Anda di halaman 1dari 248

BAB 1

PENGEMBANGAN PROFESI GURU

A. Guru sebagai Penulis KTI suatu Keniscayaan


Kemampuan mendasar dari karya ilmiah adalah menulis. Menulis adalah
salah satu kemampuan bahasa yang harus dimiliki oleh setiap orang apalagi
seorang guru. Menulis dalam arti komunikasi adalah suatu sarana untuk
menyampaikan buah pikiran, gagasan, ide, pengetahuan, harapan dan pesan.
Menulis bagi guru menjadi masalah yang cukup dilematik, antara esensi
kemampuan diri yang tidak bisa dipaksakan dengan syarat, tugas dan tuntutan
keilmuan (profesionalisme). Padahal menulis mempunyai peranan yang cukup
tinggi dan strategis. Menurut Tompkins (1998) masyarakat yang tidak mampu
mengekspresikan pikiran dalam bentuk tulisan, akan tertinggal jauh dari
kemajuan karena kegiatan menulis dapat mendorong perkembangan intelektual
seseorang sehingga mampu berpikir kritis. Hal ini diperkuat dengan pendapat
Targigan (1992) bahwa indikasi kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari maju
tidaknya komunikasi tulis bangsa itu. Menulis itu sulit! Tidak semua orang bisa
menulis! Menulis itu perlu bakat! Saya tidak punya bakat menulis! Saya tidak
mampu menulis! Saya tidak ada waktu menulis! Saya sibuk! Saya sudah tua! Saya
capai dan letih setelah seharian mengajar! Itulah beberapa ungkapan dari
beberapa guru ketika saya melakukan pendampingan dalam suatu workshop
karya tulis ilmiah (KTI). Pertanyaan besar yang muncul dari benak saya adalah:
apakah benar menulis itu sulit? Apakah benar menulis itu perlu bakat dan tidak
semua orang mempunyai bakat menulis? Apakah benar usia yang tua menjadi
penghalang untuk menulis? Apakah benar guru tidak mampu menulis? Dan
apakah benar guru tidak mempunyai waktu untuk menulis?
Menurut hemat saya menulis itu tidak sulit alias mudah dan sangat
mudah. Bahkan menurut penulis muda produktif Andrias Harefa keterampilan
menulis apakah fiksi (cerpen, novel, dan sebagainya) maupun nonfiksi (artikel,
buku, dan sebagainya) adalah keterampilan sekolah dasar alias SD. Artinya
sampat batas tertentu SEMUA ORANG yang telah tamat SD bisa menulis dan

1
mengarang. Adam Malik, wartawan yang pernah jadi Wakil Presiden era Orde
Baru, hanya sekolah sampai kelas 5 SD. Namun orang mengakui bahwa beliau
adalah wartawan yang pandai menulis.
Hal ini diperkuat lagi oleh pendapat beberapa penulis yang telah
berpengalaman, seperti Eka Budianta yang mengatakan bahwa menulis itu sangat
mudah. Kalau tidak percaya, baca saja bukunya yang berjudul ”Menggebrak
Dunia Mengarang”. Bahkan sang penulis senior Arswendo Atmowiloto,
mengatakan bahwa menulis itu gampang. Tidak juga percaya? Baca saja bukunya
”Menulis itu gampang”. Hernowo, lelaki kelahiran Magelang yang kini menjadi
penulis best seller yang sangat produktif dalam menuliskan kiat-kiat menulis juga
mengatakan menulis itu sangat mudah. Salah satu bukunya yang masih baru
adalah ”Menjadi Guru Yang Mau dan Mampu Membuat Buku”. Berbagai kiat
atau resep menulis ditawarkan kepada guru. Dalam kata pengantar di bukunya,
Hernowo berpesan dan berharap "saya ingin para pengajar (guru) di seluruh
Indonesia dapat menulis buku untuk para muridnya. Saya ingin sekali para
pengajar (guru) itu dapat memperkaya para muridnya dengan cerita-cerita yang
mengasyikkan, ditulis oleh mereka di karya-karya tulis mereka. Namun, mengapa
tidak banyak guru yang mau menulis?”.
Lebih lanjut Andrias Harefa menguraikan dalam bukunya yang berjudul
”Agar Menulis Mengarang Bisa Gampang” bahwa ada beberapa tips agar mudah
menulis dan mengarang, yakni:
1. Menulis dan mengarang adalah keterampilan sekolah dasar (SD). Bisakah
anda mengatakan kepada diri anda sendiri bahwa ”saya pasti bisa menulis
dan mengarang, sebab menulis dan mengarang adalah keterampilan
sekolah dasar”.
2. Menulis dan mengarang harus mempunyai visi dan motivasi yang jelas.
Menulis dan mengarang hanya bisa gampang kalau ada tujuan, visi, dan
sasaran yang membangkitkan motivasi juang untuk menulis.
3. Rajinlah ”mengunyah-ngunyah” pertanyaan, dan anda akan mudah
menemukan ide-ide yang bisa ditulis, sehingga menulis dan mengarang
bisa jadi gampang

2
4. Menulis dan mengarang bisa gampang kalau kita punya cinta. Segampang
seorang remaja belia menulis puisi-puisi romantis ketika merasa ”jatuh
cinta”.
5. Ciptakan suasana yang dapat memicu ide anda. Pendek kata, pemicu ide
ada dimana-mana. Yang dibutuhkan hanyalah suasana hati yang kondusif
dan kebiasaan mengamati situasi sekitar
6. Bagi siapa saja yang baru tahap belajar menulis dan mengarang ingatlah
tiga N, yakni: Niteni (menandai), Nirokke (meniru), dan nambahi
(menambahkan).
7. Menulis dan mengarang bisa gampang kalau kita punya komitmen,
kesungguhan hati, determinasi atau tekad bulat. Menulis dan mengarang
bisa gampang kalau kita punya keyakinan dan kepercayaan diri yang
tinggi bahwa kita ”bisa”. Menulis dan mengarang bisa gampang kalau kita
punya minat dan ambisi yang kuat untuk membuktikan sesuatu yang kita
yakini sebagai ”kebenaran” atau sekurang-kurangnya lebih dekat dengan
”kebenaran” itu.
8. Memiliki komitmen yang tinggi. Jadi, menulis dan mengarang bisa
gampang kalau ada komitmen, janji pada diri sendiri dan konsisten
terhadap apa yang sudah menjadi komitmen tersebut.
9. Menulis dan mengarang bisa gampang kalau anda membiasakan diri untuk
membaca secara teratur.
10. Khusus untuk para sarjana yang sempat menuliskan skripsi di kampus
dulu, saya ingin mengatakan bahwa sekurang-kurangnya anda berpotensi
menjadi penulis dan pengarang., karena telah mampu membuat skripsi
sebagai persyaratan kesarjanaannya.
11. Harus mampu membaca mutu dan pasar. Jadi, sepanjang anda bersedia
belajar untuk memahami pengertian ”mutu” dari berbagai media dan
penerbit yang anda incar, serta mampu memahami ”selera pasar” dari
segmen pembaca yang disasar, yakinlah bahwa tulisan dan karangan anda
akan dimuat atau diterbitkan. Dampak dari keyakinan ini adalah

3
munculnya kegairahan dalam proses menulis dan mengarang, sehingga
menjadi gampang.
12. Sekali pun saat ini penghasilan seorang penulis umumnya belum cukup
baik, namun arahnya semakin baik di era knowledge economy ini.
Masyarakat makin disadarkan akan pentingnya pengetahuan.
13. Mengembangkan ide. Pada tahap awal sangat diperlukan buku-buku
referensi seperti kamus dan ensiklopedia. Bukan cuma kamus bahasa,
mungkin juga kamus ilmu sosial, kamus perbankan, kamus filsafat , kamus
teologi, dan sebagainya.
14. Memilah dan memilih topik. Rasa ingin tahu harus dipelihara dan
ditingkatkan ke arah survei atau riset sederhana, entah di toko buku, di
lapangan atau di iternet. Lalu semua topik yang muncul.diinventarisasikan
untuk memperoleh gambaran yang lebih luas dan jelas.
15. Menentukan judul tulisan. Sebuah judul tulisan atau karangan sedikitnya
harus diyakini mampu menjalankan ”tugasnya”, yakni menarik perhatian
sambil menggelitik minat pembaca dan menjelaskan secara singkat inti
gagasan yang ingin disampaikan
Kita sering mendengar bahwa kemampuan menulis (fiksi maupun
nonfiksi) dari para guru masih rendah. Banyak bukti untuk menerangkan tentang
rendahnya budaya menulis di kalangan guru. Pertama, banyak para guru yang
kenaikan pangkatnya tertahan di golongan IVA, karena untuk naik ke golongan
IVB para guru harus memenuhi unsur pengembangan profesi yang didalamnya
guru diminta menyusun karya tulis ilmiah (KTI). Dari 1.461.124 guru saat ini,
ditinjau dari golongan atau ruang kepangkatan guru tercatat sebanyak 22,87%
guru golongan IVA; 0,16% guru golongan IVB; 0,006% guru golongan IVC; 0,001%
guru golongan IVD; dan 0,00% guru golongan IVE. Jenjang kepangkatan guru
pada golongan atau ruang IVA ke atas menurut status tempat tugasnya tercatat
sebanyak 0,45% guru TK; 15,33% guru SD; 3,18% guru SLTP Umum; 0.05% guru
SLTP Kejuruan; 3,06% guru SMA; 1,25% guru SMK; dan 0,05% guru SLB (Badan
Kepegawaian Nasional, 2005).

4
Kedua, cobalah kita amati buku-buku di perpustakaan atau di toko-toko
buku. Hitunglah, berapa banyak buku yang ditulis oleh para guru. Membaca surat
kabar? Hitunglah berapa banyak artikel yang ditulis oleh para guru. Benarkah
guru tidak mampu menulis atau tidak terbiasa menulis? Atau malas menulis?
Atau tidak punya waktu untuk menulis? Jawabannya pasti bermacam-macam.
Namun dalam realitasnya, memang sangat sedikit para guru yang mau
menulis. Rendahnya budaya menulis (meneliti) ternyata dialami juga oleh dosen.
Menurut Mien A Rifai, APU penilai hibah bersaing Dikti Depdiknas dari 180.000
dosen di Indonesia, diperkirakan hanya sekitar 1,1 pesen yang mampu meneliti
secara layak dan ini berimpikasi pada rendahnya publikasi ilmiah dari dosen
Indonesia di jurnal internasional. Data dari penerbit internasional menyebutkan
kontribusi dosen Indonesia pada jurnal internasional hanya 0,012 persen, lebih
rendah dari Nepal yang mampu menyumbang 0,014 persen dan Singapura 0,179
persen (Kompas, 23/1/2008).
Dilihat dari perspektif guru sebagai subjek, sebagai praktisi pendidikan,
sesungguhnya para guru memiliki potensi dan kesempatan menulis yang sangat
besar. Guru sebenarnya memiliki segudang bahan yang bisa dijadikan tulisan.
Guru bisa menulis tentang pengalaman pribadi berkaitan dengan pembelajaran
yang dilaksanakan di dalam kelas. Guru bisa menulis buku mata pelajaran sesuai
yang diampunya. Guru bisa menulis tentang suka duka menjadi guru. Dan
berbagai tema seputar persoalan pendidikan yang tidak akan pernah habis dan
kering untuk dijadikan bahan tulisan, dengan catatan guru tersebut mau dan mau
menulis.
Selain guru bisa dan harus menulis ilmiah non penelitian, guru juga bisa
melakukan penelitian tindakan kelas (PTK). Dengan melakukan PTK maka
diharapkan akan merubah citra terhadap guru dan meningkatkan ketrampilan
profesional sebagai guru. Guru bisa menyelesaikan permasalahan yang dihadapi
dalam proses belajar mengajar di kelasnya secara ilmiah. Dan ini akan mendorong
guru untuk lebih kreatif dan inovatif dalam melaksanakan pembelajaran di
kelasnya.

5
Kemampuan guru untuk meneliti akan meningkatkan kinerja dalam
profesinya sebagai pendidik. Namun kegiatan meneliti yang dilakukan oleh
seorang guru harus dikelola dengan baik, sehingga tidak mengganggu tugas
pokoknya mengajar dan mendidik siswa. Oleh karena itu ada beberapa hal yang
harus diperhatikan seorang guru yang sedang melakukan penelitian, yakni:
a. Tugas utama seorang guru adalah mengajar dan mendidik, sehingga
aktivitas penelitian tindakan kelas jangan sampai mengganggu tugas
utama tersebut
b. Teknik pengumpulan data jangan terlalu menyita banyak waktu. Pilihlan
teknik-teknik pengumpulan data yang efisien dan relevan dengan
kebutuhan dan masalah penelitian tindakan kelas
c. Penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan guru sudah diakrabi langkah-
langkahnya terlebih dahulu, sehingga pelaksanaan PTK berjalan dengan
baik dan lancar
d. Masalah yang diangkat dalam penelitian tindakan kelas harus benar-benar
sesuai dengan bidang tugasnya, sehingga dalam pelaksanaannya penuh
dengan semangat dan minat yang tinggi. Hal ini akan menyebabkan proses
PTK berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan tanpa mengalami
halangan yang berarti.
Masalah lain yang cukup penting berkaitan dengan penelitian tindakan
kelas adalah banyaknya rekan guru yang mengeluh karena hasil karya tulis ilmiah
yang dikirim ke tim penilai masih belum diterima. Hal ini sering membuat para
guru kecewa dan sedikit mengalami prustasi. Agar ini tidak terjadi, menurut
Suharsimi Arikunto (2006) ada beberapa persyaratan, yakni:
a. Penelitian tindakan kelas harus tertuju atau mengenai hal-hal yang terjadi
di dalam pembelajaran (tetapi bukan hanya pembelajaran biasa) dan
diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
b. Penelitian tindakan kelas oleh guru menuntut dilakukannya pencermatan
secara terus menerus, objektif dan sistematik, artinya dicatat atau direkam
dengan baik, sehingga diketahui dengan pasti tingkat keberhasilannya
yang diperoleh peneliti serta penyimpangan yang terjadi. Hasil

6
pencermatan tersebut digunakan sebagai bahan untuk menentukan tindak
lanjut yang harus diambil segera oleh peneliti.
c. Penelitian tindakan kelas harus dilakukan sekurang-kurangnya dalam dua
siklus tindakan yang berurutan. Informasi dari siklus yang terdahulu
sangat menentukan bentuk siklus berikutnya. Oleh karena itu, siklus yang
kedua, ketiga dan seterusnya tidak dapat dirancang sebelum siklus
pertama terjadi. Hasil refleksi harus digunakan sebagai bahan masukan
untuk perencanaan siklus berikutnya.
d. Penelitian tindakan kelas terjadi secara wajar, tidak mengubah aturan yang
telah ditentukan, dalam arti tidak mengubah jadwal yang berlaku.
Tindakan yang dilakukan tidak boleh merugikan siswa.
e. Penelitian tindakan kelas harus benar-benar menunjukkan adanya tindakan
yang dilakukan oleh sasaran tindakan, yaitu siswa yang sedang belajar.
Berkaitan dengan hal di atas, guru sebagai penulis harus mempunyai
kemampuan dalam hal ketatabahasaan, seperti ciri ragam bahasa ilmiah,
menggunakan paragraf yang benar dan memperhatikan kesalahan umum yang
sering terjadi dalam penggunaan Bahasa Indonesia. Berikut ini akan dibahas tiga
hal di atas tersebut.
Ciri ragam bahasa ilmiah meliputi:
1. Cendekia, artinya mampu digunakan secara tepat untuk mengungkapkan
hasil berpikir logis
2. Adanya ketepatan dan keseksamaan penggunaan kata seperti pemaparan
atau paparan, pembuatan atau buatan, pembahasan atau bahasan, dan
seterusnya.
3. Kecermatan memilih kata, tidak mubazir, rancu dan bersifat idiomatis
4. Lugas, artinya jelas dan tepat, tulisan bahasa sastra supaya dihindari
5. Jelas, artinya tidak digunakan kalimat terlalu panjang
6. Bertolak dari gagasan, artinya penonjalan pada gagasan dan bukan pada
pelaku
7. Formal, artinya kosa kata, bentukan kata dan kalimat
8. Menggunakan kosa kata ilmiah teknik bukan ilmiah popular

7
9. Bentukan kata lengkap dan utuh bentukan formal bukan bentukan
informal
10. Subjek-predikat, kata fungsi atau tugas, nalar isi, dan esai formal
11. Objektif, artinya diwujudkan dalam penggunaan kata, hindari kata harus,
wajib, tidak mungkin tidak, pasti, selalu karena bersifat subjektif atau
emosional juga seperti betapa dan kiranya.
12. Ringkas dan padat, artinya tidak ada yang mubazir atau pemborosan, tidak
ada kata-kata yang berlebihan, kalimat atau paragraf yang berlebihan.
13. Konsisten, misalnya kepanjangan SMP kemudian disingkat SMP dan
selanjutnya gunakan SMP
14. Menggunakan ejaan yang benar, yakni Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
15. Kata dasar atau jadian ditulis terpisah kecuali yang tidak dapat berdiri
sendiri seperti pascasarjana dan supernatural
16. Jarak antarkata satu ketukan, margin kanan tidak lurus
17. Setiap kata ditulis rapat tidak ada jarak antarhuruf dalam kata
18. Gabungan kata dapat diberi tanda hubung supaya tidak salah penafsiran,
misalnya proses belajar-mengajar dan buku sejarah-baru
19. Kata jadian berimbuhan gabung depan dan belakang ditulis serangkai,
misalnya dinonaktifkan dan menomorduakan
20. Tanda tanya (?), titik (.), titik koma (;), titik dua (:), tanda seru (!) ditulis
rapat dengan huruf akhir dari kata yang mendahului
21. Setelah tanda (?), titik (.), titik koma (;), titik dua (:), tanda seru (!) harus ada
jarak satu ketukan
22. Tanda petik ganda (“…”), petik tunggal (‘…), kurung () diketik rapat
dengan kata, frasa, kalimat yang diapit
23. Tanda hubung (-), tanda pisah (--), garis miring (/) diketik rapat dengan
huruf yang mendahului dan mengikuti
24. Tanda perhitungan sama dengan (=), tambah (+), kurang (-), kali (x), bagi
(:), lebih kecil (<), dan lebih besar (>) ditulis dengan jarak 1 ketukan dengan
huruf yang mendahului dan mengikuti

8
25. Tepi kanan teks tidak harus rata, kata pada akhir baris tidak harus
dipotong, bila terpaksa tanda hubung ditulis setelah huruf akhir bukan di
bawah
26. Huruf kapital dipakai pada huruf pertama nama bangsa, suku, dan
bahasa, tahun, bulan, hari, hari raya, peristiwa sejarah, dan nama khas
dalam geografi
27. Huruf miring dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, kata,
atau frasa dan untuk menuliskan istilah ilmiah atau ungkapan asing atau
daerah
28. Kata hubung antarkalimat diikuti koma
29. Koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang didahului, tetapi,
melainkan, namun, padahal, sedangkan, yaitu dan memisahkan anak
kalimat dan induk kalimat jika anak kalimat mendahului induk kalimat.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunakan paragraf yang benar
adalah:
a. Kesatuan, artinya hanya mengandung satu gagasan pokok dinyatakan
dalam kalimat topik, dinyatakan pada awal. Ide bawahan mendukung
ide pokok
b. Kesistematisan dan kelengkapan, artinya didukung oleh semua ide
penjelas yang disyaratkan dalam kalimat topik melalui urutan alamiah
berupa sebab-akibat, umum-khusus, pokok-rinci dan mudah-sulit
c. Kepaduan, artinya rangkaian antar-kalimat memudahkan pembaca
memahami isi. Penataan atau penyusunan ide bawahan menopang ide
pokok yang bersifat runtun dan tertib
Sedangkan kesalahan umum pemakaian Bahasa Indonesia yang harus
dihindai oleh seorang penulis adalah:
1. Kesalahan penalaran intrakalimat, yaitu tidak ada hubungan logis
antarelemen atau antar bagian
2. Kesalahan antar kalimat, yaitu tidak ada hubungan kalimat dengan kalimat
lain dalam membentuk teks.

9
3. Kerancuan karena penerapan dua atau lebih kaidah, yaitu kerancuan
bentukan kata yang diterapkan dalam sebuah bentukan kata
4. Kerancuan bentukan kalimat bila digunakan secara bersamaan dalam
kalimat juga pada redaksi perujukan
5. Pemborosan, artinya unsur yang tidak berguna dalam penggunaan bahasa,
pada kata-kata, kalimat, paragraf, judul buku rujukan
6. Ketidaklengkapan kalimat, seperti tidak memiliki pokok penjelas atau
subjek dan predikat
7. Kesalahan kalimat pasif, biasanya pada pembentukan kalimat pasif yang
berasal dari kalimat transitif

B. Karya Tulis Ilmiah antara Prestise Akademis, Ekonomis dan Popularitas


Dengan menulis baik fiksi maupun nonfiksi banyak hal yang dapat kita
peroleh, baik yang bersifat akademis, ekonomis maupun popularitas.
1. Prestise Akademis
Menulis baik fiksi maupun nonfiksi yang dilakukan oleh guru dapat
membuat guru dihargai secara akademis. Pertama, dengan kemauan dan
kemampuan guru menulis dapat mengantarkan ke tangga karier yang lebih baik.
Para guru yang mempunyai prestasi dalam hal karya tulis ilmiah akan
mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Sebagai contoh, setiap tahun
pemerintah melaui Departemen Pendidikan Nasional menyelenggarakan lomba
guru berprestasi dan lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran.
Lomba guru berprestasi dilaksanakan dalam rangka peringatan hari
Kemerdekaan Republik Indonesia setiap bulan Agustus. Dan puncaknya para
pemenang lomba guru berprestasi tingkat nasional mengikuti kegiatan
kenegaraan, seperti menghadiri pidato kenegaraan presiden tanggal 16 Agustus di
depan anggota MPR/DPR di gedung MPR/DPR senayan, mengikutu upaca
detik-detik proklamasi di Istana Negara, ramah tamah dengan presiden, ramah
tamah dengan Menteri Pendidikan Nasional dan beberapa kegiatan lainnya. Para
pemenang lomba guru berprestasi juga akan mendapatkan penghargaan berupa
jenjang karier, yakni dipromosikan menjadi Kepala Sekolah. Beberapa Dinas

10
pendidikan sudah membuat semacam konvensi (tradisi) bahwa para pemenang
lomba guru berprestasi tingkat provinsi apalagi tingkat nasional dipromosikan
menjadi Kepala Sekolah memalui jalur khusus (non reguler). Betapa penghargaan
yang cukup prestisius yang belum semua guru memanfaatkan kesempatan baik
tersebut. Salah satu aspek dari penilian lomba guru berprestasi adalah karya tulis
ilmiah yang dilakukan oleh guru yang biasanya hasil penelitian yang berkaitan
dengan pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas melalui PTK.
Sedangkan lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran biasanya dibuka
bulan Mei sampai bulan September setiap tahunnya. Para guru mengirimkan hasil
karya tulis ilmiahnya ke Depdiknas dan akan diseleksi oleh tim. Para guru yang
karya tulis ilmiahnya lolos seleksi akan dipanggil ke Jakarta dan
mempresentasikan hasil karya tulis ilmiahnya dihadapan juri untuk selanjutnya
ditentukan pemenangnya. Para pemenang lomba keberhasilan guru dalam
pembelajaran juga akan mendapatken apresiasi berupa promosi jabatan seperti
halnya lomba guru berprestasi.
Penjelasan di atas tidak bermaksud menggiring guru menulis hanya untuk
mengejar posisi atau jabatan semata, tetapi kalau memang jenjang karier bisa
menjadikan para guru bekerja dan berkinerja lebih baik, termasuk dalam hal
kegiatan karya tulis ilmiah, menurut hemat saya itu sah-sah saja dan merupakan
sesuatu yang wajar. Bukankah segala sesuatu yang kita lakukan harus didukung
oleh suatu motivasi tertentu! Kedua, karya tulis ilmiah yang kita buat dapat
menjadikan posisi tawar kita secara akademis meningkat. Lingkungan di sekitar
kita akan lebih memberikan apresiasi atas karya tulis ilmiah yang kita buat. Saya
sendiri merasakan hal itu. Ketika artikel saya dimuat diharian kompas beberapa
kali dan hasil penelitian saya berupa penelitian tindakan kelas (PTK) berhasil
sebagai pemenang tingkat nasional dalam kegiatan forum ilmiah widyaiswara
(FIW) serta buku saya yang berjudul “Guru Profesional“ terbit, apresiasi akademis
dari lingkungan sekitar terasa lebih tinggi. Saya tidak tahu apakah ini hanya ke-
geer-an saya saja, tetapi yang jelas saya merasakan hal itu. Minimal tingkat
percaya diri saya semakin meningkat dan ini modal besar untuk menghasilkan
karya tulis ilmiah selanjutnya, termasuk buku yang sedang anda baca ini.

11
Dengan karya tulis yang saya hasilkan rasanya ada pengakuan dari
lingkungan sekitar bahwa saya dianggap mempunyai kemampuan dalam hal
menulis karya tulis ilmiah. Apalagi tulisan saya bisa masuk harian nasional yang
cukup bonafit, yakni harian kompas. Konon katanya untuk dimuat diharian kompas
sungguh sangat sulit, karena harus bersaing dengan puluhan bahkan mungkin
ratusan tulisan lain yang masuk ke redaksi kompas. Apalagi nama “Kunandar“
belum dikenal sebagai penulis yang mempunyai nama di tataran media massa
nasional. Saya merasa bersyukur tulisan saya bisa dimuat diharian kompas.
Hal di atas mengantarkan saya menjadi fasilitator atau nara sumber untuk
diklat atau workshop karya tulis ilmiah. Bahkan saya pernah menjadi nara
sumber diklat penulisan karya tulis ilmiah para guru golongan IVA yang
tersendat tidak naik pangkat karena unsur pengembangan profesi atau karya tulis
ilmiah. Peserta diklat yang notabene para guru yang sudah senior dan
berpengalaman serta berumur rata-rata di atas 40 tahun bahkan sebagian besar 50
tahun tidak membuat saya minder atau tidak percaya diri. Mengapa demikian?
Ya, karena ketika saya menjadi fasilitator atau nara sumber diklat atau workshop
karya tulis ilmiah, saya sudah mempunyai hasil karya tulis ilmiah, baik berupa
arikel, diktat/modul, buku dan hasil penelitian. Padahal kalau dilihat dari
lamanya menjadi guru, tentu saya tidak sebanding dengan mereka. Saya lulus
dari IKIP Jakarta (sekarang Universitas Negeri Jakarta/UNJ) baru tahun 1997.
Saya menjadi guru kurang dari sepuluh tahun dan ditamgah dengan usia yang
relatif masih muda (36 tahun). Saya yakin pihak panitia tidak akan
merekomendasikan saya sebagai fasilitator atau nara sumber dalam diklat
tersebut, seandainya saat itu saya belum mempunyai hasil karya tulis ilmiah.
Bahkan menurut hemat saya, seorang guru atau widyaiswara senior pun rasanya
kurang pantas seandainya mengajar tentang karya tulis ilmiah, sementara dirinya
tidak mempunyai hasil karya tulis ilmiah yang memadai.
Ketiga, hasil karya tulis ilmiah kita akan dijadikan bahan referensi oleh
orang lain, apakah sebaga referensi makalah, buku, skripsi maupun tesis. Ketika
tulisan kita dikutip dan dijadikan bahan referensi tulisan orang lain betapa senang
dan bangganya kita. Saya mempunyai pengalaman yang bagi saya pribadi sangat

12
berkesan. Saya pernah diminta menjadi penguji ahli untuk ujian S2 (tesis)
mahasiswa Universitas Indonesia (UI) gara-gara mahasiswa tersebut menjadikan
buku saya yang berjudul “Guru Profesional“ sebagai referensi dalam tesisnya
kemudian dia menghubungi saya dan meminta saya untuk menjadi penguji. Hal
yang mustahil bagi saya bisa menjadi penguji tesis di UI seandainya saya tidak
menulis KTI (buku). Dan betapa berkesan dan bangganya ketika saya bisa
berdampingan dengan dosen UI yang sama-sama menjadi penguji yang salah
satunya seorang profesor. Hal lain juga ketika saya melihat di internet tulisan saya
di kompas dan hasil penelitian saya terpampang di internet dan dikutip sebagai
rujukan dalam tulisan orang.
Selain tiga hal di atas, kegiatan menulis adalah suatu aktivitas yang dapat
memberikan motivasi tinggi kepada para guru. Ketika tulisan–tulisan (karya tulis)
dipublikasikan di media, kita biasanya sangat senang (fun) serta terdorong untuk
menulis dan menulis lagi. Kita juga merasa bangga (pride) dengan pemuatan itu.
Hal Ini bisa menjadi motivasi. Nah, bila guru banyak menulis, maka sang guru
akan sangat termotivasi bahwa akan mendapat nilai tambah (added value) karena
bisa digolongkan ke dalam kelompok intelektual. Ini salah satu nilai positifnya.
Aktivitas menulis juga bisa membuat guru menjadi manusia pembelajar. Karena
kalau guru mau atau akan menulis, ia pasti harus melakukan aktivitas membaca.
Membaca dalam arti ril seperti membaca berbagai referensi atau buku dan juga
membaca realitas dan fenomena sosial. Hal ini sulit terjadi seandainya guru tidak
melakukan aktivitas menulis. Pada proses ini guru yang suka menulis akan
terbiasa dengan aktivitas belajar mengidentifikasi masalah, belajar
menganalisisnya serta mengasah kemampuan mencari pemecahannya.
Pembelajaran yang demikian bisa membuat guru menjadi sosok pendidik yang
kritis analitis. Kalau ini dilakukan, kesan guru malas belajar akan terbantahkan.

2. Nilai Ekonomis
Kegiatan menulis ternyata juga bisa memiliki nilai ekonomis yang cukup
besar dan bisa menambah income. Tidak percaya? Coba saja kirim tulisan atau
karya tulis anda ke media atau ke penerbit. Bila tulisan dimuat atau dicetak maka

13
kocek akan bertambah. Bagi guru menulis bisa mengatasi kesulitan ekonomi yang
dihadapi para guru yang selama ini dirasakan masih rendah tingkat
kesejahteraannya. Dan andai guru mau aktif menulis di media atau menulis buku,
performance guru pasti berubah. Hasil menulis di media maupun buku lebih besar
dibandingkan gaji guru yang diterima setiap bulannya. Tidak percaya? Silakan
coba. Saya sudah merasakan sendiri hasil dari menulis. Betapa senangnya ketika
tulisan saya dimuat di harian kompas dan beberapa hari setelah dimuat ada
telepon dari kompas menanyakan nomor rekening dan tidak lama kemudian
tabungan saya bertambah. Dan untuk seterusnya ketika tulisan saya dimuat
kompas tidak perlu menanyakan nomor rekening saya lagi dan secara otomatis
tabungan saya bertambah dan terus bertambah. Sungguh bahagia dan bangga
setelah jerih payah dan ketekunan kita mendapatkan hasil.
Itu tidak seberapa, masih ada lagi bukti bahwa menulis dapat
mendatangkan nilai ekonomis. Hal ini terjadi ketika hasil penelitian saya keluar
sebagai pemenang dalam suatu lomba karya tulis ilmiah tingkat nasional dan saya
mendapatkan hadiah berupa uang yang menurut saya cukup besar. Belum nilai
yang bersifat non ekonomis, seperti saya mengikuti pidato kenegaraan presiden di
gedung MPR/DPR, upacara kenegaraan, ramah tamah dan foto bersama dengan
presiden Susilo Bambang Yudoyono, ramah tamah dengan Mendiknas bersama
para teladan lainnya. Saya merasa bahagia dapat mengikuti serangkaian kegiatan
di atas meskipun merasakan kelelahan tetapi saya merasakan kebanggaan
tersendiri. Saya yang merasa sebagai widyaiswara yang baru seumur ”jagung”
alhamdulillah sudah merasakan hal di atas. Semua itu saya tempuh dengan kerja
keras, ketekunan dan pantang menyerah. Saya harus pandai ”mencuri waktu”
untuk menulis. Biasanya saya lakukan malam hari dan pagi hari sekitar 3-4 jam
sehari. Dan ini cukup efektif untuk melakukan aktivitas menulis.
Kebanggaan berikutnya adalah ketika buku saya yang berjudul ”Guru
Profesional” dinyatakan layak terbit oleh PT RajaGrapindo Persada Jakarta dan
diterbitkan pada bulan Juni 2007. Sekali lagi betapa senang dan bangganya ketika
saya menerima royalti hasil dari jerih payah aktivitas menulis. Bahkan karena
betapa senangnya saya sampai-sampai menghitung kira-kira berapa royalti yang

14
akan saya terima seandainya buku saya habis sekian ribu. Pada saat tulisan ini
dibuat buku saya sudah memasuki cetakan kedua dengan total cetak 8.000
eksemplar. Wah..pantastis.... Buku saya dijual seharga Rp 63.000,00 per eksemplar
dan saya mendapat royalti 12,5% dari harga satu buku. Berarti satu buku saya
mendapat royalti Rp 7.875 dikalikan 8.000. Saya akan mendapatkan royalti sebesar
Rp 63.000.000,00. Wah! Angka yang cukup tinggi bagi saya seorang PNS yang
baru bekerja sekitar lima tahun. Ternyata menambah nilai ekonomis bisa
didapatkan dari aktivitas menulis, sepanjang kita mau dan mau serta tekun.
Saya mempunyai pengalaman lain yang dapat menunjukkan bahwa betapa
aktivitas menulis itu bisa menjadi nilai tambah secara ekonomis. Suatu hari di
kampus UNJ dipasang pengumuman lomba karya tulis ilmiah dengan tema ”Pro
dan Kontra dalam Menyongsong Penyelenggaraan Ujian Nasional Sekolah Dasar
(SD)” yang diselenggarakan oleh Program Pascasarjana UNJ bekerja sama dengan
Dinas Pendidikan Dasar provinsi DKI Jakarta pada bulan Juni 2007. Ketika saya
melintas melihat pengumuman tersebut di atas, dan ternyata batas penyerahan
akhir karya tulis ilmiah tersebut tinggal satu hari lagi. Dalam hati saya berkata:
”saya harus ikut lomba tersebut, saya harus menyelesaiakan tulisan tersebut
dalam waktu kurang dari 24 jam, saya yakin bisa, saya harus bisa”. Itulah
percakapan dalam hati saya. Pada saat itu saya menjadi teringat bahwa semangat,
tekad dan komitmen yang diucapkan dalam hati kita akan memberikan efek
kepada alam bawah sadar kita dan selanjutnya akan menjadi kekuatan yang luar
biasa terhadap apa yang menjadi keinginan atau harapan kita.
Saya sering menggunakan kekuatan alam bawah sadar ketikan besok pagi
saya harus bangun pagi (jam 04.00) karena harus mengajar atau kuliah. Kemudian
ketika mau tidur saya mengatakan ”besok saya bangun jam empat pagi”. Kalimat
itu saya ucapkan berulang-ulang menjelang tidur dengan penuh emosi dan apa
yang terjadi sungguh luar biasa. Saya bisa bangun persis jam empat pagi padahal
saya mulai tidur sudah larut malam. Inilah yang dimaksud dengan betapa
dasyatnya efek alam bawah sadar itu. Hal ini bisa terjadi karena otak bawah sadar
kita tetap bekerja, meskipun kita tidur. Otak bawah sadar ini selalu mengejar
tujuan dan tidak membantah asalkan tujuannya spesifik, jelas dan mantap.

15
Dan ternyata benar dalam waktu kurang dari 24 jam, saya mampu menulis
karya tulis ilmiah untuk lomba tersebut dengan jumlah sekitar 15 halaman. Saya
kerjakan sampai larut malam dan tidak terasa lelah atau mengalami kesulitan
yang berarti bahkan saya menikmatinya. Hal ini dikarenakan saya
mengerjakannya dengan penuh semangat, memanfaatkan otak bawah sadar, dan
keyakinan yang tinggi bahwa saya harus ikut lomba tersebut. Akhirnya karya
tulis ilmiah yang saya kerjakan kurang dari 24 jam masuk sepuluh besar dan
diminta mempresentasikan dihadapan juri atau tim penilai. Dalam lomba tersebut
saya dinyatakan sebagai juara harapan satu dan mendapatkan piagam, piala dan
uang sejumlah Rp 850.000. Penghargaan yang menurut saya cukup bermakna,
karena hanya dengan kerja keras dan kerja cerdas yang kurang dari 24 jam saya
mendapatkan penghargaan tersebut di atas.
Dengan aktivitas saya menulis juga banyak yang meminta saya sebagai
narasumber. Pernah suatu hari ada sms masuk ke HP saya dari seorang guru di
Jombang Jawa Timur yang meminta saya sebagai pembicara dalam suatu
workshop untuk guru. Ketika saya tanya dari mana bapak tahu saya, beliau
menjawab tahu saya dari buku (kebetulan dibagian belakang buku saya ada
nomor HP). Dan ini pun menambah nilai ekonomis bagi saya dan keluarga. Oleh
karena itu dapatlah kita ambil benang merah bahwa aktivitas menulis bisa
mendatangkan nilai ekonomis, sepanjang kita mau dam mau serta tekun untuk
menulis. Saya termasuk orang yang kurang setuju kalau menulis itu adalah bakat
dan tidak semua orang mampu menulis.
Menurut hemat saya menulis itu keterampilan yang SEMUA ORANG bisa
melakukannya. Menulis tidak membutuhkan bakat khusus, tetapi menulis
membutuhkan motivasi, semangat dan ketekunan. Tiga hal inilah menurut saya
amunisi yang maha dasyat untuk menulis. Dengan motivasi yang jelas maka akan
membawa dampak kepada semangat dan ketekunan untuk menulis. Motivasi bisa
dirumuskan sesuai dengan apa yang menjadi idealisme atau keinginan penulis,
baik yang sifatnya ekonomis maupun non ekonomis. Semangat yang membara
akan menjadikan ketekunan, sehingga ketika harus berjam-jam di depan
komputer untuk membuat tulisan merasakan kenikmatan tersendiri. Ketika kata

16
membentuk kalimat, kalimat menjadi paragraf, paragraf merangkai halaman, dan
halaman menjadikan satu naskah atau buku, terasa ada kenikmatan dan kepuasan
tersendiri. Dan ketika tulisan kita dimuat di media massa atau diterbitkan menjadi
buku oleh penerbit, kenikmatan dan kepuasan mencapai klimaknya hingga kita
mengalami ”orgasme”. Hal ini pernah dikatakan penulis cerdas dan produktif
yang merupakan Rektor Universitas Islam Negeri Prof Dr. Komarudin Hidayat
bahwa merupakan kenikmatan dan kepuasan yang luar biasa ketika tulisannya
dimuat dan dibaca oleh banyak orang. Ketika penyelesaian akhir buku ini, saya
hampir seminggu berturut-turut di depan lap top dari jam lima pagi (usai shalat
shubuh) sampai jam tujuh malam, kecuali berhenti untuk shalat, makan, mandi
dan sesekali menuruti si kecil yang berumur 4 tahun untuk bermain bola di
halaman rumah beberapa menit. Selebihnya menulis dan menulis. Jam tujuah
malam berhenti (istirahat) dan biasanya dimulai lagi menulis jam sembilan
sampai jam 12 malam. Begitulah hampir seminggu saya lakukan secata terus
menerus, sehingga selesailah buku yang sedang ditangan bapak dan ibu ini.
Motivasi yang bersifat ekonomis menurut saya tidak salah dan sah-sah saja
selama dilakukan secara wajar. Saya pernah membaca di suatu surat kabar, ada
seorang yang sudah bekerja cukup mapan di suatu perusahaan sebagai seorang
profesional, ternyata ia keluar dari pekerjaannya dan memutuskan untuk menjadi
seorang penulis. Kemudian ia mendirikan studio atau ruangan yang khusus
digunakan untuk menulis dan ia memasang target satu tahun menghasilkan tiga
buku tentang desain interior. Sungguh keberanian yang luar biasa. Dan menurut
saya, dewasa ini menulis bisa dijadikan mata pencaharian, baik utama maupun
tambahan, seiring dengan kemajuan dibidang industri informasi dan mulai
tumbuhnya kesadaran masyarakat akan pentingnya informasi bagi kehidupan.
Dan alangkah idealnya kalau motivasi menulis secara ekonomis ditunjang juga
dengan motivasi yang bersifat idealis, yakni keinginan untuk berbagi ide,
gagasan, informasi dan ilmu kepada sesama.
Pengalaman pribadi saya di atas tidak bermaksud ingin ”membusungkan
dada” apalagi dilatarbelakangi kesombongan, tetapi semata-mata ingin berbagi
pengalaman kepada rekan-rekan guru. Saya berharap pengalaman pribadi saya

17
yang sudah merasakan nilai ekonomis dari aktivitas menulis dapat menjadi
inspirasi para guru yang belum tergugah untuk menulis dan akhirnya bangun
serta mau menulis. Anda pasti bisa.

3. Nilai Popularitas
Percaya atau tidak, menulis bisa memberikan keuntungan popularitas. Para
penulis yang sering menulis di media massa, biasanya akan dikenal oleh banyak
orang. Apalagi kalau ia mampu menyajikan hal-hal yang menarik, pasti para
pembaca akan selalu teringat dengan si penulisnya. Guru juga bisa memiliki
banyak penggemar jika ia menulis, baik di media massa, jurnal maupun buku.
Hal ini sudah saya alami sendiri. Ketika tulisan saya yang berjudul
”Kurikulum Bari Itu Terlalu Tergesa-Gesa” dimuat diharian kompas pada tanggal
1 Oktober 2006, dari pagi sampai sore bahkan esoknya banyak SMS masuk ke HP
saya dari teman-teman saya baik yang berada di Jakarta maupun di luar Jakarta
memberikan selamat dan komentar terhadap tulisan saya. Begitu juga untuk
tulisan-tulisan berikutnya. Juga ketika buku saya terbit beberapa hari kemudian
banyak SMS maupun telepon yang saya terima, baik dari orang yang selama ini
sudah saya kenal maupun yang belum saya kenal sebelumnya. Malah yang belum
saya kenal sebelumnya yang paling banyak. Beragam isi SMS maupun telepon,
dari mengucapkan selamat, memuji isi buku yang katanya isinya bagus, meminta
informasi lanjutan, meminta bahan sampai mengajak berdiskusi tentang
pendidikan secara lebih luas. Kalangan yang memberikan tanggapan pun
beragam dari mahasiswa, guru, pengawas, kepala sekolah, birokrat pendidikan,
dosen maupun mahasiswa pasca sarjana yang sedang menyelesaikan tugas
akhirnya.
Hal ini menunjukkan bahwan tulisan (KTI) mempunyai dampak luar biasa
dan bisa mengangkat popularitas seseorang. Saya yang merasa bukan siapa-siapa
(hanya anak desa yang mengadu nasib di Jakarta) tanpa dibantu kendaraan dalam
hal ini media massa dan dunia penerbitan sepertinya sulit dan mustahil untuk
menjadi di kenal dalam masyarakat pendidikan. Ada suatu cerita tentang seorang
anak muda yang mengidolakan seseorang yang cukup terkenal di negeri ini.

18
Orang tersebut bernama Arief Rahman, seorang ahli pendidikan yang bergelar
doktor dan belum lama ini mendapatkan gelar guru besar (profesor) dari
Universitas Negeri Jakarta. Beliau juga pernah menjadi perwakilan PBB untuk
urusan pendidikan, sosial dan kebudayaan (Unesco) dan sering muncul di layar
kaca baik sebagai moderator atau pembicara acara talk show. Belia seorang yang
sangat sibuk dengan berbagai kegiatan, baik mengajar, mengisi seminar, aktivitas
sosial dan seringkali diminta pemerintah dalam urusan tertentu. Terakhir beliau
diminta sebagai tim investigasi dalam kasus kekerasan di STPDN.
Seorang anak muda yang mengidolakan Arief Rahman tersebut pernah
diwisuda bersama beliau, hanya saja untuk jenjang yang berbeda. Tepatnya pada
bulan Oktober tahun 1997, anak muda tersebut diwisuda untuk jenjang S1,
sedangkan sang idolanya diwisuda untuk jenjang S3. Alasan anak muda
mengidolakan Arief Rahman adalah karena beliau itu merupakan sosok yang
santun dalam menyampaikan gagasan, ide atau pendapatnya ke publik, meskipun
hal yang disampaikan sesuatu yang mengundang pro dan kontra. Selain itu
kedalaman ilmunya yang “dibungkus” dengan sikap kesederhanaan,
kesahajaannya dan keramah tamahannya. Anak muda tersebut berharap atau
malah mungkin bermimpi suatu saat bisa mengenal lebih dekat lagi atau bahkan
duduk secara berdampingan. Anak muda tersebut menyadari bahwa betapa
sulitnya atau bahkan mustahil bisa duduk berdampingan dengan idolanya.
Bersama mimpinya anak muda itu terus berharap dan berdoa agar suatu saat bisa
dekat dengan idolanya.
Akhirnya anak muda tersebut menulis suatu buku dan mengirim naskah
bukunya ke suatu penerbit. Setelah menunggu beberapa minggu, anak muda itu
mendapatkan informasi bahwa bukunya dinyatakan layak secara akademik
(substansi) oleh tim redaksi dan selanjutnya akan dipelajari oleh tim marketing
apakah buku tersebut layak juga dari segi bisnis (segmen pasarnya). Dan anak
muda tersebut diminta membuat suatu deskripsi tentang segmen pasar dan
pesaing serta keunggulan dan kelemahan dari bukunya sebagai bahan dari tim
marketing. Akhirnya buku anak muda tersebut dinyatakan layak juga dari segi
bisnis dan layak diterbitkan sebagai buku. Suatu hari anak muda diberitahu

19
bahwa bukunya sudah dicetak dan dalam rangka promosi akan diadakan
peluncuran buku yang akan diadakan di istora gelora Bung Karno Senayan
bersamaan dengan pameran buku (book fair) tahun 2007.
Betapa kaget dan rasanya tidak percaya ketika pihak penerbit
memberitahukan bahwa dalam peluncuran buku anak muda tersebut yang akan
mendampingnya sebagai pembahas adalah orang yang selama ini diidolakannya.
Namun betapa kecewanya ketika suatu hari pihak penerbit memberitahukan
bahwa Arief Rahman kemungkinan tidak bisa datang karena ada kegiatan yang
tidak mungkin ditinggalkan, yakni menghadap RI 2 dan anak muda diminta
pihak penerbit untuk memberikan usulan penggantinya. Betapa kecewanya anak
muda tersebut, karena impiannya untuk berdampingan dengan idolanya akan
gagal. Namun perkembangan berikutnya Arief Rahman bisa datang sebagai
pembahas bukunya anak muda, tetapi waktunya berubah dari jam 10.00 menjadi
jam 11.30. Bagi anak muda tersebut tidak peduli waktunya digeser yang penting
bisa mewujudkan impiannya untuk tampil bersama idolanya.
Hari yang telah ditetapkan pun tiba, yakni hari Minggu tanggal 3 Juni 2007.
Dengan rasa bangga dan penuh semangat anak muda pun menyampaikan pokok-
pokok dari isi bukunya sekitar 30 menit dan sang idola membahas sekitar 30
menit juga isi buku anak muda dihadapan pengunjung. Dan betapa senangnya
ketika sang idola mengatakan bahwa buku yang ditulis anak muda itu bagus dan
relevan dengan kondisi saat ini. Mimpi anak muda akhirnya terwujud dan betapa
senangnya bisa tampil bersama idolanya. Anak muda semakin takjub dengan
idolanya ketika menyaksikan betapa santun tutur kata sang idola ketika menjadi
pembahas bukunya. Ada suatu keteladanan yang harus dicontoh, dan ada
kearifan yang harus dijadikan pegangan. Anak muda tersebut tidak akan pernah
melupakan peristiwa hari itu, minggu berkesan dan tanggal 3 Juni 2007 yang
bermakna. Anak muda itu bernama Kunandar, anak desa yang dilahirkan di salah
satu pelosok desa yang bernama Randusari Kabupaten Tegal Jawat Tengah pada
tanggal 1 Januari 1972 dari pasangan Sage dan Wastiah seorang petani yang tidak
tamat SD tetapi sangat saya banggakan dan hormati, yang telah mengantarkan
anaknya menjadi seorang sarjana. Itulah sepenggal kisah saya yang mungkin bisa

20
menjadi inspirasi bagi para pembaca bahwa untuk meraih suatu cita-cita atau
impian tidak ada yang mustahil selama kita mau berusaha dan tekun serta yakin
akan kekuatan Allah SWT.
Sementara itu nilai tambah lain dari menulis yang dilakukan oleh guru
adalah bisa menambah angka kredit. Angka kredit dari unsur KTI ini lebih
bergengsi dan jumlahnya lebih besar dari mengajar selama satu semester.
Bayangkan saja, satu artikel yang dimuat di media massa, nilai kreditnya 2 point.
Kalau guru bisa menulis dengan baik, guru tidak perlu mengeluarkan banyak
uang untuk membayar ongkos menulis sebuah karya tulis untuk kenaikan
pangkat. Banyak sekali keuntungan menulis bagi guru, kalau guru mau menulis.
Betapa sayangnya, kalau guru malas, atau tidak mau menulis. Padahal, kata
Dylan Thomas "Menulislah, karena hanya itu cara untuk membuat dunia tahu apa
yang engkau pikirkan". Agaknya, memang tidak ada kata terlambat bagi para
guru untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas menulis. Banyak jalan agar
para guru bisa menulis. Para guru sebenarnya memiliki potensi yang besar dalam
menulis. Guru memiliki sejuta masalah yang membutuhkan langkah analisis dan
solusif? Bukankah merubah paradigma pembelajaran itu lebih cepat terjadi kalau
guru banyak membaca dan kemudian mengekspresikan hasil bacaan itu ke dalam
sebuah tulisan, apapun bentuknya. Wah, alangkah bermakna dan berharganya
kalau guru mau berlatih, berlatih dan terus berlatih menulis. Betapa terangkatnya
martabat guru, kalau guru bisa dan mau serta mampu menulis. Kalau guru mau
menulis, pasti akan banyak anak didik yang bisa menjadi penulis besar. Bukankah
biasanya siswa seringkali meniru dan mengidolakan gurunya! Kiranya tidak ada
kata terlambat bagi para guru untuk menulis. Yang ada mari mencoba,
membangun diri dengan menulis. Semoga. Tidak ada kata terlambat.

C. Pengembangan Profesi dan Sertifikasi Guru


Kegiatan pengembangan profesi guru adalah pengamalan (penerapan)
keterampilan guru untuk peningkatan mutu belajar mengajar, atau menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat bagi pendidikan dan kebudayaan. Upaya yang telah

21
dilaksanakan oleh Depdiknas dalam rangka memotivasi guru untuk
melaksanakan pengembangan profesi antara lain:
a. Menetapkan pedoman penyusunan karya tulis ilmiah dan jenis
pengembangan profesi lainnya.
b. Melaksanakan pelatihan kepada guru-guru senior agar mampu menyusun
karya tulis ilmiah.
c. Menghimbau perguruan tinggi dan “pembina guru” serta widyaiswara
untuk membantu guru dalam menyusun karya tulis ilmiah.
d. Menghimbau guru agar mau melaksanakan pengembangan profesi (karya
tulis ilmiah) sejak dini (sebelum mencapai Gol.IV/a).
e. Menghimbau guru agar memilih jenis pengembangan profesi yang
dikuasai oleh guru.
Berkaitan dengan hal di atas perlu sosialisasi unsur pengembangan profesi
kepada para guru, yakni:
a. Perlu penjelasan agar guru tidak merasa terbebani dan merasa diharuskan
menyusun karya tulis.
b. Perlu penjelasan agar guru memahami bahwa kewajiban mengumpulan
dua belas angka kredit dari unsur pengembangan profesi adalah semata
dalam rangka peningkatan kualitas profesional guru.
c. Perlu penjelasan agar guru memahami bahwa yang bersangkutan dapat
memilih jenis karya ilmiah atau pengembangan profesi yang dikuasai oleh
guru yang bersangkutan.
Permasalahan yang sering ditemui oleh tim penilai angka kredit, terutama
dalam komponen pengembangan profesi terhadap berkas-berkas yang dinilai
adalah sebagai berikut:
a. Karya tulis yang disampaikan tidak jelas jenisnya
b. Karya tulis tidak atau belum menggunakan proses berfikir ilmiah
c. Karya tulis bukan buatan sendiri
d. Penelitian yang dilakukan tidak bermanfaat
e. Karya tulis bukan di bidang pendidikan
f. Karya tulis merupakan skripsi atau tesis

22
g. Permasalahan yang diteliti terlalu luas
h. Tidak menunjukkan kegiatan nyata penulis dalam penelitian
Pengembangan profesi yang menekankan kepada kemampuan guru dalam
membuat karya tulis ilmiah kini semakin penting dan perlu. Hal ini disebabkan di
samping karya tulis ilmiah dijadikan unsur dalam kenaikan pangkat atau
golongan, juga dipergunakan dalam sertifikasi guru. Dalam Permendiknas
Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam
Jabatan, komponen portofolio ada sepuluh dan salah satunya adalah karya
pengembangan profesi, yaitu suatu karya yang menunjukkan adanya upaya dan
hasil pengembangan profesi yang dilakukan oleh guru. Komponen ini meliputi
buku yang dipublikasikan pada tingkat kabupaten atau kota, provinsi, atau
nasional; artikel yang dimuat dalam media jurnal atau majalah atau buletin yang
tidak terakreditasi, terakreditasi, dan internasional; menjadi reviewer buku,
penulis soal EBTANAS/UN; modul atau buku cetak lokal (kabupaten atau kota)
yang minimal mencakup materi pembelajaran selama satu semester; media atau
alat pembelajaran dalam bidangnya; laporan penelitian tindakan kelas (individu
atau kelompok); dan karya seni (patung, rupa, tari, lukis, sastra, danlain-lain).
Bukti fisik yang dilampirkan berupa surat keterangan dari pejabat yang
berwenang tentang hasil karya tersebut.
Tabel 1.1
Penskoran Karya Pengembangan Profesi dalam Sertifikasi Guru
Jenis Publikasi Skor
Relevan Tidak
Dokumen/Karya
Relevan
a. Buku Nasional 50 35
Provinsi 40 25
Kabupaten/Kota 30 15
b. Artikel Jurnal Terakreditasi 25 20
Jurnal Tidak Terakreditasi 10 8
Majalah/Koran nasional 10 8
Majalah/Koran lokal 5 3
c. Menjadi reviewer buku, penulis soal 2 per kegiatan
EBTANAS/UN
d. Modul/Buku Minimal mencakup materi 1 tahun (dua semester) skor

23
dicetak lokal 20
(Kabupaten/Kota)
e. Media/ Alat Setiap membuat satu media/alat pelajaran diberi skor 5
Pelajaran
f. Laporan penelitian Setiap satu laporan diberi skor 10
dibidang Sebagai ketua 60 % dan anggota 40 %
pendidikan
g. Karya Setiap karya seni diberi skor 15
teknologi/seni
(TTG, patung, rupa,
Tari, lukis, sastra,
dll)
Skor maksimum (taksiran) : 1 buku publikasi kabupaten/kota, 1 artikel dalam jurnal
terakreditasi, 2 artikel dalam jurnal tidak terakreditasi, dan 2 artikel di koran lokal : 30 +
25 + ( 2 x 10 ) + ( 2 x 5 ) = 85

Tabel 1.2
Skor Maksimum Per Unsur Portofolio
(Sebagian merupakan skor maksimum fix dan sebagian yang lain skor maksimum taksiran)
NO. UNSUR PORTOFOLIO GURU SKOR
1. Kualifikasi akademik 525
2. Pendidikan dan pelatihan 200
3. Pengalaman mengajar 160
4. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran 160
5. Penilaian dari atasan dan pengawas 50
6. Prestasi akademik 160
7. Karya pengembangan profesi 85
8. Keikutsertaan dalam karya ilmiah 62
9. Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial 48
10. Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan 50
Jumlah 1500

Dari skor maksimal 1.500 karya pengembangan profesi memberikan


sumbangan skor 85. Hal ini sangat membantu guru yang sedang disertifikasi,
karena dari sepuluh komponen portofolio yang mensyaratkan skor minimal 850
untuk batas lulus komponen karya pengembangan profesi bisa menyumbangkan

24
skor 85. Skor 85 merupakan skor yang cukup signifikan dalam konteks sertifikasi
guru. Dan komponen karya pengembangan profesi masuk ke dalam unsur
pengembangan profesi yang meliputi: pendidikan dan pelatihan, penilaian dari
atasan dan pengawas, prestasi akademik dan karya pengembangan profesi (lihat
tabel 1.3). Unsur pengembangan profesi yang harus dikumpulkan oleh guru yang
sedang disertifikasi minimal 200 atau 150 bagi guru yang ditugaskan pada daerah
khusus. Ini berarti guru peserta sertifikasi harus memenuhi skor minimal tersebut
kalau ingin lulus dalam sertifikasi. Dan seandainya guru mampu mempersiapkan
diri dengan baik dengan menyumbangkan skor 85 dari komponen karya
pengembangan profesi tentu hal ini sangat membantu dalam mencapai skor
minimal 200 atau 150 dari unsur pengembangan profesi tersebut.
Oleh karena itu sudah saatnya kini para guru baik yang dalam waktu dekat
mau disertifikasi atau guru yang masih lama menunggu giliran untuk disertifikasi
agar siap-siap dan mulai melakukan kegiatan karya tulis ilmiah (KTI) dari
sekarang. Menurut hemat saya mempersiapkan jauh-jauh hari akan lebih baik dari
pada ketika saatnya mendekati sertifikasi baru melaksanakan karya
pengembangan profesi melalui karya tulis ilmiah. Dari perbincangan informal
saya dengan para asesor sertifikasi guru, mereka mengemukakan bahwa
penyebab yang paling banyak ketidaklulusan guru dalam sertifikasi adalah pada
unsur pengembangan profesi.

Tabel 1.3
Pengelompokan Komponen Portofolio dan Ketentuannya
A. Unsur Kualifikasi dan Tugas Pokok (minimal 300 dan semua sub unsur tidak boleh
kosong)
1. Kualifikasi akademik 525
2. Pengalaman mengajar 160
3. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran 160
Jumlah 845

25
B. Unsur Pengembangan Profesi (minimal 200 dan Guru yang ditugaskan pada daerah
khusus minimum 150)
1. Pendidikan dan pelatihan 200
2. Penilaian dari atasan dan pengawas 50
3. Prestasi akademik 160
4. Karya pengembangan profesi 85
Jumlah 495
C. Unsur Pendukung Profesi (tidak boleh nol dan maksimal 100)
1. Keikutsertaan dalam forum ilmiah 62
2. Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial 48
3. Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan 50
Jumlah 160
BATAS LULUS : 850 (57 % dari perkiraan skor maksimum)

Tabel 1.4
Jenjang Jabatan dan Pangkat Guru

No JABATAN GOL PANGKAT


1. Guru Pratama II/a Pengatur Muda
2. Guru Pratama Tk.I II/b Pengatur Muda Tk.I
3. Guru Muda II/c Pengatur
4. Guru Muda Tk.I II/d Pengatur Tk.I
5. Guru Madya III/a Penata Muda
6. Guru Madya Tk. I III/b Penata Muda Tk.I
7. Guru Dewasa III/c Penata
8. Guru Dewasa Tk.I III/d Penata Tk.I
9. Guru Pembina IV/a Pembina
10. Guru Pembina Tk.I IV/b Pembina Tk.I
11. Guru Utama Muda IV/c Pembina Utama Muda
12. Guru Utama Madya IV/d Pembina Utama Madya
13. Guru Utama IV/e Pembina Utama

D. Mengenal Jenis-Jenis Karya Tulis Ilmiah


Sebelum membahas beberapa jenis karya tulis ilmiah akan dibahas
pengertian karya tulis ilmiah. Karya tulis ilmiah adalah naskah yang membahas
suatu masalah tertentu, atas dasar konsepsi keilmuan tertentu, dengan memilih
metode penyajian tertentu secara utuh, teratur dan konsisten (Syamsudin, 1994).

