Anda di halaman 1dari 6

Jurnalisme: Cara Menulis

Opini
MENULIS opini berarti menyebar luaskan gagasan. Dengan menulis opini, maka seseorang berarti
mentransfer ide dan gagasannya ke ruang publik. Ia masuk ke ranah publik, dan berusaha
mempengaruhi publik, dengan tujuan akhir: gagasannya diterima atau juga diperdebatkan. Dan ia
siap untuk itu.
Karena itulah, menulis opini sesungguhnya adalah melakukan rekreasi intelektual: mengasah otak,
menajamkan pikiran, menantang munculnya ide-ide baru, juga menantang pendapat orang dengan
argumentasi yang siap untuk diperdebatkan.
Menulis opini berarti memberikan wawasan dan pengetahuan untuk orang lain. Berbagai informasi,
data, juga pengalaman. Karena itulah, kegiatan menulis opini mestinya kegiatan yang dilakukan
dengan hati. Dengan kesukacitaan, kegembiraan membagi gagasan dan kecintaan menyumbangkan
ilmu dan pengetahuan.
Menulis opini adalah kegiatan yang menyenangkan. Siapa pun sesungguhnya bisa dan mampu untuk
menulis opini. Setiap orang yang memiliki pengetahuan, mampu menulis, sesungguhnya ia bisa
menulis opini. Dengan opini, tidak saja gagasan itu bisa menyebar, tapi juga, antara lain, membuat ia
dikenal, juga mendapat honorarium.
Di Indonesia, hampir semua halaman surat kabar menyediakan rubrik opini. Dan hampir semuanya
juga menyediankan honorarium untuk opini yang dimuat. Misalnya Koran Tempo dan Majalah Tempo.
Opini-opini ini pun beraneka ragam. Bisa soal masalah sosial, politik, agama, pertanian,
perkebunan, pertambangan, hukum, dan lain sebagainya. Penulis dengan latar belakang bidang yang
dikuasainya, akan mendapat tempat khusus di media massa jika ia menulis opini tentang bidang yang
dikuasainya tersebut. Ini karena dia dinilai memiliki otoritas.
Bahkan, kadang media secara khusus meminta orang tersebut untuk menulis topik-topik tertentu
untuk hari-hari tertentu pula. Karena itulah, misalnya, kita mengenal nama Kwik Kian Gie untuk
masalah ekonomi, Rhenald Kasali untuk pemasaran dan periklanan, nama Ignas Kleden untuk bidang
sosial, nama Mulya Lubis untuk bidang hukum atau nama HS. Dillon untuk bidang pertanian. Juga,
misalnya Al Chaidar jika berkaitan dengan NII atau Emerson Yuntho jika berkaitan dengan masalahmasalah korupsi.
Tentu saja mereka ini tidak langsung menjadi penulis opini.Mereka juga belajar, melalui banyak tahap.
Tetapi, yang jelas mereka memiliki kompetensi yang membuat masyarakat mengakui, mereka
memang layak untuk menulis soal atau masalah yang mereka tulis tersebut.
Antara Opini dan Kolom

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan Balai Pustaka, Opini disebutkan sebagai
pendapat; pikiran, atau pendirian,
Opini memang bisa diartikan sebagai pandangan seseorang tentang suatu masalah. Tidak sekadar
pendapat, tetapi pendapat ilmiah. Pendapat yang bisa dipertanggungjawabkan dengan berdasar dalildalil ilmiah yang disajikan dalam bahasa yang lebih popular. Karena itulah, untuk menulis opini juga
dibutuhkan riset. Riset merupakan penguat dari argumentasi penulis untuk menekankan gagasannya.
Opini inilah yang ditulis dan dituangkan dalam bentuk artikel.
Adapun kolom adalah opini yang lebih cair dalam gaya bahasanya. Penulis kolom biasanya tidak
saja mereka yang dikenal memiliki keahlian dalam bidang yang ditulisnya, tapi juga memiliki style
gaya-. Itu sebabnya disebut kolomnis
Bagaimana Menjadi Penulis Opini:
Dengan melihat rangkaian di atas, maka di sini untuk menulis opini dibutuhkan:
1.Pengetahuan akan bidang/masalah tertentu
2.Ide dan Gagasan
3.Argumentasi gagasan
4.Teknik Penulisan Opini
5. Pengetahuan bahasa
6. Pengetahuan Tentang Media Massa.
Kita uraikan satu persatu:
1. Pengetahuan Bidang/Masalah Tertentu.
Penulis opini memiliki otoritas akan bidang yang memang layak bagi dia untuk diketengahkan kepada
masyarakat. Ini bekal utama seorang penulis opini. Jika ia ahli pertanian, tentu masyarakat akan
percaya akan seluk beluk tanaman yang ditulisnya daripada yang menulis seorang sarjana hukum.
Pengetahuan bidang tertentu ini sangat penting, juga terutama untuk legitimasi diri seorang penulis
di depan publik.
2. Ide dan Gagasan
Ide merupakan barang termahal yang dimiliki penulis -apa pun dan siapa penulis itu. Ide bisa tumbuh
dari mana pun. Penulis yang terlatih tidak pernah kehabisan ide untuk menulis opini. Karena ide bisa
muncul di mana pun, maka seorang penulis biasanya langsung menulis ide-ide yang didapatnya

