Anda di halaman 1dari 10

T3/PA-TR/A/2014

Razan Izazi
210110110088
Jurnal A

Rangkuman dan Apresiasi Komparatif Buku Menulis Untuk Dibaca: Feature & Kolom
Karya Zulhasril Nasir, Ph.D. dan Buku Jadi Penulis? Siapa Takut!
Karya Alif Danya Munsyi

I. RANGKUMAN
A. Rangkuman Buku Menulis Untuk Dibaca: Feature & Kolom
Karya Zulhasril Nasir, Ph.D.
Bab I Prolog
1.1 Pendahuluan
Menulis memiliki dua pengertian yang berbeda. Pertama adalah sebagaimana
pengertian harafiah: menulis di lembaran kertas, catatan harian, buku tulis, dan sebagainya.
Menulis pada pengertian kedua adalah menulis untuk orang banyak (publik, masyarakat).
Menulis untuk publik sangatlah berbeda dengan menulis di lebar kertas atau menulis untuk
diri sendiri. Menulis untuk publik artinya berkomunikasi dengan orang banyak dan karena
itu gagasan yang disampaikan haruslah untuk kepentingan orang banyak, atau dengan kata
lain, ide yang anda punya haruslah mengandung kepentingan masyarakat.
Tulisan layak publik mengandung dua pengertian. Pertama, layak publik ialah publik
pantas menerima tulisan tersebut atau tulisan tersebut dapat dinikmati oleh publik.
Pengertian kedua, ialah tulisan tersebut sesuai dengan sasaran pembaca (segmented) dan
masa siar yang digunakan suatu media.
1.2 Menulis Itu Hak
Kalau saja aksi pertama bayi yang baru saja keluar dari rahim ibunya adalah menulis,
mungkin menulis tidak menjadi masalah dunia. Akan tetapi, yang dilakukan bayi pertama
kali adalah berteriak, suatu aksi vokal, maka kemudian perlu upaya mentransformasikan
bahasa oral tersebut dalam bentuk tulisan.
Untuk melahirkan sebuah tulisan tentu tidak hanya perlu berteriak seperti bayi lahir,
akan tetapi perlu usaha kepandaian menulisdan pendidikan yang memadai. Selanjutnya
setiap orang perlu mengembangkan dirinya melalu pendidikan. Jika suara pertama bayi
(berteriak atau menangis) adalah keajaiban yang diciptakan Tuhan, dan diterjemahkan
1

sebagai dasar dari kemerdekaan berekspresi dalam bentuk suara, tentulah kemerdekaan
menulis adalah kemersekaan berekspresi dalam wujud lanjutan dari kebebasan menyatakan
sesuatu.
1.3 Bukan Bakat tetapi Keterampilan
Kemampuan mengarang seseorang bukanlah berdasarkan kepada bakat atau
keturunan, tetapi apakah sesorang dapat menggunakan secara sempurna fungsi otak kiri dan
otak kanan dalam kegiatan sehari-hari. Wartawan (reporter) dalam mencari dan menulis
berita lebih sering memfungsikan otak kiri karena rasional dan analitik. Akan tetapi, dalam
menulis feature mereka haruslah menulis berdasarkan cerita dari fakta-fakta yang ada,
dengan menggunakan imajinasi, warna-warni, dan irama.
Bab II Alam Semesta Sumber Gagasan
Alam semesta ini menyimpan berjuta-juta ragam cerita yang tidak mungkin habis
untuk ditulis. Kemampuan menggunakan imajinasi dan terlatih mencari ide adalah sumber
segalanya dalam menemukan ide. Sebenarnya banyak yang harus digali dari kehidupan ini.
Banyak yang melihatnya sebagai pekerjaan berat, namun sesungguhnya adalah pekerjaan
yang menarik dan menyenangkan. Tidak semuanya penggalian cerita seberat atau seserius
macam kertas sampah dan sopir truk. Sebagaimana kehidupan, ada juga yang ringan
tanpa kehilangan daya tariknya (magnitute).
Bab III Keunggulan Surat Kabar Kelemahan Televisi
Keunggulan media cetak terletak pada keunggulan audio-visual. Semakin tinggi
kecepatan media televisi ataupun radio mengalahkan media cetak, maka semakin pendek
ruang yang tersedia untuk melaporkan atau memaparkan sesuatu kepada khalayak. Karena
alasan itu pula surat kabar berkesempatan memaparkan latar belakang dan informasi
mendalam dan lengkap tentang kejadian. Jika televisi melaporkan secara singkat, maka surat
kabar memaparkannya dengan rinci dan lebar.
Kelebihan feature media cetak ialah si penulis dapat bergelut dengan perasaan
pembaca sehingga kesan yang ditimbulkan dapat lebih mendalam dan leluasa. Kelebihan lain
bahwa kapanpun sebuah tulisan dapat dinikmati dan tidak perlu tergesa-gesa. Ia
terdokumentasi dan dapat bertahan lama.
Bab IV Ayo Mulai Menulis!
4.1 Tiga Komponen
Menulis pada dasarnya adalah bertutur. Dalam bercerita terdapat tiga komponen
dasar, yaitu: pembuka, isi, dan penutup (lead, body, dan ending). Pembuka bertugas
2