26
Karya tulis ilmiah juga bisa diartikan suatu hasil atau produk manusia yang
biasanya dalam bentuk tulisan yang didasarkan pada pengetahuan, sikap dan
cara berpikir keilmuan (rasional) dan dibuktikan secara empiris. Sedangkan
menurut Suhardjono (1995), tidak semua karya tulis merupakan karya tulis imiah.
Ilmiah artinya mempunyai sifat keilmuan.
Suatu karya tulis ilmiah baru dapat disebut ilmiah apabila memenuhi tiga
syarat, yakni:
1. Isi kajiannya berada pada lingkup pengetahuan ilmiah.
2. Menggunakan metode ilmiah atau cara berpikir ilmiah.
3. Sosok penampilannya sesuai dan telah memenuhi persyaratan sebagai
suatu
tulisan keilmuan.
Sedangkan ciri-ciri karya tulis ilmaih adalah:
1. Mengikuti metode keilmuan, yaitu gabungan cara berpikir rasional dan
empiris (deduktif dan induktif).
2. Runtut, sistematis, dan akurat atau teliti.
3. Objektif, lugas, dan dapat dipercaya.
4. Dapat dikaji atau ditelitiulang dan dibuktikan.
5. Terbuka untuk umum.
Sementara itu yang dimaksud dengan pengetahuan ilmiah adalah segala
sesuatu yang kita ketahui melalui panca indera (pengetahuan) yang dihimpun
dengan metode ilmiah (Kemeny dalam The Liang Gie, 1997). Pengetahuan ilmiah
ini selanjutnya disebut dengan ”ilmu”. Ilmu adalah merupakan suatu kumpulan
pengetahuan ilmiah yang tersusun secara sistematis (the Liang Gie, 1997).
Selanjutnya berpikir ilmiah mengandung makna bahwa orang yang berpikir
ilmiah selalu memiliki sikap skeptis, analitis, dan kritis dalam menghadapi
fenomena masyarakat yang terjadi. Dengan metode ilmiah berarti ilmu
pengetahuan diperoleh dengan prosedur atau langkah-langkah dan struktur yang
rasional (the Liang Gie, 1997). Dalam kegiatan ilmiah tercermin adanya proses
kerja yang menggunakan metode keilmuan yang ditandai dengan adanya:
1. Argumentasi teoritik yang benar, sahih dan relevan.

27
2. Dukungan fakta empirik.
3. Analisis kajian yang mempertautkan antara argumentasi teoritik dengan fakta
empiris terhadap permasalahan yang dikaji.
Orang yang melakukan kegiatan ilmiah termasuk guru harus memiliki
karakter sebagai berikut:
1. Berpikir rasional, yakni dapat dibuktikan.
2. Bersifat jujur, teliti, dan kritis.
3. Bertindak sistematis, yakni runtut atau teratur.
4. Terbuka dan tanggap dalam menerima suatu teori, pendapat dan
menghargai temuan-temuan orang lain serta terbuka dalam menerima
kritik dari orang lain.
5. Memiliki rasa ingin tahu, sehingga mendorong dia untuk terus melakukan
kajian tentang suatu kebenaran melalui penelitian.
6. Tidak mudah puas terhadap suatu temuan atau pekerjaan, ini akan
mendorong dia untuk terus mencari kebenaran dan sesuatu yang lebih
baik.
7. Meyakini dan konsekuen atas netralitas ilmu terhadap nilai atau norma.
8. Berani mengungkapkan suatu kebenaran atau menyampaikan hasil
penelitiannya.
9. Berpikir obyektif, atau apa adanya, tanpa rekayasa demi kepentingan
pribadi atau golongan.
10. Tidak cepat putus asa dalam menghadapi kendala guna mengungkap
suatu kebenaran.
Karya tulis ilmiah harus berorientasi APIK, yakni:
1. Asli, artinya karya tulis yang dibuat benar-benar merupakan hasil karya
nyata sendiri, bukan hasil jiplakan. Karya tulis yang tidak asli biasanya
terdapat kejanggalan-kejanggalan pada karya tulis tersebut, seperti: lingkup
permasalahannya terlalu luas; waktu kegiatan karya tulis terlalu singkat;
disiplin yang ditulis dalam karya ilmiah tersebut terlalu berbeda dan terdapat
banyak kekeliruan dan ketidakcocokan; terdapat petunjuk adanya lokasi dan
subyek yang tidak konsisten; terdapat tanggal pembuatan yang tidak sesuai;

28
terdapat berbagai data yang tidak konsisten dan tidak akurat; dan adanya
kesamaan isi, format, gaya penulisan yang sangat mencolok dengan KTI yang
lain.
2. Perlu, artinya KTI yang dibuat memang perlu/menarik, untuk menambah
khasanah strategi pembelajaran, evaluasi atau pengembangan. Hal ini banyak
tergambar sepintas dalam latar belakang masalah. KTI banyak dikembalikan
karena: (1) Tidak jelas alasannya; (2) Yang dipermasalahkan itu-itu saja; dan (3)
Tidak menunjukkan kegiatan profesional nyata si penulis; (4) Masalah yang
dikaji terlalu luas, tidak langsung berhubungan dengan permasalahan yang
berkaitan dengan upaya pengembangan profesi si penulis; dan (5) Tulisan
yang diajukan tidak termasuk pada jenis KTI yang memenuhi syarat untuk
dapat dinilai.
3. Ilmiah, artinya kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan,
yaitu rasional, empiris dan sistematis. Rasional artinya masuk akal; empiris
artinya dapat diamati oleh indera manusia; sistematis artinya proses atau
langkah-langkahnya bersifat logis. Oleh karena itu sebagai karya ilmiah KTI
harus: permasalahan yang dikaji berada dalam khasanah keilmuan,
menggunakan kriteria kebenaran ilmiah, menggunakan metode ilmiah dan
memakai tata cara penulisan ilmiah. KTI yang tidak ilmiah dapat terlihat dari:
(1) Masalah yang dituliskan berada di luar khasanah keilmuan; (2) Latar
belakang masalah tidak jelas sehingga tidak dapat menunjukkan pentingnya
hal yang dibahas dan hubungan masalah tersebut dengan upayanya untuk
mengembangkan profesinya; (3) Rumusan masalah tidak jelas sehingga
kurang dapat diketahui apa sebenarnya yang akan diungkapkan dalam KTI-
nya; (4) Kebenarannya tidak didukung oleh kebenaran teori, kebenaran fakta
dan kebenaran analisisnya; (5) Apabila KTI-nya merupakan laporan hasil
penelitian, tampak dari metode penelitian, sampling, analisis data dan hasil
yang tidak atau kurang benar.
4. Konsisten, artinya tetap mengacu pada kerangka isi yang telah ditentukan,
yakni: Cocok dan sesuai dengan disiplin ilmu yang digeluti penulisnya.
Prosedur pengumpulan datanya benar, sehingga diperoleh data yang valid.

29
KTI yang tidak konsisten dapat terlihat dari: (1) Masalah yang dikaji tidak
sesuai dengan tugas si penulis sebagai guru; (2) Masalah yang dikaji tidak
sesuai dengan latar belakang keahlian atau tugas pokok penulisnya; dan (3)
Masalah yang dikaji tidak berkaitan dengan upaya penulis untuk
mengembangkan profesinya sebagai guru (misalnya masalah tersebut tidak
mengkaji permasalahan di bidang pendidikan yang bertujuan untuk
meningkatkan mutu siswa di kelasnya yang sesuai dengan bidang tugasnya.
Sedangkan karya tulis ilmiah yang menarik adalah:
a. Mutakhir.
b. Relevan.
c. Menyajikan solusi.
d. Bisa juga mengundang debat.
e. Ditulis dengan baik (bangun, tata bahasa, ragam, judul yang menarik).
f. Panjangnya tepat (adakah batasan jumlah kata?).

Tabel 1.5
Kriteria Penilaian PTK

NO. KRITERIA ASPEK YANG DINILAI


A. Abstrak Terlihat jelas tiga unsur pokok berikut:
a. Latar belakang dan tujuan
b. Prosedur
c. Hasil
B. Pendahuluan Terlihat unsur-unsur berikut:
a. Latar belakang (deskripsi masalah, data awal
yang menunjukkan akar terjadinya masalah,
deskripsi lokasi dan waktu, serta pentingnya
masalah dipecahkan)

30
b. Rumusan masalah
c. Tujuan
d. Manfaat
C. Kajian teori/pustaka a. Ada teori-teori terkait yang memberi arah atau
petunjuk pada pelaksanaan PTK
b. Ada usaha-usaha penulis membangun argumen
teoritis bahwa tindakan tertentu dimungkinkan
bisa meningkatkan mutu KBM
c. Pertanyaan penelitian atau hipotesis tindakan
(jika perlu)
D. Pelaksanan a. Deskripsi tahapan siklus penelitian
penelitian b. Penggunaan instrumen, usaha validasi hipotesis
tindakan, dan cara refleksi
c. Tindakan yang dilakukan bersifat: (1) Rasional,
artinya berbasis pada akar penyebab masalah;
(2) Feasible (dapat dilaksanakan, tidak
ambisius), artinya tindakan tersebut didukung
oleh faktor waktu, biaya, dan sarana/prasarana;
(3) Collaborative, artinya adanya kolaborasi
dengan teman sejawat
d. Jumlah siklus lebih dari satu
E. Hasil penelitian dan Disajikan dalam bentuk siklus dengan data lengkap
pembahasan Siklus 1
a. Perencanaan: diuraikan tindakan khas yang
dilakukan terlihat bedanya dengan
pembelajaran biasa
b. Pelaksanaan: diuraikan pelaksanaan tindakan
c. Pengamatan: disajikan hasil pengamatan dari
berbagai instrumen. Hasil autentik disajikan
d. Refleksi: berisi penjelasan tentang aspek
keberhasilan, kelemahan dan rencana
berikutnya. Mengapa berhasil (tidak), apa yang
perlu dilakukan berikutnya.
Siklus II (idem)
Siklus III (idem)
Perlu ditambahkan hal-hal yang mendasar berikut
ini:
a. Disajikan hasil perubahan (kemajuan) pada diri
peserta didik, lingkungan, dan peneliti
b. Tabel, grafik/statistik deskriptif dioptimalkan
c. Terdapat analisis data menyajikan perubahan
pada peserta didik, lingkungan kelas/sekolah
dan peneliti.
d. Triangulasi dioptimalkan untuk memvalidasi
potret proses dan hasil perubahan (kemajuan)
e. Pembahasan

31
f. Ada ulasan tentang perubahan yang dihasilkan
dari tiap siklus dan keseluruhan siklus
F. Kesimpulan dan a. Hasil riset (potret kemajuan) sesuai dengan
rekomendasi tujuan
b. Ada saran untuk riset, tujuan riset, dan hasil
riset (potret kemajuan)
c. Ada saran untuk penerapan hasil (suggestion)
G. Daftar pustaka dan a. Penulisan sesuai aturan dan konsisten
lampiran b. Kelengkapan lampiran
Sumber Dirjen Dikti 2005.

Tabel 1.6
Pengelompokan Karya Tulis Ilmiah

NO. JENIS KARYA TULIS ILMIAH PENGELOMPOKAN KARYA TULIS


ILMIAH
1. Karya tulis ilmiah hasil penelitian, Laporan hasil kegiatan ilmiah
pengkajian, survey, dan atau
evaluasi di bidang pendidikan
2. Karya tulis atau makalah yang
berisi tinjauan atau ulasan ilmiah
hasil gagasan sendiri dalam
pendidikan
3. Tulisan ilmiah populer di bidang
pendidikan dan kebudayaan yang
disebarluaskan melalui media
massa Tulisan Ilmiah
4. Prasaran yang berupa tinjauan,
gagasan, atau ulasan ilmiah yang
disampaikan dalam pertemuan
ilmiah
5. Buku pelajaran atau modul
6. Diktat pelajaran Buku
7. Karya terjemahan

1. Makalah
Makalah merupakan naskah akademik yang sistematik dan utuh yang
berupa garis-garis besar (outlines) mengenai suatu masalah tertentu, dan ditulis
dengan pendekatan satu atau lebih disiplin keilmuan tertentu, baik itu
menguaraikan pendapat, gagasan maupun pembahasan dalam rangka pemecahan

32
masalah tersebut. Makalah adalah suatu karya tulis yang disusun oleh seseorang
atau kelompok untuk membahas pokok bahasan tertentu.
Makalah memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Merupakan hasil kajian literatur atau dan laporan pelaksanaan suatu
kegiatan lapangan
b. Mendemonstrasikan pemahaman tentang suatu permasalahan teoritik yang
dikaji atau menerapkan suatu prosedur, prinsip atau teori
c. Menunjukkan kemampuan pemahaman terhadap isi dari berbagai sumber
yang dipergunakan
d. Kemampuan meramu berbagai sumber informasi dalam satu kesatuan
sintesis yang utuh.
Jenis makalah ada dua, yakni:
a. Makalah biasa (common paper). Makalah biasa menunjukkan kemampuan
seseorang terhadap permasalahan yang dibahas, makalah ini biasanya
deskriptif. Pembuat makalah akan mengemukakan berbagai teori atau
aliran atau pandangan tetang masalah yang dikaji, tetapi tidak memihak
pada salah satu teori, aliran atau pandangan dan tidak pula berargumentasi
tentang pandangan, aliran atau pendapat tersebut.
b. Makalah posisi (position paper). Dalam makalah posisi, penulis
menunjukkan posisi teoritiknya dalam suatu kajian. Pada makalah ini
penulis tidak hanya mengemukakan penguasaan suatu teori, tetapi juga
dipersyaratkan untuk menunjukkan di mana posisinya diantara teori-teori
tersebut, disertai dengan berbagai argumentasi, alasan dan teori yang
mendukungnya. Dalam makalah posisi penulis sudah melakukan evaluasi,
analisis dan sintesis.
2. Paper
Paper adalah sebutan khusus untuk makalah di kalangan para akademisi
(mahasiswa) dalam kaitan dengan pembelajaran dan pendidikannya.
3. Artikel Ilmiah
Artikel ilmiah adalah sebutan khsusus untuk makalah yang mengalami
variasi dan adaptasi tertentu, yang dipublikasikan melalui suatu jurnal ilmiah

33
atau penerbitan khusus, tanpa meninggalkan prinsip dari struktur, format,
sistimatika dan isi makalah ilmiah. Jadi artikel merupakan karya tulis yang
dimuat dalam majalah ilmiah. Majalah ilmiah dapat dibedakan menjadi empat
jenis, yakni: (1) majalah yang belum terdaftar secara nasional; (2) majalah yang
sudah terdaftar di LIPI dan mempunyai ISSN (International Standard Series
Number); (3) terakreditasi secara nasional dari DIKTI; dan (4) terakreditasi secara
internasional. Artikel yang termuat dalam majalah tersebut semakin tinggi
semakin besar angka kreditnya. Artikel bukan hanya sekedar opini, tetapi harus
didukung oleh data dan atau teori-teori. Oleh karena itu bahan tulisan artikel
umumnya berasal dari ringkasan penelitian (summary) dan atau makalah.
Format dasar dan umum dari makalah atau artikel adalah:
(a) Judul
(b) Pendahuluan/latar belakang masalah
(c) Permasalahan/rumusan masalah
(d) Kajian teori
(e) Pembahasan
(f) Penutup: kesimpulan dan saran
(g) Daftar Pustaka

4. Buku
Buku merupakan karya tulis yang dapat berupa modul, buku pelajaran,
diktat, maupun karya terjemahan. Sebagai karya ilmiah, kerangka sajian isi buku
harus memiliki kebenaran ilmiah, menarik dan mudah dipahami oleh pembaca
serta bermanfaat untuk memecahkan masalah kehidupan masyarakat dalam arti
yang luas.
a. Modul
Menurut Suharjono (1995), modul merupakan materi yang disusun dan
disajikan secara tertulis sedemikian rupa, sehingga pembaca diharapkan dapat
menyerap sendiri materi tersebut, dengan tujuan sebagai bahan pembelajaran
mandiri siswa. Sedangkan menurut Rusell dalam Suharjono (1995), Modul
merupakan suatu paket pembelajaran berkaitan dengan unit pelajaran (subject

34
matter) terkecil memuat sebuah konsep tunggal. Suatu modul merupakan upaya
untuk membelajarkan siswa secara individual dalam rangka meningkatkan
kemampuan siswa menguasai satu unit pelajaran sebelum pindah ke unit yang
lainnya.
Manfaat atau kelebihan modul antara lain: (1) memungkinkan penyajian
pembelajaran yang seragam pada kelas besar, namum landasan belajar secara
individual lebih tinggi; (2) adanya flesibilitas bagi siswa dan guru untuk
pembelajaran unit kecil pelajaran yang dapat disusun dalam suatu format yang
beraneka ragam; (3) menyiapkan kebebasan siswa yang maksimal dalam belajar
secara independen; (4) menyiapkan partisipasi aktif siswa; (5) bila digunakan
secara baik, membebaskan guru mengajar materi yang sama secara berulang-
ulang dalam suatu kelas; dan (6) dapat dirancang untuk membangkitkan interaksi
antar siswa dalam belajar.
Kerangka isi modul:
Pendahuluan:
Deskripsi singkat materi
Relevansi
Tujuan pembelajaran
Penyajian:
Judul kegiatan belajar
Uraian materi
Latihan
Rangkuman
Penutup:
Tes formatif
Umpan balik dan tindakan lanjut
b. Diktat/buku teks
Diktat adalah catatan tertulis suatu mata pelajaran atau bidang studi yang
dipersiapkan oleh guru untuk mempermudah atau memperkaya materi mata
pelajaran atau bidang studi yang disampaikannya dalam proses pembelajaran.
Biasanya diktat hanya diedarkan dalam lingkup terbatas.

35
Penyusunan diktat atau buku teks hendaknya relevan dan menunjang
pelaksanaan kurikulum yang berlaku dan mudah dipahami oleh siswa. oleh
karena itu, penyusunan diktat atau buku teks hendaknya memenuhi syarat
tertentu. Beberapa syarat diktat atau buku teks yang baik adalah:
(1) harus mempunyai landasan, prinsip dan sudut pandang tertentu yang
menjiwai atau melandasi buku teks tersebut secara keseluruhan.
(2) konsep yang digunakan harus jelas sehingga tidak terjadi salah pengertian
dan pemahaman dalam menangkap makna konsep tersebut.
(3) relevan dengan kurikulum, terutama apabila buku teks tersebut digunakan
untuk konsumsi sekolah.
(4) menarik minat siswa sebagai pemakai buku teks tersebut.
(5) menumbuhkan motivasi bagi siswa yang menyenangi dan mau mengerjakan
apa yang diinstruksikan dalam buku tersebut.
(6) menstimulasi, menantang dan menggairahkan aktivitas siswa.
(7) memiliki ilustrasi yang menarik yang sangat diperlukan guna memberikan
daya tarik bagi pembacanya.
(8) komunikatif, yaitu mudah dimengerti dan dipahami oleh pemakainya.
(9) menunjang mata pelajaran yang lain.
(10) menghargai perbedaan individu.
(11) memantapkan nilai-nilai yang berlaku dalam masuyarakat.
Sistimatika isi buku teks:
Bagian Pendahuluan:
Daftar isi
Penjalasan tujuan diktat atau buku teks
Bagian Isi:
Judul Bab atau topik isi bahasan
Penjelasan tujuan bab
Uraian isi pelajaran
Penjelasan Teori
Sajian contoh
Ringkasan

36
Soal latihan
Bagian Penunjang:
Daftar pustara
Riwayat hidup penulis
Sasaran Karya Ilmiah
Karya ilmiah pada dasarnya adalah kebenaran ilmiah yang harus
disebarluaskan oleh karena itu harus dipublikasikan. Lingkup peredarannya ada
yang terbatas di kalangan atau wilayah tertentu saja, ada pula tersebar cukup luas
melalui berbagai media massa atau jurnal-jurnal ilmiah. Terbatasnya lingkup
publikasi hasil penelitian dapat disebabkan beberapa faktor, yakni: (1) terikat
pada perjanjian kontrak, misalnya atas permintaan sponsor dana; (2) isinya
dianggap rahasia oleh kepentingan tertentu; (3) peneliti tidak merasa percaya diri
akan kegiatan ilmiah yang dilakukan termasuk penyusunan laporan hasil
penelitiannya; (4) tidak tahu atau tidak berusaha mencari tahu kemana karya
ilmiah itu harus dipublikasikan.
Sasaran publikasi karya ilmiah antara lain:
a. Atasan atau pimpinan di mana peneliti bertugas. Penyerahan ini merupakan
bentuk laporan kegiatan ilmiah.
b. Didokumentasikan dan dipublikasikan di perpustakaan di instansi peneliti
bekerja.
c. Diterbitkan dalam jurnal ilmiah yang diakui oleh lembaga di mana instansi
peneliti bekerja misalnya Dinas Pendidikan.
d. Diterbitkan dalam jurnal ilmiah yang terakreditasi olah pemerintah, misalnya
jurnal yang memiliki ISSN dan atau terakreditasi.
e. Dipublikasikan dimedia masa, baik itu lokal, regional maupun nasional.
f. Dijadikan buku dan diterbitkan oleh percetakan yang mempunyai izin
penerbitan.

37
BAB 2
PENELITIAN TINDAKAN KELAS SUATU TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian PTK
Penelitian Tindakan Kelas atau PTK (Classroom Action Research) memiliki
peranan yang sangat penting dan strategis untuk meningkatkan mutu
pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik dan benar.
Diimplementasikan dengan baik artinya pihak yang terlibat dalam PTK (guru)
mencoba dengan sadar mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan
memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam pembelajaran di kelas melalui
tindakan bermakna yang diperhitungkan dapat memecahkan masalah atau
memperbaiki situasi dan kemudian secara cermat mengamati pelaksanaannya
untuk mengukur tingkat keberhasilannya. Diimplementasikan dengan benar
artinya sesuai dengan kaidah-kaidah PTK. Upaya PTK diharapkan dapat
menciptakan sebuah budaya belajar (learning culture) di kalangan para guru. PTK
menawarkan peluang sebagai strategi pengembangan kinerja, sebab pendekatan
penelitian ini menempatkan guru sebagai peneliti, sebagai agen perubahan yang
pola kerjanya bersifat kolaboratif.
Penelitian tindakan kelas merupakan bagian dari penelitian tindakan
(action research). Dan penelitian tindakan bagian dari penelitian pada umumnya.

38
Jadi sebelum membahas penelitian tindakan perlu didefinisikan terlebih dahulu
tentang penelitian secara umum. Penelitian adalah suatu kegiatan penyelidikan
yang dilakukan menurut metode ilmiah yang sistematis untuk menemukan
informasi ilmiah dan atau teknologi baru, membuktikan kebenaran atau
ketidakbenaran hipotesis sehingga dapat dirumuskan teori dan atau proses gejala
sosial. Penelitian juga bisa diartikan kegiatan mencermati suatu objek dengan
menggunakan aturan metodologi tertentu untuk mendapatkan data atau
informasi yang bermanfaat untuk selanjutnya data tersebut dianalisis untuk dicari
kesimpulannya. Penelitian ilmiah pada dasarnya adalah usaha mencari kebenaran
perolehan makna tentang sesuatu yang dikaji. Memahami makna berarti
memahami hakikat suatu keberadaan, fakta dan kejadian-kejadian sebagai suatu
kausalitas.
Penelitian tindakan (action research) memiliki ruang lingkup yang lebih luas
dari PTK, karena obyek penelitian tindakan tidak hanya terbatas di dalam kelas,
tetapi bisa di luar kelas, seperti sekolah, organisasi, komunitas dan masyarakat.
Ada beberapa pengertian dari penelitian tindakan, antara lain:
1. Kurt Lewin: penelitian tindakan adalah suatu rangkaian langkah yang
terdiri atas empat tahap, yakni perencanaan, tindakan, pengamatan dan
refleksi.
2. Kemmis dan Mc. Taggart: penelitian tindakan adalah suatu bentuk self-
inquiry kolektif yang dilakukan oleh para partisipan di dalam situasi sosial
untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari praktek sosial atau
pendidikan yang mereka lakukan, serta mempertinggi pemahaman mereka
terhadap praktek dan situasi dimana praktek itu dilaksanakan.
3. Ebbut (1985) dalam Hopkins (1993) mengatakan penelitian tindakan adalah
kajian sistemik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh
sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam
pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-
tindakan tersebut.

39
4. Elliott (1991): penelitian tindakan sebagai kajian dari sebuah situasi sosial
dengan kemungkinan tindakan untuk memperbaiki kualitas situasi sosial
tersebut.
5. Carr & Kemmis, 1986 dalam Burns, 1999: penelitian tindakan adalah suatu
bentuk penelitian refleksif diri kolektif yang dilakukan oleh peserta-
pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan
keadilan praktek pendidikan dan praktek sosial mereka serta pemahaman
mereka terhadap praktek-praktek mereka dan terhadap situasi tempat
praktek-praktek tersebut dilakukan.
6. Hasley, 1972 dalam Cohen & Manion, 1994) berpendapat bahwa penelitian
tindakan adalah intervensi skala kecil dalam memfungsikan dunia nyata
dan pemeriksaan cermat terhadap efek dari intervensi tersebut.
7. Bogdan & Biklen, 1982 dalam Burns, 1999) menyatakan bahwa penelitian
tindakan merupakan pengumpulan informasi yang sistematik yang
dirancang untuk menghasilkan perubahan sosial.
8. Burns, 1999 mendefinisikan penelitian tindakan merupakan penerapan
penemuan fakta pada pemecahan masalah dalam situasi sosial dengan
pandangan untuk meningkatkan kualitas tindakan yang dilakukan di
dalamnya, yang melibatkan kolaborasi dan kerja sama para peneliti,
praktisi, dan orang awam.
9. Wallace, 1998 dalam Burns, 1999 menyatakan bahwa penelitian tindakan
dilakukan dengan mengumpulkan data atau informasi secara sistematis
tentang praktek keseharian dan menganalisisnya untuk dapat membuat
keputusan-keputusan tentang praktek yang seharusnya dilakukan di masa
mendatang.
10. Reason & Breadbury, 2001 berpendapat bahwa penelitian tindakan adalah
proses partisipatori, demokratis yang berkenaan dengan pengembangan
pengetahuan praktis untuk mencapai tujuan-tujuan mulia manusia,
berlandaskan pandangan dunia partisipatori yang muncul pada
momentum histori sekarang ini. Ia berusaha memadukan tindakan dengan
refleksi, teori dengan praktek, dengan menyertakan pihak-pihak lain, usaha

40
menemukan solusi praktis terhadap persoalan-persoalan yang
menyesakkan, dan lebih umum lagi demi pengembangan individu-
individu bersama komunitasnya.
Dari pengertian penelitian tindakan di atas, dapat disimpulkan tiga prinsip,
yakni (1) adanya partisipasi dari peneliti dalam suatu program atau kegiatan; (2)
adanya tujuan untuk meningkatkan kualitas suatu program atau kegiatan melalui
penelitian tindakan tersebut; dan (3) adanya tindakan (treatment) untuk
meningkatkan kualitas suatu program atau kegiatan. Mengacu pada prinsip di
atas, penelitian tindakan kelas dapat didefinisikan sebagai suatu penelitian
tindakan (action research) yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai
peneliti di kelasnya atau bersama-sama dengan orang lain (kolaborasi) dengan
jalan merancang, melaksanakan dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif
dan partisipatif yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu
(kualitas) proses pembelajaran di kelasnya melalui suatu tindakan (treatment)
tertentu dalam suatu siklus. PTK adalah penelitian tindakan yang dilakukan
dengan tujuan memperbaiki mutu praktek pembelajaran di kelas. Fokus PTK
pada siswa atau PBM yang terjadi di kelas. Tujuan utama PTK adalah untuk
memecahkan permasalahan nyata yang terjadi kelas dan meningkatkan kegiatan
nyata guru dalam kegiatan pengembangan profesinya.
Jadi dalam penelitian tindakan kelas ada tiga unsur atau konsep, yakni:
1. Penelitian adalah aktivitas mencermati suatu objek tertentu melalui
metodologi ilmiah dengan mengumpulkan data-data dan dianalisis untuk
menyelesaikan suatu masalah.
2. Tindakan adalah suatu aktivitas yang sengaja dilakukan dengan tujuan
tertentu yang berbentuk siklus kegiatan dengan tujuan untuk memperbaiki
atau meningkatkan suatu masalah dalam proses belajar mengajar.
3. Kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama menerima
pelajaran yang sama dari seorang guru.
Sedangkan menurut David Hopkins pengertian PTK adalah: ”a form of self-
reflective inquiry undertaken by participants in a social (including educational) situation
in order to improve the rationality and justice of (a) their own social or educational

41
practices, (b) their understanding of these practices, and (c) the situations in which
pratices are carried out”.
Dari definisi tersebut di atas, dalam konteks kependidikan PTK
mengandung pengertian bahwa PTK adalah sebuah bentuk kegiatan refleksi diri
yang dilakukan oleh para pelaku pendidikan dalam suatu situasi kependidikan
untuk memperbaiki rasionalitas dan keadilan tentang: (a) praktek-praktek
kependidikan mereka, (b) pemahaman mereka tentang praktek-praktek tersebut,
dan (c) situasi dimana praktek-praktek tersebut dilaksanakan. Sedangkan
menurut Rapoport (1970) dalam Hopkins (1993) mendefinisikan penelitian
tindakan kelas adalah penelitian untuk membantu seseorang dalam mengatasi
secara praktis persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat dan membantu
pencapaian tujuan ilmu sosial dengan kerja sama dalam kerangka etika yang
disepakati bersama.
Penelitian tindakan kelas termasuk penelitian kualitatif di mana uraiannya
bersifat deskriptif dalam bentuk kata-kata, peneliti merupakan instrumen utama
dalam pengumpulan data, proses sama pentingnya dengan produk. Perhatian
peneliti diarahkan kepada pemahaman bagaimana berlangsungnya suatu kejadian
atau efek dari suatu tindakan (Rochiati, 2005).
Penelitian tindakan kelas harus dilakukan di kelas yang sehari-hari diajar,
bukan kelas yang diajar oleh guru lain meskipun masih dalam satu sekolah. Hal
ini disebabkan PTK adalah suatu penelitian yang berbasis kepada kelas. Penelitian
dapat dilakukan secara mandiri, tetapi alangkah baiknya kalau dilaksanakan
secara kolaboratif, baik dengan teman sejawat, Kepala Sekolah, pengawas,
widyaiswara, dosen dan pihak lain yang relevan dengan PTK. Hasil PTK dapat
digunakan untuk memperbaiki mutu proses belajar mengajar (PBM) sesuai
dengan kondisi dan karakteristik sekolah, siswa dan guru. Melalui PTK guru
dapat mengembangkan model-model mengajar yang bervariasi, pengelolaan kelas
yang dinamis dan kondusif, serta penggunaan media dan sumber belajar yang
tepat dan memadai. Dengan penerapan hasil-hasil PTK secara berkesinambungan
diharapkan PBM di sekolah (kelas) tidak kering dan membosankan serta

42
menyenangkan siswa. Atau dengan istilah yang lebih populer adalah PAIKEM
(Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan)

B. Latar Belakang Perlunya Guru Melakukan PTK


Mutu pendidikan Indonesia dianggap oleh banyak kalangan masih rendah.
Hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator. Pertama, lulusan dari sekolah atau
perguruan tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja karena minimnya
kompetensi yang dimiliki. Kedua, peringkat Human Development Index (HDI)
Indonesia yang masih rendah (tahun 2004 peringkat 111 dari 117 negara). Ketiga,
laporan International Educational Achievement (IEA) bahwa kemampuan membaca
siswa SD Indonesia berada diurutan 38 dari 39 negara yang disurvei. Keempat,
laporan Third Matemathics and Science Study (TIMSS), lembaga yang mengukur
hasil pendidikan di dunia, bahwa kemampuan Matematika siswa SMP Indonesia
berada diurutan ke 34 dari 38 negara, sedangkan kemampuan IPA berada
diurutan ke-32 dari 38 negara (Kunandar, 2007).
Upaya peningkatan mutu pendidikan haruslah dilakukan dengan
menggerakan seluruh komponen yang menjadi sub sistem dalam suatu sistem
mutu pendidikan. Sub sistem yang pertama dan utama dalam peningkatan mutu
pendidikan adalah faktor guru. Di tangan gurulah hasil pembelajaran yang
merupakan salah satu indikator mutu pendidikan lebih banyak ditentukan, yakni
pembelajaran yang baik sekaligus bernilai sebagai pemberdayaan kemampuan
(ability) dan kesanggupan (capability) peserta didik. Tanpa guru yang dapat
dijadikan andalannya, mustahil suatu sistem pendidikan dapat mencapai hasil
sebagaimana diharapkan. Maka prasyarat utama yang harus dipenuhi bagi
berlangsungnya proses belajar mengajar yang menjamin optimalisasi hasil
pembelajaran ialah tersedianya guru dengan kualifikasi dan kompetensi yang
mampu memenuhi tuntutan tugasnya. Mutu pendidikan pada hakekatnya adalah
bagaimana proses belajar mengajar yang dilakukan guru di kelas berlangsung
dengan baik dan bermutu. Jadi mutu pendidikan ditentukan di dalam kelas
melalui PBM.

43
Untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal dibutuhkan guru yang
kreatif dan inovatif yang selalu mempunyai keinginan terus menerus untuk
memperbaiki dan meningkatkan mutu proses belajar mengajar di kelas. Karena
dengan peningkatan mutu proses belajar mengajar di kelas maka mutu
pendidikan dapat ditingkatkan. Oleh karena itu upaya untuk memperbaiki dan
meningkatkan mutu proses belajar mengajar di kelas harus selalu dilakukan.
Salah satu upaya tersebut adalah dengan melaksanakan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). Dengan PTK kekurangan atau kelemahan yang terjadi dalam proses
belajar mengajar dapat teridentifikasi dan terdeteksi, untuk selanjutnya dicari
solusi yang tepat.
Penelitian kuantitatif gagal menjawab persoalan praktis yang dihadapi
guru, sebab lebih cenderung untuk menemukan dan memformulasikan kaedah-
kaedah umum. Para pemerhati pendidikan telah menemukan alternatif penelitian
ilmiah yang secara langsung dapat memberikan sumbangan bagi peningkatan
kualitas praktek kependidikan, yaitu penelitian tindakan kelas. Pada tahun 1940
gerakan penelitian tindakan dalam pendidikan diprakarsai di Amerika Serikat.
PTK adalah sebagai metode yang penggunaannya dari guru untuk mencoba cara
baru dalam pembelajaran. Para praktisi dapat terlibat langsung dalam penelitian
dan menggunakannya dalam latar sekolah. PTK umumnya diarahkan pada
kebutuhan praktis dalam kependidikan.
Selama ini memang penelitian-penelitian pendidikan sudah banyak
dilakukan, tetapi kurang dirasakan dampaknya dalam peningkatan mutu
pembelajaran di kelas. Hal ini sekurang-kurangnya disebabkan oleh dua faktor:
Pertama, penelitian pendidikan umumnya dilakukan oleh pakar dan peneliti dari
perguruan tinggi serta lembaga penelitian yang mandiri. Oleh karena itu
meskipun kelas seringkali digunakan sebagai tempat penelitian, namun
permasalahan yang diteliti kurang dihayati oleh guru. Hal ini disebabkan guru
tidak dilibatkan secara aktif dalam penelitian tersebut, tetapi hanya dijadikan
objek penelitian semata. Kedua, penyebarluasan (diseminasi) hasil penelitian
kepada kalangan praktisi di lapangan (guru) seringkali tidak sampai, kalaupun
sampai sangat lambat. Padahal di lapangan, guru-guru banyak menemukan

44
masalah yang harus dipecahkan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu
pembelajaran di kelas. Hal ini menyebabkan perlunya dicari alternatif yakni
dengan guru melakukan penelitian dengan berkolaborasi untuk memecahkan
permasalahan pembelajaran yang dihadapi di kelas melalui Penelitian Tindakan
Kelas (PTK).
Guru banyak mengalami persoalan pembelajaran, baik itu yang
berhubungan dengan pemahaman materi, penggunaan metode, media maupun
alat evaluasi. Untuk mengatasi persoalan itu guru melakukan tindakan-tindakan
secara sistematis, terarah dalam suatu proses, sehingga ada perubahan dan
perbaikan. Usaha yang dilakukan secara sistematik dan terarah tersebut, dengan
mengkombinasikan prosedur penelitian dan tindakan yang bersifat inkuiri,
disusun dalam bentuk laporan.
Dalam PTK guru dapat meneliti sendiri terhadap praktek pembelajaran
yang dilaksanakannya di kelas, baik dilihat dari interaksi siswa dalam PBM atau
hasil pembelajaran secara reflektif. PTK dapat dilaksanakan secara terintegrasi
dengan kegiatan pembelajaran di kelas sehari-hari, sehingga tidak mengganggu
tugas pokok guru. Dalam pelaksanaannya, guru yang sedang melaksanakan PTK,
berarti meneliti aktivitasnya sendiri, di kelasnya sendiri, dengan melibatkan
siswanya sendiri, melalui langkah-langkah yang direncanakan sendiri,
dilaksanakan sendiri, dan dievaluasi sendiri. Meskipun dalam pelaksanaan PTK
memerlukan pengamat (kolaborator atau mitra), tetapi peran terbesar ada pada
guru yang berperan sebagai peneliti sekaligus pelaksana PTK. Melalui
pelaksanaan PTK, guru dapat mengadaptasi teori yang ada, untuk kepentingan
proses dan hasil pembelajaran yang lebih efektif, optimal dan fungsional. Melalui
PTK, seorang guru memperoleh pemahaman tentang apa yang harus dilakukan,
merefleksi diri untuk memahami dan menghayati nilai pendidikan dan
pembelajarannya sendiri, dapat bekerja secara kontekstual, dan mengerti sejarah
tentang pendidikan dan persekolahannya (Stephen Kemmis dan Robbin
McTaggart, The Action Research Planner, 1988).
Beberapa alasan PTK menjadi salah satu pendekatan dalam meningkatkan
atau memperbaiki mutu pembelajaran adalah: (1) merupakan pendekatan

45
pemecaham masalah yang bukan sekedar trial and error ; (2) menggarap masalah-
masalah faktual yang dihadapi guru dalam pembelajaran; (3) tidak perlu
meninggalkan tugas utamanya, yakni mengajar; (4) guru sebagai peneliti; (5)
mengembangkan iklim akademik dan profesionalisme guru; (6) dapat segera
dilaksanakan pada saat muncul kebutuhan; (7) dilaksanakan dengan tujuan
perbaikan; (8) murah biayanya; (9) disain lentur atau fleksibel; (10) analisis data
seketika dan tidak rumit; dan (11) manfaat jelas dan langsung

C. Sejarah PTK
Pada saat ini PTK berkembang dengan pesat di negara-negar maju, seperti
Amerika Serikat, Canada, Australia, Inggris dan beberapa negara maju lainnya.
Hal ini disebabkan jenis penelitian ini memiliki kekhasan dan kekhususan serta
karakteristik tersendiri dibandingkan dengan jenis penelitian pada umumnya.
PTK diyakini menawarkan cara dan prosedur baru untuk meningkatkan
profesionalisme guru dalam proses belajar mengajar di kelas, dengan melihat
berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil pembelajaran yang terjadi pada
siswa (Suyanto, 1997). PTK merupakan bagian dari penelitian tindakan (action
research), sehingga membicarakan sejarah PTK berarti membahas sejarah
penelitian tindakan.
Penelitian tindakan merupakan perkembangan baru yang muncul pada
tahun 1940-an sebagai salah satu pendekatan penelitian yang lahir di tempat kerja,
tempat di mana peneliti melakukan pekerjaan atau aktivitas sehari-hari. Misalnya,
kelas merupakan tempat penelitian bagi guru, sekolah menjadi tempat penelitian
bagi kepala sekolah, aktivitas masyarakat desa tempat penelitian bagi petugas
penyuluh masyarakat. Penelitian yang dilakukan di tempat peneliti bekerja atau
beraktivitas adalah untuk memperbaiki kinerja di mana si peneliti bekerja tanpa
harus melakukan penelitian di tempat lain. Penelitian tindakan merupakan
penelitian yang bersifat pragmatis (praktis) tanpa harus membutuhkan waktu
khusus. Penelitian tindakan dilakukan bersamaan ketika si peneliti sedang bekerja
atau beraktivitas di tempat kerjanya, tanpa mengganggu secara berarti
pekerjaannya tersebut.

46
Akhir-akhir ini action research menjadi populer dilakukan oleh para
profesional dalam upaya menyelesaikan masalah dan peningkatkan mutu.
Dengan demikian action research bermula dari suatu masalah yang terjadi dalam
suatu aktivitas tertentu. Demikian juga halnya di bidang pendidikan dan
pengajaran. Awal mulanya action research yang dikembangkan oleh seorang
psikolog yang bernama kurt Lewin yang dimaksudkan untuk mencari
penyelesaian terhadap sosial antara lain; pengangguran, kenakalan remaja yang
berkembang di masyarakat pada waktu itu. Action research dilakukan dengan
diawali oleh suatu kajian terhadap suatu problema tersebut secara sistematis.
Hasil kajian ini kemudian dijadikan dasar untuk menyusun suatu rencana kerja
sebagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam proses pelaksanaan dan
rencana kerja yang telah disusun, dilakukan suatu observasi dan evaluasi yang
hasilnya digunakan sebagai masukkan untuk melakukan refleksi atas apa yang
terjadi ada saat pelaksanaan. Hasil dari preses seleksi ini kemudian melandasi
upaya perbaikan dan penyempurnaan rencana tindakan selanjutnya.
Penelitian tindakan adalah cara suatu kelompok atau seseorang dalam
mengorganisasi suatu keadaan, sehingga mereka dapat mempelajari pengalaman
mereka dan membuat pengalaman mereka dapat diakses oleh orang lain
(Sukardi, 2007). Dalam prakteknya, penelitian tindakan dapat dilakukan baik
secara kelompok maupun perseorangan dengan harapan pengalaman mereka
dapat ditiru atau diakses untuk memperbaiki kualitas kinerja orang lain. Secara
praktis, penelitian tindakan pada umumnya sangat tepat untuk meningkatkan
kualitas subyek yang hendak diteliti. Subyek penelitian tindakan ini dapat berupa
kelas maupun sekelompok orang yang bekerja di industri atau lembaga sosial lain
yang berusaha meningkatkan kulitas kinerja.
Dilihat dari aspek sejarah, penelitian tindakan pertama kali dikembangkan
oleh seorang psikolog sosial yang bernama Kurt Lewin. Lewin dipandang sebagai
tokoh penelitian tindakan, terutama untuk bidang psikologi sosial dan
pendidikan. Di tempat kerjanya, dia mengembangkan model penelitian selama
beberapa tahun yang kemudian terkenal sebagai action research, yaitu serangkaian
eksperimen terhadap komunitas masyarakat pada waktu itu di negara Amerika

47
Serikat pada masa pasca perang. Penelitian tiindakan dilakukan Lewin, utamanya
berkaitan dengan pekerjaannya dalam bermacam-macam konteks perumahan
terpadu. Penelitian tindakan yang emansipatoris berhubungan dengan gerakan
sosial di bidang pendidikan (Kemis, 1993). Hal ini sebagai ekspresi dari aspirasi
nyata dan praktis untuk mendorong perubahan di dunia sosial (pendidikan)
menjadi lebih baik, dengan melakukan tindakan-tindakan perbaikan sosial
bersama, kemudian memahami bersama makna tindakan-tindakan ini, dan
berbagai situasi tempat tindakan-tindakan perbaikan ini dilaksanakan.
Menurut Kemmis (1993) penelitian tindakan di bidang pendidikan
meningkat dari penelitian yang sifatnya amatiran atau penelitian orang kumuh
menjadi penelitian yang profesional pada dekade tahun 1970-an, terutama di
kalangan yang menaruh perhatian terhadap isu-isu pendidikan dan yang
memahami betapa kompleksnya kaitan antara gagasan-gagasan dengan
kehidupan, antara teori dengan praktek, antar ahli kemasyarakatan dengan orang
awam, padahal mereka hidup dan bekerja di dalam satu dunia (pendidikan).
Dalam bidang pendidikan, khsusunya kegiatan pembelajaran Action
research berkembang menjadi Classroom Action research (CAR). Sebagai suatu
penelitian terapan, PTK sangat bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan proses
dan kualitas atau pembelajaran di kelas. Dengan melaksanakan tahapan-tahapan
PTK, guru dapat menemukan penyelesaian bagi masalah yang terjadi di kelasnya
sendiri, dan bukan di kelas guru yang lain. Tentu saja dengan menerapkan
berbagai ragam teori dan teknik pembelajaran yang relevan secara kreatif. Selain
itu sebagai peneliti praktis, PTK dilaksanakan bersamaan guru melaksanakan
tugas utama, yakni mengajar di kelas, tanpa harus meninggalkan siswanya di
kelas. Dengan demikian PTK merupakan suatu penelitian yang melekat pada
guru, yaitu mengangkat masalah-masalah aktual yang dialami oleh guru di
lapangan. Dengan melaksanakan PTK diharapkan guru memiliki peran ganda,
yaitu sebagai praktisi sekaligus peneliti.
PTK di Indonesia baru dikenal pada akhir dekade 80-an. Oleh karenanya
keberadaannya belum terlalu di kenal luas dan mapan. Keberadaannya sebagai
salah satu jenis penelitian masih sering menjadikan pro dan kontra, terutama jika

48
dikaitkan bobot keilmiahannya. Di Indonesia, penelitian tindakan kelas mulai
muncul ke permukaan pada waktu upaya-upaya perbaikan mutu pendidikan
dicanangkan, seperti proyek guru SD melalui Pendidikan Guru Sekolah Dasar
(PGSD). Mereka belajar melalui program-program studi ke-SD-an dan reguler
pada Program Pascasarjana LPTK seperti di Universitas Negeri Jakarta (UNJ),
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Negeri Malang dan beberapa
LPTK lainnya. Dan yang menggembirakan dewasa ini banyak tesis dan disertasi
di beberapa LPTK sudah mengangkat PTK sebagai kajian dalam tesis dan
disertasinya. Kondisi ini sungguh positif dan menggembirakan, mengingat hasil
dari PTK ini dapat memberikan jawaban langsung terhadap permasalahan yang
dihadapi guru dalam proses belajar mengajar di kelas.

D. Ciri-Ciri PTK
Ciri-ciri penelitian tindakan kelas dapat dibedakan menjadi dua, yakni ciri-
ciri umum dan ciri-ciri khusus. Ciri-ciri umum antara lain (Cohen dan Manion,
1980 dengan modifikasi penulis):
1. Situasional, kontekstual, berskala kecil, praktis, terlokalisasi dan secara
langsung relevan dengan situasi nyata dalam dunia kerja. Ia berkenaan dengan
diagnosis suatu masalah dalam konteks tertentu dan usaha untuk
memecahkan masalah dalam konteks tersebut. Subyeknya bisa siswa di kelas,
petatar di kelas penataran, mahasiswa dan dosen di ruang kuliah dan lain
sebagainya.
2. Memberikan kerangka kerja yang teratur kepada pemecahan masalah praktis.
Penelitian tindakan kelas juga bersifat empiris, artinya ia mengandalkan
observasi nyata dan data perilaku.
3. Fleksibel dan adaptif dan oleh karenanya memungkinkan adanya perubahan
selama masa percobaan dan pengabaian pengontrolan karena lebih
menekankan sifat tanggap dan pengujicobaan serta pembaharuan di tempat
kejadian atau pelaksanaan PTK.
4. Partisipatori karena peneliti dan/atau anggota tim peneliti sendiri ambil
bagian secara langsung atau tidak langsung dalam melakukan PTK

49
5. Self-evaluation, yaitu modifikasi secara kontinyu yang dievaluasi dalam situasi
yang ada, yang tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan mutu
pembelajaran dengan cara tertentu.
6. Perubahan dalam praktik didasari pengumpulan informasi atau data yang
memberikan dorongan untuk terjadinya perubahan.
7. Secara ilmiah kurang ketat karena kesahihan internal dan eksternalnya lemah
meskipun diupayakan untuk dilakukan secara sistematis dan ilmiah.
Sedangkan ciri-ciri khusus dari penelitian tindakan kelas adalah
(Whitehead, 2003):
1. Dalam penelitian tindakan kelas ada komitmen pada peningkatan pendidikan.
Komitmen tersebut memungkinkan setiap yang terlibat unttuk memberikan
andil yang berarti demi tercapainya peningkatan yang mereka sendiri dapat
ikut rasakan.
2. Dalam penelitian tindakan kelas ada maksud jelas untuk melakukan intervensi
ke dalam dan peningkatan pemahaman dan praktek seseorang serta untuk
menerima tanggung jawab dirinya sendiri.
3. Pada penelitian tindakan kelas melekat tindakan yang berpengetahuan,
berkomitmen, dan bermaksud. Tindakan dalam PTK direncanakan
berdasarkan hasil refleksi kritis terhadap praktek terkait berdasarkan nilai-
nilai yang diyakini kebenarannya. Tindakan dalam PTK juga dilakukan atas
dasar komitmen kuat dan keyakinan bahwa situasi dapat diubah ke arah
perbaikan.
4. Dalam penelitian tindakan kelas dilakukan pemantauan sistemik untuk
menghasilkan data atau informasi yang valid. Mengingat hasil penting PTK
adalah pemahaman yang lebih baik terhadap praktek dan pemahaman tentang
bagimana perbaikan ini telah terjadi, maka pengumpulan datanya harus
sistematik, sehingga peneliti dapat mengetahui arah perbaikannya dan juga
dalam hal apa pembelajaran (learning) telah terjadi.
5. Penelitian tindakan kelas melibatkan deskripsi otentik tentang tindakan.
Deskripsi di sini bukan penjelasan, melainkan rangkaian cerita tentang
kegiatan yang telah terjadi dan biasanya dalam bentuk laporan.

50
6. Perlunya validasi. Dalam hal ini melibatkan: (1) pembuatan pernyataan, (2)
pemeriksaan kritis terhadap pernyataan lewat pencocokan dengan bukti, dan
(3) pelibatan pihak lain dalam proses validasi. Validasi terjadi dalam beberapa
tingkatan, yakni: (1) validasi diri, yaitu penjelasan yang diberikan peneliti
tentang praktek atau kegiatan yang telah dilaksanakan; (2) validasi sejawat,
yaitu pemeriksaan kritis terhadap bukti oleh teman sejawat, sehingga dapat
dihindari penyampuradukan deskripsi dengan penjelasan, data dengan bukti
dan menyediakan kompensasi bagi kelemahan karena kurang lengkapnya
catatan; dan (3) validasi publik, yaitu upaya meyakinkan publik tentang
kebenaran klaim peneliti.
E. Karakteristik dan Tujuan PTK
PTK berbeda dengan penelitian formal (konvensional) pada umumnya.
PTK memiliki beberapa karakteristik, yakni:
1. On-the job problem oriented (masalah yang diteliti adalah masalah riil atau
nyata yang muncul dari dunia kerja peneliti atau yang ada dalam
kewenangan atau tanggung jawab peneliti). Dengan demikian PTK
didasarkan pada masalah yang benar-benar dihadapi guru dalam proses
belajar mengajar di kelas.
2. Problem-solving oriented (berorientasi pada pemecahan masalah). PTK yang
dilakukan oleh guru dilakukan sebagai upaya untuk memecahkan masalah
yang dihadapi oleh guru dalam PBM di kelasnya melalui suatu tindakan
(treatment) tertentu sebagai upaya menyempurnakan proses pembelajaran
di kelasnya. PTK akan dilaksanakan jika guru sejak awal dan dini
menyadari ada permasalahan dalam praktek pembelajaran sehari-hari yang
dihadapi guru. Jika guru merasa bahwa apa yang dilakukannya di kelas
dalam PBM tidak bermasalah, maka PTK tidak diperlukan. Dengan kata
lain PTK diperlukan jika guru merasa ada yang tidak beres dalam PBM di
kelas dan ia merasa perlu untuk memperbaiki secara profesional.
3. Improvement-oriented (berorientasi pada peningkatan mutu). PTK
dilaksanakan dalam kerangka untuk memperbaiki atau meningkatkan
mutu PBM yang dilakukan oleh guru di kelasnya. Dengan peningkatan

51
mutu PBM, pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pendidikan secara
makro. PTK bertujuan memperbaiki atau meningkatkan kualitas
pembelajaran dengan asumsi bahwa semakin baik kualitas proses
pembelajaran maka semakin baik pula hasil belajar yang dicapai siswa
4. Ciclic (siklus). Konsep tindakan (action) dalam PTK diterapkan melalui
urutan yang terdiri dari beberapa tahap berdaur ulang (cyclical). Siklus
dalam PTK terdiri dari empat tahapan, yakni perencanaan tindakan,
melakukan tindakan, pengamatan atau observasi dan analisis atau refleksi.
5. Action oriented. Dalam PTK selalu didasarkan pada adanya tindakan
(treatment) tertentu untuk memperbaiki PBM di kelas. Jadi tindakan dalam
PTK adalah sebagai alat atau cara untuk memperbaiki masalah dalam PBM
yang dihadapi guru di kelas. Perbedaan yang menonjol antara PTK dengan
penelitian-penelitian lainnya adalah harus ada perbaikan tindakan yang
dirancang untuk mengatasi masalah yang dihadapi saat itu dalam konteks
dan situasi saat itu pula. Tindakan (action) itu benar-benar dimaksudkan
untuk mengatasi masalah yang dihadapi, bukan untuk mengembngkan
atau menguji sebuah teori, dan juga tidak dimaksudkan untuk mencari
solusi yang berlaku umum di setiap situasi dan kondisi. Jadi tidak perlu
ada generalisasi hasil PTK. Di samping adanya tindakan, dalam PTK
tindakan yang dilakukan tadi harus ditelaah: kelebihan dan
kekurangannya, pelaksanaannya, kesesuaiannya dengan tujuan semula,
penyimpangan yang terjadi selama pelaksanaan. Telaah terhadap tindakan
ini dilakukan pada saat pengamatan atau observasi.
6. Pengkajian terhadap dampak tindakan. Dampak dari tindakan yang
dilakukan harus dikaji apakah sesuai dengan tujuan, apakah memberikan
dampak positif lain yang tidak diduga sebelumnya, atau bahkan
menimbulkan dampak negatif yang merugikan peserta didik.
7. Specifics contextual. Aktivitas PTK dipicu oleh permasalahan praktis yang
dihadapi oleh guru dalam PBM di kelas. Permasalahan dalam PTK adalah
permasalahan yang sifatnya spesifik kontekstual dan situasional sesuai
dengan karakteristik siswa dalam kelas tersebut. Oleh karena itu dalam

52
PTK berbeda dengan penelitian pada umumnya, misalnya penelitian
survei, eksperimen, deskripsi dan beberapa jenis penelitian lainnya. Dalam
PTK analisisnya, populasi dan sampelnya tidak terlalu canggih
sebagaimana penelitian pada umumnya. Metodologi dalam PTK bersifat
longgar dan fleksibel tidak terlalu mengedepankan pembakuan instrumen.
Namun sebagai kajian ilmiah pengumpulan data dalam PTK tetap
dilakukan dengan menekankan obyektivitas. Tujuan PTK bukan
menemukan pengetahuan baru yang dapat digeneralisasikan, tetapi
bersifat pragmatis dan praktis, yakni memperbaiki atau meningkatkan
mutu PBM di kelas. Solusi terhadap masalah-masalah yang digarap di
dalam suatu kegiatan PTK tidak untuk digeneralisasi secara langsung. Jadi,
setiap masalah yang muncul harus segera dicarikan solusinya untuk saat
itu dan untuk kondisi dan konteks saat itu pula. Tidak harus menunggu
suatu cara penyelesaian yang dapat berlaku umum di setiap situasi, kondisi
dan konteks. Namun, demikian tidak berarti bahwa PTK tidak dapat
menemukan solusi yang bersifat general. Dari kegiatan PTK yang
berkesinambungan dan terorganisasi dengan baik, maka pola situasi umum
untuk beberapa masalah akan muncul atau nampak, sehingga generalisasi
hasil suatu kegiatan PTK mungkin juga dicapai tetapi setelah melalui
beberapa kegiatan PTK.
8. Partisipatory (collaborative). PTK dilaksanakan secara kolaboratif dan
bermitra dengan pihak lain, seperti teman sejawat. Jadi dalam PTK perlu
ada partisipasi dari pihak lain yang berperan sebagai pengamat. Hal ini
diperlukan untuk mendukung obyektivitas dari hasil PTK. Kolaborasi
dalam pelaksanaanya, seperti antara guru dengan rekan sejawat, guru
dengan kepala sekolah, guru dengan widyaiswara, guru dengan dosen dan
guru dengan pengawas.
9. Peneliti sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi. Kegiatan
penting lainnya dalam PTK adalah adanya refleksi. Dalam refleksi ini
banyak hal yang harus dilakukan, yaitu mulai dari mengevaluasi tindakan
sampai dengan memutuskan apakah masalah itu tuntas atau perlu

53
tindakan lain dalam siklus berikutnya. Refleksi adalah merenungkan apa
yang sudah kita kerjakan baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
Sebenarnya kegiatan refleksi ini sering dilakukan guru tanpa guru itu
menyadarinya. Sebagai contoh refleksi yang sering dilakukan oleh seorang
guru adalah pada saat seorang guru mengeluhkan tingkah laku negatif
seorang siswa atau sekelompok siswa di dalam kelas ketika proses belajar
mengajar sedang berlangsung. Keluhan tersebut bisa disampaikan kepada
teman guru lain atau Kepala Sekolah bahkan kepada dirinya sendiri. Guru
tersebut mungkin mendapatkan tanggapan langsung atau sama sekali
tidak mendapat tanggapan. Muncul tidaknya tanggapan itu mungkin
disebabkan oleh beberapa hal. Bagi guru yang memberikan tanggapan
mungkin keluhan itu juga dirasakannya, sehingga muncul diskusi tentang
keluhan negatif itu. Tetapi kemungkinan lain untuk guru yang
memberikan tanggapan itu adalah justru keluhan tersebut tidak pernah
dialaminya, sehingga hal ini memunculkan rasa penasaran pada guru yang
memiliki keluhan tadi. Dengan melakukan kegiatan refleksi menyebabkan
munculnya berbagai pertanyaan pada diri seorang guru, seperti: jangan-
jangan ia mengajar kurang baik, atau jangan-jangan ia penampilannya
kurang disukai siswa, atau jangan-jangan siswa merasa bosan dengan
pelajaran yang ia ajarkan, atau jangan-jangan siswa kurang tertarik kepada
pelajaran itu, atau jangan-jangan........, atau jangan-jangan.......dan
seterusnya. Jadi sebenarnya guru sering sekali melakukan kegiatan refleks.
Permasalahannya apakah ketika guru melakukan refleksi terhadap apa
yang terjadi dalam PBM di kelasnya itu guru tersebut tertarik untuk
mencari solusinya dengan melakukan kegiatan PTK atau keluhan-keluhan
tersebut berlalu begitu saja.
10. Dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus dimana
dalam satu siklus terdiri dari tahapan perencanaan (planning), tindakan
(action), pengamatan (observation), dan refleksi (reflection) dan selanjutnya
diulang kembali dalam beberapa siklus.
Sedangkan tujuan dari PTK adalah:

54
(1) Untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas yang
dialami langsung dalam interaksi antara guru dengan siswa yang sedang
belajar, meningkatkan profesionalisme guru, dan menumbuhkan budaya
akademik dikalangan para guru. Mutu pembelajaran dapat dilihat dari
meningkatnya hasil belajar siswa, baik yang bersifat akademis yang
tertuang dalam nilai ulangan harian (formatif), ulangan tengah semester
(sub sumatif) dan ulangan akhir semester (sumatif) maupun yang bersifat
non akademis, seperti motivasi, perhatian, aktivitas, minat dan lain
sebagainya.
(2) Peningkatan kualitas praktek pembelajaran di kelas secara terus menerus
mengingat masyarakat berkembang secara cepat
(3) Peningkatan relevansi pendidikan, hal ini dicapai melalui peningkatan
proses pembelajaran.
(4) Sebagai alat traning in-service, yang memperlengkapi guru dengan skill dan
metode baru, mempertajam kekuatan analitisnya dan mempertinggi
kesadaran dirinya.
(5) Sebagai alat untuk memasukkan pendekatan tambahan atau inovatif
terhadap sistem pembelajaran yang berkelanjutan yang biasanya
menghambat inovasi dan perubahan.
(6) Peningkatan mutu hasil pendidikan melalui perbaikan praktek
pembelajaran di kelas dengan mengembangkan berbagai jenis
keterampilan dan meningkatnya motivasi belajar siswa.
(7) Meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan.
(8) Menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah,
sehingga tercipta sikap proaktif dalam melakukan perbaikan mutu
pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan.
(9) Peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan, peningkatan atau perbaikan
proses pembelajaran di samping untuk meningkatkan relevansi dan mutu
hasil pendidikan juga ditujukkan untuk meningkatkan efisiensi
pemanfaatan sumber-sumber daya yang terintegrasi di dalamnya.

