Tentang Kami
Kontak
Beriklan
Kebijakan Privasi
Kirim Tulisan
Study
Opini
Fiksi
Beasiswa
Travel
Bisnis
Asuransi
Kartu Kredit
Investasi
Property
English
ACADEMIC INDONESIA / ENTREPRENEUR / Aacademic SEO / Belajar Menulis Artikel Opini Paling Lengkap dari Sejarah,
Pengertian, Tips dan Contoh-Contoh Artikel
Belajar Menulis Artikel Opini Paling Lengkap dari Sejarah, Pengertian,
Tips dan Contoh-Contoh Artikel
03/03/2016Oleh Zamhari
Tulisan akan dipilih berdasarkan kualitas terbaik. Setiap tulisan artikel opini yang dimuat di ACADEMIC
INDONESIA RUBRIK OPINI akan mendapatkan merchandise cantik ACADEMIC INDONESIA.
CARA MEMBUAT OPINI — Sebelum beranjak pada pengertian opini, penulis ingin mengajak pembaca
sekalian untuk mengenali sejarah rubrik sekaligus munculnya artikel opini di kancah pers Indonesia.
Dengan mengenali sejarah, harapannya akan lebih muda ketika memahami cara membuat opini. Di
antara rubrik yang ada, seperti kesehatan, hukum, mancanegara, dan lain sebagainya, rubrik opini
adalah rubrik yang bisa dibilang tempat terhormat.
Mengapa demikian, hal ini dikarenakan adanya dialektika pada ruang tersebut. Rubrik yang menyajikan
adu gagasan, pandangan sang redaktur, kritikan terbuka, sampai kritikan dari akar rumput untuk para
penguasa tidak luput dari rubrik opini.
Di Indonesia sendiri, peran pers dalam menyatukan rakyat Indonesia untuk melawan penjajahan
sekaligus upaya memerdekakan bangsa Indonesia sangatlah signifikan. Sejarah yang tertoreh
menyebutkan bahwa rubrik opini menjadi salah satu perhatian serius Pemerintahan Hindia Belanda.
contemporaryseeker.com
Beberapa dosen mengatakan; “Jika kamu ingin jalan-jalan tanpa mengeluarkan biaya bahkan malah
dibayar, Anda cukup menguasai satu jenis tulisan ini”, Apa itu? Baca mengenai artikel bertajuk Contoh
Essay dan Panduan Cara Membuatnya
Sebagai contoh, peran Balai Pustaka yang proyeknya menerjemahkan tulisan-tulisan dari pers Melayu
dan China. Pers tersebut terbit di Indonesia yang diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda.
Pada masa itu, pers khususnya rubrik opini digunakan oleh para intelektual dan para pejuang untuk
melawan, menyampaikan kritik kepada Belanda. Penggugah, adalah salah satu contoh media cetak di
Solo yang menyajikan opini pedas, tajam sekaligus menukik pada masa itu. Soewardi sebagai pemimpin
redaksi pada waktu itu berani menerbitkan opini kritis yang diterbitkan pada 14 Februari 1923.
Opini tersebut sebagai ungkapan kekecewaan sekaligus gugatan perwakilan rakyat. Pasalnya, selama ini
Belanda dengan segala tipu muslihatnya sengaja melemahkan kaum pribumi.
Kritik tersebut juga disampaikan untuk Ahmad Djajadiningrat selaku Bupati Serang akibat adanya
nepotisme yang menjadikan rakyat kecil semakin tertindas dan tak bisa menempati pos-pos penting
dalam pemerintahan.
Contoh lain dapat dilihat tulisan Susilo Sosro Prayitno yang diterbitkan Balai Pustaka 4 buku dalam
setahun. Tulisan yang mengangkat tema pendidikan tersebut ingin menjelaskan bahwa hakikat
pendidikan adalah kemerdekaan. Namun yang terjadi justru malah pendidikan dijadikan sebagai alat
untuk melegitimasi penjajahan terstruktur lewat pendidikan.
Orang pribumi dicekoki supaya tunduk dan patuh atas nama menuntut ilmu. Kekritisan ditumpulkan, hak
berpendapat dilarang. Seperti dalam kutipan berikut yang penulis ambil dari sebuah buku
bertajuk Bagaimana Mempertimbangkan Artikel Opini untuk Media Massa.
Memang benar, kita ini bisa diumpamakan kuda tetapi yang punya kuda tidak mau mematikan kudanya,
juga tidak mau menjadikannya kuda yang hebat. Jadinya kuda yang asal hidup saja. Tapi mengapa orang
yang punya kuda kurang makan itu tidak malu?
Maka benarlah pepatah mengatakan, “Jika kita gagal merencanakan, maka sebenarnya kita
merencanakan kegagalan”. Buanglah rasa kekhawatiran bahwa tulisan kita akan ditolak, tulisan tidak
bagus ataupun tulisan kita tak nyambung.
Itu semua adalah proses yang perlu dan harus dilalui semua penulis tak terkecuali penulis-penulis besar
yang ada saat ini, semua sama mengalami proses suka duka. Bab ini menekankan agar tahu ke mana
arah yang hendak dituju.
Seperti saat kita akan menuju Kota Yogya dari Bantul, maka semua hal yang menjadi keperluan harus
kita ketahui mulai dari jalan, mesin yang sehat, ataupun sebagai ban cadangan jika bocor. Berikut adalah
Tips menulis opini di media massa yang pernah penulis alami dan menjadi pengalaman, semoga
bermanfaat.
1. Paham Opini
pixabay.com
Salah satu keharusan penulis pemula khususnya artikel opini adalah mengetahui terlebih dahulu apa arti
atau definisi dari artikel dan opini itu sendiri. Dapat disimpulkan, bahwa opini termasuk tulisan non fiksi.
Gampangnya, menurut Edi Akhiles tulisan non fiksi ini adalah tulisan berkarakter ilmiah, berbasis data
dan dianalisa dengan sistematis (runtut, logis). Adapun tulisan non fiksi ini selain artikel opini juga dapat
berupa skripsi, disertasi, feature, makalah, esai dan yang lainnya.
Andi Andrianto dalam bukunya bertajuk Menaklukkan Media menjelaskan bahwa perbedaan opini dengan
artikel atau sebaliknya tidak terlalu mencolok, bahkan sering dianggap sama oleh beberapa kalangan
jurnalis.
Namun, kadang dua istilah tersebut memang membuat bingung dan kadang tak sadar memengaruhi kita
untuk selalu menunda-nunda untuk mulai menulis dan akhirnya tidak menulis.
Masih dikutip dari buku Andrian bahwa Anas Syahirul, pemimpin redaksi harian Joglo Semar Solo (2010)
menjelaskan bahwa artikel dan opini mempunyai banyak kesamaan dan perbedaan. Kesamaan
keduanya yakni artikel ataupun opini ditulis oleh penulis bebas alias bukan wartawan.
Kedua, mengangkat masalah aktual. Ketiga, teknik penulisan menggunakan pola deduktif-induktif atau
sebaliknya. Dapat juga menggunakan metode tesis-antitesis atau menggunakan rumus penulisan berita
5W+1H. Keempat, di kolom dewasa biasanya berkisar 3-4 halaman tapi untuk kolom mahasiswa hanya
1-2 halaman spasi ganda.
Selain adanya persamaan antara artikel dengan opini, keduanya juga mempunyai perbedaan yakni opini
lebih berisi pandangan subjektif terhadap suatu peristiwa atau kejadian. Dalam penulisan opini,
pandangan pribadi penulis sangat ditonjolkan.
Dan biasanya, lahirnya pandangan suatu opini tersebut didapat dari sumber-sumber berita kemudian
diolah menjadi serangkaian konsep ide gagasan dalam bentuk karya jurnalistik.
