Bertumbuh
Jelitha Saputri
Institut Agama Kristen Negeri Toraja
saputrijelitha@gmail.com
1
Daniel Fajar Panuntun, “Misi Apologetika Kristen Online Di Era Disrupsi, “Apostolos 2, no 1 (2019)
(melayani), dan marturia (kesaksian). Maka tugas panggilan gereja ke-4 adalah
konseling! Konseling adalah esensi tugas panggilan penggembalaan gereja pada
masa kini, terutama dikaitkan dengan konteks Indonesia yang sikonnya seperti
ini.2
Ada yang menganalisis bahwa “jemaat tidak berkomitmen untuk tetap beribadah
pada gereja di mana ia menjadi anggota” karena gereja bersangkutan belum mampu
menjawab kebutuhan mereka. Selanjutnya untuk menghadapi persoalan jemaat
tersebut, dapat diselesaikan oleh “penerapan etika pelayanan pastoral” yang harus
dikerjakan oleh seorang Pendeta (Gembala, Konselor) sebagai tanggung jawab moral
kepada Tuhan.
Pastoral konseling harus dapat mendorong gereja untuk selalu sehat dan
bertumbuh. Penggembalaan berlangsung dengan menetapkan Alkitab sebagai akar dari
pedoman yang akan diterapkan dan konseling sebagai cara-cara yang akan
dipergunakan untuk keluar dari permasalahan agar gereja dapat bertumbuh.
Gereja
Kata “Gereja” dalam berbagai bahasa, sebagai berikut: “kerk” (Dutch;Belanda),
“Church” (Inggris), “eglise” (Perancis), “krische” (Jerman). “Gereja” berasal dari kata
Yunani “(milik Tuhan), dari akar kata kurios,” TUHAN. Dalam Korintus 12:27 ditulis :
“Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya”. KJV
menyebut tubuh Kristus adalah “the body of Christ”. Dalam konteks inilah orang-orang
dipanggil keluar dan dipersatukan menjadi anggota “Tubuh Kristus” (Ef. 2:13,19); 4:15-
16). Pemahaman ini menunjuk bahwa gereja juga adalah jemaat. Jemaat menunjukkan
makna adalah: (1) persekutuan orang-orang percaya kepada Kristus baik yang di satu
tempat maupun keseluruhan persekutuan Kristen. Perjanjian Lama menggunakan
bahasa Ibrani “qahal”, yang disalin menjadi ekklesia, artinya orang-orang Kudus. Qahal
dipakai dalam kaitannya dengan suatu perkumpulan atau pertemuan tertentu di suatu
tempat sebagai suatu kumpulan jasmaniah dan tidak pernah digunakan untuk
menyampaikan bahasan mengenai gabungan mistik para orang kudus sebagai
kumpulan rohani dari orang-orang yang terpisah secara geografis. Dalam PB,
menggunakan “ekklesia” berarti jemaat perkumpulan orang-orang kudus, atau orang-
orang Kristen. Kata “ekklesia berarti perkumpulan orang-orang yang dipanggil dan
dipilih Tuhan. Pada zaman Paulus banyak jemaat yang dipimpin oleh para penatua dan
diaken, sedang kadang-kadang terdapat juga seorang penilik jemaat. Dengan demikian,
jemaat adalah suatu perkumpulan terdiri dari orang-orang beriman yang berbakti
kepada Tuhan (Kis. 7:38; Mat. 16:18). (2) “Tubuh Kristus” yang didiami Roh Kudus
adalah kumpulan orang-orang Kristen di suatu tempat, kota atau negeri.
