Anda di halaman 1dari 57

Skip to content

 Tentang Kami
 Kontak
 Beriklan
 Kebijakan Privasi
 Kirim Tulisan

 Study
 Opini
 Fiksi
 Beasiswa
 Travel
 Bisnis
 Asuransi
 Kartu Kredit
 Investasi
 Property
 English

ACADEMIC INDONESIA / ENTREPRENEUR / Aacademic SEO / Belajar Menulis Artikel Opini Paling Lengkap dari Sejarah,
Pengertian, Tips dan Contoh-Contoh Artikel
Belajar Menulis Artikel Opini Paling Lengkap dari Sejarah, Pengertian,
Tips dan Contoh-Contoh Artikel
03/03/2016Oleh Zamhari

Cara Mengirim Artikel Opini Mahasiswa di ACADEMIC


INDONESIA
Sahabat mahasiswa di seluruh indonesia,
Kirimkan artikel opini Anda ke kolom Opini Mahasiswa ACADEMIC INDONESIA dengan ketentuan:

1. Tulisan berjumlah 1000 kata, Lebih diperkenankan


2. Tulis identitas lengkap mulai dari asal kampus, jurusan, semester dan quotes Anda ttg menulis
3. Sertakan foto Anda menggunakan almamater kampus Anda
4. Tema tulisan kabar2 terhangat yang sedang terjadi baik di Indonesia maupun mancanegara
5. Tulisan bisa berbahasa Indonesia maupun berbahasa Inggris

Tulisan akan dipilih berdasarkan kualitas terbaik. Setiap tulisan artikel opini yang dimuat di ACADEMIC
INDONESIA RUBRIK OPINI akan mendapatkan merchandise cantik ACADEMIC INDONESIA.

Kirimkan artikel opini Anda via email ke redaksiacademic@gmail.com


*Terbit setiap Selasa

CARA MEMBUAT OPINI — Sebelum beranjak pada pengertian opini, penulis ingin mengajak pembaca
sekalian untuk mengenali sejarah rubrik sekaligus munculnya artikel opini di kancah pers Indonesia.

Dengan mengenali sejarah, harapannya akan lebih muda ketika memahami cara membuat opini. Di
antara rubrik yang ada, seperti kesehatan, hukum, mancanegara, dan lain sebagainya, rubrik opini
adalah rubrik yang bisa dibilang tempat terhormat.

Mengapa demikian, hal ini dikarenakan adanya dialektika pada ruang tersebut. Rubrik yang menyajikan
adu gagasan, pandangan sang redaktur, kritikan terbuka, sampai kritikan dari akar rumput untuk para
penguasa tidak luput dari rubrik opini.

Di Indonesia sendiri, peran pers dalam menyatukan rakyat Indonesia untuk melawan penjajahan
sekaligus upaya memerdekakan bangsa Indonesia sangatlah signifikan. Sejarah yang tertoreh
menyebutkan bahwa rubrik opini menjadi salah satu perhatian serius Pemerintahan Hindia Belanda.

contemporaryseeker.com
Beberapa dosen mengatakan; “Jika kamu ingin jalan-jalan tanpa mengeluarkan biaya bahkan malah
dibayar, Anda cukup menguasai satu jenis tulisan ini”, Apa itu? Baca mengenai artikel bertajuk  Contoh
Essay dan Panduan Cara Membuatnya
Sebagai contoh, peran Balai Pustaka yang proyeknya menerjemahkan tulisan-tulisan dari pers Melayu
dan China. Pers tersebut terbit di Indonesia yang diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda.

Pada masa itu, pers khususnya rubrik opini digunakan oleh para intelektual dan para pejuang untuk
melawan, menyampaikan kritik kepada Belanda. Penggugah, adalah salah satu contoh media cetak di
Solo yang menyajikan opini pedas, tajam sekaligus menukik pada masa itu. Soewardi sebagai pemimpin
redaksi pada waktu itu berani menerbitkan opini kritis yang diterbitkan pada 14 Februari 1923.

Opini tersebut sebagai ungkapan kekecewaan sekaligus gugatan perwakilan rakyat. Pasalnya, selama ini
Belanda dengan segala tipu muslihatnya sengaja melemahkan kaum pribumi.

Kritik tersebut juga disampaikan untuk Ahmad Djajadiningrat selaku Bupati Serang akibat adanya
nepotisme yang menjadikan rakyat kecil semakin tertindas dan tak bisa menempati pos-pos penting
dalam pemerintahan.

Contoh lain dapat dilihat tulisan Susilo Sosro Prayitno yang diterbitkan Balai Pustaka 4 buku dalam
setahun. Tulisan yang mengangkat tema pendidikan tersebut ingin menjelaskan bahwa hakikat
pendidikan adalah kemerdekaan. Namun yang terjadi justru malah pendidikan dijadikan sebagai alat
untuk melegitimasi penjajahan terstruktur lewat pendidikan.

Orang pribumi dicekoki supaya tunduk dan patuh atas nama menuntut ilmu. Kekritisan ditumpulkan, hak
berpendapat dilarang. Seperti dalam kutipan berikut yang penulis ambil dari sebuah buku
bertajuk Bagaimana Mempertimbangkan Artikel Opini untuk Media Massa.

Memang benar, kita ini bisa diumpamakan kuda tetapi yang punya kuda tidak mau mematikan kudanya,
juga tidak mau menjadikannya kuda yang hebat. Jadinya kuda yang asal hidup saja. Tapi mengapa orang
yang punya kuda kurang makan itu tidak malu?

A. Pre-Writing Cara Membuat Opini


Sering penulis bertemu dengan teman-teman yang ingin menulis, tapi sebelum menulis malah
memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu. Rasa kekhawatiran yang terlalu berlebihan terkadang
melemahkan mental dan menganggap masa depan adalah gagal.

Maka benarlah pepatah mengatakan, “Jika kita gagal merencanakan, maka sebenarnya kita
merencanakan kegagalan”. Buanglah rasa kekhawatiran bahwa tulisan kita akan ditolak, tulisan tidak
bagus ataupun tulisan kita tak nyambung.

Itu semua adalah proses yang perlu dan harus dilalui semua penulis tak terkecuali penulis-penulis besar
yang ada saat ini, semua sama mengalami proses suka duka. Bab ini menekankan agar tahu ke mana
arah yang hendak dituju.

Seperti saat kita akan menuju Kota Yogya dari Bantul, maka semua hal yang menjadi keperluan harus
kita ketahui mulai dari jalan, mesin yang sehat, ataupun sebagai ban cadangan jika bocor. Berikut adalah
Tips menulis opini di media massa yang pernah penulis alami dan menjadi pengalaman, semoga
bermanfaat.

1. Paham Opini
pixabay.com
Salah satu keharusan penulis pemula khususnya artikel opini adalah mengetahui terlebih dahulu apa arti
atau definisi dari artikel dan opini itu sendiri. Dapat disimpulkan, bahwa opini termasuk tulisan non fiksi.

Gampangnya, menurut Edi Akhiles tulisan non fiksi ini adalah tulisan berkarakter ilmiah, berbasis data
dan dianalisa dengan sistematis (runtut, logis). Adapun tulisan non fiksi ini selain artikel opini juga dapat
berupa skripsi, disertasi, feature, makalah, esai dan yang lainnya.

Andi Andrianto dalam bukunya bertajuk Menaklukkan Media menjelaskan bahwa perbedaan opini dengan
artikel atau sebaliknya tidak terlalu mencolok, bahkan sering dianggap sama oleh beberapa kalangan
jurnalis.

Namun, kadang dua istilah tersebut memang membuat bingung dan kadang tak sadar memengaruhi kita
untuk selalu menunda-nunda untuk mulai menulis dan akhirnya tidak menulis.

Masih dikutip dari buku Andrian bahwa Anas Syahirul, pemimpin redaksi harian Joglo Semar Solo (2010)
menjelaskan bahwa artikel dan opini mempunyai banyak kesamaan dan perbedaan. Kesamaan
keduanya yakni artikel ataupun opini ditulis oleh penulis bebas alias bukan wartawan.
Kedua, mengangkat masalah aktual. Ketiga, teknik penulisan menggunakan pola deduktif-induktif atau
sebaliknya. Dapat juga menggunakan metode tesis-antitesis atau menggunakan rumus penulisan berita
5W+1H. Keempat, di kolom dewasa biasanya berkisar 3-4 halaman tapi untuk kolom mahasiswa hanya
1-2 halaman spasi ganda.

Selain adanya persamaan antara artikel dengan opini, keduanya juga mempunyai perbedaan yakni opini
lebih berisi pandangan subjektif terhadap suatu peristiwa atau kejadian. Dalam penulisan opini,
pandangan pribadi penulis sangat ditonjolkan.

Dan biasanya, lahirnya pandangan suatu opini tersebut didapat dari sumber-sumber berita kemudian
diolah menjadi serangkaian konsep ide gagasan dalam bentuk karya jurnalistik.

Sedangkan pengertian artikel itu sendiri merupakan bagian karya jurnalistik yang di dalamnya harus ada
data dan fakta secara detail. Data inilah yang biasanya digunakan untuk mendukung opini atau pendapat
seseorang penulis lepas untuk memperkuat pandangan pribadinya.

Kesimpulannya, artikel opini adalah salah satu karya jurnalistik yang bersumber dari berita atau
berangkat dari suatu masalah yang dibuat untuk mengedepankan gagasan atau pendapat yang
berdasarkan data dan fakta detail sebagai penguat.

Pendapat biasanya juga tidak hanya melulu bersifat pribadi, namun juga bisa merupakan pandangan
suatu instansi ataupun lembaga. Mengutip penulis senior KPI, Supadiyanto di dalam bukunya Berburu
Honor Lewat Artikel menekankan bahwa artikel opini adalah tulisan untuk menyikapi berbagai
permasalahan yang aktual yang dikemas dengan bahasa sederhana, menarik, dan tidak bertele-tele.

Dengan adanya sikap demikian, tulisan artikel opini harus mengandung unsur yang cerdas dan solusi
yang bijak. Hal tersebut untuk membantu dalam segi pencerahan masyarakat terkait permasalahan-
permasalahan sosial, ekonomi, politik, budaya, dan lain sebagainya.

Konkretnya, Yudi Nopriansyah selaku Pimred Lampung Post pernah mengatakan, “Ternyata, pengertian
opini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga terbitan Balai Pustaka Tahun 2002 sangat
singkat, yaitu pendapat, pikiran, pendirian. Setelah membaca pengertian itu penulis berpikir, kalau
pengertian opini sesederhana itu mengapa banyak di antara kita kesulitan ketika akan menulis sebuah
opini? Menulislah segera! Oke?

2. Mulailah dari Hal yang Kecil


colourbox.com
Rasulullah bersabda, “Amalan-amalan yang paling disukai Allah ialah yang lestari (langgeng atau
berkesinambungan) meskipun sedikit.” (H.R. Bukhari)

Setelah kita tadi ngobrol-ngobrol soal fokus, penulis ulangi sedikit apa itu fokus. Fokus tidak berarti cuek,
acuh tak acuh ataupun tak peduli keadaan sekitar. Fokus adalah cara seseorang bagaimana memelihara
sesuatu hal yang ia lakukan secara terus-menerus.

Ya, semua perlu ada keistikamahan, rutin, berkelanjutan, dan keseriusan. Tak perlu muluk-muluk, cukup
dari hal yang terkecil lama-lama akan menjadi besar. Ketelatenan itulah modal sebenarnya.

Siapa tak mengenal penulis seperti Imam Syafii, Plato, Aristoteles, Nurcholish Madjid, Hamka, atau
Ahmad Wahib? Mereka besar lewat tulisan-tulisan kecil dan sederhana dari catatan harian.

Catatan harian inilah wujud kita sangat menghargai hidup untuk berbagi dengan orang lain, karena
dengan diary, kita dapat mengisahkan perjalanan kita sebenarnya terkait rasa cinta, emosi, cemburu,
marah, dan lain sebagainya.

Itulah mengapa nama Ahmad Wahib yang meninggal ketika umurnya masih 30-an hingga sampai saat ini
masih seperti hidup di tengah-tengah kita. Ya, jika kita berpikir maka kita ada.
Selain hal di atas, perlu juga mulai menapak tangga-tangga kecil dalam hal keilmuan. Pernahkah berpikir,
setelah kita kelak meninggal nantinya kita akan dikenang sebagai apa?

