Menulis itu mengungkapkan ide, gagasan dan rasa melalui untaian kata – kata. Menulis itu merangkai
huruf menjadi kata, menguntainya menjadi kalimat, menyulamnya menjadi paragraph, menganyamnya
menjadi bacaan, menerbitkannya sebagai karya yang penuh manfaat. Melalui tulisan, kita mengajak
seseorang tersenyum bahagia mensyukuri nikmat, memotivasi seseorang menggapai angan, di sisi lain
membuat seseorang menangisi tokoh yang kita ceritakan tetap tegar menjalani hidup yang penuh aral
cobaan. Lewat menulis kita menebar kebaikan kepada orang lain.
Adakah teman – teman yang berkeinginan menjadi seorang penulis yang hebat? Seperti Andrea Hirata
mungkin? seperti Ahmad Fuadi?, seperti Helvi Tana Rosa?, atau seperti penulis – penulis hebat lainnya
yang karyanya tenar karena berhasil mencuri hati para pembacanya. Kalau teman – teman mempunyai
impian menjadi penulis hebat, ada modal - modal yang harus teman – teman miliki. Berikut ini modal –
modal menjadi penulis yang disampaikan oleh Habiburrahman El – Shirazy, seorang penulis hebat.
Teman – teman terbayang tidak bagaimana niat yang benar untuk menjadi seorang penulis?. Niat yang
benar untuk menjadi penulis, sebagaimana penuturan Habiburrahman El – Shirazy, menulis itu karena
ALLAH SWT, menulis untuk ibadah. Kalau kita menulis sekedar untuk senang – senang saja, kita tidak akan
menjadi penulis yang dikenal.
Niat yang kuat juga sangat penting karena menjadi penulis adalah salah satu jenis pekerjaan yang
memerlukan kekuatan jiwa penulisnya. Menulis itu tidak ada yang mengatur kecuali diri penulisnya. Kalau
seorang guru misalnya, paling tidak guru ditertibkan oleh peraturan sekolah tempatnya mengajar seperti
jam kerja dan tugas – tugasnya. Kalau penulis itu tidak, jam kerja penulis yang menentukan itu penulis
sendiri, mau jam dua belas malam, mau ba’da shubuh, mau menulis di hari ahad, mau libur satu bulan,
mau menulis bangun tidur sebelum mandi terserah penulis, sungguh berbeda dengan seorang guru. Maka
nanti akan ada penulis produktif dan tidak produktif, bahkan ada yang mengaku – aku penulis. Itu semua
kembali pada kekuatan niat.
2. Keberanian
Modal yang kedua yaitu harus memiliki keberanian. Orang yang tidak memiliki keberanian tidak layak
menjadi penulis. Pertama, berani tulisannya dibaca oleh orang lain karena tidak semua orang yang
menulis berani karyanya dibaca. Ada orang yang sudah punya beberapa cerpen, tapi belum pernah
memperlihatkan cerpennya kepada orang lain karena kuatir tulisannya diremehkan. Bagaimana kita akan
dikenal sebagai penulis, jika kita tidak pernah mempublikasikan tulisan kita kepada orang lain. Karena
seorang Habiburrahman saja saat pertama kali menulis cerpen diremehkan oleh temannya sendiri.
Namun Beliau beranggapan bahwa kritikan – kritikan yang beliau terima dapat membangun, sehingga
tulisannya semakin baik hingga akhirnya dapat menerbitkan karya – karya bestseller bahkan
megabestseller .
Begitulah, melalui kritikan orang terhadap goresan penanya sedikit demi sedikit, seiring berjalannya
waktu dan secara bertahap seorang penulis pemula akan tumbuh menjadi penulis hebat yang melalui
pena emasnya mampuh menghasilkan karya yang menginspirasi banyak orang.
Demikian modal – modal menjadi penulis hebat yang disampaikan oleh Habiburrahman El – Shirazy.
