritas di atas yang lain. Alternatif model yang
Alkitabiah adalah model hubungan Barnabas dan Paulus. Meskipun mereka berakhir
dengan perpisahan karena perdebatan atas Markus, model ini adalah suatu
pemuridan sederajat. Mereka melayani secara berdampingan di Antiokia sampai
mereka diutus untuk melakukan perjalanan misi Paulus yang pertama. Penyebutan
Barnabas-Paulus, Paulus-Barnabas bergantung situasi pelayanan mereka. Kadang
Paulus muncul sebagai juru bicara utama. Model ini mengubah pendekatan hierarki
yang menghasilkan ketergantungan menjadi model pembimbingan pribadi yang
sederajat yang lebih memiliki kekuatan untuk menghasilkan multiplkiasi.
Alternatif model hubungan satu orang dengan satu orang disebut sebagai
triad, yaitu hubungan antara 3 orang. Jumlah tiga orang merupakan ukuran ideal
bagi kelompok membuat murid, lebih memaksimalkan dinamika dalam menghasilkan
perubahan dalam seluruh situasi hubungan menjadi penuh semangat, sukacita, dan
reproduktif. Ada pergeseran tekanan, penekanan pada mutualis dan tanggung jawab
sebagai titik utama dikurangi sehingga sebagai rekan sederajat dan bukan seorang
yang berotoritas. Ada pergeseran dari model hierarki ke model relasional. Triad
menciptakan perjalanan mutual berdampingan. Fokus pada Kristus sebagai Pribadi
yang mana semua peserta mengarahkan hidup mereka, bukan pada orang yang
memuridkan. Dengan model triad, terjadi hubungan yang begitu hidup dan dinamis
dan mendapatkan hikmat yang beragam dari anggota triad yang berbeda tingkat
kedewasaannya. Selain itu, ada tiga jenis hubungan pembimbingan pribadi yang lain
dengan model saru orang: pembimbing rohani (pengikut Kristus yang saleh dan
dewasa), pelatih (pemberi motivasi dan memiliki keahlian), dan sponsor (seorang
mentor yang memiliki kredibilitas, posisi, dan otoritas rohani dalam sebuah
organisasi atau jaringan, yang terkait dengan orang yang dibimbing yang tidak
memiliki sumber yang dapat memampukan perkembangan orang tersebut dalam
organisasi). Setiap orang percaya memiliki kesempatan untuk terlibat dalam
hubungan pemuridan dengan tujuan untuk bertumbuh menjadi murid Kristus yang
dapat bermultiplikasi.

BAB 8. TRANSFORMASI: Tiga Unsur yang Harus Ada


Transformasi paling cepat terjadi dalam hidup orang percaya ketika berada
dalam kelompok tiga orang atau kelompok pemuridan yang kecil jumlahnya
sehingga dapat bermultiplikasi. Lingkungan/tempat atau kelompok pemuridan ini
disebut rumah kaca bagi pertumbuhan Kristen. Rumah kaca memaksimalkan kondisi
lingkungan dapat bertumbuh lebih cepat daripada di bawah keadaan normal. Tiga
kondisi dalam kelompok pemuridan triad sehingga dapat menciptakan efek rumah
kaca (unsur lingkungan pembentuk) adalah (1) Kondisi iklim yang pertama:
kepercayaan yang transparan:
-Meneguhkan satu dengan yang lain melalui saling menguatkan. Hubungan
pemuridan digambarkan Rasul Paulus dalam Kolose 3: 12-14, ada kata-kata
penguatan, teguran dalam kasih, dan menunjukkan sikap seperti yang Tuhan mau.
9