Makmur Halim mengatakan persoalan gereja di tengah-tengah perubahan dunia
sebagai berikut: (1) gereja dengan konteksnya. (2) gereja dengan dirinya, mencakup
ekklesiologi, panggilannya, perkembangan teknologi, pertumbuhan gereja,
kemandiriannya, liturginya, kemitraan, hamba-hamba Tuhan, kepemimpinan, Kristen
KTP, misi dan cerminnya. (3) gereja dengan pengetahuan. (4) gereja dengan
masyarakat. (5) gereja dengan sosial politik. (7) gereja dengan peperangan rohani. (8)
gereja pada hari-hari terakhir. 5 Dari tugas-tugas tersebut gereja tidak bisa dilepaskan
dengan sifat-sifatnya karena sifat-sifat tersebut menjadi dasar bagi tugas yang diemban
5
Makmur Halim, Gereja di Tengah-Tengah Perubahan Dunia (Malang: Gandum Mas, 2000)
gereja. Sifat-sifat gereja mencakup: Suffer/ Penderitaan sebagai dasar gereja, Gereja
sebagai Tubuh Kristus, dan Gereja sebagai sarana kesaksian.
Suffer Sebagai Dasar Gereja dibuktikan dengan beberapa indikator, yaitu: Yesus
menderita sebagai teladan hidup (Mrk. 8:31; 9:31; 10:33-34). Menunjuk pada
pelayanan Yesus. Ini cukup eksklusif pada kematian-Nya. Juga menunjukkan kepada
penderitaan sebagai manusia saat Dia dicobai. Penderitaan-Nya ini bukan sebuah
peristiwa saja, tetapi keilahian-Nya berperan untuk menunjuk keselamatan manusia.
Penderitaan yang dialami oleh Yesus merupakan teladan hidup yang mesti dijadikan
contoh oleh orang-orang Kristen serta kematian Yesus adalah ciri khas orang Kristen.
Gereja sebagai Tubuh Kristus, dalam gereja yang tidak terlihat, orang percaya
menempatkan dirinya sebagai “body of Christ”, dan Yesus adalah kepala-Nya. “Tubuh
Kristus merupakan” arena persekutuan orang-orang percaya. Tubuh Kristus adalah
jemaat Allah yang hidup menyebar di seluruh dunia dengan struktur Kristus sebagai
“Kepala Tubuh” dan “Tubuh” adalah Jemaat (Kol. 1:18a). Hal ini disebabkan karena:
“Kristus memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di
bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan perdamaian oleh
darah Kristus. Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan memusuhI-Nya
dalam hari dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmua yang jahat,
sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-
Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di
hadapan-Nya” (Kol 1:20-22).
Sebagai “Tubuh Kristus”, orang-orang Kristen memang mempunyai nilai
penderitaan yang berbeda dibandingkan dengan orang yang belum percaya.
Penderitaan (patemasi, suffering) adalah suatu percobaan (purosi trials) bagi
kehidupan orang Kristen. Penderitaan merupakan suatu kehormatan bagi setiap orang
yang menggenapkan penderitaan Yesus. Gereja Sebagai Sarana Kesaksian, gereja perlu
bersikap melihat kenyataan penganiayaan dan pembakaran gereja yang ada di mana-
mana di belahan bumi. Sikap gereja bukanlah melawan pemerintah, tetapi gereja
sendiri perlu kembali melihat fungsinya sebagai Amanat Agung Allah. Gereja menjadi
garam dan terang dunia dan melaksanakan pemberitaan Injil dan hidup bersama
dengan agama lain di tengah kerumitan krisis ekonomi serta gejolak politik yang tidak
stabil.