Sedangkan pengertian artikel itu sendiri merupakan bagian karya jurnalistik yang di dalamnya harus ada
data dan fakta secara detail. Data inilah yang biasanya digunakan untuk mendukung opini atau pendapat
seseorang penulis lepas untuk memperkuat pandangan pribadinya.
Kesimpulannya, artikel opini adalah salah satu karya jurnalistik yang bersumber dari berita atau
berangkat dari suatu masalah yang dibuat untuk mengedepankan gagasan atau pendapat yang
berdasarkan data dan fakta detail sebagai penguat.
Pendapat biasanya juga tidak hanya melulu bersifat pribadi, namun juga bisa merupakan pandangan
suatu instansi ataupun lembaga. Mengutip penulis senior KPI, Supadiyanto di dalam bukunya Berburu
Honor Lewat Artikel menekankan bahwa artikel opini adalah tulisan untuk menyikapi berbagai
permasalahan yang aktual yang dikemas dengan bahasa sederhana, menarik, dan tidak bertele-tele.
Dengan adanya sikap demikian, tulisan artikel opini harus mengandung unsur yang cerdas dan solusi
yang bijak. Hal tersebut untuk membantu dalam segi pencerahan masyarakat terkait permasalahan-
permasalahan sosial, ekonomi, politik, budaya, dan lain sebagainya.
Konkretnya, Yudi Nopriansyah selaku Pimred Lampung Post pernah mengatakan, “Ternyata, pengertian
opini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga terbitan Balai Pustaka Tahun 2002 sangat
singkat, yaitu pendapat, pikiran, pendirian. Setelah membaca pengertian itu penulis berpikir, kalau
pengertian opini sesederhana itu mengapa banyak di antara kita kesulitan ketika akan menulis sebuah
opini? Menulislah segera! Oke?
Setelah kita tadi ngobrol-ngobrol soal fokus, penulis ulangi sedikit apa itu fokus. Fokus tidak berarti cuek,
acuh tak acuh ataupun tak peduli keadaan sekitar. Fokus adalah cara seseorang bagaimana memelihara
sesuatu hal yang ia lakukan secara terus-menerus.
Ya, semua perlu ada keistikamahan, rutin, berkelanjutan, dan keseriusan. Tak perlu muluk-muluk, cukup
dari hal yang terkecil lama-lama akan menjadi besar. Ketelatenan itulah modal sebenarnya.
Siapa tak mengenal penulis seperti Imam Syafii, Plato, Aristoteles, Nurcholish Madjid, Hamka, atau
Ahmad Wahib? Mereka besar lewat tulisan-tulisan kecil dan sederhana dari catatan harian.
Catatan harian inilah wujud kita sangat menghargai hidup untuk berbagi dengan orang lain, karena
dengan diary, kita dapat mengisahkan perjalanan kita sebenarnya terkait rasa cinta, emosi, cemburu,
marah, dan lain sebagainya.
Itulah mengapa nama Ahmad Wahib yang meninggal ketika umurnya masih 30-an hingga sampai saat ini
masih seperti hidup di tengah-tengah kita. Ya, jika kita berpikir maka kita ada.
Selain hal di atas, perlu juga mulai menapak tangga-tangga kecil dalam hal keilmuan. Pernahkah berpikir,
setelah kita kelak meninggal nantinya kita akan dikenang sebagai apa?
Ipho Santoso juga sering mengungkapkan hal demikian. Mulailah dari yang kecil-kecil, karena petuah
mengatakan banyaknya manusia yang gagal itu salah satu faktornya juga karena enggan memperdalam
keilmuan.
Oleh karena itu, sering kita jumpai artikel-artikel opini yang di bawahnya menyertakan identitas
penulisnya. Sebagai contoh, mungkin ia bekerja sebagai dosen, pengusaha, menteri, atau lain
sebagainya. Hal ini merupakan hal yang penting juga untuk diperhatikan mengingat hal itu akan
menunjukkan siapa kita dan ahli dalam bidang apa.
Dalam hal ini, sedini mungkin kita mengasah jiwa profesionalisme kita agar ke depannya memang
terbentuk branding. Berkaitan dengan identitas, biasanya ini juga berkaitan dengan surat pengantar. Bab
selanjutnya akan membahas mengenai surat pengantar. Jangan beranjak dulu dari buku ini. Oke?
creativityrulz.blogspot.com
Penulis sempat memberi masukan salah satu majalah di kampus UIN Sunan Kalijaga, pasalnya, majalah
tersebut memang bagus dalam hal cetak, namun sangat acak-acakan ketika di media online-nya.
Sayangnya, pengurus redaksi yang bersangkutan awalnya menyepelekan hal-hal kecil yang sebenarnya
tak bisa diremehkan dalam dunia jurnalistik.
Kaitannya dalam hal menulis artikel opini di media massa, yakni kesalahan huruf ataupun tanda baca
sebisa mungkin diminimalisir karena hal tersebut akan berpengaruh pada seseorang saat menilai kesan
pertama apa yang akan didapat sang redaktur.
Pertanyaannya, jika tulisan dasarnya saja belum benar, bagaimana pembaca bisa percaya bahwa
gagasan atau pendapatnya Anda itu bisa dipertanggungjawabkan?
Di sinilah letak kehati-hatiannya. Berikan kesan yang meyakinkan terhadap redaktur dengan memenuhi
dasar-dasarnya terlebih dahulu karena rubric opini adalah rubrik tergengsi.
Seorang redaktur biasanya tak mempunyai waktu banyak untuk mengoreksi secara jauh, maka
kebiasaan redaktur adalah melihat sekilas termasuk judul, kerapian tulisan, dan kode etik dasar dalam
kepenulisan jurnalistik.
Jika kesan pertama sudah menimbulkan kesan meyakinkan, insya Allah ke depannya akan dipercaya.
Namun jika awalnya saja sudah berantakan, ke depannya akan sulit dimuat karena banyak pertimbangan
yang muncul karena beranggapan dapat merugikan pihak media cetak bersangkutan atau bahkan akan
di-blacklist.
Selama ini, penulis berusaha menargetkan untuk tidak pernah salah dalam menulis artikel ataupun
mengikuti lomba-lomba. Hal ini agar menjadi kebiasaan ke depannya dalam melatih kedisiplinan,
keuletan, ketekunan, dan ketelitian.
Jika salah, ya usahakan tidak melebihi 3 kesalahan, karena jika sudah melebihi 3 kesalahan biasanya
artikel tidak terlalu dipertimbangkan untuk dimuat.
Oleh karena itu, ketelitian dalam menulis senantiasa diperlukan untuk menghasilkan tulisan yang tidak
hanya berkualitas pada konten, namun juga tata cara menulisnya. Begitu pula sebaliknya karena hal
tersebut sangat berpengaruh.
Perlu diingat, bahasa jurnalistik adalah bahasa yang sederhana, singkat, jelas, dan terkadang banyak
mengandung kata-kata ilmiah. Soal kata-kata ilmiah, penulis sengaja untuk merutinkan membaca artikel
opini baik itu dari Kompas, Republika, atau surat kabar lainnya.
Dari situ, kita pasti banyak menjumpai banyak kata-kata ilmiah seperti
halnya preventif (mencegah), crime extraordinary (kejahatan luar biasa), dan lain sebagainya. Semua
bidang keilmuan mempunyai kata ilmiah masing-masing walaupun ada juga yang dapat digunakan untuk
umum. Memang awalnya kita kesulitan untuk memahami sebuah opini, apalagi di koran-koran nasional
karena banyaknya kata ilmiah.
