Anda di halaman 1dari 7

Materi Membaca

Oleh : Hilmi Hime

Pendahuluan

Membaca merupakan salah satu aktivitas yang paling mendasar dalam kehidupan manusia.
Karena setiap hari kita tak bisa terlepas dari aktivitas membaca. Seperti membaca status WA,
SG, cuitan di Twitter dan berbagai artikel di laman berita tertentu. Pada hakikatnya aktivitas
membaca mengaharuskan kita untuk memahami huruf dan kata-kata dari sebuah teks atau
tulisan. Proses memahami huruf dan kata-kata pernah kita lalui saat masih duduk di bangku
SD. Ketika SMP kita didorong untuk meningkatkan kulitas bacaan dengan membiasakan teknik
membaca cepat, terutama dalam melafalkan cerita pendek atau panjang, dongen, legenda,
berita, dll. Selanjutnya, ketika SMA kita mesti menjadikan membaca sebagai budaya, untuk
menambah pengetahuan dan pemahaman yang dideskripsikan dalam bentuk diskusi, presentasi
makalah dan story telling.

Dari tahapan proses membaca di atas, setiap tingkatan memiliki tujuan dan capaiannya
masing-masing. Ketika duduk di bangku kuliah membaca adalah modal paling dasar dalam
membentuk sebuah argumentasi. Argumentasi merupakan sebuah proses penarikan kesimpulan
dari pernyataan (premis). Dalam sebuah ruang diskusi yang dialektik, argumentasi yang kuat
dan kokoh mengenai kesimpulan tertentu perlu di ketengahkan. Karena argumentasi berbeda
dengan deskripsi seperti yang dilakukan saat masih SMA. Argumentasi memerlukan
kecapakan dalam logika dan tentunya bacaaan yang banyak untuk menyusun sebuah kalimat
yang tepat untuk disampaikan.

Dalam hal ini, untuk membentuk sebuah argumentasi yang falid atau tidak fallacy,
maka modal dasarnya adalah dengan meningkatkan bacaan kita. Namun, membaca bukanlah
sebuah hal yang mudah, terutama apabila kita ingin memahami isi dari sebuah bacaan. Dalam
memahami sebuah buku, artikel ilmiah dan berita, diperlukan sebuah teknik agar penarikan
kesimpulannya tidak keliru. Kita acap kali mendengar beberapa argumentasi sesat, seperti
“karena saya anak Soekarno, maka saya adalah pemimpin yang tepat bagi Indonesia, sebab
Soekarno adalah bapak pendiri bangsa dan saya adalah anaknya yang sudah jelas mewarisi
tekadnya”, Ucap Megawati. Sebagai seorang pembaca yang kritis, maka tidak mungkin kita
membenarkan pernyataan dari Megawati tersebut.
Maka dari itu, dalam tulisan ini penulis akan mengulas beberapa teknik dalam
membaca. Mortimer Adler adalah salah satu filsuf yang membuat sebuah buku penting dalam
menjelaskan teknik membaca, terutama dalam bukunya “How to Read A Book”. Selain itu,
Doni Garhal Adian dan Herdito Sandi Pratama dalam buku “Logika Terapan Teknik
Berargumentasi (Berpikir sebagai Kecapakan Hidup)”, secara khusus juga membahas
mengenai teknik argumentasi, membaca, dan menulis. Sehingga penulis akan menjadikan
kedua buku tersebut sebagai patokan dasar dalam tulisan ini.