Hidup itu berproses, jika saat ini kita masih seorang penulis pemula yang karyanya belum dikenal orang,
siapa yang tahu mungkin tiga atau lima tahun lagi kita akan menjadi seorang penulis bestseller. Yang
terpenting dalam menulis adalah terus menulis, menulis dan menulis, merangkai huruf menjadi kata,
menguntainya menjadi kalimat, menyulamnya menjadi paragraph, menganyamnya menjadi bacaan,
menerbitkannya sebagai karya, menebar kabaikan kepada orang sebanyak – banyaknya.
Audiens: Grrrrr....
Tere Liye: "Sama jawabannya kalau kita nanya ke koki, gimana caranya masak ini? Pasti dijawab, ambil
bawangnya, potong-potong, lalu masukkan minyak dan seterusnya. Jadi, kalau mau pintar menulis, ya
MULAILAH MENULIS. Seribu kali pun kalian baca bismillah sambil melototin komputer, pasti nggak akan
muncul sepotong kata pun di komputer. COBAIN deh!"
Audiens: Grrrrr......
Itulah sekelumit perbincangan Tere Liye, penulis banyak novel best seller dengan para mahasiswa dan
masyarakat umum pada tanggal 4 Mei 2013 di Kampus Un(iversitas)Is(lam)Ba(ndung).
Boleh menulis tentang apa saja, asal sudut pandang kita spesial. Misalnya mau menulis tentang jalur-jalur
angkot. Mungkin menurut orang lain itu persoalan sepele, tapi kalau menurut kita itu hal spesial, MAKA
AKAN JADI SPESIALLAH TULISAN KITA ITU.
2. AMUNISI MENULIS
Ketika menulis sesuatu, maka persiapkan dulu riset untuk mengenali lebih banyak tentang hal tersebut.
Tulisan tidak akan bernas kalau amunisi di kepala kita, sedikit. Riset dibutuhkan, sekali pun ketika menulis
cerita pendek. Lengkapi riset tersebut dengan hal-hal menarik. Masukkan unsur-unsur yang menggelitik.
Mengamati, memperhatikan, bertanya hal-hal kecil kepada orang yang kita temui, atau tempat yang kita
kunjungi juga hal penting.
Tere Liye: "Pernahkah kalian berpikir untuk bertanya pada pelayan Indomaret? Misalnya tentang apa
barang yang paling best-seller di toko ini?"
Tere Liye: "Atau pernahkah kalian iseng bertanya kepada tukang angkot. Apakah ada artis yang pernah
naik angkotnya?"
Dari semua kejadian itu, kita sudah melakukan sebuah riset. Hal-hal itulah yang bisa memperkaya tulisan
kita.
Semua orang bisa menulis, tapi apakah tulisan itu akan jadi spesial? Inilah yang membedakannya.
Jangan berasalan tidak tahu mau menulis apa. Taklukkan kelemahan itu dengan banyak-banyak mengisi
amunisi kita.
Jangan tertele-tele dengan memainkan koma. Orang yang terlatih bicara, akan lancar bicara. Beda yang
dengan orang yang tidak, maka dia akan bicara ...ng...ng..ng.
3. LATIHAN MENULIS
Banyak orang yang bingung, endingnya bagaimana? Hal itu sangat wajar. Bahkan seorang Tere Liye sekali
pun sering kehabisan ide ketika menulis. Biasanya Tere Liye menutup novel yang kehabisan ide itu dengan
kalimat gantung dan kata 'TAMAT'. Hasil itu tetap dikirim ke penerbit, ternyata malah benar-benar terbit.
Bahkan novel-novelnya mulai difilmkan (sudah 2 yang launching dan satu lagi yang akan segera launching
di bioskop)
Menurutnya tidak ada tulisan yang baik atau buruk. Tere Liye mencontohkan surat penolakan dari redaksi
sebuah koran terhadap tulisan-tulisan yang pernah dikirimnya. Seperti berikut:
Dari sekian banyak penolakan, redaksi tak pernah membuat alasan bahwa sebuah tulisan itu jelek.