Oleh karena itu, penulis sempat “menabung” kata ilmiah yang sempat ditemui dari opini-opini surat kabar
nasional. Kata-kata ilmiah tersebut dicari satuper satu arti dan tujuannya baik melalui Googleataupun
kamus ilmiah kemudian ditulis khusus dalam buku kecil.
Ya, jika itu sudah dibiasakan, insya Allah tidak akan merasa kesulitan lagi untuk memahami sebuah
artikel opini nasional. Mboko sithiklah pokoke!
Selain ditulis dalam catatan kecil, perlu untuk mencontoh gaya belajar senior-senior KPI yakni ATM
(amati, tiru, modifikasi). Jurus ini memang ampuh karena jurus inilah yang banyak dilakukan oleh semua
orang yang ingin meraih apa keinginannya.
Tak hanya seorang penulis, seorang seniman, penyanyi atau pemain sinetron pun awalnya meniru dan
akhirnya dengan bantuan berpikir dan mengevaluasi lama-kelamaan dapat menemukan karakter atau ciri
khas masing-masing. Jadi menurut penulis, karakter itu terbentuk dari berbagai pengalaman pancaindra
yang kita olah lewat pemikiran-pemikiran untuk menghasilkan karya.
Teruslah berkarya, karena karya-karya itulah nantinya yang akan menginspirasi. Karya itulah yang akan
terevaluasi menjadi diri kita sendiri. Seperti pisau jika terus diasah, pasti lama-kelamaan akan tajam juga.
Penjelasan terkait bahasa jurnalistik akan dijelaskan di bab editing, so jangan beranjak dulu!
pixabay.com
Seorang mahasiswa harus sering diskusi, baik diskusi dengan teman aktivis, di seminar-seminar, bedah
buku, lewat koran, terlebih-lebih berdialektika dengan Alquran. Bukalah pikiran selebar-lebarnya dan
rangsanglah untuk bertanya dan selalu menanyakan.
Hal inilah yang akan mengasah daya kritis kita dalam membaca koran, majalah, atau mengikuti materi-
materi yang disampaikan dalam seminar. Mustahil jika kita ingin menjadi penulis namun kita tak pernah
membaca dan berpikir.
Untuk memperoleh masalah yang aktual, penulis sering memantau koran-koran baik nasional ataupun
lokal. Tergantung media mana yang akan dituju, jika masalah regional maka koran lokal cocoknya. Untuk
menjaga perkembangan informasi, kita bisa berlangganan koran atau jika uang mepet bisa lihat di
mading-mading yang telah disediakan.
Selain itu masih banyak lagi tempat yang menyediakan koran gratis, di antaranya perpustakaan kampus
atau jika ingin enjoy tinggal di loper koran pinggir-pinggir jalan. Jika bener-bener kantong kosong, ya
berikan kesan bahwa kita ingin membeli walaupun pada kenyataannya hanya ingin membaca koran
gratis. Intinya semua mudah didapatkan, tergantung mau berusaha atau tidak. Titik!
pixabay.com
Kualitas terbaik dari suatu surat kabar manakala surat kabar tersebut mampu menyajikan informasi yang
sedang hangat-hangatnya dibicarakan dan mengandung unsur kebaruan. Di sinilah media cetak
berlomba-lomba untuk memberikan informasi tercepat sekaligus terbaik.
Maka tak sedikit pula media cetak yang mengubah halaman depannya (headline) ketika mendapati kasus
atau kejadian yang berlangsung di tengah malam ataupun dini hari. Memang begitulah kerja di media
cetak, setiap hari bahkan malam hari harus selalu terjaga untuk mencari berita, menemukan ataupun
menunggu informasi terbaru. Para pejuang media tak jarang pula menggantikan wartawan yang sedang
sakit atau sedang ada halangan.
Hal ini sama dengan pengaruh bagaimana artikel opini yang baik dan dapat diterima redaktur. Artikel
opini (pendapat, gagasan, ide) harus bersifat baru dan mempunyai hal lain daripada yang lain walaupun
kabar berita ataupun kejadian sudah bertahun-tahun.
Artikel opini inilah yang membedakan antara menulis sejarah, berita, ataupun kabar yang notabene
seadanya, sesuai objek. Artikel opini ditulis sesuai subjektif yang kemudian diambil satu sudut pandang
agar ke depannya runtut dan jelas. Tak sedikit mahasiswa/i yang menulis namun topik yang dibawakan
masih lebar ke mana-mana.
Ibarat seperti melihat gelas. Apabila kita melihatnya dari atas, tentu bentuknya pun akan berbeda. Begitu
pula ketika kita melihat dari bawah ataupun samping akan berbeda pula bentuknya.
Begitu pula dalam mengambil sebuah sudut pandang, jika masalah yang akan dibahas melalui tulisan
artikel opini terkait pendidikan maka dari pendidikan pun mampu muncul berbagai sudut pandang entah
dari pendidikan itu sendiri, ekonomi, politik, budaya, dan lain sebagainya.
Ya, karena memang suatu masalah tidak bisa hanya dipecahkan satu cara saja, namun ada komponen-
komponen yang lain turut serta memberikan faktor dalam penyelesaian masalah. Satu faktor tersebut
sesuai bidang kita agar kajian opini kita lebih mendalam dan komprehensif.
Dengan kerja keras menggali inspirasi, nantinya artikel opini yang telah selesai ditulis dapat membawa
pencerahan, syukur-syukur dapat menggerakkan masyarakat/pembaca untuk melakukan apa yang telah
kita gagas dalam tulisan opini kita. Oleh karena itu, akan lebih profesional bila masalah diambil dalam
satu sudut pandang dan dibahas secara mendetail, runtut dan jelas.
Hal yang tak kalah penting adalah kritis dalam menganalisis. Semenjak kuliah, penulis mempunyai hobi
beli makanan di angkringan. Ya, sekadar santap kopi satu gelas untuk diskusi satu malam. Memang
“terlalu” jika hanya beli satu gelas beneran.
Pernah juga penulis beserta teman diusir ketika hendak beli minuman di angkringan. Namun memang
angkringan yang satu ini penjualnya sukanya “mrengut” juga pelit senyum. Ya, mungkin sudah hafal jika
mahasiswa memang kebiasaannya hanya membeli satu gelas kopi namun duduknya satu malam.
Aktornya pun penulis yakin tak hanya satu, tapi beribu-ribu. Oleh karena itu, kami mengimbau harap
maklum kepada kami wahai penjual angkringan, karena kami mahasiswa.
Berkaitan kritis dalam menganalisis, meminjam istilah judul tulisan teman aktivis Bung Roesdy, tak dapat
dipungkiri bahwa generasi saat ini krisis kritis. Kemajuan teknologi yang seharusnya lebih merangsang
generasi untuk giat berpikir ternyata jauh dari harapan.
Teknologi menjadi manusia-manusia yang takut berpikir bahkan menyerahkan segalanya kepada
teknologi tanpa pertimbangan. Ya, secara tidak langsung kita sering “menuhankan teknologi” yang sering
kita anggap tak mungkin salah.
Waktu itu hobi kami juga minum kopi di angkringan depan kantor Kedaulatan Rakyat. Angkringan itulah
yang menjadi saksi bisu asyiknya menulis dan berpikir di ruang terbuka. Ditemani obrolan-obrolan
manusia dan musik-musik para pengamen, Bang Didik H. S. selaku senior memang gemar memulai
untuk mengajak berpikir.
Sebagai contoh, beliau menanyakan kepada kami; mengapa di depan kantor tersebut ditulisi tempat
parkir? Pertanyaannya, mengapa tulisan tempat parkir tersebut tertulis di tempat yang berbeda lain dari
yang lain, mengapa tidak di tempat para karyawan saja? Ya, memang sedari awal kami kurang kritis,
kami pun hanya menggelengkan kepala.