memperkenalkan isi cerita atau tulisan. Isi atau tubuh (body) cerita merupakan kandungan
kisah, inti, atau uraian dari sebuah cerita. Penutup (ending) adalah bagian akhir tulisan.
Bagian ini harus mengakhiri gagasan dengan baik, jelas, dan tepat.
4.2 Sebelum Menulis
1. Mengenal permasalahan yang akan Anda tulis.
2. Merencanakan jalan atau cara melaporkan agar gagasan Anda tidak sekedar ide
tetapi menjadi sesuatu yang dapat direalisasikan.
3. Mengenali dengan seksama orang yang menjadi narasumber.
4. Menyusun pertanyaan
4.3 Mulailah Menulis
Seseorang tidak akan dapat menulis bila tidak memulainya. Artinya, seseorang juga
tidak akan dapat menulis dengan teori tanpa praktik. Atau seorang juga tidak akan dapat
menulis hanya membaca sekian banyak buku tentang tulis-menulis.
Bab XXI Kolom
Tulisan kolom berbeda dengan feature. Kolom bersifat personal, sepenuhnya adalah
pendapat atau opini penulis. Seluruh isi kolom merupakan argumen yang berpijak kepada
pandangan, komentar, analisis, disertai dengan data yang mendukung semua gagasan yang
dikemukakan.
Lampiran Kolom 1
Pemberontak dari Alam Permai Minangkabau
Tan Malaka mendahului sekolah ke Negeri Belanda daripada Hatta, Nazir Datuk
Pamuncak, Sjahrir, Abdul Rivai, Asaat, Ibrahim Taher, Zaharin Zain dan Abdul Muis. Negeri
Belandalah, sebenarnya, yang membentuk wataknya: membaca, belajar, dan menderita.
Tan Malaka buka seorang dogmatis sebagaimana Stalinis. Dia berpikir menurut
dialektika. Ketika Stalin mendakwa satuan Islam (Pan-Islamisme) dan Khalifah sebagai
bentuk kolonialisme, Tan Malaka membantahnya. Baginya, kesatuan Islam tidaklah harus
berada di Asia Barat saja, Pan-Islamisme haruslah dibagun di setiap negeri muslim.
Penyebab utama tumbuhnya cikal-bakal pergerakan modern kaum muda di
Minangkabau adalah dibangunnya sekolah guru di Bukittinggi, sebagai akibat politik etis
Belanda pada awal abad ke-20. Kemajuan pendidikan di Minangkabau yang disebut
sebagai salah satu suku yang tertinggi tingkat pendidikannya di Hindia Belanda sebagai
faktor kuatnya gerakan antipenjajahan dibanding daerah lain.
3