Tri tugas gereja, meliputi: (1) Koinonia (persekutuan), koinonia berasal dari
bahasa Yunani ”Koinon”, yaitu: koinonein artinya bersekutu. Koinons artinya “teman
sekutu”. Koinonia artinya “persekutuan”. Koinonia mempunyai dasar dan tujuan yang
berasal dari Yesus Kristus. Dasar dan tujuan ini tidak dapat diganti dengan dasar yang
tujuan lain. Jikalau persekutuan ini menggantikan dasar yang sudah diletakkan oleh dan
dalam Yesus Kristus, maka persekutuan kehilangan hakikatnya. Koinonia adalah
persekutuan jemaat di dalam Kristus, walaupun banyak anggota tetapi sekadar
bersekutu, tetapi juga menggambarkan Injil Kerajaan Allah melalui perkataan dan
kesaksian (marturia) maupun perbuatan atau pelayanan (diakonia di mana saja orang
percaya berada. (2) Marturia (kesaksian), kata Marturia dalam artinya kesaksian,
sedangkan “marturein” adalah bersaksi. Marturein dan PB memberi arti antara lain:
memberi kesaksian tentang fakta atau kebenaran (Luk. 24:48; Mat. 23:31). Memberi
kesaksian baik tentang seseorang (Luk. 4:22; Ibr. 2:4), membawakan khotbah untuk
pekabaran Injil (Kis 23:11). Jemaat yang hidup sekarang ini memang bukanlah saksi
mata dari karya penyelamatan Yesus Kristus, tetapi jemaat bersaksi tentang keyakinan
mengenai “Yesus Kristus”. Kesaksian itu mengekspresikan kehidupan seseorang yang
diwarnai dengan keyakinan akan pemeliharaan Allah dalam hidupnya. Kesaksian itu
dapat dilakukan berbagai cara, misalnya: keteladanan hidupnya berbuat baik , mengajar
atau berkhotbah. Di sini bahwa Allah mengutus anak-Nya Yesus Kristus. Kristus pun
mengutus murid-murid-Nya ke dalam dunia supaya keselamatan diproklamirkan. Tugas
ini diberikan Allah kepada setiap orang yang percaya dengan karunia masing-masing
agar dapat diwujudkan dalam perkataan dan perbuatan. (3) diakonia, kata “diakonia”
berarti pelayanan, dengan kata kerja “diakonein” yang artinya melayani. Kata benda
“diakonos” artinya pelayan. Diakonein (melayani) dalam PB) menunjukkan pada
pandangan Yesus terhadap pelayanan yang berasal dari titah di dalam PL tentang kasih
terhadap sesama manusia. Bila seseorang menjalankan pekerjaan diakonia maka
dirinya telah memposisikan sebagai berikut: (a) diakonein sebagai cara hidup jemaat
Kristus. Dengan memahami batasan di atas menjadi jelas maksud dari melayani dalam
jemaat. Maksudnya ialah, mereka yang mendapat karunia itu dimanfaatkan dan
digunakan untuk melayani kembali. (b) diakonein sebagai mengumpulkan
persembahan atau kolekte, pelayanan kasih ini adalah teladan sebagaimana orang
Kristen saling memperhatikan dan saling membantu berdasarkan kasih Kristus. Cara
berdiakonia dalam pelayanan antara lain: diakonia sebagai pertolongan secangkir air
atas nama Yesus, diakonia sebagai pembangunan. Diakonia bukanlah jalan untuk
mencapai sukses, melainkan pelayanan yang berjalan, berbicara, dan berbuat bersama-
sama dengan mereka yang hina. Tiga panggilan ini saling berhubungan dan tidak dapat
dipisahkan, koinonia sebagai persekutuan yang hidup harus menjalankan peran
marturia dan diakonianya.
6
H. Soekahar, Potret Pendeta di Tengah Masyarakat Pluralis Modern (Malang: Gandum Mas,1999)
mau membalas kasihnya itu. (c) gembala yang baik menyerahkan nyawanya karena
segala dombanya. Gembala yang baik siap menderita demi domba-dombanya. (d)
gembala yang benar harus berani dan tekun. Ia tidak melarikan diri apabila serigala
datang. (e) gembala yang baik mempunyai gairah untuk menginjili. Sesungguhnya pun
telah 99 telah selamat, gembala yang baik itu tidak mau berhenti mencari selama yang
satu tidak ditemukan. Gembala yang baik tidak mementingkan diri sendiri, setia dan
mempunyai semangat untuk menginjili. Berkaitan dengan sifat-sifat gembala tersebut,
G. Riemer mengatakan bahwa sifat gembala (penatua) sebagai berikut: setia, rendah
hati, tidak sombong, kasih sayang, berani, tidak takut, berkhidmat, terpelajar, takluk
kepada firman,panjang sabar, tidak marah, rajin (giat, rela) tegas (mantap, tepat), dan
bergembira.