Dengan enteng beliau menjelaskan bahwa tulisan itu ada bukan berarti tanpa maksud. Bisa saja tulisan
itu digunakan untuk membedakan kelas sosial antara pejabat pemilik KR dengan karyawan biasa
sehingga tempat parkir pun dibedakan. Selain itu, bisa jadi dilatarbelakangi ulah pegawai yang parkir
seenaknya. Inisiatif membuat tempat parkir pun dilakukan demi harga diri, kelancaran, bahkan
kewibawaan.
Inilah yang dinamakan sebagai analisis wacana, yakni analisis yang mengajarkan kita bersikap kritis.
Analisis ini biasa digunakan dalam mata kuliah Analisis Teks Media. Pada awalnya, analisis ini digunakan
untuk meneliti teks-teks berita yang dimuat dalam surat kabar.
Bagiamanapun juga, berita bukan suatu hal yang bebas nilai, namun ada nilai di balik penulisan berita
tersebut. Lebih lanjut, sikap kritis harus kita latih sedini mungkin dengan tidak menganggap bahwa suatu
hal yang dikerjakan, dikatakan, bahkan dilisankan bukan berarti tanpa maksud. Semuanya mempunyai
maksud. Baik untuk provokasi, memengaruhi, membujuk, menyanggah, memperkuat, atau mematahkan
suatu argumen atau kejadian yang tengah berlangsung.
Soal kritis, penulis juga pernah menguji teman yang waktu itu membeli kartu Taman Pendidikan Alquran
(TPA) di sebuah toko ternama. Agar kegiatan KKN lancar dan agak “wah” setidaknya kartu TPA ini
digunakan untuk mencatat lulus atau tidaknya anak-anak ketika mengaji.
Kartu TPA tersebut sebenarnya sudah dicari di mana-mana, namun belum ketemu. Alhmadulillah
akhirnya ketemu di Toko X1. Di Toko X1 inilah kisah mengasah kritis bermula.
Di Toko X1 pertama, harga satu kartu TPA dan royal jelly jafra sebesar Rp650,-. Karena membeli 20
kartu maka uang yang dibayarkan sebanyak Rp9.700,-. Namun Tuhan masih menguji, yakni kartu TPA
yang khusus untuk Iqra kehabisan. Akhirnya setelah bertanya-tanya kami disarankan untuk mengunjungi
Toko X3.
Setelah mencari kartu TPA, akhirnya ada juga. Sewaktu di kasir, dengan gamblang si kasir berkata
bahwa harga semuanya Rp29.000,- padahal diawal Toko X1 tadi hanya habis Rp9.700,-.
Penulis pun langsung curiga karena awalnya hanya habis Rp9.700,- namun kartu yang bentuknya lebih
kecil malah menghabiskan uang hingga Rp29.000,-.
Akhirnya, teman pun penulis ajak untuk menepi terlebih dahulu agar menyocokkan hal tersebut. Lewat
diskusi singkat, akhirnya teman pun kembali ke kasir dan mengklarifikasi kekeliruan tersebut.
Alhamduillah yang semula dibayar Rp29.000,- berubah menjadi Rp4.000,-. Juah, kan? Eh maksud
penulis jauh, kan?
Itulah sekelumit kisah, meskipun menggunakan teknologi, tetap saja kesalahan bisa saja terjadi. Oleh
karena itu, kebiasaan manual seperti berpikir dan kritis harus tetap ada meskipun dunia teknologi
semakin canggih.
Padukan gaya berpikir manual dengan kecanggihan teknologi. Jangan sampai anggapan teknologi serba
tak pernah salah lantas kita membenarkan apa pun tanpa klarifikasi terlebih dahulu. Lelaki pun juga bisa
teliti dalam berbelanja.
7. Pilih Tema
pixabay.com
Setelah melewati langkah-langkah di atas, kini saatnya kita menentukan tema dan segera mengambil
pena ataupun duduk di depan komputer. Pada tahap ini, kita bebas memilih tema, namun menurut
pengalaman penulis, lebih mudah memilih tema-tema yang dekat dalam kehidupan sendiri.
Hal ini berkaitan dengan masalah yang benar-benar dihadapi dan yang akan digali menjadi butir-butir
solusi. Ketika menulis buku ini, penulis masih aktif di Pengurus Harian Laboratorium Agama Masjid
Sunan Kalijaga, otomatis bersinggungan langsung dengan kehidupan sosial seperti bagaimana masjid
bisa menjadi rumah umat atau bagaimana masjid dapat menciptakan pola kaderisasi kepemimpinan yang
baik.
Selain aktif di masjid, penulis juga sedang menempuh kuliah S1 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam mengambil konsentrasi jurnalistik. Oleh karena itu bab-bab terkait media pun menjadi bahasan
sehari-sehari bersama kawan karib, terlebih pada politik. Itu gue banget!
Pada dasarnya, selama masih menjalani S1, mengambil tema apa saja yang disukai tidak masalah. Perlu
penulis tekankan bahwa usahakan tema yang dipilih merupakan tema favorit sehingga dengan demikian
akan merasa tertantang dan rasa ingin tahunya sangat tinggi meski dituntut lebih banyak berkorban. Apa
pun yang dicintai, pasti dikejar meski banyak berkorban. Iya, kan?
Namun jika sudah menginjak S2 atau S3 harus mempunyai keilmuan yang spesifik, bukan berarti kuper
ilmu pengetahuan, namun agar dapat dipercaya oleh publik. Hal ini juga akan memengaruhi kita ahli
dalam bidang keilmuan seperti apa, karena di pojok bawah biasanya terdapat nama penulis arikel opini
sekaligus menjabat dalam hal apa. Coba lihat contoh-contoh artikel di atas.
opentextbc.ca
Bagi penulis pemula, tentu belum terbiasa bagaimana agar dapat menuangkan gagasan lewat tulisan
secara runtut. Hal inilah yang sering dikeluhkan penulis pemula bahwa menulis itu sulit, baik untuk
memulainya ataupun melangkah ke tulisan berikutnya.
Bahkan, jika tak mempunyai daya juang yang tinggi terkadang ada beberapa penulis pemula yang
langsung “drop” ketika ada sahabat ataupun teman yang memberikan komentar, kok nggak nyambung.
Sekali lagi, itu sudah biasa. Penulis yang saat ini besar pun dulunya mengalami hal yang sama.
So, bagi yang berniat untuk menjadi penulis, jangan pantang menyerah, jika jatuh segera bangkitlah, jika
telah bangkit kobarkan selalu semangat!
Adapun cara membuat outline sangatlah beraneka macam. Saking banyaknya, di bawah ini akan
disampaikan kebiasaan penulis dalam membuat outline untuk membantu menulis sebuah artikel secara
umum. Adapun jika mempunyai cara dan trik tersendiri itu sah-sah saja. Berikut adalah gambaran paling
umum sebuah state of mind.
1.
1. Judul
2. Lead
3. Peralihan
4. Penyebab atau latar belakang masalah
5. Data
6. Peraihan
7. Opini pendapat
8. Penutup
Mudah tho? Atau masih kesulitan dan tersesat juga? Ok deh, jika kita menggunakan peta seperti diatas
untuk menyusuri hutan intelektual tentu kita masih bingung dan akan tersesat. Ada baiknya jika buat
menjadi rinci tema apa yang akan kita angkat.
Dengan begitu, setiap menulis akan jalan sesuai jalur yang dituliskan menuju tempat yang dijadikan
tujuan. Tak ribet, tak kesripet, tak bingung, tak mondak–mandek dan tak linglung bentar-bentar istirahat.