Banyak tokoh nasional yang lahir dari alam Minangkabau, sejak prakemerdekaan
sampai pascakemerdekaan, terutama hingga era demokrasi liberal (1959). Kecenderungan
gerakan kiri kaum muda Minangkabau tidak lain karena pembekalan alam Minangkabau itu
sendiri: demokratis, egaliter, kemajuan pendidikan, dan aktualisasi merantau.
Lampiran Kolom 2
Nasib Tan Malaka
Ibrahin Datuk Tan Malaka, sejak tewasnya 60 tahun lalu hampir tidak ada yang
peduli, termasuk negara. Sosok yang berjasa menyelidiki dan menemukan makan Tan
Malaka justru orang asing Dr. Harry A. Poeze, sejarawan dari negeri penjajah.
Beberapa kemungkinan yang mengganjal dihati kita dan pemerintah untuk memberi
perhatian pada (kuburan) Tan Malaka. Pertama, faktor psikologi ssosial; kedua, kemauan
politik dari pemerintah dan elite politik; dan ketiga, kesadaran bersejarah publik. Secara
menyeluruh gagasan pembangunan bangsa dari para pendiri bangsa itu pelan-pelan terkubur
dalam memori bangsa. Usaha membangkitkan kembali gagasan pendiri bangsa itu menjadi
tampak sia-sia di tengah gemuruh arus kapitalisme global dan neoliberalisme.
Iklim sosial warisan Orba yang tumbuh dan berkembang selama 23 tahun akibatnya
masih tersakan sampai dewasa ini. Beberapa generasi dicekoki pemikiran atau gagasan
otoritarian dan koruptif yang kemudian menjadi perilaku keseharian, jauh dari pemikiran
ideal berbangsa.
Tokoh politik dan intelektual berkewajiban membangkitkan semangat bersejarah ini,
karena sejarah adalah cermin masa lalu kita yang menentukan masa kini dan pedoman masa
depan bangsa. Ketika kita tak mengacuhkan sejarah, maka kita pun tidak tahu akan kemana
bangsa ini berjalan.

B. Rangkuman Buku Jadi Penulis? Siapa Takut! Karya Alif Danya Munsyi
Bab 1 Membaca Adalah Belajar
Jika kita ingin menulis, dan menjadi penulis sebagai pilihan mata pencaharian, maka
kita harus memulai dari kemauan membaca terlebih dulu berbagai tulisan yang tersedia. Dari
bacaan-bacaan yang tersedia, kita terdorong untuk melakukan pekerjaan yang sama,
pekerjaan yang harus kita katakan sebagai bentu khas kreatif dalam kemampuan mengolah
bahasa dengan kata dan kalimat.
Celakanya, alangkah dekatnya hubungan antara pengaruh dengan peniruan. Dan
setelah itu, alangkah rentannya antara peniruan dengan pembajakan. Berdasarkan acuan ini,
4

maka saran yang paling afdal bagi seorang penulis mubtadi atau penulis pemula, adalah harus
menjadi dirinya sendiri, dengan plus minusnya, sejauh patut disadarinya juga, bahwa dalam
membaca adalah belajar, dia terbuka menerima lintasan pengaruh.
Tulisan yang menggoda untuk dibaca, biasanya memiliki unsur-unsur yang sanggup
membuat penasaran untuk mau membacanya. Yang mesti diingat, bahwa kalimat pertama di
alenia pertama sudah harus sanggup mengikat kemauan pembaca untuk meneruskan
bacaannya.
Bab 2 Kebudayaan Menulis
Di saat awal kita mulai menulis fiksi maupun nonfiksi mula-mula kita dihadapkan
pada kemauan untuk bertanya dan keharusan untuk menjawab persoalan-persoalan yang
menarik. Dasarnya tulisan harus memberikan sesuatu yang membuat kita menjadi tahu atas
segalanya.
Langkah berikut dari pertanyaa itu, adalah menemukan jawaban dari survai. Hasil
survai dengan sendirinya adalah jawaban atas pertanyaan yang meliputi arti harafiahnya
brakilogi itu. Setelah itu, manakala kita sudah memperoleh hasil survai itu, kita pun
melakukan proses pembentukan tulisan. Pada ancang-ancang awal ada berpikir mencari judul
yang pas. Kemauan menulis, sejak awal adalah proses rasa percaya bahwa kita melakukan
sesuatu, yaitu karya tulis yang tidak dilakukan oleh orang lain.
Bab 3 Pemahaman Kata-kata
Dalam membuat karya tulis, kita harus paham juga ketentuan-ketentuan standar
pengejaan kata-kata yang kita pakai. Pada tahap awal, sekurang-kurangnya kita tahu, dan kita
memberu apresiasi pada aturan-aturan pengejaan bahasa Indonesia yang baku menurut arahan
Pusat Bahasa. Tetapi, bahwa kelak kita bisa dan boleh melawan aturan-aturan itu berdasarkan
pegangan pada visi dan gaya yang berkaitan dengan licentia poeticia, maka urusan itu lain
lagi.
Ketika kita bicara soal keragua terhadap aturan bahasa baku, tentang baik dan benar,
bahwa hal itu menjadi aneh dalam kasad licentia poetica untuk karya tulis, khususnya fiksi,
maka dengannya kita merasa lebih aman untuk bicara tentang wacana bahasa yang pas: wajar
dan tepat, atau wajar dan indah.
Bab 4 Membaca Terjemahan
Dengan membaca sastra terjemahan kita belajar tentang bagaimana bahasa dalam
leluri bangsa-banga Barat di dunia modern mendeskripsikan kata-kata dan kalimat-kalimat
berpikir yang kena sebagai kepandaian melakukan representasi verbal atas segala hal secara
5