Ipho Santoso juga sering mengungkapkan hal demikian. Mulailah dari yang kecil-kecil, karena petuah
mengatakan banyaknya manusia yang gagal itu salah satu faktornya juga karena enggan memperdalam
keilmuan.

Oleh karena itu, sering kita jumpai artikel-artikel opini yang di bawahnya menyertakan identitas
penulisnya. Sebagai contoh, mungkin ia bekerja sebagai dosen, pengusaha, menteri, atau lain
sebagainya. Hal ini merupakan hal yang penting juga untuk diperhatikan mengingat hal itu akan
menunjukkan siapa kita dan ahli dalam bidang apa.

Dalam hal ini, sedini mungkin kita mengasah jiwa profesionalisme kita agar ke depannya memang
terbentuk branding. Berkaitan dengan identitas, biasanya ini juga berkaitan dengan surat pengantar. Bab
selanjutnya akan membahas mengenai surat pengantar. Jangan beranjak dulu dari buku ini. Oke?

3. Kuasai Panggung Jurnalistik

creativityrulz.blogspot.com
Penulis sempat memberi masukan salah satu majalah di kampus UIN Sunan Kalijaga, pasalnya, majalah
tersebut memang bagus dalam hal cetak, namun sangat acak-acakan ketika di media online-nya.
Sayangnya, pengurus redaksi yang bersangkutan awalnya menyepelekan hal-hal kecil yang sebenarnya
tak bisa diremehkan dalam dunia jurnalistik.

Kaitannya dalam hal menulis artikel opini di media massa, yakni kesalahan huruf ataupun tanda baca
sebisa mungkin diminimalisir karena hal tersebut akan berpengaruh pada seseorang saat menilai kesan
pertama apa yang akan didapat sang redaktur.

Pertanyaannya, jika tulisan dasarnya saja belum benar, bagaimana pembaca bisa percaya bahwa
gagasan atau pendapatnya Anda itu bisa dipertanggungjawabkan?

Di sinilah letak kehati-hatiannya. Berikan kesan yang meyakinkan terhadap redaktur dengan memenuhi
dasar-dasarnya terlebih dahulu karena rubric opini adalah rubrik tergengsi.

Seorang redaktur biasanya tak mempunyai waktu banyak untuk mengoreksi secara jauh, maka
kebiasaan redaktur adalah melihat sekilas termasuk judul, kerapian tulisan, dan kode etik dasar dalam
kepenulisan jurnalistik.

Jika kesan pertama sudah menimbulkan kesan meyakinkan, insya Allah ke depannya akan dipercaya.
Namun jika awalnya saja sudah berantakan, ke depannya akan sulit dimuat karena banyak pertimbangan
yang muncul karena beranggapan dapat merugikan pihak media cetak bersangkutan atau bahkan akan
di-blacklist.

Selama ini, penulis berusaha menargetkan untuk tidak pernah salah dalam menulis artikel ataupun
mengikuti lomba-lomba. Hal ini agar menjadi kebiasaan ke depannya dalam melatih kedisiplinan,
keuletan, ketekunan, dan ketelitian.

Jika salah, ya usahakan tidak melebihi 3 kesalahan, karena jika sudah melebihi 3 kesalahan biasanya
artikel tidak terlalu dipertimbangkan untuk dimuat.

Oleh karena itu, ketelitian dalam menulis senantiasa diperlukan untuk menghasilkan tulisan yang tidak
hanya berkualitas pada konten, namun juga tata cara menulisnya. Begitu pula sebaliknya karena hal
tersebut sangat berpengaruh.

Perlu diingat, bahasa jurnalistik adalah bahasa yang sederhana, singkat, jelas, dan terkadang banyak
mengandung kata-kata ilmiah. Soal kata-kata ilmiah, penulis sengaja untuk merutinkan membaca artikel
opini baik itu dari Kompas, Republika, atau surat kabar lainnya.

Dari situ, kita pasti banyak menjumpai banyak kata-kata ilmiah seperti
halnya preventif (mencegah), crime extraordinary (kejahatan luar biasa), dan lain sebagainya. Semua
bidang keilmuan mempunyai kata ilmiah masing-masing walaupun ada juga yang dapat digunakan untuk
umum. Memang awalnya kita kesulitan untuk memahami sebuah opini, apalagi di koran-koran nasional
karena banyaknya kata ilmiah.

Oleh karena itu, penulis sempat “menabung” kata ilmiah yang sempat ditemui dari opini-opini surat kabar
nasional. Kata-kata ilmiah tersebut dicari satuper satu arti dan tujuannya baik melalui Googleataupun
kamus ilmiah kemudian ditulis khusus dalam buku kecil.

Ya, jika itu sudah dibiasakan, insya Allah tidak akan merasa kesulitan lagi untuk memahami sebuah
artikel opini nasional. Mboko sithiklah pokoke!

Selain ditulis dalam catatan kecil, perlu untuk mencontoh gaya belajar senior-senior KPI yakni ATM
(amati, tiru, modifikasi). Jurus ini memang ampuh karena jurus inilah yang banyak dilakukan oleh semua
orang yang ingin meraih apa keinginannya.

Tak hanya seorang penulis, seorang seniman, penyanyi atau pemain sinetron pun awalnya meniru dan
akhirnya dengan bantuan berpikir dan mengevaluasi lama-kelamaan dapat menemukan karakter atau ciri
khas masing-masing. Jadi menurut penulis, karakter itu terbentuk dari berbagai pengalaman pancaindra
yang kita olah lewat pemikiran-pemikiran untuk menghasilkan karya.

Teruslah berkarya, karena karya-karya itulah nantinya yang akan menginspirasi. Karya itulah yang akan
terevaluasi menjadi diri kita sendiri. Seperti pisau jika terus diasah, pasti lama-kelamaan akan tajam juga.
Penjelasan terkait bahasa jurnalistik akan dijelaskan di bab editing, so jangan beranjak dulu!

4. Gemar Cari “Masalah”

pixabay.com
Seorang mahasiswa harus sering diskusi, baik diskusi dengan teman aktivis, di seminar-seminar, bedah
buku, lewat koran, terlebih-lebih berdialektika dengan Alquran. Bukalah pikiran selebar-lebarnya dan
rangsanglah untuk bertanya dan selalu menanyakan.

Hal inilah yang akan mengasah daya kritis kita dalam membaca koran, majalah, atau mengikuti materi-
materi yang disampaikan dalam seminar. Mustahil jika kita ingin menjadi penulis namun kita tak pernah
membaca dan berpikir.
Untuk memperoleh masalah yang aktual, penulis sering memantau koran-koran baik nasional ataupun
lokal. Tergantung media mana yang akan dituju, jika masalah regional maka koran lokal cocoknya. Untuk
menjaga perkembangan informasi, kita bisa berlangganan koran atau jika uang mepet bisa lihat di
mading-mading yang telah disediakan.

Selain itu masih banyak lagi tempat yang menyediakan koran gratis, di antaranya perpustakaan kampus
atau jika ingin enjoy tinggal di loper koran pinggir-pinggir jalan. Jika bener-bener kantong kosong, ya
berikan kesan bahwa kita ingin membeli walaupun pada kenyataannya hanya ingin membaca koran
gratis. Intinya semua mudah didapatkan, tergantung mau berusaha atau tidak. Titik!

5. Ambil Satu Sudut Pandang

pixabay.com
Kualitas terbaik dari suatu surat kabar manakala surat kabar tersebut mampu menyajikan informasi yang
sedang hangat-hangatnya dibicarakan dan mengandung unsur kebaruan. Di sinilah media cetak
berlomba-lomba untuk memberikan informasi tercepat sekaligus terbaik.

Maka tak sedikit pula media cetak yang mengubah halaman depannya (headline) ketika mendapati kasus
atau kejadian yang berlangsung di tengah malam ataupun dini hari. Memang begitulah kerja di media
cetak, setiap hari bahkan malam hari harus selalu terjaga untuk mencari berita, menemukan ataupun
menunggu informasi terbaru. Para pejuang media tak jarang pula menggantikan wartawan yang sedang
sakit atau sedang ada halangan.

Hal ini sama dengan pengaruh bagaimana artikel opini yang baik dan dapat diterima redaktur. Artikel
opini (pendapat, gagasan, ide) harus bersifat baru dan mempunyai hal lain daripada yang lain walaupun
kabar berita ataupun kejadian sudah bertahun-tahun.

Artikel opini inilah yang membedakan antara menulis sejarah, berita, ataupun kabar yang notabene
seadanya, sesuai objek. Artikel opini ditulis sesuai subjektif yang kemudian diambil satu sudut pandang
agar ke depannya runtut dan jelas. Tak sedikit mahasiswa/i yang menulis namun topik yang dibawakan
masih lebar ke mana-mana.

Ibarat seperti melihat gelas. Apabila kita melihatnya dari atas, tentu bentuknya pun akan berbeda. Begitu
pula ketika kita melihat dari bawah ataupun samping akan berbeda pula bentuknya.

Begitu pula dalam mengambil sebuah sudut pandang, jika masalah yang akan dibahas melalui tulisan
artikel opini terkait pendidikan maka dari pendidikan pun mampu muncul berbagai sudut pandang entah
dari pendidikan itu sendiri, ekonomi, politik, budaya, dan lain sebagainya.

Ya, karena memang suatu masalah tidak bisa hanya dipecahkan satu cara saja, namun ada komponen-
komponen yang lain turut serta memberikan faktor dalam penyelesaian masalah. Satu faktor tersebut
sesuai bidang kita agar kajian opini kita lebih mendalam dan komprehensif.

Dengan kerja keras menggali inspirasi, nantinya artikel opini yang telah selesai ditulis dapat membawa
pencerahan, syukur-syukur dapat menggerakkan masyarakat/pembaca untuk melakukan apa yang telah
kita gagas dalam tulisan opini kita. Oleh karena itu, akan lebih profesional bila masalah diambil dalam
satu sudut pandang dan dibahas secara mendetail, runtut dan jelas.

6 Jangan Mudah Percaya, Kritislah


rkaink.com
“Biarlah anakmu atau teman-temanmu gemar mencari masalah pada dirimu. Karena solusi yang tepat itu
berasal dari pengidentifikasian masalah yang jelas. Oleh karena itu, jadikan kritikan, masukan, dan
usulan-usulan yang mungkin menyakiti hati sebagai asahan pisau. Semakin engkau (pisau) diasah, akan
semakin tajam. Suatu hari kau pasti akan mensyukurinya.”

Hal yang tak kalah penting adalah kritis dalam menganalisis. Semenjak kuliah, penulis mempunyai hobi
beli makanan di angkringan. Ya, sekadar santap kopi satu gelas untuk diskusi satu malam. Memang
“terlalu” jika hanya beli satu gelas beneran.

Pernah juga penulis beserta teman diusir ketika hendak beli minuman di angkringan. Namun memang
angkringan yang satu ini penjualnya sukanya “mrengut” juga pelit senyum. Ya, mungkin sudah hafal jika
mahasiswa memang kebiasaannya hanya membeli satu gelas kopi namun duduknya satu malam.

Aktornya pun penulis yakin tak hanya satu, tapi beribu-ribu. Oleh karena itu, kami mengimbau harap
maklum kepada kami wahai penjual angkringan, karena kami mahasiswa.

Berkaitan kritis dalam menganalisis, meminjam istilah judul tulisan teman aktivis Bung Roesdy, tak dapat
dipungkiri bahwa generasi saat ini krisis kritis. Kemajuan teknologi yang seharusnya lebih merangsang
generasi untuk giat berpikir ternyata jauh dari harapan.
Teknologi menjadi manusia-manusia yang takut berpikir bahkan menyerahkan segalanya kepada
teknologi tanpa pertimbangan. Ya, secara tidak langsung kita sering “menuhankan teknologi” yang sering
kita anggap tak mungkin salah.

Waktu itu hobi kami juga minum kopi di angkringan depan kantor Kedaulatan Rakyat. Angkringan itulah
yang menjadi saksi bisu asyiknya menulis dan berpikir di ruang terbuka. Ditemani obrolan-obrolan
manusia dan musik-musik para pengamen, Bang Didik H. S. selaku senior memang gemar memulai
untuk mengajak berpikir.

Sebagai contoh, beliau menanyakan kepada kami; mengapa di depan kantor tersebut ditulisi tempat
parkir? Pertanyaannya, mengapa tulisan tempat parkir tersebut tertulis di tempat yang berbeda lain dari
yang lain, mengapa tidak di tempat para karyawan saja? Ya, memang sedari awal kami kurang kritis,
kami pun hanya menggelengkan kepala.