55
F. Out Put dan Pentingnya PTK
Sedangkan out put dari PTK adalah: (1) peningkatan atau perbaikan
terhadap kinerja belajar siswa di sekolah; (2) peningkatan atau perbaikan terhadap
mutu proses pembelajaran di kelas; (3) peningkatan atau perbaikan terhadap
kualitas penggunaan media, alat bantu belajar dan sumber belajar lainnya; (4)
peningkatan atau perbaikan terhadap kualitas prosedur dan alat evaluasi yang
digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar siswa; (5) peningkatan atau
perbaikan terhadap masalah-masalah pendidikan anak di sekolah; dan (6)
peningkatan atau perbaikan kualitas penerapan kurikulum dan pengembangan
kompetensi siswa di sekolah.
Sedangkan pentingnya PTK bagi guru adalah: (1)membuat guru peka dan
tanggap terhadap dinamika pembelajaran di kelas; (2) meningkatkan kinerja guru;
(3) guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang
dalam terhadap apa yang terjadi di kelas; (4) PTK tidak mengganggu tugas pokok
guru, artinya kegiatan PTK memungkinkan guru mengadakan penelitian
terhadap kegiatan pembelajaran tanpa harus meninggalkan kegiatan utamanya
sebagai pengajar dan pendidik; dan (5) guru menjadi kreatif; (6) dengan
melaksanakan PTK berarti guru telah menerapkan pengajaran yang reflektif
(reflectif teaching), artinya guru secara sadar, terencana, dan sistematis melakukan
refleksi atau perenungan terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan
dan menyempurnakan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan; (7) Dengan
melaksanakan PTK, guru dapat segera memikirkan cara memecahkan masalah
yang dihadapinya ketika melaksanakan proses pembelajaran; (8) Kegiatan PTK
dapat menjembatani kesenjangan antara teori dengan fakta empiris.

G. Fokus dan Komponen PTK


Penelitian tindakan kelas berfokus pada kelas atau proses belajar mengajar
yang terjadi di dalam kelas dan bukan pada input kelas, seperti silabus dan
materi. PTK harus tertuju pada hal-hal yang terjadi di dalam kelas. Pengertian
kelas dalam PTK tidak hanya terbatas pada kelas yang sedang aktif
melangsungkan proses belajar mengajar di dalam suatu ruangan tertutup saja,

56
tetapi dapat juga terjadi ketika siswa sedang melaksanakan aktivitas di luar kelas,
seperti ketika siswa sedang karya wisata (study tour), di laboratorium, di kebun, di
masyarakat dan berbagai tempat lainnya.
Obyek yang menjadi fokus penelitian tindakan kelas antara lain:
1. Siswa, dapat dicermati ketika siswa tersebut sedang melaksanakan aktivitas di
kelas, lapangan, laboratorium, bengkel, kebun, lingungan sekitar dam lain
sebagainya;
2. Guru, dapat dicermati ketika sedang mengajar di kelas, sedang membimbing
siswa yang sedang karya wisata (study tour), sedang mendampingi siswa yang
sedang melakukan penelitian sederhana dan berbagai aktivitas guru yang
berkaitan dengan proses belajar mengajar, baik di dalam ruangan kelas
maupun di luar ruangan kelas;
3. Media atau alat peraga pendidikan, dapat dicermati ketika guru sedang
menggunakan media atau alat peraga dalam proses belajar mengajar;
4. Hasil pembelajaran, dapat dicermati peningkatan hasil belajar siswa, baik yang
bersifat akademis maupun non akademis sebagai salah satu indikator mutu
atau kualitas proses belajar mengajar;
5. Sistem evaluasi dan hasil pembelajaran; dan
6. Lingkungan, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Sedangkan komponen
yang dapat dijadikan kajian PTK adalah siswa, guru, materi pelajaran, media
atau alat peraga, hasil pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan
pengelolaan proses belajar mengajar.

H. Prinsip dan Manfaat PTK


Prinsip dalam pelaksanaan PTK adalah sebagai berikut:
1. Tidak boleh mengganggu PBM dan tugas mengajar.
2. Tidak boleh terlalu menyita waktu.
3. Metodologi yang digunakan harus tepat dan terpercaya.
4. Masalah yang dikaji benar-benar ada dan dihadapi guru.
5. Memegang etika kerja (minta izin, membuat laporan, dll).

57
6. PTK bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu proses belajar
mengajar.
7. PTK menjadi media guru untuk berpikir kritis dan sistematis.
8. PTK menjadikan guru terbiasa melakukan aktivitas yang bernilai akademik
dan ilmiah.
9. PTK hendaknya dimulai dari permasalahan pembelajaran yang sederhana,
kongkrit, jelas dan tajam.
10. Pengumpulan data atau informasi dalam PTK tidak boleh terlalu banyak
menyita waktu dan terlalu rumit, karena dikhawatirkan dapat
mengganggu tugas utama guru sebagai pengajar dan pendidik.
Manfaat PTK dapat dilihat dari dua aspek, yakni aspek akademis dan
aspek praktis.
1. Manfaat aspek akademis adalah untuk membantu guru menghasilkan
pengetahuan yang sahih dan relevan bagi kelas mereka untuk
memperbaiki mutu pembelajaran dalam jangka pendek.
2. Manfaat praktis dari pelaksanaan PTK antara lain (1) merupakan
pelaksanaan inovasi pembelajaran dari bawah. Peningkatan mutu dan
perbaikan proses pembelajaran yang dilakukan guru secara rutin
merupakan wahana pelaksanaan inovasi pembelajaran. Oleh karena itu
guru perlu selalu mencoba untuk mengubah, mengembangkan dan
meningkatkan pendekatan, metode, maupun gaya pembelajaran sehingga
dapat melahirkan suatu model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi
dan karakteristik kelas. (2) pengembangan kurikulum di tingkat sekolah,
artinya dengan guru melakukan PTK maka guru telah melakukan
implementasi kurikulum dalam tataran praktis, yakni bagaimana
kurikulum itu dikembangkan dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi,
sehingga kurikulum dapat berjalan secara efektif melalui proses
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

I. Kelebihan dan Kekurangan PTK

58
Penelitian tindakan kelas sebagaimana jenis penelitian lainnya, memiliki
kelebihan dan kelemahan. Dengan mengetahui dan memahami kelebihan dan
kelemahan tersebut, diharapkan peneliti dapat mengurangi atau mengantisipasi
kekurangan tersebut dan mampu mengoptimalkan kelebihan tersebut. Shumsky
(1982) dalam Suwarsih (2006) menyatakan bahwa kelebihan PTK adalah sebagai
berikut:
1. Kerja sama dalam PTK menimbulkan rasa memiliki.
2. Kerja sama dalam PTK mendorong kreativitas dan pemikiran kritis dalam hal
ini guru yang sekaligus sebagai peneliti.
3. Melalui kerja sama kemungkinan untuk berubah meningkat.
4. Kerja sama dalam PTK meningkatkan kesepakatan dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi.
Sedangkan kelemahan dari PTK adalah sebagai berikut:
1. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam teknik dasar PTK pada
pihak peneliti (guru). Penelitian tindakan kelas yang lazimnya dilakukan oleh
guru, pelatih, pengelola, pengawas, Kepala Sekolah, widyaiswara dan pihak-
pihak lainnya yang selalu peduli akan ketimpangan atau kekurangan yang ada
dalam situasi kerjanya dan berkehendak untuk memperbaikinya. Karena para
praktisi ini biasanya berurusan dengan hal-hal yang praktis, mereka kurang
dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan tentang teknik dasar PTK.
Hal ini diperparah oleh perasaan bahwa kegiatan penelitian hanya layak
dilakukan oleh masyarakat kampus yang bergelut dengan kegiatan ilmiah,
sehingga para praktisi (guru) pada umumnya kurang tertarik untuk
melakukan penelitian.
2. Berkenaan dengan waktu. Karena PTK memerlukan komitmen peneliti untuk
terlibat dalam prosesnya, faktor waktu ini dapat menjadi kendala yang cukup
besar. Hal ini disebabkan belum optimalnya pembagian waktu antara untuk
kegiatan rutinnya dengan aktivitas PTK. Oleh karena itu dibutuhkan
kemampuan mengelola waktu yang optimal, sehingga kegiatan rutin dan
aktivitas penelitian dapat dilaksanakan secara efektif, sebab pada hakekatnya
kegiatan PTK dapat dilakukan bersama-sama tanpa saling mengganggu

59
dengan tugas rutin (mengajar). Di samping itu perlu juga ditanamkan
keinginan atau komitmen yang tinggi untuk melakukan perubahan. Pada
umumnya orang menentang perubahan, karena perubahan berarti kerja keras,
dan perubahan melalui PTK benar-benar menuntut penyediaan tenaga, pikiran
dan waktu serta sikap yang baru. Selama orang merasa sudah mapan dengan
situasi kerjanya, selama itu pula mereka diajak untuk berubah, padahal PTK
menghendaki dan menuntut sikap guru untuk berubah melalui tindakan-
tindakan baru yang kreatif dan inovatif dalam pembelajaran di kelas. Oleh
karena itu dibutuhkan persyaratan-persyaratan tertentu agar memiliki
tindakan ke arah perbaikan, yakni: (1) kesediaan untuk mengakui kekurangan
diri; (2) kesempatan yang memadai untuk menemukan sesuatu yang baru; (3)
dorongan untuk mengemukakan gagasan baru; (4) waktu yang tersedia untuk
melakukan percobaan; dan (5) kepercayaan timbal balik antara pihak-pihak
yang terlibat dalam PTK;

J. Empat Aspek Pokok dalam Penelitian Tindakan Kelas


Menurut Kemmis dan Mc Taggart (1998), penelitian tindakan kelas
dilakukan melalui proses yang dinamis dan komplementari yang terdiri dari
empat ”momentum” essensial, yaitu:

1. Penyusunan Rencana
Perencanaan adalah mengembangkan rencana tindakan yang secara kritis
untuk meningkatkan apa yang telah terjadi. Rencana penelitian tindakan kelas
hendaknya tersusun dan dari segi definisi harus prospektif pada tindakan,
rencana itu harus memandang ke depan. Rencana PTK hendaknya cukup fleksibel
untuk dapat diadaptasikan dengan pengaruh yang tidak dapat diduga dan
kendala yang belum kelihatan. Perencanaan disusun berdasarkan masalah dan
hipotesis tindakan yang diuji secara empirik sehingga perubahan yang
diharapkan dapat mengidentifikasi aspek dan hasil PBM, sekaligus mengungkap
faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan tindakan.

60
Rencana PTK hendaknya disusun berdasarkan kepada hasil pengamatan
awal yang refleksif. Misalnya dalam pengajaran Bahasa Indonesia, guru peneliti
hendaknya melakukan pengamatan awal terhadap situasi kelas dalam konteks
situasi sekolah secara umum. Dari sini guru peneliti akan mendapatkan gambaran
umum tentang masalah yang ada. Kemudian bersama kolaborator atau mitra
peneliti melakaukan pengamatan terhadap proses pembelajaran di kelas, dengan
perhatian dicurahkan pada perilaku guru yang terkait dengan upaya membantu
siswa belajar Bahasa Indonesia dan perilaku siswa selama proses pembelajaran
berlangsung. Misalnya, peneliti (guru) bersama kolaborator mencatat hal-hal
berikut: (1) bagaimana guru melibatkan siswa-siswanya dari awal (ketika
membuka pelajaran); (2) bagaimana guru membantu siswa-siswanya dalam: (a)
memahami isi atau pesan teks, (b) belajar berkomunikasi dengan menggunakan
ungkapan-ungkapan yang telah diprelajari, (c) mengatasi kesulitan belajarnya
atau meningkatkan partisipasinya dalam proses pembelajaran; (3) bagaimana
guru mengelola kelas, yaitu dalam mengatur tempat duduk siswa, mengontrol
penerangan, mengatur suaranya, mengatur pemberian giliran, mengatur kegiatan;
(4) bagaimana guru berpakaian; (5) bagaimana siswa menanggapi upaya-upaya
guru; dan (6) hal-hal lain yang secara teoritis perlu dicatat karena relevan dengan
pelaksanaan PTK.
Hasil pengamatan awal terhadap proses yang terjadi dalam situasi yang
ingin diperbaiki dituangkan dalam bentuk catatan-catatan lapangan lengkap yang
menggambarkan dengan jelas cuplikan atau episode proses pembelajaran dalam
situasi yang akan ditingkatkan atau diperbaiki. Kemudian catatan-catatan
lapangan tersebut dicermati bersama untuk melihat masalah-masalah yang ada
dan aspek-aspek apa yang perlu ditingkatkan untuk memecahkan masalah yang
terjadi dalam proses belajar mengajar.
2. Tindakan
Tindakan yang dimaksud di sini adalah tindakan yang dilakukan secara
sadar dan terkendali, yang merupakan variasi praktek yang cermat dan bijaksana.
Praktek diakui sebagai gagasan dalam tindakan dan tindakan itu digunakan
sebagai pijakan bagi pengembangan tindakan-tindakan berikutnya, yaitu

61
tindakan yang disertai niat untuk memperbaiki keadaan. Salah satu perbedaan
antara penelitian tindakan dan penelitian biasa adalah bahwa penelitian tindakan
diamati. Pelakunya mengumpulkan bukti tentang tindakan mereka agar dapat
sepenuhnya menilainya. Untuk mempersiapkan evaluasi, sebelum bertindak
mereka memikirkan jenis bukti yang akan diperlukan untuk mengevaluasi
tindakannya yang kritis.
PTK didasarkan atas pertimbangan teoritis dan empirik agar hasil yang
diperoleh berupa peningkatan PBM optimal. Pelaksana PTK adalah guru kelas
yang bersangkutan dengan berkolaborasi dengan pihak lain (teman sejawat). Hal
yang dilakukan adalah tindakan yang telah direncanakan.
3. Observasi
Observasi berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh tindakan terkait.
Observasi itu berorientasi ke masa yang akan datang, memberikan dasar bagi
refleksi sekarang, lebih-lebih lagi ketika putaran sekarang ini berjalan. Observasi
yang cermat diperlukan karena tindakan selalu akan dibatasi oleh keadaan
realitas, dan semua kendala itu belum pernah dapat dilihat dengan jelas pada
waktu yang lalu. Observasi perlu direncanakan dan juga didasarkan dengan
keterbukaan pandangan dan pikiran serta bersifat responsif . Objek obeservasi
adalah seluruh proses tindakan terkait, pengaruhnya (yang disengaja dan tidak
disengaja), keadaan dan kendala tindakan direncanakan dan pengaruhnya, serta
persoalan lain yang timbul dalam konteks terkait. Observasi dalam PTK adalah
kegiatan pengumpulan data yang berupa proses perubahan kinerja PBM.
4. Refleksi
Refleksi adalah mengingat dan merenungkan suatu tindakan persis seperti
yang telah dicatat dalam observasi. Refleksi berusaha memahami proses, masalah,
persoalan, dan kendala yang nyata dalam tindakan strategis. Refleksi
mempertimbangkan ragam perspektif yang mungkin ada dalam suatu situasi dan
memahami persoalan serta keadaan tempat timbulnya persoalan itu. Refleksi
biasanya dibantu oleh diskusi di antara peneliti dan kolaborator. Melalui diskusi,
refleksi memberikan dasar perbaikan rencana. Refleksi memiliki aspek evaluatif-
refleksi meminta peneliti PTK untuk menimbang-nimbang pengalamannya untuk

62
menilai apakah pengaruh (persoalan yang timbul) memang diinginkan, dan
memberikan saran-saran tentang cara-cara untuk meneruskan pekerjaan. Refleksi
(perenungan) merupakan kegiatan analisis, interpretasi dan eksplanasi
(penjelasan) terhadap semua informasi yang diperoleh dari observasi atas
pelaksanaan tindakan.
Dalam refleksi ada beberapa kegiatan penting, seperti:
a. Merenungkan kembali mengenai kekuatan dan kelemahan dari tindakan yang
telah dilakukan.
b. Menjawab tentang penyebab situasi dan kondisi yang terjadi selama
pelaksanaan tindakan berlangsung.
c. Memperkirakan solusi atas keluhan yang muncul.
d. Mengidentifikasi kendala atau ancaman yang mungkin dihadapi.
e. Memperkirakan akibat dan implikasi dari tindakan yang direncanakan.
Kegiatan refleksi itu terdiri atas empat aspek kegiatan, yaitu:
a. Analisis data hasil observasi.
b. Pemaknaan data hasil analisis.
c. Penjelasan hasil analisis.
d. Penyimpulan apakah masalah itu selesai teratasi atau tidak. Jika teratasi
berapa persen yang teratasi dan berapa persen yang belum. Jika ada yang
belum teratasi, apakah perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya atau tidak. Jadi
dalam refleksi akan ditentukan apakah penelitian itu berhenti di situ atau
diteruskan.

Tabel 2.1
Perbedaan Pokok antara Penelitian Formal dengan Penelitian Tindakan Kelas
No. Perbedaan Penelitian Formal PTK
1. Keahlian yang Keahlian dibidang prosedur Tidak dibutuhkan
dibutuhkan dan statistika inferensial keterampilan khusus
prosedur penelitian dan
statistika
2. Tujuan riset Menghasilkan pengetahuan Menghasilkan
yang dapat digeneralisasikan pengetahuan yang dapat
diterapkan langsung

63
3. Masalah riset Masalah riset diidentifikasi Masalah riset bersifat
dari riset sebelumnya. on-the-job, artinya
Masalah riset tidak terkait terkait dengan bidang
dengan masalah pekerjaan pekerjaan
4. Studi pustaka Studi pustaka dilakukan Sumber-sumber
secara cermat pada literatur sekunder sudah cukup,
primer. Studi pustaka digunakan untuk
dilakukan untuk memperoleh memperoleh gambaran
pemahaman yang tinggi umum terhadap
terhadap masalah masalah yang diteliti
5. Teknik Teknik pengambilan sampel Tidak dibutuhkan
pengambilan secara cermat untuk teknik pengambilan
sampel mendapatkan sampel yang sampel. Semua siswa
representatif dijadikan subyek
penelitian
6. Desain riset Riset dirancang secara cermat Riset dirancang secara
untuk mengontrol variabel- agak longgar sebab
variabel luar yang bisa peneliti sendiri terlibat
mengacau. Misalnya ada langsung
kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan
7. Prosedur Pengukuran harus valid dan Digunakan pengukuran-
pengukuran reliabel pengukuran standar
8. Analisis data Analisis data sangat Analisis data lebih
kompleks, digunakan uji test sederhana digunakan
signifikansi statistik statistik deskriptif, lebih
inferensial menekankan
signifikansi praktis dari
pada teoritis atau
statistik
9 Penerapan hasil Lebih menekankan Lebih menekankan
penerapan hasil untuk riset- penerapan praktis yang
riset selanjutnya. Ingin langsung dapat
menggeneralisasikan temuan diterapkan. Ingin
penelitian menyajikan resep
pemecahan masalah
Sumber: Borg (1993) dengan modifikasi penulis.

K. Etika Guru Sebagai Peneliti


Ketika seorang guru melakukan penelitian tindakan kelas ada hal-hal yang
perlu dipegang sebagai etika seorang peneliti, yakni:
a. Meminta kepada orang-orang, panitia, atau yang berwenang persetujuan
dan izin.

64
b. Ajaklah kawan-kawan sejawat terlibat dan berpartisipasi dalam penelitian
tindakan kelas.
c. Terhadap teman sejawat yang tidak terlibat, perhatikan pendapat mereka.
d. Penelitian berlangsung terbuka dan transparan, saran-saran diperhatikan,
dan kawan sejawat diperbolehkan mengajukan protes.
e. Catatan dan deskripsi kegiatan hendaknya relevan, akurat dan adil.
f. Wawancara, pertemuan, atau tukar pendapat tertulis hendaknya
memperhatikan pandangan lain, relevan, akurat dan adil.
g. Rujukan langsung, rujukan observasi, rekaman, keputusan, kesimpulan,
atau rekomendasi hendaknya mendapat izin atau otoritas kutipan.
h. Laporan disusun untuk kepentingan yang berbeda, seperti lembaga peneliti
bekerja, untuk jurnal, media massa, orang tua murid dan pihak-pihak lain
yang terkait.
i. Semua mitra penelitian mengetahui dan menyetujui prinsip-prinsip kerja
sebelum PTK berlangsung
j. Hak melaporkan kegiatan dan hasil penelitian, apabila sudah disetujui oleh
para mitra peneliti dan laporan tidak bersifat melecehkan siapa pun yang
terlibat, maka laporan tidak boleh diveto atau dilarang karena alasan
kerahasiaan (Kemmis dan Taggart dalam Hopkins 1993 dengan
penyesuaian penulis).

65
BAB 3
LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PTK

Sebelum membahas secara rinci langkah-langkah dalam PTK perlu dibahas


organisasi PTK artinya siapa-siapa yang akan dijadikan kolaborator atau mitra
dalam pelaksanaan PTK nanti. Dengan demikian sebelum pelaksanaan PTK
berlangsung pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan PTK mengetahui dan
memahami perannya masing-masing. Guru sebagai peneliti dalam PTK harus
memilih dan menentukan siapa yang akan menjadi mitra atau kolaborator dalam
PTK yang akan dilaksanakan. Pihak-pihak yang memungkinkan untuk dijadikan
mitra atau kolaborator dalam pelaksanaan PTK antara lain: tewan sejawat guru
(peneliti), Kepala Sekolah, pengawas, widyaiswara, dosen dan pihak-pihak lain
yang memiliki relevansi dalam PTK. Apabila yang menjadi mitra atau kolaborator
PTK adalah teman sejawat atau Kepala Sekolah yang sama-sama bertugas di
sekolah yang akan dijadikan subyek pelaksanaan PTK, hal itu akan
memungkinkan lancarnya penelitian. Hal ini karena kedekatan tempat dan
hubungan akan memudahkan koordinasi.
Peran apa yang akan dilakukan masing-masing perlu didiskusikan dan
disepakati terlebih dahulu. Guru yang melaksanakan proses belajar mengajar di
kelas yang menjadi tugasnya (guru kelas), adalah berperan sebagai peneliti
sedangkan teman sejawatnya yang mengajar di kelas yang berbeda berperan
sebagai pengamat (kolaborator atau mitra) peneliti. Sebagai contoh, Bapak Ferry

66
mengajar di kelas VI SD dan ingin melakukan penelitian di kelasnya maka ia
berperan sebagai peneliti sedangkan teman sejawatnya, Bapak Ridwan yang
mengajar di kelas yang berbeda (kelas V SD) sebagai pengamat (kolaborator atau
mitra) PTK. Dan hal ini bisa dilaksanakan secara bergantian. Untuk guru yang
berbasis mata pelajaran bisa dilaksanakan pada kelas yang berbeda untuk mata
pelajaran yang sama. Sebagai contoh, Bapak Daden mengajar mata pelajaran
Bahasa Inggris di kelas XA dan Bapak Midi mengajar mata pelajaran Bahasa
Inggris di kelas XIB. Ketika PTK dilaksanakan di kelas XA, maka posisi Bapak
Daden sebagai peneliti yang melaksanakan proses belajar mengajar dan Bapak
Midi sebagai pengamat (kolaborator atau mitra). Sedangkan ketika PTK
dilaksanakan di kelas XIB, maka posisi bapak Midi sebagai peneliti yang
melaksanakan proses belajar mengajar dan bapak Daden sebagai pengamat
(kolaborator atau mitra).
Guru yang berposisi sebagai peneliti di dalam kelasnya harus memberikan
pemahaman (coaching) kepada guru yang berposisi sebagai pengamat (kolaborator
atau mitra). Pemahaman tersebut terutama tentang aspek-aspek pembelajaran
yang perlu mendapatkan perhatian karena menjadi fokus permasalahan yang
diteliti, implementasi tindakan (treatment) yang dijadikan solusi untuk
memecahkan permasalahan PTK, aktivitas dan perhatian siswa dalam PBM dan
aspek-aspek lain yang relevan dengan PTK.
Posisi antara guru sebagai peneliti dan guru sejawat sebagai pengamat
(kolaborator atau mitra) adalah setara, sehingga perlu bekerja sama secara
kolaboratif dan partisipatif. Berkolaborasi artinya antara guru yang berperan
sebagai peneliti dan guru sejawat yang berperan sebagai pengamat (kolaborator
atau mitra) harus saling bersinergi satu sama lain untuk sama-sama
menyukseskan pelaksanaan PTK. Dengan demikian tujuan PTK yakni untuk
meningkatkan mutu proses belajar mengajar dapat tercapai. Partisipasi artinya
masing-masing pihak berkontribusi secara optimal sesuai dengan peran dan
tugasnya masing-masing secara proposional dan profesional. Secara partisipatif
tim PTK akan bekerja sama, mulai dari tahap orientasi dilanjutkan dengan
menyusun perencanaan berikut persiapan-persiapan yang diperlukan,

67
pelaksanaan tindakan dalam siklus pertama, diskusi-diskusi yang bersifat analitik
dilakukan setelah pelaksanaan tindakan, kemudian melakukan refleksi atas
semua aktivitas yang telah berlangsung dalam siklus pertama, untuk kemudian
merencanakan tahap modifikasi, koreksi atau pembetulan atau penyempurnaan
pembelajaran dalam siklus kedua dan seterusnya.
Timbul suatu pertanyaan mengapa dalam PTK diperlukan pengamat
(kolaborator atau mitra). Pelaksanaan PTK diperlukan pengamat (kolaborator atau
mitra) karena dalam PTK peneliti dalam hal ini guru berfungsi ganda artinya guru
sebagai peneliti sekaligus sebagai subyek penelitian yang melaksanakan proses
belajar mengajar yang di-PTK-kan. Dengan demikian kalau tidak ada pengamat
(kolaborator atau mitra) maka dikhawatirkan akan terjadi subyektivitas atau bias
terhadap hasil penelitian. Dalam rangka menghindari hal tersebut di atas maka
dalam pelaksanakan PTK perlu adanya proses trianggulasi yang salah satunya
adalah melalui kehadiran pengamat (kolaborator atau mitra).
Langkah-langkah pelaksanaan PTK bervariasi, namum secara pokok
adalah:
A. Mengidentifikasi dan Analisis Masalah
1. Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup masalah yang dapat dijadikan garapan PTK antara lain:
(a) Metode mengajar, mungkin mengganti metode konvensional
(tradisional) dengan metode penemuan.
(b) Stretegi belajar, misalnya menggunakan pendekatan integratif pada
pembelajaran daripada satu guru mengajar saja.
(c) Prosedur evaluasi, misalnya meningkatkan metode dalam penilaian
kontinu.
(d) Penanaman maupun perubahan sikap dan nilai, mungkin
mendorong timbulnya sikap yang lebih positif terhadap beberapa
aspek kehidupan.
(e) Pengembangan profesionalisme guru, misalnya meningkatkan
keterampilan mengajar, mengembangkan metode mengajar yang

68
baru, menambahkan kemampuan analisis, atau meningkatkan
kesadaran diri.
(f) Pengelolaan dan kontrol, pengenalan bertahap pada teknik
modifikasi perilaku.
(g) Administrasi, menambahkan efisiensi aspek tertentu dari
administrasi sekolah.

2. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah hendaknya dilakukan oleh peneliti. Beberapa kriteria
dalam menentukan masalah PTK adalah: (1) Masalah apa yang akan diteliti; (2)
masalah benar-benar terjadi dalam proses belajar mengajar di kelas; (3) penting
dan bermanfaat untuk meningkatkan mutu PBM; (4) masalah harus penting bagi
orang yang mengusulkannya dan sekaligus signifikan dilihat dari segi
pengembangan lembaga; (5) masalah hendaknya dalam jangkauan penanganan,
baik dari segi tenaga, biaya dan waktu; (6) pernyataan masalah harus
mengungkap beberapa dimensi fundamental mengenai penyebab dan akibat,
sehingga pemecahannya dapat dilakukan berdasarkan hal-hal yang fundamental
pula, bukan atas dasar fenomena yang dangkal; (7) Alasan mengapa penelitian
tersebut dilakukan; (8) Cara yang akan digunakan untuk menemukan jawaban
dari suatu masalah tersebut; (9) jangan mengangkat permasalahan yang guru
tidak mungkin dapat menyelesaikannya karena di luar jangkauan tugas guru.
Misalnya bagaimana meningkatkan kondisi sosial ekonomi orang tua siswa; dan
(10) Pilihlah fokus penelitian yang spesifik dan terbatas yang dapat dicari
solusinya dalam waktu singkat.
Kesepuluh kriteria di atas dapat dikategorikan dalam empat perspektif
dalam mengukur suatu kelayakan masalah:
a. Perspektif keilmuan, yakni berguna bagi pengembangan teori suatu ilmu.
b. Perspektif metode keilmuan, yakni mengembangkan metode keilmuan.
c. Perspektif kepentingan dan kegunaannya, yakni nilai praktis dari
penelitian.

69
d. Perspektif teknis dan situasional, yakni mengembangkan cara atau teknik
tertentu sesuai dengan situasi yang dihadapi.
3. Analisis Masalah
Analisis masalah perlu dilakukan untuk mengetahui dimensi-dimensi
problem yang mungkin ada untuk mengidentifikasi aspek-aspek pentingnya dan
untuk memberikan penekanan yang memadai. Analisis masalah melibatkan
berbagai jenis kegiatan, tergantung pada kesulitan yang ditunjukkan dalam
pertanyaan masalahnya: analisis sebab akibat tentang data penelitian yang
tersedia, atau mengamankan data pendahuluan untuk terlibat dalam penelitian
tentang masalahnya. Kegiatan-kegiatan ini dapat dilakukan melalui diskusi antara
peneliti dan kolaborator (teman sejawat).
Di dalam menganalisi masalah untuk PTK ini guru harus ingat bahwa tidak
semua topik penelitian dapat diangkat sebagai topik PTK. Dalam kegiatan
pembelajaran di kelas, guru dapat mencermati masalah-masalah apa yang dapat
dijadikan PTK. Ada empat aspek yang dapat dijadikan masalah dalam PTK, yaitu
(1) masalah yang berkaitan dengan pengelolaan kelas; (2) masalah proses belajar-
mengajar; (3) Masalah pengembangan atau penggunaan sumber-sumber belajar;
dan (4) masalah yang berkaitan dengan wahana peningkatan personal dan
profesional.
Masalah PTK yang dikaitkan dengan pengelolaan kelas dapat dilakukan
dalam rangka: (1) meningkatkan kegiatan belajar-mengajar; (2) meningkatkan
partisipasi siswa dalam belajar; (3) menerapkan pendekatan belajar-mengajar
inovatif; dan (4) mengikutsertakan pihak ketiga dalam proses belajar-mengajar.
Masalah PTK yang dikaitkan dengan proses belajar mengajar dapat dilakukan
dalam rangka: (1) menerapkan berbagai metode mengajar; (2) mengembangkan
kurikulum; (3) meningkatkan peranan siswa dalam belajar; dan (4) memperbaiki
metode evaluasi. Masalah PTK yang dikaitkan dengan pengembangan atau
penggunaan sumber-sumber belajar dapat dilakukan dalam rangka
pengembangan pemanfaatan: (1) model atau alat peraga; (2) sumber-sumber
lingkungan; dan (3) peralatan tertentu. Masalah PTK sebagai wahana peningkatan
personal dan profesional dapat dilakukan dalam rangka: (1) meningkatkan

70
hubungan antara siswa, guru, dan orang tua; (2) meningkatkan “konsep diri”
siswa dalam belajar; (3) meningkatkan sifat dan kepribadian siswa; dan (4)
meningkatkan kompetensi guru secara profesional. Jadi, masalah PTK yang
dipilih hendaknya memenuhi kriteria “dapat diteliti”, dapat “ditindaki”, dan
“ditindaklanjuti”.

4. Teknik Mencari Permasalahan


Teknis mencari permasalahan dengan pertanyaan:
(1) Apa yang sekarang sedang terjadi?;
(2) Apakah yang sedang berlangsung itu mengandung permasalahan?;
(3) Apa yang dapat saya lakukan untuk mengatasinya?;
(4) Saya ingin memperbaiki apa?;
(5) Saya mempunyai gagasan yang ingin saya cobakan di kelas saya;
(6) Apa yang dapat saya lakukan dengan hal semacam itu
5. Beberapa Permasalahan yang bisa dijadikan PTK
Beberapa permasalahan dalam aspek pembelajaran yang dapat dijadikan
kajian PTK, antara lain:
(2) Rendahnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran mata pelajaran
X;
(3) Metode pembelajaran yang kurang tepat;
(4) Perhatian anak terhadap PBM Matematika rendah;
(5) Media pembelajaran yang tidak ada/kurang;
(6) Sistem penilaian yang tidak/kurang sesuai;
(7) Motivasi belajar siswa yang rendah;
(8) Rendahnya kemandirian belajar siswa;
(9) Siswa datang terlambat ke sekolah;
(10) Desain dan strategi pembelajaran di kelas, misalnya masalah pengelolaan
dan prosedur pembelajaran, implementasi dan inovasi dalam metode
pembelajaran (misalnya penggantian metode mengajar tradisional
dengan metode mengajar baru), interaksi di dalam kelas (misalnya

71
penggunaan strategi pembelajaran yang didasarkan pada pendekatan
terpadu);
(11) Penanaman dan pengembangan sikap serta nilai-nilai, misalnya
pengembangan pola berpikir ilmiah dalam diri siswa;
(12) Alat bantu, media dan sumber belajar, misalnya masalah penggunaan
media, perpustakaan, dan sumber belajar di dalam atau di luar kelas;
(13) Bagaimana meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk belajar?;
(14) Bagaimana mengajak siswa agar di kelas mereka benar-benar aktif belajar
(aktif secara mental maupun fisik, aktif berpikir)?;
(15) Bagaimana menghubungkan materi pembelajaran dengan lingkungan
kehidupan siswa sehari-hari agar mereka dapat menggunakan
pengetahuan dan pemahamannya mengenai materi itu dalam kehidupan
sehari-hari dan tertarik untuk mempelajarinya karena mengetahui
manfaatnya?;
(16) Bagaimana memilih strategi pembelajaran yang paling tepat untuk
membelajarkan materi?;
(17) Bagaimana melaksanakan pembelajaran kooperatif?;
(18) dan permasalahan PTK lainnya.
Permasalahan dalam PTK juga dapat didekati dari faktor input, proses dan
out put. Masalah yang berkaitan dengan input dapat bersumber dari siswa, guru,
sumber belajar, materi pelajaran, prosedur evaluasi, dan lingkungan belajar.
Masalah yang berkaitan dengan proses kegiatan belajar mengajar dapat
bersumber dari: interaksi belajar mengajar, keterampilan bertanya guru atau
siswa, gaya mengajar, cara belajar, dan implementasi metode pembelajaran.
Masalah yang berkaitan dengan output dapat bersumber dari: hasil belajar siswa,
daya ingat siswa, sikap negatif siswa, dan motivasi rendah.
Contoh masalah: siswa datang terlambat: Gejala keterlambatan harus dicari
bukti-buktinya; berapa lama terlambat; berapa siswa yang terlambat; apa alasan
terlambat; latar belakang atau penyebab terlambat (bangun kesiangan, jarak antar
rumah dengan sekolah jauh, susah mendapatkan kendaraan, dan lalu lintas
diperjalanan macet). Tindakan apa yang tepat diambil guru untuk memecahkan

72
masalah tersebut di atas? (penyebab kesatu: bangun kesiangan, penyebab kedua:
jarak antara rumah dan sekolah jauh, penyebab ketiga: susah mendapatkan
kendaraan dan penyebab keempat: lalu lintas diperjalanan macet).
Tindakan yang harus dikerjakan guru: (1) keempat penyebab terlambat di
atas tidak dapat di atasi oleh guru; (2) Guru tidak berdaya membangunkan siswa,
mengubah jarak, mengatasi masalah kendaraan, dan kemacetan lalu lintas; (3)
Tindakan yang dipilih oleh guru harus yang dilakukan oleh siswa, bukan oleh
orang lain, seperti orang tuanya; (4) Hal yang bisa guru lakukan adalah mengubah
cara mengajar dengan metode yang lebih menarik, sehingga siswa memaksa diri
untuk bangun pagi tidak datang terlambat ke sekolah dan dapat mengikuti
pelajaran yang menyenangkan
6. Sumber Masalah PTK
Sumber masalah PTK antara lain:
(1) Masalah yang berkaitan dengan input dapat
bersumber dari: siswa, guru, sumber belajar, materi pelajaran, prosedur
evaluasi, dan lingkungan belajar;
(2) Masalah yang berkaitan dengan proses kegiatan
belajar mengajar dapat bersumber dari: interaksi belajar mengajar,
keterampilan bertanya guru/siswa, gaya mengajar, cara belajar dan
implementasi metode pembelajaran; dan
(3) Masalah yang berkaitan dengan out put dapat
bersumber dari: hasil belajar siswa, daya ingat siswa, sikap negatif siswa dan
motivasi rendah

B. Merumuskan Masalah
Setelah diidentifikasi, masalah perlu dirumuskan. Masalah PTK adalah
kesenjangan antara keadaan yang diharapkan/diinginkan/teoritis/das sollen
dengan keadaan nyata/empiris/praktis/das sein. Kesenjangan itu hendaknya
dideskripsikan untuk dapat merumuskan masalahnya. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam perumusan masalah adalah: (1) Dirumuskan secara jelas; (2)
Menggunakan kalimat tanya dengan mengajukan alternatif tindakan yang akan

73
dilakukan; (3) Dapat diuji secara empirik; dan (4) Mengandung deskripsi tentang
kenyataan yang ada dan keadaan yang diinginkan; (5) disusun dalam bahasa yang
jelas dan singkat; (6) Jelas cakupannya; dan (7) Memungkinkan untuk dijawab
dengan mempergunakan metode atau teknik tertentu.

C. Merumuskan Hipotesis Tindakan


Hipotesis dalam penelitian tindakan bukan hipotesis perbedaan atau
hubungan melainkan hipotesis tindakan. Rumusan hipotesis tindakan memuat
tindakan yang diusulkan untuk menghasilkan perbaikan yang diinginkan. Untuk
sampai pada pemilihan tindakan yang tepat, peniliti dapat mulai dengan
menimbang prosedur-prosedur yang mungkin dapat dilaksanakan agar perbaikan
yang diinginkan dapat dicapai. Dalam hal ini peniliti hendaknya mencari
masukan dari orang-orang yang terkait dengan masalah penelitian.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan hipotesis
tindakan adalah:
(1) Diskusikan rumusan hipotesis tindakan dengan mitra peneliti;
(2) Pelajari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan di bidang ini;
(3) Memuat Tindakan yang diusulkan untuk menghasilkan perbaikan yang
diinginkan;
(4) Tetapkan berbagai alternatif tindakan pemecahan masalah;
(5) Pilih tindakan yang paling menjanjikan hasil terbaik dan dapat dilakukan oleh
guru;
(6) Tentukan cara untuk dapat menguji hipotesis tindakan; dan
(7) Dalam menentukan tindakan peneliti bisa berdiskusi dengan teman sejawat,
ahli, buku, atau hasil penelitian.
Contoh hipotesis tindakan: Situasinya adalah kelas yang siswa-siswanya
sangat lamban dalam memahami teks bacaan. Berdasarkan analisis masalah,
peneliti menyimpulkan bahwa mereka memiliki kebiasaan membaca yang salah
dalam memahami makna bahan bacaannya, dan bahwa ”kesiapan pengalaman”:

74
untuk memahami konteks perlu ditingkatkan. Hipotesis tindakannya adalah: bila
kebiasaan membaca yang salah dibetulkan lewat teknik-teknik perbaikan yang
tepat dan ”kesiapan pengalaman” untuk memahami konteks bacaan ditingkatkan,
maka para siswa akan meningkatkan kecepatan membacanya. Dalam masalah
evaluasi guru dapat melakukan tindakan untuk meningkatkan cara-cara evaluasi
yang dapat memberikan dampak pada peningkatan pembelajaran siswa.
D. Membuat Rencana Tindakan dan Pemantauannya
Rencana tindakan merupakan tindakan pembelajaran kelas yang tersusun
dan dari segi definisi harus prospektif atau memandang ke depan pada tindakan
dengan memperhitungkan peristiwa-peristiwa tak terduga, sehingga
mengandung sedikit resiko. Maka rencana tindakan perlu flkesibel agar dapat
diadaptasikan dengan pengaruh yang tak dapat terduga dan kendala yang
sebelumnya tidak terlihat. Tindakan yang telah direncanakan harus disampaikan
dengan dua pengertian. Pertama, tindakan kelas mempertimbangkan resiko yang
ada dalam perubahan dinamika kehidupan kelas dan mengakui adanya kendala
nyata, baik yang bersifat material maupun yang bersifat non material dalam kelas.
Kedua, tindakan-tindakan dipilih karena memungkinkan peneliti bertindak secara
lebih efektif dalam tahapan-tahapan pembelajaran, lebih bijaksana dalam
memperlakukan siswa, dan cermat dalam memenuhi kebutuhan dan
perkembangan belajar siswa.
Berdasarkan rumusan masalah (termasuk mencakup penyebab timbulnya
masalah), peneliti (guru) mencoba mencari cara untuk memperbaiki atau
memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian guru akan merancang tindakan
perbaikan yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam
merancang suatu tindakan perbaikan peneliti (guru) dapat: (1) mengacu pada
teori yang relevan; (2) bertanya kepada orang yang ahli terkait dengan masalah
penelitian tersebut. Ahli tersebut mungkin ahli pembelajaran, ahli bidang studi
atau ahli penilaian; (3) berkonsultasi dengan pengawas atau widyaiswara.
Pada prinsipnya tindakan yang direncanakan hendaknya: (1) membantu
peneliti (guru) dalam: mengatasi kendala pembelajaran di kelas, bertindak secara
lebih tepat guna dalam kelas, dan meningkatkan keberhasilan pembelajaran di

75
dalam kelas; (2) membantu peneliti (guru) menyadari potensi baru untuk
melakukan tindakan guna meningkatkan kualitas kerja. Dalam proses
perencanaan, peneliti (guru) harus berkolaborasi dengan sejawat melalui diskusi
untuk membahas bahasa apa yang akan dipakai dalam menganalisis dan
meningkatkan pemahaman dan tindakan dalam kelas.
Tindakan yang dipilih dapat disebutkan sebagai suatu nama tindakan
(treatment) (misalnya penugasan siswa membaca materi pelajaran 10 menit
sebelum pembelajaran dimulai) atau dalam bentuk penggunaan salah satu bentuk
media pembelajaran (misalnya penggunaan peta konsep, penggunaan lingkungan
sekitar sekolah, penggunaan sungai, dan seterusnya), atau dapat pula dalam
bentuk suatu strategi pembelajaran (misalnya strategi pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw atau STAD atau TGT atau GI, strategi pembelajaran berbasis masalah
dan seterusnya).
Rencana PTK hendaknya disusun berdasarkan hasil pengamatan awal
refleksi terhadap pembelajaran kelas. Misalnya, jika anda guru Matematika, anda
akan melakukan pengamatan terhadap situasi pembelajaran kelas anda dalam
konteks situasi sekolah secara umum dan mendeskripsikan hasil pengamatan.
Dari sini akan mendapatkan gambaran umum tentang masalah yang ada.
Kemudian anda meminta seorang guru Matematika lain sebagai kolaborator
untuk melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran yang anda lakukan
di kelas anda. Selama mengamati, kolaborator memusatkan perhatiannya pada
perilaku anda sebagai guru dalam upaya membantu siswa belajar Matematika
dan perilaku siswa selama proses pembelajaran berlangsung serta suasana
pembelajarannya. Misalnya hal-hal yang perlu dicatat meliputi: (1) bagaimana
guru melibatkan siswa-siswanya dari awal pembelajaran (ketika membuka
pelajaran); (2) bagaimana guru membantu siswa-siswanya dalam memahami
konsep atau materi pelajaran, membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam
memahami materi pelajaran atau pasif; (3) bagaimana guru mengelaola kelas,
yaitu dalam mengatur tempat duduk, mengatur penerangan, mengatur suaranya,
mengatur pemberian giliran dan mengatur kegiatan; (4) bagaimana guru
berpakaian; (5) bagaimana siswa menanggapi upaya-upaya yang dilakukan guru

76
dalam pembelajaran; (6) suasana kelas; dan (7) hal-hal penting lainnya yang perlu
dicatat. Hasil pengamatan awal terhadap proses tersebut dituangkan dalam
bentuk catatan-catatan lapangan lengkap (cuplikannya dapat disajikan dalam
laporan penelitian yang menggambarkan dengan jelas proses pembelajaran dalam
situasi nyata).
Kemudian anda bersama kolaborator memeriksa catatan-catatan lapangan
sebagai data awal secara cermat untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang
ada dan aspek-aspek apa yang perlu ditingkatkan untuk memecahkan masalah
praktis tersebut. Berdasarkan hasil kesepakatan terhadap pencermatan data awal
dan kajian teoritis yang relevan, anda bersama kolaborator menyusun rencana
tindakan, sebagai panduan pelaksanaan tindakannya. Rencana tindakan perlu
dilengkapi dengan pernyataan tentang indikator-indikator peningkatan yang
akan dicapai. Misalnya indikator untuk peningkatan keterlibatan siswa adalah
peningkatan jumlah siswa yang melakukan sesuatu dalam pembelajaran, seperti
bertanya, mengusulkan pendapat, mengungkapkan kesetujuan, mengungkapkan
ketidaksetujuan dan lain sebagainya.
Rencana tindakan hendaknya memuat informasi tentang hal-hal sebagai
berikut: (1) Menentukan materi yang akan di-PTK-kan; (2) Pemilihan metode
mengajar yang akan digunakan; (3) Apa yang diperlukan untuk menentukan
kemungkinan terpecahnya masalah yang telah dirumuskan (4) menentukan alat-
alat dan teknik yang diperlukan untuk mengumpulkan bukti atau data; (5)
Rencana perekaman atau pencatatan data dan pengolahannya; dan (6) Rencana
untuk melaksanakan tindakan dan evaluasi hasilnya. Alternatif tindakan yang
akan dilakukan untuk memecahan masalah harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut: (1) argumentasi logis terhadap pilihan tindakan; (2) kesesuaian dengan
masalah penelitian; (3) kemutakhirannya; (4) keberhasilannya dalam penelitian
sejenis; dan (5) berdasarkan teori atau wawancara dengan ahli
Contoh: masalah PTK adalah pertanyaan guru yang tidak terjawab oleh
siswa oleh siswa. Hasil analisis menunjukkan bahwa pertanyaan yang disusun
guru terlampau panjang dan kurang jelas. Di samping itu, guru sering langsung
meminta jawaban setelah mengajukan pertanyaan, dan kadang-kadang langsung

77
mengarahkan pertanyaan itu kepada siswa tertentu, sehingga siswa yang lain
tidak memperhatikan pertanyaan tersebut. Akibatnya hampir selalu pertanyaan
tidak terjawab dan guru tersebut sering harus menjawab pertanyaannya sendiri
atau melupakan pertanyaan tersebut. Dari hasil analaisis tersebut, penyebab
pertanyaan guru yang tidak terjawab adalah: (1) Pertanyaan guru terlampau
panjang dan tidak jelas; (2) Guru tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk
berpikir; dan (3) Guru sering mengajukan pertanyaan dengan menunjuk kepada
siswa tertentu. Apabila dikaji secara cermat ternyata ketiga penyebab tersebut
berhubungan dengan pembelajaran, dalam hal ini keterampilan dasar mengajar,
yaitu keterampilan bertanya. Oleh karena itu, tindakan perbaikan yang harus
dilakukan guru adalah meningkatkan keterampilan bertanya. Tindakan perbaikan
ini kita cantumkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang
digunakan dalam PBM. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa PTK
dilaksanakan dalam pembelajaran biasa, tidak ada kelas khusus untuk melakukan
PTK karena pada hakekatnya PTK dilakukan oleh guru sendiri di kelasnya
sendiri.
Pokok-pokok kegiatan rencana PTK adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi masalah dan penerapan alternatif pemecahan masalah
2. Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam PBM
3. Menentukan pokok bahasan
4. Mengembangkan skenario pembelajaran
5. Menyusun LKS
6. Menyiapkan sumber belajar
7. Mengembangkan format evaluasi
8. Mengembangkan format observasi pembelajaran
9. Melakukan simulasi pelaksanaan tindakan

Tabel 3.1
Rancana dan Prosedur PTK

78
Siklus 1 Perencanaan: a. Merencanakan pembelajaran yang akan
Identifikasi diterapkan dalam PBM
masalah dan b. Menentukan pokok bahasan
penetapan c. Mengembangkan skenario pembelajaran
alternatif d. Menyiapkan sumber belajar
pemecahan e. Mengembangkan format evaluasi
masalah f. Mengembangkan format observasi
pembelajaran
Tindakan Menerapkan tindakan mengacu kepada
skenario pembelajaran
Pengamatan a. Melakukan observasi dengan memakai
format observasi
b. Menilai hasil tindakan dengan
menggunakan format
Refleksi a. Melakukan evaluasi tindakan yang telah
dilakukan yang meliputi evaluasi mutu,
jumlah dan waktu dari setiap macam
tindakan
b. Melakukan pertemuan untuk membahas
hasil evaluasi tentang skenario
pembelajaran dan lain-lain
c. Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai
hasil evaluasi, untuk digunakan pada
siklus berikutnya
d. Evaluasi tindakan 1
Siklus II Perencanaan a. Identifikasi masalah dan penetapan
alternatif pemecahan masalah
b. Pengembangan program tindakan II
Tindakan Pelaksanaan program tindakan II
Pengamatan Pengumpulan dan analisis data tindakan II
Refleksi Evaluasi tindakan II
Siklus-siklus berikutnya
Kesimpulan dan saran
Sumber Suharsimi Arikunto, 2006 dengan modifikasi penulis.

E. Melaksanakan Tindakan dan Mengamatinya


Pelaksanaan tindakan hendaknya dituntun oleh rencana PTK yang telah
dibuat, tetapi perlu diingat bahwa tindakan itu tidak secara mutlak dikendalikan
oleh rencana, mengingat dinamika proses pembelajaran di kelas menuntut
penyesuaian atau adaptasi. Oleh karena itu peneliti (guru) perlu bersikap fleksibel
dan siap mengubah rencana tindakan sesuai dengan keadaan yang ada.

79
Menerapkan tindakan juga harus mengacu pada skenario pembelajaran yang
telah direncanakan sebelumnya dan lembar kerja siswa (LKS)

Fleksibelitas hendaknya menjiwai pelaksanaan PTK. Artinya, jika sesuatu


dalam PBM memerlukan perubahan, maka harus dilakukan perubahan dalam
rangka tercapainya peningkatan atau perbaikan mutu pembelajaran. Pada saat
tindakan dilaksanakan itulah pengumpulan data dilaksanakan. Data mencakup
semua yang dilakukan oleh siapa pun yang ada dalam situasi terkait, perubahan-
perubahan yang perlu dilakukan, pengaruh suatu kegiatan para peserta penelitian
(sikap, motivasi, prestasi), pola interaksi yang terjadi, deskripsi perilaku, analisis
sosiometrik, jadwal dan checking intekasi, rekaman audio, rekaman video, foto dan
slide, serta kinerja subjek penelitian pada kegiatan penelitian.
Pelaksanaan tindakan dalam PTK meliputi:
(1) Perencanaan (Planning) Tindakan meliputi:
(a) Semua langkah tindakan secara rinci;
(b) Segala keperluan pelaksanaan PTK (materi atau bahan ajar, metode
mengajar, serta teknik dan instrumen observasi;
(c) Perkiraan kendala yang mungkin timbul pada pelaksanaan;
(2) Pelaksanaan (Acting) Tindakan: realisasi dari teori dan teknik mengajar serta
tindakan (treatment) yang sudah direncanakan sebelumnya;
(3) Pengamatan Tindakan (pengumpulan data dan informasi). Dalam pengamatan
atau observasi harus mengacu pada instrumen yang sudah dibuat dan
dimungkinkan melibatkan pengamat dari luar. Penggunaan teknik
pengumpulan data dalam PTK ditentukan oleh sifat dasar data yang akan
dikumpulkannya. Aspek yang diamati dalam PTK adalah: (a) proses
tindakannya; (b) pengaruh tindakan (baik yang disengaja atau tidak
disengaja); (c) keadaan dan kendala tindakan; (d) bagaimana keadaan dan
kendala tersebut menghambat atau mempermudah tindakan yang telah
direncanakan dan pengaruhnya; dan (e) persoalan lain yang timbul selama
kegiatan PTK berlangsung. Data penelitian tindakan berfungsi sebagai
landasan untuk melakukan refleksi. Data mewakili tindakan dalam arti bahwa

80
data itu memungkinkan peneliti untuk merekonstruksi tindakan terkait, bukan
hanya mengingat kembali. Oleh sebab itu pengumpulan data tidak hanya
untuk keperluan hipotesis, melakukan sebagai alat untuk membukukan
amatan dan menjembatani antara momen-momen tindakan dan refleksi dalam
putaran penelitian tindakan. Data tersebut dapat berupa semua catatan hasil
amatan, transkrip wawancara, rekaman audio atau video peristiwa atau
kejadian. Data PTK dapat berbentuk catatan lapangan, cacatan harian,
transkrip wawancara, rekaman video, rekaman audio, foto dan rekaman atau
catatan lainnya.
(4) Refleksi (reflecting) terhadap tindakan, yang meliputi: (a) Data yang didapat
dianalisis; (b) Dalam analisis dapat melibatkan orang luar; dan (c) Menarik
kesimpulan.