Tan Giok Lie mengatakan bahwa tugas gembala adalah: merawat, menyingkirkan
penghambat pertumbuhan, melindungi dan menjaga, menyembuhkan yang sakit dan
membalut luka, mendisiplin yang tersesat, dan mencari yang sesat dan mencari yang
hilang. Pekerjaan pastoral tersebut “pendampingan pastoral”. Pendampingan pastoral
adalah gabungan dua kata yang mempunyai makna pelayanan, yaitu pendampingan dan
kata pastoral. Istilah pendampingan berasal dari kata kerja mendampingi , yaitu suatu
kegiatan menolong yang karena suatu sebab butuh didampingi. Pekerjaan gembala di
tengah-tengah jemaat mencakupi; mengurus jiwa orang lain, mempunyai sikap
kebapaan, kesanggupan mengasihi, pengetahuan tetantang kejiwaan orang lain. David
Fisher menambahkan pekerjaan gembala adalah menguji diri sendiri, yang mencakup
uji realitas, dan uji integritas jabatan sebagai gembala sidang. Sedangkan Gaylord Noyce
mengatakan pekerjaan gembala mengatur kehidupan pribadinya sebagai berikut;
kebebasan diri sendir, keserasian apa yang diucapkan dengan apa yang dilakukan,
dapat membagi waktu untuk pelayanan dan waktu untuk keluarga, mengalami
pertumbuhan profesi serta selalu berdoa. 7 Ralph M. Riggs mengatakan bahwa
kehidupan pribadi seorang gembala adalah: mempunyai kehidupan rohani yang
bertumbuh dan konsekuen sesuai dengan kerohaniannya, tidak boleh melupakan tugas
sebagai seorang ayah tetapi mengutamakan pekerjaannya sebagai seorang gembala,
seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya serta
membaca Alkitab secara teratur. Tujuan pastoral pendampingan adalah “Aku datang,
supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam kelimpahan” (Yoh.
7
Gaylord Noyce. Tanggung Jawab Etis Pelayan Jemaat (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999) 169-182.
10:10). Teks tersebut menekankan sebagai berikut: hidup yang berlimpah-limpah,
manusia seutuhnya, manusia menurut aneka kebutuhanya, manusia menurut aneka
aspeknya dan manusia aneka hidup rohani. 8 Lebih tajamnya lagi tujuan pendampingan
pastoral, yaitu: (a) pekerjaan pastoral adalah pekerjaan yang mengembangkan
persekutuan menurut Injil, (b) pekerjaan pastoral adalah usaha menerjemahkan dan
mewujudkan Injil dan susunan-susunan yang sesuai dengan zaman dan daerah-daerah
tertentu, (c) pekerjaan pastoral adalah suatu proses untuk mempersatukan hirarki dan
pimpinan gereja dengan keaktifan dan inisiatif dari umat Kristen dengan
mengembangkan partisipasi daya, mental, sosial, dan budaya umat dalam karya Kristus,
untuk mengintegrasikan komunitas Kristus dengan arus kehidupan umat manusia
sehingga umat Kristen mampu menyumbangkan sepenuhnya segala kekuatannya demi
kemajuan umat manusia dalam perjalanan ke Tuhan.
