Anda di halaman 1dari 2

Teknik Menulis Opini

Teknik dan Trik Menulis Opini

Ridwan Arifin[1]

Seringkali bagi sebagian orang menulis adalah hal yang sulit untuk dilakukan. Padahal kalau kita cermati, kita selalu menjadi penulis, tumbuh dan besar melalui
literasi–yang salah satunya juga menulis, tapi mengapa kita begitu sulit untuk menulis. Satu hal yang penulis temui dalam banyak kasus adalah, kita sering
menggap kita tidak mempunyai kemampuan yang bagus untuk menulis, atau kita tidak mendapatkan ide untuk dituangkan dalam tulisan. Percaya atau tidak, hal
tersebut seringkali kita temui begitu juga yang penulis alami dulu.

Kita tentunya memahami dan sepakat bahwa kemampuan didapat dari kebiasaan yang dilakukan secara kontinyu. Hukum alam bahwa semakin sering pisau
dipakai, semakin sering diasah, maka akan semakin tajam. Begitupula dengan kemapuan kita untuk menulis. Dan percaya atau tidak, ketika kita berhasil
menciptakan sebuah karya tulisan dan orang mengapresiasi karya kita tersebut akan timbul rasa kepuasan tersendiri dan pada akhirnya kita akan kecanduan,
penulis menyebutnya dengan adiktif.

Nah, kali ini penulis berusaha untuk mencoba meringkas dan membuat tulisan mengenai teknik dan trik menulis opini yang dirangkum dari berbagai sumber.
Tulisan opini menjadi penting, sebab bagaimana kita menyampaikan pendapat kita atas suatu masalah sekaligus kita melakukan persuasif pada orang lain.

Mengenal Opini dan Triknya

Opini adalah salah satu kolom khusus dari surat kabar yang sengaja disediakan pihak redaksi untuk khalayak umum atau penulis dari luar redaksi. Kita sering
melihat rubrik opini ini hampir di setiap koran, termasuk juga koran kampus. Dalam hal ini, nampaknya penulis diberikan kebebasan untuk mengalisa problematika
yang tengah terjadi (aktual) dengan berbagai sudut pandang.

Beda opini dengan artikel ilmiah populer adalah, hemat penulis, opini lebih subjektif dengan analisa dari sudut pandang penulis (kolumnis) saja. Sedangkan artikel
ilmiah populer lebih banyak menggunakan dukungan data dan biasanya tulisannya lebih panjang. Opini dalam beberapa surat kabar juga sering dinamai gagasan
ataupun wacana–karena semata objektifitas kolumnis semata.

Lantas, bagaimana kita memulai menuliskan opini? Ada beberapa teknik dan strategi menuliskan opini yang baik. Menurut Najib (2009)[2] secara garis besar,
anatomi (bagian sentral) opini (artikel) terdiri atas: pembukaan (pendahuluan), isi (tubuh), dan penutup (simpulan). Najib kemudian merujuk pendapat Markus G.
Subiyakto dalam buku berjudul ”Kiat Menulis Artikel” sempat menyodorkan 8 parameter yang bisa dijadikan pegangan pokok bagi para kolumnis, yakni:

1. Topik tulisan Anda, apa?


2. Bentuk tulisan yang Anda inginkan, macam apa?
3. Masalah-masalah yang sudah diketahui pembaca, apa?
4. Informasi baru apa yang ditulis dan bisakah dijelaskan mengapa itu terjadi?
5. Pancing perhatian pembaca dengan kalimat yang menarik.
6. Tulis dengan gaya yang hidup, pilih kata-kata populer, pilih kata kerja yang menunjukan kesan gerak serta buat kalimat yang efektif.
7. Buat alur pembicaraan/pembahasan yang mengalir dalam tulisan itu melalui pergantian alinea peralinea.
8. Pilih kata penghubung yang menarik antaralinea.