Coba kita ambil contoh terkait tema yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan, yakni demonstrasi menolak
BBM. Disini, kita akan menjadi pihak yang kontra terhadap demonstrasi yang mengarah ke anarkhi.
Ketika membaca judul, redaktur akan melihat sekilas beberapa detik saja lalu membiarkannya. Jika
judulnya saja tidak menarik dan memikat bagaimana redaktur bisa tergoda?
Dari hal di atas, maka judul sebuah artikel seharusnya menarik, bahkan menurut Bung Bram, judul
sebuah artikel memang semestinya disengaja kontroversial dan provokatif. Hal ini jugalah yang membuat
opini menjadi menarik, berada jelas di salah satu pihak namun menggunakan bahasa eufimisme.
Di dalam proses pembuatan artikel, judul dapat disematkan di awal ataupun di akhir tulisan. Jika di awal
sudah langsung menemukan judul yang cocok berbarengan penemuan tema, maka penulis tak perlu
menggantinya.
Namun terkadang banyak penulis memang mengakhirkan dalam pemberian judul, demi menunggu kata-
kata inspirasi yang menggugah, menggoda, tak lazim, mengagetkan, lucu, dan berkesan.
Selangkapnya baca Belajar Menulis Judul Artikel Opini yang dapat meluluhkan hati redaktur…
Bagi redaktur, adalah kewenangan tertinggi memperlakukan teks kita, tentu tak mau ambil pusing dalam
menyeleksi. Selain per harinya kurang lebih ada seratusan artikel yang masuk, redaktur terkadang juga
masih mengerjakan tugas yang lain.
Oleh karena kebiasaan itulah redaktur terkadang hanya melihat judul atau hanya lead-nya saja. Jika yang
awal memberikan kesan yang baik, insya Allah akan dimuat. Maka jagalah kesan baik itu selamanya.
Baca lebih detail lagi uraian dan contoh-contoh leadnya Belajar Menulis Lead yang Mudah
Dipraktikkan…
Ketika kita menjadi penulis pemula, lalu kita mencoba membacanya sendiri pasti ada rasa anggapan
“wagu”. Anggapan ini memang ada benarnya, terlebih ketika kita membaca karya-karya orang lain pasti
kerasa banget.
Tapi insya Allah, Penulis akan memberikan kontribusi paling tidak menambah sedikit wawasan terkait
penulisan middle ini. Penulis sering berpikir, mengapa orang yang gemar ke perpustakaan selalu pandai?
(Bagi yang di perpustakaan membaca buku lho).
Hemat Penulis, jawabannya sangat sederhana, ketika ia ada masalah dalam mengerjakan suatu hal ia
terus fokus untuk memecahkan masalah melalui jelajah-jelajah buku. Ingat kata pepatah bijak, “Banyak
orang yang gagal karena tidak fokus”. Penulis yakin pasti orang yang bersungguh-sungguh akan
menemukan buku yang merangsang berpikir dan sesuai dengan kemampuan kita menyerap ilmu.
Arti lainnya, setiap orang memang mempunyai kecenderungan masing-masing terhadap bagaimana ilmu
disampaikan atau bagaimana ilmu akan tersalurkan dengan sempurna. Setiap orang mempunyai masing-
masing cara.
Middle atau yang sering disebut tubuh tulisan atau bisa disebut paragraf pengembang adalah inti dari
sebuah gagasan tulisan. Maka tak heran jika beberapa penulis pemula KO di ronde ini dikarenakan
bukan hanya satu gagasan saja, namun berbagai gagasan yang saling berkesinambungan.
Selain anggapan sukar dan dibutuhkan gagasan yang sistematis, Penulis yakin pasti godaan-godaan
juga berat di luar sana. Mulai dari ajakan teman nonton bioskop, nongkrong di angkringan, ataupun
pesta-pesta khas anak muda lainnya. Jangan mau! Semua ada batasnya! Jangan biarkan waktu kita
berlalu dengan obrolan yang sia-sia, arahkan ke diskusi yang berbobot dan berkualitas.
Simak Selengkapnya bagaimana cara menuangkan pikiran isi yang berbobot, kaji juga bagaimana
academic IND memberikan tips cara mencari data yang valid di Belajar Menulis Middle Artikel Opini...
Karangan harus ditutup dengan halus namun memiliki power, seperti pesawat yang terbang dari atas
kemudian turun perlahan-lahan membentuk jalan landai dan pendaratan yang sempurna.
Selanjutnya, penutup juga sebagai indikasi penegasan gagasan ataupun ide kita. Dengan hal ini kita
yakin dan kita merasa perlu untuk menyampaikan bahwa gagasan kita penting adanya, layak
diperhitungkan, dan perlu diketahui publik.
Maka dari itu, gagasan sebisa mungkin merupakan hasil pemikiran yang orisinal, karena bagaimanapun
juga, pembaca sangat membutuhkan pandangan baru dalam setiap masalah. Semakin banyak
pandangan dari penulis yang lain, akan semakin menarik suatu masalah untuk didiskusikan.
Penutup bisa juga untuk mengindikasikan kesimpulan yang dibuat dengan poin-poin penting sebagai
pengingat kembali. Selain itu, bisa juga menggunakan saran sebagai penutup atau harapan sekaligus
doa terkait masalah yang diangkat.
Terakhir, bisa juga menambahkan penutup yang menyentak, tajam, tegas, ataupun pilihan-pilihan kata
kebenaran yang membuat pembaca tak bisa berkelit dan percaya 100% terhadap gagasan yang
disampaikan.
Ingin tahu bagaimana caranya menutup sebuah tulisan dengan baik dan memukau? Teruslah
berselancar di academic IND ya Belajar Menulis Penutup Artikel...
E. Mengedit Tulisan
Pada bagian ini, tulisan memang akan disempurnakan. Ibarat pisau yang hendak digunakan agar tajam
maka harus diasah terlebih dahulu. Penulis berpesan kepada penulis pemula agar serius dan
bersungguh-sungguh pada tahap ini. Pada proses editing ini pilihlah waktu yang tenang, sunyi, dan
nyaman.
Kondisi tersebut membuat tulisan mengalir begitu indah dan alurnya bisa menjadi jelas. Banyak memang
tulisan yang alurnya tidak sesuai, salah satu penyebabnya menurut Penulis kurangnya konsentrasi dan
ditambah faktor tempat pengeditan yang kurang kondusif.
Selain itu, konsentrasi juga akan membantu menemukan kesalahan-kesalahan dalam penulisan sesuai
kode etik jurnalistik. Usahakan minimal kesalahan tanda tulis tidak lebih dari 3 kali bahkan jika bisa soal
tanda baca atau kepenulisan jangan ada kesalahan. Kita pilih waktu-waktu yang hening seperti tengah
malam, sepertiga malam, atau sehabis subuh. Selain otak masih fresh tanpa beban pikiran yang lain,
juga kondisi pikiran masih segar.
Belajar dari para senior, jangan berpikir bahwa penulis-penulis besar seperti Cak Nun, Mahfud M.D., dan
lain sebagainya hanya melakukan pengeditan sekali saja. Mereka melakukan proses edit berkali-kali
hingga tulisan benar-benar tidak ada kesalahan tanda baca, alur jelas, dan makna yang ingin
disampaikan yakin tersampaikan.
Maka dari itu, jangan berkecil hati jika selama ini melakukan pengeditan melebihi seratus kali. Itu proses
dan itu adalah baik. Berikut adalah beberapa pemaparan yang akan saya sampaikan terkait beberapa
kesalahan besar yang sering dialami penulis pemula dalam proses pengeditan.