Dengan enteng beliau menjelaskan bahwa tulisan itu ada bukan berarti tanpa maksud. Bisa saja tulisan
itu digunakan untuk membedakan kelas sosial antara pejabat pemilik KR dengan karyawan biasa
sehingga tempat parkir pun dibedakan. Selain itu, bisa jadi dilatarbelakangi ulah pegawai yang parkir
seenaknya. Inisiatif membuat tempat parkir pun dilakukan demi harga diri, kelancaran, bahkan
kewibawaan.

Inilah yang dinamakan sebagai analisis wacana, yakni analisis yang mengajarkan kita bersikap kritis.
Analisis ini biasa digunakan dalam mata kuliah Analisis Teks Media. Pada awalnya, analisis ini digunakan
untuk meneliti teks-teks berita yang dimuat dalam surat kabar.

Bagiamanapun juga, berita bukan suatu hal yang bebas nilai, namun ada nilai di balik penulisan berita
tersebut. Lebih lanjut, sikap kritis harus kita latih sedini mungkin dengan tidak menganggap bahwa suatu
hal yang dikerjakan, dikatakan, bahkan dilisankan bukan berarti tanpa maksud. Semuanya mempunyai
maksud. Baik untuk provokasi, memengaruhi, membujuk, menyanggah, memperkuat, atau mematahkan
suatu argumen atau kejadian yang tengah berlangsung.

Soal kritis, penulis juga pernah menguji teman yang waktu itu membeli kartu Taman Pendidikan Alquran
(TPA) di sebuah toko ternama. Agar kegiatan KKN lancar dan agak “wah” setidaknya kartu TPA ini
digunakan untuk mencatat lulus atau tidaknya anak-anak ketika mengaji.

Kartu TPA tersebut sebenarnya sudah dicari di mana-mana, namun belum ketemu. Alhmadulillah
akhirnya ketemu di Toko X1. Di Toko X1 inilah kisah mengasah kritis bermula.

Di Toko X1 pertama, harga satu kartu TPA dan royal jelly jafra sebesar Rp650,-. Karena membeli 20
kartu maka uang yang dibayarkan sebanyak Rp9.700,-. Namun Tuhan masih menguji, yakni kartu TPA
yang khusus untuk Iqra kehabisan. Akhirnya setelah bertanya-tanya kami disarankan untuk mengunjungi
Toko X3.

Setelah mencari kartu TPA, akhirnya ada juga. Sewaktu di kasir, dengan gamblang si kasir berkata
bahwa harga semuanya Rp29.000,- padahal diawal Toko X1 tadi hanya habis Rp9.700,-.

Penulis pun langsung curiga karena awalnya hanya habis Rp9.700,- namun kartu yang bentuknya lebih
kecil malah menghabiskan uang hingga Rp29.000,-.

Akhirnya, teman pun penulis ajak untuk menepi terlebih dahulu agar menyocokkan hal tersebut. Lewat
diskusi singkat, akhirnya teman pun kembali ke kasir dan mengklarifikasi kekeliruan tersebut.
Alhamduillah yang semula dibayar Rp29.000,- berubah menjadi Rp4.000,-. Juah, kan? Eh maksud
penulis jauh, kan?

Itulah sekelumit kisah, meskipun menggunakan teknologi, tetap saja kesalahan bisa saja terjadi. Oleh
karena itu, kebiasaan manual seperti berpikir dan kritis harus tetap ada meskipun dunia teknologi
semakin canggih.
Padukan gaya berpikir manual dengan kecanggihan teknologi. Jangan sampai anggapan teknologi serba
tak pernah salah lantas kita membenarkan apa pun tanpa klarifikasi terlebih dahulu. Lelaki pun juga bisa
teliti dalam berbelanja.

7. Pilih Tema

pixabay.com
Setelah melewati langkah-langkah di atas, kini saatnya kita menentukan tema dan segera mengambil
pena ataupun duduk di depan komputer. Pada tahap ini, kita bebas memilih tema, namun menurut
pengalaman penulis, lebih mudah memilih tema-tema yang dekat dalam kehidupan sendiri.

Hal ini berkaitan dengan masalah yang benar-benar dihadapi dan yang akan digali menjadi butir-butir
solusi. Ketika menulis buku ini, penulis masih aktif di Pengurus Harian Laboratorium Agama Masjid
Sunan Kalijaga, otomatis bersinggungan langsung dengan kehidupan sosial seperti bagaimana masjid
bisa menjadi rumah umat atau bagaimana masjid dapat menciptakan pola kaderisasi kepemimpinan yang
baik.

Selain aktif di masjid, penulis juga sedang menempuh kuliah S1 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam mengambil konsentrasi jurnalistik. Oleh karena itu bab-bab terkait media pun menjadi bahasan
sehari-sehari bersama kawan karib, terlebih pada politik. Itu gue banget!

Pada dasarnya, selama masih menjalani S1, mengambil tema apa saja yang disukai tidak masalah. Perlu
penulis tekankan bahwa usahakan tema yang dipilih merupakan tema favorit sehingga dengan demikian
akan merasa tertantang dan rasa ingin tahunya sangat tinggi meski dituntut lebih banyak berkorban. Apa
pun yang dicintai, pasti dikejar meski banyak berkorban. Iya, kan?
Namun jika sudah menginjak S2 atau S3 harus mempunyai keilmuan yang spesifik, bukan berarti kuper
ilmu pengetahuan, namun agar dapat dipercaya oleh publik. Hal ini juga akan memengaruhi kita ahli
dalam bidang keilmuan seperti apa, karena di pojok bawah biasanya terdapat nama penulis arikel opini
sekaligus menjabat dalam hal apa. Coba lihat contoh-contoh artikel di atas.

 8. Membuat Out Line

opentextbc.ca
Bagi penulis pemula, tentu belum terbiasa bagaimana agar dapat menuangkan gagasan lewat tulisan
secara runtut. Hal inilah yang sering dikeluhkan penulis pemula bahwa menulis itu sulit, baik untuk
memulainya ataupun melangkah ke tulisan berikutnya.

Bahkan, jika tak mempunyai daya juang yang tinggi terkadang ada beberapa penulis pemula yang
langsung “drop” ketika ada sahabat ataupun teman yang memberikan komentar, kok nggak nyambung.
Sekali lagi, itu sudah biasa. Penulis yang saat ini besar pun dulunya mengalami hal yang sama.
So, bagi yang berniat untuk menjadi penulis, jangan pantang menyerah, jika jatuh segera bangkitlah, jika
telah bangkit kobarkan selalu semangat!

Adapun cara membuat outline sangatlah beraneka macam. Saking banyaknya, di bawah ini akan
disampaikan kebiasaan penulis dalam membuat outline untuk membantu menulis sebuah artikel secara
umum. Adapun jika mempunyai cara dan trik tersendiri itu sah-sah saja. Berikut adalah gambaran paling
umum sebuah state of mind.

1.
1. Judul
2. Lead
3. Peralihan
4. Penyebab atau latar belakang masalah
5. Data
6. Peraihan
7. Opini pendapat
8. Penutup

Mudah tho? Atau masih kesulitan dan tersesat juga? Ok deh, jika kita menggunakan peta seperti diatas
untuk menyusuri hutan intelektual tentu kita masih bingung dan akan tersesat. Ada baiknya jika buat
menjadi rinci tema apa yang akan kita angkat.

Dengan begitu, setiap menulis akan jalan sesuai jalur yang dituliskan menuju tempat yang dijadikan
tujuan. Tak ribet, tak kesripet, tak bingung, tak mondak–mandek dan tak linglung bentar-bentar istirahat.

Coba kita ambil contoh terkait tema yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan, yakni demonstrasi menolak
BBM. Disini, kita akan menjadi pihak yang kontra terhadap demonstrasi yang mengarah ke anarkhi.

B. Membuat Judul Artikel Opini


Judul adalah hal pertama yang dilihat sang redaktur. Biasanya, telah tersedia pikiran-pikiran atau
kejadian-kejadian yang mempunyai news value di benak redaktur, oleh karena itu judul akan menjadi
ajang eliminasi paling cepat.

Ketika membaca judul, redaktur akan melihat sekilas beberapa detik saja lalu membiarkannya. Jika
judulnya saja tidak menarik dan memikat bagaimana redaktur bisa tergoda?

Dari hal di atas, maka judul sebuah artikel seharusnya menarik, bahkan menurut Bung Bram, judul
sebuah artikel memang semestinya disengaja kontroversial dan provokatif. Hal ini jugalah yang membuat
opini menjadi menarik, berada jelas di salah satu pihak namun menggunakan bahasa eufimisme.

Di dalam proses pembuatan artikel, judul dapat disematkan di awal ataupun di akhir tulisan. Jika di awal
sudah langsung menemukan judul yang cocok berbarengan penemuan tema, maka penulis tak perlu
menggantinya.

Namun terkadang banyak penulis memang mengakhirkan dalam pemberian judul, demi menunggu kata-
kata inspirasi yang menggugah, menggoda, tak lazim, mengagetkan, lucu, dan berkesan.

Selangkapnya baca  Belajar Menulis Judul Artikel Opini yang dapat meluluhkan hati redaktur…

C. Belajar Menulis Lead (Kalimat Pembuka)


Untuk mengawali sebuah tulisan artikel, usahakan lead memang benar-benar menarik dan menggugah
sehingga rasa penasaran untuk mengikuti kalimat-kalimat selanjutnya mampu menyihir pembaca sampai
akhir. Oleh karena itu, lead jangan sampai diremehkan.
Lead harus benar-benar benar, maksud Penulis harus benar baik dari sisi kepenulisan, segi pengaturan
rata kiri, rata kanan, dan kalimat-kalimat baku. Jika hal ini tidak serius mengerjakannya sudah tentu
redaktur akan banyak pertimbangan untuk menerbitkannya.

Bagi redaktur, adalah kewenangan tertinggi memperlakukan teks kita, tentu tak mau ambil pusing dalam
menyeleksi. Selain per harinya kurang lebih ada seratusan artikel yang masuk, redaktur terkadang juga
masih mengerjakan tugas yang lain.

Oleh karena kebiasaan itulah redaktur terkadang hanya melihat judul atau hanya lead-nya saja. Jika yang
awal memberikan kesan yang baik, insya Allah akan dimuat. Maka jagalah kesan baik itu selamanya.

Mengutip bukunya Widyamartaya Seni Menuangkan Gagasan, bahwa ciri lead pembuka ataupun


pengatar dapat berhasil apabila lead mampu mengetuk hati, memperoleh simpati, menggugat minat dan
gairah orang orang lain untuk mengetahui lebih banyak. Adapun secara ringkas, paragraf pertama atau
sebagai lead pengantar berfungsi:

1. Memberikan pokok persoalan ataupun masalah;


2. Menarik minat pembaca dengan memberitahukan latar belakang, pentingya pokok soal, atau
terpecahkannya masalah; dan
3. Menyatakan ide sentral karangan, yaitu pendirian penulis. Pendirian ini dapat dinyatakan
sepenuhnya, atau hanya sebagai persiapan ke arah pernyataan pendirian selengkapnya pada
akhir karangan.

Baca lebih detail lagi uraian dan contoh-contoh leadnya Belajar Menulis Lead yang Mudah
Dipraktikkan…

C. Menulis Middle atau Isi Artikel Opini


Bagi Penulis pemula, hal yang paling sulit dilakukan saat menulis artikel opini adalah menulis middle.
Bagi penulis awal, sudah bisa ditebak bahwa dalam hal middle ini kesannya masih monoton dan terlalu
luas sehingga apa yang disampaikannya menjadi kabur.

Ketika kita menjadi penulis pemula, lalu kita mencoba membacanya sendiri pasti ada rasa anggapan
“wagu”. Anggapan ini memang ada benarnya, terlebih ketika kita membaca karya-karya orang lain pasti
kerasa banget.

Tapi insya Allah, Penulis akan memberikan kontribusi paling tidak menambah sedikit wawasan terkait
penulisan middle ini. Penulis sering berpikir, mengapa orang yang gemar ke perpustakaan selalu pandai?
(Bagi yang di perpustakaan membaca buku lho).

Hemat Penulis, jawabannya sangat sederhana, ketika ia ada masalah dalam mengerjakan suatu hal ia
terus fokus untuk memecahkan masalah melalui jelajah-jelajah buku. Ingat kata pepatah bijak, “Banyak
orang yang gagal karena tidak fokus”. Penulis yakin pasti orang yang bersungguh-sungguh akan
menemukan buku yang merangsang berpikir dan sesuai dengan kemampuan kita menyerap ilmu.