rinci; sesuatu yang memang tidak mungkin dicapai melalui budaya cangkem, mulut, tutur,
lisa yang khas dalam leluri kita.
Dengan membaca karya terjemahan jika kita tidak mampu membaca karya-karya itu
dalam teks bahasa aslinya tersebut karuan memberi kita pengalaman belajar yang
memperkaya pengetahuan kita atas sastra yang sebenarnya. Tidak ada terjemahan yang salah.
Yang namanya terjemahan pun sebagai transcreation yang lebih dari sekedar traslation
kiranya termotivasi juga dengan ikrar licentia poetica. Yang selama ini membahas tentang
masalah terjemahan, kita sering termukan frasa sekitar salah, keliru, tidak pas.
Sebenarnya frasa itu hanya tidak tepat.
Bab 7 Menulis Kritik
Penulisan resensi atau kritik di media pers sebagai cara pandai untuk menganalisis
soal bagus-tidaknya sebuah pertunjukan berdasarkan penilaian-penilaian objektif dibawah
persyaratan pribadi yang tentu saja subjektif. Kalau kritik kita dianggap sebagai cara
mengalirkan frustasi, dan tidak menginsyafi bahwa di balik ikhtiar itu kemungkinan
tersembunyi perasaan iti, maka dengannya kita melakukan sesuatu yang mudah disimpulkan
pembaca sebagai tulisan yang tidak jujur.
Kritik harus didasarkan pada rasa peduli. Artinya, kita mau menulis karena peduli.
Dan kalau kita peduli, maka kita harus memberi jalan keluar dari apa yang kita kritik. Ada
tiga bukan di konteks ini yang harus kita ingat dalam bekerja menulis kritik:
a. Kita menulis kritik buka karen iri.
b. Kita menulis kritik bukan karena mencari kesalahan dan abai melihat kebenaran.
c. Kita menulis kritik buka karena kita tidsk menyukai orangnya sehingga kita
menjadi tidak jujur.
Bab 8 Menulis Esai
Esai dimaksudkan sebagai tinjauan analitis terhadap karya kreatif prosa. Semua
ladang pengetahuan yang dibahas secara kritikal dalam sebuah tulisan analitis, spekulatif, dan
interpretatif, menyangkut masalahnya yang aktual dan faktual juga disebut dengan esai.
Esai adalah bentuk langsung dari opini.
Sebagai tulisan kritikal, yaitu opini pribadi, yang memposisikan diri dari
pertimbangan-pertimbangan objektif, esai memberikan pengetahuan populer yang dibutuhkan
pembaca: membuat pembaca merasa diperkaya pengetahuannya atas segala hal-hal yang
belum atau bahkan tidak diketahi dari dorongan rasa ingin tahunya.
6

Sebuah esai yang bagus, enak, dan menarik, di dalam sebuah media pers, adalah yang
tidak panjang, sebaliknya pendek tetapi dalamnya selesai masalah aktual dan faktual yang
dibahas. Dengan itu kita mesti berkata, setiap jurnalis harus sampai pada tugas ideal
jurnalistik: sanggup menulis esai-esai pendek berupa opini yang menjadi warna redaksi.

