Anda di halaman 1dari 15

Pastoral Konseling sebagai Strategi Penggembalaan untuk Menuju Gereja yang

Bertumbuh

Jelitha Saputri
Institut  Agama Kristen Negeri Toraja
saputrijelitha@gmail.com

Abstrak: Meningkat atau tidaknya pelayanan dalam gereja ditentukan oleh


berbagai faktor. Faktor tersebut dapat beragam.  Artikel ini bertujuan untuk
meningkatkan pembaca bahwa tugas dan panggilan sebagai gereja tidak
berhenti, namun seiring dengan berjalannya waktu, tugas dan panggilan itu
semakin ditingkatkan. Tugas dan panggilan gereja masa kini setelah koinonia
(bersekutu), diakonia (melayani), dan marturia (kesaksian). Maka tugas ke-4
adalah konseling. Konseling adalah esensi tugas Panggilan Penggembalaan
Gereja masa kini. Gereja yang sehat adalah gereja yang melakukan ketiga tugas
dengan seimbang dan bukan berat sebelah. Keseimbangan tugas tersebut
dikembangkan secara holistic dalam kehidupan jemaat sehingga jemaat
mengalami pertumbuhan iman, terlibat pelayanan dan rindu untuk menjadi
berkat bagi orang sekeliling

Kaca Kunci: pastoral, konseling, penggembalaan, gereja

Abstract: The increase or not the ministry in the church is determined by


various factors. These factors can vary. This article aims to remind the reader that
the duties and vocations as a church do not stop, but over time, these duties and
vocations are increased. The duties and vocations of the church today are after
kinonia (fellowship), deaconess (serving), and marturia (witness). So the 4th task is
counseling. Counseling is the essence of the Pastoral Vocation of the Church today.
A healthy church is a church that performs the three tasks in balance and is not
one-sided. The balance of duties is developed holistically in the life of the
congregation so that the congregation experiences faith growth, engages in
ministry and longs to be a blessing to those around.

Key Glass: pastoral, counseling, pastoral, church


1. Pendahuluan
Pada abad ke-21, gereja sebagai tubuh Kristus yang melayani di dunia ini,
dengan dihadapkan pada tantangan yang tidaklah ringan. Indonesia termasuk kategori
tersebut. Era ini menimbulkan banyak sekali perubahan yang mendasar kaitannya
dalam penggunaan sistem teknologi Informasi. 1 Era globalisasi pada abad ini membuat
tantangan-tantangan pastoral di gereja menjadi semakin kompleks dan saling berkaitan
antara satu faktor dengan faktor yang lainnya bagi hamba Tuhan (pendeta, pastor,
gembala, penginjil, diaken, tua-tua gereja, konselor dan hamba Tuhan lainnya) dan
jemaat (konseli; anggota gereja). Pesatnya perkembangan teknologi (komunikasi dan
berbagai proses instan) menjadikan persoalan jemaat berada diantara persoalan
kemajuan era globalisasi: ekonomi, budaya, politik, keamanan, sosial, pendidikan dan
lainnya tidak heran apabila berbagai strategi penggembalaan yang dilakukan terhadap
persoalan jemaat berubah-ubah dengan pesatnya (dari zaman gereja mula-mula hingga
kini) dan selalu saja ada hal-hal yang kontemporer yang perlu dirumuskan sesuai
dengan konteksnya.
Di dalam persekutuan jemaat (gereja) tentulah yang diberitakan adalah
mengenai Injil. Tentu dalam pemberitaan tersebut tidaklah selalu berjalan mulus.
Beberapa indikasi dikatakan bahwa gereja tidak bisa dipisahkan dari berbagai macam
tantangan hidup, baik tantangan dari dalam maupun dari luar. Gembala sidang di setiap
gereja tentu berusaha untuk mempertahankan jemaatnya, dengan mencoba membuat
strategi yang menjadikan jemaatnya berkomitmen beribadah dan melayani di gereja
masing-masing. Ada yang mencoba mengklaim bahwa “pastoral konseling” merupakan
pelayanan utama dalam “tugas penggembalaan di gereja”. Bila pekerjaan pastoral
konseling berjalan secara maksimal, maka jemaat tidak mau “jajan ibadah” di gereja
lain. Berkaitan hal tersebut, ada seorang penulis mengatakan:
tidak diragukan lagi manfaat dan dampaknya bila (pastoral konseling) tetap
konsisten dijalankan di tengah-tengah pergumulan gereja, masyarakat, dan
bangsa yang sedang sakit ini. Kalau boleh dibilang, mungkin terlalu banyak
“domba-domba” termasuk “gembalanya” juga luka zaman sekarang ini,
membutuhkan “pembalutan” dan “pemulihan” dan luka-lukanya.
Kalau di berbagai kesempatan saya menyebut pemuridan sebagai tugas
panggilan  gereja ke-3 masa kini setelah koinonia (bersekutu), diakonia