F. Mengolah dan Menafsirkan Data


Mengolah dan menafsirkan data dilakukan melalui kegiatan refleksi.
Refleksi dilakukan dengan kegiatan: (1) melakukan evaluasi tindakan yang telah
dilakukan dalam pembelajaran; (2) melakukan pertemuan untuk membahas hasil
evaluasi tindakan dan skenario pembelajaran yang telah dilakukan; (3)
memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi yang nantinya akan
digunakan pada siklus berikutnya. Kegiatan refleksi dilakukan dengan mengacu
kepada data PTK berkaitan dengan tindakan yang dilakukan guru (peneliti)
melalui kegiatan pembelajaran di kelas, aktivitas siswa dalam pembelajaran,
suasana kelas dan berbagai aktivitas yang terjadi selama berlangsungnya
pembelajaran di kelas selama kegiatan PTK.
Melalui kegiatan refleksi peneliti berusaha: (1) memahami proses, masalah,
persoalan dan kendala yang nyata dalam tindakan strategik, dengan
mempertimbangkan ragam perspektif yang mungkin ada dalam pembelajaran di
kelas; (2) memahami persoalan pembelajaran dan keadaan kelas di mana
pembelajaran di laksanakan; (3) dalam melaksanakan refleksi peneliti sebaiknya
berdiskusi dengan teman sejawat untuk menghasilkan rekonstruksi mana situasi
pembelajaran kelas dan memberikan dasar rencana perbaikan siklus berikutnya;

81
(4) refleksi memiliki aspek evaluatif, dalam melakukan refleksi peneliti hendaknya
menimbang-nimbang pengalaman penyelenggaraan pembelajaran di kelas, untuk
menilai apakah pengaruh (persoalan yang timbul) memang diinginkan dan
memberikan saran-saran tentang cara-cara untuk meneruskan kegiatan penelitian;
dan (5) refleksi juga memiliki aspek deskriptif, peneliti meninjau ulang,
mengembangkan gambaran agar lebih hidup tentang proses pembelajaran di
kelas, kendala yang dihadapi dalam melakukan tindakan di kelas, dan apa yang
mungkin sekarang dilakukan untuk para siswa agar mencapai tujuan perbaikan
pembelajaran.
Semua data PTK hendaknya diperiksa untuk dijadikan landasan untuk
melakukan refleksi. Perbandingan data antar pencatat atau peneliti atau antar
teknik dilakukan untuk meningkatkan objektivitas, untuk menentukan apakah
perbaikan yang diinginkan telah terjadi, data tentang perubahan perilaku, sikap,
motivasi, dan pengetahuan, misalnya, hendaknya dianalisis. Bila perubahan
dicacat secara kualitatif hendaknya ditentukan indikator-indikator deskriptifnya
sehingga perubahan yang terjadi akan dapat diperiksa oleh semua pihak. Hasil
analisisnya disajikan secara kualitatif deskriptif dan mungkin dalam aspek
tertentu disajikan secara kuantitatif.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengolahan dan penafsiran data
adalah:
2. Data yang terkumpul melalui pengamatan dianalisis;
3. Data tersebut tentang perubahan perilaku, sikap, motivasi, dan hasil belajar
siswa melalui tes maupun catatan terhadap pelaksanaan PBM yang dilakukan
oleh guru;
4. Data tersebut kemudian diinterpretasikan dalam bentuk narasi (deskriptif)
kualitatif; dan
5. Data bisa ditampilkan dalam bentuk tabel atau grafik.
G. Analisis Data
Analisis data diwakili oleh momen refleksi putaran penelitian tindakan
kelas. Dengan melakukan refleksi peneliti akan memiliki wawasan autentik yang
akan membantu dalam menafsirkan datanya. Tetapi perlu diingat bahwa dalam

82
menganalisis data sering peneliti menjadi terlalu subyektif dan oleh karena itu
perlu diadakan diskusi dengan teman sejawat untuk melihat datanya lewat
perspektif yang berbeda. Dengan kata lain, usaha triangulasi hendaknya
dilakukan mengacu pada pendapat atau persepsi orang lain. Akan lebih bagus
jika dalam menganalisis data yang kompleks peneliti menggunakan teknis
analalisis kualitatif, yang salah satu modelnya adalah teknik analisis interaktif
yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1984).
Analsisi interaktif tersebut terdiri atas tiga kompoen kegiatan yang saling
terkait satu sama lain: reduksi data, beberan (display) data dan penarikan
kesimpulan. Reduksi data merupakan proses menyeleksi, menentukan fokus,
menyederhanakan, meringkas dan mengubah bentuk data mentah yang ada
dalam catatan lapangan. Dalam proses ini dilakukan penajaman, pemfokuskan,
penyisihan data yang kurang bermakna dan menatanya sedemikian rupa
sehinggakesimpulan akhir dapat ditarik dan diverifikasi. Misalnya data tentang
proses pembelajaran di kelas dapat direduksi dengan memfokuskan perhatian
pada apa yang dilakukan guru pada permulaan pembelajaran (membuka
pelajaran), pada bagian inti atau utama pembelajaran dan pada bagian akhir
pembelajaran. Pada bagian utama pembelajaran dapat direduksi dengan
memfokuskan perhatian pada apakah ada tindakan guru yang berkenaan: upaya
membantu atau memfasilitasi siswa dalam memahami isi atau konsep pelajaran,
upaya memotivasi siswa atau meningkatkan percaya diri siswa dengan memuji,
dan mengelola kelas.
Dengan mereduksi data tentang proses pembelajaran, akan dapat ditarik
kesimpulan apakah guru mengelola pembelajaran secara kondusif, sehingga PBM
berlangsung efektif dan menyenangkan. Setelah direduksi data siap dibeberkan,
artinya tahap analisis sampai pada pembeberan data. Berbagai macam data PTK
yang telah direduksi perlu dibeberkan dengan tertara rapi dengan narasi plus
matriks, grafik atau diagram. Pembeberan data yang sistematik dan interaktif
akan memudahkan pemahaman terhadap apa yang telah terjadi, sehingga
memudahkan penarikan kesimpulan atau menentukan tindakan yang akan
dilakukan selanjutnya. Seperti layaknya yang terjadi dalam penelitian kualitatif,

83
analisis data dilakukan sepanjang proses PTK. Penarikan kesimpulan tentang
peningkatan atau perubahan yang terjadi dilakukan secara bertahap mulai dari
kesimpulan sementara yang ditarik pada akhir siklus satu ke kesimpulan terevisi
pada akhir siklus dua dan seterusnya dan kesimpulan terakhir pada siklus
terakhir. Kesimpulan yang pertama sampai dengan yang terakhir saling terkait
dan kesimpulan pertama sebagai pijakan.
H. Validasi Data dan Kredibilitas Penelitian Tindakan Kelas
Suatu penelitian termasuk PTK yang baik dan terpercaya adalah penelitian
yang dilakukan dengan mengikuti kaedah-kaedah ilmiah dan metodologi yang
sesuai dengan standar ilmiah. Salah satu cara untuk melihat derajat kepercayaan
suatu penelitian adalah dengan melihat validitas dan kredibilitas penelitian.
Peneltian tindakan kelas yang tergolong bertradisi kualitatif dengan sifatnya yang
deskriptif dan naratif memiliki cara-cara tersendiri dalam melakukan validasi dan
reliabilitas. Validas menunjuk pada derajat keterpercayaan terhadap proses dan
hasil PTK, sedangkan reliabilitas menunjuk pada sejauh mana kajian dapat
direplikasi artinya apakah seorang peneliti dengan menggunakan metode yang
sama akan mendapatkan hasil yang sama seperti kajian terdahulu. Akan tetapi
reliabilitas dalam PTK tidak seketat dalam penelitian jenis lainnya, karena PTK
memiliki karakteristik tersendiri, seperti kontekstual dan situasional.
Penelitian kualitatif termasuk PTK dikatakan akurat dan dapat dipercaya
dilihat dari standar kualitas tertentu. Howe dan Eisenhardt (1990) dalam Ceswell
(1998) menyatakan ada lima standar, yakni:
1. Penilaian kajian terutama diarahkan kepada apakah pertanyaan penelitian
mendorong dilakukannya pengumpulan data dan analisisnya, dan bukan
sebaliknya.
2. Penilaian ditujukan kepada apakah pengumpulan data analisisnya secara
teknis dilakukan dengan kompeten.
3. Penilaian mempertanyakan apakah peneliti menyusun asumsi-asumsinya
secara eksplisit, termasuk subyektivitas peneliti.

84
4. Penilaian juga perlu diarahkan kepada apakah kajian itu cukup tegar, dengan
menggunakan eksplanasi yang berdasar kepada teori-teori yang diakui, serta
mendiskusikan eksplanasi mengapa teori-teori tertentu ditolak.
5. Penilaian seharusnya memiliki ”nilai”, baik dalam memberikan informasi baru
maupun dalam meningkatkan keterampilan meneliti, baik dalam melindungi
hal-hal yang konfidensial dan privasi seseorang maupun dalam memegang
kebenaran dari semua partisipan penelitian (masalah etika penelitian).
Dalam pandangan Borg dan Gal (2003) dalam Rochiati (2005) ada lima
tahap kriteria validitas, yakni:
a. Validitas hasil, yang peduli dengan sejauh mana tindakan dilakukan untuk
memecahkan masalah dan mendorong dilakukannya penelitian tindakan
kelas atau dengan kata lain, seberapa jauh keberhasilan dapat dicapai.
Dalam penelitian yang dilakukan para praktisi, perhatian tidak hanya
tertuju kepada penyelesaian masalah semata, melainkan juga kepada
bagaimana menyusun kerangka pemikiran dalam menyajikan masalah
yang kompleks yang seringkali memicu munculnya masalah baru dan
pertanyaan baru. Jadi kriteria ini mencakup juga sifat mengulang pada
siklus-siklus penelitian tindakan kelas, dan pada dua tahap penting pada
bagian akhirnya yakni pada refleksi dan pada saat menentukan tindakan
lanjutan atau tindakan modifikasi dalam siklus baru. Sebagai contoh oleh
Borg dan Gall dikemukakan penelitian tindakan kelas Dabisch, seorang
guru yang tadinya hanya ingin mengubah posisi bangku belajar siswa dan
melihat dampaknya, ternyata bahwa para siswa menyukai penataan
bangku yang baru, akan tetapi memberikan dampak negatif yaitu siswa
lebih banyak berbicara yang bukan bahan pelajaran dan tidak mendorong
mereka melakukan kerja sama. Pengetahuan baru ini mendorongnya
kepada tindakan-tindakan lain dalam rangka penelitian, dengan
mengumpulkan data yang diperlukan. Setiap tindakan memberikan hasil
baru dan informasi untuk tindakan selanjutnya. Pada setiap tindakan
Dabisch berbagi refleksi dengan para mitra penelitinya dan di dalam
laporan penelitiannya. Pada langkah berikutnya, berdasarkan pengalaman

85
ini, ia merencanakan penelitian tindakan baru mengenai pemberian tugas
kepada siswa yang mendorong mereka untuk belajar lebih kooperatif. Ia
menyatakan kepuasannya melakukan penelitian tindakan, yang
dianggapnya telah meningkatkan keterampilan mengajarnya. Inilah contoh
dan bukti validitas hasil, yang menunjukkan keberhasilan kelompok kerja
siswa dan modifikasi yang berkelanjutan yang dilakukan dalam praktek
guru.
b. Validitas proses, yaitu memeriksa kelaikan proses yang dikembangkan
dalam berbagai fase penelitian tindakan. Misalnya, bagaimana
permasalahan disusun kerangka pemikirannya dan bagaimana
penyelesainnya sedemikian rupa sehingga peneliti di dalam
menghadapinya mendapat kesempatan untuk terus belajar sesuatu yang
baru. Triangulasi data, perspektif yang majemuk dan keragaman sumber
data merupakan sumbangan kepada validitas proses. Laporan naratif
merupakan representasi atau penjelasan dari kenyataan yang
dikomunikasikan melalui berbagai bentuk cerita. Dalam menentukan
kredibilitas dan derajat kepercayaan narasi ini, haruslah setia kepada
gambaran yang akurat dari apa yang sebenarnya terjadi, dan bukan kisah
subjektif atau dilebih-lebihkan agar menarik.
c. Validitas demokratis, yaitu merujuk kepada sejauh mana PTK berlangsung
secara kolaboratif dengan para mitra peneliti, dengan perspektif yang
beragam dan perhatian terhadap bahan yang dikaji. Sebagai contoh
kembali pada penelitian tindakan kelas dari Dabisch, yang selama
berlangsungnya penelitian ia melibatkan para siswanya untuk
mendapatkan kerja sama mereka dalam pengumpulan dan penafsiran data
misalnya. Dalam refleksinya, Dabisch mencatat bahwa berbagai apa yang ia
lakukan di kelas dalam rangka penelitiannya menyebabkan mereka merasa
sebagai bagian dari apa yang sedang terjadi, dan mereka mempunyai andil
dalam suara mereka, karena Dabisch selalu bertanya apa pendapat mereka
dalam berbagai aspek penelitian. Itulah upaya untuk memperkuat validitas
demokratis dalam penelitian tindakan kelas.

86
d. Validitas katalitik (dari kata katalisator), yakni sejauh mana penelitian
berupaya mendorong partisipan mereorientasikan, memfokuskan dan
memberi semangat untuk membuka diri terhadap transformasi visi mereka
dalam menghadapi kenyataan kondisi praktek mengajar mereka sehari-
hari. Validitas dalam aspek ini ditunjukkan misalnya oleh catatan dalam
jurnal yang dibuat oleh peneliti dan mitra peneliti, yang dalam tahap
refleksi akan menunjukkan proses perubahan dalam dinamika
pembelajaran di kelas yang menjadi latar sosial (social setting) dari
penelitian.
e. Validitas dialog, yaitu merujuk kepada dialog yang dilakukan dengan
sebaya mitra peneliti dalam menyusun dan mereview hasil penelitian
beserta penafsirannya. Dialog ini bisa dilaksanakan secara kolaboratif
dalam merefleksi dengan para mitra peneliti, dengan pakar peneliti di luar
penelitian atau dengan teman sejawat yang kritis berbagai aspek penelitian
terutama dalam penjelasan data penelitian. Dabisch, dalam penelitian
tindakan kelasnya, ternyata melakukan banyak dialog dengan teman-
teman kuliahnya di universitas. Ia menyatakan bahwa kawan-kawan
kuliahnya di universitas tempatnya melanjutkan studi keguruan banyak
membantu dalam melahirkan gagasan-gagasan untuk mengembangkan
penelitian lebih lanjut, dan menyadarkan dirinya tentang betapa
pentingnya menjadi anggota komunitas guru peneliti.
Sedangkan Hopkins (1993) dalam Rochiati (2005) berpendapat bahwa
untuk menguji derajat keterpercayaan atau derajat kebenaran penelitian, ada
beberapa bentuk validasi yang dapat dilakukan dalam penelitian tindakan kelas,
yakni:
1. Dengan melakukan member check, yakni memeriksa kembali keterangan-
keterangan atau informasi data yang diperoleh selama observasi atau
wawancara dari nara sumber yang relevan dengan PTK (Kepala Sekolah,
guru, teman sejawat, siswa, pegawai administrasi sekolah, orang tua siswa
dan lain-lain) apakah keterangan atau informasi atau penjelasan itu tetap

87
sifatnya atau tidak berubah sehingga dapat dipastikan keajegannya dan
data itu terperiksa kebenarannya.
2. Melakukan validasi dengan triangulasi, yaitu memeriksa kebenaran
hipotesis, konstruk atau analisis dari si peneliti dengan membandingkan
hasil dari mitra peneliti. Triangulasi dilakukan berdasarkan tiga sudut
pandang, yakni sudut pandang guru sebagai peneliti, sudut pandang siswa
dan sudut pandang mitra peneliti yang melakukan pengamatan atau
observasi.
3. Dengan melakukan saturasi, yakni situasi pada waktu data sudah jenuh,
atau tidak ada lagi data lain yang berhasil dikumpulkan atau tidak ada lagi
tambahan data baru.
4. Dengan cara menggunakan pembandingan atau dengan eksplanasi saingan
atau kasus negatif. Peneliti tidaklah melakukan upaya untuk menyanggah
atau membuktikan kesalahan penelitian saingan, melainkan mencari data
yang akan mendukunngnya. Apabila peneliti tidak berhasil
menemukannya, maka hal ini mendukung kepercayaan terhadap hipotesis,
konstruk, atau kategori dalam penelitian.
5. Dengan audit trail, yakni memeriksa kesalahan-kesalahan dalam metode
atau prosedur yang digunakan peneliti dan di dalam pengambilan
kesimpulan. Juga memeriksa catatan-catatan yang ditulis oleh peneliti atau
mitra peneliti. Audit trail dapat dilakukan oleh kawan sejawat peneliti,
yang memiliki pengetahuan dan keterampilan melakukan penelitian
tindakan kelas yang sama seperti peneliti itu sendiri.
6. Dengan expert opinion, yakni dengan meminta kepada orang yang dianggap
ahli atau pakar penelitian tindakan kelas atau pakar bidang studi untuk
memeriksa semua tahapan-tahapan kegiatan penelitian dan memberikan
arahan atau judgements terhadap masalah-masalah penelitian yang dikaji.
7. Dengan key respondents review, yakni meminta salah seorang atau beberapa
mitra peneliti yang banyak mengetahui tentang penelitian tindakan kelas,
untuk membaca draf awal laporan penelitian dan meminta pendapatnya.
I. Melaporkan Hasil Penelitian

88
Hasil analisis data dilaporkan secara tertulis dan hendaknya mencakup
ulasan lengkap tentang pelaksanaan tindakan yang telah direncanakan bersama
pelaksanaan pemantauannya serta perubahan yang terjadi dalam PBM. Laporan
hasil PTK disusun untuk pertanggungjawaban si peneliti kepada tempat peneliti
bertugas. Hasil PTK juga dapat dilaporkan secara verbal melalui seminar hasil
PTK. Di samping itu peneliti bisa membuat laporan PTK untuk dikirim ke jurnal
ilmiah sebagai bentuk publikasi. Keuntungan hasil penelitian yang dikirim ke
jurnal ilmiah adalah si peneliti akan mendapatkan kredit point (angka kredit) dan
kredit koin (honor) yang besarnya tergantung ketentuan dari pengelola jurnal
tersebut.

BAB 4
LANGKAH-LANGKAH MENYUSUN PROPOSAL PTK

Aktivitas penelitian dimulai dengan membuat rencana. Rencana penelitian


umumnya disebut usulan penelitian. Proposal penelitian adalah sesuatu yang
sangat penting dalam suatu penelitian, karena: (1) proposal penelitian merupakan
panduan atau pedoman bagi peneliti dalam melaksanakan tahapah-tahapan

89
penelitian; (2) permohonan dana dan izin penelitian selalu mempersyaratkan
adanya proposal penelitian.
Proposal PTK terdiri dari: (1) Judul PTK; (2) Bab satu pendahuluan yang
berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah,
cara memecahkan masalah, hipotesis tindakan, tujuan penelitian dan manfaat
penelitian; (3) Bab dua Kajian Teori/pustaka yang menjelaskan variabel-variabel
penelitian dan mendasari usulan rancangan penelitian; (4) Bab tiga metodologi
penelitian yang berisi setting penelitian, persiapan PTK, subyek penelitian,
sumber data, teknik dan alat pengumpul data, indikator kinerja, teknik analisis
data, prosedur penelitian, jadwal kerja, personalia penelitia, rencana pembiayaan;
(5) Tambahan yang berisi daftar pustaka dan biodata peneliti.

A. Judul Penelitian
Judul sebaiknya dirumuskan dengan singkat dan spesifik serta
mencerminkan permasalahan pokok yang akan dipecahkan dalam PTK. Judul
dipaparkan secara deklaratif, jelas, padat dan tidak memberi kemungkinan
penafsiran yang beragam. Usahakan jumlah kata judul tidak lebih dari 20 kata.
Judul haruslah mencerminkan sebuah aktivitas, mudah dipahami dan kita dapat
menebak isi penelitian tersebut. Hal pokok yang harus tertulis dalam judul adalah
gambaran dari apa yang dipermasalahkan dalam PTK yang merupakan variabel
Y (misalnya: peningkatan hasil belajar siswa) dan bentuk tindakan (treatment)
yang akan dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah yang merupakan variabel
X (Penerapan model pembelajaran kooperatif). Judul PTK juga harus memuat
keterangan tentang tempat penelitian, waktu penelitian, kelas yang dijadikan
penelitian dan mata pelajaran apa yang dijadikan PTK.

Tabel 4.1
Contoh Judul-Judul PTK

NO JUDUL PTK
1. Meningkatan Aktivitas Belajar Siswa Melalui Penggunaan Peta Pada
Pembelajaran Pengetahuan Sosial

90
2. Meningkatkan Sikap Positif Siswa Melalui Metode Bermain Peran di SD….
3. Meningkatkan Prestasi Belajar Melalui Totur Sebaya Pada Siswa
Kelas….SD….
4. Meningkatkan keberanian Bertanya Melalui Metode Kooperatif Learning di
SD…..
5. Meningkatkan Prestasi Hasil Belajar Melalui Belajar Kelompok pada Mata
pelajaran….Kelas….SD…..
6. Upaya Peningkatan Hasil Belajar dan Aktivitas Siswa dalam Mengikuti
Mata Pelajaran.....Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student
Team Achievement Divisions) di SD…
7. Upaya Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Penerapan
Pembelajaran Model Problem Based learning Mata Pelajaran…di SD….
8. Upaya Peningkatan Kemampuan Siswa dalam Pemahaman Konsep Melalui
Pembelajaran Berbasis Konstruktivisme dan Kontekstual pada Mata
Pelajaran…di SD…
9. Upaya Peningkatan Kemampuan Siswa dalam Pemecahan Masalah Pada
Mata Pelajaran…dengan Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri di SD…
10. Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw di SD….
11. Upaya peningkatan kreativitas siswa dalam proses belajar mata
pelajaran.....melalui penerapan model pembelajaran generatif
12. Peningkatan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran tutor sebaya
pada mata pelajaran.....SMA Mutiara.
13. Peningkatan kualitas proses dan produk pembelajaran IPS SD melalui
pengembangan model keterampilan Proses yang berbasis Kompetensi pada
siswa kelas 5 SDN 1 Tegal
14. Penerapan kegiatan Hands on Activity dalam pembelajaran IPA Pokok
bahasan Ekosistem untuk meningkatkan Motivasi, Aktivitas, dan Hasil
belajar siswa Kelas VII SMPN 254 Jakarta.
15. Upaya peningkatan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Matematika
melalui pembelajaran dengan model matematika Realistik.

B. Sistimatika Proposal PTK


Bab I Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Dalam latar belakang masalah peneliti menjelaskan beberapa hal: (1)
mengapa masalah yang diteliti itu penting; (2) Kondisi yang diharapkan (das
sollen) dan kondisi yang ada (das sein) sehingga jelas adanya kesenjangan yang
merupakan masalah yang menuntut untuk dicari pemecahannya yang tepat
melalui PTK; (3) kemukakan secara jelas bahwa masalah yang akan diteliti

91
merupakan sebuah masalah yang nyata terjadi di dalam PBM disertai data
faktualnya dan diagnosisnya; (4) Menyinggung teori yang melandasi diajukannya
gagasan untuk memecahkan masalah; (5) Apa yang membuat peneliti merasa
gelisah dan resah sekiranya masalah tersebut tidak diteliti; (6) Gejala-gejala
kesenjangan apa yang terdapat di lapangan sebagai dasar pemikiran untuk
memunculkan permasalahan; (7) Kerugian-kerugian dan keuntungan-keuntungan
apa yang akan terjadi kalau masalah tersebut tidak diteliti; (9) Masalah yang akan
diteliti merupakan sebuah masalah penting dan mendesak untuk dipecahkan
serta dapat dilaksanakan dilihat dari segi ketersediaan waktu, biaya dan daya
dukung lainnya yang dapat memperlancar penelitian tersebut; (10) Dijelaskan
pula tindakan yang akan dikenakan pada subyek pelaku tindakan. Dalam
menyebutkan tindakan, peneliti perlu menjelaskan apa sebab tindakan itu paling
tepat diberikan kepada subyek pelaku, dengan alasan yang berkaitan dengan
dengan permasalahan yang dicari solusinya. Pada bagian ini sebaiknya tidak
menyampaikan uraian yang tidak terkait langsung dengan obyek yang diteliti
sehingga terkesan bertele-tele. (11) Dalam pemaparan latar belakang masalah
pada umumnya memakai pendekatan deduksi, yakni dari hal-hal yang sifatnya
umum ke hal-hal yang sifatnya khusus (kerucut terbalik).
2. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah kegiatan mendeteksi, melacak, menjelaskan
aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dari judul penelitian atau dengan
masalah atau variabel yang akan diteliti. Hasil identifikasi dapat diangkat
beberapa permasalahan yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
Contoh identifikasi masalah dari judul ”Upaya peningkatan hasil belajar
dan aktivitas siswa dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial melalui Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD Kelas V SDN Kali Baru Jakarta Utara” adalah:
Dari latar belakang masalah dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
a. Pembelajaran pengetahuan sosial di kelas masih berjalan monoton.
b. Belum ditemukan strategi pembelajaran yang tepat.
c. Belum ada kolaborasi antara guru dan siswa.
d. Metode yang digunakan bersifat konvensional.

92
e. Rendahnya kualitas pembelajaran pengetahuan sosial.
f. Rendahnya prestasi siswa untuk mata pelajaran Pengetahuan Sosial.
3. Perumusan Masalah
Perumusam masalah dalam PTK adalah beberapa pertanyaan yang akan
terjawab setelah tindakan selesai dilakukan. Perumusan masalah dirumuskan
dengan kalimat tanya dengan mengajukan alternatif tindakan yang akan
dilakukan. Perumusan masalah merupakan titik tolak bagi perumusan hipotesa
nantinya. Dari perumusan masalah dapat menghasilkan topik penelitian atau
judul dari penelitian. Perumusan masalah biasanya dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan. Perumusan masalah hendaknya jelas, padat, dan tidak bertele-tele.
Perumusan masalah harus berisi implikasi adanya data untuk memecahkan
masalah. Hindari rumusan masalah yang terlalu umum atau terlalu sempit, terlalu
bersifat lokal atau terlalu argumentatif.
Contoh perumusan masalah PTK :
Apakah penerapan pembelajaran model problem based learning dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran Sosiologi
kelas X di SMA 1 Berebes ?
4. Cara Memecahkan Masalah PTK
Cara memecahkan masalah adalah cara atau tindakan yang akan
digunakan dalam pemecahan masalah dalam PTK. Dalam cara memecahkan
masalah dalam PTK uraikan alternatif tindakan yang akan dilakukan untuk
memecahkan masalah. Pendekatan dan konsep yang digunakan untuk menjawab
masalah yang diteliti hendaknya sesuai dengan kaedah penelitian tindakan kelas.
Cara pemecahan masalah ditentukan berdasarkan pada akar penyebab
permasalahan dalam bentuk tindakan (action) secara jelas dan terarah.
Contoh cara memecahkan masalah PTK:
Cara pemecahan masalah yang akan digunakan dalam PTK ini yaitu
metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Dengan metode ini diharapkan
motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS akan meningkat.
5. Hipotesis Tindakan

93
Rumuskan hipotesis tindakan berdasarkan pada cara memecahkan masalah
dalam PTK.
Contoh hipotesis tindakan dalam PTK:
1. Dengan diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat
meningkatkan motivasi siswa dalam mata pelajaran IPSdi SD X.
2. Dengan diterapkan model pembelajaran kooperatif dengan tipe Jigsaw
dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS di SD
X.
6. Tujuan PTK
Rumuskan Tujuan PTK berdasarkan topik atau masalah PTK. Tujuan PTK
merupakan jawaban terhadap masalah penelitian. Keinginan peneliti atas hasil
PTK dengan mengetengahkan indikator-indikator apa yang hendak ditemukan
dalam PTK, terutama yang berkaitan dengan variabe penelitian. Tujuan penelitian
harus terjawab dalam kesimpulan hasil penelitian. Tujuan penelitian menyatakan
terget tertentu yang akan diperoleh dari kegiatan PTK yang akan dilaksanakan.
Tujuan penelitian harus dinyatakan secara spesifik, dalam pernyataan yang jelas
dan tegas sehingga tidak mengundang kesimpangsiuran arti dalam memeparkan
hasil-hasil yang diharapkan dari PTK.
Contoh tujuan PTK:
1. Guru dapat meningkatkan strategi dan kualitas pembelajaran IPS di SD X
2. Siswa merasa dirinya mendapatkan perhatian dan kesempatan untuk
menyampaikan pendapat, ide, gagasan, dan pertanyaan
3. Siswa dapat bekerja secara mandiri maupun kelompok serta mampu
mempertanggung jawabkan segala tugas individu maupun kelompok
7. Manfaat Penelitian
Rumuskan manfaat penelitian berdasarkan pada topik atau masalah PTK.
Manfaat penelitian menguraikan dampak dari tercapainya tujuan PTK. Uraikan
kontribusi hasil PTK memiliki potensi untuk memperbaiki mutu pembelajaran di
kelas, sehingga tampak manfaatnya bagi siswa, guru, maupun pihak-pihak lain
yang terkait dengan PTK.
Contoh manfaat penelitian adalah:

94
1. Proses belajar mengajar IPS di SD X menjadi menarik dan menyenangkan
2. Ditemukan strategi pembelajaran yang tepat (tidak konvensional), tetapi
bersifat variatif.
3. Keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas mandiri maupun kelompok
meningkat.
4. Keberanian siswa mengungkapkan ide, pendapat, pertanyaan, dan saran
meningkat
5. Hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS di SD X meningkat.
Bab II Kajian Teori
Teori-teori relevan yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang
variabel yang akan diteliti, sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara
terhadap rumusan masalah yang diajukan (hipotesis) serta penyusunan instrumen
penelitian. Kajian teori sangat penting untuk membangun kerangka berpikir atau
konsep yang akan digunakan dalam penelitian. Kajian teori dapat berupa kutipan
teori, berbagai definisi dari variabel, dan temuan penelitian sebelumnya. Uraikan
dengan jelas kajian teori yang menumbuhkan gagasan dan mendasari usulan
rancangan PTK. Kemukakan juga teori, temuan, dan penelitian lain yang relevan
dan mendukung pilihan tindakan (treatment) untuk memecahkan permasalahan
PTK tersebut.
Kajian teori ini berguna untuk:
a. Menjawab permasalahan PTK secara teoritis.
b. Menemukan variabel penyebab masalah PTK.
c. Mengoperasionalkan variabel penelitian.
d. Menyusun jawaban sementara dari masalah (hipoptesis).
e. Menemukan metode yang paling tepat untuk menjawab permasalahan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kajian teori adalah:
a. Relevansi buku dengan judul penelitian. Buku-buku yang dibaca
hendaknya mendukung untuk pemecahan masalah. Relevan tidak selalu
berarti mempunyai judul yang sama dengan judul penelitian. Relevan
disini adalah buku-buku tersebut mengandung isi yang dapat menunjang
teori-teori yang akan ditelaah atau dibangun.

95
b. Kekinian (off to date) buku hendaknya dicari yang terbaru, kecuali untuk
penelitian sejarah.
c. Buku atau hasil penelitian itu dapat memberi arahan pada mengidentifikasi
variabel penelitian dan operasionalisasinya, karena itu lacakan hasil
penelitian sebelumnya sangat disarankan untuk dibaca dan jadi rujukan.
Contoh kerangka teori dari judul PTK ”Upaya Peningkatan Hasil Belajar
dan Motivasi siswa dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial melalui Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD Kelas V SDN Kali Baru Jakarta Utara:
1. Hakekat Model Pembelajaran Koopertif (Cooperative Learning) Tipe Jigsaw
1.1 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
1.2 Tipe Jigsaw
2. Hakekat Hasil Belajar dan Motivasi Siswa dalam Pembelajaran IPS SD
2.1 Hakekat Hasil Belajar
2.2 Hakekat Motivasi Siswa dalam Pembelajaran IPS SD
Bab III Metodologi Penelitian
1. Seting Penelitian:
Menjelaskan tentang tempat dan waktu PTK dilakukan serta berapa siklus PTK
yang akan dilakukan.
1.1 Tempat Penelitian
Contoh:
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SDN Kali Baru 01 Jakarta
Utara Jakarta untuk mata pelajaran Pengetahuan Sosial kelas V.
1.2. Waktu Penelitian
Contoh:
Penelitian ini akan dilaksanakan pada awal tahun ajaran baru 2006/2007,
yaitu bulan Juli sampai dengan November 2006. Penentuan waktu penelitian
mengacu pada kalender akademik sekolah, karena PTK memerlukan beberapa
siklus yang membutuhkan proses belajar mengajar yang efektif di kelas.
1.3. Siklus PTK
Contoh siklus PTK:

96
PTK ini dilaksanakan melalui tiga siklus untuk melihat peningkatan hasil
belajar dan aktivitas siswa dalam mengikuti mata pelajaran Pengetahuan Sosial
melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Divisions).
2. Persiapan PTK
Dalam persiapan PTK peneliti menjelaskan Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar yang akan dijadikan PTK. Peneliti juga menguraikan instrumen
yang diperlukan dalam PTK (Lembar Observasi, RPP, Lembar Evaluasi, LKS, dsb)
Contoh persiapan PTK:
Sebelum pelaksanaan PTK dibuat berbagai input instrumental yang akan
digunakan untuk memberi perlakuan dalam PTK, yaitu rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang akan dijadikan PTK, yaitu kompetensi dasar (KD) 1.
kemampuan menghargai keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia; 2.
kemampuan memahami keadaan penduduk dan pemerintahan di Indonesia.
Selain itu juga akan dibuat perangkat pembelajaran yang berupa: (1) Lembar Kerja
Siswa; (2) Lembar pengamatan diskusi; (3) Lembar evaluasi. Dalam persiapan juga
akan disusun daftar nama kelompok diskusi yang dibuat secara heterogen.
3. Subyek Penelitian
PTK dilaksanakan di kelas mana dan jumlah siswa yang menjadi sasaran PTK.
Contoh subyek PTK:
Dalam PTK ini yang menjadi subyek penelitian adalah siswa kelas tujuh
yang terdiri dari 40 siswa dengan komposisi perempuan 21 siswa dan laki-laki 19
siswa.
4. Sumber Data
Sumber data dalam PTK, seperti siswa, guru, teman sejawat, dsb.
Contoh sumber data PTK adalah:
(1) Siswa
Untuk mendapatkan data tentang hasil belajar dan aktivitas siswa dalam
proses belajar mengajar.
(2) Guru

97
Untuk melihat tingkat keberhasilan implementasi pembelajaran kooperatif
dengan tipe Jigsaw dan hasil belajar serta aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran.
(3) Teman Sejawat dan Kolaborator
Teman sejawat dan kolaborator dimaksudkan sebagai sumber data untuk
melihat implementasi PTK secara komprehensif, baik dari sisi siswa maupun
guru.
5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Prinsip pengumpulan data dalam PTK tidak jauh berbeda dengan
penelitian formal. Dalam PTK umumnya dikumpulkan dua jenis data, yaitu data
kuantitatif dan data kualitatif. Data tersebut digunakan untuk menggambarkan
perubahan yang terjadi, baik perubahan kinerja siswa, kinerja guru dan
perubahan suasana kelas. Contoh data kuantitatif adalah angka angka hasil
belajar. Contoh data kualitatif adalah kalimat-kalimat yang menggambarkan
ekspresi siswa tentang tingkat pemahamannya (kognitif), antusiasnya,
kepercayaan diri, dan motivasinya. Data kuantitatif dapat dianalisis dengan
deskriptif persentase, sedangkan data kualitatif dapat dianalisis secara kualtatif.
Data yang baik adalah data yang valid dan reliabel. Data yang demikian
diperoleh dari instrumen sebagai alat pengumpul data yang juga valid dan
reliabel. Instrumen yang valid adalah isntrumen yang mengukur apa yang
seharusnya diukur. Contoh timbangan adalah instrumen yang valid untuk
mengukur berat bukan untuk mengukur tinggi suatu benda. Sedangkan
instrumen yang reliabel adalah instrumen yang konsisten (ajeg, tepat dan akurat)
untuk mengukur yang seharusnya diukur. Contoh sebuah penggaris dikatakan
sebagai instrumen yang tidak reliabel jika penggaris tersebut lentur dan skalanya
rusak, sehingga hasil pengukuran selalu berubah-ubah padahal barang yang
diukur adalah sama.
Untuk mendapatkan data yang akurat perlu disusun suatu instrumen yang
valid dan reliabel. Instrumen yang valid adalah instrumen yang mampu dengan
tepat mengukur apa yang hendak diukur. Jika ingin mengukur minat siswa dalam
mengikuti pelajaran IPA, harus disiapkan instrumen yang mampu mengukur

98
minat siswa, bukan untuk mengukur kecerdasan atau pendapat siswa. Peneliti
PTK harus selalu hati-hati dengan data dan harus yakin bahwa data yang
dikumpulkan memang valid.
Dalam rangka memperoleh data yang akurat dan obyektif dalam PTK,
guru peneliti juga perlu melakukan trianggulasi, yaitu menggunakan berbagai
sumber untuk meningkatkan mutu data dengan cara cek silang. Dalam kaitan ini
student feedback (umpan balik dari siswa) dapat dijadikan sarana untuk
pengumpulan data, asalkan siswa diberdayakan sebagai partisipan aktif. Ada
beberapa macam triangulasi antara lain: (1) Theoritical triangulation atau triangulasi
teori, yakni menggunakan teori dalam upaya menelaah sesuatu; (2) Data
triangulation atau triangulasi data, yakni mengambil data dari berbagai suasana,
waktu, tempat dan jenis; (3) Source triangulation atau triangulasi sumber, yakni
mengambil data dari berbagai sumber; (4) Methode triangulation atau triangulasi
metode, yakni menggunakan berbagai metode pengumpulan data; (5)
Instrumental triangulation atau triangulasi instrumen, yakni dengan menggunakan
berbagai jenis alat atau instrumen; (6) Analytic triangulation atau triangulasi
analitik, yakni menggunakan berbagai metode atau cara analisis.
Suatu hal yang perlu diingat bahwa dalam PTK guru peneliti (bila
berkolaborasi bersama tim) yang merancang penelitian, dan dia sendiri yang
melaksanakan tindakan, dan dia sendiri juga yang melakukan pengumpulan data
termasuk menganalisis hasil data yang diperoleh. Oleh karena itu guru peneliti
PTK harus sadar betul bahwa manipulasi data sangat tidak diperbolehkan
(dilarang). Sebab bila dilakukan manipulasi data sehingga hasil penelitiannya
bias, guru peneliti tidak akan dapat memperbaiki masalah pembelajarannya di
kelas.
Dalam PTK guru peneliti dapat menggunakan berbagai sumber data,
seperti:
1. Dokumen (catatan hasil belajar) dan portofolio
2. Buku harian
3. Jurnal
4. Video

99
5. Poto-foto
6. Laporan pengamatan
7. wawancara
8. Angket
9. Test
Contoh teknik dan alat pengumpul data dalam PTK adalah:
1. Teknik Pengumpulan Data PTK
1.1. Tes: dipergunakan untuk mendapatkan data tentang hasil belajar siswa.
1.2. Observasi: dipergunakan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas siswa
dalam PBM dan implementasi tipe Jigsaw.
1.3. Wawancara: untuk mendapatkan data tentang tingkat keberhasilan
implementasi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
1.4. Diskusi antara guru, teman sejawat, dan kolaborator untuk refleksi hasil siklus
PTK.

2. Alat Pengumpul Data PTK


2.1 Tes: menggunakan butir soal/instrumen soal untuk mengukur hasil belajar
siswa.
2.2. Observasi: menggunakan lembar observasi untuk mengukur tingkat aktivitas
siswa dalam proses belajar mengajar matematika.
2.3. Wawancara: menggunakan panduan wawancara untuk mengetahui pendapat
atau sikap siswa dan teman sejawat tentang pembelajaran tipe Jigsaw.
2.4. Kuesioner: untuk mengetahui pendapat atau sikap siswa dan teman sejawat
tentang pembelajaran tipe Jigsaw.
2.5. Diskusi: menggunakan lembar hasil pengamatan.
6. Indikator Kinerja
Indikator kinerja adalah suatu kriteria yang digunakan untuk melihat
tingkat keberhasilan dari kegiatan PTK dalam meningkatkan atau memperbaiki
mutu PBM di kelas. Indikator kinerja harus realistik dan dapat diukur (jelas cara
mengukurnya). Contoh indikator kinerja misalnya:

100
(1) Siswa
1.1. Tes: rata-rata nilai ulangan harian. Misalnya sekurang-kurangnya 80% siswa
dapat mengerjakan dengan benar soal-soal tentang peta; lebih dari 75% siswa
dapat membaca dan membuat peta sesuai kaidah-kaidah kartografis.
1.2. Observasi: keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar.
(2) Guru
2.1. Dokumentasi: kehadiran siswa.
2.2. Observasi: hasil observasi.
6. Analisis Data
Tahapan sesudah pengumpulan data adalah analisis data. Dalam penelitian
tindakan kelas, analisis dilakukan peneliti sejak awal, pada setiap aspek kegiatan
penelitian. Pada waktu dilakukan pencatatan lapangan melalui observasi atau
pengamatan tentang kegiatan pembelajaran di kelas, peneliti dapat langsung
menganalisis apa yang diamatinya, situasi dan suasana kelas, cara guru mengajar,
hubungan guru dengan siswa, interaksi antara siswa dengan siswa dan lain-lain.
Kegiatan pengumpulan data yang benar dan tepat merupakan jantungnya PTK,
sedangkan analisis data akan memberi kehidupan dalam kegiatan kegiatan PTK.
Oleh karena itu seorang peneliti perlu memahami teknik analisis data yang tepat
agar manfaat penelitiannya memiliki nilai ilmiah yang tinggi.
Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas, ada dua jenis data yang
dapat dikumpulkan oleh peneliti, yakni:
a. Data kuantitatif (nilai hasil belajar siswa) dapat dianalisis secara deskriptif.
Dalam hal ini peneliti menggunakan analisis statistik deskriptif. Misalnya,
mencari nilai rerata, persentase keberhasilan belajar dan lain-lain.
b. Data kualitatif, yaitu data yang berupa informasi berbentuk kalimat yang
memberi gambaran tentang ekspresi siswa berkaitan dengan tingkat
pemahaman terhadap suatu mata pelajaran (kognitif), pandangan atau
sikap siswa terhadap metode belajar yang baru (afektif), aktivitas siswa
mengikuti pelajaran, perhatian, antusias dalam belajar, kepercayaan diri,
motivasi belajar dan sejenisnya, dapat dianalisis secara kualitatif.

101
Data yang dikumpulkan pada setiap kegiatan observasi dari pelaksanaan
siklus PTK dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan teknik persentase
untuk melihat kecenderungan yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran. Hasil
belajar: dengan menganalisis nilai rata-rata ulangan harian. Kemudian
dikategorikan dalam klasifikasi tinggi, sedang dan rendah. Aktivitas siswa dalam
PBM dengan menganalisis tingkat keaktifan siswa dalam PBM tersebut.
Kemudian dikategorikan dalam klasifikasi tinggi, sedang dan rendah.
Implementasi pembelajaran dengan menganalisis tingkat keberhasilannya,
kemudian dikategorikan dalam klasifikasi berhasil, kurang berhasil dan tidak
berhasil.
7. Prosedur Penelitian
Siklus 1 PTK:
(1) Perencanaan adalah persiapan yang dilakukan untuk pelaksanaan PTK, antara
lain:
a. Tim peneliti melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi
dasar yang akan disampaiakan kepada siswa.
b. Membuat rencana pelaksana pembelajaran.
c. Membuat media pembelajaran dalam rangka implementasi PTK.
d. Uraikan alternatif-alternatif solusi yang akan dicobakan dalam rangka
pemecahan masalah.
e. Membuat lembar kerja siswa.
f. Membuat instrumen yang digunakan dalam siklus PTK.
g. Menyusun alat evaluasi pembelajaran.
(2) Pelaksanaan tindakan, yaitu deskripsi tindakan yang akan dilakukan, skenario
kerja tindakan perbaikan yang akan dikerjakan dan prosedur tindakan yang
akan diterapkan.
(3) Pengamatan atau observasi, yaitu prosedur perekaman data mengenai proses
dan produk dari implementasi tindakan yang dirancang. Penggunaan
instrumen yang telah disiapkan sebelumnya perlu diungkap secara rinci dan
lugas termasuk cara perekamannya.
(4) Analisis dan Refleksi. Berupa uraian tentang prosedur analisis terhadap hasil

102
pemantauan dan refleksi berkaitan dengan proses dan dampak tindakan
perbaikan yang dilaksanakan, serta kriteria dan rencana bagi tindakan siklus
berikutnya.
Siklus 2 PTK:
(1) Perencanaan
Tim peneliti membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi pada
siklus pertama.
(2) Pelaksanaan
Guru melaksanakan pembelajaran kooperatif dengan tipe Jigsaw berdasarkan
rencana pembelajaran hasil refleksi pada siklus pertama.
(3) Pengamatan
Tim Peneliti (guru dan kolaborator) melakukan pengamatan terhadap aktivitas
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
(4) Refleksi
Tim peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus kedua dan
menyusun rencana (replaning) untuk siklus ketiga.
Siklus 3 PTK:
(1) Perencanaan
Tim peneliti membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi pada
siklus kedua.
(2) Pelaksanaan
Guru melaksanakan pembelajaran kooperatif dengan tipe Jigsaw berdasarkan
rencana pembelajaran hasil refleksi pada siklus kedua.
(3) Pengamatan
Tim Peneliti (guru dan kolaborator) melakukan pengamatan terhadap aktivitas
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
(4) Refleksi
Tim peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus ketiga dan
menganalisis untuk serta membuat kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw dalam peningkatan aktivitas dan hasil belajar sisiwa
dalam pembelajaran........

103
8. Personalia Penelitian
Sebutkan tim peneliti yang terlibat dalam PTK disertai dengan rincian dan
beban tugas masing-masing anggota PTK.
Tabel 4.2
Pembagian Tugas Tim PTK

No. Nama Tugas Jam Kerja Per Minggu


1. Guru Peneliti a. ……………………… 10 Jam
(Pelaksana) b.………………………..
c. ………………………..
2. Kolaborator (Mitra) a. ……………………… 5 Jam
b.………………………..
c. ………………………..
9. Rencana Pembiayaan
Rencana pembiayaan berupa uraian yang mengungkap semua biaya yang
diperlukan untuk melakukan PTK. Rencana pembiayaan PTK ini akan lebih baik
bila ditampilkan dalam bentuk tabel, sehingga mudah dipahami oleh pihak yang
berkepentingan. Penyusunan rencana pembiayaan dapat digunakan sebagai
transparansi penggunaan biaya penelitian dan mengarahkan peneliti agar berhati-
hati dalam mengeluarkan biaya penelitian. Rencana pembiayaan bisa digunakan
sebagai pertanggungjawaban kepada sponsor atau pihak yang memberikan dana
penelitian.

Tabel 4.3
Rencana Pembiayaan

No. Jenis Penggunaan Jumlah (Rp) Keterangan


1. ATK Rp……………. ……………….
2. Transportasi Rp……………. ……………….
3. Foto copy Rp……………. ……………….
4. Pengumpulan data Rp……………. ……………….
5. Analisis data Rp……………. ……………….
6. Penyusunan draf awal Rp……………. ……………….
7. Seminar Rp……………. ……………….
8. Perbaikan laporan Rp……………. ………………
9. Penggandaan laporan Rp……………. ……………….

104
Catatan : Rencana Pembiayaan ini dicantumkan apabila kegiatan PTK dibiayai
oleh pihak lain atau sponsor.
10. Rencana Kerja
Rencana kerja berupa urut-urutan kerja mulai dari awal kegiatan sampai
penyusunan laporan PTK. Urutan kegiatan tersebut mencakup jenis kegiatan apa
saja yang akan dilakukan dan kapan akan dilaksanakan. Oleh karena itu dalam
rencana kerja sudah terinci jadwal waktu. Rencana kerja ini akan mengarahkan
peneliti agar penelitian yang dilakukannya dapat diselesaikan tepat pada
waktunya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

Tabel 4.4
Rencana Kerja PTK

No. Jenis Kegiatan Bulan Ke


1 2 3 4 5 6
1. Penyusunan proposal X
2. Pelaksanaan siklus 1 X
3. Pelaksanaan siklus 2 X
4. Pelaksanaan siklus 3 X
5. Tabulasi dan analisis data X X X X
6. Penyusunan laporan PTK X
7. Seminar hasil PTK X
8. Perbaikan laporan PTK X
9. Penjilidan X

11. Daftar Kepustakaan


Daftar pustaka disusun berdasarkan abjad nama pengarang atau penulis.
Dalam penyusunan daftar pustaka tersebut dapat digunakan model MILA
(Modern Language Association), model APA (American Psychological Association),
atau model lain yang biasa digunakan oleh masyarakat akademik. Gunakan
referensi terbaru dan referensi yang dimasukkan dalam daftar pistaka hanyalah
referensi yang digunakan untuk PTK.
Prinsip penyusunan daftar pustaka model APA (Andreas, 2001) adalah:
1. Baliklah semua nama pengarang dan gunakan nama inisial. Bila ada dua
atau tiga pengarang gunakan tanda (&). Pisahkan nama dengan koma.
Susun daftar sesuai alphabet.

105
2. Sebutkan semua nama pengarang, jangan menggunakan dkk.
3. Tempatkan tahun penerbitan segera setelah nama pengarang.
4. Garis bawahi judul dan sub judul untuk buku; pakai huruf besar untuk
nama judul dan sub judul, lainnya semua huruf kecil.
Contoh:
Patterson, F., & Linden, E. (1980). The Education of KOKO, New York: Holt
Rinehart and Winston.

12. Lampiran
Bahan-bahan yang perlu dilampirkan adalah:
1. Instrumen penelitian.
2. Data-data penting.
3. Daftar Riwayat Hidup Tim Peneliti (curriculum Vitae).

106
BAB 5
TEKNIK PEMANTAUAN DALAM PTK

A. Peneliti Sebagai Instrumen (Human Instrument)


Seperti telah kita ketahui bersama bahwa PTK dilaksanakan dalam suatu
siklus. Dalam satu siklus terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan (planning),
pelaksanaan (acting), pengamatan (observation), dan refleksi (reflecting). Tahap
pengamatan atau observasi adalah suatu tahapan di mana peneliti mengamati
atau mengobservasi terhadap berlansungnya aktivitas PTK (pelaksanaan PTK).
Dengan pengamatan diharapkan peneliti dapat memperoleh data, informasi atau
kejadian selama PTK berlangsung. Agar peneliti mendapatkan data, informasi
atau kejadian dengan lengkap, jelas dan obyektif, maka peneliti memerlukan
suatu instrumen PTK. Penelitian Tindakan kelas yang merupakan penelitian
kualitatif, memberikan peranan yang besar dan penting kepada penelitinya (guru)
sebagai instrumen (human instrument). Hal ini disebabkan manusia (peneliti) dapat
menghadapi situasi yang berubah-ubah tidak menentu yang terjadi dalam proses
belajar mengajar di kelas.
Menurut Lincoln dan Guba (1985) dalam Rochiati (2005) karakter yang
harus dimiliki seorang peneliti sebagai human instrument adalah:
1.Responsif artinya peneliti harus mampu merespon terhadap berbagai
petunjuk baik yang bersifat perorangan maupun yang bersifat lingkungan.
2.Adaptif artinya peneliti harus mampu mengumpulkan berbagai informasi
tentang banyak faktor pada tahap yang berbeda-beda secara simultan.
3.Menekankan aspek holistik artinya peneliti harus mampu dengan segera
memposisikan dan menyimpulkan kejadian yang membingungkan dan
tidak menentu ke dalam posisnya secara keseluruhan (holistik).

107
4.Pengembangan berbasis pengetahuan artinya peneliti harus mampu berpikir
yang tidak diungkapkan (tacit knowledge) dalam menyusun proposisi,
sementara sadar bahwa situasi yang dihadapi memerlukan lebih dari
sekedar pengetahuan dan proposisi karena harus memahami apa yang
dirasakan subyek yang diteliti, simpati dan empati yang tidak
diungkapkan, harapan yang tidak diverbalkan dan berbagai kebiasaan
sehari-hari yang tidak pernah diperhatikan, yang justru menyumbangkan
kedalaman dan kekayaan kepada hasil penelitian.
5.Memproses dengan segera artinya peneliti harus mampu segera memproses
data di tempat, membuat generalisasi dan menguji hopotesis di dalam
situasi yang dengan sengaja diciptakan.
6.Klarifikasi dan kesimpulan artinya peneliti harus memiliki kemampuan unik
untuk membuat kesimpulan di tempat, dan langsung meminta klarifikasi,
pembetulan, atau elaborasi kepada subyek yang diteliti.
7.Kesempatan eksplorasi artinya peneliti harus mampu mengekspolarsi
terhadap jawaban-jawaban dari subyek yang diteliti yang tidak lazim, atau
mengandung kelainan, yang sepertinya tidak berguna atau tidak bisa
dikoding, sehingga data tersebut perlu dibuang atau diabaikan. Peneliti
sebagai human instrument, justru bisa mengeksplorasi respons-respons
demikian, menguji validitasnya, bahkan mungkin mencapai pemahaman
yang lebih tinggi dari pada yang dapat dicapai oleh penelitian biasa.

B. Proses Pemantauan dalam PTK


Instrumen yang diperlukan dalam penelitian tindakan kelas (PTK) haruslah
sejalan dengan prosedur dan langkah PTK. Instrumen untuk mengukur
keberhasilan tindakan dapat dipahami dari dua sisi yaitu sisi proses dan sisi hal
yang diamati.
1. Dari Sisi Proses
Dari sisi proses (bagan alirnya), instrumen dalam PTK harus dapat
menjangkau masalah yang berkaitan dengan input (kondisi awal), proses (saat
berlangsung), dan output (hasil).

108
a. Instrumen untuk Input
Instrumen untuk input dapat dikembangkan dari hal-hal yang menjadi
akar masalah beserta pendukungnya. Misalnya: akar masalah adalah bekal awal
atau prestasi tertentu dari siswa yang dianggap kurang. Dalam hal ini tes bekal
awal dapat menjadi instrumen yang tepat. Di samping itu, mungkin diperlukan
pula instrumen pendukung yang mengarah pada pemberdayaan tindakan yang
akan dilakukan, misalnya: format peta kelas dalam kondisi awal, buku teks dalam
kondisi awal,dan seterusnya.
b. Instrumen untuk Proses
Instrumen yang digunakan pada saat proses berlangsung berkaitan erat
dengan tindakan yang dipilih untuk dilakukan. Dalam tahap ini banyak format
yang dapat digunakan. Akan tetapi, format yang digunakan hendaknya yang
sesuai dengan tindakan yang dipilih.
c. Instrumen untuk Output
Adapun instrumen untuk output berkaitan erat dengan evaluasi
pencapaian hasil berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Misalnya: nilai 70
ditetapkan sebagai ambang batas peningkatan (pada saat dilaksanakan tes bekal
awal, nilai peserta didik berkisar pada angka 55), maka pencapaian hasil yang
belum sampai pada angka 70 perlu untuk dilakukan tindakan lagi (melalui siklus
berikutnya).
2. Dari Sisi Hal yang Diamati
Selain dari sisi proses (bagan alir), instrumen dapat pula dipahami dari sisi
hal yang diamati. Dari sisi hal yang diamati, instrumen dapat dikelompokkan
menjadi 3 (tiga), yaitu: instrumen untuk mengamati guru (observing teachers),
instrumen untuk mengamati kelas (observing classroom), dan instrumen untuk
mengamati perilaku siswa (observing students) (Reed dan Bergermann,1992).
a. Pengamatan terhadap Guru (Observing Teachers)
Pengamatan atau observasi merupakan alat yang terbukti efektif untuk
mempelajari tentang metode dan strategi yang diimplementasikan di kelas,
misalnya, tentang organisasi kelas, respon siswa terhadap lingkungan kelas, dan

109
sebagainya. Salah satu bentuk instrumen pengamatan adalah catatan anekdotal
(anecdotal record).
Catatan anekdottal adalah riwayat tertulis, deskriptif, longitudinal tentang
apa yang dilakukan atau dikatakan perseorangan dalam kelas dalam suatu jangka
waktu. Deskripsi ditekankan untuk menghasilkan gambaran umum yang layak
untuk keperluan penjelasan dan penafsiran. Deskripsi tersebut biasanya
mencakup konteks dan peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudah peristiwa
yang gayut dengan permasalahan yang diteliti. Metode ini dapat diterapkan pada
kelompok dan individu. Catatan anekdotal memfokuskan pada hal-hal spesifik
yang terjadi di dalam kelas atau catatan tentang aktivitas belajar siswa dalam
pembelajaran. Catatan anekdotal mencatat kejadian di dalam kelas secara
informal dalam bentuk naratif. Sejauh mungkin, catatan itu memuat deskripsi
rinci dan lugas peristiwa yang terjadi di kelas. Catatan anekdotal tidak
mempersyaratkan pengamat memperoleh latihan secara khusus. Suatu catatan
anekdotal yang baik setidaknya memiliki empat ciri, yaitu: (1) pengamat harus
mengamati keseluruhan sekuensi peristiwa yang terjadi di kelas; (2) tujuan, batas
waktu dan rambu-rambu pengamatan jelas; (3) hasil pengamatan dicatat dengan
lengkap dan hati-hati; dan (4) pengamatan harus dilakukan secara objektif atau
apa adanya.
Beberapa model catatan anekdotal yang diusulkan oleh Reed dan
Bergermann (1992) dan dapat digunakan dalam pelaksanaan PTK, antara lain:
(a) Catatan Anekdotal Peristiwa dalam Pembelajaran (Anecdotal Record for
Observing Instructional Events),
(b) Catatan Anekdotal Interaksi Guru-Siswa (Anecdotal Teacher-Student Interaction
Form),
(c) Catatan Anekdotal Pola Pengelompokan Belajar (Anecdotal Record Form for
Grouping Patterns),
(d) Pengamatan Terstruktur (Structured Observation),
(e) Lembar Pengamatan Model Manajemen Kelas (Checklist for Management Model),

110
(f) Lembar Pengamatan Keterampilan Bertanya (Checklist for Examining Questions),
g) Catatan Anekdotal Aktivitas Pembelajaran (Anecdotal Record of Pre-, Whilst-, and
Post-Teaching Activities)
(h) Catatan Anekdotal Membantu Siswa Berpartisipasi (Checklist for Routine
Involving Students),
b. Pengamatan terhadap Kelas (Observing Classrooms)
Catatan anekdotal dapat dilengkapi sambil melakukan pengamatan
terhadap segala kejadian yang terjadi di kelas. Pengamatan ini sangat bermanfaat
karena dapat mengungkapkan praktik-praktik pembelajaran yang menarik di
kelas. Di samping itu, pengamatan itu dapat menunjukkan strategi yang
digunakan guru dalam menangani kendala dan hambatan pembelajaran yang
terjadi di kelas. Catatan anekdotal kelas meliputi deskripsi tentang lingkungan
fisik kelas, tata letaknya, dan manajemen kelas.
Beberapa model catatan anekdotal kelas yang diusulkan oleh Reed dan
Bergermann (1992) dan dapat digunakan dalam PTK, antara lain:
(a) Format Anekdotal Organisasi Kelas (Form for Anecdotal Record of Classroom
Organization),
(b) Format Peta Kelas (Form for a Classroom Map),
(c) Observasi Kelas Terstruktur (Structured Observation of Classrooms),
(d) Format Skala Pengkodean Lingkungan Sosial Kelas (Form for Coding Scale of
Classroom Social Environment),
(e) Lembar Cek Wawancara Personalia Sekolah (Checklist for School Personnel
Interviews),
f) Lembar Cek Kompetensi (Checklist of Competencies).
c. Pengamatan terhadap Siswa (Observing Students).
Pengamatan terhadap perilaku siswa dapat mengungkapkan berbagai hal
yang menarik. Masing-masing individu siswa dapat diamati secara individual
atau berkelompok sebelum, saat berlangsung, dan sesudah selesai proses belajar
mengajar. Perubahan pada setiap individu juga dapat diamati, dalam kurun
waktu tertentu, mulai dari sebelum dilakukan tindakan, saat tindakan
diimplementasikan, dan setelah tindakan selesai dilakukan.

111
Beberapa model pengamatan terhadap perilaku siswa diusulkan oleh Reed
dan Bergermann (1992) yang dapat digunakan dalam PTK, antara lain:
(a) Tes Diagnostik (Diagnostic Test),
(b) Catatan Anekdotal Perilaku Siswa (Anecdotal Record for Observing Students),
(c) Format Bayangan (Shadowing Form),
(d) Kartu Profil Siswa (Profile Card of Students),
(e) Carta Deskripsi Profil Siswa (Descriptive Profile Chart),
(f) Sistem Koding Partisipasi Siswa (Coding System to Observe Student Participation
in Lessons),
(g) Inventori Kalimat tak Lengkap (Incomplete Sentence Inventory),
(h) Pedoman Wawancara untuk Refleksi (Interview Guide for Reflection),
(i) Sosiogram.

