Abstracts
Pendahuluan
Salah satu bentuk pemerintahan gereja lokal adalah kepenatuaan jamak. Tanggung
jawab kepemimpinan tidak terletak pada satu orang penatua, tetapi kepada beberapa orang
penatua sekaligus. Kepemimpinannya bersifat kolektif. Pada prakteknya ada seorang penatua
yang lebih senior atau dianggap memiliki kharisma kepemimpinan menonjol menjadi
pemimpin di antara para penatua.
Model kepemimpinan kepenatuaan jamak mendapat banyak kritik. Meskipun ada
banyak serangan terhadap kepemimpinan pastoral yang terbagi, tetapi semakin banyak pula
jumlah guru Kristen yang telah mengakui kesaksian Alkitab secara penuh mengenai
kepemimpinan pastoral bersama-sama. Ada kesadaran juga diantara orang-orang tersebut
mengenai betapa kurangnya dukungan dalam kitab-kitab suci untuk sistem penggembalaan
yang dilakukan satu orang saja1.
Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) Jemaat Bandung Pusat adalah gereja lokal di
kota Bandung bagian dari Sinode Gereja Kristen Kemah Daud. Seperti yang tercantum dalam
Anggaran Dasar & Anggaran Rumah Tangga, GKKD menganut kepemimpinan kepenatuaan
Jamak.
Dalam praktiknya, pemerintahan gereja lokal dengan sistem kepenatuaan jamak
mengalami kendala-kendala yang dapat menghambat perjalanan gereja. Salah satu kendala
adalah proses pengambilan keputusan yang lambat. Keputusan-keputusan yang sederhana
membutuhkan waktu yang lama, apalagi kalau sudah menyangkut keputusan mengenai doktrin
gereja. Jurnal ini akan berupaya mencari metoda untuk mengatasi kendala tersebut.
1
Alexander Strauch, Manakah Yang Alkitabiah Kepenatuaan Atau Kependetaan (jogyakarta: Andi offset
Jogyakarta, 2016).
1
Metode Penelitian
Kepemimpinan gereja model Kepenatuaan Jamak adalah ciri dari pemerintahan gereja
berbentuk Presbiterian. Seperti diketahui ada tiga bentuk pemerintahan gereja yang dikenal,
yaitu :
2
Komite Kebijakan Nasional Governance, Pedoman Umum GCG (Indonesia, 2006), www.governance-
indonesia.or.id.
2
Bentuk Pengikut Otoritas Dasar
Masing-masing model pemerintahan gereja di dukung dengan ayat-ayat alkitab. Oleh karena
itu, tidak model tersebut tidak berarti ada model yang salah dan ada model yang benar.
Dalam PB terdapat jabatan gereja yang berbedabeda antara lain rasul (apostolos),
penilik (episkopos), penatua (presbuteros), diaken (diakonos), dan guru (didaskolos).
Keberagaman jabatan dilandaskan pada situasi jemaat mula-mula. Jabatan dalam jemaat
cenderung diambil dan disesuaikan dengan komunitas tempat jemaat itu berada. Sebagai
contoh Eposkopoi berkembang pada jemaat-jemaat Yunani sementara presbuteroi berkembang
pada jemaat-jemaat Yahudi. Kekristenan mula-mula tidak bermaksud membentuk sebuah
struktur dalam gereja. Jabatan-jabatan yang ada lebih dimaknai sebagai pengakuan, pendorong,
dan sarana bagi keterlibatan anggota gereja untuk dapat menggunakan kepelbagaian karunia
yang mereka miliki tanpa menimbulkan kekacauan atau kesombongan (Bertlett,1993). Dengan
kata lain, jabatan gereja dalam Alkitab sebenarnya disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks
jemaat. Jabatan gerejawi tidak datang langsung dari "atas" tetapi melalui pergumulan
kebutuhan jemaat dengan konteks di mana jemaat terbentuk. Jadi, perbedaan model
pemerintahn gereja pada masa gereja mula-mula didasarkan pada kebutuhan dan konteks
jemaat saat itu 3.
Nama presbiterian berasal dari kata Yunani prebuteros, yang berarti "penatua", dan
mengandung pengertian adanya wibawa, kedewasaan, dan usia dari pemimpin-pemimpin
gereja. Presbiterian (kadang-kadang disebut federal) menunjuk pada pemerintahan gereja yang
dikelola oleh penatua-penatua sebagaimana dalam gereja Presbiterian dan Reform 4.
Istilah tua-tua atau penatua itu bermakna ganda. Tua-tua dalam arti kata yang
sesungguhnya sesuai usia, dan tua-tua atau penatua dalam arti jabatan dalam pemerintahan
gereja. Memang pada mulanya dari tua-tua sesuai usialah yang diangkat menjadi penatua.