Arti lainnya, setiap orang memang mempunyai kecenderungan masing-masing terhadap bagaimana ilmu
disampaikan atau bagaimana ilmu akan tersalurkan dengan sempurna. Setiap orang mempunyai masing-
masing cara.

Middle atau yang sering disebut tubuh tulisan atau bisa disebut paragraf pengembang adalah inti dari
sebuah gagasan tulisan. Maka tak heran jika beberapa penulis pemula KO di ronde ini dikarenakan
bukan hanya satu gagasan saja, namun berbagai gagasan yang saling berkesinambungan.

Selain anggapan sukar dan dibutuhkan gagasan yang sistematis, Penulis yakin pasti godaan-godaan
juga berat di luar sana. Mulai dari ajakan teman nonton bioskop, nongkrong di angkringan, ataupun
pesta-pesta khas anak muda lainnya. Jangan mau! Semua ada batasnya! Jangan biarkan waktu kita
berlalu dengan obrolan yang sia-sia, arahkan ke diskusi yang berbobot dan berkualitas.

Simak Selengkapnya bagaimana cara menuangkan pikiran isi yang berbobot, kaji juga bagaimana
academic IND memberikan tips cara mencari data yang valid di Belajar Menulis Middle Artikel Opini...

D. Menulis Penutup Artikel Opini


Secara umum, penutup mengindikasikan bahwa artikel akan segera selesai. Jadi jangan sampai artikel
berhenti namun seperti tidak berhenti. Artikel harus berhenti di tempat pemberhentian, jangan di tengah
jalan.

Karangan harus ditutup dengan halus namun memiliki power, seperti pesawat yang terbang dari atas
kemudian turun perlahan-lahan membentuk jalan landai dan pendaratan yang sempurna.

Selanjutnya, penutup juga sebagai indikasi penegasan gagasan ataupun ide kita. Dengan hal ini kita
yakin dan kita merasa perlu untuk menyampaikan bahwa gagasan kita penting adanya, layak
diperhitungkan, dan perlu diketahui publik.

Maka dari itu, gagasan sebisa mungkin merupakan hasil pemikiran yang orisinal, karena bagaimanapun
juga, pembaca sangat membutuhkan pandangan baru dalam setiap masalah. Semakin banyak
pandangan dari penulis yang lain, akan semakin menarik suatu masalah untuk didiskusikan.

Penutup bisa juga untuk mengindikasikan kesimpulan yang dibuat dengan poin-poin penting sebagai
pengingat kembali. Selain itu, bisa juga menggunakan saran sebagai penutup atau harapan sekaligus
doa terkait masalah yang diangkat.

Terakhir, bisa juga menambahkan penutup yang menyentak, tajam, tegas, ataupun pilihan-pilihan kata
kebenaran yang membuat pembaca tak bisa berkelit dan percaya 100% terhadap gagasan yang
disampaikan.

Ingin tahu bagaimana caranya menutup sebuah tulisan dengan baik dan memukau? Teruslah
berselancar di academic IND ya  Belajar Menulis Penutup Artikel...

E. Mengedit Tulisan
Pada bagian ini, tulisan memang akan disempurnakan. Ibarat pisau yang hendak digunakan agar tajam
maka harus diasah terlebih dahulu. Penulis berpesan kepada penulis pemula agar serius dan
bersungguh-sungguh pada tahap ini. Pada proses editing ini pilihlah waktu yang tenang, sunyi, dan
nyaman.

Kondisi tersebut membuat tulisan mengalir begitu indah dan alurnya bisa menjadi jelas. Banyak memang
tulisan yang alurnya tidak sesuai, salah satu penyebabnya menurut Penulis kurangnya konsentrasi dan
ditambah faktor tempat pengeditan yang kurang kondusif.

Selain itu, konsentrasi juga akan membantu menemukan kesalahan-kesalahan dalam penulisan sesuai
kode etik jurnalistik. Usahakan minimal kesalahan tanda tulis tidak lebih dari 3 kali bahkan jika bisa soal
tanda baca atau kepenulisan jangan ada kesalahan. Kita pilih waktu-waktu yang hening seperti tengah
malam, sepertiga malam, atau sehabis subuh. Selain otak masih fresh tanpa beban pikiran yang lain,
juga kondisi pikiran masih segar.

Belajar dari para senior, jangan berpikir bahwa penulis-penulis besar seperti Cak Nun, Mahfud M.D., dan
lain sebagainya hanya melakukan pengeditan sekali saja. Mereka melakukan proses edit berkali-kali
hingga tulisan benar-benar tidak ada kesalahan tanda baca, alur jelas, dan makna yang ingin
disampaikan yakin tersampaikan.
Maka dari itu, jangan berkecil hati jika selama ini melakukan pengeditan melebihi seratus kali. Itu proses
dan itu adalah baik. Berikut adalah beberapa pemaparan yang akan saya sampaikan terkait beberapa
kesalahan besar yang sering dialami penulis pemula dalam proses pengeditan.

Pantau uraian editing yang mudah belajar para senior dan tokoh-tokoh nasional di  Sempurnakan Tulisan
Melalui Editing…

F. Surat Pengantar Artikel Opini


Sebagai penyempurna, jangan lupa untuk menyertakan surat pengantar. Memang terkesan sepele dan
sederhana, namun ternyata sangat menentukan. Oleh karena itu, jangan abaikan artikel yang merupakan
hasil ikhtiar paling maksimal. Surat pengantar ini kita gunakan sebagai ajang iklan memperkenalkan
siapa diri kita.

Dalam kata pengantar ini, kita menuliskan siapa kita sebenarnya, baik jabatan, profesi, ataupun lainnya.
Perlu diingat, untuk menunjang brand kita, buat saja blog ataupun web, sehingga kita juga dikenal di
dunia maya. Adanya surat pengantar harus kita maksimalkan dengan mengisi identitas yang benar dan
dapat dipertanggungjawabkan.

Berkaitan dengan kata pengantar, Penulis sendiri terinspirasi adanya identitas yang selalu tertera pada
bagian pojok paling bawah sebuah artikel opini. Pada bagian tersebut, ada berbagai latar belakang
profesi sang penulis.

Oleh karena itu, agar artikel kita semakin dipercaya, alangkah lebih baiknya kita ceritakan kepribadian
kita agar mengenal lebih dekat. Misal kita pernah aktif di salah satu organisasi, pernah menjadi pemimpin
suatu organisasi, atau yang lainnya, sehingga kita mampu meyakinkan bahwa kita ikut ambil bagian
dalam penyelesaian masalah bangsa.

Perlu diingat, terkadang organisasi memang menentukan. Dalam hal ini, tentu organisasi yang telah
terbukti melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa menjadi salah satu kepercayaan sang redaktur terhadap
tulisan gagasan kita. Hal ini berkaitan munculnya banyak organisasi-organiasai yang keberadaannya
tidak konsisten.

Selain tidak konsisten juga organisasi yang anggotanya seperti “bebek”, yakni anggota yang selalu
membenarkan senior-seniornya walaupun telah terbukti melakukan kesalahan. Yang ada kebenaran itu
hanya milik kelompoknya.

Lebih lengkapnya baca ya cara membuat Surat Pengantar Artikel  yang baik….

Mudahkan menulis Artikel Opini? Selamat berselancar dan selamat mencoba!

 Sebar
 Sebarkan
 Twit
 Tambah +1
Posting pada Aacademic SEO, ENTREPRENEUR, Tips & TrikDitag Artikel Media massa, Artikel
Opini,cara membuat opini, cara menulis, Contoh Artikel Koran, Contoh Kalimat Fakta, Contoh Kalimat
Opini, Opini Kompas, Teknik Menulis, Tembus Opini Koran Kompas, Tips Tembus Kolom Opini Kompas

Navigasi pos
Pos sebelumnyaSambas Mangundikarta Pencipta Lagu Manuk Dadali
Pos berikutnya9 Doa Rabiatul Adawiyah yang Akan Membuat Hati Merasa Cemburu Sejati
Zamhari - http://academicindonesia.com
Ambil Keilmuan Jurnalistik — Hobi Men-SEO-kan Konten — Tinggal di Daerah Istimewa Yogyakarta —
Gabung dan Dapatkan Berbagai Info Kampus di Komunitas Academic Indonesia Whatsapps di 0812-
8307-7972

21 thoughts on “Belajar Menulis Artikel Opini Paling Lengkap dari Sejarah,


Pengertian, Tips dan Contoh-Contoh Artikel”

1. Ping-balik: Tentang Perubahan – Zamhari


2. Ping-balik: Bangkitlah Aktivis ! – Zamhari
3. Nurul Iman berkata:

09/04/2016 pukul 7:07 AM

Hmm sungguh bermanfaat sekali infonya terima kasih ya mas/mbak nih ?

Balas
1. Redaksi academic berkata:

11/04/2016 pukul 5:46 AM

sama2 Nurul Iman, semoga bermanfaat dan menambah semangat menulis 

Balas
4. Bloggerpedia berkata:

24/06/2016 pukul 2:24 AM

penjelasannya detail dan lengkap banget, ternyata banyak juga ya aturannya untuk bikin opini.

Balas
1. Redaksi academic berkata:

24/06/2016 pukul 1:13 PM

iya begitulah. Penjelasan di atas biasanya digunakan untuk menembus kolom opini koran-koran

nasional seperti kompas, republika, jawa pos dll. 

Balas
5. M. Fauzi berkata:

25/07/2016 pukul 10:37 AM

sangat bermanfaat. terima kasih

Balas
1. Redaksi academic berkata:
25/07/2016 pukul 11:24 AM

Sami2, Perbanyak praktik, tulisan kan mengalir indah 

Balas
6. ngapak berkata:

23/09/2016 pukul 5:51 PM

Mantap mas…

Balas
1. Redaksi Academic berkata:

17/10/2016 pukul 7:42 AM

lanjutkan nulis opininya 

Balas
7. Brian Munthe berkata:

16/10/2016 pukul 10:40 PM

Sangat bermanfaat pak/bu. Saya baru belajar membuat artikel opini. Setelah saya baca blog ini, saya
mendapatkan ilmu yang berharga dan saya tahu masih banyak kesalahan dalam artikel saya. Izin share
ke blog saya ya bu/pak.

http://brianmunthe.blogspot.co.id/

Makasih Ya pak/bu.

Balas
1. Redaksi Academic berkata:

17/10/2016 pukul 7:41 AM

Silahkan dibagikan agar bermanfaat bagi banyak orang. Selamat belajar dan selamat mengikuti web ini

selalu 

Balas
8. prayoga berkata:

13/11/2016 pukul 3:42 AM

Tulisan kakak sangat tersusun rapi, saya yang masih pemula, jadi belum bisa   membuat artikel
seperti ini….

Mohon bimbingannya kak


Sangat bermanfaat kak

Balas
1. Zamhari berkata:

23/03/2017 pukul 3:54 PM

Semoga segera bisa ya 

Balas
9. andi ansyori berkata:

05/02/2017 pukul 2:52 AM

bermanfaat

Balas
1. Zamhari berkata:

23/03/2017 pukul 3:54 PM

Alhamdulillah yah 

Balas
10. YULIA berkata:

16/03/2017 pukul 12:34 PM

INGIN TTAHU BGMN CRA NYA MENULIS ARTIKEL YG BAIK DAN BNR PENULISANNYA,MF
SBLMNYA KRN SYA BRU PEMULA,TRMKSIH

Balas
1. Zamhari berkata:

23/03/2017 pukul 3:55 PM

Berlangganan saja di Academic Indonesia, simak tulisan terbaru ya,…. ada judul cara membuat

artikel 

Balas
11. yati asmuliyati berkata:

22/03/2017 pukul 11:46 PM

keren sangat bermanfaat,,,,pikiran saya terbuka 


jazakumullah khoir ya penulis,,,semoga ilmunya nambah terus aamiin

Balas
1. Zamhari berkata:

23/03/2017 pukul 3:56 PM

Ammmiin, terima kasih doanya yah, you too… 

Balas
12. DE NATURE INFO berkata:

22/03/2018 pukul 12:03 AM

keren penuh kereatifitas sip pokoe aku tunggu artikel berikutya

Balas
Tinggalkan Balasan
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kirim Komentar

Cari untuk:
Join Group Fb Terbesar Info Beasiswa
Bimbingan STAN
ACADEMIC INDONESIA: INFO KAMPUS SELURUH INDONESIA

 Study

 Opini

 Fiksi

 Beasiswa

o Beasiswa Diploma

o Beasiswa S1

o Beasiswa S2

o Beasiswa S3

o Beasiswa Dalam Negeri

o Beasiswa Luar Negeri

 Travel

 Bisnis

 Asuransi

 Kartu Kredit

 Investasi

 Property

 English

 Tutup Menu

 Tentang Kami
 Kontak

 Beriklan

 Kebijakan Privasi

 Kirim Tulisan

 Tutup Menu

    

 
Sign in

 Ebook
 Editorial
 Featured
 Teknik Menulis
 Tips&Trik

Teknik Menulis Buku&Editorial


 EBOOK
 EDITORIAL
 FEATURED
 TEKNIK MENULIS
 TIPS&TRIK
Home  Editorial  Contoh Tulisan Opini, Esai, dan Artikel

 EDITORIAL
 TEKNIK MENULIS
 TIPS&TRIK

Contoh Tulisan Opini, Esai,


dan Artikel
By Iqbal Dawami -
 February 27, 2017 
20609
 
0
SHARE 

Facebook
 
Twitter
 
 

Di tulisan sebelumnya (silakan baca di sini ) saya paparkan perbedaan antara


tulisan Opini, Esai, dan Artikel, sedang kali ini saya akan menunjukkan contoh
masing-masing dari ketiga jenis tulisan tersebut. Biasanya dengan contoh kita
lebih mudah membedakannya. Oleh karena itu, silakan Anda baca dan rasakan
perbedaannya.