1
Daniel Fajar Panuntun, “Misi Apologetika Kristen Online Di Era Disrupsi, “Apostolos 2, no 1 (2019)
(melayani), dan marturia (kesaksian). Maka tugas panggilan gereja ke-4 adalah
konseling! Konseling adalah esensi tugas panggilan penggembalaan  gereja pada
masa kini, terutama dikaitkan dengan konteks Indonesia yang sikonnya seperti
ini.2
Ada yang menganalisis bahwa “jemaat tidak berkomitmen untuk tetap beribadah
pada gereja di mana ia menjadi anggota” karena gereja bersangkutan belum mampu
menjawab kebutuhan mereka. Selanjutnya untuk menghadapi persoalan jemaat
tersebut, dapat diselesaikan oleh “penerapan etika pelayanan pastoral” yang harus
dikerjakan oleh seorang Pendeta (Gembala, Konselor) sebagai tanggung jawab moral
kepada Tuhan.
Pastoral konseling harus dapat mendorong gereja untuk selalu sehat dan
bertumbuh. Penggembalaan berlangsung dengan menetapkan Alkitab sebagai akar dari
pedoman  yang akan diterapkan dan konseling sebagai cara-cara yang akan
dipergunakan untuk keluar dari permasalahan agar gereja dapat bertumbuh.  

2. Tujuan dan Manfaat


         Adapun tujuan artikel ini adalah untuk membuat pastoral konseling terjun dalam
pertumbuhan gereja dan sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan penggembalaan
dalam gereja.  Sedangkan manfaat artikel ini adalah untuk menggabungkan konsep
pastoral dan konsep konseling sebagai strategi untuk pertumbuhan gereja serta sebagai
cara untuk meningkatkan pelayanan gereja.
3. Pembahasan
Pada bagian ini akan menyajikan pembahasan mengenai pastoral konseling
strategis penggembalaan dalam gereja agar bertumbuh.  Dalam bahasan ini, penulis
berusaha menggabungkan konsep pastoral dan konsep konseling sebagai satu kesatuan
untuk pelayanan gereja.
Pastoral konseling
Kata “pastoral” berasal dari bahasa Yunani “poimen” adalah “pastor” yang
artinya “Gembala”. Secara tradisional, dalam kehidupan gerejawi Gembala disamakan
dengan Pendeta. Gembala (Pendeta) wajib menjadi gembala bagi jemaat atau
“dombaNya”. Pengistilah ini dihubungkan dengan diri Yesus Kristus dan karyaNya
sebagai “Pastoral sejati” atau “Gembala yang Baik” (Yoh. 10). Ungkapan ini mengacu
pada pelayanan Yesus tanpa pamrih, bersedia memberikan pertolongan dan
2
Guntoro Nursadewo, “Tantangan Gereja”; http://mazdewo.blogspot.com/ (Diakes 17 November 2020)
pengasuhan terhadap pengikut-Nya, bahkan rela mengorbankan nyawa-Nya. Pelayanan
yang diberikan-Nya ini merupakan tugas manusia yang teramat mulia. 3
Istilah pastor mempunyai arti, yaitu: (1) kata sifat dari kata benda “Pastor” atau
“Gembala”. Fungsinya mengikuti profesinya sehingga apapun yang dilakukan Pastor
atau Gembala adalah tindakan penggembalaan. (2) berasal dari istilah Yunani “poimen”
yang artinya “memelihara ternak”.  Istilah “poimeniscs” muncul bersamaan dengan
sederet fungsi penting lain dari pendeta dan gereja seperti: karakteristik homiletik dan
lain-lain. Dengan demikian, pastoral menekankan pada pelayanan yang berkata-kata
tentang teori  dan praktik sebagai berikut: (1) berkata-kata tentang Allah dan tentang
pemeliharaan-Nya akan manusia,  (2) manusia yang menerima atau mengalami
pemeliharaan Allah itu. Namun, objek pelayanan pastoral adalah menyelamatkan “jiwa-
jiwa” (manusia seutuhnya) yang sudah menjadi anggota Allah. Jadi, Disini terjadi proses
pemeliharaan “jiwa”. Sikap pastoral harus mewarnai semua sendi pelayanan setipa
orang sebagai orang yang sudah dirawat dan diasuh oleh Allah. Pastoral dapat
dipercayakan kepada pendeta untuk menggembalakan domba-domba Allah, yakni
sesama manusia percaya. Karena pastoral adalah sebuah panggilan leader di mana ia
bukan saja terpanggil menjadi leader dalam kehidupan sosialnya. Berkaitan dengan hal
tersebut E.P Gintings mengatakan bahwa penggembalaan adalah pelayanan pembinaan
secara umum yang mencakup: kehadiran, mendengarkan, kehangatan, dan dukungan
praktis oleh gembala (pendeta, pastoral) sebagai pendamping.4 Pelayanan pembinaan
tersebut dijalankan oleh pastor, yang disebut “penggembalaan”.
Arti kata Konseling (counseling) berarti “nasihat”. Konseling adalah “pemberian
bimbingan oleh yang ahli kepada seseorang dengan menggunakan psikologis”.
Konseling berasal dari bahasa Inggris: “Counseling”. Kata dasar counseling adalah
counsel: “Something that provides direction or advice as to a decision  or course of
action”. Kata “konseling” dalam bahasa Yunani diterjemah kan dalam dua hal adalah: (1)
“bouleau” yang artinya menasihati, berunding, konseling. (2) “symbouleou” yang
artinya berkonsultasi, menasihati, berbicara bersama-sama, memberi atau menerima
nasihat bersama-sama. Berkaitan dengan ini, Jay E. Adam mengatakan bahwa konseling
adalah suatu proses perubahan yang terjadi bila seorang Kristen menolong sesamanya,
agar menerapkan pada dirinya sendiri suatu analisa biblika atas persoalannya dan
memecahkannya secara alkitabiah dalam kuasa Roh Kudus. Konseling adalah
3
Aart Van Beek, Pendamping Pastoral (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 10.
4
E.P. Gintings, Konseling Pastoral: Penggembalaan Kontekstual (Bandung: Bina Media Informasi, 2009), 11.
pertolongan atau pembimbingan melewati wawancara atau wawancara yang bertujuan
memberi pertolongan bimbingan. Wujud dan isi pertolongan bervariasi tergantung dari
kebutuhan atau masalah yang dihadapi konseli, antara pemecahan masalah,
pengambilan keputusan yang penting, mengatasi konflik atau menghadapi tantangan
hidup mengubah tingkah laku, membuat rencana bagi masa depan, mengenal diri dan
lingkungannya dan lainnya.
Yakub B. Susabda mengatakan bahwa pastoral konseling adalah hubungan
timbal balik (interpersonal relationship) antara hamba Tuhan sebagai konselor dengan
konselinya, dalam mana konselor mencoba membimbing konseli ke dalam suatu
suasana percakapan konseling yang ideal, yang memungkinkan konseli itu betul-betul
dapat mengenal dan mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya, persoalannya,
kondisi hidupnya, dimana ia berada dan sebagainya. Dengan demikian, ia akan mampu
melihat tujuan hidupnya dalam relasi dan tanggung jawabnya kepada Tuhan. Konseling
pastoral pada hakikatnya dipandang sebagai suatu proses pertolongan yang rohani.
unsur-unsur proses konseling adalah konselor, Alkitab dan konseli (jemaat). Pelayanan
konseling adalah bagian integral dari pelayanan hamba Tuhan. Pelayan konseling
tersebut adalah konselor. Orang yang mengemban tugas sebagai konselor adalah
pendeta, penatua dan diaken, pelatihan, tim dan program pastoral.
Tujuan Pastoral Konseling, adalah: (1) mengubah suatu sikap atau tingkah laku
yang merugikan dan menolong sesama untuk mengentri nilai-nilai kehidupan yang ada.
(2) meningkatkan kualitas kehidupan seseorang. (3) mendampingi, membimbing, dan
menemukan solusi. (4) membantu seseorang untuk mengekspresikan perasaan. (5)
menolong mengerti sebab-sebab dari persoalan yang timbul. (6) menolong yang
membutuhkan uluran tangan. (7) menyadarkan konseli alan kesalahan dosanya
dihadapan Tuhan. (8) belajar tumbuh dalam iman dan pengenalan akan Tuhan.