Pantau uraian editing yang mudah belajar para senior dan tokoh-tokoh nasional di Sempurnakan Tulisan
Melalui Editing…
Dalam kata pengantar ini, kita menuliskan siapa kita sebenarnya, baik jabatan, profesi, ataupun lainnya.
Perlu diingat, untuk menunjang brand kita, buat saja blog ataupun web, sehingga kita juga dikenal di
dunia maya. Adanya surat pengantar harus kita maksimalkan dengan mengisi identitas yang benar dan
dapat dipertanggungjawabkan.
Berkaitan dengan kata pengantar, Penulis sendiri terinspirasi adanya identitas yang selalu tertera pada
bagian pojok paling bawah sebuah artikel opini. Pada bagian tersebut, ada berbagai latar belakang
profesi sang penulis.
Oleh karena itu, agar artikel kita semakin dipercaya, alangkah lebih baiknya kita ceritakan kepribadian
kita agar mengenal lebih dekat. Misal kita pernah aktif di salah satu organisasi, pernah menjadi pemimpin
suatu organisasi, atau yang lainnya, sehingga kita mampu meyakinkan bahwa kita ikut ambil bagian
dalam penyelesaian masalah bangsa.
Perlu diingat, terkadang organisasi memang menentukan. Dalam hal ini, tentu organisasi yang telah
terbukti melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa menjadi salah satu kepercayaan sang redaktur terhadap
tulisan gagasan kita. Hal ini berkaitan munculnya banyak organisasi-organiasai yang keberadaannya
tidak konsisten.
Selain tidak konsisten juga organisasi yang anggotanya seperti “bebek”, yakni anggota yang selalu
membenarkan senior-seniornya walaupun telah terbukti melakukan kesalahan. Yang ada kebenaran itu
hanya milik kelompoknya.
Sebar
Sebarkan
Twit
Tambah +1
Posting pada Aacademic SEO, ENTREPRENEUR, Tips & TrikDitag Artikel Media massa, Artikel
Opini,cara membuat opini, cara menulis, Contoh Artikel Koran, Contoh Kalimat Fakta, Contoh Kalimat
Opini, Opini Kompas, Teknik Menulis, Tembus Opini Koran Kompas, Tips Tembus Kolom Opini Kompas
Navigasi pos
Pos sebelumnyaSambas Mangundikarta Pencipta Lagu Manuk Dadali
Pos berikutnya9 Doa Rabiatul Adawiyah yang Akan Membuat Hati Merasa Cemburu Sejati
Zamhari - http://academicindonesia.com
Ambil Keilmuan Jurnalistik — Hobi Men-SEO-kan Konten — Tinggal di Daerah Istimewa Yogyakarta —
Gabung dan Dapatkan Berbagai Info Kampus di Komunitas Academic Indonesia Whatsapps di 0812-
8307-7972
Balas
1. Redaksi academic berkata:
Balas
4. Bloggerpedia berkata:
penjelasannya detail dan lengkap banget, ternyata banyak juga ya aturannya untuk bikin opini.
Balas
1. Redaksi academic berkata:
iya begitulah. Penjelasan di atas biasanya digunakan untuk menembus kolom opini koran-koran
Balas
5. M. Fauzi berkata:
Balas
1. Redaksi academic berkata:
25/07/2016 pukul 11:24 AM
Balas
6. ngapak berkata:
Mantap mas…
Balas
1. Redaksi Academic berkata:
Balas
7. Brian Munthe berkata:
Sangat bermanfaat pak/bu. Saya baru belajar membuat artikel opini. Setelah saya baca blog ini, saya
mendapatkan ilmu yang berharga dan saya tahu masih banyak kesalahan dalam artikel saya. Izin share
ke blog saya ya bu/pak.
http://brianmunthe.blogspot.co.id/
Makasih Ya pak/bu.
Balas
1. Redaksi Academic berkata:
Silahkan dibagikan agar bermanfaat bagi banyak orang. Selamat belajar dan selamat mengikuti web ini
selalu
Balas
8. prayoga berkata:
Tulisan kakak sangat tersusun rapi, saya yang masih pemula, jadi belum bisa membuat artikel
seperti ini….
Balas
1. Zamhari berkata:
Balas
9. andi ansyori berkata:
bermanfaat
Balas
1. Zamhari berkata:
Alhamdulillah yah
Balas
10. YULIA berkata:
INGIN TTAHU BGMN CRA NYA MENULIS ARTIKEL YG BAIK DAN BNR PENULISANNYA,MF
SBLMNYA KRN SYA BRU PEMULA,TRMKSIH
Balas
1. Zamhari berkata:
Berlangganan saja di Academic Indonesia, simak tulisan terbaru ya,…. ada judul cara membuat
artikel
Balas
11. yati asmuliyati berkata:
Balas
1. Zamhari berkata:
Balas
12. DE NATURE INFO berkata:
Balas
Tinggalkan Balasan
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *
Kirim Komentar
Cari untuk:
Join Group Fb Terbesar Info Beasiswa
Bimbingan STAN
ACADEMIC INDONESIA: INFO KAMPUS SELURUH INDONESIA
Study
Opini
Fiksi
Beasiswa
o Beasiswa Diploma
o Beasiswa S1
o Beasiswa S2
o Beasiswa S3
Travel
Bisnis
Asuransi
Kartu Kredit
Investasi
Property
English
Tutup Menu
Tentang Kami
Kontak
Beriklan
Kebijakan Privasi
Kirim Tulisan
Tutup Menu
Sign in
Ebook
Editorial
Featured
Teknik Menulis
Tips&Trik
EDITORIAL
TEKNIK MENULIS
TIPS&TRIK
Facebook
Twitter
Dengan contoh di bawah ini Anda bisa menjadikannya panduan pada saat Anda
membuat tulisan, entah itu opini, esai, maupun artikel. Tentu tidak harus
seperti itu dalam membuat gaya bahasanya, tapi paling tidak Anda bisa
menjadikan cerminan bagi tulisan Anda.
Selain itu, Anda juga bisa belajar dari masing-masing contoh tulisannya tentang
bagaimana cara membuka tulisan, membahas sebuah permasalahan, dan
menyelesaian permasalahannya. Nikmatilah, kalau perlu bacalah berulang kali
hingga Anda betul-betul menghayatinya.
Contoh Opini
Guru Profesional dan Plagiarisme
— Mochtar Buchori*
KASUS 1.082 guru di Riau yang ketahuan menggunakan dokumen palsu agar
dapat dikategorikan sebagai ”guru profesional” sungguh memilukan. Dalam hati
saya bertanya, apakah guru-guru ini masih dapat mengajar di sekolah mereka?
Masih ada sederet pertanyaan lain dalam kasus ini tentang guru-guru ini. Yang
sungguh mengganggu pikiran saya adalah bagaimana para guru itu masih dapat
mengajar dengan baik setelah mereka kehilangan wibawa (gezag) akibat
peristiwa ini? Sebutan ”guru profesional” tak akan dapat mengembalikan
wibawa yang hilang karena plagiarisme tadi.
Bahkan, sebutan apa pun tak ada yang dapat mengembalikan wibawa yang
hilang dalam jabatan guru. Titel ”profesor” sekali- pun tak dapat
mengembalikan kewibawaan seorang guru besar yang melakukan plagiat.
Contoh ini merujuk kasus plagiat seorang profesor dari perguruan tinggi
terkemuka di Bandung yang dimuat The Jakarta Post pada 12/11/2009. Tulisan
dinilai menjiplak artikel jurnal ilmiah Australia karya Carl Ungerer.
Kita tahu betapa kasus ini sangat memalukan dan memilukan, khususnya bagi
dunia akademis. Pertanyaan penting adalah bagaimana ini dapat terjadi?