-Berjalan bersama-sama satu dengan yang lain dalam masa sulit. Hubungan yang
dekat dalam kelompok kecil menjadikan setiap anggota dapat berjalan bersama
melalui masa-masa sulit atau penderitaan yang dialami salah seorang anggota.
-Menjadi seorang pendengar reflektif, pendengar yang juga merenungkan apa yang
dikatakan sehingga dapat membantu sesama anggota dengan saling mendoakan.
Ada pergumulan ketika harus memilih sesuai dengan yang Tuhan inginkan.
Bimbingan Tuhan atau suara Tuhan dibutuhkan agar tidak salah pilih. Suara Tuhan
bisa terbenam oleh kebingungan karena banyaknya pilihan.
-Mengakui dosa-dosa satu sama lain sehingga dapat dipulihkan. Setelah melalui
tahap-tahap sebelumya, maka kita harus sampai hasil akhir dari keterbukaan, yaitu
saling mengakui dosa yang terus menghantui kita kepada sesama anggota sehingga
dapat terjadi kesembuhan baik jiwa maupun fisik. Dalam proses transformasi, unsur
ini nampaknya telah hilang dalam masa sekarang ini.
(2) Kondisi iklim yang kedua: Kebenaran Firman Tuhan. Segala tulisan dalam
Alkitab berisi perkataan Allah sendiri. Dalam 2 Timotius 3: 16-17, Paulus
menyatakan Firman Tuhan berguna untuk mengajar tentang inti dari kehidupan
Kristen secara sistematis, menyatakan kesalahan (menunjukkan dosa, Alkitab
menunjukkan diri kita sebenarnya dan membandingkan dengan kita yang
seharusnya), memperbaiki kelakuan karena kesadaran yang Roh Kudus berikan,
dan mendidik orang dalam kebenaran (melatih menjadi benar, caranya dengan
merenungkan dan menghafal Alkitab sehingga terjadi transformasi dalam pemikiran)
(3) Kondisi ketiga: Pertanggungjawaban Bersama. Hubungan pemuridan di
antara anggota bersifat terikat dalam perjanjian yang berupa persetujuan tertulis
dan disetujui para anggota yang menyatakan komitmen dan harapan. Maksud
pertanggungjawaban bersama adalah keputusan yang didasarkan kehendak sendiri
untuk mengikuti standar tertentu dan secara sukarela menundukkan diri sendiri pada
pertimbangan orang lain yang melalui mereka kinerja kita dinilai dengan standar
tersebut.Tidak mudah menundukkan diri, tetapi seorang murid adalah orang yang
berada di bawah suatu otoritas, murid Yesus harus menyangkal diri (Lukas 9: 23).
Dalam kelas pengajaran atau khotbah dalam ibadah umum, isi kebenaran
adalah yang utama, sedangkan kedekatan dan pertanggungjawaban sekunder.
Dalam konteks pemuridan yang dapat mendatangkan transformasi,
kekuatannya adalah menggabungkan semua unsur, yaitu kedekatan, kebenaran,
dan pertanggungjawaban secara sembang.

BAB 9. HAL-HAL PRAKTIS DALAM MEMBUAT MURID


a) Model pemuridan yang dapat diterapkan adalah satu orang mengundang dua
orang lain dalam hubungan seperjanjian yang dibangun dengan kurikulum yang
didasarkan Alkitab selama kira-kira satu tahun mereka dapat bertemu satu minggu
selama satu setengah jam.
b) Siapa yang diundang? Orang yang memuridkan yang mengundang, maka harus
meneladani Yesus atau Paulus. Harus didahului dengan doa. Kita harus mencari
kualitas yang sama seperti Yesus mencari dalam diri kedua belas murid. Kualitas
utama sebagai penentu, yaitu setia dan dapat diajar.
c) Cara memulai untuk mendekati orang yang akan diundang ke dalam pemuridan:
-Membuat undangan (ditekankan undangan ini adalah hasil dari doa).
-Meninjau kurikulum pemuridan.
-Meninjau perjanjian dengan seksama, merenungkan komitmen yang akan diambil
-Memberi waktu pada calon murid untuk mendoakan hubungan pemuridan agar bisa
berjalan sehingga siap secara batin.
10