Pentingnya Konseling Pastoral dalam Gereja


Salah satu pelayanan yang amat strategis yang dilakukan oleh gereja adalah
mengajar jemaat tentang kebenaran firman Tuhan. Pelayanan pastoral sesungguhnya
sangat penting dikembangkan dan dilaksanakan dalam gereja, mengapa demikian?
Karena: untuk menjangkau apa yang belum terjangkau, pelayanan konseling pastoral
perlu dilakukan untuk menjangkau yang terpinggirkan. Kokohnya nilai hidup membuat
mereka yang tangkas menghadapi ancaman dan rongrongan dari luar. Bahkan, mereka
dapat mengambil bagian dalam kegiatan dan persekutuan jemaat. Jadi gereja
bertanggung jawab untuk memberi perhatian dan melakukan pelayanan konseling
pastoral bagi mereka. Hidup yang makin kompleks, dewasa ini, ilmu pengetahuan dan
teknologi berkembang sangat cepat. Masyarakat yang dulunya agrari, kini oleh pesatnya
perkembangan industri, teknologi, ilmu pengetahuan, dan komunikasi memasuki era
industri, informatika, dan globalisasi. Apabila seseorang tidak siap untuk hidup dalam
empat situasi ini sekaligus, akan ada jiwa yang terbelah-belah. Akan muncul yang
beragam persoalan yang dapat menghimpit hidup sehingga mereka tidak mampu
menangani persoalan hidup yang semakin kompleks. Untuk mengatasinya, jemaat
membutuhkan para gembala atau kegiatan pastoral yang memiliki pengetahuan dan
keterampilan. Jadi, gembala atau konselor perlu senantiasa menambah wawasan dan
keterampilan jemaat serta mampu mengamati dampak-dampak perkembangan ilmu
pengetahuan, informatika dan globalisasi. Hidup makin keras, manusia memiliki
berbagai kebutuhan hidup. Yang utama dan mendasar adalah kebutuhan fisiologis yang
meliputi sandang, pangan dan papan, pertambahan jumlah penduduk dan terbatasnya
lapangan kerja membuat persaingan untuk memenuhi kebutuhan ini sangat ketat dan
keras. Banyak kesaksian menceritakan jemaat mengalami goncangan hidup. Hal itu
terjadi ketika mereka mengalami goncangan hidup. Hal itu terjadi ketika mereka
mendapatkan perlakuan yang tidak benar. Kerugian dan kekerasan yang dialami
menyebabkan guncangan jiwa yang amat sangat. Menghadapi jemaat yang demikian,
gereja perlu menyiapkan proses konseling atau pastoral yang siap mendampingi
mereka. Kehampaan hidup, penggembalaan dibutuhkan untuk mendampingi jemaat
yang mengalami kehampaan dan kekosongan hidup agar menemukan kebahagiaan
sejati dalam Tuhan. Dengan begitu, harta kekayaan yang ada dapat digunakan untuk
pekerjaan dan kemuliaan Tuhan. Kesepian dan kesunyian, dampak kemajuan di bidang
komunikasi banyak orang makin nyaman berkomunikasi jarak jauh. Penggembalaan
diperlukan dalam hal ini untuk mendampingi dan menemani mereka yang ada dalam
kesunyian dan kesepian. Peredaran obat terlarang, dewasa ini, peredaran obat-obat
terlarang semakin meresahkan.  Peredaran obat terlarang terus merambat dan
menyusup masuk ke dalam seluruh lapisan masyarakat , pemuda,  dan remaja,
mahasiswa dan pelajar, sudah banyak generasi muda yang rusak akibat mengkonsumsi
obat terlarang. Penggembalaan pada kelompok ini tidaklah mudah, dibutuhkan
penggembalaan yang memiliki keahlian khusus. Oleh karena itu banyak yang masuk di
panti rehabilitas.