Khusus tentang kasus plagiat oleh sejumlah guru di Riau, jangan-jangan ada
sesuatu yang salah secara fundamental dalam program profesionalisasi bagi
guru-guru kita. Sejak semula saya sudah ragu tentang program ini.
Sekarang ini terasa betul kebenaran ucapan seorang profesor Inggris pada
tahun 1954: ”If you learn from a teacher who still reads, it is like drinking fresh
water from a fountain. But if you learn from a teacher who no longer reads, it is
like drinking polluted water from a stagnant pool”. Belajar dari guru yang terus
membaca, rasanya seperti minum air segar. Namun, belajar dari guru yang tak
lagi membaca, seperti minum air comberan.
Dan sekarang ini, dalam abad ke-21, seorang guru baru dapat disebut ”guru
profesional” kalau dia memiliki learning capability, yaitu kemampuan
mempelajari hal-hal yang harus dipelajarinya, hal-hal yang perlu dipelajarinya,
dan hal-hal yang tidak perlu dan tidak dapat dipelajarinya. Kemampuan-
kemampuan tumbuh dari pengetahuan tentang dirinya sendiri, siapa dirinya
sebenarnya, dan mengetahui pula pribadi-pribadi bagaimana yang tidak
mungkin dicapainya. Ditirunya, ya, tetapi dicapainya (verpersoonlijkt), tidak!
Singkatnya, guru profesional adalah orang yang tahu diri. Orang yang tahu diri
tidak akan melakukan plagiat.
Saya mendapatkan kesan bahwa esensi profesionalitas guru ini tidak pernah
dijelaskan kepada guru-guru yang ingin maju, guru-guru yang benar-benar
ingin memahami tugasnya dan memperbaiki kinerjanya. Kesan saya lagi, yang
ditekankan dalam usaha-usaha peningkatan kemampuan (upgrading) adalah
pengetahuan tentang kementerengan guru profesional. Hal-hal yang
berhubungan dengan kosmetik keguruan profesional. Guru-guru muda yang
baru selesai ditatar jadi guru profesional tampak ganteng (handsome) atau
cantik, tetapi tidak memancarkan kesan keprofesionalan yang mengandung
wibawa.
Tentang plagiat
Plagiat berasal dari kata Belanda plagiaat yang artinya ”meniru atau mencontoh
pekerjaan orang lain tanpa izin”. Jadi, plagiat merupakan suatu bentuk
perbuatan mencuri. Mengapa ini dilakukan, sedangkan guru selalu berkata
kapada murid untuk tidak mencontek?
Dugaan saya, pertama-tama adalah karena para guru di Riau tadi ingin segera
mendapatkan tunjangan finansial dan julukan ”guru profesional” beserta yang
menyertainya. Ini tidak mengherankan! Karena setelah bertahun-tahun hidup
dalam keadaan serba kekurangan, dengan kedudukan sosial yang tidak terlalu
mentereng, maka ketika datang kesempatan untuk perbaikan, mereka berebut
meraih kedua perbaikan sosial tadi secara cepat. Lebih cepat, lebih baik!
Kedua, ketentuan bahwa untuk jadi ”guru profesional” seorang guru biasa harus
membuat karya ilmiah tidak benar-benar dipahami artinya. Membuat ”karya
ilmiah” itu apa? Yang diketahui kebanyakan guru adalah bahwa ”karya ilmiah”
adalah makalah yang disusun berdasarkan pemikiran atau penelitian sendiri.
Sifat ilmiah harus terlihat dari judul, metodologi, dan istilah-istilah yang
digunakan.
Di antara para guru yang mengejar sebutan profesional ini selama masa studi
mereka banyak yang tidak mendapat kuliah atau latihan dalam membuat karya
ilmiah. Mempelajari lagi kemampuan ini dari permulaan terasa sangat berat.
Maka, dicarilah jalan pintas. Membayar orang untuk menyusun karya ilmiah ini,
atau membajak karya ilmiah yang sudah jadi, dan di-copy tanpa izin. Dan
terjadilah plagiat.
Bagaimanapun kasus plagiat ini harus segera ditangani secara serius dan
jangan sampai terulang. Ingat, hal ini berpotensi terjadi lagi dan lagi kalau kita
hanya menindak mereka yang tertangkap melakukan plagiat. Harus dilakukan
langkah pencegahan. Bila kita gagal menghentikan praktik buruk plagiat oleh
guru-guru ini, seluruh masa depan pendidikan kita akan menghadapi
kehancuran.
Contoh Esai
Mocosik dan Kelisanan Kelima
— Muhidin M. Dahlan
“Jika bukan karena ayah yang memperkenalkan aku kepada buku, aku tentu
tidak menjadi seperti sekarang, bisa menulis lagu dan puisi” ~ RAISA, penyanyi
Mocosik Book and Music Festival memang sudah berakhir di Hari Valentine
tahun 2017 ini. Namun, makna kehadiran yang dikandungnya justru baru saja
dimulai. Terutama soal apakah Mocosik yang diselenggarakan promotor buku
Kampung Buku Jogja dan promotor musik Rajawali Indonesia Com ini memberi
kesegaran pada pergelaran buku di Yogyakarta.
Dari segi tema dan pola, jelas Mocosik adalah festival pertama yang
mempertautkan buku dan konser musik dalam satu tarikan panggung besar.
Dari segi tata panggung dan hampir seluruh area konser musik ini dirancang
seperti halnya kita memasuki sebuah peristiwa festival buku. Para pencinta
buku dan penonton musik diperkenalkan dengan nama, wajah, dan sejumlah
kutipan pikiran mereka dalam lebih dari 40 panel yang menghiasi seluruh
dinding pertunjukan.
Saya menyaksikan Mocosik sebagai dakwah populer memasuki pintu air bah
kelisanan kelima yang ditawarkan media sosial kiwari.
Teknologi Percakapan
Berbareng dengan apel ala room chat Yahoo Messanger, wabah budaya SMS
turut berkembang saat pengguna ponsel membiak. Lahirnya platform
Blackberry Messanger dan saat ini Line dan WhatsApp menjadikan kegilaan
pada budaya cakap makin tak terbendung di mana bersamaan dengan itu
ledakan penggunaan media sosial makin tak terkendali.
Twitter dan Facebook, untuk menyebut contoh, adalah lanjutan budaya cakap
dalam bentuk tertulis. Bentuknya yang serius di sastra adalah lahirnya penulis-
penulis Wattpad Literature; sebuah platform bersama yang memungkinkan
remaja bercerita apa saja dengan sebayanya. Ajaib, kadang unggahan-
unggahan cerita cakap mereka mengundang jutaan pembaca yang umumnya
berusia 15 hingga 24 tahun.
Oleh karena itu, Mocosik menjauhi model seminar serius untuk mengajak dan
memanggil-manggil orang membaca buku. Bahkan, kerap karena dipanggil
dengan cara didaktik, bukan pembaca yang datang, terutama lapisan kawula
muda, malahan para pegiat buku dirundung putus asa. Maka, suara yang keluar
adalah suara sumbang melulu, keluhan melulu.
Tentu saja, Mocosik masih perlu diuji sejarah hingga satu dekade ke depan
apakah mendialogkan budaya baca dan dengar bisa berjalan bersisian dan
menampakkan hasil yang sepadan dengan misi awalnya.