Pembahasan

A. Apa itu membaca


Membaca adalah kegiatan untuk memperoleh pemahaman dari teks tertulis, seperti
buku, artikel, atau dokumen lainnya. Membaca melibatkan proses mengidentifikasi,
memahami, menafsirkan, dan mengingat informasi yang terkandung dalam teks. Tujuan dari
membaca dapat bervariasi, misalnya untuk memperoleh pengetahuan baru, hiburan, atau
pemenuhan tugas akademik. Membaca merupakan salah satu keterampilan dasar yang penting
untuk dikuasai karena dapat meningkatkan kemampuan berpikir, berkomunikasi, dan
memecahkan masalah (Adler & Vandoren, 1940, hal. 16).
Menurut Mortimer Adler, apabila seseorang ingin membaca secara efektif, maka ia
harus terlebih dahulu menentukan tujuan membaca. Apakah itu untuk sekedar informasi, atau
pemahaman? Setelah tujuan ditetapkan, level membaca yang sesuai dapat dipilih. Adler
membedakannya dengan Reading for information dan Reading for Understanding (Adler &
Vandoren, 1940, hal. 19).
Reading for information adalah sebuah tujuan membaca untuk mendapatkan
pengetahuan. Pengetahuan selalu berangkat dari pengalaman sehari-hari, seperti Afdal tahu
pacarnya selingkuh, karena pacarnya mengupload kemesraan dengan laki-laki lain di Status IG
nya. Dengan melihat gambar dan membaca tulisan romansa di SG pacarnya tersebut, ia tahu
bahwa sang kekasih telah berpaling ke lain hati. Dalam contoh lain, karena sekarang sedang
ramai kritik terhadap keputusan DPR dalam mengesahkan UU Cipta Kerja. Maka, Enug
mencari informasi tersebut di Twitter dan mendapatkan bacaan dari Kompas bahwa aktor
tampan Jefri Nichol turun aksi ke jalan bersama aliansi BEM Indonesia untuk menolak UU
Cipta Kerja. Sehingga, Enug dapat mengetahui bahwa UU Cipta kerja ditolak oleh sebagian
mahasiswa aliansi BEM Indonesia dan artis Jefri Nichol.
Dari dua contoh tersebut, dapat dikethaui bahwa membaca untuk mendapatkan
informasi adalah proses pembacaan yang berusaha menganalisis sebuah fenomena dan menarik
kesimpulan, untuk mendapatkan pengetahuan.
Seadangkan, Reading for Understanding adalah sebuah tujuan membaca untuk
mendapatkan pemahaman dari sebuah teks atau tulisan yang dibaca. Proses untuk mendapatkan
pemahaman merupakan tingkatan lebih lanjut dari sekedar mendapatkan informasi. Menurut
Adler, dalam memahami sebuah buku maka kita harus mengerti bahwa ada dua pemilahan
antara pikiran si pembaca dan penulis. Jelas keduanya berada pada kondisi mental dan sosial
yang berbeda. Maka, seorang pembaca pertama-tama harus bisa memahami latar belakang
pemikiran si penulis dan lingkungan atau kondisi sosial yang mempengaruhi pemikirannya.
Sebagai contoh, dalam The Republic, Plato mengklasifikasikan tiga kelas sosial dari
sebuah negara ideal, yaitu filsuf sebagai raja atau penguasa, prajurit yang perkasa, dan rakyat
biasa. Pertanyannya, kenapa yang menjadi penguasa harus seorang filsuf? Hal ini bisa dilihat
dari latar belakang pemikiran dan kondisi sosial saat Plato hidup. Secara pemikiran ia
terpengaruhi oleh Sokrates sebagai seorang guru dan filsuf yang dianggap bijaksana.
Sedangkan, secara kondisi sosial dia adalah seorang filsuf dan bangsawan atau aristokrat yang
bisa membaca, menulis, dan membentuk sebuah pemikiran penting di zamannya. Sehingga
peran seorang aristokrat di Athena pada saat itu begitu penting terutama dalam menjalankan
pemerintahan. Dalam artian, ada kepentingan subjektif dari Plato dalam membuat The
Repbulic, karena filsuf di sini ditunjukkan kepada mereka para bangsawan yang memiliki
kecerdasan dan kekuatan politik untuk bisa menjadi penguasa negara, termasuk dia sendiri.
Dalam hal ini, membaca untuk memahami menuntut seorang pembaca agar bisa
mendalami secara utuh pikiran si penulis buku dan kehidupan sosialnya, agar bisa menarik
kesimpulan yang tepat dari bacaannya tersebut. Perbedaan dari Reading for Informastion dan
Reading for Understanding ada pada teknik membaca yang digunakan oleh seorang pembaca.
Maka setelah ini, penulis akan membahas tiga teknik penting dalam membaca menurut Adler.
B. Teknik Elementer, Inspeksional dan Kritis

Adler membedakan tiga teknik dalam membaca, yaitu elementer, inspeksional dan
kritis (Adian & Pratama, 2016, hal. 92).