Gereja
Kata “Gereja” dalam berbagai bahasa, sebagai berikut: “kerk” (Dutch;Belanda),
“Church” (Inggris), “eglise” (Perancis), “krische” (Jerman). “Gereja” berasal dari kata
Yunani “(milik Tuhan), dari akar kata kurios,” TUHAN. Dalam Korintus 12:27 ditulis :
“Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya”. KJV
menyebut tubuh Kristus adalah “the body of Christ”. Dalam konteks inilah orang-orang
dipanggil keluar dan dipersatukan menjadi anggota “Tubuh Kristus” (Ef. 2:13,19); 4:15-
16). Pemahaman ini menunjuk bahwa gereja juga adalah jemaat. Jemaat menunjukkan
makna adalah: (1) persekutuan orang-orang percaya kepada Kristus baik yang di satu
tempat maupun keseluruhan persekutuan Kristen. Perjanjian Lama menggunakan
bahasa Ibrani “qahal”, yang disalin menjadi ekklesia, artinya orang-orang Kudus. Qahal
dipakai dalam kaitannya dengan suatu perkumpulan atau pertemuan tertentu di suatu
tempat sebagai suatu kumpulan jasmaniah dan tidak pernah digunakan untuk
menyampaikan bahasan mengenai gabungan mistik para orang kudus sebagai
kumpulan rohani dari orang-orang yang terpisah secara geografis. Dalam PB,
menggunakan “ekklesia” berarti jemaat perkumpulan orang-orang kudus, atau orang-
orang Kristen. Kata “ekklesia berarti perkumpulan orang-orang yang dipanggil dan
dipilih Tuhan. Pada zaman Paulus banyak jemaat yang dipimpin oleh para penatua dan
diaken, sedang kadang-kadang terdapat juga seorang penilik jemaat. Dengan demikian,
jemaat adalah suatu perkumpulan terdiri dari orang-orang beriman yang berbakti
kepada Tuhan (Kis. 7:38; Mat. 16:18). (2) “Tubuh Kristus” yang didiami Roh Kudus
adalah kumpulan orang-orang Kristen di suatu tempat, kota atau negeri.
Makmur Halim mengatakan persoalan gereja di tengah-tengah perubahan dunia
sebagai berikut: (1) gereja dengan konteksnya. (2) gereja dengan dirinya, mencakup
ekklesiologi, panggilannya, perkembangan teknologi, pertumbuhan gereja,
kemandiriannya, liturginya, kemitraan, hamba-hamba Tuhan, kepemimpinan, Kristen
KTP, misi dan cerminnya. (3) gereja dengan pengetahuan. (4) gereja dengan
masyarakat. (5) gereja dengan sosial politik. (7) gereja dengan peperangan rohani. (8)
gereja pada hari-hari terakhir. 5 Dari tugas-tugas tersebut gereja tidak bisa dilepaskan
dengan sifat-sifatnya karena sifat-sifat tersebut menjadi dasar bagi tugas yang diemban
5
Makmur Halim, Gereja di Tengah-Tengah Perubahan Dunia (Malang: Gandum Mas, 2000)
gereja. Sifat-sifat gereja mencakup: Suffer/ Penderitaan sebagai dasar gereja, Gereja
sebagai Tubuh Kristus, dan Gereja sebagai sarana kesaksian.
         Suffer Sebagai Dasar Gereja dibuktikan dengan beberapa indikator, yaitu: Yesus
menderita sebagai teladan hidup (Mrk. 8:31; 9:31; 10:33-34).  Menunjuk pada
pelayanan Yesus. Ini cukup eksklusif pada kematian-Nya. Juga menunjukkan kepada
penderitaan sebagai manusia saat Dia dicobai. Penderitaan-Nya ini bukan sebuah
peristiwa saja, tetapi keilahian-Nya berperan untuk menunjuk keselamatan manusia.
Penderitaan yang dialami oleh Yesus merupakan teladan hidup yang mesti dijadikan
contoh oleh orang-orang Kristen serta kematian Yesus adalah ciri khas orang Kristen.
Gereja sebagai Tubuh Kristus, dalam gereja yang tidak terlihat, orang percaya
menempatkan dirinya sebagai “body of Christ”, dan Yesus adalah kepala-Nya. “Tubuh
Kristus merupakan” arena persekutuan orang-orang percaya. Tubuh Kristus adalah
jemaat Allah yang hidup menyebar di seluruh dunia dengan struktur Kristus sebagai
“Kepala Tubuh” dan “Tubuh” adalah Jemaat (Kol. 1:18a). Hal ini disebabkan karena:
“Kristus memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di
bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan perdamaian oleh
darah Kristus. Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan memusuhI-Nya
dalam hari dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmua yang jahat,
sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-
Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di
hadapan-Nya” (Kol 1:20-22).     
Sebagai “Tubuh Kristus”, orang-orang Kristen memang mempunyai nilai
penderitaan yang berbeda dibandingkan dengan orang yang belum percaya.
Penderitaan (patemasi, suffering) adalah suatu percobaan (purosi trials) bagi
kehidupan orang Kristen. Penderitaan merupakan suatu kehormatan bagi setiap orang
yang menggenapkan penderitaan Yesus. Gereja Sebagai Sarana Kesaksian, gereja perlu
bersikap melihat kenyataan penganiayaan dan pembakaran gereja yang ada di mana-
mana di belahan bumi. Sikap gereja bukanlah melawan pemerintah, tetapi gereja
sendiri perlu kembali melihat fungsinya sebagai Amanat Agung Allah.  Gereja menjadi
garam dan terang dunia dan melaksanakan pemberitaan Injil dan hidup bersama
dengan agama lain di tengah kerumitan krisis ekonomi serta gejolak politik yang tidak
stabil.
Tri tugas gereja, meliputi: (1) Koinonia (persekutuan), koinonia berasal dari
bahasa Yunani ”Koinon”, yaitu: koinonein artinya bersekutu. Koinons artinya “teman
sekutu”. Koinonia artinya “persekutuan”. Koinonia mempunyai dasar dan tujuan yang
berasal dari Yesus Kristus. Dasar dan tujuan ini tidak dapat diganti dengan dasar yang
tujuan lain. Jikalau persekutuan ini menggantikan dasar yang sudah diletakkan oleh dan
dalam Yesus Kristus, maka persekutuan kehilangan hakikatnya. Koinonia adalah
persekutuan jemaat di dalam Kristus, walaupun banyak anggota tetapi sekadar
bersekutu, tetapi juga menggambarkan Injil Kerajaan Allah melalui perkataan dan
kesaksian (marturia) maupun perbuatan atau pelayanan (diakonia di mana saja orang
percaya berada. (2) Marturia (kesaksian), kata Marturia dalam artinya kesaksian,
sedangkan “marturein” adalah bersaksi. Marturein dan PB memberi arti antara lain:
memberi kesaksian tentang fakta atau kebenaran (Luk. 24:48; Mat. 23:31). Memberi
kesaksian baik tentang seseorang (Luk. 4:22; Ibr. 2:4), membawakan khotbah untuk
pekabaran Injil (Kis 23:11). Jemaat yang hidup sekarang ini memang bukanlah saksi
mata dari karya penyelamatan Yesus Kristus, tetapi jemaat bersaksi tentang keyakinan
mengenai “Yesus Kristus”. Kesaksian itu mengekspresikan kehidupan seseorang yang
diwarnai dengan keyakinan akan pemeliharaan Allah dalam hidupnya. Kesaksian itu
dapat dilakukan berbagai cara, misalnya: keteladanan hidupnya berbuat baik , mengajar
atau berkhotbah. Di sini bahwa Allah mengutus anak-Nya Yesus Kristus. Kristus pun
mengutus murid-murid-Nya ke dalam dunia supaya keselamatan diproklamirkan. Tugas
ini diberikan Allah kepada setiap orang yang percaya dengan karunia masing-masing
agar dapat diwujudkan dalam perkataan dan perbuatan. (3) diakonia, kata “diakonia”
berarti pelayanan, dengan kata kerja “diakonein” yang artinya melayani. Kata benda
“diakonos” artinya pelayan. Diakonein (melayani) dalam PB) menunjukkan pada
pandangan Yesus terhadap pelayanan yang berasal dari titah di dalam PL tentang kasih
terhadap sesama manusia. Bila seseorang menjalankan pekerjaan diakonia maka
dirinya telah memposisikan sebagai berikut: (a) diakonein sebagai cara hidup jemaat
Kristus. Dengan memahami batasan di atas menjadi jelas maksud dari melayani dalam
jemaat. Maksudnya ialah, mereka yang mendapat karunia itu dimanfaatkan dan
digunakan untuk melayani kembali. (b) diakonein sebagai mengumpulkan
persembahan atau kolekte, pelayanan kasih ini adalah teladan sebagaimana orang
Kristen saling memperhatikan dan saling membantu berdasarkan kasih Kristus. Cara
berdiakonia dalam pelayanan antara lain: diakonia sebagai pertolongan secangkir air
atas nama Yesus, diakonia sebagai pembangunan. Diakonia bukanlah jalan untuk
mencapai sukses, melainkan pelayanan yang berjalan, berbicara, dan berbuat bersama-
sama dengan mereka yang hina. Tiga panggilan ini saling berhubungan dan tidak dapat
dipisahkan, koinonia sebagai persekutuan yang hidup harus menjalankan peran
marturia dan diakonianya.