C. Macam-Macam Pengumpulan Data dalam PTK


Pengumpulan data dalam PTK seperti pada umumnya suatu penelitian
adalah dengan menggunakan instrumen. Instrumen memegang peranan yang
sangat strategis dan penting dalam menetukan kualitas suatu penelitian, karena
validitas atau kesahihan data yang diperoleh akan sangat ditentukan oleh mutu
atau validitas instrumen yang digunakan. Instrumen yang salah atau keliru,
artinya tidak mengukur substansi atau isi dari masalah atau topik penelitian,
maka akan menghasilkan data atau informasi yang salah atau keliru dan akhirnya
akan menghasilkan suatu kesimpulan yang salah juga. Berikut ini beberapa
macam pengumpulan data yang dapat dipergunakan dalam penelitian tindakan
kelas.
1. Pengamatan atau Observasi
Pengamatan atau observasi adalah kegiatan pengamatan (pengambilan
data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran.
Pengamatan partisipatif dilakukan oleh orang yang terlibat secara aktif dalam
proses pelaksanaan tindakan. Pengamatan ini dapat dilaksanakan dengan
pedoman pengamatan (format, daftar cek), catatan lapangan, jurnal harian,
observasi aktivitas di kelas, penggambaran interaksi dalam kelas, alat perekam

112
elektronik, atau pemetaan kelas (Mills, 2004). Pengamatan sangat cocok untuk
merekam data kualitatif, misalnya perilaku, aktivitas, dan proses lainnya. Catatan
lapangan sebagai salah satu wujud dari pengamatan dapat digunakan untuk
mencatat data kualitatif, kasus istimewa, atau untuk melukiskan suatu proses.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan observasi adalah:
a. Memperhatikan fokus penelitian, kegiatan apa yang harus diamati, baik
yang umum maupun yang khusus. Kegiatan umum yang harus diobservasi
berarti segala sesuatu yang terjadi di kelas harus diamati dan dikomentari
serta dicatat dalam catatan lapangan. Sedangkan observasi kegiatan
khusus, hanya memfokuskan pada keadaan khusus yang tejadi di kelas,
seperti kegiatan tertentu atau praktek pembelajaran tertentu yang sudah
didiskusikan sbelumnya.
b. Menentukan kriteria yang diamati, dengan terlebih dahulu mendiskusikan
ukuran-ukuran apa yang digunakan dalam pengamatan. Secara cermat,
ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria baik, sedang, dan kurang; tinggi,
sedang dan rendah; efisien dan tidak efisien; berhasil dan tidak berhasil;
dan ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria lain yang dipakai dalam
pengamatan harus didiskusikan dan sepakati bersama. Hal ini untuk
menghindari kesalahpahaman antara guru peneliti dan mitra peneliti
(kolaborator) terutama ketika melakukan diskusi dan refleksi sesudah
penampilan tindakan itu dilakukan. Kriteria observasi ini selanjutnya akan
menjadi penentu apakah pengumpulan data PTK mengikuti standar
tersebut atau tidak.
Manfaat observasi dalam PTK akan terwujud apabila masukkan balik atau
feeback dilakukan dengan cermat, yaitu dengan cara:
a. Dilakukan dalam waktu 24 jam sesudah kegiatan tindakan dilakukan.
b. Berdasarkan catatan lapangan yang ditulis dengan sistematis dan cermat.
c. Berdasarkan data faktual.
d. Data faktual ditafsirkan berdasarkan kriteria yang telah disetujui.
e. Penafsiran diberikan pertama kali oleh guru yang diobservasi.

113
f. Untuk selanjutnya dirundingkan bersama mitra peneliti lainnya dalam
diskusi dua arah.
g. Menghsilkan strategi selanjutnya dalam siklus berikutnya. (Hopkins, 1993
dalam Rochiati, 2005).

Fase Observasi
Ada tiga fase utama dalam melakukan observasi kelas, yakni:
a. Pertemuan perencanaan. Dalam pertemuan perencanaan pihak guru yang
menyajikan dan pihak pengamat mendiskusikan rencana pembelajaran
yang akan diterapkan dalam PTK tersebut. Materi yang perlu didiskusikan
antara lain: bagaimana penyajian langkah-langkah pembelajaran dilakukan
dan bagaimana pengamat akan mulai dengan pengumpulan data melalui
observasi dilakukan.
b. Observasi kelas. Dalam fase ini pihak pengamat maupun guru sebagai
peneliti melakukan pengamatan atau observasi terhadap proses
pembelajaran di kelas yang meliputi pengamatan terhadap siswa, suasana
kelasa, interaksi guru dengan siswa, intersksi siswa dengan siswa dan hal-
hal lain yang terkait dengan PTK.
c. Diskusi balikan. Guru sebagai peneliti dan pengamat mempelajari secara
bersama-sama hasil observasi atau keberhasilan untuk dijadikan catatan
lapangan dan mendiskusikan langkah-langkah berikutnya. Hubungan
antara guru sebagai peneliti yang melakukan pembelajaran dan pengamat
atau kolaborator harus dalam iklim saling percaya dan saling membantu
serta bukan yang satu merasa terancam oleh yang lain. Oleh karena itu
perlu dibangun kemitraan dan sinergi yang positif dinatara keduanya.
Teknik-Teknik Observasi
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk melakukan observasi.
Teknik-teknik observasi tersebut tidak mencerminkan teknik observasi yang satu
lebih baik dari teknik observasi lainnya. Teknik observasi akan sangat tergantung
pada si peneliti dan situasi serta karakteristik setting penelitian. Teknik-teknik
observasi tersebut antara lain:

114
a.Observasi Terbuka.
Observasi terbuka adalah apabila sang pengamat atau observer melakukan
pengamatannya dengan mengambil kertas pensil, kemudian mencatatkan segala
sesuatu yang terjadi di kelas. Sebagai contoh catatan itu akan berbentuk sebagai
berikut (Hopkins, 1993 dalam Rochiati 2005).

Guru : “Santi, cobalah buka halaman 49, berikan jawaban pada pertanyaan nomor
1!”
Santi : “Perang Dunia II terjadi diantaranya karena konflik yang tidak
terselesaikan pada
Perang dunia I”.
Guru : “Baiklah, itu satu jawaban, Anto, cobalah berikan jawaban lainnya!”

Tujuan membuat cacatan demikian adalah untuk menggambarkan situasi


kelas selengkapnya sehingga urutan-urutan kejadian tercatat semuanya. Tetapi
pada prinsipnya pencatatan terbuka disesuaikan dengan selera pengamat dengan
catatan dilakukan sefaktual mungkin dan tanpa penafsiran subyektif dari
pengamat. Salah satu contoh pengamatan terbuka yang bertujuan mencatatkan
keterampilan mengajar guru adalah sebagai berikut. (Hopkins, 1993 dalam
Rochiati 2005).
Tabel 5.1
Catatan Observasi Terbuka
NO. ASPEK DESKRIPSI
1. Presentase
2. Mengajar tak langsung
3. Mengajar langsung
4. Suara
5. Strategi Bertanya
6. Masukan Balik
7. Pokok Bahasan
8. Ekspektasi

Observasi dari butir-butir di atas secara rinci dicatat dalam catatan lapangan (field
notes), sebagai sumber data untuk kemudian didiskusikan, dianalisis dan
ditafsirkan.

115
b.Observasi Terfokus.
Apabila penelitian ingin memfokuskan permasalahan kepada upaya-upaya
guru dalam membangkitkan semangat belajar siswa dengan memberikan respons
kepada pertanyaan guru, maka sebaiknya dilakukan penelitian tindakan kelas
yang memfokuskan kepada meningkatkan kualitas bertanya. Ada hal lain yang
perlu diperhatikan dalam meningkatkan strategi bertanya guru, antara lain
dengan membuat suasana kelas menjadi demokratis dengan membagikan
pertanyaan kepada sebanyak mungkin siswa secara merata, terutama untuk
memberikan dorongan dan dukungan kepada siswa yang cenderung diam
apabila tidak ditanya. Berikut ini format teknik bertanya.

Tabel 5.2
Format Teknik Bertanya
A. Bentuk Pertanyaan
1. Akademik: Faktual, Jawaban yang dicari spesifik dan benar.
Akademik: opini, singkat.
2. Non akademik: Pertanyaan pribadi, prosedur dan disiplin.
B. Bentuk Jawaban
1. Untuk pertanyaan pemikiran, siswa membuat kesimpulan atau elaborasi.
2. Untuk pertanyaan faktual, siswa mengingat kembali (hafalan).
3. Untuk pertanyaan pilihan, siswa menjawab ya atau tidak.
C. Seleksi Siswa
1. Sebut nama siswa sebelum bertanya.
2. Meminta sukarelawan.
3. Meminta bukan sukarelawan (sesudah pertanyaan diajukan).
D. Berhenti Sejenak
1. Berhenti sejenak sebelum memberi pertanyaan
2. Lupa berhenti sejenak
3. Guru menyebut nama siswa sebelum bertanya
E. Cara Bertanya
1. Pertanyaan diajukan sebagai stimulasi atau tantangan.
2. Pertanyaan diajukan secara faktual atau biasa saja.

116
3. Pertanyaan bersifat tes atau encaman.

Ada hal lain yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan strategi bertanya
guru, antara lain dengan membuat suasana kelas menjadi demokratis dengan
membagikan pertanyaan kepada sebanyak mungkin siswa secara merata,
terutama untuk memberikan dorongan dan dukungan kepada siswa yang
cenderung diam apabila tidak ditanya.
c.Observasi Terstruktur.
Observasi terstruktur merupakan pengamatan yang dilakukan oleh
seorang peneliti terhadap subyek atau obyek penelitian di mana yang diamati itu
sesuatu yang bersifat terstruktur. Dalam observasi terstruktur ini peneliti dan
mitra peneliti (kolaborator) terlebih dahulu menyetujui kriteria yang diamati,
selanjutnya si observer tinggal menghitung (mentally) saja berapa kali jawaban,
tindakan, atau sikap siswa yang sedang diteliti itu ditampilkan. Berikut ini contoh
bagaimana observasi terstruktur dihitung (Hopkins, 1993).

Tabel 5.3
Contoh Observasi Terstruktur
Pertanyaan Jawaban Jawaban Jawaban Jawaban salah Jawaban
Sukarela tidak benar tidak
sukarela mengenal
sasaran
1. V V
2. V V
3. V V
4. V V
5. V V
6. V V
7. V V
8. V V
9. V V

117
10. V V
Jumlah 6 4 6 3 3

Bagan di atas menunjukkan bahwa observer sedang meneliti berapa jumlah


siswa yang bersedia menjawab pertanyaan guru dengan sukarela atau disuruh
guru untuk menjawab (tidak sukarela). Juga dinilai secara kualitatif jawaban dari
siswa, apakah benar, salah atau tidak menjawab pertanyaan yang diajukan (tidak
mengenai sasaran). Guru kemudian menjumlah jawaban sukarela, jawaban tidak
sukarela, jawaban yang benar, jawaban yang salah dan jawaban yang tidak
mengenai pertanyaan atau sasaran.
d.Observasi Sistematik.
Observasi sistematik merupakan pengamatan yang dilakukan oleh seorang
peneliti terhadap subyek atau obyek penelitian di mana yang diamati itu sesuatu
yang bersifat kuantitatif dengan menggunakan skala-skala. Dengan menggunakan
skala, para peneliti akan mengambil pikiran-pikiran orang lain yang menyusun
skala tersebut, sedangkan pegangan pokok dalam penelitian ini adalah observer
akan melakukan suatu pengamatan terhadap tindakan guru untuk mencoba
sesuatu dalam pembelajarannya dalam upaya meningkatkan kualitas yang sudah
direncanakan dan dipikirkan bersama, dalam hubungan keitraan guru-peneliti
yang relevan dengan tindakan tersebut.
Pengamatan dengan menggunakan skala juga akan menekankan aspek
penelitian kuantitatif yang akan mendahulukan perhitungan jumlah
dibandingkan dengan kualitas analisis yang mendalam. Pencatatan jumlah yang
mengabstrasikan apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas, cenderung
menghilangkan aspek manusia secara faktual (dehumanisasi) dan aspek refleksi
dalam PTK. Padahal kekayaan dan kebermaknaan PTK justru terletak pada hal-
hal tersebut. Data kuantitatif dipakai secara terbatas saja dalam PTK yang
bertujuan memperbaiki mutu pendidikan, yaitu sifatnya memperkaya atau
mendukung suatu analisis.
Guru dalam penelitian cenderung menggunakan daftar pertanyaan atau
kuesioner dalam mengumpulkan data karena menjaga agar tidak terjadi akibat

118
yang mengganggu apabila teknik observasi atau wawancara akan merusak
hubungan antara guru uyang diobservasi atau diwawancara dengan guru yang
mengobservasi atau mewawancarai. Dari penjelasan di atas berlaitan dengan
observasi sistematik yang berbasis kuantitatif dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa peneliti boleh saja menggunakan teknik observasi sistematis selama
disesuaikan dengan apa yang mau dilihat dalam observasi dan digunakan secara
terbatas saja.

Kecermatan Dalam Observasi


Pengamat atau observer juga manusia yang memiliki kelemahan dalam
melakukan pengamatan pada situasi atau keadaan, kejadian atau peristiwa yang
dialami obyeknya. Oleh karena itu sangat mungkin untuk dipengaruhi oleh
subyektivitas pribadinya dalam menghimpun data. Oleh karena itu untuk
mendapatkan data yang valid dan akurat observer harus memperhatikan
kelemahan dalam pelaksanaan kegiatan observasi dan berusaha mengatasinya.
Kelemahan atau kekurangan tersebut antara lain:
1.Pencatatan data sangat tergantung pada kecermatan pengamatan dan daya
ingatan dari observer atau petugas pengumpul data.
2.Observer harus mencegah pula kemungkinan membuat kekeliruan dalam
pencatatan data, karena berbagai sebab berikut:
b. Pengaruh kesan umum (hallo effects). Hal ini terjadi berupa
kekeliruan dalam mencatat data karena sebelum memulai observasi
memperoleh kesan umum tertentu tentang obyek sebagai sumber data
penelitian. Kesan umum itu mungkin positif yang dapat berakibat
hanya mencatat data yang sesuai dengan harapan mengenai obyek
tersebut. Kesan umum juga bisa bersifat yang negatif, sehingga dalam
pencatatan cenderung hanya mengimpun data yang dapat merugikan
obyek yang menjadi sumber data.
c. Pengaruh keinginan menolong (generosity effects). Penelitian dapat
mengalami kesesatan dalam menarik kesimpulan karena pengamat
memiliki keinginan untuk berbuat baik pada obyeknya. Keinginan itu

119
tampak berupa kecenderungan untuk mengumpulkan data yang dapat
memberikan gambaran positif mengenai obyek penelitian, meskipun
keadaan yang sesungguhnya tidak seperti hasil yang diperoleh oleh
observer.
d. Pengaruh pengamatan sebelumnya (carry over effects). Seorang
observer kerap kali tidak dapat memisahkan antara kesan tentang suatu
gejala yang ditemuinya lebih dahulu, pada saat melakukan pengamatan
terhadap gejala berikutnya atau gejala yang lain. Kondisi ini dapat
menimbulkan kesesatan dalam merumuskan hasil penelitian, karena
data yang dikumpulkan keliru.
3.Observasi sering menghasilkan data yang tidak obyektif karena subyek yang
diamati berupa manusia mengetahui bahwa dirinya sedang diamati. Subyek
itu akan menduga-duga maksud pengamatan yang dilakukan, sehingga
dapat terjadi dua kemungkinan sebagai berikut:
a. Menduga observasi akan menguntungkan dirinya sehingga berusaha
menampilkan tingkah laku yang menyenangkan atau yang baik, atau
sekurang-kurangnya yang diperkirakannya akan menguntungkan
dirinya. Dengan demikian akan mengakibatkan data yang terkumpul
bukanlah kondisi sebenarnya dari obyek penelitian.
b. Menduga observasi akan merugikan dirinya, sehingga berusaha
menampilkan tingkah laku yang tidak menyenangkan atau yang tidak
baik, atau sekurang-kurangnya yang diperkirakannya akan membuat
hasil penelitian menjadi keliru atau salah. Dengan demikian seperti
dikatakan di atas akan mengakibatkan data yang terkumpul bukanlah
kondisi sebenarnya dari obyek penelitian.

Keunggulan Observasi Sebagai Teknik Pengumpulan Data


Observasi atau pengamatan sebagai teknik pengumpulan data dalam
penelitian memiliki keunggulan-keunggulan tertentu, yakni:
a. Banyak gejala dalam kehidupan manusia atau di bidang sosial yang hanya
dapat diselidiki dengan melakukan observasi. Penggunaan teknik yang lain

120
cenderung mengakibatkan data yang dikumpulkan menjadi tidak lengkap,
kurang teliti atau tidak cermat dan bahkan telah dimanipulasi oleh obyek
penelitian.
b. Banyak obyek penelitian yang dalam memberikan data hanya bersedia
diobservasi, mungkin karena terlalu sibuk atau sulit menyatakan buah
pikirannya jika diwawancarai atau mengisi angket atau jenis alat lainnya
yang mengharuskannya untuk menyediakan waktu secara khusus.
c. Observasi terhadap obyek yang banyak jumlahnya atau terhadap kejadian
yang serempak ditempat yang berbeda-beda kerap kali menemui hambatan
jika observernya sedikit. Keadaan seperti itu dapat diatasi dengan
menyediakan dan melatih sejumlah observer sesuai dengan keperluan.
d. Observasi tidak dipengaruhi dan tidak tergantung kepada kesediaan
obyeknya untuk memberikan informasi tentang dirinya (self report). Kondisi
ini berarti jiga data yang diperoleh melalui observasi tidak dipengaruhi
oleh penafsiran atau ketidakjujuran obyeknya, sehingga lebih besar
kemungkinannya memperoleh data yang obyektif.
e. Observasi dapat menghindari perbedaan penafsiran mengenai data yang
penting atau tidak untuk dihimpun, antar observer dengan obyeknya.
Banyak gejala yang dipandang tidak berarti dan diperkirakan kecil
pengaruhnya terhadap sesuatu keadaan oleh obyek yang diselidiki,
ternyata sebenarnya merupakan data penelitian yang berharga dan tidak
boleh diabaikan. Data seperti itu mungkin tidak terungkap jika dihimpun
dengan alat lain, sebaliknya dapat dihimpun secara terinci oleh observasi
dengan berbagai instrumennya.
Observasi atau pengamatan sebagai alat pengumpul data penelitian akan
mampu mengumpulkan data secara efektif dan obyektif bilamana dilaksanakan
secara cermat dan teliti. Langkah-langkah untuk meningkatkan kecermatan dan
ketelitian itu antara lain adalah:
a. Obyek yang komplek pada umumnya tidak mudah mengamatinya. Oleh
karena itu pengamatan harus dilakukan selama jangka waktu yang cukup
lama, pengamat (observer) tidak boleh tergesa-gesa karena hanya

121
mempunyai waktu yang terbatas. Di samping itu pengamatan pun harus
dilakukan dari berbagai segi yang mungkin saling berhubungan satu
dengan yang lain. Observer harus mampu memperkirakan bahwa
munculnya suatu gejala tidak mustahil berhubungan dengan gejala yang
lain, meskipun sepintas kelihatannya antara gejala-gejala itu terpisah, baik
waktu maupun tempat pemunculannya. Selanjutnya terhadap obyek yang
komplek itu, observer tidak boleh terlalu cepat menyimpulkan munculnya
suatu gejala. Untuk meyakinkan tidak ada salahnya pengamatan dilakukan
berulang-ulang untuk menghindari kekeliruan yang tidak menguntungkan.
b. Dalam keadaan waktu yang tersedia relatif pendek untuk melakukan
pengamatan terhadap obyek yang komplek, kecermatan dan ketelitian
dapat ditingkatkan dengan memperbanyak pengamat (observer). Dengan
demikian pengamatan dapat dilakukan terhadap berbagai segi dan hasil
dari observer yang cukup banyak itu dapat berarti observasi dilakukan
berulang-ulang. Observasi yang dilakukan oleh satu orang sebanyak
sepuluh kali, sama cermatnya dengan satu kali observasi dilakukan oleh
sepuluh orang, sehingga memungkinkan gejala pada obyek penelitian dari
berbagai segi. Dengan mengintegrasikan data dari observasi yang
dilakukan oleh banyak observer, akan dapat diperoleh gambaran
keseluruhan tentang obyek penelitian, sesuai dengan masalah yang ingin
diungkapkan.
c. Tingkat kecermatan observasi dapat juga dilakukan dengan cara sebaliknya
dari cara kedua tersebut di atas. Tingkat kecermatan dapat ditingkatkan
dengan memperbanyak obyek yang diobservasi. Observasi oleh sepuluh
orang terhadap satu obyek, sama cermatnya dengan observasi yang
dilakukan oleh satu orang terhadap sepuluh obyek. Cara ini dapat
ditempuh bila mana observer mempunyai waktu yang cukup banyak dan
tidak ingin memperoleh hasil yang mungkin berbeda karena perbedaan
kemampuan observer jika jumlahnya cukup banyak. Perbedaan
pendidikan, baik tingkat maupun jenis, perbedaan pengalaman dalam
bidang penelitian khususnya dalam melakukan observasi dan lain-lain

122
mungkin saja berpengaruh kepada kemampuan setiap observer. Di
samping itu perbedaan dapat pula terjadi karena perbedaan pribadi, yang
pada seorang observer mungkin jujur dalam menghimpun data, sedangkan
yang lain tidak jujur, senang dan tidak senang menafsirkan sendiri gejala
yang ditemuinya, malas dan rajin mengunjungi obyeknya dan lain-lain.
d. Berusaha memberikan latihan agar memiliki keterampilan yang sama atau
sekurang-kurangnya tidak berbeda secara prinsipil, baik berupa
kemampuan melakukan observasi secara umum, maupun keterampilan
dalam melakukan pencatatan. Selanjutnya jika kondisi memungkinkan
kepada para calon observer dapat melakukan uji coba (try out). Kegiatan
uji coba itu dapat dilakukan pada obyek di luar sampel, namun telah
diyakini memiliki karakteristik yang sama dengan obyek yang terdapat di
dalam sampel.
e. Kecermatan observasi dapat ditingkatkan dengan menghindari terlalu
banyak menggunakan ingatan dalam mencatat data. Jika keadaan
memungkinkan sebiknya data dicatat pada saat observasi dilakukan.
Bilamana keadaan tidak memungkinkan sebaiknya data yang diingat itu
tidak terlalu banyak jumlahnya, sebelum dimasukkan di dalam alat
pengumpul data yang dipergunakan. Semakin sedikit data atau informasi
yang diingat dari suatu observasi, maka makin sedikit kemungkinan
membuat kekeliruan bila dicacat setelah observasi dilakukan. Sebaliknya,
semakin banyak data atau informasi yang harus diingat, akan semakin
besar kemungkinan membuat kekeliruan, apalagi jika jarak waktu
mencatatnya dengan waktu melakukan observasi terlalu lama.

2. Wawancara
Dalam rangka memperoleh data dan atau informasi yang lebih rinci dan
untuk melengkapi data hasil observasi, tim peneliti dapat melakukan wawancara
kepada guru, siswa, kepala sekolah dan fasilitator yang berkolaborasi. Wawancara
digunakan untuk mengungkap data yang berkaitan dengan sikap, pendapat, atau
wawasan. Wawancara merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukkan secara

123
verbal kepada orang-orang yang dianggap dapat memberikan informasi atau
penjelasan hal-hal yang dipandang perlu dan memiliki relevansi dengan
permasalahan penelitian tiindakan kelas. Sementara menurut Hopkins (1993)
wawancara adalah suatu cara untuk mengetahui situasi tertentu di dalam kelas
dilihat dari sudut pandang yang lain.
Dalam PTK wawancara dapat dilakukan terhadap Kepala Sekolah, siswa,
beberapa teman sejawat, pegawai tata usaha sekolah, orang tua siswa dan pihak-
pihak yang terkait dengan masalah PTK. Mereka disebut informan kunci atau key
informants, yaitu mereka yang mempunyai pengetahuan khusus, status, atau
keterampilan berkomunikasi. Oleh karena guru ketika PTK berlangsung posisinya
mengajar, maka lebih baik yang melakukan wawancara adalah mitra peneliti.
Wawancara dapat dilakukan secara bebas atau terstruktur. Wawancara
hendaknya dapat dilakukan dalam situasi informal, wajar, dan peneliti berperan
sebagai mitra. Wawancara hendaknya dilakukan dengan mempergunakan
pedoman wawancara agar semua informasi dapat diperoleh secara lengkap. Jika
dianggap masih ada informasi yang kurang, dapat pula dilakukan secara bebas.
Guru yang berkolaborasi dapat berperan pula sebagai pewawancara terhadap
siswanya. Namun harus dapat menjaga agar hasil wawancara memiliki
objektivitas yang tinggi. Sebaiknya dalam wawancara pewawancara
menggunakan alat rekaman untuk membantu catatan lapangan anda, juga sebagai
alat untuk mengingatkan topik bahasan atau pun untuk memulai wawancara
dengan memutar rekaman terdahulu agar anda dan yang diwawancarai tetap
berada di jalur pembicaraan dengan seizin pihak yang diwawancarai.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar wawancara berjalan efektif
adalah:
a. Bersikaplah sebagai pewawancara yang simpatik, yang perhatian dan
pendengar yang baik, tidak berperan terlalu aktif dan menghargai
pendapat anda.
b. Dalam menyampaikan pertanyaan-pertanyaan sebaiknya dimulai dengan
pertanyaan pengantar yang bersifat pemanasan. Pertanyaan cenderung
diarahkan pada usaha untuk melakukan identifikasi agar terwujud

124
hubungan manusiawi yang wajar dan intim. Oleh karena itu pertanyaan
boleh diajukan mengenai hal-hal di luar data atau informasi yang
diperlukan dalam memecahkan masalah penelitian.
c. Bersikaplah netral dalam relevansinya dengan pelajaran. Janganlah
menyatakan pendapat anda sendiri tentang hal itu atau mengomentari
pendapat siswa. Upayakan jangan menunjukkan sikap terheran-heran atau
tidak menyetujui terhadap apa yang dinyatakan atau ditunjukkan siswa.
d. Bersikaplah tenang dan tidak terburu-buru atau ragu-ragu.
e. Mungkin siswa yang diwawancarai merasa takut kalau-kalau mereka
menunjukkan sikap atau pendapat yang salah menurut anda. Yakinkanlah
pada siswa bahwa pendapatnya penting bagi anda. Bahwa apa yang
mereka katakan penting bagi anda dan wawancara ini bukan tes atau ujian.
f. Secara khusus perhatikan bahasa yang anda gunakan untuk wawancara,
ajukan frase yang sama pada setiap pertanyaan, selalu ingat akan garis
besar tujuan wawancara, ulangi pertanyaan apabila siswa menjawab terlalu
umum atau kabur sifatnya.
g. Usahakan menimbulkan kesan bahwa pihak yang diwawancarai adalah
orang yang sangat penting, dalam arti informasinya sangat diperlukan dan
seolah-olah penelitian akan gagal tanpa bantuan atau partisipasinya.

Ada beberapa bentuk wawancara antara lain:


a. Wawancara terstruktur adalah apabila anda sebagai pewawancara sudah
mempersiapkan bahan wawancara terlebih dahulu
b. Wawancara setengah terstruktur adalah bentuk wawancara yang sudah
dipersiapkan terlebih dahulu, akan tetapi memberikan keleluasaan untuk
menerangkan agak panjang mungkin tidak langsung ke fokus pertanyaan
atau bahasan atau mungkin mengajukan topik bahasan sendir selama
wawancara itu berlangsung
c. Wawancara tidak terstruktur adalah bentuk wawancara dimana prakarsa
untuk memilih topik bahasan diambil oleh siswa atau orang yang anda
wawancarai. Apabila wawancara sudah berlangsung, anda dapat

125
mengarahkan agar yang diinterview menerangkan, mengelaborasi, atau
mengklarifikasi jawaban yang kurang jelas.
Dalam rangka memperoleh data berupa informasi yang tepat, obyektif dan
lengkap dengan mempergunakan wawancara sebagai alat, sangat ditentukan dan
dipengaruhi oleh hubungan manusiawi yang berlangsung antar interviewer
dengan interviewee. Seorang interviewer harus berusaha menciptakan hubungan
manusiawi yang baik, dalam arti wajar tanpa terasa adanya paksaan dan tekanan.
Di dalam hubungan itu harus tercipta kepercayaan dan kesediaan interviewee
untuk memberikan informasi secara jujur dan lengkap, tanpa kecenderungan
untuk menyembunyikan sebagian informasi yang dapat berakibat masalah
penelitian tidak terselesaikan secara menyeluruh. Usaha menciptakan hubungan
manusiawi yang baik untuk melakukan wawancara dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
a. Partisipasi
Wawancara akan berlangsung dalam suasana hubungan manusiawi
yang wajar apabila kehadiran pewawancara diterima oleh atau di lingkungan
yang diwawancarai. Untuk menimbulkan sikap dan perasaan menerima itu,
jika pewawancara mempunyai cukup waktu sebaiknya dimulai dengan ikut
serta di dalam kegiatan yang diwawancarai sehari-hari. Kesempatan
berpartisipasi itu harus dipergunakan untuk menciptakan hubungan
manusiawi yang baik, sampai pada timbulnya kepercayaan dan ketidakragu-
raguan untuk memberikan informasi yang diperlukan pewawancara. Dengan
demikian dalam pelaksanaan wawancara tidak timbul perasaan sebagai dua
pihak yang saling berhadapan secara komprontatif.
b. Identifikasi.
Dalam keadaan pewawancara tidak memiliki waktu yang cukup lama, usaha
untuk menciptakan hubungan manusiawi yang baik dapat dilakukan dengan
usaha mengidentifikasi diri ke dalam kondisi yang diwawancarai dan
lingkungannya. Identifikasi dapat dilakukan dengan mengadakan pendekatan
untuk menimbulkan perasaan sebagai teman atau sebagai sesama orang dalam
dan sekurang-kurangnya dinilai sebagai seseorang yang memiliki berbagai

126
kesamaan dengan yang diwawancarai. Perasaan kesamaan itu antara lain
berupa kesamaan cita-cita yang ingin dicapai, kesamaan posisi dalam bekerja
atau di masyarakat, kesamaan dalam menilai sesuatu dan lain-lain.
Pewawancara tidak boleh menampilkan sikap egoistik berupa sikap atau
perasaan diri sendiri lebih penting, lebih pintar, meremehkan dan memandang
rendah pekerjaan atau status sosial ekonomi yang diwawancarai dan lain-lain.
Sikap itu dapat dan mudah terlihat dari tutur kata dan perilaku dalam
berkomunikasi, karena tidak mampu mengidentifikasi diri dengan kondisi
obyeknya.
c. Persuasi
Pewawancara harus mampu dan terus berusaha untuk meyakinkan yang
diwawancarai bahwa setiap informasi yang disampaikannya sangat penting
artinya bagi pemecahan masalah penelitian. Di samping itu bahkan juga perlu
diyakinkan tentang arti dan manfaat data atau informasi yang
disampaikannya bagi masyarakat, sekurang-kurangnya di lingkungan obyek
penelitian atau mungkin juga bagi bangsa dan negara serta kemanusiaan.
Sebaliknya dapat pula diyakinkan tentang kerugian-kerugian yang akan
terjadi, apabila tidak berkenan memberikan informasi atau data yang
diperlukan. Penekanan-penekanan seperti itu harus disampaikan dalam sikap
sopan dan tidak meninggalkan keramahtamahan, bukan dengan cara
menakut-nakuti dan ancaman-ancaman ini dapat menimbulkan sikap
menjauh dan menghindar yang akan merugikan bagi usaha pengumpulan
data. Persuasi yang wajar akan menimbulkan hasrat untuk memberikan kerja
sama yang positif dengan pewawancara berupa kejujuran dalam memberikan
informasi. Kerja sama seperti itu juga akan membuka peluang bagi
pewawancara untuk memperoleh data yang cukup dan lengkap.
d. Tokoh pengantar
Pewawancara kerap kali juga dibayangi oleh rasa segan mendatangi
responden yang belum dikenalnya atau memasuki lingkungan yang asing bagi
dirinya. Demikian pula sebaliknya calon responden sering lebih dahulu
menunjukkan sikap curiga pada pendatang yang tidak dikenalnya, sehingga

127
cenderung untuk menolak daripada menerima dan melayani seorang
pewawancara. Dalam kondisi ini sering diperlukan seorang “tokoh
pengantar”, atau seseorang yang diminta bantuannya untuk memperkenalkan
pewawancara kepada yang akan diwawancarai. Tokoh pengantar itu
sekurang-kurangnya adalah orang yang dikenal, yang lebih baik lagi jika
selain dikenal juga disegani dan dihormati oleh yang akan diwawancarai.
Tokoh pengantar itu dapat juga diminta untuk menjelaskan sekedarnya
maksud wawancara yang akan diselenggaraknnya, diiringi juga dengan
menerangkan tentang pentingnya informasi yang diharapkan diperoleh dari
calon yang akan diwawancarai. Oleh karena itu apabila tokoh pengantar itu
bukan anggota peneliti, berarti kepadanya perlu diberikan berbagai penjelasan
tentang maksud dan pentingnya penelitian itu dilakukan.

Langkah-Langkah Wawancara
Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh peneliti agar wawancara
sebagai alat pengumpul data dapat efektif penggunaannya adalah sebagai berikut:
1. Persiapan:
a. Menyusun petunjuk wawancara (interview guide).
Petunjuk wawancara perlu disusun untuk dijadikan pedoman bagi
pewawancara, terutama jika harus dilakukan oleh sejumlah petugas.
Petunjuk ini semakin penting artinya bagi petugas yang hanya
diikutsertakan dalam melakukan wawancara dan tidak ikut serta
dalam keseluruhan penelitian, sejak penyusunan proposal sampai
pada penyusunan laporan. Dengan mengikuti petunjuk itu dapat
diharapkan proses pengumpulan data dengan mempergunakan
wawancara sebagai alat, akan berlangsung secara sama (seragam).
Di samping itu petunjuk wawancara juga berfungsi sebagai berikut:
(1) Untuk mempertegas pokok-pokok penting yang perlu
diungkapkan sesuai dengan tujuan dan masalah penelitian. Dengan
demikian dapat dicegah penyimpangan yang tidak perlu terjadi
selama wawancara berlangsung. Setiap pewawancara harus

128
memfokuskan perhatiannya kepada pokok-pokok penting tersebut,
agar dapat diperoleh data atau informasi yang tepat dan cukup
untuk memecahkan masalah penelitian; (2) Untuk menghindari
kemungkinan melupakan data atau informasi yang perlu
diungkapkan yang dapat terjadi jika masalah yang akan dipecahkan
cukup banyak dan luas. Di samping itu agar usaha mengungkapkan
data atau informasi dapat dilakukan secara urut dan teratur dalam
hubungan yang tepat antara satu dengan yang lain; dan (3) Untuk
meningkatkan efisiensi pelaksanaan wawancara karena dengan
petunjuk yang jelas dan seragam, setiap pewawancara tidak perlu
mereka-reka sendiri wawancara yang akan dilaksanakannya.
Efisiensi akan terwujud juga karena dalam menyusun petunjuk
wawancara telah diupayakan untuk menghubungkan antara data
atau informasi yang akan dikumpulkan dengan masalah dan tujuan
penelitian. Dengan memperoleh data yang relevan itu, berarti
kegiatan mengumpulkan data pada setiap obyek penelitian tidak
perlu diulang-ulang.
b. Menyusun pertanyaan wawancara
Dianjurkan agar pertanyaan-pertanyaan wawancara dirumuskan
secara lengkap, tidak saja untuk memudahkan usaha
mengumpulkan data atau informasi, tetapi juga berguna dalam
memberikan pertanggungjawaban ilmiah dalam merumuskan
kesimpulan atau pengujian hipotesis. Dengan demikian berarti lebih
baik jika pedoman wawancara dilengkapi dari pada tidak
dilengkapi dengan daftar pertanyaan, yang akan dipegang sendiri
oleh pewawancara dan tidak untuk dibaca oleh yang akan
diwawancarai.
2. Uji coba (try out) Wawancara
Untuk meningkatkan validitas dan reliabilitas wawancara sebagai
alat pengumpul data, perlu dilakukan uji coba pertanyaan-
pertanyaan yang sudah disusun. Dari kegiatan uji coba akan dapat

129
diketahui kelamahan-kelemahan pertanyaan, untuk diperbaiki dan
disempurnakan, sebelum dipergunakan mengumpulkan data yang
sesungguhnya. Oleh karena itu uji coba tidak boleh dilakukan di
kelas yang akan dijadikan penelitian tindakan kelas. Dengan
demikian berarti juga obyek uji coba harus pada obyek (kelas) yang
memiliki karakteristik yang sama dengan kelas yang akan dijadikan
PTK. Penggunaan wawancara sebagai alat pengumpul data, tidak
dipergunakan perhitungan statistika untuk mengetahui validitas
dan reliabilitas. Penentuan validitas dan reliabilitas wawancara tidak
dilakukan secara empiris, tetapi cukup melalui analisis isi, yang
mengkaitkan relevansi antara pertanyaan-pertanyaan dengan
variabel yang hendak diungkapkan dalam suatu penelitian. Dari uji
coba diharapkan dapat diperbaiki kemungkinan adanya pertanyaan
yang kurang jelas, pemakaian kata-kata atau istilah yang tidak jelas
artinya atau tidak dimengerti. Dengan melaksanakan uji coba secara
baik, dapat diharapkan wawancara sebagai alat pengumpul data
mampu mengungkapkan data secara menyeluruh, obyektif dan
relevan dengan masalah pendidikan.
3. Pelaksanaan Wawancara
b. Penentuan interviewee (pihak yang diwawancarai)
Dalam hal ini peneliti menetapkan siapa-siapa dalam penelitian
tindakan kelas yang akan diwawancari, seperti teman sejawat, siswa,
kepala sekolah dan pihak-pihak yang terkait dengan PTK.
b. Menentukan dan mengatur waktu dan tempat wawancara
Setiap pewawancara berkewajiban untuk melakukan pendekatan
pada calon interviewee, sebelum wawancara dilakukan. Pendekatan
dilakukan untuk meminta persetujuan dan kesediaannya untuk
diwawancarai sehubungan dengan kegiatan PTK. Pendekatan dapat
dilanjutkan setelah mendapat persetujuan untuk mensepakati dan
menentukan tempat dan waktu pelaksanaan wawancara. Penentuan
waktu harus disesuaikan dengan kesediaan yang interviewee, dengan

130
memilih waktu pada saat yang bersangkutan tidak terlalu sibuk
(jangan mengganggu aktivitas yang akan diwawancarai).
c. Tanya jawab
Petunjuk dan uraian tentang proses bertanya dan mencatat jawaban
interviewee. Dalam hal ini dibutuhkan kemampuan interviewer
menggali sebanyak-banyaknya data atau informasi dengan
memberikan seluas-luasnya kesempatan pada interviewee untuk
berbicara. Oleh karena itu harus terus berusaha agar pembicaraan
tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan, dengan
mengikuti secara ketat petunjuk atau pedoman wawancara yang
telah disusun. Langkah terakhir dalam proses tanya jawab yang
tidak boleh diabaikan adalah kegiatan menyampaikan ucapan
terima kasih atas kesediaan dan kerja sama interviewee.
4. Kegiatan akhir
Kegiatan ini dilakukan berupa pengecekan (checking) dan penilaian
terhadap kebenaran, ketetapan dan kelengkapan data atau informasi
sebagai hasil wawancara. Di samping itu dilakukan juga untuk
mengetahui apakah ada jawaban yang masih samar-samar dan
meragu-ragukan dan bahkan mungkin kurang teliti mencatatnya.
Data yang kurang lengkap dapat disebabkan oleh interviewer sendiri,
terutama berupa kecermatan dan ketelitian. Sebaliknya mungkin
juga disebabkan oleh interviewee antara lain karena kurang mampu
menyatakan jawabannya dalam kalimat yang mudah dimengerti.
Selanjutnya tidak tertutup kemungkinan karena masih ada data atau
informasi yang dirahasikan, terlupakan atau memalukan jika
diungkapkan. Dalam keadaan ini setelah mengadakan pengecekan,
sebaiknya dilakukan wawancara tambahan dengan menanyakan
hanya tentang data atau informasi yang diperlukan sebagai
kelengkapan.
Pedoman atau Petunjuk Wawancara
Pedoman wawancara memuat pokok-pokok bahasan sebagai berikut:

131
a. Pendahuluan
Isi dari bagian ini memuat pengantar berupa uraian tentang wawancara
dilakukan dalam rangka penelitian apa, obyeknya dan kegunaannya secara
ilmiah dan praktis.
b. Tujuan
Bagian ini berisi penjelasan tentang tujuan wawancara, tetapi bukan
tentang tujuan penelitian. Tujuan dimaksud harus dirumuskan secara
operasional dan bersifat khusus, dalam arti tidak bersifat ideal, melainkan
yang praktis, terbatas dan dapat diwujudkan setiap kali wawancara
dilakukan. Oleh karena itu isinya harus berkisar sekitar informasi atau data
yang akan dikumpulkan. Jumlah rumusan tujuan itu boleh satu (jika dapat
dicakup semuanya), boleh lebih dari satu sesuai dengan keperluannya.
Misalnya: wawancara ini bertujuan untuk mengungkapkan pendapat siswa
tentang pembelajaran yang baru berlangsung.
c. Ruang lingkup
Dalam bagian ini diketengahkan tentang variabel penelitian lengkap
dengan gejala-gejala yang menjadi bagian setiap variabel. Bahan tersebut
dapat diperoleh di dalam proposal penelitian yang menguraikan tentang
variabel penelitian dan penjelasan istilah yang bersifat rinci dari setiap
variabel, sehingga berbentuk kisi-kisi wawancara.
d. Obyek wawancara
Dalam bagian ini disebutkan siapa yang akan diwawancarai secara
menyeluruh, disertai dengan memberikan gambaran tentang
karakteristiknya secara umum. Uraian ini akan menjadi petunjuk umum
bagi interviewer mengenai latar belakang dan kondisi orang-orang yang
akan dijumpai dan diminatinya informasi selama melakukan wawancara.
Apabila interviewer memerlukan gambaran khusus mengenai setiap orang
yang akan diwawancarai, keperluan itu dapat diperolehnya melalui
kegiatan pendekatan seperti telah diuraikan terdahulu. Kegiatan
pendekatan sebelum wawancara dilakukan tidak perlu dicantumkan di
dalam pedoman atau petunjuk wawancara yang disusun.

132
e. Waktu wawancara
Bagian ini memuat uraian tentang waktu keseluruhan yang diperlukan
untuk mewawancarai semua interviewee. Uraian itu cukup dengan
mencantumkan bahwa wawancara akan dilakukan antara tanggal sekian
sampai sekian, lengkap dengan bulan dan tahunnya. Di samping itu jika
dapat dibuat cantumkan juga lamanya waktu yang diperlukan untuk
wawancara seorang interviewee, agar dipedomani dalam mencegah
pembicaraan yang bertele-tele atau sebaliknya tidak tergesa-gesa.
f. Cara melakukan wawancara
Bagian ini memuat uraian tentang bagaimana memulai wawancara, cara
menyampaikan pertanyaan, bagian-bagian mana yang harus diberi
penekanan, bagaimana meminta interviewee mengulang jawabannya jika
diperlukan, pembacaan kembali seluruh jawaban interviewee sebelum
mengakhiri wawancara dan bagaimana cara mengakhiri wawancara.
Dalam kegiatan ini, jika dipandang perlu dapat diketengahkan juga tentang
segala sesuatu yang tidak boleh atau sepatutnya dilakukan oleh interviewer,
sebelum, selama, dan sesudah wawancara berlangsung.
g. Cara Mencatat Jawaban
Dalam bagian ini uraikan tentang cara mencatat data atau informasi dari
interviewee, apakah akan dicatat seketika pada saat wawancara
berlangsung atau setelah selesai di tempat lain. Di samping itu perlu juga
dijelaskan apakah pencatatan mempergunakan alat bantu atau tidak. Jika
menggunakan alat bantu seperti daftar cek (chek list), skala nilai (rating
scale), tape recorder dan lain-lain, jelaskan bagaimana alat itu dipergunakan.
Jika tidak menggunakan alat bantu, kemukakan apakah pencatatan
dilakukan secara lengkap berupa seluruh kalimat sehingga diperlukan
interviewee mendiktekan jawabannya secara berlahan. Apabila tidak perlu
dicatat lengkap, jelaskan agar dicatat butir-butir jawaban saja secara singkat
atau tetap dalam bentuk kalimat utuh meskipun singkat.

Pertanyaan-Pertanyaan Wawancara

133
Lembar pertanyaan wawancara boleh dibuat sebagai satu kesatuan dengan
pedoman atau petunjuk wawancara dan boleh juga berupa lembaran tersendiri
atau secara terpisah satu dari yang lainnya. Dalam lembaran pertanyaan
wawancara tidak perlu dicantumkan pertanyaan tentang identitas interviewee,
identitas itu dapat dicatat di dalam lembaran catatan jawabannya. Dengan
demikian berarti satu set lembaran pertanyaan wawancara dapat dipergunakan
untuk banyak interviewee. Di samping itu pertanyaan dapat dibuat dalam lembar
yang sama dengan jawaban, sehingga satu set hanya dipergunakan untuk seorang
interviewee, lengkap dengan identitas pribadinya dibagian atas. Bagian pertanyaan
dapat dimulai dengan pertanyaan pertama, kedua dan seterusnya secara
berurutan. Seperti telah diuraikan pada penjelasan terdahulu, bentuk
pertanyaannya tergantung pada bentuk wawancara yang terdiri dari wawancara
terstruktur, wawancara setengah terstruktur dan wawancara tidak terstruktur.
Berikut ini adalah contoh hasil wawancara seorang peneliti dengan seorang
guru yang diobservasi untuk keperluan PTK mengenai “Model Teknik Non-Tes
Bentuk Inkuiri dalam Pembelajaran IPS”. (Rochiati, 2005). Pertanyaan yang
diajukan adalah: “Apakah guru sudah mengenal bentuk evaluasi model teknik
non-tes bentuk inkuiri dan bagaimana pendapat guru tentang hal ini”. Jawaban
guru adalah sebagai berikut:
DD (inisial nama guru) setuju dengan penerapan teknik non-tes bentuk
inkuiri karena merasa bahwa evaluasi teknik non-tes dapat memberikan
gambaran kemampuan siswa secara lebih lengkap. Walaupun mereka
belum pernah menerapkan teknik evaluasi ini mengakui manfaat evaluasi
non-tes sangat baik untuk mengetahui kemajuan hasil belajar siswa,
terutama pada kegiatan pengisian angket atau wawancara, sehingga guru
dapat mengetahui dengan langsung pendapat siswa atau sikap siswa
terhadap suatu pokok bahasan yang disampaikan. Guru belum
mencobakan teknik evaluasi ini, karena merasa belum memahami
langkah-langkahnya dan belum pernah diinstruksikan untuk menerapkan
teknik non-tes ini. Selain itu soal tes yang sudah distandarisasi sudah
disediakan oleh Kandepdiknas. Jadi soal-soal itulah yang digunakan untuk

134
mengevaluasi kemajuan hasil belajar siswa (Subroto, 1999 dalam Rochiati
2005).
Berikut ini juga contoh transkripsi wawancara antara peneliti (Goetz,
Judith P) dengan seorang siswa (Nancy) kelas tiga SD di Amerika Serikat yang
komunikatif di kelasnya dan karenanya salah seorang siswa sebagai informan
kunci. Berikut ini wawancaranya:
Goetz : Kamu suka sekolah?
Nancy: Kadang-kadang
Goetz : Apa yang kamu sukai?
Nancy: Kadang-kadang saya suka sekolah karena ada waktu istirahat, pelajaran
kesenian,
lain kali ada juga musik-tapi saya tidak suka musik.
Goetz : Apa lagi yang tidak kamu sukai?
Nancy: Kalau terlalu banyak tugas, seperti pada pelajaran Bahasa Inggris, ada
mengeja, menulis, pada waktu pagi, kemudian menyelesaikan 42 soal
Matematika.
Goetz : Kalau kamu tidak sekolah, kerugian apa yang kamu dapat?
Nancy: Kalau saja ada aturannya yang membolehkan kami tidak sekolah atau
mereka merubah aturan dengan membolehkan hari ini tidak ikut
kesenian, besoknya tidak ikut yang lain yang tidak kusukai, sampai aku
lupa pada hari-hari apa pelajaran yang tidak aku sukaui itu diberikan.
Goetz : Kerugian pelajaran, bagaimana?
Nancy: Pelajaran bagi membagi dalam Matematika, kalau aku tidak sekolah maka
aku tidak akan bisa menyelesaikan soal membagi dan kawan-kawan tidak
mau membantu. Kalau ada tes aku akan menjawab salah.
Goetz : Apakah yang kamu pelajari di sekolah itu penting?
Nancy: Ya. Karena kalau nanti sudah besar dan anak-anakku bertanya, aku tidak
bisa menjawab, maka mereka juga tidak akan bisa.
Goetz : Jadi menurut kamu belajar itu penting agar bisa membantu anak sendiri
kelak?
Nancy: Ya. Seperti Daddy. Abangku yang duduk di kelas sembilan suka bertanya

135
kepada bapak, dan bapak tidak bisa menjawab, karena hanya sekolah
sampai kelas enam saja. Nenek juga tidak bisa membantu, karena
sekolahnya berbeda.
Goetz : Apa yang kamu pelajari di rumah?
Nancy: Seperti memasak, membersihkan rumah, belajar berkuda dan yang
lainnya.
Goetz : Apakah itu penting?
Nancy: Ya. Karena dengan belajar berkebun, kita bisa mendapatkan bahan
makanan. (Dimodifikasi dari Goetz 1984 dalam Rochiati 2005).
3. Angket atau Kuesioner
Kuesioner merupakan instrumen di dalam teknik komunikasi tidak
langsung. Dengan instrumen atau alat ini data yang dapat dihimpun bersifat
informasi dengan atau tanpa penjelasan atau interpretasi berupa pendapat, buah
pikiran, penilaian, ungkapan perasaan dan lain-lain. Indikator untuk angket atau
kuesioner dikembangkan dari permasalahan yang ingin digali. Kuesioner atau
angket sebagai alat pengumpul data adalah sejumlah pertanyaan tertulis, yang
harus dijawab secara tertulis pula oleh responden. Berkaitan dengan hal itu
kuesioner atau angket dapat disebut juga sebagai wawancara tertulis.
Dalam realitasnya wawancara dan angket merupakan instrumen penelitian
yang paling efektif untuk memperoleh data atau informasi dari responden tentang
suatu masalah atau topik penelitian. Kuesioner atau angket yang diisi oleh
responden merupakan instrumen yang dapat dipergunakan dalam penelitian
didasarkan pada beberapa asumsi atau anggapan dasar sebagai berikut:
a. Responden merupakan sumber data yang paling mengetahui tentang
dirinya sendiri atau sesuatu yang ada hubungannya dengan dirinya. Data
yang diketahuinya itu tidak dapat diamati dan tidak dapat diungkapkan
dengan alat lain, karena sudah terjadi pada saat lain. Data itu tidak dapat
diamati karena berbentuk informasi berupa tanggapan, pendapat,
perasaan, keyakinan, cita-cita, pengalaman dan lain-lain dari setiap
responden.

136
b. Responden adalah manusia yang dapat diyakini dan diyakinkan agar
bersedia memberikan informasi secara jujur. Dengan demikian data yang
terkumpul dapat dipercaya sebagai data yang obyektif.
c. Responden adalah manusia yang mampu berfikir untuk menafsirkan
pertanyaan-pertanyaan dalam rangka memahami maksud si peneliti.
Instrumen berupa kuesioner atau angket karena sifatnya tertulis,
responden harus orang yang mampu membaca dan menulis.
Berbeda dengan instrumen wawancara atau observasi, dalam
mempergunakan kuesioner atau angket apabila tidak diperlukan lagi keterangan-
keterangan lisan dari responde, peneliti tidak perlu harus bertemu muka secara
langsung dengan responden. Oleh karena itu kuesioner atau angket boleh
diserahkan kepada orang lain untuk membagikannya dan kemudian
mengumpulkannya kembali setelah diisi.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun kuesioner adalah
sebagai berikut:
a. Mulai dengan pengantar yang isinya berupa permohonan untuk mengisi
kuesioner sambil menjelaskan maksud dan tujuannya.
b. Jelaskan petunjuk atau cara mengisinya supaya tidak salah. Kalau perlu
berikan contoh pengisiannya.
c. Mulai dengan pertanyaan untuk mengungkapkan identitas responden.
Dalam identitas ini sebaiknya tidak diminta mengisi nama. Identitas cukup
mengungkapkan jenis kelamin, usia, pendidkan, pekerjaan, pengalaman
dan lain-lain yang ada kaitannya dengan tujuan kuesioner. Khusus untuk
PTK disesuaikan dengan karakteristik responden PTK, seperti siswa, teman
sejawat, Kepala Sekolah dan lain-lain.
d. Isi pertanyaan sebaiknya dibuat beberapa kategori atau bagian sesuai
dengan variabel yang dungkapkan sehingga mudah mengolahnya.
e. Rumusan pertanyaan dibuat singkat, tetapi jelas sehingga tidak
membingungkan dan menimbulkan salah penafsiran

137
f. Hubungan antara pertanyaan yang satu dengan pertanyaan lainnya harus
dijaga sehingga tampak keterkaitan logikanya dalam satu rangkaian yang
sistematis.
g. Usahakan agar jawaban, yakni kalimat atau rumusannya tidak lebih
panjang dari pada pertanyaan.
h. Kuesioner yang terlalu banyak atau terlalu panjang akan melelahkan dan
membosankan responden sehingga pengisiannya tidak obyektif lagi.
i. Ada baiknya kuesioner diakhiri dengan tanda tangan si pengsisi untuk
menjamin keabsahan jawabannya.
j. Untuk melihat validitas jawaban kuesioner, ada baiknya kuesioner
diberikan kepada beberapa responden secara acak dan dilakukan
wawancara dengan pertanyaan yang identik dengan isi kuesioner yang
telah diisinya (Djaali, 2004 dengan modifikasi).

Bentuk-Bentuk Angket
Penyusunan kuesioner angket yang mudah dimengerti cara menjawabnya
dan maksud pertanyaannya, bukanlah pekerjaan yang mudah. Oleh karena itu
perlu diketahui bentuk kuesioner atau angket dari segi rekonstruksi
pertanyaannya, yakni sebagai berikut:
a. Kuesioner atau angket pertanyaan bebas (tidak berstruktur)
Angket bentuk ini setiap pertanyaannya dapat dijawab secara bebas oleh
responden dalam menyampaikan informsi yang akan diungkapkan si
peneliti. Jawaban bebas maksudnya adalah uraian berupa pendapat, hasil
pemikiran, tanggapan dan lain-lain, mengenai segala sesuatu yang
dipertanyakan setiap item kuesioner atau angket. Uraian jawaban itu
diserahkan sepenuhnya kepada responden, sehingga mungkin saja panjang
dan mungkin pula pendek. Dengan demikian semakin banyak aspek atau
unsur suatu gejala yang dipertanyakan di dalam suatu item, berarti
jawabannya akan semakin banyak atau panjang. Jawaban itu pun tidak
mustahil menyimpang atau tidak seluruhnya berkenan dengan maksud
pertanyaan, sehingga sangat tergantung pada kemampuan responden

138
menangkap maksudnya atau menafsirkannya. Dalam keadaan seperti itu
sering ditemui kesulitan dalam memilah-milah dan mengklasifikasi data
yang diperoleh.
Dari uraian di atas jelas bahwa untuk memberikan jawaban cukup
disediakan lembaran kertas kosong. Untuk membatasi jawaban agar tidak
bertele-tele, kertas kosong itu dapat diganti dengan menyediakan ruangan
kosong di bawah setiap pertanyaan (item) kuesioner atau angket. Dengan
ruang yang terbatas itu, diharapkan responden hanya akan menjawab yang
penting-penting dari aspek yang dipertanyakan.
b. Kuesioner atau angket pertanyaan terikat (terstruktur).
Kuesioner atau angket ini setelah rumusan pertanyaannya disediakan
sejumlah alternatif jawabannya. Responden dalam memberikan jawaban
diminta untuk memilih jawaban yang paling tepat di antara alternatif-
alternatif yang sudah disediakan itu. Jawaban yang paling tepat dapat
berarti jawaban jawaban yang paling benar, tetapi dapat juga diartikan
sebagai jawaban yang paling sesuai dengan kondisi yang dipertanyakan
pada responden. Dari uraian di atas jelas bahwa dalam memberikan
jawaban, responden terikat pada sejumlah kemungkinan jawaban yang
sudah disediakan peneliti. Alternatif-alternatif jawaban itu biasanya
ditempatkan di bagian bawah setiap pertanyaan. Kecenderungan untuk
membuat lembaran jawaban tersendiri atau secara terpisah dianjurkan
untuk dihindari karena dapat membingungkan. Angket berstruktur ini
dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yakni:
a. Kuesioner atau angket dengan pertanyaan tertutup.
Angket dalam bentuk ini telah menyedikan alternatif jawaban yang harus
dipilih oleh responden tanpa kemungkinan memberikan jawaban lain.
Responden harus memilih salah satu jawaban yang menurut
pendapatnya paling tepat (benar). Dengan demikian tertutup
kemungkinan bagi responden untuk merumuskan jawaban menurut
pendapatnya sendiri.
Contoh:

139
Bagaimana pendapat kalian terhadap pembelajaran yang baru berlangsung
tadi?
a. sangat baik b. baik c. sedang d. kurang e. sangat kurang

b. Kuesioner atau angket dengan pertanyaan terbuka.


Angket dalam bentuk ini termasuk dalam angket dengan pertanyaan
tertutup (berstruktur). Alternatif jawabannya berbentuk pilihan
berganda (multiple choice item), namun peneliti berasumsi dari jawaban
yang disediakan untuk setiap pertanyaan mungkin tidak ada yang
sesuai atau tepat, sehingga responden perlu diberi kesempatan untuk
menyampaikan jawaban lain yang lebih tepat. Oleh karena itu pada
bagian akhir dari alternatif jawaban perlu disediakan tempat untuk
memberikan jawaban berupa uraian singkat. Alternatif itu diberikan
berupa ruang dengan titik-titik.
Contoh:
Pembelajaran yang bagaimanakah yang kalian sukai?
c. Pembelajaran yang menyenangkan
d. Pembelajaran yang humoris
e. Pembelajaran yang santai
f. Pembelajaran yang komunikatif
g. .......................................................................................................................
Alternatif e dimasukkan untuk memberikan jawaban sesuai dengan
pendapat responden, apabila empat alternatif jawaban di atasnya dinilai
tidak ada yang tepat (benar).
c. Angket dengan jawaban singkat (short answer item).
Angket bentuk ini merupakan gabungan atau kombinasi antara angket
tidak berstruktur dengan angket berstruktur. Kebebasan dalam menjawab
merupakan faktor yang menyebabkannya hampir sama dengan angket
tidak berstruktur. Sebaliknya permintaan jawaban yang mengkhusus dan
tertentu (terarah) dengan peluang menjawab secara singkat, merupakan
faktor yang menyebabkannya hampir sama dengan angket berstruktur.