II. APRESIASI
2. 1 Apresiasi Komparatif Dua Buku
Kedua buku yang membahas tentang cara penulisan, khususnya penulisan kolom dan
opini ini keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dari mulai gaya
penulisan, gaya bahasa yang digunakan, hingga materi yang dijabarkan. Walaupun begitu
keduanya dapat menjadi referensi untuk para penulis pemula atau para penulis yang telah
menekuni bidang penulisan agar tulisannya lebih baik lagi.
Menurut saya, penjabaran materi di buku Menulis untuk Dibaca: Feature & Kolom
karya Zulhasril Nasir lebih mudah dimengerti. Karena penulis membahas meterinya dengan
sangat terstruktur. Memulai dengan pembahasan materi dari awal mengapa seseorang harus
menulis hingga ke penjabaran teori-teori dan praktik menulis. Penulis juga dengan apik
menyusun setiap pembahasan dengan lebih detil menggunakan sub-sub bab, sehingga
memudahkan pembaca menemukan materi yang ingin ia pelajari lebih dalam.
Bahasa yang digunakan penulis juga tidak terlalu formal dan kaku sehingga pembaca
mudah memahami materi yang disampaikan oleh penulis. Dalam pembahasannya, penulis
juga kerap kali memberikan analogi-analogi yang dapat mendukung materi yang sedang
dibahas. Seperti pada bab II, halaman 10, dalam penjabaran materi mengenai alam semesta
sumber gagasan, penulis memberikan contoh atau analogi kejadian sehari-hari yang sering
dialami pembaca seperti pekerjaan pemulung disekitar rumah yang dapat dijadikan inspirasi
untuk menulis.
Berbeda dengan buku pertama, buku kedua karya Alif Danya Munsyi, Jadi Penulis?
Siapa Takut! Terkesan lebih bertele-tele dan rumit. Menurut saya sebagai sebuah buku
praktis yang ditujukan untuk orang-orang yang ingin langsung praktik menulis, buku ini sama
sekali tidak praktis. Alih-alih menggunakan poin-poin angka agar dapat langsung
menekankan pada inti materi, poin-poin angka tersebut malah membingungkan pembaca.
Karena poin-poin tersebut seperti sebuah paragraf namun berupa poin perpoin yang akhirnya
membuat pembaca tidak mengetahui mana inti dari bab tersebut.

Poin-poin yang dijabarkan juga sama sekali tidak praktis karena banyak dari poin
tersebut yang berupa paragraf panjang. Selain itu paragraf panjang tersebut antar kalimatnya
hanya dipisahkan dengan tanda koma (,) sehingga membuat pembaca bingung mana inti
kalimat, mana kalimat pembuka, mana kalimat pendukung, dll.
Selain itu penulis juga kerap kali tidak fokus dalam menjabarkan materi. Karena
terlihat dibeberapa poin, antara poin satu dan poin lainnya pembahasannya terkesan loncatloncat, untuk ukuran pembahasan menggunakan poin pet poin pembahasan tersebut sangat
membingungkan pembaca. Sehingga pembaca kesulitan menemukan mana inti materi yang
sedang dibahasa pada bab tersebut.
Ketidaksistematisan pembahasan dari buku ini menurut saya karena tidak adanya sub
bab - sub bab tertentu, sehingga pembaca bingung membedakan mana pembahasan awal,
teori-teori, cara-cara praktis, tujuan, hingga kesimpulan pembahasannya. Semua dibuat poin
per poin seolah semua poin tersebut penting. Bahkan penjelasan materi dan contohnya pun
dibuat di nomer atau poin berbeda. Seperti pada bab 8, halaman 136, dalam poin ke 57
penulis menjelaskan mengenai ekspresi pemikiran dengan bahasa tulis Indonesia, yaitu
eksplanasi yang dibagi menjadi lima tipe. Kemudian dalam poin-poin selanjutnya penulis
memberikan contoh penggunaan eksplanasi tersebut.
Menurut saya hal tersebut agak membingungkan, alangkah lebih baik jika
pembahasan mengenai eksplanasi tersebut dibuat menjadi sebuah sub-bab di dalam bab 8,
yang kemudian penulis dapat memberikan poin-poinnya berdasarkan tipikal masing-masing
eksplanasi, misalnya a. Eksplanasi formatif, b. Eksplanatif diskusional, dan seterusnya
berserta penjelasan dan contohnya di masing-masing poin.
Namun, secara inti materi kedua buku ini tidak jauh berbeda yaitu mempersuasi
pembaca untuk dapat menulis. Isi materi pembahasan dan pendapat kedua penulis terhadap
sebuah teori pun terkadang serupa. Salah satunya yaitu pada pembahasan mengenai menulis
adalah sebuah bagian dari bakat alami. Kedua penulis buku tersebut sepakat bahwa menulis
bukan hanya karena sekedar berbakat. Zulhasril Nasir dalam bab I bukunya Menulis untuk
Dibaca: Feature & Kolom mengatakan bahwa kemampuan mengarang sesorang bukanlah
berdasarkan kepada bakat atau turunan, tetapi apakah seseorang dapat menggunakan secara
sempurna fungsi otak kiri dan otak kanan dalam kegiatan sehari-hari.
Sedangkan Alif Danya Munsyi atau yang dikenal alias Remy Sylado dalam bab
pertama bukunya, pada poin ke 7 mengatakan bahwa bakat itu pasti merupakan sesuatu yang