Hubungan Penggembalaan Dengan Pelayanan Gereja


Menurut Bons Storm, penggembalaan adalah mencari dan mengunjungi anggota
jemaat satu persatu, mengabarkan Firman Allah kepada mereka, dalam situasi hidup
mereka, melayani mereka, sama seperti sekitarnya Yesus melayani mereka, supaya
mereka lebih menyadari akan iman mereka dan dapat mewujudkan iman mereka dalam
kehidupan sehari-hari. Penggembalaan sebagai  wujud dari pemeliharaan iman. Iman
menjadi sasaran utama untuk dipelihara sehingga iman itu menjadi hidup. Iman itu
berfokus kepada  Yesus Kristus.  Penggembalaan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari tugas dan pelayanan gereja. Penggembalaan memiliki kaitan atau
hubungan untuk saling melengkapi dalam usaha untuk menumbuhkan dan
mengembangkan gereja, sehingga gereja bisa mandiri dan gereja misioner.
Penggembalaan koinonia (persekutuan), Persekutuan bukanlah hanya kumpul-
kumpul saja di antara orang percaya, tetapi di dalamnya ada “pemeliharaan
anggotanya” agar iman bertumbuh. Oleh karena tujuannya adalah “iman jemaat yang
bertumbuh” maka persekutuan perlu digembalakan (dipastoralkan). Dalam pelayanan
pastoral , manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang hidup dalam berbagai-bagai
relasi dengan sesamanya manusia. Dalam PB dikatakan bahwa manusia yang
diselamatkan oleh Kristus dan yang kita layani dalam pastoral ialah bukan individu
yang hidup dalam isolasi, tetapi anggota dari jemaat Kristus. Maksud pelayanan pastoral
adalah memperbaiki hubungan yang terganggu atau rusak supaya anggota jemaat yang
bersangkutan mendapat kembali tempatnya dalam persekutuan. Dengan demikian, ia
berfungsi lagi sebagai anggota tubuh Kristus. Jadi, diantara pelayanan pastoral dan
persekutuan terdapat suatu hubungan yang sangat eray dan tidak dapat dipisahkan
karena mereka adalah satu. Penggembalaan marturia (kesaksian) merupakan
pelayanan pastoral bagi para pelayan Tuhan. Di sini jemaat dilatih hingga mampu
bersaksi (bukan bersekutu saja) tentang pekerjaan Tuhan dalam hidupnya.
Penggembalaan kesaksian tersebut adalah suatu jawaban terhadap kebutuhan setiap
orang akan kehangatan, perhatian penuh, dukungan dan penggembalaan, jadi
penggembalaan ditunjukkan pada kemampuan jemaat sebagai pemberitaan Injil yang
mengacu kepada imamat am orang percaya (1 Ptr. 2) karena pada hakikatnya semua
orang percaya adalah pelayan-pelayan yang ditugaskan Kristus. Penggembalaan
diakonia (pelayanan), penggembalaan ini lebih luas dibandingkan dengan persekutuan
dan kesaksian. Penggembalaan diakonia di mana gereja di harapkan tidak sekedar
sebagai rumah rohani bagi anggota-anggotanya, tetapi harus berfungsi sebagai
“aktivitas para anggota” untuk melayani Tuhan. Dalam surat-surat penggembalaan
dikatakan bahwa tugas gembala dalam pelayanan memang berat. Dalam dalam surat-
surat penggembalaan, mereka yang melayani jemaat seringkali disebut sebagai:
penatua, diaken, atau penilik jemaat.
Seorang gembala mempunyai prioritas yang wajib dilakukan, yakni; Allah,
keluarga, pelayanan gereja, pekerjaan sekuler, dan orang lain atau aktivis-aktivis
lainnya atau sosial. Allah harus diletakkan pada posisi pertama dan teratas karena Dia
lah Pencipta, memelihara, menuntun, mencukupi segala kebutuhan ciptaanya. Jadi
sepantasnyalah manusia wajib menyembah Allah.  Selanjutnya, H. Soekhar mengatakan
bahwa persoalan pendeta di tengah masyarakat pluralis modern ini adalah mengenai:
pembentukan diri seorang hamba, pendeta dan pertumbuhan rohaninya, pendeta dan
pemberitaan Firman, pendeta dan pembaharuan gereja, pendeta dan kepemimpinan
rohani masa kini, pendeta dan manajemen gereja, pendeta dan sikapnya terhadap
teologi pembebasan, pendeta dan sikapnya terhadap gerakan Feminis Kristen, pendeta
dan dalam konseling pastoral dengan menggunakan ritual, pendeta pelayanan
pelepasan dan pengusiran setan, pendeta menghadapi isu menjamurnya aborsi, pendeta
menghadapi  isu seputar masalah seksualitas, pendeta dan problema misi dan
penginjilan, pendeta dan pelayanan pembinaan lanjutan , pendeta dan keluarganya
pendata dan godaan uang, pendeta dan godaan penggunaan kuasa serta pendeta dan
penatalayanan gereja.6 Robert Cowles mengatakan sifat-sifat seorang gembala yang baik
mencakup:  (a) gembala yang benar  menjadi gembala sidang bukan karena ia memilih
jabatan itu, melainkan karena ketaatannya pada panggilan ilahi. Karena bakat untuk
menggembalakan sidang adalah karunia dari pada Allah (Ef. 4:11). (b) Gembala
mempunyai kesanggupan untuk mengasihi semua orang, bukan hanya mengasihi orang
baik saja dan sopan saja, melainkan mengasihi semua orang, termasuk orang yang tidak