begitu ide itu muncul. Ide itulah yang kemudian dikembangkannya begitu ia memiliki waktu untuk
menulis. Misalnya, di sini, seorang penulis membaca atau mendapati kenyataan tentang makin
sedikitnya para mahasiswa tertarik dan ikut pada kegiatan-kegiatan kampus. Penulis opini kemudian
mendapat ide: membandingkan fenomena ini dengan lima atau sepuluh tahun sebelumnya dan
kemudian menganalisa sebab musabahnya.
3. Argumentasi Gagasan
Argumentasi ini sesungguhnya pasti dimiliki seseorang jika orang itu memang menulis bidangnya. Ini
memang berkaitan dengan nomor 1 (pengetahuan bidang yang dimilikinya). Argumentasi penting
karena di sinilah pembaca akan mengetahui kadar keilmuan seorang penulis opini. Semakin kuat
dan logis argumentasi yang ditampilkannya, maka akan semakin memperkuat gagasan yang
ditulisnya.
4. Teknik Penulisan Opini
Penulisan opini di media massa berbeda dengan penulisan di media ilmiah. Pembaca media massa
sangat beragam. Karena itu, penulisan opini di media massa harus memakai bahasa yang
komunikatif, tidak bertele-tele, dan ringkas. Kecenderungan pembaca kini adalah membaca tulisan
yang tidak panjang, enak dibaca, dan gampang dicerna.
5. Pengetahuan Bahasa
Kegagalan penulis opini dari kalangan ilmiah biasanya terletak pada penggunaan bahasa. Penulis
opini dari latar belakang ilmiah harus belajar untuk memakai bahasa yang gampang dimengerti
masyarakat, sehingga bahasa yang ditulisnya, efektif, efisien, dan mudah dimengerti.
Jika pun penulis opini ingin menampilkan istilah asing, ia harus pula mencari padanan dalam bahasa
Indonesia. Penulis opini bahkan tidak usah khawatir untuk menampilkan idiom-idiom bahasa daerah
jika dipandang menarik. Nasehat untuk ini: JANGAN SEKALI-KALI MENGANGGAP PEMBACA
SAMA TAHUNYA SEPERTI KITA. Beberapa kata yang tidak efektif bisa dipangkas untuk
menghasilkan tulisan yang padat. Kata-kata itu, misalnya, oleh, adalah, itu, tersebut dll.
6. Pengetahuan Media Massa
Pengetahuan tentang Media Massa merupakan hal penting yang perlu diketahui penulis opini agar
tulisannya bisa dimuat. Penulis opini, dengan mempelajari sebuah media massa, akan bisa melihat,
media massa itu,misalnya, apakah memberi perhatian kepada masalah-masalah yang digeluti sang
penulis opini itu atau tidak. Suratkabar Kompas, misalnya, cenderung untuk memberi tempat kepada
opini dalam bidang apa pun. Demikian juga harian Suara Pembaruan. Dengan pengetahuan seperti
ini, maka seorang penulis opini tahu, ke mana artikel yang dibuatnya itu akan dikirim.
Bagaimana Supaya Opini Dimuat di Media Massa
1. Ada peg/cantolan peristiwa
Seperti berita, opini pun memerlukan peg cantolah peristiwa. Tujuan peg ini adalah agar opini ini
relevan dengan yang sedang terjadi atau dibicarakan masyarakat. Semakin ada peg-nya maka,