Sumber: http://muhidindahlan.radiobuku.com/2017/02/25/mocosik-dan-
kelisanan-kelima/
Contoh Artikel
Menyemai Pendidikan Karakter Berbasis Budaya dalam Menghadapi Tantangan
Modernitas
Selanjutnya, kira-kira misi atau sasaran apa saja yang harus dibidik dalam
pendidikan karakter? Pertama kognitif, mengisi otak, mengajarinya dari tidak
tahu menjadi tahu, dan pada tahap-tahap berikutnya dapat membudayakan
akal pikiran, sehingga dia dapat memfungsi akalnya menjadi kecerdasan
intelegensia. Kedua, afektif, yang berkenaan dengan perasaan, emosional,
pembentukan sikap di dalam diri pribadi seseorang dengan terbentuknya sikap,
simpati, antipati, mencintai, membenci, dan lain sebagainya. Sikap ini semua
dapat digolongkan sebagai kecerdasan emosional. Ketiga, psikomotorik, adalah
berkenaan dengan aktion, perbuatan, prilaku, dan seterusnya.
Tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada dua hal yang utama.
Pertama, membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih
kompleks berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong
siswa untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan
posisinya dalam suatu masalah moral (Superka, et. al., 1976; Banks,
1985). Proses pengajaran nilai menurut pendekatan ini didasarkan pada
dilemma
moral, dengan menggunakan metoda diskusi kelompok.
Penutup
DAFTAR PUSTAKA
Hersh, R.H., Miller, J.P. & Fielding, G.D. 1980. Model of moral education: an
appraisal. New York: Longman, Inc.
Kohlberg, L. 1971. Stages of moral development as a basis of
moral education. Dlm. Beck,C.M., Crittenden, B.S. & Sullivan, E.V.(pnyt.). Moral
education: interdisciplinary approaches: 23-92. New York: Newman Press.
Sumber: https://taufikhidayat93.blogspot.co.id/2015/12/contoh-artikel-ilmiah-
menyemai.html
TAGS
ARTIKEL
CONTOH TULISAN
ESAI
OPINI
SHARE
Facebook
Twitter
tweet
Iqbal Dawami
Tips&Trik
Launching Buku yang Asyik
Editorial
Latihan Editing
Editorial
Artikel
LEAVE A REPLY
Post Comment
0FansLIKE
65,675FollowersFOLLOW
5,192SubscribersSUBSCRIBE
Artikel Terbaru
Daftar Isi
Kerja Sama
Contact Us
Tentang Kami
Kalian pernah, gak sih, menemukan kata yang sering salah dalam sebuah tulisan? Ataukah kalian
tidak tahu bahwa kata tersebut salah? Perhatikan contoh kalimat berikut. Mira tak...
BERANDA
MEMAHAMI BERITA DAN OPINI
02.24.00
Curriculum Vitae
Amzulian Rifai adalah Dosen Fakultas Hukum UNSRI. Pernah menjadi pimpinan majalah sekolah
Gema Siswa (semasa SMA 1982-1984), aktivis mahasiswa, pimpinan umum harian Media Musi
Rawas di Lubuk Linggau, kolomnis diberbagai harian diantaranya SINDO, Sumatera Ekspress, dan
Berita Pagi. Telah menulis lebih dari 400 artikel di Surat Khabar, menjadi pembicara lebih dari 275
kali diberbagai seminar dan menerbitkan sekitar 15 buku. Menulis, tetap menjadi hobby dengan
prinsip “tidak harus menulis yang berat-berat. Topik sederhanapun dapat menjadi objek tulisan.”
Abstrak
Profesi penulis juga beresiko. Diantara mereka ada yang bermasalah dikarenakan tulisannya.
Wajar saja dikarenakan suatu tulisan dapat melahirkan bermacam interpretasi. Itu sebabnya,
seorang penulis harus memahami beberapa macam bentuk tulisan. Berita dan opini harus difahami
secara benar jika dituangkan dalam tulisan. Berita adalah bentuk tulisan non fiksi berdasarkan
sebuah peristiwa faktual.
Saya beberapa kali “kena marah” pembaca dikarenakan opini-opini yang dimuat dalam berbagai
kesempatan. Persoalannya mungkin sederhana karena mencampuradukkan antara fakta dan
opini. Apalagi jika opini tersebut merugikan orang lain karena tidak benar, tidak berdasarkan fakta.
Macam-macam pengalaman saya yang hobby menulis (walaupun bagi sebagian orang
tulisan-tulisan saya sederhana saja). Suatu waktu saya menulis tentang Sumatera Selatan yang
menurut saya sederhana saja. Diantaranya menulis tentang kondisi jalan di Sumatera Selatan.
Diluar dugaan saya “opini tentang jalan di Sumatera Selatan” membuat pendukung Gubernur saat
itu “marah besar.” Saya ditelpon, termasuk ditakut-takuti melalui telpon. Pada kesempatan lain
saya dikuliahi agak keras oleh senior karena tulisan itu dinilai sebagai opini “yang kasar” tidak
memperhitungkan perasaan para senior. Banyak lagi pengalaman saya sebagai penulis yang
terkadang mencampur adukkan antara fakta, berita dan opini saya pribadi. Apalagi jika opini itu
dinilai datang dari “anak kecil” bukan seorang sarjana apalagi seorang Guru Besar. Bahkan sebagai
seorang professorpun tidak juga menjamin bebas dari amarah orang lain terhadap opini yang
dihasilkan.
Atas dasar pengalaman itu dan dinamika masyarakat kita, maka penting bagi siapa saja yang
bergerak dalam aktivitas tulis-menulis untuk memahami beberapa jenis tulisan diantaranya seperti
berita, opini, kolom, esai.
footnote:
[1] Materi disampaikan dalam Pelatihan Jurnalistik Tingkt Lanjut Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Sabtu, 2 Juli 2011, Semata-mata
untuk tujuan pengajaran (non-komersial), materi tulisan dikutip dari beberapa sumber, diantaranya: “Bentuk-bentuk Tulisan di Media Massa”
http://dunia.pelajar-islam.or.id
SHARE ON FACEBOOK
SHARE ON TWITTER
← Previous Story
Next Story →
0 KOMENTAR
Link ke posting ini
Buat sebuah Link
ABOUT ME
INSTAGRAM @MAMANISSS
STATISTIK
425,985
BLOG ARCHIVE
► 2018 (1)
► 2017 (9)
► 2016 (22)
► 2015 (10)
► 2014 (14)
► 2013 (23)
► 2012 (69)
▼ 2011 (46)
o ► Des (8)
o ▼ Nov (8)
Runtuhnya Jembatan Gantung Kutai Kartanegara. Siap...
Memahami Berita dan Opini
Review: kegiatan Pelatihan Manajemen Website se-Su...
Review: Chillar Party ( Anak-anak pemberani "melaw...
LEMBAGA PERWAKILAN
KONSTITUSI
PENDASARAN KEKUASAAN NEGARA
UNSUR-UNSUR NEGARA DAN ASPEK-ASPEK NEGARA
o ► Okt (4)
o ► Sep (3)
o ► Jun (22)
o ► Mei (1)
PART OF...
BLOGGER WONGKITO
LET'S BE FRIENDS
POPULAR POSTS
Sahnya Perkawinan
SAHNYA PERKAWINAN MENURUT UU NO.1/1974 Pasal 2 ayat (1) perkawinan itu dinyatakan sah
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing ag...
Tujuan Perkawinan
Tujuan Perkawinan Menurut UU No.1/74 membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia kekal
berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Tujua...
LEMBAGA PERWAKILAN
Lembaga Perwakilan Demokrasi tidak mungkin diterapkan s e c a r a langsung • Wilayah yg luas
• Jumlah pendudu...
KONSTITUSI
Teori Konstitusi Bagir Manan : Konstitusi adalah sekelompok ketentuan yang mengatur organisasi
negara dan susunan pemerintahan suatu ...
GOOGLE+
TWITTER