6
H. Soekahar, Potret Pendeta di Tengah Masyarakat Pluralis Modern (Malang: Gandum Mas,1999)
mau membalas kasihnya itu. (c) gembala yang baik menyerahkan nyawanya karena
segala dombanya. Gembala yang baik siap menderita demi domba-dombanya. (d)
gembala yang benar harus berani dan tekun. Ia tidak melarikan diri apabila serigala
datang. (e) gembala yang baik mempunyai gairah untuk menginjili. Sesungguhnya pun
telah 99 telah selamat, gembala yang baik itu tidak mau berhenti mencari selama yang
satu tidak ditemukan. Gembala yang baik tidak mementingkan diri sendiri, setia dan
mempunyai semangat untuk menginjili. Berkaitan dengan sifat-sifat gembala tersebut,
G. Riemer mengatakan bahwa sifat gembala (penatua) sebagai berikut: setia, rendah
hati, tidak sombong, kasih sayang, berani, tidak takut, berkhidmat, terpelajar, takluk
kepada firman,panjang sabar, tidak marah, rajin (giat, rela) tegas (mantap, tepat), dan
bergembira.
Tan Giok Lie mengatakan bahwa tugas gembala adalah: merawat, menyingkirkan
penghambat pertumbuhan, melindungi dan menjaga, menyembuhkan yang sakit dan
membalut luka, mendisiplin yang tersesat, dan mencari yang sesat dan mencari yang
hilang. Pekerjaan pastoral tersebut “pendampingan pastoral”. Pendampingan pastoral
adalah gabungan dua kata yang mempunyai makna pelayanan, yaitu pendampingan dan
kata pastoral. Istilah pendampingan berasal dari kata kerja mendampingi  , yaitu suatu
kegiatan menolong yang karena suatu sebab butuh didampingi. Pekerjaan gembala di
tengah-tengah jemaat mencakupi; mengurus jiwa orang lain, mempunyai sikap
kebapaan, kesanggupan mengasihi, pengetahuan tetantang kejiwaan orang lain. David
Fisher menambahkan pekerjaan gembala adalah menguji diri sendiri, yang mencakup
uji realitas, dan uji integritas jabatan sebagai gembala sidang. Sedangkan Gaylord Noyce
mengatakan pekerjaan gembala mengatur kehidupan pribadinya sebagai berikut;
kebebasan diri sendir, keserasian apa yang diucapkan dengan apa yang dilakukan,
dapat membagi waktu untuk pelayanan dan waktu untuk keluarga, mengalami
pertumbuhan profesi serta selalu berdoa. 7 Ralph M. Riggs mengatakan bahwa
kehidupan pribadi seorang gembala adalah: mempunyai kehidupan rohani yang
bertumbuh dan konsekuen sesuai dengan kerohaniannya, tidak boleh melupakan tugas
sebagai seorang ayah tetapi mengutamakan pekerjaannya sebagai seorang gembala,
seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya serta
membaca Alkitab secara teratur. Tujuan pastoral pendampingan adalah “Aku datang,
supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam kelimpahan” (Yoh.

7
Gaylord Noyce. Tanggung Jawab Etis Pelayan Jemaat (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999) 169-182.
10:10). Teks tersebut menekankan sebagai berikut: hidup yang berlimpah-limpah,
manusia seutuhnya, manusia menurut aneka kebutuhanya, manusia menurut aneka
aspeknya dan manusia aneka hidup rohani. 8 Lebih tajamnya lagi tujuan pendampingan
pastoral, yaitu: (a) pekerjaan pastoral adalah pekerjaan yang mengembangkan
persekutuan menurut Injil, (b) pekerjaan pastoral adalah usaha menerjemahkan dan
mewujudkan Injil dan susunan-susunan yang sesuai dengan zaman dan daerah-daerah
tertentu, (c) pekerjaan pastoral adalah suatu proses untuk mempersatukan hirarki dan
pimpinan gereja dengan keaktifan dan inisiatif dari umat Kristen dengan
mengembangkan partisipasi daya, mental, sosial, dan budaya umat dalam karya Kristus,
untuk mengintegrasikan komunitas Kristus dengan arus kehidupan umat manusia
sehingga umat Kristen mampu menyumbangkan sepenuhnya segala kekuatannya demi
kemajuan umat manusia dalam perjalanan ke Tuhan.