140
Contoh:
Bagaimana pendapat kalian terhadap penjelasan materi yang disampaikan
oleh guru?...............................................................................................................
Uraian di atas tentang bentuk-bentuk kuesioner atau angket pada
dasarnya merupakan juga sebagai uraian tentang rekonstruksi kuesioner
atau angket. Oleh karena itu item-item tersebut dalam pelaksanaannya bagi
para peneliti harus dihubungkan dengan judul, masalah, tujuan dan
kebutuhan penelitian tindakan kelas. Sepanjang dalam PTK dibutuhkan
instrumen berupa kuesioner atau angket maka tidak ada salahnya
dipergunakan.
Dalam rangka memberikan panduan yang jelas tentang rekonstruksi
kuesioner atau angket sebagai alat pengumpul data atau informasi, maka
akan dibahas uraian-uraian tentang cara penyusunan item kuesioner atau
angket. Panduan cara penyusunan item kuesioner atau angket itu sesuatu
yang penting karena kemampuan kuesioner atau angket mengungkapkan
informasi atau data yang obyektif, valid dan reliabel, sangat tergantung
kepada rekonstruksi (penyusunan) pertanyaan-pertanyaannya (item).
Langkah-langkah dalam penyusunan kuesioner atau angket adalah
sebagai berikut:

1.Tahap Persiapan:
a. Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian di dalam proposal
biasanya telah ditetapkan variabel penelitian dan penjelasan istilah
yang berasal dari variabel tersebut. Penjelasan istilah yang dibuat
secara rinci sekaligus merupakan kisi-kisi kuesioner atau angket.
Jika penjelasan istilah belum dibuat atau sudah dibuat tetapi tidak
rinci, maka tahap pertama yang harus dilakukan dalam rekonstruksi
kuesioner atau angket adalah membuat kisi-kisinya. Pada tahap ini
berarti berarti menetapkan aspek-aspek yang terdapat dalam fokus
penelitian tindakan kelas, sehingga jelas informasi atau data yang
akan diungkapkan dalam penelitian. Oleh karena itu seorang

141
peneliti harus memiliki bahan apersepsi yang cukup mengenai
bidang atau masalah penelitiannya. Bahan ini bisa diperoleh dari
literatur-literatur yang relevan, diskusi dengan para ahli di bidang
yang menjadi fokus penelitian tindakan kelas dan bisa juga dari
pengalaman praktis di lapangan.
b. Susunlah pertanyaan-pertanyaan kuesioner atau angket satu persatu
sesuai dengan rincian aspek-aspek atau fokus PTK secara berurutan.
Pergunakanlah kalimat-kalimat sederhana dan jelas, dengan tidak
mempergunakan kata-kata yang sulit dimengerti atau asing bagi
responden apalagi jika respondennya adalah siswa. Hindari pula
menggunakan kata-kata yang memiliki pengertian rangkap (ganda)
yang dapat membingungkan atau penyusunan kalimat-kalimat yang
berbelit-belit dengan maksud memperpanjang pertanyaan yang
tidak perlu.
c. Setiap item (pertanyaan) sebaiknya hanya mengandung satu aspek
dari gejala di dalam variabel yang akan diungkapkan. Sebaiknya
tidak menggabungkan pertanyaan tentang fakta dengan permintaan
menyampaikan pendapat, tanggapan, ungkapan perasaan, dan lain-
lain. Satu paket kuesioner atau angket yang utuh atau lengkap harus
mampu mengungkapkan semua aspek-aspek dari gejala atau fokus
penelitian, namun hindarilah memasukkan pertanyaan-pertanyaan
yang tidak perlu, sekedar bermaksud memperbanyak jumlah
pertanyaan (item). Pertanyaan di luar aspek-aspek PTK hanya akan
sia-sia, karena tidak akan mengungkap data atau informasi yang
bisa menjawab masalah PTK.
d. Dalam menyusun pertanyaan kuesioner atau angket berstruktur,
penyusunan alternatif jawaban harus dilakukan dalam kaca mata
atau sudut pandang responden.
e. Pertanyaan kuesioner atau angket yang baik tidak mengandung
kata-kata yang sugesti, karena bermaksud agar responden
memberikan jawaban yang sesuai dengan keinginan peneliti.

142
Pertanyaan kuesioner atau angket tidak boleh mengandung kata-
kata yang bermaksud menggiring responden agar memilih alternatif
jawaban tertentu.
f. Kata-kata yang dapat mendorong responden menjawab secara tidak
jujur atau dengan sengaja untuk menyesatkan harus dihindari.
Demikian juga sebaliknya tidak menyusun pertanyaan yang dapat
menimbulkan rasa takut dalam memberikan jawaban yang benar
atau dapat menimbulkan rasa malu bilamana diketahui orang lain
karena bersifat mengungkapkan kekurangan, kelemahan, atau
keburukan responden.
g. Dalam kuesioner atau angket usahakan agar hanya ada satu jawaban
yang termasuk kategori terbaik (ideal) sesuai dengan tolak ukur dari
situasi atau keadaan yang diungkapkan oleh suatu item. Jawaban
lainnya harus homogen mengenai situasi atau keadaan yang
diungkapkan.
h. Pilihlah cara menjawab yang paling mudah, agar tidak
menimbulkan rasa enggan responden dalam menyelesaikan
pengisian angket, seperti melingkari huruf atau angka, menyilang
(X) di depan alternatif jawaban yang dipilih.
i. Jika urutan informasi yang akan diungkapkan tidak mengikat secara
ketat, dianjurkan untuk menyusun pertanyaan-pertanyaan yang
ringan pada bagian permulaan kuesioner atau angket. Pertanyaan-
pertanyaan seperti itu akan berfungsi sebagai pemanasan dan dapat
memberikan kesan bahwa kuesioner atau angket yang harus
dijawab oleh responden tidak sukar untuk mengerjakan atau
menjawabnya.
j. Dalam menyusun item kuesioner atau angket pergunakanlah kata-
kata yang sopan dan netral. Hindari mempergunakan kata-kata
yang sentimentil dan kasar yang dapat menyinggung perasaan
responden.

143
k. Kuesioner atau angket yang sudah siap dianjurkan untuk
dikonsultasikan dan didiskusikan dengan seorang pakar dalam
bidang yang menjadi fokus PTK atau teman sejawat. Setelah dinilai
dapat dipergunakan, kuesioner atau angket tersebut sebaiknya
diujicobakan (try out) secara sederhana untuk melihat efektifitasnya.
l. Setelah keseluruhan item diketahui bentuknya, susunlah ”Petunjuk
Mengisi Angket” yang dapat diletakkan pada bagian teratas lembar
pertama dari kuesioner atau angket yang akan dipergunakan untuk
mengumpulkan data atau infprmasi PTK.
2.Tahap Uji Coba (Try Out) Kuesioner
Setelah kuesioner atau angket dicetak dalam bentuk yang rapi, dapat
dilakukan uji coba (try out), tetapi uji cobanya tidak serumit penelitian pada
umumnya. Uji coba dalam PTK bertujuan untuk:
a. Memeriksa kemungkinan terdapat pertanyaan-pertanyaan yang kurang
jelas maksudnya bagi responden, baik karena susunan kalimatnya
maupun dalam memaparkan pokok pikiran sebagai inti pertanyaan.
b. Memeriksa kemungkinan terdapat kata-kata yang asing sehingga tidak
dimengerti responden. Untuk itu kuesioner atau angket perlu
diperbaiki atau disempurnakan.
c. Memeriksa kemungkinan terdapat pertanyaan-pertanyaan yang terlalu
dangkal dalam mengungkapkan masalah PTK, dalam arti data atau
informasi yang dapat dikumpulkan dengan pertanyaan itu hanya
menyentuh bagian luar masalah dan tidak sampai mengungkapkan inti
atau hakekat terdalam dari masalah PTK yang menjadi fokus kajian.
d. Memeriksa kemungkinan terdapat pertanyaan yang tidak relevan
dengan masalah dan tujuan PTK. Data atau informasi yang diperoleh
dari pertanyaan itu mungkin tidak dapat diolah atau jika diolah pun
ternyata tidak ada hubungannya dengan masalah atau sub masalah
yang akan diungkapkan dalam PTK. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu
tidak saja perlu diperbaiki, bahkan mungkin perlu dihilangkan dan
diganti dengan pertanyaan baru yang baru.

144
3.Penyebaran atau pengisian kuesioner atau angket.
Tahap berikutnya dalam menggunakan kuesioner atau angket
sebagai instrumen Penelitian adalah menyampaikan kuesioner atau angket
kepada responden untuk diisi agar data atau informasi yang diperlukan
dalam suatu PTK dapat dikumpulkan. Kuesioner atau angket yang akan
disebarkan itu harus diusahakan agar susunan dan formatnya rapi dan
kelihatan manis, sehingga menarik untuk dibaca dan dijawan atau diisi
oleh responden.Pertanyaan-pertanyaan disusun secara teratur dan tidak
terlalu rapat dalam setiap halaman. Jarak spasi ketikan sekurang-
kurangnya satu setengah spasi. Dan jarak antar pertanyaan agar dibuat
lebih jauh, sehingga pertanyaan yang satu tampak terpisah dari pertanyaan
yang lain.

4. Pedoman Pengkajian Data Dokumen


Ada berbagai dokumen yang dapat membantu peneliti dalam
mengumpulkan data penelitian yang ada relevansinya dengan permasalahan
dalam penelitian tindakan kelas, seperti:
a. Silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
b. Laporan-laporan diskusi
c. Berbagai macam hasil ujian dan tes
d. Laporan rapat
e. Laporan tugas siswa
f. Bagian-bagian dari buku teks yang digunakan dalam pembelajaran
g. Contoh essay yang ditulis siswa (Elliot, 1991 dalam Rochiati 2005).
Menurut Goetz dan LeCompte (1984 dalam Rochiati 2005) dokumen yang
menyangkut para partisipan penelitian akan menyediakan kerangka bagi
data yang mendasar. Termasuk kedalamnya adalah:
a. Koleksi dan analisis buku teks
b. Kurikulum dan pedoman pelaksanaannya

145
c. Arsip penerimaan siswa baru
d. Catatan rapat
e. Catatan tentang siswa
f. Rencana pelaksanaan pembelajaran dan catatan guru
g. Hasil karya siswa
h. Kumpulan dokumen pemerintah
i. Koleksi arsip guru berupa buku harian, catatan peristiwa penting (logs)
dan kenang-kenangan dari siswa angkatan lama.
Dokumen yang dikaji dapat berupa: daftar hadir, silabus, hasil karya peserta
didik, hasil karya guru, arsip, lembar kerja dll.
5. Tes
Pengambilan data yang berupa informasi mengenai pengetahuan, sikap,
bakat dan lainnya dapat dilakukan dengan tes atau pengukuran bekal awal atau
hasil belajar dengan berbagai prosedur penilaian (Tim PGSM, 1999; Sumarno,
1997; Mills, 2004). Tes sebagai instrumen sangat lazim digunakan dalam penelitian
tindakan kelas. Hal ini disebabkan dalam PTK pada umumnya salah satu yang
diukur adalah hasil belajar siswa dan hasil belajar siswa salah satunya diukur
dengan menggunakan instumen tes.
Tes adalah sejumlah pertanyaan yang disampaikan pada seseorang atau
sejumlah orang untuk mengungkapkan keadaan atau tingkat perkembangkan
salah satu atau beberapa aspek psikologis di dalam dirinya. Aspek psikologis itu
dapat berupa prestasi atau hasil belajar, minat, bakat, sikap, kecerdasan, reaksi
motorik dan berbagai aspek kepribadian lainnya. Berkaitan dengan tes sebagai
instrumen PTK dapat dibedakan dua jenis tes, yakni:
a. Test lisan (oral test).
Test ini berbentuk sejumlah pertanyaan yang disampaikan secara lisan
tentang aspek-aspek psikologis sebagai data atau informasi yang berhubungan
dengan masalah penelitian tindakan kelas yang harus dijawab secara lisan pula.
Pembuat test disebut tester dan yang menjawab test test disebut testee.
Penggunaan test lisan tidak banyak bedanya dengan wawancara. Perbedaan yang
utama adalah test itu untuk mengukur kemampuan seseorang (siswa) tentang

146
suatu konsep atau kinerja, sedangkan wawancara itu untuk mengetahui atau
mengungkapkan informasi atau data berupa pendapat, buah fikiran, dan
perasaan.
b. Test tertulis (writing test)

Tes Tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan
kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal peserta didik
tidak selalu merespon dalam bentuk menulis jawaban tetapi dapat juga dalam
bentuk yang lain seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar dan lain
sebagainya. Test ini terdiri dari sejumlah pertanyaan tertulis untuk
mengungkapkan keadaan atau tingkat perkembangan aspek pskologis tertentu
seperti telah disebutkan di atas, yang harus dijawab secara tertulis pula. Test
tertulis bentuknya sama dengan angket, akan tetapi berbeda fungsinya sebagai
alat pengumpul data atau informasi dalam penelitian. Perbedaan tersebut sama
dengan perbedaan antara test lisan dengan wawancara di atas, yakni test tertulis
mengukur kemampuan tentang suatu konsep atau kinerja, sedangkan angket
biasanya untuk mengetahui pendapat, sikap dan buah pikiran seseorang.
Test terdiri dari dua bentuk, yakni:
a. Test Essay (Essay Test) atau Uraian
Test ini terdiri dari sejumlah pertanyaan dalam bentuk uraian, yang harus
dijawab dalam bentuk uraian tertulis pula atau berupa kalimat-kalimat bebas
yang disusun sendiri oleh testee. Test ini tidak banyak bedanya dengan kuesioner
atau angket tidak berstruktur, sebagaimana diuraikan terdahulu, hanya berbeda
dalam fungsinya yang dimanifestasikan di dalam rumusan pertanyaannya. Test
ini sebagai alat pengukur yang menghasilkan data kuantitatif sulit menetapkan
tingkat validitas dan reliabilitasnya. Dalam memberikan nilai kuantitatif terhadap
jawaban berupa angka, ternyata sulit sekali menghapuskan pengaruh
subyektivitas seorang penilai (tester). Dengan demikian data yang diperoleh
cenderung kurang atau tidak obyektif.
Oleh karena itu test ini tidak dapat dipergunakan dalam kegiatan
penelitian ilmiah. Misalnya penilaian sangat dipengaruhi oleh tulisan testee,
tulisan yang jelek menimbulkan keengganan membacanya, sehingga jawaban

147
yang benar besar kemungkinan tidak dibaca oleh tester. Demikian pula penilaian
dapat dipengaruhi oleh hubungan antar tester dengan testee atau dengan orang
tertentu yang berpengaruh dan dan ada hubungan dengan testee. Oleh karena itu
dibutuhkan tester (peneliti) PTK yang jujur dan obyektif, sehingga penilaian
terhadap hasil belajar atau prestasi siswa menghasilkan data atau informasi yang
akurat. Informasi hasil belajar siswa yang akurat dalam PTK sangat penting untuk
melihat kecenderungan peningkatan hasil belajar siswa.

Tes tertulis bentuk uraian adalah alat penilaian yang menuntut peserta
didik untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasannya atau hal-
hal yang sudah dipelajari, dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan
gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya
sendiri. Alat ini dapat menilai berbagai jenis kemampuan, misalnya
mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan menyimpulkan. Kelemahan alat ini
antara lain cakupan materi yang ditanyakan terbatas. Keunggulan dari tes uraian
adalah: (1) dapat mengukur aspek kognitif yang lebih tinggi; (2) dapat
mengembangkan kemampuan berbahasa; (3) dapat melatih kemampuan berpikir
yang teratur; dan (4) dapat mengembangkan keterampilan pemecahan masalah
(problem solving). Sedangkan kelemahan dari tes uraian adalah sampel soal sangat
terbatas sehingga bahan materi yang diujikan terbatas pula akibatnya tidak semua
bahan yang telah disampaikan terujikan dan cara memeriksa hasil pekerjaan
peserta didik agak sukar serta bisa subyektif.

Kaedah Penulisan Soal Uraian

Kaedah penulisan soal adalah petunjuk atau pedoman yang perlu


diperhatikan penulis agar soal yang dihasilkan memiliki mutu yang baik. Kaedah
penulisan soal uraian meliputi tiga aspek, yakni aspek materi, konstruksi dan
bahasa.

Aspek materi meliputi:

1. Soal sesuai dengan indikator

2. Batasi ruang lingkup materi dengan memilih materi/bahan pelajaran yang


esensial yang dapat mewakili materi lainnya

148
3. Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan jelas

4. Isi materi sesuai dengan tujuan pengukuran

5. Jangan mengulang-ulang pertanyaan terhadap materi yang sama

6. Isi materi yang ditanyakan sudah sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, atau
tingkat kelas.

Aspek konstruksi meliputi:

1. Rumusan kalimat soal atau pertanyaan harus menggunakan kata tanya atau
perintah yang menuntut jawaban terurai

2. Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal

3. Gunakan kata-kata kerja perintah, misalnya: hitunglah, jelaskanlah,


buktikanlah, uraikanlah, berikanlah, dan sebagainya.

4. Ada pedoman penskoran

5. Tuliskan jawaban (kunci) yang ideal sebelum menulis soal

6. Tabel, gambar, grafik, peta atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas dan
terbaca

Aspek bahasa meliputi:

1. Rumusan soal komunikatif

2. Butir soal menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, sehingga
mudah dipahami dan dimengerti siswa

3. Rumusan soal tidak menggunakan kata-kata/kalimat yang menimbulkan


penafsiran ganda atau salah pengertian

4. Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat

5. Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang dapat menyinggung siswa


b. Test obyektif (obyektive test)
Penggunaan test sebagai instrumen penelitian sangat tergantung pada
kemampuannya menghasilkan data atau informasi yang obyektif, sebagai jaminan
terhadap kemungkinan dicapainya hasil penelitian yang memiliki tingkat
kebenaran yang obyektif pula. Test obyektif ini merupakan alat pengukur yang
banyak dipergunakan di dalam penelitian termasuk PTK, karena dalam

149
memberian nilai berupa angka yang tidak dipengaruhi oleh subyektivitas tester
atau penilai. Pemberian nilaipada jawaban testee oleh lebih dari seorang penilai
akan menghasilkan nilai (angka) yang pasti sama, merupakan bukti bahwa test ini
mampu menghasilkan data yang obyektif. Di samping itu tingkat kemampuan
test ini untuk mengumpulkan data yang tepat atau relevan dengan masalah dan
tujuan penelitian atau data yang benar, dapat diketahui dengan menghitung
validitas dan reliablitas test.
Bentuk test ini tidak banyak berbeda dengan kuesioner atau angket
berstruktur, khususnya berupa kuesioner atau angket dengan pertanyaan
tertutup. Perbedaan dalam fungsinya terletak pada alternatif jawaban yang
disediakan. Pada kuesioner atau angket alternatif jawaban yang disediakan. Pada
kuesioner atau angket alternatif jawabannya semua memiliki kemungkinan benar,
sesuai dengan kenyataan dari kondisi sesuatu yang dipertanyakan di dalam setiap
pertanyaan. Sedangkan di dalam test obyektif, di antara semua alternatif jawaban
yang disediakan hanya terdapat satu jawaban yang paling benar. Alternatif
jawaban lainnya di dalam test obyektif merupakan jawaban yang salah.

Beberapa kelemahan tes obyektif yang lebih rinci adalah:

1. Pada umumnya soal test obyektif hanya dapat digunakan untuk menilai
kemampuan mengingat kembali, mengenal kembali, mengasosiasikan antara
dua hal, memahami hubungan dan mengaplikasikan prinsip-prinsip.

2. Dapat membuat siswa tidak terbiasa mengemukakan ide secara tertulis


dengan menggunakan kata-kata sendiri

3. Kemungkinan untuk menebak jawaban besar sekali dan sulit untuk dilacak

4. Proses berpikir siswa tidak dapat diikuti sebab yang dilihat hanyalah pilihan-
pilihan jawaban yang dipilih

5. Memungkinkan siswa saling menyontek dengan mudah.

Di samping ada kelemahan soal tes obyektif juga ada kelebihannya, yaitu:

1. Tugas-tugas yang harus dilakukan oleh siswa sudah pasti dan jelas

2. Jumlah soal cukup besar, sehingga dapat mewakili semua kompetensi yang
diukur

150
3. Kunci jawaban dapat dipersiapkan secara pasti dengan soal-soal yang disusun
secara sistematis.

4. Kunci jawaban bersifat mutlak, sehingga tidak menimbulkan subyektifitas

5. Tidak ada kemungkinan bagi siswa untuk mengemukakan hal-hal yang tidak
relevan dengan persoalannya, karena tugas siswa dalam hal ini sudah jelas

6. Dapat digunakan untuk menilai hasil belajar siswa dalam jumlah banyak dan
mudah serta cepat dalam koreksi jawaban

Tes obyektif harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Memiliki validitas yang tinggi, artinya mampu mengungkapakn aspek


hasil belajar tertentu secara tepat.

2. Memiliki realibilitas yang tinggi, artinya mampu memberikan gambaran


yang relatif tetap dan konsisten tentang kemampuan yang dimiliki oleh
peserta didik.

3. Tiap butir soal memiliki daya pembeda yang memadai, artinya tiap butir
dalam tes itu dapat membedakan peserta didik yang belajar atau
menguasai bahan dan peserta didik yang kurang menguasai bahan.

4. Tingkat kesukaran tes berdasar kelompok yang akan dites, kira-kira 30%
mudah, 50% sedang, dan 20% sulit.

5. Mudah diadministrasikan, artinya tes tersebut memiliki petunjuk tentang


bagaimana cara pelaksanaannya, cara mengerjakannya dan cara
mengoreksinya.

6. Pokok permasalahan harus dirumuskan dengan jelas

7. Hindari pernyataan yang bersifat negatif

8. Option atau pilihan homogen atau sama menariknya

9. Hindari option yang berbunyi “semua jawabaan salah” atau “semua


jawaban benar”.

10. Option yang berbentuk angka susunlah dari angka yang kecil ke angka
terbesar atau sebaliknya

11. Usahakan tidak ada petunjuk untuk jawaban yang benar

151
Kaedah Penulisan Soal Obyektif

Kaedah penulisan soal adalah petunjuk atau pedoman yang perlu


diperhatikan penulis agar soal yang dihasilkan memiliki mutu yang baik.

Kaedah penulisan soal meliputi tiga aspek, yaitu: aspek materi, konstruksi
dan bahasa.

Aspek Materi Meliputi:

1. Soal sesuai dengan indikator

2. Pengecoh berfungsi

3. Mempunyai jawaban yang benar/paling benar

Aspek Konstruksi Meliputi:

1. Pokok soal dirumuskan secara jelas dan tegas

2. Rumusan soal dan rumusan jawaban merupakan pernyataan yang


diperlukan saja

3. Pokok soal tidak memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar

4. Pokok soal tidak mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda

5. Pilihan jawaban homogen dan logis ditinjau dari segi materi

6. Panjang rumusan jawaban relatif sama

7. Pilihan jawaban tidak mengandung pernyataan ”semua pilihan jawaban di


atas salah” atau ”semua pilihan jawaban di atas benar”

8. Pilihan angka yang berbentuk angka atau waktu disusun berdasarkan


urutan besar kecilnya nilai angka tersebut atau kronologis waktunya

9. Gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya jelas dan berfungsi

10. Butir soal tidak bergantung pada soal sebelumnya

Aspek Bahasa Meliputi:

1. Soal menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia

2. Bahasa yang digunakan komunikatif

3. Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat

152
4. Pilihan jawaban tidak mengulang kata/frase yang bukan merupakan satu
kesatuan pengertian
6. Rekaman Foto, Slide, Tape dan Video
Agar peneliti mempunyai alat pencatatan untuk menggambarkan apa yang
sedang terjadi di kelas pada waktu pembelajaran dalam rangka penelitian
tindakan kelas, maka untuk menangkap suasana kelas, detail tentang peristiwa-
peristiwa penting atau khusus yang terjadi atau ilustrasi dari episode tertentu,
alat-alat elektronik ini dapat saja digunakan untuk membantu mendeskripsikan
apa yang peneliti catat di catatan lapangan, apabila memungkinkan.
Gambar-gambar foto, cuplikan rekaman tape atau slides, berguna juga
dalam wawancara, baik untuk memulai topik pembicaraan maupun untuk
mengingatkan agar peneliti tidak menyimpang dari tujuan wawancara. Alat
video, kalau digunakan sebaiknya kamera dipegang bukan oleh yang berperan
menyajikan pembelajaran melainkan oleh mitra peneliti (teman sejawat) serta
tidak mengganggu jalannya pembelajaran di kelas karena dikhawatirkan para
siswa akan lebih terpikat kepada kesibukan rekaman video daripada
berpartisipasi dalam pembelajaran itu sendiri (Elliot, 1999).
7. Catatan Harian
Catatan harian adalah catatan pribadi tentang pengamatan, perasaan,
tanggapan, penafsiran, refleksi, firasat, hipotesis dan penjelasan. Catatan tidak
hanya melaporkan kejadian tugas sehari-hari, melainkan juga mengungkapkan
perasaan bagaimana rasanya berpartisipasi di dalam penelitian tindakan kelas.
Kejadian khusus, percakapan, instropeksi perasaan, sikap, motivasi, pemahaman
waktu bereaksi terhadap sesuatu, kondisi, kesemuanya akan membantu
merekonstruksikan apa yang terjadi waktu itu.
Demikian juga halnya dengan siswa, kalau mereka juga membuat catatan
harian. Catatan mereka dapat juga menjadi sumber informasi tentang apa yang
mereka alami dalam penelitian tindakan kelas. Catatan harian dari siswa
digunakan secara sukarela, tidak ada paksaan karena sifatnya pribadi. Isi cacatan
harian sebaiknya dibacakan dengan disaksikan oleh penulisnya sendiri. Diskusi

153
untuk membandingkan catatan harian guru dan siswa sebaiknya diadakan untuk
mendukung suatu pandangan yang dikemukakan atau sebagai pembuktian.
Penulisan catatan harian (diaries) harus selalu dengan menuliskan tanggal
kejadian. Demikian juga dengan hal-hal yang mendetail dari penelitian tindakan
kelas, seperti waktu, pokok bahasan, kelas di mana PTK dilaksanakan sebaiknya
dituliskan pada bagian pendahuluan. Catatan harian guru dan siswa ini akan
berguna juga sebagai pelengkap atau pembanding dari catatan lapangan (field
notes) yang dibuat oleh para mitra peneliti yang melakukan pengamatan atau
observasi. Berikut ini adalah contoh buku harian seorang guru peneliti bernama
Khaterine Berelson yang mengajar di kelas tiga Sekolah Dasar:
Rabu, 6 Maret
”Keruwetan di tempat parkir kendaraan menyebabkan hari yang indah ini
menjadi suram. Seharian aku merasa terganggu. Aku bertindak tidak sabar
terhadap anak-anakdan hal itu membuatku tidak bahagia. Bukan kesalahan
mereka. Akan tetapi aku menjadi jengkel, waktu mereka lamban sekali dalam
menangkap maksud yang terkandung dalam pelajaran bahasa dan tata bahasa.
Hal ini menyebabkan akau tidak senpat mengawasi kelompok-kelompok yang
belajar membaca. Hal ini pun membuatku lebih jengkel lagi.
Tiba-tiba aku merasa ada kekurangan dalam keterampilan dan teknik
mengajar. Apalagi Jude (Goetz Judith P.) mengomentari tentang kecenderungan
tertentu dan cara-cara aku dalam mengajar. Mungkinkah aku telah membuat
kesalahan? Apa? Tidak ada gunanya terus dipikirkan, karena akhir tahun, baru
akan ada penjelasan. Aku merasa berada dalam akuarium.
Hari ini aku tidak merasa yakin tentang perputaran bumi. Aku meminta
Jude menjelaskan hal itu. Ia melakukannya dengan tenang dan jelas sekali. Anak-
anak tidak menunjukkan reaksi yang begini atau begitu, tetapi aku sendiri merasa
terkesan dengan cara mengajar yeng berbeda, bagus. Aku sendiri merasa tidak
begitu yakin (Goetz, 1984 dalam Rochiati 2005)”.
8. Catatan Lapangan
Catatan lapangan (field notes) adalah catatan yang dibuat oleh peneliti atau
mitra peneliti yang melakukan pengamatan atau observasi terhadap subyel atau

154
obyek penelitian tindakan kelas. Berbagai hasil pengamatan tentang aspek
pembelajaran di kelas, suasana kelas, pengelolaan kelas, interaksi guru dengan
siswa, interaksi siswa dengan siswa dan beberapa aspek lainnya dapat dicatat
sebagai catatan lapangan dan akan digunakan sebagai sumber data PTK.
Kedalaman data dalam catatan lapangan yang memuat secara deskriptif berbagai
kegiatan yang relevan dengan PTK merupakan kekuatan tersendiri dari
pelaksanaan PTK yang bernuansa kualitatif. Dan ini merupakan validitas internal
dari PTK.

Tabel 5.4
Contoh Hasil Catatan Lapangan
Tempat Penelitian/Sekolah : ..........................................
Tanggal : ..........................................
Kegiatan yang dihadiri/diwawancarai/dicatat: Kepala Sekolah
Kunjungan yang ke :2
Perhatikan : catatkan yang penting saja. Tema ditulis dengan HURUP BESAR.
Komentar ditulis dalam tanda kutip
11.UJIAN AKHIR: Kepala Sekolah melaporkan hasil rapat dinas di kantor
Diknas, bahwa ujian akhir akan dilaksanakan pekan kedua bulan Mei.Agar
kegiatan penelitian diselesaikan sebelum waktu itu.
12.PENELITIAN: Guru lain yang berminat pada penelitian kelas akan
didaftarkan pada rapat guru, dan peneliti akan dikontak. ”Akan saya dorong
agar sebanyak mungkin guru daftar”.
13.KUNJUNGAN MUSEUM: Setelah ujian selesai, sekolah merencanakan akan
melakukan kunjungan ke Museum Geologi. Dianjurkan supaya peneliti ikut,
agar mengahayati iklim atau suasana sekolah.
14.RENCANA KEGIATAN YANG AKAN DATANG: Baru akan dibicarakan
dalam rapat guru menjelang diselenggarakannya ujian. Kemungkinan besar
sekolah akan ikut serta dalam gerakan pembaharuan kurikulum yang
berbasis sekolah. Tergantung pada kesiapan guru, akan dipikirkan dahulu.
Kunjungan berakhir pada jam 11.45, dengan janji untuk menghubungi kembali
Kepala Sekolah apabila ada hal-hal tentang penelitian yang harus dibicarakan.

155
Sumber dari Miles 1984 dalam Rochiati 2005)
Catatan lapangan di atas dibuat pada waktu peneliti menjajagi sekolah dan
Kepala Sekolah tentang kemungkinan peneliti dapat melakukan penelitian di
sekolahnya (hal ini kalau penelitian dilakukan oleh peneliti yang berasal dari luar
sekolah).
Pada umumnya catatan lapangan dibuat dengan tulisan tangan si peneliti,
yang hanya dimengerti oleh dirinya saja. Orang lain akan mengalami kesulitan
untuk membacanya karena penuh dengan singkatan-singkatan atau simbol-
simbol dan kode-kode. Maka sebaiknya sesegera mungkin catatan lapangan
tersebut ditulis kembali dengan cara mengetiknya sehingga dapat dibaca dan
dimengerti oleh semua orang.
Salah satu contoh menganalisis catatan lapangan adalah dengan
mengidentifikasi data esensial dari catatan lapangan itu seperti:
a. Siapa, kejadian, atau situasi apa yang terlibat dan terjadi?
b. Apa tema atau isu utama dalam catatan itu?
c. Pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang diajukkan?
d. Hipotesis, dugaan, atau perkiraan apa yang diajukan peneliti
tentang tokoh atau situasi yang dideskripsikan dalam catatan
lapangan?
e. Masalah atau fokus apa yang perlu dikejar peneliti dalam pertemuan
atau kegiatan atau kontak berikutnya. (Miles 1984 dalam Rochiati
2005).

156
Tabel 5.5
Teknik Pengumpulan Data

Teknik Deskripsi
Pengumpulan
Data
Observasi Kumpulan catatan lapangan dari observasi sebagai
partisipan
Kumpulan catatan lapangan sari observasi sebagai
pengamat
Kumpulan catatan lapangan dari lebih banyak peran
sebagai partisipan daripada sebagai pengamat
Kumpulan catatan lapangan dari peran lebih banyak
sebagai pengamat daripada sebagai partisipan
Kumpulan catatan lapangan dari observasi sebagai ”orang
luar atau outsider” kemudian bergeser ke peran sebagai
”orang dalam atau insider”.
Wawancara Wawancara tidak terstruktur dan terbuka, dibuat catatan
lengkapnya
Wawancara tidak terstruktur dan terbuka, dibuat rekaman
audio dan dibuat catatan lengkapnya
Wawancara semi-terstruktur, direkam audio dan dibuat
catatan lengkapnya
Wawancara kelompok, dibuat rekaman dan catatan
lengkapnya
Dokumen Selalu membuat jurnal selama penelitian berlangsung
Meminta mitra peneliti untuk membuat jurnal atau buku
harian selama penelitian berlangsung
Kumpulan surat-surat pribadi yang relevan dengan
penelitian
Analisis dokumen resmi (edaran, catatan rapat, catatan
siswa, bahan arsip)
Periksa biografi dan otobiografi yang relevan
Buatlah foto dari dokumen penting yang relevan
Audio-Visual Rekaman atau film dari situasi sosial perorangan atau
kelompok
Periksa foto dan rekaman lain yang relevan
Kumpulkan rekaman suara (nyanyian, musik, tertawa
anak, dan lain-lain
Kumpulkan e-mail dan pesan elektronik
Periksa juga benda dan objekp-objek lain yang relevan
Sumber: Creswell 1998 dalam Rochiati 2005 dengan modifikasi penulis.

157
BAB 6
MENYUSUN LAPORAN PTK

A. Laporan Penelitian Tindakan Kelas Secara Lengkap


Penulisan laporan PTK dilakukan setelah proses penelitian selesai.
Pembuatan laporan penelitian tindakan kelas bertujuan untuk: (1) Dimanfaatkan
oleh guru untuk bahan kenaikan pangkat; (2) Sebagai sumber bagi peneliti lain
atau peneliti yang sama dalam memperoleh inspirasi untuk melakukan penelitian
lanjutan; (3) Sebagai bahan agar orang atau peneliti lain dapat memberikan saran
dan kritik konstruktif untuk perbaikan penelitian tersebut; dan (4) Sebagai acuan
atau perbandingan bagi peneliti untuk mengambil tindakan dalam menangani
masalah yang serupa atau sama dengan modifikasi-modifikasi tertentu. Pada
hakekatnya laporan PTK merupakan upaya menceritakan kembali seluruh
kegiatan dari awal sampai akhir kegiatan, mulai dari perencanaan, tindakan
(pelaksanaan), pengamatan (observasi) dan refleksi. Setiap aktivitas PTK
dilaporkan oleh peneliti secara jelas dan rinci dari masalah yang dirasakan,
tindakan yang diambil untuk mengatasi masalah tersebut, cara mengobservasi,
cara meganalisis dan refleksi serta bagaimana hasilnya. Seperti penelitian formal,
penelitian tindakan kelas dalam melaporkan hasil penelitian juga mengikuti
aturan pelaporan kegiatan ilmiah. Format Laporan PTK secara umum terdiri dari
komponen-komponen sebagai berikut:
Bagian Awal:
Halaman Sampul (Judul Penelitian)
Abstrak
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel (Jika ada)
Daftar Gambar (Jika ada)
Daftar Lampiran (Jika ada)

Bagian Inti:

158
BAB I . PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Perumusan Masalah
D. Cara Memecahkan Masalah
E. Hipotesis Tindakan
F. Tujuan penelitian
G. Manfat Penelitian
BAB II . KAJIAN TEORI
A. ...........................................................................................................
B. ..........................................................................................................
BAB III . METODODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian
B. Persiapan PTK
C. Subyek Penelitian
D. Sumber Data
E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
F. Indikator Kinerja
G. Teknik Analisis Data
H. Prosedur Penelitian
BAB IV . HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi hasil Penelitian
B. Pembahasan
BAB V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Bagian Akhir:
Daftar Pustaka
Lampiran

Berikut ini pembahasan laporan PTK secara lengkap:

159
Bagian Awal:
1. Judul Penelitian (Halaman Sampul)
Judul penelitian ini sama dengan judul yang terdapat pada proposal PTK.
Dalam laporan hasil penelitian judul PTK ditulis pada halaman judul (halaman
sampul). Pada halaman judul tersebut pada umumnya tertuang pula logo
Depdiknas, nama peneliti, tahun penelitian, lembaga dari peneliti bekerja dan hal-
hal lain sesuai dengan apa yang diminta atau ditentukan.
Contoh:

LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS SISWA


DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
KELAS IX SMP MUTIARA JAKARTA

Oleh:

Ramadhan Nurrizky Aufa Haqqani, M.Pd.

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

DINAS PENDIDIKAN DASAR PROVINSI DKI JAKARTA

TAHUN 2008
2. Abstrak

160
Abstrak merupakan pemadatan dari hasil penelitian. Abstrak memuat
komponen-komponen pokok dalam penelitian, yakni: (1) permasalahan
penelitian; (2) tujuan penelitian; (3) prosedur penelitian; (4) hasil penelitian; dan
(5) kesimpulan dan saran. Abstrak sebaiknya tidak lebih dari 2 halaman, ditulis
dengan spasi tunggal (satu), dan terdiri dari sekitar lima alinia. Contoh abstrak:

Judul: Upaya Peningkatan Hasil Belajar dan aktivitas Siswa dalam Pembelajaran
Pengetahuan Sosial melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Kelas V
SDN 01 Kali Baru

Penelitian ini berangkat dari latar belakang perlunya dilakukan


pembaharuan dalam peningkatan kreativitas mengajar guru dalam pengelolaan
proses pembelajaran pengetahuan sosial di Sekolah Dasar sebagai respon semakin
melemahnya kualitas belajar siswa. Dalam kegiatan pembelajaran, materi
pelajaran tidak kontekstual dan kinerja siswa rendah baik pada proses maupun
produk belajarnya. Sebagian besar guru masih melaksanakan pembelajaran
dengan pendekatan pembelajaran tradisional.
Keadaan tersebut di atas potensial menimbulkan kejenuhan, kebosanan,
serta menurunkan minat dan motivasi belajar siswa. Berdasarkan uraian
permasalahan di atas, melalui penelitian ini diharapkan guru mampu memainkan
peran sebagai inovator pembelajaran. Peningkatan kreativitas mengajar guru
mutlak perlu dikembangkan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendapatkan
data dan analisisnya melalui kajian-kajian reflektif, partisipatif dan kolaboratif.
Pengembangan program didasarkan data-data dan informasi dari siswa, guru dan
setting sosial kelas secara alamiah melalui tiga tahapan siklus penelitian tindakan
kelas.
Dalam rangka meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa dalam
pembelajaran pengetahuan sosial dilakukan PTK dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe STAD. Penelitian ini dilakukan di SDN 01 Kali Baru
Jakarta Utara dengan 3 siklus. Pada siklus pertama sebagian siswa belum terbiasa
dengan kondisi belajar kooperatif tipe STAD, sehingga dilakukan tindakan
dengan memberi penjelasan kepada siswa tentang prinsip-prinsip pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Di lain sisi guru sebagai kolaborator dalam PTK ini juga
belum maksimal dalam mengimplementasikan pembelajaran kooperatif tipe
STAD.
Dalam siklus kedua siswa dan guru (kolaborator) sudah mulai memahami
implementasi pembelajaran kooperatif tipe STAD dan menunjukkan hasil yang
cukup memuaskan. Dari hasil observasi aktivitas siswa meningkat. Sedangkan
hasil ulangan harian menunjukkan peningkatan dari rata-rata sebesar 5,48 pada
ulangan harian kesatu (sebelum penggunaan pembelajaran kooperatif tipe STAD)
menjadi rata-rata 6,53 pada ulangan harian kedua dan menjadi rata-rata 7,33 pada
ulangan harian ketiga (setelah penggunaan pembelajaran kooperatif tipe STAD).

161
Dari hal pelaksanaan PTK, siklus pertama, kedua dan ketiga dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar dan
aktivitas siswa dalam pembelajaran pengetahuan sosial pada kelas V SDN 01 Kali
Baru Jakarta Utara.

Kata Kunci: hasil belajar, aktivitas siswa, dan pembelajaran kooperatif tipe STAD
(Student Teams Achievement Division).

3. Kata Pengantar
Komponen utama dalam kata pengantar adalah ungkapan puji syukur
terhadap Tuhan Yang maha Esa dan ucapan terima kasih penulis kepada pihak-
pihak yang telah membantu peneliti sehingga penelitian dapat diselesaikan
dengan baik. Di samping itu ungkapkan pula bahwa penelitian yang dilakukan
bukan kegiatan tanpa kekurangan, oleh karena itu peneliti harus bersedia
menerima kritik dan saran konstruktif demi perbaikan hasil penelitian tersebut.
4. Daftar Isi/Tabel/Gambar/Lampiran
Tuliskan semua pokok-pokok isi (judul-sub judul), tabel, gambar, grafik,
lampiran dan lain-lain secara urut berdasarkan halaman penulisan. Daftar
semacam ini akan sangat membantu pembaca untuk menemukan hal-hal yang
menarik perhatiannya.

Bagian Inti:
1. BAB I. PENDAHULUAN
Bab satu pendahuluan dalam laporan PTK sama dengan bab satu
pendahuluan pada proposal PTK yang terdiri dari:
(1) Latar Belakang Masalah
(2) Identifikasi Masalah
(3) Perumusan Masalah
(4) Cara Memecahkan Masalah
(5) Hipotesis Tindakan
(6) Tujuan {enelitian
(7) Manfaat Penelitian
2. BAB II. KAJIAN TEORI

162
Bab dua kajian teori dalam laporan PTK juga sama dengan bab dua kajian
teori pada bab dua kajian teori proposal PTK.
3. BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
Bab tiga metodologi penelitian dalam laporan PTK juga hampir sama
dengan bab tiga metodologi penelitian pada proposal PTK. Perbedaannya hanya
pada beberapa hal, yakni:
a. Pada proposal PTK biasanya menggunakan kata ”akan” sedangkan pada
laporan PTK kata ”akan” diganti dengan kata ”telah”.
b. Pada proposal PTK rencana kerja dan rencana pembiayaan PTK
disebutkan, tetapi pada lapran hasil PTK tidak perlu lagi disebutkan. Hal
ini disebabkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam pembiayaan PTK
(sponsor) sudah mengetahuinya dalam proposal PTK.
4. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Penyusunan laporan penelitian di bab hasil dan pembahasan penelitian
dalam laporan PTK pada umumnya peneliti terlebih dulu menyajikan paparan
data yang mendeskripsikan secara ringkas apa saja yang dilakukan peneliti sejak
pengamatan awal (sebelum penelitian) yaitu kondisi awal guru dan siswa diikuti
refleksi awal yang merupakan dasar perencanaan tindakan siklus I, dilanjutkan
dengan paparan mengenai pelaksanaan tindakan, hasil observasi kegiatan guru,
observasi situasi dan kondisi kelas dan hasil observasi kegiatan siswa. Paparan
data itu kemudian diringkas dalam bentuk temuan penelitian yang berisi pokok-
pokok hasil observasi dan evaluasi yang disarikan dari paparan data.
Deskripsikan setting penelitian secara lengkap, kemudian uraikan masing-masing
siklus dengan disertai data lengkap beserta aspek-aspek yang direkam atau
diamati tiap siklus. Rekaman itu menunjukkan terjadinya perubahan akibat
tindakan yang diberikan. Ditunjukkan adanya perbedaan dengan pelajaran yang
biasa dilakukan.
Pada refleksi diakhir setiap siklus berisi penjelasan tentang aspek
keberhasilan dan kelemahan yang terjadi. Kemukakan adanya perubahan atau
perbaikan atau kemajuan yang terjadi pada diri siswa, lingkungan kelas, guru
sendiri, minat, motivasi belajar atau hasil belajar. Untuk dasar analisis dan

163
pembahasan, kemukakan hasil keseluruhan siklus ke dalam suatu ringkasan tabel
atau grafik. Dari tabel atau grafik rangkuman ini akan dapat memperjelas adanya
perubahan yang terjadi disertai pembahasan secara rinci dan jelas.
Berikutnya berdasarkan temuan data dilakukan refleksi hasil tindakan
siklus 1 yang dijadikan dasar untuk merencanakan tindakan untuk siklus ke 2. Di
sini dapat dibandingkan hasil siklus 1 dengan indikator keberhasilan tindakan
siklus 1 yang telah ditetapkan berdasarkan refleksi awal. Paparan data siklus dua
juga lengkap mulai perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi. Ringkasan
paparan data dicantumkan dalam bentuk temuan penelitian. Temuan ini menjadi
dasar refleksi tindakan siklus ke 2, termasuk apakah perlu dilanjutkan dengan
pelaksanaan tindakan untuk siklus ke 3. Peneliti dapat membandingkan hasil
siklus 2 ini dengan indikator keberhasilan tindakan siklus 2 yang telah ditetapkan
berdasarkan hasil refleksi tindakan siklus ke 1. Jadi prosedur analisis dan
interpretasi data penelitian dilaksanakan secara deskriptif kualitatif dengan
meringkas data (reduksi data), beberan data dan triangulasi serta penarikan
kesimpulan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemaparan bab empat (hasil dan
pembahasan penelitian) adalah sebagai berikut:
a. Sajikan temuan-temuan dalam grafik, tabel, diagram, gambar-gambar,
portofolio dan sejenisnya.
b. Pada setiap akhir tabel/grafik/diagram/foto dan sebagainya berikan
komentar makna dari masing-masing tampilan tersebut
c. Ulas atau jelaskan temuan PTK dengan mengacu pada dua pertanyaan
(mengapa demikian atau Why dan bagaimana temuan tersebut bisa terjadi
atau How).
d. Pada bab ini peneliti juga membahas dan memvalidasi hasil temuan,
dengan memaksimalkan trianggulasi terhadap sumber data maupun
instrumen yang digunakan.
e. Pada bagian akhir ungkapkan pula keterbatasan atau kekurangan
penelitian yang dilakukan yang menurut peneliti dapat mengurangi
validasi (keabsahan) dan tingkat kepercayaan hasil penelitian. Keterbatasan

164
tersebut dapat berkaitan dengan proses penelitian, instrumen, metode,
subyek penelitian, daya dukung dan sebagainya.
5. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
Pada kesimpulan uraikan pokok-pokok temuan PTK secara jelas, padat dan
runtut. Dalam hal ini perlu dicermati apakah pokok-pokok temuan yang disajikan
sudah menjawab permasalahan yang diteliti. Dengan kata lain pokok-pokok
temuan penelitian harus berkaitan atau mempunyai “benang merah” dengan
masalah yang diteliti. Kesimpulan merupakan ringkasan dari hasil penelitian
yang dirumuskan sesuai dengan perumusan masalah. Ada dua gaya dalam
penulisan kesimpulan, yakni:
a. Gaya “Problem Numbering” adalah penulisannya disesuaikan dengan urutan
nomor masalah penelitian. Gaya ini sangat memudahkan pembaca untuk
mengetahui bagaimana jawaban-jawaban masalah yang telah dirumuskan
pada bab pertama.
b. Gaya “Description Problem” adalah penulisannya dalam bentuk deskriptif
tidak berdasarkan numerik, mengalir sesuai konteks temuan penelitian,
walaupun isinya tetap harus menjawab permasalahan penelitian.
Dalam kesimpulan sudah tidak ada lagi hasil-hasil hitungan statistik
ataupun tabel-tabel. Kesimpulan harus selalu mengacu kepada hasil temuan yang
benar-benar telah dibuktikan. Tidak memuat opini atau pendapat tanpa dasar
atau di luar konteks permasalahan yang telah dirumuskan.
Pada bagian saran ada dua hal yang perlu diungkap, yaitu saran untuk
penelitian lebih lanjut dan saran untuk penerapan penelitian. Saran dirumuskan
berdasarkan hasil kesimpulan yang telah diperoleh. Saran ditulis secara tegas dan
ditujukan kepada berbagai pihak. Saran biasanya ditujukkan untuk kepentingan
pengembangan ilmu, lembaga di mana penelitian itu dilakukan, penelitian yang
akan dilakukan (peneliti selanjutnya), sebagai tindak lanjut serta pengkajian yang
lebih mendalam terhadap faktor-faktor yang belum dianalisis. Perlu diingat
kembali bahwa PTK dilaksanakan untuk memperbaiki mutu prose belajar
mengajar di kelas.

165
Bagian Akhir:
Daftar Pustaka Dan Lampiran
Bagian ini pada prinsipnya sama dengan yang tertuang pada proposal
PTK, hanya ditambah atau dilengkapi bahan-bahan baru yang digunakan selama
proses PTK, misalnya instrumen penelitian yang digunakan dalam PTK, hasil
ulangan harian, lembar jawaban siswa dan hal-hal lain yang relevan dengan
kegiatan PTK. Tidak tertutup kemungkinan bahan atau referensi baru tersebut
digunakan setelah PTK berlangsung, sehingga perlu disertakan dalam bagian ini.
Biodata Peneliti
Biodata peneliti biasanya terdiri dari:
Nama lengkap dan gelar :
NIP/NIK :
Tempat dan tanggal lahir :
Jenis kelamin :
Pangkat/golongan :
Jabatan :
Alamat kantor :
Alamat Rumah :
Nomor teleopon/HP :
Riwayat pendidikan :
Pengalaman penelitian :

B. Penyusunan Laporan PTK dalam Bentuk Tulisan Ilmiah dan Populer


Temuan-temuan yang diperoleh dari hasil PTK, selayaknya disebarluaskan
kepada publik, tidak hanya sekedar menumpuk di almari saja sebagai suatu
dokumen semata. Hal ini perlu dilakukan agar temuan PTK secara empiris dapat
diketahui dan diterapkan oleh para teman-teman guru lainnya dengan
modifikasi-modifikasi sesuai dengan karakteristik dan kondisi kelas dan siswa
masing-masing. Di samping itu juga untuk dimungkinkan dilakukan penelitian

166
lanjutan. Untuk kepentingan publikasi tersebut, hasil PTK dituangkan dalam
bentuk tulisan, baik yang termasuk kategori ilmiah maupun populer.
Karya tulis, baik ilmiah maupun populer yang berasal dari hasil PTK
merupakan laporan yang berfokus pada laporan lengkap PTK. Tulisan ilmiah dan
populer biasanya disusun untuk kepentingan publikasi seperti untuk jurnal
ilmiah, koran, maupun makalah seminar. Pemilihan atas bentuk dan teknik
penulisan merupakan masalah selera dan kepentingan penyusun itu sendiri
dengan memperhatikan berbagai faktor seperti jenis karya tulis yang disusun,
untuk konsumsi siapakah karya tulis ini disusun, dan dalam rangka apakah karya
tulis ini disusun.

Artikel Ilmiah untuk Jurnal


Sebelum artikel ilmiah untuk jurnal ditulis, harus ada hasil penelitian yang
sudah dirancang dan dilakukan, dianalisis dan dihasilkan kesimpulan. Artikel
ilmiah untuk jurnal bisa ditulis meskipun laporan lengkap penelitian belum
disusun, yang penting penelitian tersebut sudah dilaksanakan, data sudah
dianalisis dan kesimpulan sudah diperoleh. Penulisan artikel untuk jurnal ilmiah
disesuaikan dengan persyaratan pada masing-masing jurnal yang biasanya
berbeda antara jurnal ilmiah yang satu dengan yang lainnya.
Penulisan artikel dan gaya selingkung jurnal meliputi beberapa asprek,
antara lain:
a. Aspek substansi yang meliputi:
1. Tema artikel: harus sesuai dengan misu atau lingkup bidang ilmu jurnal.
2. Kekhususan artikel: belum pernah dimuat khusus untuk jurnal tersebut
atau makalah atau prasaran seminar, khusus untuk hasil penelitian.
3. Kemutahiran artikel: hasil penelitian yang mutakhir (3 atau 4 tahun) atau
konseptual dengan situasi aktual dan sedang menjadi fokus perhatian
publik.
4. Analisis dan pendirian penulis artikel: cara menganalisis data dan
membahas hasil penelitian dengan menghubungkan temuan lain yang
sejalan atau tidak sejalan, sedangkan konseptual menganalisis masalah

167
yang dibahas tidak hanya memaparkan fakta tetapi juga analisis kritis atas
fakta berdasarkan sudut pandang teori.
5. Penggunaan sumber acuan: >80 % adalah sumber primer dari laporan
penelitian, skripsi, tesis, disertasi, monograf penelitian, artikel penelitian
dan 10 tahun terakhir.
b. Aspek gaya penulisan yang meliputi:
1. Sistematika dan proporsi bagian artikel tergantung masing-masing jurnal.
Bagian artikel pendahuluan 25-30 persen, bagian inti 60-65 persen, abstrak
50-100 kata, dan kata kunci 3-5 kata.
2. Bahasa artikel: ragam bahasa tulis ilmiah, kosa kata dan istilah.
3. Pengacuan dan pengutipan: gaya selingkung jurnal bersangkutan.
4. Format penyajian: format esei, format enumeratif (khusus urutan naskah)
dan bukan format diktat/laporan.
c. Ketentuan khusus yang meliputi:
1. Kontribusi biaya cetak masing-masing jurnal berbeda.
2. Imbalan bagi penulis, honor, jurnal, atau cetak lepas.
3. Wujud artikel terkirim bisa berupa print-out atau disket/file karena dapat
mengurangi salah ketik, akan mempercepat proses, dan dapat dicetak
sesuai kebutuhan.
Sistimatika artikel ilmiah untuk jurnal hasil dari penelitian biasanya terdiri
atas judul penelitian, abstrak, kata kunci, pendahuluan, metode, hasil, kesimpulan
dan saran.
2. Judul.
Judul karya tulis ilmiah untuk jurnal pada umumnya sama dengan judul
pada laporan penelitian yang disusun secara lengkap, kalaupun berbeda tidak
terlalu prinsip, hanya penyesuaian-penyesuaian kecil saja.
3. Abstrak
Abstrak merupakan ringkasan keseluruhan artikel yang meliputi tujuan
metode, hasil dan kesimpulan serta saran dalam bentuk singkat, padat dan jelas.
Jumlah kata dalam abstrak pada umumnya sekitar 100 sampai dengan 250 kata.

168
Abstrak biasanya ditutup dengan kata kunci yang merupakan gambaran dari
aspek masalah yang diteliti.
4. Pendahuluan
Bagian pendahuluan merupakan pengantar berupa alasan melakukan
penulisan artikel. Di samping itu bagian ini merupakan acuan yang menarik
perhatian pembaca dengan cara menonjolkan hal-hal yang terkait dengan artikel
yang dibahas berdasarkan hasil penelitian yang terdahulu. Pendahuluan
mencakup paparan tentang permasalahan penelitian, wawasan dan rencana
penulisan terkait dengan upaya pemecahan masalah. Biasanya juga memaparkan
tujuan penelitian dan rangkuman yang terkait dengan masalah yang diteliti.
5. Metode
Pada bagian ini diuraikan bagaimana penelitian dilaksanakan seperti
rancangan atau desain penelitian, tempat penelitian, waktu penelitian, subyek
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan analisis data. Pendek kata
pada bagian ini menjelaskan bab tiga metodologi penelitian tetapi secara ringkas.
6. Hasil Penelitian
Merupakan bagian inti dari sebuah artikel ilmiah dalam jurnal. Hasil
semata-mata hanya menyajikan hasil penelitian tanpa harus dilakukan diskusi,
karena diskusi akan diuraikan secara mendalam pada bagian pembahasan.
Gunakan kalimat sederhana, jelas dan lugas. Hindari kalimat-kalimat yang
bersayap yang mempunyai makna ganda atau kabur. Untuk penyajian data yang
sederhana gunakan tabel, dan untuk penyajian data yang rumit dan banyak maka
gunakanlah grafik. Sajikan hasil mulai dari hasil utama dan diikuti dengan data
atau hasil pendukung, atau sebaliknya. Jangan mengulang menulis angka yang
telah tertulis pada tabel di dalam teks. Jika ingin menekankan hasil yang
diperoleh sebaiknya sajikan dalam bentuk angka lain seperti persentase. Jika ingin
menunjukkan angka yang dimaksud, rujuk saja tabel yang mengandung angka
tersebut.
7. Pembahasan
Pada bagian pembahasan perlu ditulis dengan bahasa yang jelas dan perlu
dibahas apakah hasil yang didapat sesuai dengan tujuan atau teori yang

169
dimaksudkan. Penyajian pembahasan sebaiknya mempunyai alur yang sistematis,
jangan membahas suatu aspek secara berulang-ulang. Pembahasan jangan
berspekuasi, tetapi berdasarkan hasil temuan dalam penelitrian. Gunakan
kerangka pemikiran yang sistematis sehingga pembahasan akan bermuara kepada
suatu titik yang mendukung kesimpulan.
8. Kesimpulan dan Saran
Pemaparan kesimpulan dan saran harus berdasarkan fakta yang ditemukan
dalam hasil dan pembahasan penelitian, sehingga menghindari sekedar asumsi-
asumsi belaka yang bersifat spekulasi. Kesimpulan biasanya menyajikan
ringkasan dari uraian mengenai hasil penelitian dan pembahasan. Selanjutnya
dikembangkan pokok-pokok pikiran baru yang merupakan esensi dari temuan
penelitian. Sedangkan bagian akhir dari artikel adala saran. Saran dapat mengacu
kepada tindakan praktis, pengembangan teori baru dan penelitian lanjutan.
9. Daftar Pustaka
Daftar pustaka pada dasarnya sama dengan penulisan daftar pustaka yang
terdapat pada laporan penelitian lengkap. Untuk artikel hasil penelitian yang
akan dimuat pada jurnal, biasanya masing-masing jurnal menentukan cara
penulisan daftar pustaka berdasarkan acuan yang digunakan. Penulisan daftar
pustaka dilakukan pada halaman terakhir artikel, bukan pada halaman baru.
Daftar pustaka atau rujukan sebaiknya hanya yang benar-benar dirujuk dalam
naskah atau artikel. Sumber rujukan yang diutamakan adalah sumber-sumber
primer yang terbaru.

Artikel Ilmiah Populer


Artikel ilmiah populer biasanya dipublikasikan untuk media massa yang
dikonsumsi untuk khayalak umum. Oleh karena itu artikel ilmiah untuk jurnal
sedikit berbeda dengan artikel ilmiah popoler untuk media massa atau makalah
seminar. Hal ini disebabkan artikel ilmiah populer untuk media massa dibaca oleh
berbagai kalangan dengan beragam tingkatan, baik status sosial maupun status
pendidikan. Meskipun demikian, artikel ilmiah populer tetap memiliki nilai

170
ilmiah karena disusun berdasarkan suatu permasalahan melalui metode ilmiah
dengan melakukan suatu penelitian.
Artikel ilmiah populer memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Disampaikan dengan kalimat yang komunikatif dan dapat dipahami oleh
berbagai kalangan.
b. Oleh karena yang dipublikasikannya adalah hasil penelitian, maka hasil
penelitian merupakan acuan utama dalampenulisan artikel ilmiah populer.
c. Terfokus pada salah satu topik tertentu yang sesuai dengan isu aktual dari
penelitian yang ada pada laboran.
d. Dapat membawa khalayak terpengaruh oleh pemikiran yang terdapat pada
artikel.
e. Tidak terlalu banyak kutipan teori, kecuali yang benar-benar penting untuk
dikemukakan karena itu menjadi dasar dalam kajian pada penelitian.
f. Disampaikan pada ruang yang terbatas, namun informasi tersampaikan
dengan efisien dan efektif.
Format atau sistematika artikel ilmiah populer lebih sederhana
dibandingkan dengan artikel untuk kepentingan publikasi jurnal ataupun
makalah untuk seminar. Formar artikel ilmiah populer ini minimal memuat
bagian pendahuluan, bagian inti dan bagian penutup. Sementara dalam artikel
ilmiah populer kepustakaan tidak diperlukan.
1. Pendahuluan
Pada artikel ilmiah populer, meskipun pada bagian pendahuluan berisi
tidak jauh berbeda dengan artikel ilmiah untuk jurnal, yaitu menghantarkan ke
arah kajian dalam artikel, namun tidak harus menggunakan sub judul. Agar
menarik perhatian pembaca, pendahuluan sebaiknya menonjolkan hal-hal yang
sedang menjadi isu atau juga yang menjadi peduli dalam penelitian yang dikaji
penulis. Pada pemaparannya, pendahuluan dapat saja dimulai dengan fakta
aktual yang menjadi keprihatian peneliti terhadap masalah yang dikaji dalam
penelitian. Fakta aktual tersebut tentu yang relevan dengan fokus yang dikaji
dalam penelitian.
2. Bagian Inti atau Isi

171
Bagian ini atau isi tidak hanya mendeskripsikan temuan hasil penelitian
semata, tetapi juga sekaligus pembahasan. Bagian ini merupakan kajian atas
keprihatinan, temuan hasil penelitian, dan teori yang telah dipaparkan dalam
pendahuluan. Oleh karena artikel ilmiah populer ini didasarkan atas hasil
penelitian yang telah dilakukan, maka yang menjadi pisau analisis untuk
membedah permasalahan tersebut adalah hasil temuan penelitian itu sendiri.
Pembahasan ini merupakan upaya pemecahan masalah melalui hasil penelitian
yang telah dilakukan. Teori yang menjadi dasar dalam pemecahan masalah
penelitian, pada bagian inti atau isi dapat dicantumkan. Hal ini dilakukan agar
pembaca mengetahui dasar yang diambil dalam membedah permasalahan dalam
penelitian tersebut.
Meskipun demikian, pada pemaparan bagian inti atau isi tetap saja harus
disampaikan dengan kalimat yang dapat dipahami oleh pembaca. Selain agar
pembaca larut dan tidak jenuh membaca artikel ilmiah populer tersebut, juga jika
temuan dalam penelitian itu dapat diaplikasikan oleh pembaca secara praktis di
lapangan. Selain itu, jika artikel ilmiah populer tersebut merupakan jawaban atas
keprihatinan terhadap suatu masalah yang dialami juga oleh pembaca, maka
pembaca dengan mudah mengikuti alur jawaban yang dipaparkan tersebut.
Dengan kata lain temuan itu merupakan dasar upaya pemecahan masalah yang
ditunggu oleh publik, maka pembaca dapat dengan mudah mengacu temuan
penelitian itu sebagai salah satu alternatif pemecahan. Bagian inti atau isi artikel
ilmiah populer dapat dipecah menjadi lebih dari satu sub judul sesuai dengan
kepentingan atas pemecahan masalah yang dikaji atau hanya cukup satu sub
judul. Hal ini sangat tergantung dari pokok-pokok apa yang mau ditonjolkan oleh
penulis.
3. Penutup
Bagian penutup merupakan kesimpulan dari seluruh rangkaian kajian dan
pemaparan dari artikel ilmiah populer. Pada bagian ini selaian dipaparkan
kesimpulan, biasanya juga dikemukakan rekomendasi yang meliputi saran dan
harapan tentang hal-hal yang dapat dilakukan berdasarkan hasil penelitian.