mustahak dalam pekerjaan kreatif, jangan dibantah, tetapi juga itu harus disertai oleh
kemauan yang kuat untuk menjadikannya wujud.
Oleh karena itu dapat saya simpulkan dari kedua pendapat penulis tersebut, bahwa
sesungguhnya memang ada yang dinamakan dengan bakat menulis, namun bakat menulis itu
harus juga disertai dengan usaha untuk mewujudkan bakat tersebut dengan mengasahnya
melalui membaca, mempelajari teori-teori, hingga praktik langsung menulis.

2.2 Apresiasi Lampiran Kolom pada Buku Menulis untuk Dibaca: Feature & Kolom
Kedua kolom yang ditulis oleh Zulhasril Nasir tersebut termasuk kedalam tulisan
kolom yang bertemakan sejarah, yaitu mengangkat sejarah tentang Tan Malaka. Namun,
intinya kolom tersebut tidak hanya membahas mengenai sejarah Tan Malaka, saya
mengasumsikan bahwa sejarah yang dibahas dalam tulisan kolom ini hanya sebuah sentilan
untuk masuk kedalam pembahasan selanjutnya yaitu mengenai kritik terhadap pemerintahan
saat ini.
Sifat kolom ini adalah memberikan informasi dan memaparkan suatu peristiwa
kepada pembaca sehingga mengundang sikap kritis para pembaca berkaian dengan topik
yang dibahas. Bahasa yang digunakan dalam artikel ini juga cenderung bahasa populer,
sederhana, dan menarik sehingga pembaca tidak cepat bosan dengan pembahasan di
dijabarkan oleh penulis, selain itu juga pembaca lebih mudah menyerap dan memahami ini
topik yang dibahas oleh penulis.
Seperti yang tertulis dalam buku Menulis Artikel dan Tajuk Renca karya Drs. AS
Haris Sumadiria M.Si., bahwa artikel atau kolom yang ditulis hendaknya mengandung
gagasan aktual, kontroversial, atau kedua-duanya. Menurut saya kedua artikel dalam
lampiran ini mengandung gagasan yang kontroversial, karena mengulas mengenai seorang
tokoh bangsa yang kini perjuangannya mulai dilupakan oleh bangsanya sendiri. Hal ini
menarik karena dibubuhi oleh hasil-hasil riset penulis yang dihubungkan dengan keadaan
atau isu yang sedang berkembang sekarang ini.

III. SIMPULAN

Ikhwal untuk menulis adalah dengan membaca.

Menulis adalah hak yang dimiliki semua orang untuk mengemukakan pendapat dan
pemikiranya.

Gagasan atau ide untuk menulis bisa didapatkan dari mana saja.

Bakat bukanlah hal terpenting untuk menulis.

Menulis adalah sebuah kegiatan kreatif yang harus terus diasah dengan cara praktik
langsung menulis.

Hal yang paling penting untuk menulis adalah praktik.

Pemahaman kata-kata untuk menghasilkan kalimat sangat penting untuk penulis.

Buku yang tidak memiliki sub-sub bab dapat membingungkan pembaca.

Penulisan materi buku secara sistematis lebih memudahkan pembaca memahami isi
materi.

IV. PERTANYAAN
1. Sebenarnya apa perbedaan mendasar antara kolom dan artikel?
2. Bagaimanakan ciri atau karakteristik kolom yang baik?
3. Apakah menulis kolom harus mematuhi etika jurnalistik?
4. Bagaimana tindakan bagi penulis artikel atau kolom yang melanggar etika jurnalistik?
5. Apakah penulisan tajuk rencana harus mematuhi etika jurnalistik?

10

Anda mungkin juga menyukai