4. Kesimpulan
Seiring perkembangan zaman, hidup manusia semakin kompleks dan tantangan
semakin beragam, salah satunya dalam konteks pelayanan pastoral konseling dalam
gereja meresakan hall tersebut. Oleh karena itu, pastoral gereja harus lebih kritis dalam
menanggapi perubahan yang terjadi di dalam masyarakat agar pastoral gereja tetap
unggul dan relevan dalam usahanya melayani umat. Pastoral adalah tindakan
penggembalaan yang menekankan pada pelayanan yang berkata-kata tentang Allah dan
manusia yang mengalami masalah. Objek pelayanannya adalah menyelamatkan
manusia yang sudah menjadi anggota Allah. Konseling adalah hubungan timbal balik
antara dua individu, yaitu konselor yang dipimpin Roh Kudus berusaha untuk menolong
atau membimbing dalam mengaplikasikan kebenaran sabda Tuhan atas persoalan-
persoalan hidup, dan konseli yang membutuhkan penerapan untuk mengatasi
persoalan yang dihadapi. Pastoral konseling adalah tindakan yang dilakukan oleh
gembala atau konselor  dengan pimpinan Roh Kudus dalam membimbing dan menolong
jemaat atau klien yang membutuhkan pertolongan untuk keluar dari permasalahan
yang terjadi di dalam kehidupan.  Konselor, Alkitab dan konseli adalah unsur pastoral
konseling. Gereja adalah persekutuan orang-orang percaya kepada Kristus baik yang di
satu tempat maupun keseluruhan persekutuan Kristen. Gereja sebagai sarana
kesaksian. Tugas pelayanan gereja meliputi: koinonia, marturia dan diakonia, serta
ditambah dengan pelayanan konseling. Gereja yang sehat dan ingin bertumbuh wajib
8
Ralph M. Riggs. Gembala Sidang yang Berhasil (Malang: Gandum Mas, 1984), 35-40.
melakukan pelayanan tersebut. Dengan demikian , dengan demikian gereja selalu
mengembangkan pelayanan berdasarkan keempat tersebut, yang kemudian dijabarkan
menjadi berbagai pelayanan yang penuh dengan inovasi-inovasi. Selanjutnya gereja itu
menjadi bertumbuh, baik aspek kualitatif maupun kuantitatif. Penggembalaan adalah
wujud dari pemeliharaan iman, iman yang menjadi sasaran utama  untuk dipelihara
sehingga iman itu menjadi hidup. Iman itu berfokus kepada Yesus Kristus. Dengan
demikian, manusia yang menerima Yesus sebagai Juruselamatnya adalah manusia yang
beriman dalam Yesus. Penggembalaan koinonia adalah untuk memperbaiki hubungan
yang terganggu atau rusak supaya anggota jemaat yang bersangkutan mendapat
kembali tempatnya dalam persekutuan. Dengan demikian, ia berfungsi lagi sebagai
anggota tubuh Kristus. Penggembalaan marturia ditunjukkan pada kemampuan jemaat
sebagai pemberitaan Injil yang mengacu kepada imamat am orang percaya (1 Ptr. 2)
karena pada hakikatnya semua orang percaya Adalah pelayan-pelayan yang ditugaskan
Kristus. Penggembalaan diakonia di mana gereja di harapkan menjadi sebagai rumah
rohani bagi anggota-anggotanya dan sebagai “aktivitas para anggota” untuk melayani
Tuhan. Tujuan konseling pastoral di hadirkan dalam gereja adalah untuk mencari yang
bergumul, menolong yang membutuhkan uluran tangan, mendampingi dan
membimbing, untuk menemukan solusi, memulihkan kondisi yang rapuh,
menyelesaikan dosa melalui Kristus, untuk pertumbuhan iman dan gereja, terlibat
persekutuan jemaat, dan agar jemaat mampu menghadapi persoalan selanjutkan yang
akan terjadi di masa yang akan datang.

REFERENSI
Panuntun, Daniel Fajar, “Misi Apologetika Kristen Online Di Era Disrupsi, “Apostolos 2,
no. 1 (2019)

Guntoro Nursadewo, “Tantangan Gereja”; http://mazdewo.blogspot.com/ (Diakes 17


November 2020)

Beek, Aart Van, Pendampingan Pastoral. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.

Gintings, E.P. Konseling Pastoral: Penggembalaan Kontekstual. Bandung: Bina Media


Informasi, 2009.

Halim, Makmur. Gereja di Tengah-Tengah Perubahan Dunia. Malang: Gandum Mas, 2000.

Soekahar, H. Potret Pendeta di Tengah Masyarakat Pluralis Modern. Malang: Gandum


Mas,1999.

Noyce, Gaylord. Tanggung Jawab Etis Pelayan Jemaat. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.

Riggs, Ralph M. Gembala Sidang yang Berhasil. Malang: Gandum Mas,1984.

Anda mungkin juga menyukai