172
Penutup disampaikan secara singkat dengan bahasan yang sederhana, tetapi
dapat memberikan keyakinan atas saran dan harapan yang direkomendasikan.

Artikel Ilmiah Yang Disajikan Pada Seminar


Artikel yang disajikan pada seminar secara umum tidak berbeda jauh
dengan artikel yang disajikan dalam jurnal. Hal ini disebabkan biasanya peserta
seminar berasal dari kalangan yang memiliki kesamaan dalam perhatian,
kepedulian terhadap topik yang disampaikan. Jadi konsumen artikel lebih
homogen dibandingkan dengan pembaca di media massa yang pembacanya
relatif heterogen. Oleh karena peserta seminar memiliki waktu yang terbatas
dalam menyerap informasi yang disampaikan , maka artikel untuk seminar harus
disesuaikan dalam arti efektif dan efisien dalam pemaparannya. Meskipun
kalimat yang disajikan tidak sesederhana seperti pada artikel ilmiah populer,
namun tetap harus mempertimbangkan perhatian pembaca dalam mengkaji
artikel di samping penyajian berupa verbal. Artikel yang disampaikan pada
peserta seminar sesungguhnya merupakan merupakan media yang membantu
menjelaskan secara rinci atas pemaparan singkat penyaji.
Format atau sistematika yang digunakan para artikel ini dapat dipilih
sesuai dengan selera dan kepentingan penulis. Penulis dapat menggunakan
format atau sistematika seperti yang digunakan pada artikel untuk jurnal atau
pun sesuai dengan format artikel populer untuk media massa. Jika peserta
seminar adalah khayalak umum, maka format dan cara penulisannya lebih baik
menggunakan format yang ditulis untuk artikel ilmiah populer. Namun dalam
tulisan ini, kepustakaan harus disertakan untuk menguatkan dukungan teori
dalam tulisan atau penelitian yang dilakukan.
Namun, jika peserta seminar merupakan kalangan yang terbatas yang
memiliki tingkat perhatian dan kepedulian yang sama serta tinggi, maka format
penulisan dapat dipilih sesuai dengan tulisan ilmiah untuk jurnal. Dengan
demikian, pada pemaparannya teori atau pustaka yang dikutif lebih baik ditulis
dengan lengkap. Kerangka teori pada artikel seminar dapat dimunculkan secara
lebih rinci pada pendahuluan atau sub judul tersendiri, atau bisa juga dalam

173
pembahasan. Selain itu kalimat yang ditulis dapat disampaikan lebih berat
dibandingkan dengan tulisan ilmiah populer.

C. Penutup
Penyusunan laporan hasil penelitian menjadi karya tulis ilmiah untuk
jurnal, media massa maupun seminar merupakan salah satu upaya untuk melatih
dan mengembangkan diri dalam kaitannya dengan budaya meneliti dan menulis
pada para guru, sehingga pada akhirnya guru akan memiliki keahlian dalam hal
meneliti dan menulis. Keahlian tersebut di atas sangat diperlukan dalam
pengembangan profesi guru, apalagi sertifikasi guru menyertakan pengembangan
profesi yang di dalamnya berisi kegiatan meneliti dan menulis sebagai salah satu
komponen dari sepuluh komponen sertifikasi guru dalam jabatan. Hal ini diatur
lebih lanjut dalam Permendiknas nomor 18 tahun 2007 tentang sertifikasi guru
dalam jabatan.
Pengembangan dalam penulisan tersebut diserahkan kepada penulis itu
sendiri. Tidak menjadi masalah dari mana memulai maupun dengan gaya
penulisan yang bagaimana. Hal ini disebabkan pemahaman konsep dan makna
dari penulisan sudah dimiliki oleh penulis yang notabene merupakan
pengembangan khasanah keilmuan melalui penelitian yang telah dilakukan.
Ibarat seorang maestro tidak lagi menjadi soal dari mana akan mulai dan
melangkah ke mana, sebab penguasaan tematis dan teknik akan menjamin suatu
keseluruhan bentuk yang utuh. Karya tulis ilmiah yang baik bagaikan sebuah
hasil komposisi musik yang masing-masing terletak pada tempatnya dan secara
keseluruhan membentuk kesatuan irama yang utuh.
Dari pembahasan bab satu sampai bab enam di atas dapat ditarik benang
merah bahwa keberhasilan kegiatan PTK sangat ditentukan oleh banyak faktor
yang saling kait mengkait. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Peneliti (guru) dan kolaborator serta siswa harus mempunyai tekad dan
komitmen untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan komitmen
tersebut terwujud melalui keterlibatan mereka dalam seluruh kegiatan PTK
secara proporsional.

174
2. Peneliti (guru) dan kolaborator menjadi pusat dari penelitian sehingga
dituntut untuk bertanggung jawab atas peningkatan yang akan dicapai.
3. Tindakan yang peneliti (guru) lakukan hendaknya didasarkan pada
pengetahuan, baik pengetahuan konseptual dari tinjauan teoritis maupun
pengetahuan teknis prosedural, yang diperoleh lewat refleksi kritis dan
dipadukan dengan pengalaman orang lain dari tinjauan pustaka hasil PTK.
Refleksi kriris dapat dilakukan dengan baik jika didukung oleh
keterbukaan dan kejujuran terhadap diri sendiri, khsusunya kejujuran
mengakui kelemahan atau kekurangan diri.
4. Tindakan tersebut dilakukan atas dasar komitmen kuat dan keyakinan
bahwa situasi dapat diubah ke arah perbaikan
5. PTK melibatkan pengajuan pertanyaan agar dapat melakukan perubahan
melalui tindakan yang disadari dalam konteks yang ada dengan seluruh
kerumitannya
6. Peneliti (guru) perlu membuat deskripsi otentik obyektif tentang tindakan
yang dilaksanakan dalam riwayat faktual, perekaman video atau audio,
riwayat subyektif yang diambil dari buku harian dan refleksi serta
observasi pribadi,
7. Peneliti perlu memberikan penjelasan tentang tindakan berdasarkan
deskripsi otentik tersebut di atas,
8. Peneliti (guru) perlu menyajikan laporan hasil PTK termasuk (1) tulisan
tentang hasil refleksi diri, dalam bentuk catatan harian dan dialog, yaitu
percakapan dengan dirinya sendiri; (2) percakapan tertulis, yang dialogis
dengan menggambarkan jelas tentang proses percakapan tersebut; (3)
narasi dan cerita; (4) bentuk visual seperti diagram, gambar dan grafik
9. Peneliti (guru) perlu memvalidasi pernyataan tentang keberhasilan
tindakan lewat pemeriksaan kritis dengan mencocokkan pernyataan
dengan bukti (data mentah), baik dilakukan sendiri mapun bersaman
teman (validasi diri), meminta teman sejawat untuk memeriksanya dengan
masukan dipakai untuk memperbaikinya (validasi sejawat) dan terakhir
menyajikan hasil seminar dalam seminar (validasi publik). Perlu dipastikan

175
bahwa temuan validasi selaras satu sama lain, karena semuanya
berdasarkan pemeriksaan terhadap pernyataan dan data mentah. Jika ada
perbedaan, pasti ada sesuatu yang harus dicermati kembali.

DAFTAR PUSTAKA

Andreas, P. 2000. Analisis dan Refleksi: dalam Makalah Pelatihan Penelitian Tindakan
Kelas. Semarang: Lemlit UNNES.

__________, 2001. Petunjuk Praktis Classroom Based Action Research. Proyek


Perluasan dan Peningkatan Mutu SLTP Kanwil Depdiknas Provinsi
Jawa Tengah.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Burns, Anne. 1999. Collaborative Action Research for English Language Teacher.
London: Cambridge University Press.

Chein, I. dan Harding J. 1982. The Field of Action Research.Australia: Deakin


University.

Cohen, L & Manion, L. 1980. Research Methods in Education. London & Canberra:
Croom Helm.

Depdikbud. 1999. Penelitian Tindakan kelas (Classroom Action Research). Jakarta:


Dirjen Dikti, Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah.

176
___________. 1999. Bahan Pelatihan Penelitian Tindakan. Jakarta: Depdikbud, Dirjen
Dikdasmen, Dikmenum.

Djaali. 2004. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Universitas Negeri


Jakarta.

Elliot, John. 1992. The Action Research Reader. Geelong Victoria: Deakin University.

Ernest, T. 1996. Action Research: A Handbook for Practitioners. London: Sage


Publications.

Harefa, Andrias. 2007. Agar Menulis-Mengarang Bisa Gampang. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama.

Hardjodipuro. 1997. Action Research. Jakarta: IKIP Jakarta.

Hopkins, David. 1993. A teacher Guide to Classroom Research. Philadelpia: Open


University Press.

Ishaq, M.F. 1997. Action Research. Malang: Depdiknas


Kemmis, Stephen dan Robin Mc Taggart. 1998. The Action Research Planner.
Victoria: Deakin University.

Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi
Guru. Jakarta: PT Rajawali Pers.

Lewin, Kurt. 1990. Action Research and Minority Problems. Victoria: Deakin
University.

Madya, Suwarsih. 2006. Teori dan Praktek Penelitian Tindakan. Bandung: Alfabeta.

McTaggart, R. 1991. Action Research. Melbourne: Deakin University Press.

Mills, Geoffrey. 2003. Action Research: A Guide for the Teacher Researcher. New
Jersey: Prentice Hall.

Muhajir, Noeng. 1997. Analisis dan Refleksi. Jakarta: Dirjen Dikti.

Mukhlis, A. 2001. Penelitian Tindakan Kelas, Kosnep Dasar dan Langkah-


Langkah. Surabaya: Unesa.

Nawawai, Hadari. 2006. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press.

Patton, M.Q. 1991. How to Use Qualitative Methods in Evaluation. Newbury, CA:
Sage Publications.

177
Raka Joni, T. 1998. Penelitian Tindakan Kelas: Beberapa Permasalahannya. Jakarta: PCP
PGSM Ditjen Dikti.

Reed, A. J. S. & Bergermann, V.E. 1992. A Guide to Observation and Participation: In


the Classroom. Connecticut: The Dushkin Publishing Group, Inc.

Rudatan. 2006. Menjadi Kaya dengan Menulis. Yoyakarta: Andi.

Simbolon. 1999. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Dirjen Dikti.

Stringer, Ernie. 2004. Action Research in Education. Columbus: Pearson, Menvi


Prentice Hall.

Syamsudin, Munawar. 1994. Dasar-dasar dan Metode Penulisan Ilmiah .


Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Sukarnyana, I Wayan. 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Proyek PPPG IPS
dan PMP.

Suhandini. 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Semarang: Lemlit UNNES.

Suhaenah, A. 1998. Penelitian Tindakan Kelas (makalah). Jakarta: IKIP Jakarta.

Suhardjono. 1995. Pedoman Penyusunan karya Tulis Ilmiah di bidang Pendidikan dan
Angka Kredit Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Dikgutentis.

_________. 2003. Merancang Usulan Penelitian Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas.

Sukardi. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukidin, Basrowi. 2002. Manajemen PTK. Surabaya: Insan Cendekia.

Supardi. 2005. Pengembangan Profesi dan Ruang Lingkup Karya Tulis Ilmiah
(makalah). Jakarta. Ditjen Dikdasmen Depdiknas.

Suyanto. 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Dirjen Dikti.

The Liang Gie. 1997. Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta, Liberty.

Tim PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Bahan
Pelatihan Dosen LPTK dan Guru Sekolah Menengah. Jakarta: Proyek
PGSM, Dikti.

Wardani, I.G.A.K. 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Pusat Penerbitan UT.

178
Winter. R. 1989. Learning from Experince: Priniples and Practice in Action Research.
London etc.: The Falmer Press.

Wiriaatmadja, Rochiati. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosda


Karya.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1:

Lembar Observasi Untuk Siswa


Siswa Yang Tidak Terlibat Aktif dalam PBM
Kegiatan Presentase
Siswa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Ali
2. Agus
3. Bagus
4. Bajuri
5. Cecep
6. Dewi
7. Dini
8. Dewi
9. Dudung
10. Dedi
11. Efendi
12. Risnita
13. Suganda
14. Surrudin
15. Tri
16. Tutik
17. Tyas
18. Ridwan
19. dst......

179
Keterangan:
1. Mengantuk
2. Mengerjakan tugas lain
3. Berisik
4. Keluar masuk kelas
5. Menggangu siswa lain
6. Melamun
7. Usil
8. Coret-coret dikertas
9. ”nyeletuk”
10. Pindah-pindah tempat duduk

Lampiran 2:
Lembar Pengamatan Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran
Nama Sekolah : ...................................................
Tahun Pelajaran : ...................................................
Kelas/Semester : ...................................................
Pokok Bahasan : ...................................................
Siklus Ke : ...................................................

KLP NAMA MINAT PERHATIAN PARTISIPASI PRESENTA


SISWA SI
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1
1. Afif M
Agung T.R
Ajeng A.P
Andhika D.P
Dafril H
2. Desi I
Evi N
Fanni K
Fitri Y
Imron I.S
3. Isnia R
Kamaludin L
Kevin D
M.Abdurahm
an
M.Khaerul A
4. M.Fadillah
M.Mustain A
M.Zulfikar

180
Mega Nanda
Nuryunita
5. Novika DP
Putri KS
Prilliana A
Regita P
Riano F

6. Rina TR
Rizki
Rizky AT
Rosiana Dewi
Septiara P
KETERANGAN
SB = SANGAT BAIK: SKOR 4 C = CUKUP; SKOR 2
B = BAIK: SKOR 3 K = KURANG: SKOR 1

Lampiran 3:

Lembar Pengamatan Proses Belajar mengajar


Responden Guru
Nama Sekolah : ...........................................
Tahun Pelajaran : ...........................................
Kelas/Semester : ...........................................
Pokok Bahasan : ...........................................
Siklus Ke : ..........................................
NO. KEGIATAN 4 3 2 1
1. Apersepsi V
2. Penjelasan materi V
3. Penjelasan metode V
pembelajaran
4. Teknik pembagian V
kelompok
5. Penguasaan kelas V
6. Penggunaan media V
7. Suara V
8. Pengelolaan kegiatan V
diskusi
9. Bimbingan kepada V
kelompok
10. Pengelolaan kegiatan V
diskusi
11. Pemberian pertanyaan V
atau kuis

181
12. Kemampuan V
melakukan evaluasi
13. Memberikan V
penghargaan individu
dan kelompok
14. Menentukan nilai V
individu dan kelompok
15. Menyimpulkan materi V
pembelajaran
16. Menutup pembelajaran V

KETERANGAN
SB = SANGAT BAIK (4)
B = BAIK (3)
C = CUKUP (2)
K = KURANG (1)
Lampiran 4:

Panduan Wawancara
Responden Siswa

Nama Sekolah : ......................................................


Tahun Pelajaran : .......................................................
Kelas/Semester : .......................................................

1. Bagaimana menurut pendapatmu tentang pembelajaran yang baru kalian


ikuti!
2. Apakah kalian senang dengan pembelajaran yang baru kalian ikuti?
Mengapa?
3. Bagaimana menurut pendapatmu tentang cara guru menerangkan atau
menjelaskan materi pelajaran? Jelaskan!
4. Bagaimana tes atau evaluasi yang dilakukan guru? Jelaskan!
5. Apakah kalian dapat memahami materi pelajaran yang baru kalian ikuti?
Jelaskan!
6. Dan seterusnya.............
Catatan:

182
Pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara disesuakan dengan masalah dalam
penelitian tindakan kelas

Lampiran 5:

Lomba Keberhasilan Guru Dalam Pembelajaran


Tingkat Nasional Tahun 2007

Dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru, khususnya dalam


penyusunan program, penyajian program, penilaian proses dan hasil
pembelajaran, Departemen Pendidikan Nasional menyelenggarakan “Lomba
Keberhasilan Guru Dalam Pembelajaran Tingkat Nasional”.

A. Tema
“Melalui Lomba Keberhasilan Guru Dalam Pembelajaran, Kita Tingkatkan
Profesionalitas Guru Sebagai Agen Pembelajaran yang Kreatif dan Inovatif
untuk Mewujudkan Pendidikan yang Bermutu”.
B. Tujuan
1. Mendorong guru untuk selalu meningkatkan kreatifitas, inovasi,
keterampilan, profesionalisme dan kepribadiannya sehingga patut
dijadikan teladan oleh masyarakat sekolah dan lingkungannya.
2. Memotivasi guru untuk lebih berkreasi dan berinovasi dalam menyusun,
menyajikan, menilai proses dan hasil pembelajaran atau proses bimbingan
dan konseling kepada peserta didik
3. Menanamkan budaya, minat, bakat dan kemampuan profesional, baik lisan
maupun tulisan secara baik dan benar.
4. Menyebarluaskan berbagai pengalaman guru yang berhasil meningkatkan
mutu pembelajaran, sehingga dapat dimanfaatkan dan dijadikan referensi
bagi guru lainnya dan pihak-pihak yang berkepntingan.
C. Ketentuan Lomba
5. Judul: Bebas, namun mengacu pada tema

183
6. Materi: Materi pembelajaran untuk semua mata pelajaran atau program
bimbingan dan konseling pada jenis dan jenjang pendidikan sesuai dengan
bidang masing-masing.
7. Isi:
a. Upaya nyata guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran melalui
kegiatan penyusunan program, penyajian program, penilaian proses
dan hasil pembelajaran atau bimbingan dan konseling
b. Berdasarkan pengalaman nyata yang telah dilakukan guru sesuai
dengan bidang tugasnya dan terbukti berhasil meningkatkan kualitas
pembelajaran atau bimbingan dan konseling
4. Kerangka Penulisan:
a. Bagian Awal
1) Halaman Judul
a) Judul singkat, jelas dan relevan dengan isi tulisan dan
diketik dengan huruf kapital
b) Nama penulis
c) Kedudukan guru pada satuan pendidikan
TK/SD/SMP/SMA/SMK/PLB dan mata pelajaran atau
bimbingan dan konseling yang menjadi tugasnya
d) Tanggal penulisan
2) Halaman pengesahan/persetujuan kepala sekolah. Lembaran
tersebut menyatakan pengesahan atau persetujuan kepala sekolah
dengan bukti tanda tangan, nama, NIP (kalau ada) dari kepala
sekolah dan stempel sekolah yang bersangkutan.
3) Pengantar
4) Daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan data lampiran bila ada.
5) Abstrak/ringkasan maksimum 2 halaman.
b. Bagian Inti Pembahasan
1) Pendahuluan
Pendahuluan berisi antara lain mengungkapkan hal-hal sebagai
berikut:
a) Latar Belakang
(1) Yang menggambarkan mengapa permasalahan yang
diajukan tersebut menarik, penting dan perlu dilakukan.
(2) Menunjukkan bahwa permasalahan yang dilakukan
memang belum pernah dilakukan sebelumnya oleh
orang lain dan spesifik/asli
b) Ruang lingkup atau pembatasan yang dilakukan dalam
melakukan kegiatan dari hal yang dipermasalahkan
c) Tujuan dan manfaat dari kegiatan yang dilakukan secara
rinci dijelaskan tujuan dan manfaatnya dalam kaitannya
dengan kegiatan penyusunan program, penyajian program,
penilaian proses dan hasil pembelajaran atau bimbingan
dan konseling.
d) Bila dikehendaki dapat ditambah dengan sub bab yang lain,
misalnya sajian definisi, istilah dan lain-lain.

184
2) Laporan kegiatan yang dilakukan antara lain mengungkapkan hal-
hal sebagai berikut:
a) Laporan rinci tentang apa, bagaimana dan mengapa
kegiatan penyusunan program pembelajaran atau program
bimbingan dan konseling tertentu telah dipilih, dilakukan
dan diyakini telah mampu meningkatkan hasil belajar siswa
(khsusunya penggunaan metode baru, alat peraga yang
baru, pendekatan/strategi mengajar yang baru dan
sebagainya)
b) Laporan rinci tentang apa, bagaimana dan mengapa
kegiatan penyajian program pembelajaran atau program
bimbingan dan konseling tertentu telah dipilih, dilakukan
dan diyakini telah mampu meningkatkan hasil belajar siswa
(khsusunya penggunaan metode baru, alat peraga yang
baru, pendekatan/strategi mengajar yang baru dan
sebagainya)

c) Laporan rinci tentang apa, bagaimana dan mengapa


kegiatan proses dan hasil pembelajaran atau bimbingan dan
konseling tertentu dipilih, dilakukan dan diyakini telah
mampu meningkatkan hasil belajar siswa (pemilihan teknik
penilaian yang tepat) atau program bimbingan dan
konseling.
3) Laporan hasil belajar siswa
Antara lain menjelaskan dan memberikan bukti-bukti atau indikasi-
indikasi yang menunjukkan bahwa kegiatan menyusun program,
menyajikan program dan menilai proses dan hasil pembelajaran
(sebagaimana diuraikan pada nomor 2) telah terjadi peningkatan
kualitas pembelajaran atau bimbingan dan konseling.
4) Kesimpulan dan saran
Berisi kesimpulan utama yang dapat diambil dari kegiatan yang
telah dilaksanakan, sajian beberapa saran yang ditujukan baik
kepada sejawat guru, pengelola pendidikan atau berbagai pihak
yang relevan.
c. Bagian Akhir
1) Daftar pustaka
2) Lampiran data-data yang diperlukan untuk menunjang kebenaran
laporan kegiatan, misalnya: data hasil belajar, instrumen
pengukuran yang digunakan dalam proses pembelajaran atau
bimbingan dan konseling.
3) Setiap karya tulis supaya dilampirkan bio data peserta yang
disahkan oleh kepala sekolah (contoh terlampir).
5. Karya tulis belum pernah dikirimkan dan dinilai pada lomba sejenis di
dalam maupun dim luar Departemen Pendidikan Nasional.

185
6. Jumlah halaman minimal 20 (dua puluh) halaman kwarto atau minimal 25
(dua puluh lima) halaman tulisan tangan, tidak termasuk bagian awal dan
lampiran-lampiran.
7. Naskah diketik 2 (dua) spasi dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang
baik dan benar atau ditulis tangan dengan rapi dan terbaca, bagi guru
daerah khusus/daerah terpencil yang tidak terdapat mesin
ketik/komputer.
8. Karya tulis dijilid dan diberi sampul dengan ketentuan:
a. Warna hijau untuk guru TK;
b. Warna kuning untuk guru SD;
c.Warna abu-abu untuk guru SMP;
d. Warna merah muda untuk guru SMA;
e.Warna biru untuk guru SMK; dan
f. Warna coklat untuk guru PLB.

D. Aspek Yang Dinilai


1. Keaslian atau orisinalitas hasil karya tulis guru yang bersangkutan bukan
jiplakan karya orang lain.
2. Bersifat inovatif, spesifik dan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran,
latar belakang siswa, serta situasi/kondisi tempat guru bertugas.
3. Penulisan siswa sesuai dengan kerangka atau sistematika yang
dipersyaratkan.

E. Persyaratan Peserta
1. Lomba bersifat perseorangan
2. Peserta lomba adalah guru TK, guru SD, guru SMP, guru SMA, guru SMK
dan guru PLB di sekolah negeri dan swasta.
3. Peserta lomba adalah guru yang masih aktif mengajar sekurang-
kurangnya 4 (empat) tahun dengan melampirkan SK pengangkatan
pertama sebagai guru
4. Peserta lomba hanya diperbolehkan mengirimkan 1 (satu) karya tulis yang
sesuai dengan bidang tugas yang menjadi tanggung jawabnya (bila
mengirimkan lebih dari satu karya tulis dinyatakan gugur).
5. Surat pernyataan penulis bahwa karya tulis tersebut bukan jiplakan tetapi
asli hasil karya sendiri yang diketahui oleh kepala sekolah.
6. Tunduk kepada keuptusan Tim Penilai
7. Bagi yang pernah 2 (dua) kali menjadi pemenang lomba keberhasilan guru
dalam pembelajaran Tingkat Nasional tidak diperkenankan untuk
mengikuti lomba, kecuali sudah 5 (lima) tahun semenjak menjadi
pemenang.

F. Penghargaan Bagi Pemenang


Bagi pemenang lomba disediakan hadiah berupa uang dengan total nilai sebesar
Rp 1.035.000.000 (satu milyar tiga puluh lima juta rupiah) dan piagam
penghargaan dari Menteri Pendidikan Nasional.

186
G. Pelaksanaan
1. Lomba dibuka pada tanggal 2 Mei 2007 dan karya tulis diterima panitia
paling lambat tanggal 30 September 2007 (cap pos).
2. Karya tulis asli dan dikirim kepada:
“PANITIA LOMBA KEBERHASILAN GURU DALAM PEMBELAJARAN
TINGKAT NASIONAL”
DIREKTORAT PROFESI PENDIDIK
DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN
TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
Up. Subdit Harlindung
Jalan RS. Fatmawati, Cipete jakarta 12410, Telp./Fax. (021) 7668690,
7668691.
3. Pada pojok kiri atas sampul pengiriman ditulis “GURU YANG
PROFESIONAL DAN BERMARTABAT”.
4. Finalis lomba akan dipanggil ke Jakarta untuk mengikuti seleksi penentuan
pemenang.

H. Ketentuan Lain
Naskah yang masuk menjadi milik panitia dan hak penerbitan naskah berada
pada Direktorat Profesi Pendidik, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik
dan Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional.

I. Contoh Kerangka Penulisan


HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI/RINGKASAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup
C. Tujuan
D. Sajian Definisi (apabila ada)
BAB II LAPORAN KEGIATAN YANG DILAKUKAN
1. Penyusunan Program Pembelajaran
2. Pelaksanaan Pembelajaran
3. Penilaian Hasil Pembelajaran
BAB III LAPORAN HASIL
A. Hasil Pembelajaran
B. Analisis Hasil Pembelajaran
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Daftar Pustaka
2. Daftar Tabel

187
3. Biodata
J. Biodata
Biodata peserta Lomba Keberhasilan Guru dalam Pembelajaran Tingkat Nasional 2007.
1. Nama ................................................................................
2. NIP/NIGB/NIY** ................................................................................
3. Jabatan ................................................................................
4. Pangkat/Gol. Ruang ................................................................................
5. Tempat dan tanggal lahir ................................................................................
6. Jenis Kelamin ................................................................................
7. Agama ................................................................................
8. Mata pelajaran yang ................................................................................
diajarkan
9. Masa kerja guru * ................................................................................
10. Judul karya tulis ................................................................................
11. Pendidikan terakhir ...............................................................................
12. Fakultas/Jurusan** ...............................................................................
13. Status perkawinan Kawin/belum kawin***
14. Sekolah:
a. Nama sekolah ................................................................................
b. Jalan ................................................................................
c. Kelurahan/Desa ...............................................................................
d. Kecamatan ..............................................................................
e. Kabupaten ..............................................................................
f. Provinsi ..............................................................................
g. Telepon ..............................................................................
15. Alamat rumah:
a. Jalan ..............................................................................
b. Kelurahan/Desa .............................................................................
c. Kecamatan .............................................................................
d. Kabupaten ............................................................................
e. Provinsi ............................................................................
f. Telepon .............................................................................
16. Kegiatan dalam a. .........................................................................
masyarakat**** b. ........................................................................
c..........................................................................
17. Lomba Keberhasilan Guru Berapa kali dan juara ke berapa
yang pernah diikuti
........., ........... 2007

Mengetahui:
Kepela Sekolah Peserta Lomba

188
.................................. ……..........................
NIP.** NIP.**

* SK CPNS/Surat Keterangan menjadi guru dari yayasan


** Kalau ada
*** Coret salah satu
**** Dapat ditulis di kertas tersendiri

Lampiran 6:

Judul –Judul PTK Hasil Finalis Lomba Keberhasilan Guru dalam Pembelajaran
Tingkat Nasional Tahun 2007/2008

NO. JUDUL KTI JENJANG


1. Pendekatan Permainan Membaca Melalui Model TK
Pembelajaran Bermain di Lingkungan (Inside-Outside-
Circle) Sebagai Alat Alternatif untuk Pengembangan
kemampuan Berbahasa Pada Anak Usia Dini di Taman
Kanak-Kanak (Tahap Awal Membaca Permulaan)
2. Pengembangan Teknik Bercerita Melalui Pemanfaatan TK
Media Magnet di Taman Kanak-Kanak
3. Modifikasi Metode Glenn Doman untuk Pelajaran TK
Membaca di Taman Kanak-Kanak
4. Permainan Tanggap Hurup Upaya Meletakan Konsep TK
Dasar Membaca di Taman Kanak-Kanak
5. Penerapan Teori Multiple Intellegence dalam Mengenal TK
Konsep Ukuran Besar Kecil pada Siswa Pra Sekolah
6. Kontribusi Kegiatan “Aku Petugas Bank Mungil” dalam TK
Upaya Menumbuhkan Minat Menabung Anak Sejak
Dini di TK Atraktif Putra DWP UNS
7. Pembentukan Perilaku Anak Melalui Pembiasaan TK
Berbicara dengan Suara yang Ramah dan Teratur (Tidak
Teriak) dengan Cerita di TK Pertiwi II Baturetno
8. Upaya Membantu Anak yang Mengalami Kesulitan TK
Membuat Bentuk Huruf, Bentuk Baris dan Bangun
Geometri Melalui Media Dengan Indra Sentuhan Pada
Punggung Anak Pada Anak Kelompok B2 TK DWP
Unila tahun 2007
9. Bermain Pasar-Pasaran Metode Atraktif dan Efektif TK
untuk Mengenalkan Ukuran yang Menyenangkan di
Taman Kanak-Kanak
10. Integrasi Outdoor Learning dan Indoor Learning dalam TK
Meningkatkan Kemandirian di TK Anak Saleh Malang

189
11. Pembelajaran Penjumlahan, Pengurangan, Perkalian, SD
Pembagian Menggunakan Sedotan (Dringking Straws)
dan Kantong Operasi Hidung pada Kelas 2 SD dengan
Pendekatan Pakempros
12. Kembang Kamboja untuk Pembelajaran Grafik SD
13. Penggunaan Bilah Bambu dan Prisma Berbunyi Efektif SD
untuk Menanamkan Konsep Faktor Persekutuan
Terbesar
14. Inovasi Pembelajaran Tematik Berbasis Multiple SD
Intellegensia Kelas 1
15. Pendekatan CTL dengan Model Linked Courses Plus SD
dalam Meningkatkan Pencapaian Kompetensi dan
Motivasi Belajar Siswa Kelas 1 SD
16. Pendekatan Metode Pembelajaran Bermain, Menarik dan SD
Menyenangkan sebagai Upaya Meningkatkan
Keterampilan Gerak Dasar Siswa Kelas 3 SD
Muhammadiyah 1 Surakarta
17. Menumbuhkan Sikap Demokratis Siswa Kelas V SD SD
Negeri No. 2 Maros Melalui Permainan Simulasi dengan
Media Papan Kartu dan Kartu Beberan
18. Tiang Serbaguna Sebagai Penunjang Proses Belajar SD
Mengajar (PBM) Pendidikan Jasmani & Olah Raga di SD
19. Permainan “Katak Loncat” Sebagai Sarana Efektif SD
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD
20. Penggunaan Media Dus Warna Untuk Meningkatkan SD
Hasil Pembelajaran Matematika Penjumlahan Bilangan
Bulat Positif dengan Negatif dan Sebaliknya (Action
Research di Kelas V SDN 44 Padang Mardani)
21. Efektifitas Model Pembelajaran Lingkungan Pada SD
Pembelajaran IPA di Kelas IV SDN Kapuh Kiriman III
Kec. Waru Kab. Sidoarjo
22. Proses Penentuan Arah Kiblat oleh Siswa SDN Bakarung SD
Tengah Kec. Angkinang Kab. Hulu Sungai Selatan
23. Pembelajaran IPS Melalui Permainan dan Display SD
24. Integrated-Lesson dalam Pembelajaran Bahasa Inggris SD
dengan Menggunakan Theatrical Approach
25. Pembelajaran Berbasis Proyek Upaya Inovatif Untuk SD
Mengembangkan Kemampuan Berpikir Terpadu Pada
Siswa di SD
26. Upaya Peningkatan Kemampuan Peserta Didik dalam SD
Membaca dan Menulis Permulaan Dengan Pendekatan
Tematik Menggunakan Alat Peraga Kolam Ilmu
27. Peningkatan Hasil Belajar Terhadap Sifat-Sifat Zat Cair SD
dengan Menggunakan Metode Sulap melalui Kegiatan
Science Fair

190
28. Penerapan Pembelajaran Tematik untuk Meningkatkan SD
Kualitas Pembelajaran Teknologi Bagi Siswa Kelas III
SDN Tanggungrejo 4 Malang
29. Simbol Auto Sugesti Menggunakan “HERBARIUM”. SD
30. Implementasi Pendekatan CTL (Contextual Teaching and SD
Learning) Dalam Pengenalan Huruf Hijaiyah Melalui
Game Sebagai Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil
Belajar Siswa Kelas II SDN 027 Gunung Samarinda
Kecamatan Balikpapan Utara
31. Peningkatan Partisipasi Siswa dalam Pembelajaran SD
32. Peningkatan Kemampuan Dalam bernyanyi Melalui Pola SD
Latihan Mulut Kita Adalah Alat Musik di Kelas VI SDN
1 Putussibau Kab. Kapuas Hulu
33. Pembelajaran Kontekstual Sains Terpadu Padang Pasir SMP
Jeddah-Mekkah dari Klasifikasi Hingga CESS
34. Menyertakan Lingkungan dan Memanfaatkan Multi SMP
Media dalam Pembelajaran Lingkaran untuk
Menumbuhkan Minat Agar Prestasi Belajar Peserta
Didik Meningkat
35. Peningkatan Keterampilan Menulis Paragraf Deskriptif SMP
Bahasa Inggris Melalui Kolaborasi Kamus Gambar dan
Kerja Kelompok di Kelas VII A SMPN 19 Surabaya
36. Merekap Proses P:embelajaran dalam Format MPEG, SMP
SGP dan VCD sebagai Upaya Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa pada Bidang Studi Teknologi Informasi
dan Komunikasi
37. Metode Tiga Pencitraan dalam Upaya Peningkatan SMP
Prestasi Belajar Matematika dalam Pembelajaran
Bilangan Bulat dengan Media Bimamun Opsiba di Kelas
VII C SMPN 2 Pakisjaya Kab. Karawang
38. Model Pembelajaran Penjasorkes KTSP Menggunakan SMP
Bermain Bentuk Sirkuit
39. Konseling Teman Sebaya kelompok Permanent Sebagai SMP
Model Treatment Efektif Masalah Belajar Siswa Kelas IX
SMPN 2 Tulis Kab. Batang
40. Media Belajar Aktif (MBA) Sebagai Alternatif Bahan SMP
Pembelajaran Ekonomi dalam Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa SMP
41. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Melalui SMP
Model Speakando
42. Strategi Penggunaan Media Pendidikan Tradisional SMP
untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran Pendidikan
Agama Hindu Kelas VIII Semester I T.A 2007/2008 di
SMPN 3 Bangli
43. Penggunaan Rudal dalam Meningkatkan Hasil Belajar SMP

191
Lempar Lembing Siswa Kelas VII 2 SMPN 4 Kendari
44. Peningkatan Kemampuan Merespon Makna dan SMP
Langkah Retorika pada Pembelajaran Membaca Melalui
Strategi Reciprocal Reading
45. Pemanfaatan Lagu sebagai Upaya Meningkatkan SMP
Kualitas Proses Pembelajaran dan Prestasi Belajar Siswa
kelas VII C SMPN 3 Jetis Bantul
46. Permainan Dalang Sebagi Pancadan dalam Pengenalan SMP
Tokoh Wayang
47. Penggunaan Model paru-Paru Sederhana Pendeteksi SMP
Polusi dalam Pembelajaran yang Berorientasi Pada
Pendekatan Kontekstual sebagai Upaya Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa
48. Mengorkestra Lingkungan Belajar dengan Musik Religi SMP
dan Barok Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil
BelajarPendidikan Agama Islam Siswa Kelas VIII SMPN
2 Panti kab. Jember
49. Pembelajaran Berbasis Questioning Model “BAQu” untuk SMP
Mengatasi Kesulitan Menyampaikan Gagasan Secara
Lisan pada Mata Pelajaran Sejarah untuk Siswa Kelas IX
SMPN 1 Purwantoro kab. Wonogiri tahun 2007
50. Peningkatan Peran Serta Siswa Kelas IX H SMPN 6 SMP
Semarang Tahun Pelajaran 2007/2008 Semester I dalam
Materi Pokon Usaha Pembelaan Negara Melalui Model
Pembelajaran Inquiry Traning
51. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Sejarah Siswa SMP
Berkelainan pada Kelas Inklusi dengan Strategi
Pembelajaran Tutor Sebaya di SMPN 2 Sewon Bantul
52. Biologi Audiovisual Modul (BAM) dalam Peningkatan SMP
Hasil Belajar Biologi SMPN 10 Cendana Duri Riau
53. Mengatasi Miskonsepsi Konsep-Konsep Sumber SMP
Kesulitan Belajar Bahasan Cahaya dengan Strategi
Konflik Kognitif pada Siswa Kelas VIII SMP
54. Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Melalui Pendekatan SMP
“LIVE MAPPING” dengan Memanfaatkan Lingkungan
Sebagai Sumber Belajar di SMPN 2 Eromoko
55. Implementasi Model Cooperative Thingking and Moving SMP
(CTM) pada Pembelajaran PKn dalam upaya
Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa di
Kelas IX A SMPN I Pamulihan Kab. Sumedang
56. Panca Laga Sains Sebuah Alternatif Pembelajaran SMP
Cooperative Learning untuk Mendongkrak Hasil Belajar
IPA Siswa
57. Pembelajaran Melalui Simulasi Proses Sidang SMP
Pengadilan dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

192
58. Analisis Hirarki Belajar Dengan Teknik Permainan SMP
“Pictionary and scattergotries” dalam Pembelajaran IPS
Kajian Ekonomi untuk Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Produktif Siswa VIII A SMPN 2 Wanadadi
59. Meningkatkan Kemampuan Menulis Teks Deskriptif SMP
Bahasa Inggris Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Investigasi Kelompok (IK) pada Siswa Kelas VIII E
SMPN 1 Barabai
60. Upaya Peningkatan Hasil Belajar dengan Menggunakan SMP
Pagas Misteri dan Kodimo dalam Pembelajaran
Klasifikasi Tumbuhan Biji Tertutup pada Siswa Kelas VII
SMPN 2 Lambu
61. Peningkatan Nilai Nasionalisme Melalui Pembelajaran SMP
IPS dengan Penerapan Outdoor Activities di SMPN 1
Kembaran Kab. Banyumas
62. Efektivitas Pemanfaatan Kulit Buah Kopi dalam SMP
Pembelajaran Asam Basa sebagai Upaya Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMPN Darungan Tanggul
Jember
63. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Membaca dan SMP
Mengomentari Dongeng Melalui Pembelajaran E-
Learning Siswa Kelas VII Semester 2 SMPN 2 Sungai
Pinyuh
64. Penggunaan Media Kulikarta sebagai Alat Bantu untuk SMP
Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar dalam
Pembelajaran Operasi Bilangan Bulat Siswa Kelas VII
SMP
65. Pedoman Deret Volta dengan Alat Uji Potensial SMA
Elektroda Berbasis Lokal Material untuk Meningkatkan
Penguasaan Konsep dan Literasi Sains Siswa
66. Meningkatkan Kecakapan Berpikir dan Semangat Belajar SMA
Siswa dalam Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan Melalui Optimalisasi Media Diagram
pada Kelas XII IPS 4 SMAN 1 Cepu
67. Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa dalam SMA
Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME) dengan Teknik
Brainstorming by Guided Reinvension di Kelas X 5 SMAN 3
Kota manna
68. Penggunaan Model Kreasi 10 Pola dan Pemanfaatan SMA
Bahan Ubi Jalar dalam Proses Pembelajaran Desain Seni
Batik Cap di SMA
69. Peningkatan Pemahaman Struktur Kalimat Berobjek dan SMA
Kalimat Berpelengkap dengan Teknik Lacak Kata
Melalui Hyperling pada Program Microsoft excel
70. Penerapan Simple Scientific Experiment sebagai Upaya SMA

193
Meningkatkan Keterampilan Menulis Karangan
Deskripsi pada Siswa X 2 SMAN 1 Cepiring
71. Pemanfaatan Pertunjukkan Musik Gamelan pada SMA
Pergelaran Wayang Kulit dalam Mengapresiasikan
Karya Seni Musik Tradisional Setempat Pada Mata
PelajaranSeni Budaya di SMAN 1 Kebomas
72. Pelaksanaan Life Skill Agro Bisnis Jambu Madu Hijau di SMA
SMAN 2 Bangkinang
73. Penerapan Model CLIS (Children Learning in Science) SMA
untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar
Biologi Siswa Kelas XII IPA 2 SMA 1 Durenan
Trenggalek pada Pokok Bahasan SDAH (Sumber Daya
Alam Hayati)
74. Peningkatan Kemampuan Menulis Penelitian Remaja SMA
Dengan Menggunakan Sistem Pendekatan Tutorial pada
Siswa Kelas XI IPA SMAN 2 Padangsidempuan
75. Inovasi E-Learning Pada Pembelajaran Sosiologi SMA
76. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar PKn Melalui SMA
Pendekatan STAD dengan Permainan Monopoli
Internasional pada Siswa Kelas XII SMAN 92 Jakarta
77. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Menentukan SMA
Persamaan Fungsi penawaran dengan Rumus Inovasi
Marliansyah pada Mata Pelajaran Ekonomi
78. Mengembangkan Multiple Intellegences Melalui Model SMA
Pembelajaran Respirocal Teaching-Jigsaw pada
Transformasi Geometri dengan Menghadirkan Mini
Lab. Matematika dalam Kelas
79. Optimalisasi Pencapaian Tujuan Pendidikan Agama SMA
Islam Melalui Pendekatan Pembelajaran 3B (Bervisi
Manajemen Qalbu, Berteknik Aktive Learning, dan
Berbasis Masjid LukmanAl Hakim) di SMA1 Pabelan
Kab. Semarang Jawa Tengah
80. Peningkatan Prestasi Belajar Fisika Materi Usaha dan SMA
Energi Melalui Media Telur Plastik-Ketepel-Kelereng-
Karbon
81. Pembuktian Gerak Epirogenesia Negatif dalam SMA
Pembelajaran Melalui Alat Peraga dan Pemetaan Lokasi
Batuan Kapur di Kabupaten Trenggalek
82. Praktik Radikal Bebas dan Model Pembelajaran Problem SMA
Based Instruction Suatu Upaya untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Biologi
83. Aplikasi Permainan Edukatif untuk Meningkatkan SMA
Motivasi Belajar dan Pemahaman Siswa SMA Terhadap
Materi pembelajaran Sosiologi
84. Meningkatkan Pemahaman Siswa Terhadap Kelestarian SMA

194
Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berwawasan
Lingkungan Melalui Beberan Sebagai Media
Pembelajaran
85. Efektivitas Metode Lawatan Sejarah Daerah dalam SMA
Pembelajaran Sejarah Kelas X 7 SMA Muhammadiyah 1
Gresik Jawa Timur Tahun Pelajaran 2006/2007
86. Permainan Drag and Drop Sebagai Kemampuan SMA
Menggali Informasi pada Materi Akuntasi Sebagai
Sistem Informasi di Kelas XI Jurusan Ilmu Sosial SMAN
1 Sulang Tahun Pelajaran 2006/2007
87. Penggunaan Multi Media Pembelajaran Ultra untuk SMA
Meningkatkan Motivasi Belajar PKn pada Siswa Kelas XI
IPS 2 SMA 2 Tengaran
88. Meningkatkan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran SMA
Penjasorkes Melalui Pendekatan Permainan Jump Rope
di SMAN 4 Samarinda
89. Upaya Peningkatan Kemampuan Berbicara Siswa dalam SMA
analytical Exposition di Kelas XI SMAN 24 Bandung
90. Upaya Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam SMA
Mengubah Sastra Melayu Klasik dengan Menggunakan
Audio Visual melalui Komputer Berbasis Web Siswa
Kelas X Semester 2 SMAN 1 Pontianak
91. Meningkatkan Prestasi Belajar Gambar Proyeksi Melalui SMK
Media Lilin Mainan di SMKN 3 Tegal
92. Model Pembelajaran Production Based Training (PBT) di SMK
Jurusan Teknik Elektro SMKN 2 Bogor
93. Aplikasi Variasi Strategi Pembelajaran Sebagai SMK
Pendekatan Standar Proses dalam Pelatihan Siswa
Peserta LKS Nasional XIII di SMK Muhammadiyah
Metro
94. Penggunaan Model Pembelajaran Traffic Light Card SMK
Untuk Meningkatkan Prestasi Siswa Pada Kompetensi
Persiapan Pekerjaan Awal Kelas IPTL Program Keahlian
95. Mempertajam Kompetensi Dasar Belajar Ilmu Bahan SMK
pada Siswa Kelas 1 SMKN 2 Wonosari Gunung Kidul
dengan Metode Petak Umpet
96. Kunjungan Industri ke Tempat Usaha/Perusahaan SMK
Sebagai Sarana Efektif dalam Pembelajaran
Kewirausahaan Kelas X di SMK Dharma Wirawan
Pasuruan
97. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual untuk SMK
Meningkatkan Kemampuan Siswa Mengaplikasikan
Konsep Matematika
98. Penggunaan Alat Peraga Gadth Dalam Pemahaman SMK
Konsep Gerakan Air Dalam Tanah

195
99. Permainan QWH-Chart sebagai Upaya Untuk SMK
Meningkatkan Hasil Belajar Kewirausahaan (Penelitian
Tindakan Kelas di SMK Al-Muslim Bekasi
100. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar dalam Materi Lilitan
Motor Tiga Fase dengan Metode Demonstration and
ProblemBased Introduction pada Siswa Kelas III
101. Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Konsep PLB
Penjumlahan dengan Media Roda Angka Pada Siswa
Tuna Rungu Pada di SLB Negeri Sumbawa Barat
102. Meningkatkan Kosa Kata Bahasa Indonesia Bagi Anak PLB
Tuna Rungu Melalui Permainan Kartu Identifikasi
103. Mengatasi Kelangkaan Buku Braille dengan Teknik PLB
Audio Compress Melalui Media HP/MP4 Player
104. Upaya Pembentukan Kelompok Bunyi PLN
Bahasa/NG/VK/G/ Melalui Rangsangan Air dan Madu
Bagi Siswa Kelas D1/B SLB
105. Rancang Bangun Alat Peraga Pembelajaran Timbangan PLB
Angka untuk Menanamkan Konsep Matematika
Penjumlahan Bagi Anak Tuna Grahita
106. Meningkatkan Kemampuan Dasar Anak Taman Kanak- PLB
Kanak Tuna Netra Dengan Kotak Cerita di SLB A
Pembina Tingkat Nasional Jakarta
107. Kalender Kegiatan Sebagai Alat Bantu Mengembangkan PLB
Kemampuan Dasar, Disiplin dan Mengorganisir
Pembagian Waktu Bagi Anak TK Tuna Netra di SLB A
Pembina Tingkat Nasional Jakarta
108. Penggunaan Media Permainan Congklak Pada PLB
pembelajaran Operasi Hitung Penjumlahan Bilangan
Bulat Dapat Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas
D VI SLB-C YPSLB Gemolong Sragen
109. Kerja Kelompok Terintegrasi dengan Pola Kerja Tukang PLB
Bangunan pada Keterampilan Kria Kayu di SLBN
Pembina Malang
110. Efektivitas Permainan Sepak Bola Tuna Netra dengan PLB
Microkontroer Calternatif Alat Permainan Sepak Bola
dengan Menggunakan Sensor Infra Red

Sumber: Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik


dan Tenaga Kependidikan Nomor 6609/F/KP/2007 Tanggal 8 November 2007.
Catatan: Redaksional judul disalin apa adanya tanpa perubahan dari penulis.

196
Lampiran 7

Pedoman Penulisan Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Balitbang Depdiknas

1. Naskah belum pernah dimuat/diterbitkan


di media lain, diketik dengan 2 spasi pada kertas kuarto jumlah 10-30 halaman
dilengkapi abstrak sebanyak 100-150 kata dan kata kunci sebanyak 5
pengertian (deskriptor). Naskah dikirim ke alamat redaksi dalam bentuk
ketikan dan disertasi disketnya. Berkas naskah dalam disket diketik dengan
menggunakan pengolah kata Microsoft Word.
2. Naskah yang dapat dimuat dalam jurnal
ini meliputi tulisan tentang kebijakan, penelitian, pemikiran, reviu
teori/konsep/metodologi, resensi buku baru, dan informasi lain yang
berkaitan dengan permasalahan pendidikan dan kebudayaan
3. Artikel hasil penelitian memuat judul,
nama penulis, abstrak, kata kunci, dan isi. Isi artikel mempunyai struktur dan
sistematika serta persentase jumlah halaman sebagai berikut:
a. Pendahuluan meliputi latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan
penelitian (10%)
b. Kajian literatur mencakup kajian teori dan hasil penelitian terdahulu yang
relevan (15%)
c. Metodologi yang berisi rancangan/model, sampel dan data, mtempat dan
waktu, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data (10%)
d. Hasil dan bahasan (50%)
e. Simpulan dan saran (15%)
f. Pustaka acuan
(Sistematikan/struktur ini hanya sebagai pedoman umum. Penulis dapat
mengembangkannya sendiri asalkan sepadan dengan pedoman ini).
4. Artikel pemikiran dan atau reviu teori
memuat judul, nama penulis, abstrak, kata kunci, dan isi. Isi artikel
mempunyai struktur dan sistematika serta persentasenya dari jumlah halaman
sebagai berikut:
a. Pendahuluan meliputi latar belakang, perumusan masalah dan tujuan
penulisan (10%)
b. Kajian literatur dan pembahasan serta pengembangan teori/konsep (70%)
c. Simpulan dan saran (20%)
d. Pustaka acuan
(Sistematika/struktur ini hanya sebagai pedoman umum. Penulis dapat
mengembangkannya sendiri asalkan sepadan).
5. Artikel resensi buku selain
menginformasikan bagian-bagian penting dari buku yang diresensi juga
menunjukkan bahasan secara mendalam kelebihan dan kelemahan buku
tersebut serta membandingkan teori/konsep yang ada dalam buku tersebut
dengan teori/konsep dari sumber-sumber lain.
6. Khusus naskah hasil penelitian yang
disponsori oleh pihak tertentu harus ada pernyataan (acknowledgement) yang

197
berisi informasi sponsor yang mendanai dan ucapan terima kasih kepada
sponsor tersebut.
7. Pustaka acuan disajikan mengikuti tata
cara seperti contoh berikut dan diurutkan secara alfabetis dan kronologis.
Bruner, J. 1960. The Process of Education. New York: Vintage.
8. Naskah diketik dengan memperhatikan
aturan tentang penggunaan tanda baca dan ejaan yang dimuat dalam
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
9. Pengiriman naskah disertai dengan alamat,
nomor telepon, atau email (bila ada). Pemuatan atau penolakan naskah akan
dibertiahukan secara tertulis. Naskah yang tidak dimuat tidak akan
dikembalikan,kecuali atas permintaan penulis. Kepada penulis diberikan 2
eksemplar jurnal sebagai tanda bukti pemuatan.

198
Lampiran 8

Contoh Laporan PTK

LAPORAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN


AKTIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN
PENGETAHUAN SOSIAL MELALUI PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE STAD KELAS V SDN 01 KALI BARU
JAKARTA UTARA

Oleh:
Kunandar, S.Pd, M.Si.
(Widyaiswara LPMP DKI Jakarta)

LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DKI JAKARTA


DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK
DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

199
2007

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kurikulum Pengetahuan Sosial disempurnakan untuk meningkatkan mutu
pendidikan Pengetahuan Sosial. Saat ini kesejahteraan bangsa tidak hanya
bersumber pada sumber daya alam dan modal yang bersifat fisik, tetapi
bersumber pada modal intelektual, sosial, dan kepercayaan (kredibilitas). Dengan
demikian tuntutan untuk terus menerus memutakhirkan pengetahuan sosial
menjadi suatu keharusan. Pengembangan kurikulum pengetahuan sosial
merespon secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan,
dan teknologi serta tuntutan desentralisasi. Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan relevansi program pembelajaran pengetahuan sosial dengan
keadaan dan kebutuhan setempat. Kompetensi pengetahuan sosial menjamin
pertumbuhan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
penguasaan kecakapan hidup, penguasaan prinsip-prinsip sosial, ekonomi,
budaya dan kewarganegaraan sehingga tumbuh generasi yang kuat dan
berakhlak mulia.
Wachidi (2000) merumuskan tujuan pokok dari pengajaran Pengetahuan
Sosial, yaitu: (a) memberikan pengetahuan kepada manusia bagaimana bersikap
terhadap benda-benda di sekitarnya; (b) memberikan pengetahuan kepada
manusia bagaimana cara berhubungan dengan manusia yang lain; (c)
memberikan pengetahauan kepada manusia bagaimana cara berhubungan
dengan masyarakat sekitarnya; (d) memberikan pengetahuan kepada manusia
bagaimana cara berhubungan dengan alam sekitarnya; (e) memberikan
pengetahuan kepada manusia bagaimana cara berhubungan dengan tuhannya.

Memperhatikan tujuan yang dikandung oleh mata pelajaran pengetahuan


sosial maka seharusnya pembelajarannya di sekolah-sekolah merupakan suatu

200
kegiatan yang disenangi, menantang dan bermakna bagi peserta didik. Kegiatan
belajar mengajar mengandung arti interaksi dari berbagai komponen, seperti
guru, murid, bahan ajar dan sarana lain yang digunakan pada saat kegiatan
berlangsung. Lubis (2004) menyatakan bahwa “Kegiatan belajar mengajar (KBM)
merupakan kegiatan interaksi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan
siswa, dan antara siswa dengan sumber belajar lainnya dalam satu kesatuan
waktu dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan”.

Suryosubroto (1997) menyatakan bahwa “kemampuan mengelola proses


belajar mengajar adalah kesanggupan atau kecakapan para guru dalam
menciptakan suasana komunikasi yang edukatif antara guru dan peserta didik
yang mencakup segi kognitif, afektif, dan psikomotor, sebagai upaya mempelajari
sesuatu berdasarkan perencanaan sampai dengan tahap evaluasi dan tindak lanjut
hingga tercapai tujuan pengajaran”.
Dari uraian di atas dapat diasumsikan bahwa mata pelajaran pengetahuan
sosial mempunyai nilai yang strategis dan penting dalam mempersiapkan sumber
daya manusia yang unggul, handal, dan bermoral semenjak dini (usia SD). Hal
yang menjadi hambatan selama ini dalam pembelajaran pengetahuan sosial
adalah disebabkan kurang dikemasnya pembelajaran pengetahuan sosial dengan
metode yang menarik, menantang, dan menyenangkan. Para guru sering kali
menyampaikan materi pengetahuan sosial apa adanya (konvensional), sehingga
pembelajaran pengetahuan sosial cenderung membosankan dan kurang menarik
minat para siswa yang pada gilirannya prestasi belajar siswa kurang memuaskan.
Di sisi lain juga ada kecenderungan bahwa aktivitas siswa dalam pembelajaran
pengetahuan sosial masih rendah. Setidaknya ada tiga indikator yang
menunjukan hal ini. Pertama, siswa kurang memiliki keberanian untuk
menyampaikan pendapat kepada orang lain. Kedua, siswa kurang memiliki
kemampuan untuk merumuskan gagasan sendiri. Dan ketiga, siswa belum terbiasa
bersaing menyampaikan pendapat dengan teman yang lain.
Pembelajaran mata pelajaran pengetahuan sosial sering dianggap sebagai
suatu kegiatan yang membosankan, kurang menantang, tidak bermakna serta
kurang terkait dengan kehidupan keseharian. Akibatnya banyak kritikan yang

201
ditujukan kepada guru-guru yang mengajarkan pengetahuan sosial, antara lain
rendahnya daya kreasi guru dan siswa dalam pembelajaran, kurang dikuasainya
materi-materi pengetahuan sosial oleh siswa, dan kurangnya variasi
pembelajaran
Meningkatnya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, akan membuat
pelajaran lebih bermakna dan berarti dalam kehidupan anak. Dikatakan
demikian, karena (1) adanya keterlibatan siswa dalam menyusun dan membuat
perencanaan proses belajar mengajar, (2) adanya keterlibatan intelektual
emosional siswa melalui dorongan dan semangat yang dimilikinya, (3) adanya
keikutsertaan siswa secara kreatif dalam mendengarkan dan memperhatikan apa
yang disajikan guru.

Agar pembelajaran pengetahuan sosial menjadi pembelajaran yang aktif,


kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM), dapat dilakukan melalui berbagai
cara. Salah satu cara yang cukup efektif adalah melalui penerapan model
pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD (Student Teams Achievment Divisions).
Oleh karena itu perlu diadakan penelitian tindakan kelas untuk membuktikan
bahwa melalui penerapan pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD (Student
Teams Achievment Divisions) dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa
dalam pembelajaran pengetahuan sosial.