Karena dari kalangan orang-orang tualah yang dianggap memiliki pengalaman dan
pengetahuan yang cukup untuk memerintah dan memimpin gereja.
3
“Isu-Isu Kontemporer Dalam Jabatan Gerejawi | Handayani | KURIOS (Jurnal Teologi Dan Pendidikan
Agama Kristen),” accessed April 1, 2021, https://sttpb.ac.id/e-journal/index.php/kurios/article/view/28/29.
4
Santono Sinaga, Eklesiologi (Jakarta: STTII Jakarta, 2021).
3
Menurut Bolkestein, “Penatua-penatua itu baru timbul dalam periode yang kedua,
ketika Petrus dan Jakub menyerahkan pimpinan kepada gereja.” Menurut Rullmann, para
penatua itu telah ada sejak Paulus dan Barnabas bersama-sama memberitakan Injil, mereka
menetapkan para penatua/ketua di setiap sidang jemaat. Dan ketua-ketua itu disebut juga
episkopos.
Mengenai pekerjaan para penatua, Rullmann mengatakan bahwa pekerjaan para
penatua yang utama ialah menggembalakan sidang. Tugas-tugas pengajaran dan pendidikan
diserahkan kepada rasul-rasul, nabi-nabi dan guru-guru. Rullmann mengatakan bahwa pada
waktu itu, pendidikan dan pengajaran masih didasarkan pada kharisma yang dimiliki oleh para
rasul, nabi dan para guru. Namun beberapa lama kemudian tugas pengajaran dan pendidikan
itu telah menjadi tugas para presbiter sebagai gembala-gembala sidang. Hal itu kemudan jelas
terlihat dalam 1 Tim. 3:2, yang mewajibkan seorang penilik jemaat untuk “cakap mengajar
orang.” Oleh karena itu dibedakanlah dua jenis penatua, yakni penatua yang melakukan tugas
penatua yang biasa, yakni memerintah dan memimpin gereja; dan penatua yang memberitakan
firman dan mengajar (pendeta). Jadi jabatan pendeta sekarang ini sebenarnya berasal dari
penatua 5.
Argumen-argumen guru-guru Alkitab tentang kepenatuaan jamak/plural atau
kepemimpinan pastoral bersama, seperti yang dikutip oleh Alexander Strauch dalam buku
Kepenatuaan atau kependetaan6 sebagai berikut :
5
“JABATAN GEREJAWI MENURUT CALVIN DAN IMPLIKASINYA BAGI ORGANISASI DAN TATA
GEREJA DI MASA KINI Pdt. DR. Jan H. Rapar, Ph.D. - PDF Free Download,” accessed April 4, 2021,
http://docplayer.info/47792698-Jabatan-gerejawi-menurut-calvin-dan-implikasinya-bagi-organisasi-dan-tata-
gereja-di-masa-kini-pdt-dr-jan-h-rapar-ph-d.html.
6
Strauch, Manakah Yang Alkitabiah Kepenatuaan Atau Kependetaan.
4
Kepemimpinan yang majemuk (terdiri dari beberapa orang) dalam gereja merupakan
suatu prinsip Perjanjian Baru. Pelayanan yang dilakukan "satu orang" sebenarnya
merupakan sebuah rencana ter hadap garis baru yang sangat penting tersebut. Berkali-
kali Alkitab memberikan pengamanan pada "pelayanan bersama". Tidak ada satu
gereja lokal pun dalam Perjanjian Baru yang diperintah dan diatur oleh satu orang.
Sistem kepenatuaan yang jamak tampil sebagai norma yang digunakan.
5
Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) Jemaat Bandung Pusat secara resmi menjadi
bagian Sinode Gereja Kristen Kemah Daud pada tahun 1987. Sebelum menjadi organisasi
gereja, GKKD jemaat Bandung Pusat adalah organisasi pelayanan Kristen yang berbentuk
Yayasan, dengan nama Yayasan Pekabaran Injil Bandung (YPIB).
YPIB dimotori oleh beberapa mahasiswa yang sebagian besar berlatar belakang
pelayanan Para Navigator. Kegiatan utama pada waktu itu adalah penginjilan , pemuridan dan
membuka persekutuan-persekutuan doa. Persekutuan doa dibuka di berbagai wilayah, dan
dinamakan persekutuan doa sektor. Selain itu dibuka pula persekutuan doa di sekolah-sekolah
dan kampus-kampus.
Pada periode antara tahun 1980-1990, anak-anak muda yang terdiri dari mahasiswa dan
pelajar menggo cang Kota Bandung dengan kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani,
penginjilan, pemuridan dan persekutuan doa. Lawatan Allah begitu luar biasa. Banyak anak-
anak muda yang menyerahkan diri kepada Tuhan dan melayani dengan berapi-api. Penginjilan
yang semula di sekitar Bandung, meluas ke Jawa Barat dan daerah-daerah lain di Indonesia.