1. Teknik membaca Elementer


Teknik membaca elementer adalah teknik yang paling dasar dalam membaca. Teknik
ini sudah kita pelajari sejak belia, saat duduk di bangku SD (Adian & Pratama, 2016, hal. 92).
Teknik ini digunakan untuk mencari apa yang disampaikan dalam sebuah kalimat atau
paragraf. Prakteknya biasa dilakukan ketika membaca cerpen atau dongeng, dengan tujuan
mencari ide utama dari keuda tema tersebut.
2. Teknik membaca inspeksional
Teknik membaca inspeksional adalah teknik membaca yang digunakan untuk
menyelesaikan bacaan dengan waktu yang terbatas. Teknik membaca inspeksional mendorong
kita untuk memperkirakan apakah akan membaca secara sekilas atau detail (Adian & Pratama,
2016, hal. 93). Karena tidak semua buku harus dibaca kritis dan detail, seperti buku-buku fiksi
(novel, cerpen, drama, fabel, misteri, sain-fiksi, dll). Adapun beberapa buku yang mesti dibaca
secara detail dan kritis dengan menggunakan teknik inspeksional, seperti Filsafat, Sejarah,
Politik, Hukum, Sains, Psikologi, Matematika, dll.

Sehingga teknik membaca inspeksioanl bisa menjadi alternatif bagi pembaca dalam
menentukan waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan sebuah buku. Apakah secara cepat
dan sekilas, atau secara detail dan kritis. Hal ini bisa kita simak dari dua teknik inspeksional
yang bisa digunakan dalam membaca secara cepat atau detail, yang ada di bawah ini;