Jika seseorang terus berpikiran negatif terhadap tulisannya, maka dia tidak akan pernah MENJADI
PENULIS YANG BAIK.
Menulis itu harus dilatih. Novelis sekaliber Andrea Hirata sekali pun, tidaklah sempurna. Menurut Tere
Liye, temannya sampai sekarang tidak mengerti apa yang ditulis Andrea. Novel tentang apa sih, ini? Begitu
katanya.
Tere Liye sangat menyukai masakan Ibunya. Dia pernah bertanya kepada Ibunya cara memasak masakan
kegemarannya itu. Apa jawab Ibunya?
Namun dia memang mencintai masakan Ibunya itu. Dia tanya lagi. Jawabannya Ibunya berubah begini:
Kemudian, Tere Liye tanya lagi. Ibunya merasa heran tapi akhirnya menjelaskan urutan-urutan
memasaknya.
Filosofinya, seorang ibu rumah tangga yang pintar memasak sekali pun, tetap memerlukan latihan di
dalam hidupnya.
Bulan pertama, pasti akan memasak sambil melihat resep. Satu tahun pertama, sudah mulai hapal. Satu
tahun lebih beberapa bulan, maka si ibu rumah tangga itu sudah tahu cara memasak yang baik. Bahkan,
dia sudah bisa berbagi tips memasak dengan orang lain.
Setiap orang mungkin berhasil menulis. Tapi yang jarang diketahui adalah, bagaimana sepak terjang
penulis itu. Tere Liye mengumpamakan dirinya sendiri. Ketika pertama kali menulis artikel dan dikirim ke
Koran Kompas, dua puluh kali ia memperoleh penolakan dengan berbagai catatan dari redaksi. Tetapi,
ketika tulisannya nongol di koran itu dan tak sengaja bersanding dengan tulisannya Bapak Emil Salim
(waktu itu), banyak senior Tere Liye yang kagum padanya. Padahal, para senior tidak tahu seberapa
pahitnya berpuluh penolakan tadi.
Begitu juga ketika Tere Liye mengirim naskah novel religiusnya yang berjudul 'Hapalan Salat Delisa' ke dua
redaksi besar. Salah satunya Mizan. Namun ditolak. Begitu pun dengan penerbit raksasa Gramedia.
Akhirnya, dia mencoba mengirim ke penerbit Republika. Ternyata gayung bersambut.
Kini Tere Liye bekerja sama dengan penerbit Republika untuk naskah religiusnya, dan non-religius
dipercayakan kepada Gramedia.
****
Tanya-Jawab
1. Mengapa Bang TL mengatakan tidak ada tulisan yang buruk atau yang baik? Lalu kenapa tulisan ditolak?
Bagaimana dengan sebuah lomba menulis?
TL:
Terhadap sebuah tulisan, jika editornya berbaik hati, maka mereka akan mengirimkan alasan penolakan
seperti ini.
1.1. Struktur naskah kacau balau,
1.2. Tulisan biasa saja,
1.3. Tidak relevan dengan koran/majalah tersebut,
1.4. Tulisan bagus tapi cara penyampaian, dsb.
Dalam sebuah lomba, perlu ditentukan pemenang. Oleh karena itu, juri biasanya akan kembali ke kriteria
yang sudah mereka tentukan sebelumnya.
Suatu kali di sebuah workshop, saya (TL) mendapat pertanyaan serius dari seorang guru. Dia bertanya,
"kalau semua tulisan tidak ada yang buruk, bagaimana saya akan memberi ponten (nilai)? Masa' harus
diberi nilai delapan semua?"
TL bilang, "Ya tidak apa-apa Bapak memberi nilai delapan semua. Justru akan memotivasi anak. Toh bukan
sebuah lomba, namun meningkatkan keinginan mereka menulis. Bukankah pada level anak-anak SD hal
itu jauh lebih penting?"