Sementara itu wartawan kawakan sekaliber Rosihan Anwar dalam bukunya berjudul: “Bahasa Jurnalistik” (1984: 13) pernah memberikan patokan standar dalam
menulis karya jurnalistik,yaitu harus mematuhi aturan pokok di bawah ini:

1. Gunakan KALIMAT PENDEK.
2. Gunakan bahasa yang MUDAH DIPAHAMI.
3. Gunakan BAHASA SEDERHANA dan jelas pengutaraannya.
4. Gunakan bahasa TANPA kalimat majemuk.
5. Gunakan bahasa BERKALIMAT AKTIF, bukan pasif.
6. Gunakan BAHASA KUAT dan padat.
7. Gunakan bahasa POSITIF bukan NEGATIF.

Lebih jauh Najib menjelaskan bahwa khusus bagian akhir naskah artikel, umumnya para penulis artikel mencantumkan identitas penulis beserta gelar (by name)
dan profesi yang tengah disandang.

Kemudian Ashadi Siregar dalam buku bertajuk “Menjadi Penulis di Media Massa” (1993; 28) mengungkapkan, untuk menilai layak tidaknya sebuah artikel dimuat;
setiap redaktur koran memperhatikan faktor AKTUAL-itas ini.

Daya tarik sebuah opini—salah satu pusatnya—terletak pada sajian informasi terbaru yang diwacanakan penulis. Semakin baru informasi (fresh and hot
information) yang ditampilkan, umumnya jarang pula penulis yang mengupas tentang tema itu. Berdasarkan analisis JURNALI$TIK, jenis tulisan macam inilah
yang “DIRINDUKAN” pihak redaksi koran-koran ternama.

Koran harian dan majalah yang beredar di Tanah Air lebih dari seratus buah. Koran-koran&majalah itu galibnya menyediakan RUBRIK OPINI bagi penulis luar
seperti kolumnis tersebut.
Mencoba Peruntungan, Harus Punya Nyali!

Kita sering kali melihat rubrik opini dalam banyak media massa nasional maupun lokal diisi oleh orang-orang yang telah memiliki nama, entah politikus, pakar,
praktisi, ataupun lainnya. Lantas bagaimana untuk kita pemula yang baru memulai menulis opini. Berikut penulis berikan beberapa rekomendasi saran
berdasarkan pengalaman penulis.

1. Jika Anda mahasiswa yang baru saja memulai menulis, maka cobalah masukan tulisan Anda ke media kampus. Paling tidak kita bisa melihat dan
mengukur sejauh mana kualitas tulisan kita untuk dibaca oleh sivitas akademika.[3]
2. Baik menulis di media kampus maupun media massa lokal-nasional, kenali jenis media Anda. Bagaimana kebijakan redaksi, apa orientasi politik
(meskipun media massa tidak berhubungan dengan politik tapi coba tengok pemilik media tersebut).
3. Jangan pernah berhenti untuk mencoba menulis. Ingat semakin pisau diasah akan semakin tajam, begitupula dengan menulis, dan ingat pula ide
gagasan akan muncul dengan sendirinya ketika kita ‘memaksakan diri’ untuk menulis.

Untuk mengasah kemampuan dalam menulis opini, silahkan Anda baca artikel terkait dibawah ini:

Rubrik Opini dan Lumbung Dolar, Menulis Opini, Yuk Kita Belajar Menulis Opini yang Baik

[1] Aktivis Forum Lingkar Pena Semarang. Pengurus FLP Ranting Sekaran Tahun 2012. Aktif menulis di berbagai media. Beberapa kali tulisan opininya terbit di
media kampus Unnes. Masih aktif sebagai Mahasiswa Ilmu Hukum, FH Unnes.

[2] Espede Ainin Najib, 2009,  Makalah Diklat Writing Course for Citizen Reporter Year 2008” yang diselenggarakan PPWI di Jakarta Media Centre (JMC)-Gedung
Dewan Pers—Jln. Kebon $irih Raya No. 32-34 Menteng, Jakarta Pusat (7-8 April 2008), diakses dari http://www.pewarta-indonesia.com/menulis-opini/54-rubrik-
opini-a-lumbung-dolar.html

[3] Penulis pernah beberapa kali menulis di media kampus. Memang, saat pertamakali tulisan dibuat setelah itu penulis merasa ‘ketagihan’ untuk menulis. Paling
tidak dari sana penulis mampu mengukur kemampuan menulis dan menyampaikan pendapat yang penulis miliki.

Share this:

Anda mungkin juga menyukai