Dengan contoh di bawah ini Anda bisa menjadikannya panduan pada saat Anda
membuat tulisan, entah itu opini, esai, maupun artikel. Tentu tidak harus
seperti itu dalam membuat gaya bahasanya, tapi paling tidak Anda bisa
menjadikan cerminan bagi tulisan Anda.

Selain itu, Anda juga bisa belajar dari masing-masing contoh tulisannya tentang
bagaimana cara membuka tulisan, membahas sebuah permasalahan, dan
menyelesaian permasalahannya. Nikmatilah, kalau perlu bacalah berulang kali
hingga Anda betul-betul menghayatinya.
 

Contoh Opini
Guru Profesional dan Plagiarisme

— Mochtar Buchori*

KASUS 1.082 guru di Riau yang ketahuan menggunakan dokumen palsu agar
dapat dikategorikan sebagai ”guru profesional” sungguh memilukan. Dalam hati
saya bertanya, apakah guru-guru ini masih dapat mengajar di sekolah mereka?

Masih ada sederet pertanyaan lain dalam kasus ini tentang guru-guru ini. Yang
sungguh mengganggu pikiran saya adalah bagaimana para guru itu masih dapat
mengajar dengan baik setelah mereka kehilangan wibawa (gezag) akibat
peristiwa ini? Sebutan ”guru profesional” tak akan dapat mengembalikan
wibawa yang hilang karena plagiarisme tadi.

Bahkan, sebutan apa pun tak ada yang dapat mengembalikan wibawa yang
hilang dalam jabatan guru. Titel ”profesor” sekali- pun tak dapat
mengembalikan kewibawaan seorang guru besar yang melakukan plagiat.
Contoh ini merujuk kasus plagiat seorang profesor dari perguruan tinggi
terkemuka di Bandung yang dimuat The Jakarta Post pada 12/11/2009. Tulisan
dinilai menjiplak artikel jurnal ilmiah Australia karya Carl Ungerer.

Kita tahu betapa kasus ini sangat memalukan dan memilukan, khususnya bagi
dunia akademis. Pertanyaan penting adalah bagaimana ini dapat terjadi?
Khusus tentang kasus plagiat oleh sejumlah guru di Riau, jangan-jangan ada
sesuatu yang salah secara fundamental dalam program profesionalisasi bagi
guru-guru kita. Sejak semula saya sudah ragu tentang program ini.

Ada ketentuan bahwa mereka yang berhasil memenuhi kriteria ”guru


profesional” akan dapat tunjangan jabatan. Seharusnya, tambahan penghasilan
itu jadi stimulus. Ironisnya, ia hampir jadi satu-satunya alasan yang mendorong
banyak guru mengejar sebutan ”profesional”. Profesionalisme dalam
pengetahuan dan kemampuan kerja tidak penting! Yang penting duit! Sikap ini
jelas merusak profesi guru.
Lalu, apa sebenarnya profesionalitas guru itu? Definisi kuno mengenai ini
meliputi dua hal, pertama, penguasaan materi pembelajaran, dan kedua,
kepiawaian dalam metode pembelajaran. Karena cepatnya perubahan yang
terjadi di sekolah dan di dunia pendidikan pada umumnya, definisi harus
diubah. Penguasaan materi pembelajaran berubah menjadi ”kecintaan belajar”
(love for learning) dan kepiawaian metodologi pembelajaran berubah menjadi
”kegemaran berbagi pengetahuan” (love for sharing knowledge). Yang terakhir
ini kemudian diperbarui lagi menjadi ”kegemaran berbagi pengetahuan dan
ketidaktahuan” (love for sharing knowledge and ignorance).

Mengapa terjadi perubahan- perubahan ini? Karena dunia pendidikan tidak


statik. Pengetahuan berkembang terus. Metodologi pembelajaran juga
berkembang terus. Kalau dulu pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai
guru pada waktu ia tamat dari pendidikan guru dapat bertahun-tahun, sekarang
kedua hal tadi akan menjadi ketinggalan zaman dalam waktu lima tahun.

Sekarang ini terasa betul kebenaran ucapan seorang profesor Inggris pada
tahun 1954: ”If you learn from a teacher who still reads, it is like drinking fresh
water from a fountain. But if you learn from a teacher who no longer reads, it is
like drinking polluted water from a stagnant pool”. Belajar dari guru yang terus
membaca, rasanya seperti minum air segar. Namun, belajar dari guru yang tak
lagi membaca, seperti minum air comberan.

Dan sekarang ini, dalam abad ke-21, seorang guru baru dapat disebut ”guru
profesional” kalau dia memiliki learning capability, yaitu kemampuan
mempelajari hal-hal yang harus dipelajarinya, hal-hal yang perlu dipelajarinya,
dan hal-hal yang tidak perlu dan tidak dapat dipelajarinya. Kemampuan-
kemampuan tumbuh dari pengetahuan tentang dirinya sendiri, siapa dirinya
sebenarnya, dan mengetahui pula pribadi-pribadi bagaimana yang tidak
mungkin dicapainya. Ditirunya, ya, tetapi dicapainya (verpersoonlijkt), tidak!
Singkatnya, guru profesional adalah orang yang tahu diri. Orang yang tahu diri
tidak akan melakukan plagiat.

Saya mendapatkan kesan bahwa esensi profesionalitas guru ini tidak pernah
dijelaskan kepada guru-guru yang ingin maju, guru-guru yang benar-benar
ingin memahami tugasnya dan memperbaiki kinerjanya. Kesan saya lagi, yang
ditekankan dalam usaha-usaha peningkatan kemampuan (upgrading) adalah
pengetahuan tentang kementerengan guru profesional. Hal-hal yang
berhubungan dengan kosmetik keguruan profesional. Guru-guru muda yang
baru selesai ditatar jadi guru profesional tampak ganteng (handsome) atau
cantik, tetapi tidak memancarkan kesan keprofesionalan yang mengandung
wibawa.

Jadi bagaimana sekarang? Untuk tidak mengulangi kecelakaan yang terjadi di


Riau ini, perlu ada tinjauan yang jujur terhadap program dan praktik penataran
yang dilaksanakan selama ini. Susun kembali programnya sehingga meliputi
hal-hal esensial yang saya sebutkan di atas.

Tentang plagiat

Plagiat berasal dari kata Belanda plagiaat yang artinya ”meniru atau mencontoh
pekerjaan orang lain tanpa izin”. Jadi, plagiat merupakan suatu bentuk
perbuatan mencuri. Mengapa ini dilakukan, sedangkan guru selalu berkata
kapada murid untuk tidak mencontek?

Melakukan plagiat adalah perbuatan mencontek dalam skala besar. Jadi,


tindakan plagiat merupakan pelanggaran terhadap etika keguruan. Guru biasa
pun akan mendapatkan aib kalau sampai melanggar etika ini. Jadi, mengapa
terjadi pelanggaran yang bisa menurunkan harga diri guru seperti ini?

Dugaan saya, pertama-tama adalah karena para guru di Riau tadi ingin segera
mendapatkan tunjangan finansial dan julukan ”guru profesional” beserta yang
menyertainya. Ini tidak mengherankan! Karena setelah bertahun-tahun hidup
dalam keadaan serba kekurangan, dengan kedudukan sosial yang tidak terlalu
mentereng, maka ketika datang kesempatan untuk perbaikan, mereka berebut
meraih kedua perbaikan sosial tadi secara cepat. Lebih cepat, lebih baik!

Kedua, ketentuan bahwa untuk jadi ”guru profesional” seorang guru biasa harus
membuat karya ilmiah tidak benar-benar dipahami artinya. Membuat ”karya
ilmiah” itu apa? Yang diketahui kebanyakan guru adalah bahwa ”karya ilmiah”
adalah makalah yang disusun berdasarkan pemikiran atau penelitian sendiri.
Sifat ilmiah harus terlihat dari judul, metodologi, dan istilah-istilah yang
digunakan.
Di antara para guru yang mengejar sebutan profesional ini selama masa studi
mereka banyak yang tidak mendapat kuliah atau latihan dalam membuat karya
ilmiah. Mempelajari lagi kemampuan ini dari permulaan terasa sangat berat.
Maka, dicarilah jalan pintas. Membayar orang untuk menyusun karya ilmiah ini,
atau membajak karya ilmiah yang sudah jadi, dan di-copy tanpa izin. Dan
terjadilah plagiat.

Bagaimanapun kasus plagiat ini harus segera ditangani secara serius dan
jangan sampai terulang. Ingat, hal ini berpotensi terjadi lagi dan lagi kalau kita
hanya menindak mereka yang tertangkap melakukan plagiat. Harus dilakukan
langkah pencegahan. Bila kita gagal menghentikan praktik buruk plagiat oleh
guru-guru ini, seluruh masa depan pendidikan kita akan menghadapi
kehancuran.

* Mochtar Buchori, Pendidik

Sumber: Kompas, Senin, 22 Februari 2010

Contoh Esai
Mocosik dan Kelisanan Kelima

— Muhidin M. Dahlan

“Jika bukan karena ayah yang memperkenalkan aku kepada buku, aku tentu
tidak menjadi seperti sekarang, bisa menulis lagu dan puisi” ~ RAISA, penyanyi

Mocosik Book and Music Festival memang sudah berakhir di Hari Valentine
tahun 2017 ini. Namun, makna kehadiran yang dikandungnya justru baru saja
dimulai. Terutama soal apakah Mocosik yang diselenggarakan promotor buku
Kampung Buku Jogja dan promotor musik Rajawali Indonesia Com ini memberi
kesegaran pada pergelaran buku di Yogyakarta.

Dari segi tema dan pola, jelas Mocosik adalah festival pertama yang
mempertautkan buku dan konser musik dalam satu tarikan panggung besar.
Dari segi tata panggung dan hampir seluruh area konser musik ini dirancang
seperti halnya kita memasuki sebuah peristiwa festival buku. Para pencinta
buku dan penonton musik diperkenalkan dengan nama, wajah, dan sejumlah
kutipan pikiran mereka dalam lebih dari 40 panel yang menghiasi seluruh
dinding pertunjukan.

Namun, berbeda segalanya dari festival buku yang kerap diselenggarakan di


Yogyakarta dalam satu dekade terakhir, Mocosik menyegarkan dalam tontonan
dan sekaligus menuntun para pencinta konser musik dalam pelbagai aliran
untuk memegang buku.

Saya menyaksikan Mocosik sebagai dakwah populer memasuki pintu air bah
kelisanan kelima yang ditawarkan media sosial kiwari.

Teknologi Percakapan

Oral story pertama yang mengendarai teknologi percakapan berbasis internet


muncul saat gelombang chat via mIRC menjadi wabah di warnet-warnet
sepanjang tahun 90-an. Platform percakapan mIRC yang dikembangkan Jarkko
Oikarinen pada 1988 ini saking terkenalnya menjadi judul lagu T-Five dengan
liriknya yang terkenal: “Si Ramli raja chatting, punya gebetan namanya Putri”.