4. Kesimpulan
Seiring perkembangan zaman, hidup manusia semakin kompleks dan tantangan
semakin beragam, salah satunya dalam konteks pelayanan pastoral konseling dalam
gereja meresakan hall tersebut. Oleh karena itu, pastoral gereja harus lebih kritis dalam
menanggapi perubahan yang terjadi di dalam masyarakat agar pastoral gereja tetap
unggul dan relevan dalam usahanya melayani umat. Pastoral adalah tindakan
penggembalaan yang menekankan pada pelayanan yang berkata-kata tentang Allah dan
manusia yang mengalami masalah. Objek pelayanannya adalah menyelamatkan
manusia yang sudah menjadi anggota Allah. Konseling adalah hubungan timbal balik
antara dua individu, yaitu konselor yang dipimpin Roh Kudus berusaha untuk menolong
atau membimbing dalam mengaplikasikan kebenaran sabda Tuhan atas persoalan-
persoalan hidup, dan konseli yang membutuhkan penerapan untuk mengatasi
persoalan yang dihadapi. Pastoral konseling adalah tindakan yang dilakukan oleh
gembala atau konselor dengan pimpinan Roh Kudus dalam membimbing dan menolong
jemaat atau klien yang membutuhkan pertolongan untuk keluar dari permasalahan
yang terjadi di dalam kehidupan. Konselor, Alkitab dan konseli adalah unsur pastoral
konseling. Gereja adalah persekutuan orang-orang percaya kepada Kristus baik yang di
satu tempat maupun keseluruhan persekutuan Kristen. Gereja sebagai sarana
kesaksian. Tugas pelayanan gereja meliputi: koinonia, marturia dan diakonia, serta
ditambah dengan pelayanan konseling. Gereja yang sehat dan ingin bertumbuh wajib
8
Ralph M. Riggs. Gembala Sidang yang Berhasil (Malang: Gandum Mas, 1984), 35-40.
melakukan pelayanan tersebut. Dengan demikian , dengan demikian gereja selalu
mengembangkan pelayanan berdasarkan keempat tersebut, yang kemudian dijabarkan
menjadi berbagai pelayanan yang penuh dengan inovasi-inovasi. Selanjutnya gereja itu
menjadi bertumbuh, baik aspek kualitatif maupun kuantitatif. Penggembalaan adalah
wujud dari pemeliharaan iman, iman yang menjadi sasaran utama untuk dipelihara
sehingga iman itu menjadi hidup. Iman itu berfokus kepada Yesus Kristus. Dengan
demikian, manusia yang menerima Yesus sebagai Juruselamatnya adalah manusia yang
beriman dalam Yesus. Penggembalaan koinonia adalah untuk memperbaiki hubungan
yang terganggu atau rusak supaya anggota jemaat yang bersangkutan mendapat
kembali tempatnya dalam persekutuan. Dengan demikian, ia berfungsi lagi sebagai
anggota tubuh Kristus. Penggembalaan marturia ditunjukkan pada kemampuan jemaat
sebagai pemberitaan Injil yang mengacu kepada imamat am orang percaya (1 Ptr. 2)
karena pada hakikatnya semua orang percaya Adalah pelayan-pelayan yang ditugaskan
Kristus. Penggembalaan diakonia di mana gereja di harapkan menjadi sebagai rumah
rohani bagi anggota-anggotanya dan sebagai “aktivitas para anggota” untuk melayani
Tuhan. Tujuan konseling pastoral di hadirkan dalam gereja adalah untuk mencari yang
bergumul, menolong yang membutuhkan uluran tangan, mendampingi dan
membimbing, untuk menemukan solusi, memulihkan kondisi yang rapuh,
menyelesaikan dosa melalui Kristus, untuk pertumbuhan iman dan gereja, terlibat
persekutuan jemaat, dan agar jemaat mampu menghadapi persoalan selanjutkan yang
akan terjadi di masa yang akan datang.
REFERENSI
Panuntun, Daniel Fajar, “Misi Apologetika Kristen Online Di Era Disrupsi, “Apostolos 2,
no. 1 (2019)
Beek, Aart Van, Pendampingan Pastoral. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.
Halim, Makmur. Gereja di Tengah-Tengah Perubahan Dunia. Malang: Gandum Mas, 2000.
Noyce, Gaylord. Tanggung Jawab Etis Pelayan Jemaat. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.