2. Kalau sedang menulis, tiba-tiba alur cerita jadi ngaco. Kemana-mana. Bagaimana mengatasinya?
TL:
Gampang sekali. Coba cek lagi, sebenarnya kamu mau menulis tentang apa? Kalau tema kamu adalah
'curhat', ya sah-sah saja kalau isinya jadi kemana-mana. Bahkan jadi ngaco sekali pun. Tapi kalau niatnya
menulis tesis atau skripsi, ya harus ada rangkanya dong.
Orang yang terbiasa menulis, sudah tak memerlukan rangka khusus. Di kepalanya sudah ada awal, tengah
dan ending cerita. Bagi yang belum terbiasa, tak menjadi masalah kalau rangka cerita dibuat dan ditempel
di depan komputer. Jadi pas mengetik keliatan mau kemana cerita itu akan dibawa.
Lain lagi ketika cerita kita masuk ke penerbit. Kita akan bertemu dengan editor. Bisa jadi menurut editor
naskah kita harus di'luruskan'. Padahal menurut kita, naskah kita nggak ngaco. Jika demikian, jangan jadi
bete lantaran editor meminta naskah kita diluruskan. Berikan saja kepada mereka. Tanyakan pendapat
mereka. Belajar dari mereka.
Tere Liye sendiri tidak pernah ikut campur ketika tiga novelnya difilmkan. Dia serahkan sepenuhnya
kepada produser. Karena dia tak pernah mau menghabiskan waktu berdebat dengan produser.
3. Bagaimana menulis tentang ekonomi, politik, sosial budaya ke dalam novel kita? Mungkinkah pembaca
akan tertarik?
TL:
Kalian pasti tahu ya novel DA VINCI CODE. Atau katakanlah karya ANDREA HIRATA.
Menulis fiksi akan makin menarik jika dibumbui dengan hal-hal berbau ekonomi, sosial dan lain-lain.
Penulis bisa memasukkan unsur 'logic' ke dalamnya dan pembaca akan larut.
Tere Liye sendiri tidak paham soal hal-hal yang tertulis di novel DA VINCI CODE. Tapi dia jadi penasaran
untuk terus membacanya hingga selesai.
Pernah suatu kali, pada kegiatan workshop buku-bukunya juga, seorang anak berusia 8 tahun datang
membawa novelnya. Judulnya NEGERI PARA BEDEBAH! Novel tentang dunia korupsi.
"Iya, Bang."
TL:
Kita ambil perbandingan ya. Kalian kenal POCHAHONTAS? Lalu, cerita AVATAR?
Keduanya memasukkan unsur ada sebuah tokoh yang datang ke sebuah tempat. Di situ bertemu dengan
seorang gadis. Lalu jatuh cinta. Tetapi timbul konflik dsb.
Keduanya orisinal, meski pun bercerita mirip. Tak sedikit orang menulis novel yang isinya nyaris sama,
padahal keduanya tak saling mengenal. Maka, masalah orisinalitas hanya kita (penulis) yang tahu. Atau
ada pembaca yang bisa mengenali apakah tulisan kita itu orisinal atau plagiat, lantaran dia pernah
membaca cerita yang sama sebelumnya.
5. Sering ikut-ikutan gaya penulisan orang lain, bagaimana mengantisipasinya?
TL:
Sering-sering membaca, mendengar atau memahami pendapat orang lain. Jangan cuma menelan kalimat
yang kita baca bulat-bulat. Lakukan riset dan perbandingan pendapat.
TL:
Dikembalikan pada selera kita. Saran saya, belajarlah menulis yang efektif. Seperti menulis di twitter.
Singkat tapi memuat makna yang dalam. Tapi, kalau mau menulis kalimat yang panjang, minimal 8-12
kata ya.
Demikianlah uraian yang cukup panjang dari yang bisa aku rangkum.
SEMOGA bermanfaat dan jangan lupa tinggalkan pesan di sudut comments ya.