Pendahuluan
Membaca merupakan salah satu aktivitas yang paling mendasar dalam kehidupan manusia.
Karena setiap hari kita tak bisa terlepas dari aktivitas membaca. Seperti membaca status WA,
SG, cuitan di Twitter dan berbagai artikel di laman berita tertentu. Pada hakikatnya aktivitas
membaca mengaharuskan kita untuk memahami huruf dan kata-kata dari sebuah teks atau
tulisan. Proses memahami huruf dan kata-kata pernah kita lalui saat masih duduk di bangku
SD. Ketika SMP kita didorong untuk meningkatkan kulitas bacaan dengan membiasakan teknik
membaca cepat, terutama dalam melafalkan cerita pendek atau panjang, dongen, legenda,
berita, dll. Selanjutnya, ketika SMA kita mesti menjadikan membaca sebagai budaya, untuk
menambah pengetahuan dan pemahaman yang dideskripsikan dalam bentuk diskusi, presentasi
makalah dan story telling.
Dari tahapan proses membaca di atas, setiap tingkatan memiliki tujuan dan capaiannya
masing-masing. Ketika duduk di bangku kuliah membaca adalah modal paling dasar dalam
membentuk sebuah argumentasi. Argumentasi merupakan sebuah proses penarikan kesimpulan
dari pernyataan (premis). Dalam sebuah ruang diskusi yang dialektik, argumentasi yang kuat
dan kokoh mengenai kesimpulan tertentu perlu di ketengahkan. Karena argumentasi berbeda
dengan deskripsi seperti yang dilakukan saat masih SMA. Argumentasi memerlukan
kecapakan dalam logika dan tentunya bacaaan yang banyak untuk menyusun sebuah kalimat
yang tepat untuk disampaikan.
Dalam hal ini, untuk membentuk sebuah argumentasi yang falid atau tidak fallacy,
maka modal dasarnya adalah dengan meningkatkan bacaan kita. Namun, membaca bukanlah
sebuah hal yang mudah, terutama apabila kita ingin memahami isi dari sebuah bacaan. Dalam
memahami sebuah buku, artikel ilmiah dan berita, diperlukan sebuah teknik agar penarikan
kesimpulannya tidak keliru. Kita acap kali mendengar beberapa argumentasi sesat, seperti
“karena saya anak Soekarno, maka saya adalah pemimpin yang tepat bagi Indonesia, sebab
Soekarno adalah bapak pendiri bangsa dan saya adalah anaknya yang sudah jelas mewarisi
tekadnya”, Ucap Megawati. Sebagai seorang pembaca yang kritis, maka tidak mungkin kita
membenarkan pernyataan dari Megawati tersebut.
Maka dari itu, dalam tulisan ini penulis akan mengulas beberapa teknik dalam
membaca. Mortimer Adler adalah salah satu filsuf yang membuat sebuah buku penting dalam
menjelaskan teknik membaca, terutama dalam bukunya “How to Read A Book”. Selain itu,
Doni Garhal Adian dan Herdito Sandi Pratama dalam buku “Logika Terapan Teknik
Berargumentasi (Berpikir sebagai Kecapakan Hidup)”, secara khusus juga membahas
mengenai teknik argumentasi, membaca, dan menulis. Sehingga penulis akan menjadikan
kedua buku tersebut sebagai patokan dasar dalam tulisan ini.
Pembahasan
Adler membedakan tiga teknik dalam membaca, yaitu elementer, inspeksional dan
kritis (Adian & Pratama, 2016, hal. 92).
Sehingga teknik membaca inspeksioanl bisa menjadi alternatif bagi pembaca dalam
menentukan waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan sebuah buku. Apakah secara cepat
dan sekilas, atau secara detail dan kritis. Hal ini bisa kita simak dari dua teknik inspeksional
yang bisa digunakan dalam membaca secara cepat atau detail, yang ada di bawah ini;
1) Skimming
Skimming bertujuan untuk memperikirakan beberapa point penting dalam membaca
atau biasa disebut dengan pra-membaca (pre-reading). Skimming biasanya digunakan untuk
membaca buku-buku yang bersifat non-ilmiah atau fiksi. Menurut Doni Garhal Adian teknik
skimming dibadi menjadi beberapa bagian, seperti di bawah ini (Adian & Pratama, 2016, hal.
95-98);
a. Baca sinopsisnya
b. Baca judul dan pengantarnya
c. Baca daftar isi
d. Baca indeks
e. Baca bab-bab inti dalam buku
2) Superfisial
Teknik inspeksional yang kedua adalah membaca secara superfisial atau superficial
reading. Teknik superfisial merupakan tahapan lanjut dari teknik skimming, karena teknik ini
digunakan untuk membaca buku yang terbilang sukar dipahami. Lantas bagaimana untuk
memahami buku yang terbilang sulit untuk dipahami? Dengan menggunakan teknik
superfisial, kita dituntut untuk memahami buku secara menyeluruh. Hal ini dilakukan dengan
terus membaca buku secara total meskipun banyak hal yang kurang dipahami dari teks tersebut.
Ketidakpahaman terhadap buku yang sedang dibaca, apabila terus diulang-ulang pada akhirnya
akan memiliki manfaat. Meskipun, kita akan mendapatkan kesan membosankan karena terus
dipaksakan untuk memahami buku tersebut. Namun, untuk memiliki kebiasaan membaca buku
secara konsisten teknik ini sangat bermanfaat. Karena semakin sering kita membaca buku-buku
sulit, maka tingkat analisis kita terhadap sebuah teks atau simbol akan semakin terasah (Adian
& Pratama, 2016, hal. 100-101).