Selain itu, Mahasiswa yang lulus kemudian pergi ke berbagai kota di Indonesia, bekerja di
market place dan merintis berdirinya GKKD. Sampai sekarang GKKD sudah ada 143 jemaat
lokal di 28 Provinsi.
GKKD Jemaat Bandung Pusat sesuai Aggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
menganut model pemerintahan gereja kepenatuaan jamak. Kepemimpinan Jemaat Lokal terdiri
dari Penatua, Pendeta, Pendeta muda, Penginjil dan Diaken. Kepemimpinan tertinggi dalam
Jemaat Lokal adalah para Penatua. Masing-masing Penatua saling menundukkan diri satu sama
lain. Para Penatua setempat mempunyai wewenang yang berbeda menurut karunia rohani,
kedewasaan rohani, dan kapasitasnya.
Permasalahan yang utama dari kepemimpinan jamak adalah sulitnya proses
pengambilan keputusan. Masing-masing pemimpin memiliki pola pikir yang berbeda sesuai
dengan latar belakang Pendidikan, kompetensi, pengalaman hidup dan orientasi hidupnya.
Dalam dunia sekuler, khususnya dalam perseroan sulitnya pengambilan keputusan disadari dan
menjadi perhatian regulator. Komite Nasional Kebijakan Governance membuat Pedoman
Good Corporate Governance Indonesia sebagai aturan yang salah satunya adalah untuk
memberi guiandance Direksi dalam menjalankan kepemimpinan kolegial yang setara.
Beberapa aturan dalam Pedoman tersebut adalah sebagai berikut 7:
Prinsip Dasar
Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggung jawab secara kolegial
dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota Direksi dapat melaksanakan
tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya.
Namun, pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota Direksi tetap merupakan
tanggung jawab bersama. Kedudukan masing-masing anggota Direksi termasuk
direktur utama adalah setara. Tugas direktur utama sebagai primus inter pares adalah
mengkoordinasikan kegiatan Direksi. Agar pelaksanaan tugas Direksi dapat berjalan
secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut :
7
Komite Kebijakan Nasional Governance, Pedoman Umum GCG.
6
1. Komposisi direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan
pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak
independen.
2. Direksi harus professional, yaitu berintegritas dan memiliki pengalaman serta
kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya.
3. Direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan agar dapat
menghasilkan keuntungan dan memastikan kesinambungan usaha perusahaan.
4. Direksi mempertanggungjawabkan kepengurusannya dalam RUPS sesuai dengan
peraturan perundang-undagan yang berlaku.
.
Fungsi Direksi
Fungsi pengelolaan perusahaan oleh Direksi mencakup lima tugas utama yaitu
kepengurusan, manajemen risiko, pengendalian internal, komunikasi dan tanggung
jawab sosial.
1. Kepengurusan. Direksi harus Menyusun visi, misi dan nilai-nilai serta program
jangka panjang dan jangka pendek perusahaan untuk dibicarakan dan disetujui oleh
Dewan Komisaris atau RUPS sesuai dengan ketentuan anggaran dasar;
2. Direksi harus dapat mengendalikan sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan
secara efektif dan efisien;
3. Direksi harus memperhatikan kepentingan yang wajar dari pemangku kepentingan
4. Direksi dapat memberikan kuasa kepada komite yang dibentuk untuk mendukung
pelaksanaan tugas tertentu, namun tanggung jawab tetap pada Direksi;
5. Direksi harus memiliki tata tertib dan pedoman kerja (charter) sehingga
pelaksanaan tugasnya dapat terarah dan efektif serta dapat digunakan
sebagai salah satu alat penilaian kerja.
Dari buku Pedoman Good Corporate Governance Indonesia dapat ditarik kesimpulan
bahwa kepepimpinan yang majemuk/kolegial setara dapat menjalankan fungsinya dengan baik,
khususnya dalam proses pengambilan keputusan adalah 1) dengan menetapkan komposisi
direksi yang memungkinkan pengambilan keputusan secara tepat, cepat dan efisien. 2) Direksi
harus memiliki tata tertib dan pedoman kerja sehingga pelaksanaan tugasuya dapat terarah dan
efektif.
Dunia sekuler telah lama menerapkan kepemimpinan jamak. Perusahaan-perusahan
besar memiliki Direksi yang jumlahnya beragam sesuai kompleksitasnya. Kepemimpinan
jamak tersebut dapat berjalan dengan baik karena diatur oleh pedoman yang terinci dan
tentunya sudah melalui kajian ilmiah yang memadai. Gereja yang menerapkan kepenatuaan
jamak tidak perlu malu untuk mengambil pelajaran dari keberhasilan perusahaan-perusahan
menjalankan kepemimpinan jamak secara efektif dan efisien.