Saat mIRC surut, datang Yahoo Messanger yang menyempurnakannya dengan


room chat yang kaya dengan emoticon memikat. Para penggila room chat ini
hapal betul di room mana harus dimasuki jika terlibat percakapan dengan para
tenaga kerja yang bekerja di luar negeri.

Berbareng dengan apel ala room chat Yahoo Messanger, wabah budaya SMS
turut berkembang saat pengguna ponsel membiak. Lahirnya platform
Blackberry Messanger dan saat ini Line dan WhatsApp menjadikan kegilaan
pada budaya cakap makin tak terbendung di mana bersamaan dengan itu
ledakan penggunaan media sosial makin tak terkendali.

Twitter dan Facebook, untuk menyebut contoh, adalah lanjutan budaya cakap
dalam bentuk tertulis. Bentuknya yang serius di sastra adalah lahirnya penulis-
penulis Wattpad Literature; sebuah platform bersama yang memungkinkan
remaja bercerita apa saja dengan sebayanya. Ajaib, kadang unggahan-
unggahan cerita cakap mereka mengundang jutaan pembaca yang umumnya
berusia 15 hingga 24 tahun.

Kita berada dalam ekosistem populer semacam ini di mana usaha-usaha


kedalaman menjadi sesuatu yang langka dan makin ke sini makin terlihat purba
dan ganjil. Yang muncul kemudian celaan dan kutukan.

Mengutuk budaya cakap dengan mengeluarkan ragam bunyi statistik yang


mencela remaja-remaja gandrung game dan pemuja diri dalam pertukaran
cakap yang nyaris tak mengenal jeda ini bukan saja tak bijak, tapi juga
membikin kita frustasi dan cepat tua dari usia semestinya.

Mengutuk mereka sebetulnya sama saja membiarkan kita kehilangan inovasi


mencari metode bagaimana suka buku, gandrung kepada dunia ide, tapi tetap
nggaya dan hidup dalam limpahan kreativitas.

Nah, saya melihat Mocosik tidak mengutuk budaya-budaya populer, kerumunan


massa penonton, atau penggila idola seperti yang terjadi sekarang ini. Ia justru
memasuki budaya itu–dalam hal ini panggung musik–dengan cara
mengintervensinya.

Oleh karena itu, Mocosik menjauhi model seminar serius untuk mengajak dan
memanggil-manggil orang membaca buku. Bahkan, kerap karena dipanggil
dengan cara didaktik, bukan pembaca yang datang, terutama lapisan kawula
muda, malahan para pegiat buku dirundung putus asa. Maka, suara yang keluar
adalah suara sumbang melulu, keluhan melulu.

Tentu saja, Mocosik masih perlu diuji sejarah hingga satu dekade ke depan
apakah mendialogkan budaya baca dan dengar bisa berjalan bersisian dan
menampakkan hasil yang sepadan dengan misi awalnya.

Yang pasti, Mocosik menambah kesegaran festival di Yogyakarta; bukan saja


model penyelenggaraan festival buku, namun juga pergelaran konser musik.

 
Sumber: http://muhidindahlan.radiobuku.com/2017/02/25/mocosik-dan-
kelisanan-kelima/

Contoh Artikel
Menyemai Pendidikan Karakter Berbasis Budaya dalam Menghadapi Tantangan
Modernitas

Oleh : Prof. Dr. Cece Rakhmat, M.Pd

(Disampaikan dalam Seminar Nasional di Institut Hindu Dharma Negeri, Bali)

Pendidikan Sebagai Basis Kebudayaan, Sebuah Pendahuluan

Berbicara tentang pendidikan karakter sebetulnya bukanlah hal baru dalam


sistem pendidikan di Indonesia, sejak lama pendidikan karakter ini telah
menjadi bagian penting dalam misi kependidikan nasional walaupun dengan
penekanan dan istilah yang berbeda. Saat ini, wacana urgensi pendidikan
karakter kembali menguat dan menjadi bahan perhatian sebagai respons atas
berbagai persoalan bangsa terutama masalah dekadensi moral seperti korupsi,
kekerasan, perkelahian antar pelajar, bentrok antar etnis dan perilaku seks
bebas yang cenderung meningkat. Fenomena tersebut menurut Tilaar (1999:3)
merupakan salah satu ekses dari kondisi masyarakat yang sedang berada
dalam masa transformasi sosial menghadapi era globalisasi.

Robertson dalam Globalization: Social Theory and Global


Culture,  menyatakan era globalisasi ini akan melahirkan global culture (which)
is encompassing the world at the international level. Dengan adanya globalisasi
problematika menjadi sangat kompleks.Globalisasi disebabkan perkembangan
teknologi, kemajuan ekonomi dan kecanggihan sarana informasi. Kondisi
tersebut diatas telah membawa dampak positif sekaligus dampak negatif bagi
bangsa indonesia, Kebudayaan negara-negara Barat yang cenderung
mengedepankan rasionalitas, mempengaruhi negara-negara Timur termasuk
Indonesia yang masih memegang adat dan kebudayaan leluhur yang
menjunjung nilai-nilai tradisi dan spiritualitas keagamaan.
Kenyataan di atas merupakan tantangan terbesar bagi dunia pendidikan saat
ini. Proses pendidikan sebagai upaya mewariskan nilai-nilai luhur suatu
bangsa yang bertujuan melahirkan generasi unggul secara intelektual dengan
tetap memelihara kepribadian dan identitasnya sebagai bangsa. Disinilah letak
esensial pendidikan yang memiliki dua misi utama yaitu“transfer of
values”   dan  juga “transfer of knowledge”. Pendidikan hari ini dihadapkan pada
situasi dimana proses pendidikan sebagai upaya pewarisan nilai-nilai lokal di
satu sisi menghadapi derasnya nilai global. Kondisi demikian menurut Tilaar
(1999:17) membuatpendidikan hari ini telah tercabik dari keberadaannya
sebagai bagian yang terintegrasi dengan kebudayaannya. Gejala pemisahan
pendidikan dari kebudayaan dapat dilihat dari gejala-gejala sebagai berikut,
yaitu : [1] kebudayaan telah dibatasi pada hal-hal yang berkenaan dengan
kesenian, tarian tradisional, kepurbakalaan termasuk urusan candi-candi dan
bangunan-bangunan kuno, makam-makam dan sastra tradisional, [2] nilai-nilai
kebudayaan dalam pendidikan telah dibatasi pada nilai-nilai intelektual belaka,
[3] hal lain, nilai-nilai agama bukanlah urusan pendidikan tetapi lebih
merupakan urusan lembaga-lembaga agama”.

Gambaran tersebut menginterupsi kita untuk kembali memperhatikan


pentingnya pembangunan karakater (Character building) manusia indonesia
yang berpijak kepada khazanah nilai-nilai kebudayaan yang kita miliki. Lebih
lanjut Koentjaraningrat memberikan jalan bagaimana agar gejala pemisahan
pendidikan dari kebudayaan ini dapat segera teratasi, ia menyarankan
pentingnya kembali merumuskan kembali tujuh unsur universal dari
kebudayaan, antara lain: sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan
organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, keseniaan, sistem
mata pencaharian hidup dan sistem teknologi dan peralatan.

Ki Hajar Dewantoro, mengatakan bahwa “kebudayaan tidak dapat


dipisahkan dari pendidikan, bahkan kebudayaan merupakan alas atau dasar
pendidikan. Rumusan ini menjangkau jauh ke depan, sebab dikatakan bukan
hanya pendidikan itu dialaskan kepada suatu aspek kebudayaan yaitu aspek
intelektual, tetapi kebudayaan sebagai keseluruhan. Kebudyaan yang menjadi
alas pendidikan tersebut haruslah bersifat kebangsaan. Dengan demikian
kebudayaan yang dimaksud adalah kebudyaan yang riil yaitu budaya yang
hidup di dalam masyarakat kebangsaan Indonesia. Sedangkan pendidikan
mempunyai arah  untuk mewujudkan keperluan perikehidupan dari seluruh
aspek kehidupan manusia dan arah tujuan pendidikan untuk mengangkat
derajat dan harkat manusia. (Tilaar, 1999:68).

Pendidikan Karakter berbasis budaya; Devinisi dan Strategi Pengembangannya

Dalam pendidikan karakter berbasis budaya, kebudayaan dimaknai sebagai


sesuatu yang diwariskan atau dipelajari, kemudian meneruskan apa yang
dipelajari serta mengubahnya menjadi sesuatu yang baru, itulah inti dari proses
pendidikan. Apabila demikian adanya, maka tugas pendidikan sebagai misi
kebudayaan harus mampu melakukan proses; pertama pewarisan
kebudayaan, kedua  membantu individu memilih peran sosial dan mengajari
untuk melakukan peran tersebut, ketiga  memadukan beragam identitas individu
ke dalam lingkup kebudayaan yang lebih luas, keempat  harus menjadi sumber
inovasi sosial.

Tahapan tersebut  diatas, mencerminkan jalinan hubungan fungsional antara


pendidikan dan kebudayaan yang mengandung dua hal utama,
yaitu : Pertama, bersifat reflektif, pendidikan merupakan gambaran kebudayaan
yang sedang berlangsung. Kedua, bersifat progresif, pendidikan
berusaha melakukan pembaharuan, inovasi agar kebudayaan yang ada
dapat mencapai kamajuan. Kedua hal ini, sejalan dengan tugas dan fungsi
pendidikan adalah meneruskan atau mewariskan kebudayaan serta mengubah
dan mengembangkan kebudayaan tersebut untuk mencapai kemajuan
kehidupan manusia. Disinilah letak pendidikan karakter itu dimana proses
pendidikan merupakan ikhtiar pewarisan nilai-nilai yang ada kepada setiap
individu sekaligus upaya inovatif dan dinamik dalam rangka memperbaharui
nilai tersebut ke arah yang lebih maju lagi.

Oleh karena itu, pendidikan karakter merupakan goal ending  dari sebuah


prosespendidikan. Karakter adalah buah dari budi nurani. Budi nurani
bersumber pada moral. Moral bersumber pada kesadaran hidup yang berpusat
pada alam pikiran. Moral memberikan petunjuk, pertimbangan, dan tuntunan
untuk berbuat dengan tanggung jawab sesuai dengan nilai, norma yang dipilih.
Dengan demikian, mempelajari karakter tidak lepas dari mempelajari nilai,
norma, dan moral.
Menurut T. Lickona (1991) pendidikan karakter dapat diartikan sebagai upaya
untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan yang hasilnya
terlihat dalam tindakan nyata seseorang berupa tingkah laku yang baik, jujur,
bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya.
Dalam hal ini, Russel Williams mengilustrasikan karakter ibarat “otot” dimana
otot-otot karakter akan menjadi lembek apabila tidak pernah dilatih dan akan
kuat dan kokoh kalau sering digunakan. Karakter ibarat seorang binaragawan
(body builder) yang terus menerus berlatih untuk membentuk otot yang
dikehendakinya yang kemudian praktik demikian menjadi habituasi
(Megawangi, 2000). Sejatinya karakter sesuatu yang potensial dalam diri
manusia, ia kemudian akan aktual dikala terus menerus dikembangkan, dilatih
melalu proses pendidikan. Mengingat banyak nilai-nilai yang harus
dikembangkan dalam pendidikan karakter, kita bisa
mengklasifikasikan  pendidikan karakter tersebut ke dalam tiga komponen
utama yaitu:

1. Keberagamaan; terdiri dari nilai-nilai (a). Kekhusuan hubungan dengan


tuhan; (b). Kepatuhan kepada agama; (c). Niat baik dan keikhlasan;
(d). Perbuatan baik; (e). Pembalasan atas perbuatan baik dan buruk.
2. Kemandirian; terdiri dari nilai-nilai (a). Harga diri; (b). Disiplin; (c).
Etos kerja; (d). Rasa tanggung jawab; (e). Keberanian dan semangat;
(f). Keterbukaan; (g). Pengendalian diri.
3. Kesusilaan terdiri dari nilai-nilai (a). Cinta dan kasih sayang; (b).
kebersamaan; (c). kesetiakawanan; (d). Tolong-menolong; (e).
Tenggang rasa; (f). Hormat menghormati; (g). Kelayakan/ kepatuhan;
(h). Rasa malu; (i). Kejujuran; (j). Pernyataan terima kasih dan
permintaan maaf (rasa tahu diri). (Megawangi, 2007)
Selain hal diatas, Megawangi telah menyusun kurang lebih ada 9 karakter mulia
yang harus diwariskan yang kemudian disebut sebagai 9 pilar pendidikan
karakter, yaitu : a). Cinta tuhan dan kebenaran; b). Tanggung jawab,
kedisiplinan dan kemandirian; c). Amanah; d). Hormat dan santun; e). Kasih
sayang, kepedulian dan kerjasama; f) percaya diri, kreatif dan pantang
menyerah; g). Keadilan dan kepemimpinan; h). Baik dan rendah hati; i).
Toleransi dan cinta damai. (Elmubarok, 2008:111).