Teknik superfisial tidak menganjurkan kita untuk membaca sebuah buku ilmiah secara
cepat, sebagaimana teknik skimming. Karena hal ini akan menjadi masalah besar, terlebih
apabila buku ilmiah tersebut pertama kali dibaca oleh kita. Sehingga teknik membaca
superfisial menuntut kita untuk membaca buku ilmiah secara perlahan dan detail atau dengan
penuh kesabaran.
3. Teknik membaca Analitis-Kritis
Teknik membaca analitis-kritis adalah sebuah teknik membaca yang paling sukar
dilakukan. Karena teknik analitis-kritis bertujuan untuk menganalisis dan mengkritisi sebuah
buku, baik fiksi atau ilmiah. Dengan kata lain, bukan digunakan untuk mendapatkan
pengetahuan dan pemahaman, sebagaiaman dua teknik sebelumnya. Teknik ini bisanya
digunakan untuk membedah sebuah buku dengan menggunakan tiga tahapan yaitu, stuktural,
interpretasi dan kritik (Adian & Pratama, 2016, hal. 101-102).
Pertama, tahap struktural adalah tahapan untuk mengetahui susunan penting dalam
sebuah buku. Untuk mengetahui susunan tersebut bisa dilakukan dengan
mengeklasifikasikannya. Seperti dengan menganalisis judul, sub-judul, daftar isi, pengantar,
sinopsis dan indeksnya. Sebagaimana melakukan teknik skimming. Perbedannya dalam
tahapan stuktural pembaca tidak diperkenakan membaca secara sekilas, atau mesti memahami
secara utuh stuktur dan klasifikasi dari sebuah buku, sampai subtansinya ditemukan.
Kedua, tahap interpretasi adalah tahapan untuk menganalisis ide pokok dan makna dari
sebuah buku dengan menafsirkan pikiran si penulis. Tahap interpretasi sesuai dengan Reading
for Understanding, yaitu untuk memahami kondisi psikologis dan kehidupan sosial si penulis
dengan mencari gagasan utama dari bukunya. Misalkan, Fredric Jameson magnum opus-nya
“Postmodernism or The Cultural Logic of Late Capitalism” mengatakan bahwa budaya
Pastizhe dan Schizo yang kental dalam kehidupan masyarakat postmodern merupakan
implikasi dari kapitalisme multinasional.
Dalam menganalisis argumentasi Jameson yang tertuang dalam buku tersebut, kita
mesti mengetahui latar belakang pemikirannya dan kondisi sosial hidupnya, sama seperti Plto
di atas.
Ketiga, tahapan kritis adalah tahap akhir dalam teknik membaca analitis-kritis. Dalam
tahap kritis pembaca fokus untuk membentuk sebuah argumentasi yang ditunjukan sebagai
kritik terhadap penulis. Kritik terhadap penulis di sini bukan maksud untuk menyerang dan
memojokkan si penulis, karena itu akan menjadi adhominen (Adian & Pratama, 2016, hal.
114). Contohnya, karena penulis buku ALDERA (aliansi demokrasi rakyat) adalah Pius
Lustrilanang, maka buku tersebut memiliki tendensi politis untuk kepentingan personal,
apalagi dia anggota DPR. Bentuk kritik terhadap buku tersebut tidak bisa mengarah kepada
subjek atau si penulisnya, tetapi ditunjukkan terhadap gagasan dan argumentasi yang tertuang
dalam buku tersebut. Karena tujuan dari analitis-kritis adalah membentuk sebuah argumentasi
untuk menciptakan dialog terbuka dalam mentransformasikan pikirn penulis kepada pembaca.
Sehingga bentuk refleksi dari analitis-kritis adalah diskusi atau dialog terbuka antara si
penulis dan pembaca untuk menganalisis gagasan dan argumentasi dari buku tersebut. Tahapan
analitis-kritis biasanya dilakukan oleh guru besar dalam acara seminar bedah buku. Namun,
uniknya LPIK juga menciptakan kebudayaan yang sama dalam kegiatan TGB (Ta’aruf
Generasi Baru, yang tentunya akan dialami secara langsung oleh kurawa anyar.
Kesimpulan
Membaca adalah sebuah kegiatan yang kerap kali dianggap membosankan. Karena
membaca menuntut pembaca untuk fokus dan konsentrasi selama menelaah makna dari sebuah
buku atau tulisan. Membaca akan menjadi kegiatan yang menyenangkan dan epektif ketika kita
memahami teknik-teknik membaca. Teknik yang digunakan pun harus sesuai dengan tujuan
dari pembaca dalam memabaca sebuah buku atau tulisan. Hal ini dilakukan agar tidak salah
memilih teknik dalam mencapai tujuan dari membaca.
Membaca dapat mendorong kita untuk membuat argumentasi secara tepat dan teratur,
atau tidak fallacy. Karena semakin banyak bacaan yang baca, maka pembendaharaan kata dan
daya analisis terhadap suatu teks atau simbol akan semakin terlatih. Sehingga dalam hal ini,
LPIK menjadikan membaca sebagai tahapan awal sebelum kurawa anyar mengikuti kegiatan
TGB. Hal ini dilakukan untuk mendorong kurawa anyar untuk terbiasa dalam membaca agar
bisa menjadi seorang Gladiator yang mahir dalam membuat argumentasi.
Daftar Pustaka
Adian, Doni. Garhal., & Pratama, Herdito. Sandi. (2016). LOGIKA TERAPAN TEKNIK
BERARGUMENTASI (Berpikir sebagai Kecakapan Hidup). Jakarta: PRENAMEDIA
GRUOP.
Adler, Mortimer., & Vandoren, Charles. Van. (1940). HOW TO READ A BOOK. New York:
Simon & Schuster.