1) Skimming
Skimming bertujuan untuk memperikirakan beberapa point penting dalam membaca
atau biasa disebut dengan pra-membaca (pre-reading). Skimming biasanya digunakan untuk
membaca buku-buku yang bersifat non-ilmiah atau fiksi. Menurut Doni Garhal Adian teknik
skimming dibadi menjadi beberapa bagian, seperti di bawah ini (Adian & Pratama, 2016, hal.
95-98);
a. Baca sinopsisnya
b. Baca judul dan pengantarnya
c. Baca daftar isi
d. Baca indeks
e. Baca bab-bab inti dalam buku
2) Superfisial
Teknik inspeksional yang kedua adalah membaca secara superfisial atau superficial
reading. Teknik superfisial merupakan tahapan lanjut dari teknik skimming, karena teknik ini
digunakan untuk membaca buku yang terbilang sukar dipahami. Lantas bagaimana untuk
memahami buku yang terbilang sulit untuk dipahami? Dengan menggunakan teknik
superfisial, kita dituntut untuk memahami buku secara menyeluruh. Hal ini dilakukan dengan
terus membaca buku secara total meskipun banyak hal yang kurang dipahami dari teks tersebut.
Ketidakpahaman terhadap buku yang sedang dibaca, apabila terus diulang-ulang pada akhirnya
akan memiliki manfaat. Meskipun, kita akan mendapatkan kesan membosankan karena terus
dipaksakan untuk memahami buku tersebut. Namun, untuk memiliki kebiasaan membaca buku
secara konsisten teknik ini sangat bermanfaat. Karena semakin sering kita membaca buku-buku
sulit, maka tingkat analisis kita terhadap sebuah teks atau simbol akan semakin terasah (Adian
& Pratama, 2016, hal. 100-101).
Teknik superfisial tidak menganjurkan kita untuk membaca sebuah buku ilmiah secara
cepat, sebagaimana teknik skimming. Karena hal ini akan menjadi masalah besar, terlebih
apabila buku ilmiah tersebut pertama kali dibaca oleh kita. Sehingga teknik membaca
superfisial menuntut kita untuk membaca buku ilmiah secara perlahan dan detail atau dengan
penuh kesabaran.
3. Teknik membaca Analitis-Kritis
Teknik membaca analitis-kritis adalah sebuah teknik membaca yang paling sukar
dilakukan. Karena teknik analitis-kritis bertujuan untuk menganalisis dan mengkritisi sebuah
buku, baik fiksi atau ilmiah. Dengan kata lain, bukan digunakan untuk mendapatkan
pengetahuan dan pemahaman, sebagaiaman dua teknik sebelumnya. Teknik ini bisanya
digunakan untuk membedah sebuah buku dengan menggunakan tiga tahapan yaitu, stuktural,
interpretasi dan kritik (Adian & Pratama, 2016, hal. 101-102).
Pertama, tahap struktural adalah tahapan untuk mengetahui susunan penting dalam
sebuah buku. Untuk mengetahui susunan tersebut bisa dilakukan dengan
mengeklasifikasikannya. Seperti dengan menganalisis judul, sub-judul, daftar isi, pengantar,
sinopsis dan indeksnya. Sebagaimana melakukan teknik skimming. Perbedannya dalam
tahapan stuktural pembaca tidak diperkenakan membaca secara sekilas, atau mesti memahami
secara utuh stuktur dan klasifikasi dari sebuah buku, sampai subtansinya ditemukan.
Kedua, tahap interpretasi adalah tahapan untuk menganalisis ide pokok dan makna dari
sebuah buku dengan menafsirkan pikiran si penulis. Tahap interpretasi sesuai dengan Reading
for Understanding, yaitu untuk memahami kondisi psikologis dan kehidupan sosial si penulis
dengan mencari gagasan utama dari bukunya. Misalkan, Fredric Jameson magnum opus-nya
“Postmodernism or The Cultural Logic of Late Capitalism” mengatakan bahwa budaya
Pastizhe dan Schizo yang kental dalam kehidupan masyarakat postmodern merupakan
implikasi dari kapitalisme multinasional.
Dalam menganalisis argumentasi Jameson yang tertuang dalam buku tersebut, kita
mesti mengetahui latar belakang pemikirannya dan kondisi sosial hidupnya, sama seperti Plto
di atas.
Ketiga, tahapan kritis adalah tahap akhir dalam teknik membaca analitis-kritis. Dalam
tahap kritis pembaca fokus untuk membentuk sebuah argumentasi yang ditunjukan sebagai
kritik terhadap penulis. Kritik terhadap penulis di sini bukan maksud untuk menyerang dan
memojokkan si penulis, karena itu akan menjadi adhominen (Adian & Pratama, 2016, hal.
114). Contohnya, karena penulis buku ALDERA (aliansi demokrasi rakyat) adalah Pius
Lustrilanang, maka buku tersebut memiliki tendensi politis untuk kepentingan personal,
apalagi dia anggota DPR. Bentuk kritik terhadap buku tersebut tidak bisa mengarah kepada
subjek atau si penulisnya, tetapi ditunjukkan terhadap gagasan dan argumentasi yang tertuang
dalam buku tersebut. Karena tujuan dari analitis-kritis adalah membentuk sebuah argumentasi
untuk menciptakan dialog terbuka dalam mentransformasikan pikirn penulis kepada pembaca.
Sehingga bentuk refleksi dari analitis-kritis adalah diskusi atau dialog terbuka antara si
penulis dan pembaca untuk menganalisis gagasan dan argumentasi dari buku tersebut. Tahapan
analitis-kritis biasanya dilakukan oleh guru besar dalam acara seminar bedah buku. Namun,
uniknya LPIK juga menciptakan kebudayaan yang sama dalam kegiatan TGB (Ta’aruf
Generasi Baru, yang tentunya akan dialami secara langsung oleh kurawa anyar.
Kesimpulan
Membaca adalah sebuah kegiatan yang kerap kali dianggap membosankan. Karena
membaca menuntut pembaca untuk fokus dan konsentrasi selama menelaah makna dari sebuah
buku atau tulisan. Membaca akan menjadi kegiatan yang menyenangkan dan epektif ketika kita
memahami teknik-teknik membaca. Teknik yang digunakan pun harus sesuai dengan tujuan
dari pembaca dalam memabaca sebuah buku atau tulisan. Hal ini dilakukan agar tidak salah
memilih teknik dalam mencapai tujuan dari membaca.
Membaca dapat mendorong kita untuk membuat argumentasi secara tepat dan teratur,
atau tidak fallacy. Karena semakin banyak bacaan yang baca, maka pembendaharaan kata dan
daya analisis terhadap suatu teks atau simbol akan semakin terlatih. Sehingga dalam hal ini,
LPIK menjadikan membaca sebagai tahapan awal sebelum kurawa anyar mengikuti kegiatan
TGB. Hal ini dilakukan untuk mendorong kurawa anyar untuk terbiasa dalam membaca agar
bisa menjadi seorang Gladiator yang mahir dalam membuat argumentasi.
Daftar Pustaka
Adian, Doni. Garhal., & Pratama, Herdito. Sandi. (2016). LOGIKA TERAPAN TEKNIK
BERARGUMENTASI (Berpikir sebagai Kecakapan Hidup). Jakarta: PRENAMEDIA
GRUOP.

Adler, Mortimer., & Vandoren, Charles. Van. (1940). HOW TO READ A BOOK. New York:
Simon & Schuster.

Anda mungkin juga menyukai