Dalam hal mengajarkan nilai-nilai tersebut diatas, Lickona memberikan


penjelasan ada tiga komponen penting dalam membangun pendidikan karakater
yaitu moral knowing(pengetahuan tentang moral), moral feeling  (perasaan
tentang moral) dan moral action(perbuatan bermoral). Ketiga hal tersebut
dapat dijadikan rujukan implementatif dalam proses dan tahapan pendidikan
karakater.

Selanjutnya, kira-kira misi atau sasaran apa saja yang harus dibidik dalam
pendidikan karakter? Pertama kognitif, mengisi otak, mengajarinya dari tidak
tahu menjadi tahu, dan pada tahap-tahap berikutnya dapat membudayakan
akal pikiran, sehingga dia dapat memfungsi akalnya menjadi kecerdasan
intelegensia.  Kedua, afektif, yang berkenaan dengan perasaan, emosional,
pembentukan sikap di dalam diri pribadi seseorang dengan terbentuknya sikap,
simpati, antipati, mencintai, membenci, dan lain sebagainya. Sikap ini semua
dapat digolongkan sebagai kecerdasan emosional.  Ketiga, psikomotorik, adalah
berkenaan dengan aktion, perbuatan, prilaku, dan seterusnya.

Apabila disinkronkan ketiga ranah tersebut dapat disimpulkan bahwa dari


memiliki pengetahuan tentang sesuatu, kemudian memiliki sikap tentang hal
tersebut dan selanjutnya berprilaku sesuai dengan apa yang diketahuinya dan
apa yang disikapinya. Pendidikan karakter, adalah meliputi ketiga aspek
tersebut. Seseorang mesti mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk.
Selanjutnya bagaimana seseorang memiliki sikap terhadap baik dan buruk,
dimana seseorang sampai ketingkat mencintai kebaikan dan membenci
keburukan. pada tingkat berikutnya bertindak, berprilaku sesuai dengan nilai-
nilai kebaikan, sehingga muncullah akhlak dan karakter mulia.

Pendidikan karakter merupakan jenis pendidikan yang harapan akhirnya adalah


terwujudnya peserta didik yang memiliki integritas moral yang mampu
direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan
Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam lingkungan. Adapun tujuan
Pendidikan Karakter sebagaimana yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro
adalah  “ngerti-ngerasa-ngelakoni” (menyadari, menginsyafi dan melakukan).
Hal tersebut mengandung pengertian bahwa Pendidikan Karakter adalah bentuk
pendidikan dan pengajaran yang menitikberatkan pada prilaku dan tindakan
siswa dalam mengapresiasikan dan mengimplementasikan nilai-nilai karakter ke
dalam tingkah laku sehari-hari.
Kalaulah pendidikan karakter adalah hasil dari tindakan moral, maka
pendekatan pendidikan moral dapat digunakan untuk pendidikan karakter.
Untuk memahami tentang karakter maka pahamilah berbagai hal yang
berhubungan dengan konsep moral. Misalnya Para pakar telah mengemukakan
berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut Hersh (1980), di antara
berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan;
yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan,
pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan
pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989)
mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni:
pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi ini
menurut Rest (1992) didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi
tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi.

Ada lima pendekatan tersebut adalah: (1). Pendekatan penanaman nilai


(inculcation approach), (2) Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive
moral development approach), (3) Pendekatan analisis nilai (values analysis
approach), (4) Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach), dan
(5). Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach).

Pendekatan Penanaman Nilai

Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) adalah suatu


pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial
dalam diri siswa. Menurut Superka et al. (1976), tujuan pendidikan
nilai menurut pendekatan ini adalah: Pertama, diterimanya nilai-nilai
sosial tertentu oleh siswa; Kedua, berubahnya nilai-nilai siswa yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan. Metoda yang digunakan
dalam proses pembelajaran menurut pendekatan ini antara lain: keteladanan,
penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peranan, dan lain-lain.

Pendekatan Perkembangan Kognitif

Pendekatan ini dikatakan pendekatan perkembangan kognitif karena


karakteristiknya memberikan penekanan pada aspek kognitif dan
perkembangannya. Pendekatan ini mendorong siswa untuk berpikir aktif
tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusan-keputusan
moral. Perkembangan moral menurut pendekatan ini dilihat sebagai
perkembangan tingkat berpikir dalam membuat pertimbangan moral, dari
suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu tingkat yang lebih tinggi
(Elias, 1989).

Tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada dua hal yang utama.
Pertama, membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih
kompleks berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong
siswa untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan
posisinya dalam suatu masalah moral (Superka, et. al., 1976; Banks,
1985). Proses pengajaran nilai menurut pendekatan ini didasarkan pada
dilemma
moral, dengan menggunakan metoda diskusi kelompok.

Pendekatan perkembangan kognitif mudah digunakan dalam proses


pendidikan di sekolah, karena pendekatan ini memberikan penekanan pada
aspek perkembangan kemampuan berpikir. Oleh karena pendekatan ini
memberikan perhatian sepenuhnya kepada isu moral dan penyelesaian
masalah yang berhubungan dengan pertentangan nilai tertentu dalam
masyarakat, penggunaan pendekatan ini menjadi menarik. Penggunaannya
dapat menghidupkan suasana kelas. Teori Kohlberg dinilai paling
konsisten dengan teori ilmiah, peka untuk membedakan kemampuan dalam
membuat pertimbangan moral, mendukung perkembangan moral, dan melebihi
berbagai teori lain yang berdasarkan kepada hasil penelitian empiris.

Pendekatan Analisis Nilai

Pendekatan analisis nilai (values analysis approach) memberikan penekanan


pada perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan cara
menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial. Jika
dibandingkan dengan pendekatan perkembangan kognitif, salah satu perbedaan
penting antara keduanya bahwa pendekatan analisis nilai lebih menekankan
pada pembahasan masalah-masalah yang memuat nilai-nilai sosial. Adapun
pendekatan perkembangan kognitif memberi penekanan pada dilemma moral
yang bersifat perseorangan. (Superka, 1976).

Pendekatan Klarifikasi Nilai


Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach)
memberi penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan
dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka
tentang nilai-nilai mereka sendiri. Tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan
ini ada tiga. Pertama, membantu siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi
nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain; Kedua, membantu siswa,
supaya mereka mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang
lain, berhubungan dengan nilai-nilainya sendiri; Kedua, membantu
siswa, supaya mereka mampu menggunakan secara bersama-sama
kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional, untuk memahami
perasaan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri (Superka, 1976).

Pendekatan pembelajaran berbuat

Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach)


memberi penekanan pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa
untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan
maupun secara bersama-sama dalam suatu kelompok. Superka, et. al. (1976)
menyimpulkan ada dua tujuan utama pendidikan moral berdasarkan kepada
pendekatan ini. Pertama, memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan
perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama,
berdasarkan nilai-nilai mereka sendiri; Kedua, mendorong siswa untuk melihat
diri mereka sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam pergaulan
dengan sesama, yang tidak memiliki kebebasan sepenuhnya, melainkan sebagai
warga dari suatu masyarakat, yang harus mengambil bagian dalam suatu
proses demokrasi Metoda-metoda pengajaran yang digunakan dalam
pendekatan analisis nilai dan klarifikasi nilai digunakan juga dalam pendekatan
ini. Metoda-metoda lain yang digunakan juga adalah projek-projek
tertentu untuk dilakukan di sekolah atau dalam masyarakat, dan
praktekketerampilan dalam berorganisasi atau berhubungan antara
sesama (Superka, 1976).

Penutup

Berdasar uraian di atas, dapat disimpulkan berbagai hal berikut:


1. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Pendidikan
merupakan produk dari kebudayaan manusia dan menjadi bagian dari
kebudayaan. Pendidikan berupaya untuk mewariskan, meneruskan,
menggambarkan corak dan arus kebudayaan yang sedang
berkembang.
2. Pendidikan berusaha untuk mentransformasikan nilai-nilai budaya agar
mencapai kemajuan baik individual maupun masyarakat. Kedudukan
dan fungsi pendidikan sebagai pusat pengembangan kebudayaan,
pusat kajian, dan pengembangan ilmu-ilmu untuk mencapai kemajuan
peradaban manusia.
3. Pelaksanaan Pendidikan Karakter berbasis budaya menggariskan
pentingnya unsurketeladanan. Selain dari pada itu, perlu disertai pula
dengan upaya-upaya untuk mewujudkan lingkungan sosial yang
kondusif bagi para siswa, baik dalam keluarga, di sekolah, dan dalam
masyarakat. Dengan demikian, pelaksanaan Pendidikan Karakter akan
lebih berkesan dalam rangka membentuk kepribadian siswa.
Penyusunan Pendidikan Karakter perlu memberikan penekanan yang
berimbang kepada aspek nilai dan proses pengajarannya. Selain
daripada itu, perlu memberikan penekaanan yang berimbang pula
kepada perkembangan aspek intelektual, emosional dan spiritual
siswa.
 

DAFTAR PUSTAKA

Budimansyah, Dasim. 2011. Pendidikan Karakter; Nilai Inti bagi upaya


Pembinaan Kepribadian Bangsa.  Bandung: Widaya Aksara Press.

Elmubarok, Z. 2008. Membumikan Pendidikan Nilai.  Bandung: Alfabeta.

Fraenkel, J.R. 1977. How to teach about values: an analytic approach. New


Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Hersh, R.H., Miller, J.P. & Fielding, G.D. 1980. Model of moral  education: an
appraisal.  New York: Longman, Inc.
Kohlberg, L. 1971. Stages of moral development as a basis of
moral  education. Dlm. Beck,C.M., Crittenden, B.S. & Sullivan, E.V.(pnyt.). Moral
education: interdisciplinary approaches: 23-92. New York: Newman Press.

Lickona, T. 1987. Character development in the family. Dlm. Ryan, K.


& McLean, G.F.Character development in schools and beyond: 253-273.
New York: Praeger.

Megawangi, Ratna. 2007. Character Parenting Space.  Publishing House


Bandung: Mizan.

Superka, D.P. 1973. A typology of valuing theories and values  education


approaches. Doctor of Education Dissertation. University of California, Berkeley.

Tilaar, H.A.R., 1999, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani


Indonesia, Strategi Reformasi Pendidikan Nasional, Remaja Rosdakarya,
Bandung.

Sumber: https://taufikhidayat93.blogspot.co.id/2015/12/contoh-artikel-ilmiah-
menyemai.html

 TAGS
 ARTIKEL
 CONTOH TULISAN
 ESAI
 OPINI

SHARE 

Facebook
 
Twitter
 
 


 tweet

Previous articleInilah Bedanya Opini, Esai, dan Artikel


Next articleKosakata yang Dianggap Benar Penulisannya padahal Salah

Iqbal Dawami

RELATED ARTICLES MORE FROM AUTHOR

Tips&Trik
Launching Buku yang Asyik

Editorial
Latihan Editing
Editorial
Artikel

LEAVE A REPLY

Post Comment

0FansLIKE
65,675FollowersFOLLOW
5,192SubscribersSUBSCRIBE
Artikel Terbaru

Mengenal Fungsi Tanda Koma di dalam Kalimat


Ifah Nurjany - April 6, 2017

Penulisan Huruf Miring (Italic) di dalam Naskah


Ifah Nurjany - March 7, 2017

Fitur di MS Word Ini Sangat Membantu dalam Mengedit Naskah


Iqbal Dawami - March 5, 2017

Dongkrak Produktivitas Menulismu dengan Cara Ini


Iqbal Dawami - April 4, 2017

[Buku Baru] PSEUDO LITERASI


Iqbal Dawami - March 30, 2017

 Daftar Isi

 Kerja Sama

 Contact Us

 Tentang Kami

© Newsmag WordPress Theme by TagDiv


MORE STORIES

Kosakata yang Dianggap Benar Penulisannya padahal Salah


Ifah Nurjany - February 28, 2017
0

Kalian pernah, gak sih, menemukan kata yang sering salah dalam sebuah tulisan? Ataukah kalian
tidak tahu bahwa kata tersebut salah?   Perhatikan contoh kalimat berikut.   Mira tak...