kemungkinan opininya dimuat akan semakin besar. Peg ini bermacam-macam. Bisa peristiwa yang
tidak diduga, atau juga peristiwa yang sudah direncanakan pasti terjadi. Misalnya, menyambut tahun
ajaran baru (tentang pendidikan atau kemahasiwaan), peringatan ulangtahun lembaga/peristiwa
tertentu, dll.
2. Cari Angle Menarik
Jika peg itu sudah didapat, maka penulis tinggal mencari angle/sudut pandang: dia akan menulis apa
dan dari sudut pandang apa? Angle merupakan hal penting yang menajamkan opini penulis satu
dengan penulis lain. Nasehat untuk ini: carilah angle yang paling berbeda, unik, dan mungkin orang
tidak terpikirkan. Tentang makin sedikitnya mahasiswa yang tertarik pada kegiataan kemahasiswaan
itu, misalnya, seorang penulis opini, misalnya, bisa mengambil angle: kerugian apa yang akan dialami
para mahasiswa jika mereka tidak memiliki pengalaman ikut kegiatan kampus.
3. Eksplorasi gagasan dan argumentasi
Inilah argumentasi yang harus dibangun dan dimiliki penulis untuk menguatkan opininya. Untuk
membangun argumentasi ini, penulis opini bisa menyodorkan data atau contoh-contoh peristiwa.
Contoh itu bisa dari dalam negeri atau luar negeri.
4. Tidak Menggurui
Isi tulisan opini mesti dihindarkan sejauh mungkin dari kesan menggurui, juga mengesankan
penulisnya menampilkan, kepintarannya. Salah satu cara agar tulisajn opini tidak menggurui, antara
lain, jangan terlalu banyak menampilkan kutipan atau sumber-sumber literatur. Lebih baik penulis
menampilkan contoh yang muncul sehari-hari dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami.
Selain itu, syarat lainnya: baca ulang opini tersebut berkali-kali.
=
Dari Mana Memulai Menulis Opini
Teknik Menulis Opini
1. Judul
2. Alinea Pembuka
3. Isi (Batang Tubuh)
4. Alinea Penutup (Ending)
Penulis Opini mesti membuat judul tulisannya dengan menarik. Judul harus lah eyes catching.
Memikat. Syarat untuk judul seperti ini: Tidak Panjang (Cukup tiga atau empat kata) dan memakai
kata-kata yang tidak klise, menggugah.
Judul tidak mesti dibuat lebih dulu. Bisa belakangan, setelah tulisannya selesai.
Aline pembuka dan Lead

Lead adalah bagian penting sebuah tulisan. Lead seperti etalase, dia harus dibuat menarik. Lead
adalah kalimat pembuka. Ia seperti kail yang menarik minat pembaca. Ia seperti lokomotif yang
membuat mata dan pikiran pembaca untuk terus mengikuti kalimat dan buah pemikiran penulis.
Karena itulah lead harus menarik, tidak memakai pemikiran yang klise, dan kalimatnya tidak panjang.
Lead ini berfungsi untuk membawa pembaca untuk mengerti masalah apa yang akan dibicarakan
oleh penulis opini. Lead adalah bagian penting dari alinea pembuka.
Isi Tulisan (Batang Tubuh)
Inilah daging sebuah opini. Disinilah penulis menuangkan gagasan dan ide-idenya. Dengan
demikian secara ringkas bagian ini berisi:
-gagasan apa yang ditawarkan
-argumentasi kenapa pentingnya gagasan/ide/pemikirannya
-contoh-contoh dengan menampilkan data-data yang relevan dan menunjang.
-keuntungan dan kerugian jika gagasan itu diterapkan atau tidak diterapkan.
Alinea Penutup (Ending)
Bagian ini bisa dibilang merupakan kesimpulan dari tulisan opini. Kendati penutup, penulis opini tetap
harus menganggap ini bagian penting. Untuk mengulang dan mengingatkan pembaca akan gagasan
yang ditawarkannya.
Kendati tiga bagian di atas merupakan hal penting untuk menulis opini, sesungguhnya tetap saja
diperlukan panduan agar tiga hal itu menjadi kesatuan yang enak untuk dibaca juga menulisnya.
Untuk ini dibutuhkan apa yang disebut OUTLINE. Outline adalah semacam alur yang dibuat dengan
mencantumkan segala hal yang direncanakan akan dituangkan pada sebuah opini. Outline ini juga
untuk mengingatkan penulis agar tetap fokus atau tidak lupa pada hal-hal yang sejak awal ia tetapkan
untuk ditulis. Outline bentuknya adalah pointer-pointer.
Contohnya, seorang penulis opini akan membuat tulisan tentang persoalan hilangnya sejumlah
mahasiswa yang diduga direkrut NII.
Ia menulis pointer-nya sebagai berikut:
1.Fakta banyaknya pengaduan orangtua yang kehilangan anaknya Peg
Pengakuan para mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang dll

2. bukan kejadian pertamakali Batang tubuh


-data penelitian berbagai lembaga tentang aktivitas NII
-data Departemen Agama dll tentang NII
-Bagaimana perekrutannya, di mana, siapa saja sasarannya.
-apa yang harus dilakukan orang tua/lingkungan/perguruan tinggi dll
yang sudah dilakukan pemerintah
-yang belum dilakukan pemerintah
3. saran-saran dan kesimpulan Penutup
Bisakah Saya Menulis Opini dan Dimuat di Koran?
Pasti bisa! Tidak ada penulis opini yang langsung terkenal. Semua dari bawah. Salah satu cara
belajar yang baik: membaca opini-opini dari penulis terkenal. Pelajari kalimat dan bagaimana sang
penulis mengungkapkan buah pikirannya. ****

Anda mungkin juga menyukai