-Memberitahu bahwa dalam sebuah kelompok pemuridan triad, akan ada orang
ketiga yang bergabung bersamanya.
-Menentukan waktu pertemuan pertama yang akan diisi dengan membuat komitmen
dan mengadakan penandatanganan perjanjian sebagai pertanggungjawaban.
-Membimbing para peserta di sepanjang pertemuan, dalam waktu satu setengah
jam, ada waktu untuk sharing pribadi, umpan balik dari pertemuan sebelumnya,
membagikan pengalaman kehidupan yang terjadi, dan berdoa
-Setiap calon penandatangan perjanjian dalam kelompok triad harus berpartisipasi
penuh dalam setiap pertemuan, serta terjadi juga rotasi kepemimpinan dalam setiap
pertemuan yang akan membuat setiap anggota percaya diri.
Visi kelompok pemuridan triad adalah menghasilkan multiplikasi dari para
pengikut Yesus yang berinisitaif dan bermultiplikasi. Diawali dengan satu kelompok
pemuridan triad dan dijalankan selama 1 tahun. Setelah itu, miliki visi jangka
panjang untuk dikembangkan. Dalam tahun pertama bersama tiga orang kelompok
pemuridan akan terjadi perkembangan dengan kedekatan antar anggota. Pada
tahun kedua didorong dan dilatih 2 kelompok pemuridan baru, dan pepimpinnya
memulai sendiri. Pada tahun ketiga akan menjadi 9 kelompok, dan seterusnya.
Kemudian, memilih orang-orang yang tepat untuk menumbuhkan jaringan
pemuridan multigenerasi. Bisa saja memulai dengan orang yang belum pernah
secara sengaja dimuridkan, namun sudah memiliki hati untuk Allah dan mengubahn
menjadi orang-orang yang bermultiplkasi. Reputasi mereka juga akan memberi
kredibilitas bagi usaha pemuridan baru ini. Kita dapat memastikan adanya hasil dari
investasi. Bila diberi waktu 1 tahun dengan 2 orang apakah layak diperjuangkan
untuk bermultiplikasi. Orang-orang yang cukup kokoh, stabil, setia, dan bisa
dipercaya adalah orang yang baik untuk replikasi.
Setelah jaringan pemuridan mulai bermultiplikasi, visi untuk bermultiplikasi
harus terus dipertahankan. Hal yang harus dihindari adalah menyelesaikan
pemuridan menjadi program kerja dan membunuh organisme yang dapat
bermultiplikasi sendiri ini. Beberapa cara untuk terus menjaga visi dan energi dalam
bermultiplikasi: mengumpulkan bersama jaringan pemuridan secara teratur untuk
saling berbagi dan memotivasi; mengundang pembicara tamu yang bersemangat,
berkomitmen pada pemuridan, dan menggunakan kisah-kisah transformasi hidup
dalam pengalamannya sehingga dapat membakar kembali suatu visi multiplikasi;
bertemu dengan para pemimpin kelompok dalam tiga atau empat kelompok untuk
saling berbagi pengalaman dan ide; bertemu dengan anggota-anggota kelompok
yang sudah menyelesaikan tiga per empat kurikulum pemuridan untuk mendorong
mereka melanjutkan perjalanan pemuridan; dan dengan cara menerbitkan laporan
berkala pemuridan yang akan dikirim kepada semua anggota, berisi visi pemuridan
dan kesaksian-keaksian tertulis dari para anggota kelompok.
William Barclay pernah menulis “setiap orang Kristen harus melihat diri
mereka sebagai penghubung bagi generasi selanjutnya’. Kita perlu mempraktikkan
penyerahan tongkat estafet dengan cara memiliki visi untuk mereproduksi dan
dalam jangka panjang mengabarkan Injil dari satu generasi ke generasi berikutnya,
Warisan yang kita tinggalkan bukan berupa sejumlah uang besar pada anak-anak
kita, namun warisan atau investasi kekal yang kita berikan adalah prioritas hidup
kita sebagai pengikut Kristus yang berinisiatif, berkomitmen sepenuhnya
menuju kedewasaan dalam Kristus.
11

Anda mungkin juga menyukai