 BERANDA
MEMAHAMI BERITA DAN OPINI
02.24.00

Oleh Prof. Amzulian Rifai,SH.LLM.Ph.D

Curriculum Vitae

Amzulian Rifai adalah Dosen Fakultas Hukum UNSRI. Pernah menjadi pimpinan majalah sekolah
Gema Siswa (semasa SMA 1982-1984), aktivis mahasiswa, pimpinan umum harian Media Musi
Rawas di Lubuk Linggau, kolomnis diberbagai harian diantaranya SINDO, Sumatera Ekspress, dan
Berita Pagi.  Telah menulis lebih dari 400 artikel di Surat Khabar, menjadi pembicara lebih dari 275
kali diberbagai seminar dan menerbitkan sekitar 15 buku.  Menulis, tetap menjadi hobby dengan
prinsip “tidak harus menulis yang berat-berat. Topik sederhanapun dapat menjadi objek tulisan.”

Abstrak

Profesi penulis juga beresiko.  Diantara mereka ada yang bermasalah dikarenakan tulisannya. 
Wajar saja dikarenakan suatu tulisan dapat melahirkan bermacam interpretasi.  Itu sebabnya,
seorang penulis harus memahami beberapa macam bentuk tulisan.  Berita dan opini harus difahami
secara benar jika dituangkan dalam tulisan.  Berita adalah bentuk tulisan non fiksi berdasarkan
sebuah peristiwa faktual.
Saya beberapa kali “kena marah” pembaca dikarenakan opini-opini yang dimuat dalam berbagai
kesempatan.  Persoalannya mungkin sederhana karena mencampuradukkan antara fakta dan
opini.  Apalagi jika opini tersebut merugikan orang lain karena tidak benar, tidak berdasarkan fakta.
            Macam-macam pengalaman saya yang hobby menulis (walaupun bagi sebagian orang
tulisan-tulisan saya sederhana saja).  Suatu waktu saya menulis tentang Sumatera Selatan yang
menurut saya sederhana saja.  Diantaranya menulis tentang kondisi jalan di Sumatera Selatan. 
Diluar dugaan saya “opini tentang jalan di Sumatera Selatan” membuat pendukung Gubernur saat
itu “marah besar.”  Saya ditelpon, termasuk ditakut-takuti melalui telpon.  Pada kesempatan lain
saya dikuliahi agak keras oleh senior karena tulisan itu dinilai sebagai opini “yang kasar” tidak
memperhitungkan perasaan para senior.  Banyak lagi pengalaman saya sebagai penulis yang
terkadang mencampur adukkan antara fakta, berita dan opini saya pribadi.  Apalagi jika opini itu
dinilai datang dari “anak kecil” bukan seorang sarjana apalagi seorang Guru Besar. Bahkan sebagai
seorang professorpun tidak juga menjamin bebas dari amarah orang lain terhadap opini yang
dihasilkan.

           Atas dasar pengalaman itu dan dinamika masyarakat kita, maka penting bagi siapa saja yang
bergerak dalam aktivitas tulis-menulis untuk memahami beberapa jenis tulisan diantaranya seperti
berita, opini, kolom, esai.

Apakah yang disebut sebagai News (berita)?


News atau berita adalah bentuk tulisan non fiksi berdasarkan sebuah peristiwa faktual, yang
lazim disebut sebagai stright news (berita lempang atau berita langsung). Selain itu masih ada spot
news (berita singkat); interpeted news (berita pendapat); interpretative news (berita dengan
interpretasi); investigative news (berita penyidikan) dll.

Apakah yang disebut sebagai Artikel?


Masyarakat luas, mengangap semua tulisan di media cetak (koran, majalah, tabloid, bulletin,
jurnal dan news letter) sebagai artikel. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), artikel disebut
sebagai: karya tulis lengkap, misalnya laporan berita atau esai di majalah, surat kabar dsb. Dalam
ilmu jusnalistik, artikel adalah salah satu bentuk tulisan non fiksi berisi fakta dan data yang disertai
sedikit analisis dan opini dari penulisnya.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan, artikel adalah sebagai karya tulis
lengkap di majalan atau surat kabar. Dengan definisi seperti itu maka, artikel ini berupa karya tulis
umum yang bersifat luas serta bebas. Oleh karena itu, artikel itu bisa berupa opini, esai, atau
sekaligus semacam berita.

Apakah beda artikel dengan opini dan kolom?


Dalam pengertian sehari-hari, artikel, opini, kolom bahkan juga esai dianggap sama dan bisa
saling dipertukarkan tempatnya. Dalam dunia jurnalistik, opini dibedakan dengan artikel karena
dalam opini, pendapat pribadi (buah pikiran) si penulis lebih diutamakan. Sementara dalam artikel,
pendapat pribadi si penulis biasanya dikemukanan dalam bentukanalisis atau data dan fakta
tandingan, yang berbeda dengan data dan fakta yang dijadikan bahan tulisan. Dengan adanya
analisis serta data dan fakta tandingan itu, pembaca artikel diharapkan bisa mengambil kesimpulan
sendiri. Kolom adalah artikel, opini, esai atau tulisan lain oleh penulis tetap, yang diberi ruang
(rubrik) yang tetap pula.Apakah yang disebut sebagai features?
Feature sering diartikan sebagai tulisan khas di media massa. Dalam KBBI, entri feature
tidak ada. Dalam kamus-kamus bahasa Inggris, feature diartikan sebagai: a distinctive or regular
article in a newspaper or magazine. Dalam ilmu jurnalistik, features merupakan salah satu bentuk
tulisan non fiksi, dengan karakter human interest yang kuat. Apakah yang disebut esai?
Menurut KBBI, esai adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas
lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya. Menurut kamus Webster (essay) adalah:  a short literary
composition of an analytical, interpretive, or reflective kind, dealing with its subject in a
nontechnical, limited, often unsystematic way and, usually, expressive of the authors outlook
and personality. Menurut ilmu jurnalistik, esai adalah tulisan berupa pendapat seseorang tentang
suatu permasalahan ditinjau secara subyektif dari berbagai aspek/bidang kehidupan.Apakah bentuk-
bentuk tulisan lain di media massa?
Yang paling banyak dijumpai di koran dan majalah adalah berita (news). Dalam dunia
jurnalistik, news dikelompok-kelompokkan lagi menjadi spot news, stright news, interpreted news,
interpretative news, news story dll. Selain itu masih ada bentuk-bentuk tulisan lain seperti reportase,
information story, info grafis, resensi buku/film, tajuk, resep masakan, daftar harga dll.
Bentuk tulisan manakah yang paling mungkin untuk ditulis oleh pihak luar (bukan wartawan
atau redaksi penerbitan tersebut)? Tulisan oleh pihak luar adalah artikel, opini dan esai. Selain itu
dapat juga dalam bentuk feature dan reportase. Namun bentuk tulisan Opini dan Esai lebih sulit
dipelajari dibanding dengan artikel. Sementara feature juga lebih mudah dikerjakan oleh bukan
wartawan dibanding dengan reportase. Karenanya, bentuk tulisan artikel dan feature paling mudah
dan bermanfaat untuk dipelajari oleh kalangan bukan wartawan profesional.

Apakah yang disebut sebagai artikel dalam dunia jurnalistik?


Dalam dunia jurnalistik, artikel adalah salah satu bentuk tulisan non fiksi (berdasarkan data
dan fakta) dan diberi sedikit analisis serta pendapat oleh penulisnya. Biasanya, artikel hanya
menyangkut satu pokok permasalahan, dengan sudut pandang hanya dari satu disiplin ilmu. Teknik
yang digunakan umumnya deduktif - induktif atau sebaliknya.

Apakah beda artikel dengan interpretative news?


Interpretative news juga merupakan salah satu bentuk tulisan non fiksi yang juga diberi opini
oleh penulisnya. Namun kalau sebuah artikel sudah bisa ditulis hanya dengan bahan data dan fakta,
maka interpretative news harus berdasarkan peristiwa faktual. Kalau artikel bisa ditulis oleh siapa
saja, maka interpretative news biasanya hanya ditulis oleh intern wartawan atau redaktur dari
penerbitan bersangkutan.

Apakah beda artikel dengan esai?


Dalam dunia jurnalistik, esai merupakan bentuk tulisan yang paling sulit. Meskipun dalam
KBBI esai hanya disebut sebagai: karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas
lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya. KBBI memang mewakili pendapat umum masyarakat
yang menganggap esai sama dengan artikel, opini dan kolom. Padahal esai merupakan artikel yang
dalam menganalisis, si penulis mengambil angle dari beberapa disiplin ilmu, dengan subyektifitas
yang khas dari penulisnya. Hingga penulis esai yang baik, dituntut untuk memiliki minat serta
pengetahuan yang luas, dengan kepribadian yang khas.

Secara konkrit, bagaimanakah biasanya sebuah artikel ditulis?


Artikel paling mudah ditulis dengan metode induksi atau deduksi. Dalam metode induksi, penulis
berangkat dari sebuah contoh khusus, misalnya kasus korupsi untuk membuat kesimpulan yang
bersifat umum tentang gejala korupsi. Dalam metode deduksi, penulis menggunakan cara kebalikan
dari induksi, yakni menggunakan sebuah gejala umum untuk membuat kesimpulan terhadap contoh
khusus. Misalnya, penulis menunjukkan bagaimana amburadulnya pengaturan lalulintas di suatu
tempat, lalu gejala umum tersebut digunakan untuk menyimpulkan bahwa sebuah contoh
kecelakaan lalulintas merupakan akibat dari gejala umum tersebut. 

footnote: 
[1] Materi disampaikan dalam Pelatihan Jurnalistik Tingkt Lanjut Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Sabtu, 2 Juli 2011, Semata-mata
untuk tujuan pengajaran (non-komersial), materi tulisan dikutip dari beberapa sumber, diantaranya: “Bentuk-bentuk Tulisan di Media Massa”
http://dunia.pelajar-islam.or.id

SHARE THIS STORY

  SHARE ON FACEBOOK
 

  SHARE ON TWITTER
 

  PIN THIS POST


TAGS: kuliah, uncategorized

← Previous Story

Next Story →

YOU MIGHT ALSO LIKE


SBY "CHIBI"

MUSIK: PENGARUHI SUASANA HATI

AMANDEMEN UUD 1945, UPAYA PENGUATAN...

0 KOMENTAR
Link ke posting ini
Buat sebuah Link
ABOUT ME
INSTAGRAM @MAMANISSS

STATISTIK

425,985
BLOG ARCHIVE
 ►  2018 (1)
 ►  2017 (9)
 ►  2016 (22)
 ►  2015 (10)
 ►  2014 (14)
 ►  2013 (23)
 ►  2012 (69)
 ▼  2011 (46)
o ►  Des (8)
o ▼  Nov (8)
 Runtuhnya Jembatan Gantung Kutai Kartanegara. Siap...
 Memahami Berita dan Opini
 Review: kegiatan Pelatihan Manajemen Website se-Su...
 Review: Chillar Party ( Anak-anak pemberani "melaw...
 LEMBAGA PERWAKILAN
 KONSTITUSI
 PENDASARAN KEKUASAAN NEGARA
 UNSUR-UNSUR NEGARA DAN ASPEK-ASPEK NEGARA
o ►  Okt (4)
o ►  Sep (3)
o ►  Jun (22)
o ►  Mei (1)
PART OF...

BLOGGER WONGKITO

LET'S BE FRIENDS

POPULAR POSTS
 Sahnya Perkawinan
SAHNYA PERKAWINAN MENURUT UU NO.1/1974 Pasal 2 ayat (1) perkawinan itu dinyatakan sah
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing ag...
 Tujuan Perkawinan
Tujuan Perkawinan Menurut UU No.1/74 membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia kekal
berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Tujua...
 LEMBAGA PERWAKILAN
Lembaga Perwakilan Demokrasi tidak mungkin diterapkan s e c a r a langsung •           Wilayah yg luas
•           Jumlah pendudu...


KONSTITUSI
Teori Konstitusi Bagir Manan : Konstitusi adalah sekelompok ketentuan yang mengatur organisasi
negara dan susunan pemerintahan suatu ...
GOOGLE+
TWITTER

Template Created By ThemeXpose. All Rights Reserved.


BACK TO TOP  

Anda mungkin juga menyukai