GKKD Jemaat Bandung Pusat memiliki tiga orang Penatua. Komposisi penatua yang
berjumlah ganjil akan memudahkan pengambilan keputusan apabila harus dilakukan secara
voting. Dari hasil observasi, masalah utama dalam jemaat lokal ini adalah proses pengambilan
keputusan. Penyebab utama sulitnya pengambilan keputusan adalah GKKD jemaat Bandung
Pusat bukanlah masalah penundukan diri satu sama lain. Para penatua adalah orang-orang yang
memiliki kedewasaan rohani yang teruji. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kehidupan
7
rohani tidak diragukan lagi, terbukti dari buah-buah rohani yang nyata. Jadi, bukanlah masalah
kerohanian. Lalu apa penyebab proses pengambilan keputusan menjadi masalah besar ? GKKD
Jemaat Bandung Pusat belum memiliki pola manajemen kepemimpinan majemuk setara. Saat
ini hanya tersedia aturan hak dan kewajiban penatua.
Untuk memperbaiki proses kepemimpinan majemuk GKKD Jemaat Bandung Pusat,
khususya dalam proses pengambilan keputusan, sangat diperlukan pedoman dan tata tertib
Kepenatuaan seperti pedoman dan tata tertib Direksi. Pedoman ini dapat dinamakan Elder’s
Charter atau Pedoman dan tata-tertib Penatua.
Pedoman Tata Tertib Kerja Direksi merupakan acuan bagi direksi dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya mengelola perusahaan sesuai dengan prinsip-prinsip Tata Kelola
Perusahaan serta ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, Pedoman dan
Tata tertib Penatua merupakan acuan bagi para Penatua dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya mengelola gereja lokal sesuai dengan prinsip-prinsip Tata Kelola Gereja
dan prinsip-prinsip Alkitab.
Isi dari Pedoman dan Tata tertib Penatua minimal mengatur :
1. Ketentuan Umum
Berisi definisi dari organ Kepenatuaan
2. Organisasi, pembidangan kepengurusan, kewenangan bertindak, dan kebijakan umum
Didalamnya diatur kewenangan Penatua berdasarkan karunia rohaninya dan sejauh
mana Penatuan dapat bertindak. Serta kebijakan-kebijakan umum lainnya terkait
penyusunan rencana kerja gereja.
3. Rapat Penatua
Mengatur jenis rapat, periode rapat, keputusan rapat, kuorum, risalah rapat,
4. Etika dan Waktu Kerja Penatua
5. Evaluasi Kinerja Penatua
Menurut Stan Reff, seorang konsultan kepemimpinan yang banyak terlibat dalam
pelayanan selama 35 tahun, memberikan pandangannya tentang tata Kelola kepemimpinan
dalam gereja 8 :
Sekarang setelah Anda mengetahui dan memahami kerangka kerja tata kelola teknis
untuk gereja Anda, Anda akan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang peran dan
tanggung jawab setiap anggota dewan.
Sebagai anggota dewan, Anda harus berinvestasi dalam aktivitas berikut untuk
memastikan bahwa setiap orang memiliki pandangan yang sama, memiliki kejelasan
peran, dan memahami tanggung jawab individu dan kolektif mereka:
8
Stan Reiff, “Board Governance in Churches: So Who’s in Charge, Anyway?,” last modified 2015, accessed
April 14, 2021, https://www.capincrouse.com/board-governance-in-churches-so-whos-in-charge-anyway/.
8
2. Investasikan waktu dan sumber daya dalam pelatihan dewan. Tentukan apa yang
perlu diketahui setiap anggota dewan tentang struktur tata kelola gereja Anda,
operasi gereja, dan praktik terbaik untuk gereja. Melayani di dewan pengurus gereja
datang dengan tanggung jawab dan persyaratan unik. Jangan berasumsi bahwa
anggota dewan Anda secara otomatis mengetahui apa yang diperlukan untuk
melakukan pekerjaan ini.
3. Mengkomunikasikan visi dan misi gereja secara jelas dengan menetapkan kerangka
kerja untuk tujuan dan sasaran tahun ini. Berikan kesempatan yang cukup bagi
pengurus untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pemecahan masalah bagi
jemaat.
4. Mintalah umpan balik dengan tulus dari anggota dewan yang berbeda sehingga
mereka merasa bahwa mereka berkontribusi dan membuat perbedaan.
5. Bersikaplah otentik dan transparan tentang apa yang tidak berhasil, di mana titik-
titik rasa sakitnya, dan di mana jemaat dan kepemimpinannya rentan. Ingatlah
bahwa Anda semua berada di tim yang sama dan perlu saling membantu.
6. Pahami sejarah di balik mengapa keputusan atau kebijakan tertentu dibuat dan
putuskan apakah itu masih relevan dengan gereja Anda saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
9
10