B. Identifikasi Masalah
Memperhatikan situasi di atas, kondisi yang ada saat ini adalah
1. Pembelajaran pengetahuan sosial di kelas masih berjalan monoton
2. Belum ditemukan strategi pembelajaran yang tepat
3. Belum ada kolaborasi antara guru dan siswa
4. Metode yang digunakan bersifat konvensional
5. Rendahnya kualitas pembelajaran pengetahuan sosial
6. Rendahnya prestasi siswa untuk mata pelajaran Pengetahuan Sosial

C. Perumusan Masalah

202
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, permasalahan yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana menerapkan pembelajaran model kooperatif dengan tipe STAD
agar dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa dalam mata
pelajaran Pengetahuan Sosial?
2. Apakah penggunaan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat
meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa dalam pembelajaran mata
pelajaran Pengetahuan Sosial?
D. Cara Memecahkan Masalah
Metode pemecahan masalah yang akan digunakan dalam PTK ini, yaitu
model pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD (Student Teams Achievment
Divisions). Dengan model pembelajaran ini, diharapkan hasil belajar dan aktivitas
siswa dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial
E. Hipotesis Tindakan
Penelitian ini direncanakan terbagi ke dalam tiga siklus, setiap siklus
dilaksanakan mengikuti prosedur perencanaan (planning), tindakan (acting),
pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Melalui ketiga siklus tersebut
dapat diamati peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa. Dengan demikian
dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:
1. Dengan diterapkan model pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD
(Student Teams Achievment Divisions) dapat meningkatkan aktivitasi siswa
dalam mata pelajaran Pengetahuan Siswa
2. Dengan diterapkan model pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD
(Student Teams Achievment Divisions) dapat meningkatkan hasil belajar
siswa dalam mata pelajaran Pengetahuan Siswa
F. Tujuan PTK
1. Guru dapat meningkatkan strategi dan kualitas pembelajaran Pengetahuan
Sosial
2. Siswa merasa dirinya mendapatkan perhatian dan kesempatan untuk
menyampaikan pendapat, ide, gagasan, dan pertanyaan

203
3. Siswa dapat bekerja secara mandiri maupun kelompok serta mampu
mempertanggung jawabkan segala tugas individu maupun kelompok
4. Seluruh siswa menguasai materi pelajaran secara tuntas
G. Manfaat penelitian
Manfaat yang diperoleh dari PTK antara lain:
1. Proses belajar mengajar Pengetahuan Sosial tidak lagi monoton
2. Ditemukan stratregi pembelajaran yang tepat, tidak konvensional, tetapi
bersifat variatif
3. Keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas mandiri maupun kelompok
meningkat
4. Keberanian siswa mengungkapkan ide, pendapat, pertanyaan, dan saran
meningkat
5. Kualitas pembelajaran Pengetahuan Sosial meningkat
6. Hasil belajar siswa dalam mata pelajaras Pengetahuan Sosial meningkat

204
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Hakekat Model Pembelajaran Koopertif ((Cooperative Learning)


Hakekat Model Pembelajaran akan dibahas dalam beberapa bagian yakni
pembelajaran kooperatif, unsur-unsur pembelajaran kooperatif, perbedaan
pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran tradisional dan pentingnya
pembelajaran kooperatif.
1. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan
sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk
menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan
permusuhan.
2. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif
Unsur-unsur pembelajaran kooperatif paling sedikit ada empat macam
yakni saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual
dan keterampilan menjalin hubungan antar pribadi.
a. Saling ketergantungan positif
Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang
mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan antar sesama. Dengan saling
membutuhkan antar sesama, maka mereka merasa saling ketergantungan satu
sama lain. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui: (1) saling
ketergantungan pencapaian tujuan; (2) saling ketergantungan dalam
menyelesaikan pekerjaan; (3) ketergantungan bahan atau sumber untuk
menyelesaikan pekerjaan; (4) saling ketergantungan peran.
b. Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling
bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan
guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Dengan interaksi tatap muka,
memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar, sehingga sumber

205
belajar menjadi variasi. Dengan interaksi ini diharapkan akan memudahkan dan
membantu siswa dalam mempelajari suatu materi atau konsep.
c. Akuntabilitas individual
Meskipun pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar
kelompok, tetapi penilian dalam rangka mengetahui tingkat penguasaan siswa
terhadap suatu materi pelajaran dilakukan secara individual. Hasil penilian
secara individual tersebut selanjutnya disampaiakn oleh guru kepada kelompok
agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang
memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan
bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua
anggotanya, oleh karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan kontribusi
demi keberhasilan kelompok. Penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata
penguasaan semua anggota kelompok secara individual inilah yang dimaksud
dengan akuntabilitas individual.
d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Melalui pembelajaran kooperatif akan menumbuhkan keterampilan
menjalin hubungan antar pribadi. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran
kooperatif menekankan aspek-aspek: tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman,
mengkritik ide dan bukan mengkritik orangnya, berani mempertahankan pikiran
logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat positif lainnya.
Sedangkan menurut Muslimin Ibrahim, dkk (2000), unsur-unsur
pembelajaran kooperatif adalah: (1) Siswa dalam kelompoknya haruslah
beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama”; (2) Siswa
bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya; (3) Siswa haruslah
melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang
sama; (4) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara
anggota kelompoknya; (5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan
hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok;
(6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk
belajar bersama; (7) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

206
2. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Tradisional
Dalam pembelajaran tradisional juga dikenal belajar kelompok. Meskipun
demikian, ada sejumlah perbedaan prinsipil antara kelompok belajar kooperatif
dengan kelompok belajar tradisional. Abdurrahman dan Bintaro, (2000 dalam
Nurhadi, 2003) mengemukakan beberapa perbedaan antara kelompok belajar
kooperatif dengan kelompok belajar tradisional sebagai berikut.

Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Tradisional


Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional
Adanya saling ketergantungan positif, Guru sering membiarkan adanya
saling membantu, dan saling siswa yang mendominasi
memberikan motivasi sehingga ada kelompok atau menggantungkan
interaksi promotif diri pada kelompok
Adanya akuntabilitas individual yang Akuntabilitas individual sering
mengukur penguasaan materi pelajaran diabaikan sehingga tugas-tugas
tiap anggota kelompok, dan kelompok sering diborong oleh salah seorang
diberi umpan balik tentang hasil belajar anggota kelompok, sedangkan
para anggotanya sehingga dapat saling anggota kelompok lainnya “enak-
mengetahui siapa yang memerlukan enak saja” di atas keberhasilan
bantuan dan siapa yang dapat temannya yang dianggap
memberikan bantuan “pemborong”.
Kelompok belajar heterogen, baik Kelompok belajar biasanya
dalam kemampuan akademik, jenis homogen
kelamin, ras, etnik, dan sebagainya
sehingga dapat saling mengetahui siapa
yang memerlukan bantuan dan siapa
yang dapat memberikan bantuan
Ketua kelompok dipilih secara Ketua kelompok sering ditentukan
demokratis atau bergilir untuk oleh guru atau kelompok
memberikan pengalaman memimpin dibiarkan untuk memilih ketuanya
bagi para anggota kelompok dengan cara masing-masing
Keterampilan sosial yang diperlukan Keterampilan sosial sering tidak

207
dalam kerja gotong royong seperti secara langsung diajarkan
kepemimpinan, kemampuan
berkomunikasi, mempercayai orang
lain, dan mengelola konflik secara
langsung diajarkan
Pada saat belajar kooperatif sedang Pemantauan melalui observasi dan
berlangsung, guru terus melakukan intervensi sering tidak dilakukan
pemantauan melalui observasi dan oleh guru pada saat belajar
melakukan intervensi jika terjadi kelompok sedang berlangsung
masalah dalam kerja sama antar
anggota kelompok
Guru memperhatikan secara langsung Guru sering tidak memperhatikan
proses kelompok yang terjadi dalam proses kelompok yang terjadi
kelompok-kelompok belajar dalam kelompok-kelompok belajar
Penekanan tidak hanya pada Penekanan sering hanya pada
penyelesaian tugas tetapi juga penyelesaian tugas
hubungan interpersonal (hubungan
antar pribadi yang saling menghargai)
Sumber: Nurhadi (2003)
3. Pentingnya Pembelajaran Kooperatif
Hasil penelitian melalui metode meta-analisis yang dilakukan oleh Johnson
dan Johnson (1984 dalam Nurhadi, 2003) menunjukan adanya berbagai
keunggulan pembelajaran kooperatif , yakni:
(1) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial
(2) Mengembangkan kegembiraan belajar yang sejati
(3) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan,
informasi, perilaku sosial, dan pandangan
(4) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan
komitmen
(5) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial
(6) Menghilangkan sifat mementingkan disi sendiri atau egois dan egosentris
(7) Menghilangkan siswa dari penderitaan akibat kesendirian atau keterasingan

208
(8) Dapat menjadi acuan bagi perkembangan kepribadian yang sehat dan
terintegrasi
(9) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa
(10) Mencegah timbulnya gangguan kejiwaan
(11) Mencegah terjadinya kenakalan di masa remaja
(12) Menimbulkan perilaku rasional di masa remaja
(13) Berbagai keterampilan social yang diperlukan untuk memelihara hubungan
saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan
(14) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesame manusia
(15) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai
perspektif
(16) Meningkatkan perasaan penuh makna mengenai arah dan tujuan hidup
(17) Meningkatkan keyaakinan terhadap ide atau gagasan sendiri
(18) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih
baik
(19) Meningkatkan motivasi belajar
(20) Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan
kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan
orientasi tugas
(21) Mengembangkan kesadaran bertanggung jawab dan slaing menjaga perasaan
(22) Meningkatkan sikap positif terhadap belajar dan pengalaman belajar
(23) Meningkatkan keterampilan hidup bergotong royong
(24) Meningkatkan kesehatan psikologis
(25) Meningkatkan sikap tenggang rasa
(26) Meningkatkan kemampuan berfikir kreatif
(27) Memungkinkan siswa mampu merubah pandangan klise dan stereotif
menjadi pandangan yang dinamis dan realistis
(28) Meningkatkaan rasa harga diri (self esteem) dan penerimaan diri (self
acceptance)

209
(29) Memberikan harapan yang lebih besar bagi terbentuknya manusia dewasa
yang mampu menjalin hubungan positif dengan sesamanya, baik di tempat
kerja maupun di masyarakat
(30) Meningkatkan hubungan positif antara siswa dengan guru dan personel
sekolah
(31) Meningkatkan pandangan siswa terhadap guru yang bukan hanya sebagai
penunjang keberhasilan akademik tetapi juga perkembangan kepribadian
yang sehat dan terintegrasi
(32) Meningkatkan pandangan siswa terhadap guru yang bukan hanya pengajar
tetapi juga pendidik
Menciptakan suasana belajar kooperatif bukan suatu pekerjaan mudah,
tetapi diperlukan pemahaman filosofis dan keilmuan yang cukup disertai
dedikasi yang tinggi serta latihan yang serius dan terus menerus.

B. STAD (Student Teams Achievement Divisions)


Ada empat tipe yang biasa digunakan oleh guru dalam model
pembelajaran kooperatif (Abdurrahman dan Bintaro, 2000 dalam Nurhadi, 2003),
yakni salah satunya adalah tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions).
Tipe STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawannya dari
Universitas John Hopkins. Tipe ini dipandang sebagai yang paling sederhana dan
paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Tipe ini digunakan
untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik
melalui penyajian verbal maupun tertulis.

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah:


1. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-
masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap kelompok mempunyai
anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik, maupun
kemampuannya (prestasinya).
2. Guru menyampaikan materi pelajaran

210
3. Guru memberikan tugas kepada kelompok dengan menggunakan lembar
kerja akademik, dan kemudian saling membantu untuk menguasai materi
pelajaraan yang telah diberikan melalui tanya jawab atau diskusi antar
sesama anggota kelompok.
4. Guru memberikan pertanyaan atau kuis kepada seluruh siswa. Pada saat
menjawab pertanyaan atau kuis dari guru siswa tidak boleh saling
membantu.
5. Setiap akhir pembelajaran guru memberikan evaluasi untuk mengetahui
penguasaan siswa terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.
6. Tiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaannya terhadap
materi pelajaran, dan kepada siswa secara individual atau kelompok yang
meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi
penghargaan.
7. Kesimpulan
Pelaksanaan tipe STAD melalui tahapan sebagai berikut: (1) Penjelasan
materi pembelajaran; (2) Diskusi atau kerja kelompok belajar; (3) Validasi oleh
guru; (4) Evaluasi (Tes); (5) Menentukan nilai individu dan kelompok; (6)
Penghargaan individu atau kelompok;

C. Kerangka Pemecahan Masalah


Kerangka pemecahan masalah dan gambaran pola pemecahannya melalui
tahapan:

1. Keadaan Sekarang
Pembelajaran PS Perlakuan
1. Penjelasan 1. Hasilan
Guru mampu
monoton pembelajaran menerapkan
2. Belum ditemukan 2. Pelatihan pembelajaran
strategi pembelajaran pembelajaran STAD dengaan sistem
yang tepat 3. Simulasi STAD
3. Metode pembelajaran 2. Kualitas
konvensional dengan sistem STAD pembelajaran PS
4. Rendahnya kualitas meningkat
pembelajaran PS 3. Hasil 211
5. Rendahnya hasil pembelajaran PS
pembelajaran PS meningkat
Diskusi Pemecahan Masalah Penerapan Metode STAD

Evaluasi Efek
Evaluasi Evaluasi
awal akhir

D. Hakekat Hasil Belajar dan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran PS


Dalam bagian ini diuraikan tentang hakekat hasil belajar, dan hakekat
aktivitas siswa sebagaimana berikut ini;
1. Hakekat Hasil Belajar

Menurut Nana Sudjana hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar
dengan menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang disusun secara
terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan. Sedangkan S.
Nasution berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu
yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan tetapi juga membentuk
kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Hasil
belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu
dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Untuk
melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan
untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu materi atau belum.
Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi

212
pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses
pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan (Cullen, 2003 dalam Fathul Himam, 2004).

Hasil belajar dapat dilihat dari hasil nilai ulangan harian (formatif), nilai
ulangan tengah semester (Sub sumatif), dan nilai ulangan semester (sumatif).
Dalam penelitian tindakan kelas ini, yang dimaksud hasil belajar siswa adalah
hasil nilai ulangan harian yang diperoleh siswa dalam mata pelajaran
Pengetahuan Sosial. Ulangan harian dilakukan setiap selesai proses pembelajaran
dalam satuan bahasan atau kompetensi tertentu. Ulangan harian ini terdiri dari
seperangkat soal yang harus dijawab para peserta didik, dan tugas-tugas
terstruktur yang berkaitan dengan konsep yang sedang dibahas. Ulangan harian
minimal dilakukan tiga kali dalam setiap semester. Tujuan ulangan harian untuk
memperbaiki modul dan program pembelajaran serta sebagai bahan
pertimbangan dalam memberikan nilai bagi para peserta didik
2. Hakekat Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran,
perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang
keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan
tersebut. Peningkatan aktivitas siswa yaitu meningkatnya jumlah siswa yang
terlibat aktif belajar, meningkatnya jumlah siswa yang bertanya dan menjawab,
meningkatnya jumlah siswa yang saling berinteraksi membahas materi
pembelajaran. Metode belajar mengajar yang bersifat partisipatoris yang
dilakukan guru akan mampu membawa siswa dalam situasi yang lebih kondusif,
karena siswa lebih berperan dan lebih terbuka serta sensitif dalam kegiatan belajar
mengajar
Indikator aktivitas siswa dapat dilihat dari: pertama, mayoritas siswa
beraktivitas dalam pembelajaran; kedua, aktivitas pembelajaran didominasi oleh
kegiatan siswa; ketiga, mayoritas siswa mampu mengerjakan tugas yang
diberikan guru dalam LKS melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD.

213
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Seting Penelitian
Setting dalam penelitian ini meliputi; tempat penelitian , waktu penelitian
dan siklus PTK sebagai berikut;
1. Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SDN Kali Baru 01 Jakarta
Utara Jakarta untuk mata pelajaran Pengetahuan Sosial. Sebagai subjek dalam

214
penelitian ini adalah kelas V tahun pelajaran 2006/2007 dengan jumlah siswa
sebanyak 40 orang, terdiri dari 19 siswa laki-laki dan 21 siswa perempuan.
Pemilihan sekolah ini bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan
proses pembelajaran di sekolah binaan LPMP DKI Jakarta.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada awal tahun ajaran baru 2006/2007,
yaitu bulan Juli sampai dengan November 2006. Penentuan waktu penelitian
mengacu pada kalender akademik sekolah, karena PTK memerlukan beberapa
siklus yang membutuhkan proses belajar mengajar yang efektif di kelas.
3. Siklus PTK
PTK ini dilaksanakan melalui tiga siklus untuk melihat peningkatan hasil
belajar dan aktivitas siswa dalam mengikuti mata pelajaran Pengetahuan Sosial
melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Divisions)
B. Persiapan PTK
Sebelum PTK dilaksanakan dibuat berbagai input instrumental yang akan
digunakan untuk memberi perlakuan dalam PTK, yaitu rencana pembelajaran
yang akan dijadikan PTK, yaitu kompetensi dasar (KD) 1. kemampuan
menghargai keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia; 2. kemampuan
memahami keadaan penduduk dan pemerintahan di Indonesia.
Selain itu juga akan dibuat perangkat pembelajaran yang berupa: (1)
Lembar Kerja Siswa; (2) Lembar pengamatan diskusi; (3) Lembar evaluasi. Dalam
persiapan juga akan disusun daftar nama kelompok diskusi yang dibuat secara
heterogen.
C. Subyek Penelitian
Dalam PTK ini yang menjadi subyek penelitian adalah siswa kelas lima
yang terdiri dari 40 siswa dengan komposisi perempuan 21 siswa dan laki-laki 19
siswa.
D. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari beberapa sumber yakni;
siswa, guru dan teman sejawat serta kolaborator.
1. Siswa

215
Untuk mendapatkan data tentang hasil belajar dan aktivitas siswa dalam
proses belajar mengajar.
2. Guru
Untuk melihat tingkat keberhasilan implementasi pembelajaran model
kooperatif dengan tipe STAD dan hasil belajar serta aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran.
3. Teman Sejawat dan Kolaborator
Teman sejawat dan kolaborator dimaksudkan sebagai sumber data untuk
melihat implementasi PTK secara komprehensif, baik dari sisi siswa maupun
guru.
E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
1. Teknik
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes, observasi,
wawancara dan diskusi.
a. Tes: dipergunakan untuk mendapatkan data tentang hasil belajar siswa
b. Observasi: dipergunakan untuk mengumpulkan data tentang partisipasi siswa
dalam PBM dan implementasi tipe STAD
c. Wawancara: untuk mendapatkan data tentang tingkat keberhasilan
implementasi pembelajaran kooperatif tipe STAD
d. Diskusi antara guru, teman sejawat, dan kolaborator untuk refleksi hasil siklus
PTK
2. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpul data dalam PTK ini meliputi tes, observasi, wawancara,
kuesioner dan diskusi sebagaimana berikut ini;
a. Tes: menggunakan butir soal/instrumen soal untuk mengukur hasil belajar
siswa
b. Observasi: menggunakan lembar observasi untuk mengukur tingkat partisipasi
siswa dalam proses belajar mengajar PS
c. Wawancara: menggunakan panduan wawancara untuk mengetahui pendapat
atau sikap siswa dan teman sejawat tentang pembelajaran tipe STAD
d. Kuesioner: untuk mengetahui pendapat atau sikap siswa dan teman sejawat

216
tentang pembelajaran tipe STAD
e. Diskusi: menggunakan lembar hasil pengamatan

F. Indikator Kinerja
Dalam PTK ini yang akan dilihat indikator kinerjanya selain siswa adalah
guru, karena guru merupakan fasilitator yang sangat berpengaruh terhadap
kinerja siswa;
1. Siswa
a. Tes: rata-rata nilai ulangan harian
b. Observasi: keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar PS
2. Guru
a. Dokumentasi: kehadiran siswa
b. Observasi: hasil observasi
G. Analisis Data
Data yang dikumpulkan pada setiap kegiatan observasi dari pelaksanaan
siklus penelitian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan teknik
persentase untuk melihat kecenderungan yang terjadi dalam kegiatan
pembelajaran.
1. Hasil belajar: dengan menganalisis nilai rata-rata ulangan harian. Kemudian
dikategorikan dalam klasifikasi tinggi, sedang dan rendah.
2. Aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar PS: dengan menganalisis tingkat
keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar PS. Kemudian dikategorikan
dalam klasifikasi tinggi, sedang dan rendah.
3. Implementasi pembelajaran kooperatif tipe STAD: dengan menganalisis tingkat
keberhasilan implementasi tipe STAD kemudian dikategorikan dalam
klasifikasi berhasil, kurang berhasil dan tidak berhasil.
H. Prosedur Penelitian
Siklus 1
Siklus pertama dalam PTK ini terdiri dari perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan dan refleksi sebagai berikut;
1. Perencanaan (Planing)

217
a. Tim peneliti melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi
dasar yang akan disampaiakan kepada siswa dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe STAD
b. Membuat rencana pembelajaran kooperatif tipe STAD
c. Membuat lembar kerja siswa
d. Membuat instrumen yang digunakan dalam siklus PTK
e. Menyusun alat evaluasi pembelajaran
2. Pelaksanaan (Acting)
a. Membagi siswa dalam delapan kelompok.
b. Menyajikan materi pelajaran
c. Diberikan materi diskusi.
d. Dalam diskusi kelompok, guru mengarahkan kelompok.
e. Salah satu dari kelompok diskusi, mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya
f. Guru memberikan kuis atau pertanyaan.
g. Siswa diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan
h. Penguatan dan kesimpulan secara bersama-sama.
i. Melakukan pengamatan atau observasi.
3. Pengamatan (Observation )
a. Situasi kegiatan belajar mengajar.
b. Keaktifan siswa.
c. Kemampuan siswa dalam diskusi kelompok.
4. Refleksi (Reflecting)
Penelitian tindakan kelas ini berhasil apabila :
a. Sebagian besar (75 % dari siswa) berani dan mampu menjawab
pertanyaan dari guru.
b. Sebagian besar (70 % dari siswa) berani menanggapi dan
mengemukakan pendapat tentang jawaban siswa yang lain.
c. Sebagian besar (70 % dari siswa) berani dan mampu untuk bertanya
tentang materi pelajaran pada hari itu.

218
d. Lebih dari 80 % anggota kelompok aktif dalam mengerjakan tugas
kelompoknya.
e. Penyelesaian tugas kelompok sesuai dengan waktu yang disediakan.

Siklus 2
Seperti halnya siklus pertama, siklus kedua pun terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.
1. Perencanaan(Planing)
Tim peneliti membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi
pada siklus pertama
2. Pelaksanaan (Acting)
Guru melaksanakan pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD
berdasarkan rencana pembelajaran hasil refleksi pada siklus pertama.
3. Pengamatan (Observation )
Tim Peneliti (guru dan kolaborator) melakukan pengamatan terhadap
aktivitas pembelajaran kooperatif tipe STAD

4. Refleksi (Reflecting)
Tim peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus kedua dan
menyusun rencana (replaning) untuk siklus ketiga

Siklus 3
Siklus ketiga merupakan putaran ketiga dari pembelajaran kooperatif tipe
STAD dengan tahapan yang sama seperti pada siklus pertama dan kedua.
1. Perencanaan (Planing)
Tim peneliti membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi
pada siklus kedua
2. Pelaksanaan (Acting)
Guru melaksanakan pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD
berdasarkan rencana pembelajaran hasil refleksi pada siklus kedua.
3. Pengamatan (Observation )

219
Tim Peneliti (guru dan kolaborator) melakukan pengamatan terhadap
aktivitas pembelajaran kooperatif tipe STAD
4. Refleksi (Reflecting)
Tim peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus ketiga dan
menganalisis untuk serta membuat kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran
kooperatif tipe STAD dalam peningkatan aktivitas dan hasil belajar sisiwa dalam
pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah dasar.

BAB IV
HASIL PENELITIAN

Deskripsi Hasil Penelitian


Deskripsi hasil penelitian diuraikan dalam tahapan yang berupa siklus-
siklus pembelajaran yang dilakukan. Dalam penelitian ini pembelajaran dilakukan
dalam tiga siklus sebagaimana berikut ini;
1. Siklus Pertama (satu pertemuan)
Siklus pertama terdiri adari empat tahap yakni perencanaan, pelasanaan,
observasi dan refleksi serta replaning, seperti berikut ini;
a. Perencanaan (Planing)
1) Tim peneliti melakukan analisis kurikulum untuk menentukan standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada siswa
dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD
2) Membuat rencana pembelajaran kooperatif tipe STAD

220
3) Membuat lembar kerja siswa
4) Membuat instrumen yang digunakan dalam siklus PTK
5) Menyusun alat evaluasi pembelajaran
b. Pelaksanaan (Acting)
Pada saat awal siklus pertama pelaksanaan belum sesuai dengan rencana.
Hal ini disebabkan:
1). Sebagian kelompok belum terbiasa dengan kondisi belajar berkelompok.
2). Sebagian kelompok belum memahami langkah-langkah pembelajaran
kooperatif tipe STAD secara utuh dan menyeluruh
Untuk mengatasi masalah di atas dilakukan upaya sebagai berikut:
1). Guru dengan intensif memberi pengertian kepada siswa kondisi dalam
berkelompok, kerjasama kelompok, keikutsertaan siswa dalam kelompok.
2). Guru membantu kelompok yang belum memahami langkah-langkah
pembelajaran kooperatif tipe STAD
Pada akhir siklus pertama dari hasil pengamatan guru dan koloborasi
dengan teman sejawat dapat disimpulkan:
1). Siswa mulai terbiasa dengan kondisi belajar kelompok
2). Siswa mulai terbiasa dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD
3). Siswa mampu menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD
memiliki langkah-langkah tertentu.
c. Observasi dan Evaluasi (Observation and Evaluation)
1). Hasil observasi aktifitas siswa dalam PBM selama siklus pertama dapat dilihat
pada tabel berikut:

Tabel .1
Perolehan Skor Aktifitas Siswa dalam PBM Siklus I
Skor Skor Persentase
Kelompok Keterangan
Perolehan Ideal (%)
Diponogoro 11 16 69
Hasanudin 12 16 75
Imam 14 16 88 Tertinggi
Bonjol

221
Patimura 10 16 63
Cut Nya 8 16 50 Terendah
Dien
Teuka Umar 10 16 63
Kartini 11 16 69
Dewi 12 16 75
Sartika
Rerata 11 16 69

222
2). Hasil Observasi Siklus 1. Aktivitas Guru dalam PBM

223
Hasil obeservasi Aktifitas Guru dalam Kegiatan belajar mengajar pada
siklus pertama masih tergolong rendah dengan perolehan skor 27 atau 61,36%
sedangkan skor idealnya adalah 44. Hal ini terjadi karena lebih banyak berdiri di
depan kelas dan kurang memberikan pengarahan kepada siswa bagaimana
melakukan pembelajaran secara kooperatif.

3). Hasil Evaluasi Siklus 1. Penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran


Selain aktivitas guru dalam PBM, penguasaan siswa terhadap materi
pembelajaran pun masih tergolong kurang. Dari skor ideal 100, skor perolehan
rata-rata hanya mencapai 62 atau 62%.
d. Refleksi dan Perencanaan Ulang (Reflecting and Replaning)
Adapun keberhasilan dan kegagalan yang terjadi pada siklus pertama
adalah:
1) Guru belum terbiasa menciptakan suasana pembelajaran yang mengarah
kepada pendekatan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hal ini, diperoleh
dari hasil observasi terhadap aktivitas guru dalam PBM hanya mencapai
61,36 %.
2) Sebagian siswa belum terbiasa dengan kondisi belajar dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Mereka merasa senang
dan antusias dalam belajar. Hal ini bisa dilihat dari hasil observasi terhadap
aktivitas siswa dalam PBM hanya mencapai 69 %.
3) Hasil evaluasi pada siklus pertama mencapai rata-rata 6,20
4) Masih ada kelompok yang belum bisa menyelesaikan tugas dengan waktu
yang ditentukan. Hal ini, karena anggota kelompok tersebut kurang serius
dalam belajar.
5) Masih ada kelompok yang kurang mampu dalam mempresentasikan
kegiatan.

224
Untuk memperbaiki kelemahan dan mempertahankan keberhasilan yang
telah dicapai pada siklus pertama, maka pada pelaksanaan siklus kedua dapat
dibuat perencana sebagai berikut:
1) Memberikan motivasi kepada kelompok agar lebih aktif lagi dalam
pembelajaran.
2) Lebih intensif membimbing kelompok yang mengalami kesulitan.
3) Memberi pengakuan atau penghargaan (reward).

2. Siklus Kedua (dua pertemuan)


Seperti pada siklus pertama, siklus kedua ini terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan, observasi dan refleksi serta replaning
a. Perencanaan (Planing)
Planing pada siklus kedua berdasarkan replaning siklus pertama yaitu:
1) Memberikan motivasi kepada kelompok agar lebih aktif lagi dalam
pembelajaran.
2) Lebih intensif membimbing kelompok yang mengalami kesulitan
3) Memberi pengakuan atau penghargaan
4) Membuat perangkat pembelajaran kooperatif tipe STAD yang lebih mudah
dipahami oleh siswa.
b. Pelaksanaan (Acting)
1) Suasana pembelajaran sudah mengarah kepada pembelajaran kooperatif
tipe STAD. Tugas yang diberikan guru kepada kelompok dengan
menggunakan lembar kerja akademik mampu dikerjakan dengan baik.
Siswa dalam satu kelompok menunjukan saling membantu untuk
menguasai materi pelajaraan yang telah diberikan melalui tanya jawab atau
diskusi antar sesama anggota kelompok.
2) Sebagian besar siswa merasa termotivasi untuk bertanya dan menanggapi
suatu presentasi dari kelompok lain.
3) Suasana pembelajaran yang efektif dan menyenangkan sudah mulai
tercipta.

225
c. Observasi dan Evaluasi (Observation and Evaluation)
1). Hasil observasi aktifitas siswa dalam PBM selama siklus kedua dapat dilihat
pada tabel berikut ini;

Tabel .2
Perolehan Skor Aktifitas Siswa dalam PBM Siklus II

Skor Skor Persentase


Kelompok Keterangan
Perolehan Ideal (%)
Diponogoro 12 16 75
Hasanudin 13 16 81
Imam Bonjol 14 16 88 Tertinggi
Patimura 11 16 69
Cut Nya Dien 10 16 63 Terendah
Teuka Umar 11 16 69
Kartini 12 16 75
Dewi Sartika 13 16 75
Rerata 12 16 74

226
2). Hasil Observasi aktivitas guru dalam PBM pada siklus kedua tergolong
sedang, Hal ini berarti mengalami perbaikan dari siklus pertama. Dari skor ideal
44 nilai yang diperoleh adalah 35 atau 80%
3). Hasil Evaluasi penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran pada siklus
kedua juga tergolong sedang yakni dari nilai skor ideal 100 nilai rerata skor
perolehan adalah 70 atau 70 %.
4). Hasil Ulangan Harian Kedua (setelah menggunakan pembelajaran kooperatif
tipe STAD) juga mengalami peningkatan yang sebelumnya (belum
menggunakan pembelajaran kooperatif) 5,48 menjadi 6,53 setelah dilakukan
pembelajaran kooperatif. Ini berarti naik 1,05.
d. Refleksi dan Perencanaan Ulang (Reflecting and Replaning)
Adapun keberhasilan yang diperoleh selama siklus kedua ini adalah
sebagai berikut
1) Aktifitas siswa dalam PBM sudah mengarah ke pembelajaran kooperatif.
Siswa mampu membangun kerja sama dalam kelompok untuk memahami
tugas yang diberikan guru. Siswa mulai mampu berpartisipasi dalam
kegiatan dan tepat waktu dalam melaksanakannya. Siswa mulai mampu
mempresentasikan hasil kerja dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari data
hasil observasi terhadap aktivitas siswa meningkat dari 69 % pada siklus
pertama menjadi 74 % pada siklus kedua.
2) Meningkatnya aktivitas siswa dalam PBM didukung oleh meningkatnya
aktivitas guru dalam mempertahankan dan meningkatkan suasana
pembelajaran yang mengarah pada pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Guru intensif membimbing siswa saat siswa mengalami kesulitan dalam
PBM dapat dilihat dari hasil observasi aktivitas guru dalam PBM
meningkat dari 61,36 % pada siklus pertama menjadi 80 % pada siklus
kedua.
3) Meningkatnya aktivitas siswa dalam melaksanakan evaluasi terhadap
kemampuan siswa menguasai materi pembelajaran. Hal ini berdasarkan
hasil evaluasi 6,20. pada siklus pertama meningkat menjadi 7,00 pada siklus
kedua.

227
4) Meningkatnya rata-rata nilai ulangan harian dari 5,50 (ulangan harian I)
sebelum menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD menjadi 6,50
(ulangan harian II) setelah menggunakan pembelajaran kooperatif tipe
STAD.

3. Siklus Ketiga (tiga pertemuan)


a. Perencanaan (Planing)
Planing pada siklus ketiga berdasarkan replaning siklus kedua yaitu:
1). Memberikan motivasi kepada kelompok agar lebih aktif lagi dalam
pembelajaran.
2). Lebih intensif membimbing kelompok yang mengalami kesulitan
3). Memberi pengakuan atau penghargaan
4). Membuat perangkat pembelajaran kooperataif tipe STAD yang lebih baik lagi
b. Pelaksanaan (Acting)
1). Suasana pembelajaran sudah lebih mengarah kepada pembelajaran kooperatif
tipe STAD. Tugas yang diberikan guru kepada kelompok dengan
menggunakan lembar kerja akademik mampu dikerjakan dengan lebih baik
lagi. Siswa dalam satu kelompok menunjukan saling membantu untuk
menguasai materi pelajaraan yang telah diberikan melalui tanya jawab atau
diskusi antar sesama anggota kelompok. Siswa kelihatan lebih antusias
mengikuti prosese belajar mengajar.
2). Hampir semua siswa merasa termotivasi untuk bertanya dan menanggapi
suatu presentasi dari kelompok lain.
3) Suasana pembelajaran yang efektif dan menyenangkan sudah lebih tercipta.
c. Observasi dan Evaluasi (Observation and Evaluation)
Hasil observasi selama siklus ketiga dapat dilihat seperti di bawah ini;
1). Hasil Observasi aktifitas siswa dalam PBM pada siklus ketiga dapat dilihat
pada tabel berikut ini;

228
Tabel 3
Aktifitas Siswa dalam PBM pada Siklus III
Skor Skor Persentase
Kelompok Keterangan
Perolehan Ideal (%)
Diponegoro 14 16 88
Hasanudin 14 16 88
Imam Bonjol 15 16 94 Tertinggi
Patimura 13 16 81
Cut Nya Dien 12 16 75 Terendah
Teuku Umar 13 16 81
Kartini 14 16 88
Dewi Sartika 14 16 88
Rerata 12 16 85

2). Hasil Observasi Siklus ketiga aktivitas guru dalam PBM mendapat rerata nilai
perolehan 40 dari skor ideal 44 atau 91%. Hal ini berarti menunjukkan adanya
peningkatan yang sangat signifikan.

229
3). Hasil Evaluasi Siklus ketiga penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran
memiliki nilai rerata 85 atau 85% dari skor ideal 100. Hal ini menunjukkan
penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran tergolong tinggi.
4). Hasil Ulangan Harian Ketiga (setelah menggunakan pembelajaran kooperatif
tipe STAD). Mengalami peningkatan yang cukup berarti yakni 7,60, sedangkan
sebelumnya 5,50 dan pada siklus kedua 6,50.
d. Refleksi (Reflecting )
Adapun keberhasilan yang diperoleh selama siklus ketiga ini adalah
sebagai berikut
1) Aktifitas siswa dalam PBM sudah mengarah ke pembelajaran kooperatif
secara lebih baik. Siswa mampu membangun kerja sama dalam kelompok
untuk memahami tugas yang diberikan guru. Siswa mulai mampu
berpartisipasi dalam kegiatan dan tepat waktu dalam melaksanakannya.
Siswa mulai mampu mempresentasikan hasil kerja. Hal ini dapat dilihat
dari data hasil observasi terhadap aktivitas siswa meningkat dari 74 % pada
siklus kedua menjadi 85 % pada siklus ketiga.
2) Meningkatnya aktivitas siswa dalam PBM didukung oleh meningkatnya
aktivitas guru dalam mempertahankan dan meningkatkan suasana
pembelajaran yang mengarah pada pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Guru intensif membimbing siswa baik saat siswa mengalami kesulitan
dalam PBM dapat dilihat dari hasil observasi aktivitas guru dalam PBM
meningkat dari 80 % pada siklus kedua menjadi 91 % pada siklus ketiga.
3) Meningkatnya aktivitas siswa dalam melaksanakan evaluasi terhadap
kemampuan siswa menguasai materi pembelajaran. Hal ini berdasarkan
hasil evaluasi 7,00 pada siklus kedua meningkat menjadi 8,50 pada siklus
ketiga.
4) Meningkatnya rata-rata nilai ulangan harian dari 5,48 (ulangan harian I)
sebelum menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD menjadi 6,53
(ulangan harian II) dan 7,33 (ulangan harian III) setelah menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe STAD

230
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dapat disimpulkan bahwa:
1. Penerapan pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD dapat
meningkatkan aktivitas proses belajar mengajar.
2. Dari hasil observasi memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas
siswa yang pada siklus I hanya rata-rata 69 % menjadi 74% pada siklus
kedua dan 85 % pada siklus III.
3. Kemampuan dalam diskusi kelompok juga mengalami kemajuan yang
sangat berarti. Hal ini dapat dilihat dari sudah mulai terbiasa dengan
belajar dalam kelompok.
4. Aktivitas siswa dalam kelompok mencapai kesempurnaan setelah siklus III.
Ini dapat dilihat dari peningkatan aktivitas siswa mencapai 85 %.
5. Penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran menunjukkan
peningkatan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan rata-rata hasil ulangan
harian (rata-rata ulangan harian I tanpa pembelajaran kooperatif tipe STAD
5,48 menjadi 6,53 (ulangan harian II) dan 7,33 (ulangan harian III) setelah
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
6. Pembelajaran kooperatif tipe STAD relevan dengan pembelajaran
kontekstual.
7. Melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa membangun sendiri
pengetahuan, menemukan langkah-langkah dalam mencari penyelesaian
dari suatu materi yang harus dikuasai oleh siswa, baik secara individu
maupun kelompok.
8. Dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD, pembelajaran Pengetahuan
Sosial lebih menyenangkan

B. Saran

231
Telah terbuktinya pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Pengetahuan Sosial,
maka kami sarankan :
1. Dalam kegiatan belajar mengajar guru diharapkan menjadikan
pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai suatu alternatif dalam mata
pelajaran Pengetahuan Sosial untuk meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa.
2. Karena kegiatan ini sangat bermanfaat khususnya bagi guru dan siswa,
maka diharapkan kegiatan ini dapat dilakukan secara berkesenambungan
dalam pelajaran Pengetahuan Sosial maupun pelajaran lain.

DAFTAR PUSTAKA
(Daftar pustaka dari lampiran 8: Contoh Lampiran Laporan PTK)

232
Arikunto, Suharsimi, (2005), Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi
Aksara.
Barr, Robert. Barth, James L. & Shermis, S. Samuel (1978) The Nature of The Social
studies. California: ETC Publication.
Borg & Gall (2003) Educational Research. New York: Allyn and Bacon
Depdiknas (1997) Sumber dan Media Pembelajaran IPS. Pusat Pengembangan
Penataran Guru IPS dan PMP Malang.
Djahiri, A.K (1993) “Membina PIPS/PIS dan PPS yang Menjawab Tantangan Hari
Esok”. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial 1 (1) : 142.
Ibrahim, Muslimin, (2000), Pembelajaran Kooperatif, Surabaya: University Press.
Johnson, Elaine B. 2002. Contextual Teaching and Learning. What it is and why it’s here
to stay. California: Corwin PRESS
Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Natawidjaja, Rochman, (1985), Cara Belajar Siswa Aktif dan Penerapaannya Dalam
Metode Pembelajaran, Jakarta: Direktorat Jenderal Dikdasmen, Depdiknas.
Nasution, S. 1989. Didaktik Azas-azas Mengajar. Bandung: Jermnas.
Rochman Natawijaya (1997) Konsep Dasar Penelitian Tindakan (Action Research).
Bandung: IKIP Bandung.

Sudjana, Nana, (1991), Model-Model Mengajar CBSA, Bandung: Sinar Baru.


____________, (2001), Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung: Sinar Baru.
Suprayekti, (2003), Interaksi Belajar Mengajar, Jakarta: Direktorat Tenaga
Kependidikan.
Sukarnyana (2002) Penelitian Tindakan Kelas. Malang: PPPG IPS dan PMP
Wachidi (2000) Inovasi Kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial SMP di Kota Bandung.
Disertasi tidak diterbitkan: PPS UPI Bandung.
Wiriaatmadja, Rochiati, (2005), Metode Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: Rosda
Karya
LAMPIRAN-LAMPIRAN :
(Lampiran-Lampiran dari lampiran 8: Contoh Lampiran Laporan PTK)

233
LAMPIRAN 1
LEMBAR PENGAMATAN
KEGIATAN PEMBELAJARAN PENGETAHUAN SOSIAL
DENGAN PENDEKATAN KOOPERATIF TIPE STAD
RESPONDEN SISWA

Nama Sekolah : SDN Kalibaru 01 Jakarta Utara


Tahun Pelajaran : 2006/2007
Kelas/Semester : V/I
Pokok Bahasan : 1. Kemampuan menghargai keragaman suku bangsa dan
budaya di
Indonesia;
2. Kemampuan memahami keadaan penduduk dan
pemerintahan di
Indonesia.
SIKLUS 1
KLP NAMA MINAT PERHATI PARTISIPAS PRESENTA
SISWA AN I SI
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1
1. Afif M V V V V
Agung T.R
Ajeng A.P
Andhika D.P
Dafril H
2. Desi I V V V V
Evi N
Fanni K
Fitri Y
Imron I.S
3. Isnia R V V V V
Kamaludin L
Kevin D
M.Abdurahm
an
M.Khaerul A
4. M.Fadillah V V V V
M.Mustain
A
M.Zulfikar
Mega Nanda
Nuryunita
5. Novika DP V V V V
Putri KS

234
Prilliana A
Regita P
Riano F

6. Rina TR V V V V
Rizki
Rizky AT
Rosiana
Dewi
Septiara P
7. Siska P.U V V V V
Siti RJ
Sulistia
Tiara N
Wisnu
8. Yogi Ariska V V V V
M. Hanif
Dwi Putri W
Gabyola
Wahyu S

KETERANGAN*
SB = SANGAT BAIK: SKOR 4
B = BAIK: SKOR 3
C = CUKUP: SKOR 2
K = KURANG: SKOR 1

LAMPIRAN 2
LEMBAR PENGAMATAN
KEGIATAN PEMBELAJARAN PENGETAHUAN SOSIAL
DENGAN PENDEKATAN KOOPERATIF TIPE STAD
RESPONDEN SISWA

235
Nama Sekolah : SDN Kalibaru 01 Jakarta Utara
Tahun Pelajaran : 2006/2007
Kelas/Semester : V/I
Pokok Bahasan : 1. Kemampuan menghargai keragaman suku bangsa dan
budaya di
Indonesia;
2. Kemampuan memahami keadaan penduduk dan
pemerintahan di
Indonesia.
SIKLUS 2
KLP NAMA MINAT PERHATI PARTISIPAS PRESENTA
SISWA AN I SI
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1
1. Afif M V V V V
Agung T.R
Ajeng A.P
Andhika D.P
Dafril H
2. Desi I V V V V
Evi N
Fanni K
Fitri Y
Imron I.S
3. Isnia R V V V V
Kamaludin L
Kevin D
M.Abdurahm
an
M.Khaerul A
4. M.Fadillah V V V V
M.Mustain
A
M.Zulfikar
Mega Nanda
Nuryunita
5. Novika DP V V V V
Putri KS
Prilliana A
Regita P
Riano F

6. Rina TR V V V V

236
Rizki
Rizky AT
Rosiana
Dewi
Septiara P
7. Siska P.U V V V V
Siti RJ
Sulistia
Tiara N
Wisnu
8. Yogi Ariska V V V V
M. Hanif
Dwi Putri W
Gabyola
Wahyu S

KETERANGAN*
SB = SANGAT BAIK: SKOR 4
B = BAIK: SKOR 3
C = CUKUP: SKOR 2
K = KURANG: SKOR 1

LAMPIRAN 3
LEMBAR PENGAMATAN
KEGIATAN PEMBELAJARAN PENGETAHUAN SOSIAL
DENGAN PENDEKATAN KOOPERATIF TIPE STAD
RESPONDEN SISWA

237
Nama Sekolah : SDN Kalibaru 01 Jakarta Utara
Tahun Pelajaran : 2006/2007
Kelas/Semester : V/I
Pokok Bahasan : 1. Kemampuan menghargai keragaman suku bangsa dan
budaya
di Indonesia;
2. Kemampuan memahami keadaan penduduk dan
pemerintahan
di Indonesia.

SIKLUS 3
KLP NAMA MINAT PERHATI PARTISIPAS PRESENTA
SISWA AN I SI
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1
1. Afif M V V V V
Agung T.R
Ajeng A.P
Andhika D.P
Dafril H
2. Desi I V V V V
Evi N
Fanni K
Fitri Y
Imron I.S
3. Isnia R V V V V
Kamaludin L
Kevin D
M.Abdurahm
an
M.Khaerul A
4. M.Fadillah V V V V
M.Mustain
A
M.Zulfikar
Mega Nanda
Nuryunita
5. Novika DP V V V V
Putri KS
Prilliana A
Regita P
Riano F

6. Rina TR V V V V
Rizki
Rizky AT

238
Rosiana
Dewi
Septiara P
7. Siska P.U V V V V
Siti RJ
Sulistia
Tiara N
Wisnu
8. Yogi Ariska V V V V
M. Hanif
Dwi Putri W
Gabyola
Wahyu S

KETERANGAN*
SB = SANGAT BAIK: SKOR 4
B = BAIK: SKOR 3
C = CUKUP: SKOR 2
K = KURANG: SKOR 1

LAMPIRAN 4
LEMBAR PENGAMATAN
PROSES BELAJAR MENGAJAR
RESPONDEN GURU
Nama Sekolah : SDN Kalibaru 01 Jakarta Utara
Tahun Pelajaran : 2006/2007
Kelas/Semester : V/I

239
Pokok Bahasan : 1. Kemampuan menghargai keragaman suku bangsa dan
budaya di Indonesia;
2. Kemampuan memahami keadaan penduduk dan
pemerintahan di Indonesia.
SIKLUS 1
NO. KEGIATAN 4 3 2 1
1. Apersepsi V
2. Penjelasan materi V
3. Penjelasan metode V
Kooperatif tipe STAD
4. Teknik pembagian V
kelompok
5. Pengelolaan kegiatan V
diskusi
6. Pemberian pertanyaan V
atau kuis
7. Kemampuan melakukan V
evaluasi
8. Memberikan penghargaan V
individu dan kelompok
9. Menentukan nilai V
individu dan kelompok
10. Menyimpulkan materi V
pembelajaran
11. Menutup pembelajaran V

KETERANGAN
SB = SANGAT BAIK (4)
B = BAIK (3)
C = CUKUP (2)
K = KURANG (1)

LAMPIRAN 5
LEMBAR PENGAMATAN
PROSES BELAJAR MENGAJAR
RESPONDEN GURU
Nama Sekolah : SDN Kalibaru 01 Jakarta Utara
Tahun Pelajaran : 2006/2007
Kelas/Semester : V/I
Pokok Bahasan : 1. Kemampuan menghargai keragaman suku bangsa dan

240
budaya di Indonesia;
2. Kemampuan memahami keadaan penduduk dan
pemerintahan di Indonesia.
SIKLUS 2
NO. KEGIATAN 4 3 2 1
1. Apersepsi V
2. Penjelasan materi V
3. Penjelasan metode V
Kooperatif tipe STAD
4. Teknik pembagian V
kelompok
5. Pengelolaan kegiatan V
diskusi
6. Pemberian pertanyaan V
atau kuis
7. Kemampuan melakukan V
evaluasi
8. Memberikan penghargaan V
individu dan kelompok
9. Menentukan nilai V
individu dan kelompok
10. Menyimpulkan materi V
pembelajaran
11. Menutup pembelajaran V

KETERANGAN
SB = SANGAT BAIK (4)
B = BAIK (3)
C = CUKUP (2)
K = KURANG (1)

LAMPIRAN 6
LEMBAR PENGAMATAN
PROSES BELAJAR MENGAJAR
RESPONDEN GURU
Nama Sekolah : SDN Kalibaru 01 Jakarta Utara
Tahun Pelajaran : 2006/2007
Kelas/Semester : V/I
Pokok Bahasan : 1. Kemampuan menghargai keragaman suku bangsa dan
budaya di Indonesia;

241
2. Kemampuan memahami keadaan penduduk dan
pemerintahan di Indonesia.
SIKLUS 3
NO. KEGIATAN 4 3 2 1
1. Apersepsi V
2. Penjelasan materi V
3. Penjelasan metode V
Kooperatif tipe STAD
4. Teknik pembagian V
kelompok
5. Pengelolaan kegiatan V
diskusi
6. Pemberian pertanyaan V
atau kuis
7. Kemampuan melakukan V
evaluasi
8. Memberikan penghargaan V
individu dan kelompok
9. Menentukan nilai V
individu dan kelompok
10. Menyimpulkan materi V
pembelajaran
11. Menutup pembelajaran V

KETERANGAN
SB = SANGAT BAIK (4)
B = BAIK (3)
C = CUKUP (2)
K = KURANG (1)
LAMPIRAN 7
PANDUAN WAWANCARA
RESPONDEN SISWA

Nama Sekolah : SDN Kalibaru 01 Jakarta Utara


Tahun Pelajaran : 2006/2007
Kelas/Semester : V/I

1. Bagaimana menurut pendapatmu tentang pembelajaran yang baru kalian


ikuti!
......................................................................................................................................
......................................................................................................................................

242
......................................................................................................................................
......................................................................................................................................
2. Apakah kalian senang dengan pembelajaran yang baru kalian ikuti?
Mengapa?
......................................................................................................................................
......................................................................................................................................
......................................................................................................................................
......................................................................................................................................
7. Bagaimana menurut pendapatmu tentang cara guru menerangkan atau
menjelaskan materi pelajaran? Jelaskan!
......................................................................................................................................
......................................................................................................................................
......................................................................................................................................
8. Bagaimana tes atau evaluasi yang dilakukan guru? Jelaskan!
......................................................................................................................................
......................................................................................................................................
9. Apakah kalian dapat memahami materi pelajaran yang baru kalian ikuti?
Jelaskan!
......................................................................................................................................
....................................................................................................................................
LAMPIRAN 8
PANDUAN WAWANCARA
RESPONDEN TEMAN SEJAWAT

1. Bagaimana pendapat anda tentang PBM yang dilakukan oleh guru?


......................................................................................................................................
......................................................................................................................................
......................................................................................................................................
......................................................................................................................................
2. Bagian mana yang sudah baik?
………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………….

243
……………………………………………………………………………………
3. Bagian mana yang masih perlu diperbaiki?
………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………
4. Apakah anda yakin bahwa pembelajatan metode STAD dapat
meningkatkan partisipasi dan prestasi hasil belajar siswa? Berikan
alasannya!
………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
5. Apa saran untuk perbaikan PBM selanjutnya!
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

LAMPIRAN 9 PEROLEHAN HASIL BELAJAR SISWA


TANPA MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD
Nama Sekolah : SDN Kalibaru 01 Jakarta Utara
Tahun Pelajaran : 2006/2007 Kelas/Semester: V/I
NO. NAMA SISWA NH 1 Tanpa NH 2 dengan NH 3dengan KET.
STAD STAD STAD
1. Afif M 5 6 7
2. Agung T.R 6 7 7,5
3. Ajeng A.P 7 7,5 8
4. Andhika D.P 6 7 8
5. Dafril H 5 6,5 7
6. Desi I 5 6 7
7. Evi N 6 7 8
8. Fanni K 4 6 7
9. Fitri Y 5 6 7
10. Imron I.S 6 7 8
11. Isnia R 7 7 7
12. Kamaludin L 6 7 8

244
13. Kevin D 5 6 7
14. M.Abdurahman 4 6 7
15. M.Khaerul A 6 7 8
16. M.Fadillah 5 6 7
17. M.Mustain A 6 6 7
18. M.Zulfikar 6 7 7,5
19. Mega Nanda 6 7 8
20. Nuryunita 6 7 7,5
21. Novika DP 5 6 7
22. Putri KS 6 7 7
23. Prilliana A 5 6 7
24. Regita P 4 6 7
25. Riano F 6 7 7,5
26. Rina TR 6 7 7
27. Rizki 5 6 7
28. Rizky AT 6 7 7
29. Rosiana Dewi 5 6 7
30. Septiara P 7 7 7
31. Siska P.U 6 7 8
32. Siti RJ 6 7 8
33. Sulistia 5 6 7
34. Tiara N 6 7 8
35. Wisnu 5 7 8
36. Yogi Ariska 5 6 7
37. M. Hanif 4 6 7
38. Dwi Putri W 5 6 7
39. Gabyola 5 6 7
40. Wahyu S 5 6 7
Rata-Rata 5,48 6,53 7,33
LAMPIRAN 10 PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA ANTARA
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN TANPA TIPE STAD

Nama Sekolah : SDN Kalibaru 01 Jakarta Utara Kelas/Semester : V/I


Tahun Pelajaran : 2006/2007
NO. NAMA SISWA NON STAD PENINGKATAN
STAD (Rata-rata) HASIL BELAJAR
1. Afif M 5 6,5 1,5
2. Agung T.R 6 7,25 1,25
3. Ajeng A.P 7 7,75 0,75
4. Andhika D.P 6 7,5 1,5
5. Dafril H 5 6,75 1,75
6. Desi I 5 6,5 1,5
7. Evi N 6 7,5 1,5
8. Fanni K 4 6,5 2,5
9. Fitri Y 5 6,5 1,5
10. Imron I.S 6 7,5 1,5
11. Isnia R 7 7 0
12. Kamaludin L 6 7,5 1,5

245
13. Kevin D 5 6,5 1,5
14. M.Abdurahman 4 6,5 2,5
15. M.Khaerul A 6 7,5 1,5
16. M.Fadillah 5 6,5 1,5
17. M.Mustain A 6 6,5 0,5
18. M.Zulfikar 6 7,25 1,25
19. Mega Nanda 6 7,5 1,5
20. Nuryunita 6 7,25 1,25
21. Novika DP 5 6,5 1,5
22. Putri KS 6 7 1
23. Prilliana A 5 6,5 1,5
24. Regita P 4 6,5 2,5
25. Riano F 6 7,25 1,25
26. Rina TR 6 7 1
27. Rizki 5 6,5 1,5
28. Rizky AT 6 7 1
29. Rosiana Dewi 5 6,5 1,5
30. Septiara P 7 7 0
31. Siska P.U 6 7,5 1,5
32. Siti RJ 6 7,5 1,5
33. Sulistia 5 6,5 1,5
34. Tiara N 6 7,5 1,5
35. Wisnu 5 7,5 2,5
36. Yogi Ariska 5 6,5 1,5
37. M. Hanif 4 6,5 1,5
38. Dwi Putri W 5 6,5 1,5
39. Gabyola 5 6,5 1,5
40. Wahyu S 5 6,5 1,5
Profil Singkat Penulis

Kunandar, lahir di Tegal, 1 Januari


1972 dari pasangan Sage dan Wastiah.
Pendidikan SD (1985), SMP (1988),
dan SMA (1991) diselesaikan di
kampung kelahiran. Selepas SMA
melanjutkan ke IKIP Jakarta
(Universitas Negeri Jakarta) lulus tahun 1997.
Tahun 2005 menyelesaikan S2 (Magister) di Universitas Nasional. Kini
penulis sedang menyelesaikan studi Program Doktor (S3) program studi
Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (PEP) di Universitas Negeri Jakarta. Diklat
yang pernah diikuti ialah: ToT Terintegrasi Berbasis Kompetensi di Bandung 2003;

246
ToT Terintegrasi Berbasis Kompetensi di Yogyakarta 2004; Penulisan Karya Tulis
Ilmiah di Malang 2004; ToT Fasilitator Diklat Kepala Sekolah di Jakarta 2004; ToT
Instruktur Pembekalan Guru Bantu Propinsi DKI Jakarta 2004; Pembinaan dan
Pemantapan SDM di Bogor 2004; Pembekalan Asesor Akreditasi Sekolah di DKI
Jakarta 2005; ISO 9001-2000 di Bogor 2005; Peningkatan Kompetensi Widyaiswara
di Yogyakarta 2005; Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan di Bogor 2006;
Karya Tulis Ilmiah di Bandung 2006; ToT Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan
Menyenangkan (PAKEM) di DKI Jakarta 2007, Pelatihan Methodology, Mapping and
Development of Indicator, Instruments for Quality Assurance in Education Assessment di
Malaysia 2007 serta beberapa diklat lainnya.
Kegiatan ilmiah atau seminar yang pernah diikuti: Seminar Nasional
”Peluang dan Tantangan Sistem Pendidikan Nasional: Refleksi atas UU Sisdiknas
2003” di Jakarta 2003; Seminar Nasional ”Rekayasa Sistem Penilaian dalam rangka
Meningkatkan Kualitas Pendidikan” di Yogyakarta 2004; Seminar Sehari ”Inovasi
Pendidikan Melalui Teknologi Informasi” di Jakarta 2005; Seminar Nasional
”Profesionalisme Guru sebuah Tuntutan” di Jakarta 2005; Forum Ilmiah
Widyaiswara di Bogor 2006; Forum Ilmiah Widyaiswara di Bogor 2007; Seminar
Sertifikasi Guru di Sukabumi 2007, dan serta beberapa kegiatan ilmiah lainnya.
Karya Tulis yang telah dihasilkan: ”Guru Profesional Implementasi KTSP
dan Sukses dalam Sertifikasi Guru” (Buku), 2007; ”Kurikulum Baru Itu Terlalu
Tergesa-gesa” (Opini), Kompas, 2 Oktober 2006; ”UN dan Peningkatan Mutu
Pendidikan” (Opini), Kompas, 14 Mei 2007; ”Kompetensi Guru dalam
Implementasi KBK di DKI Jakarta” (Penelitian) 2005; ”Potret Nasionalisme Siswa
Metropolis” (Penelitian) 2005; Upaya Peningkatan Hasil Belajar dan Aktivitas
Siswa dalam Pembelajaran IPS melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Kelas
V SDN 01 Kali Baru Jakarta” (Penelitian Tindakan Kelas) 2006 ; ”Persepsi Siswa
terhadap Potret Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah Unggulan: Suatu Studi di
SMPN Unggulan di Jakarta” (Penelitian) 2007; ”Penilaian Berbasis Kompetensi
dalam Kurikulum 2004”, Buletin KIAS Vol.1, No. 2, Mei 2004; ”KBK dan
Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia”, Buletin KIAS Vol.2, No.3, Mei 2005;
Bahan Ajar ”Pengembangan Silabus dan Rencana Pembelajaran” 2005; Bahan Ajar

247
“Penelitian Tindakan Kelas” 2006; Bahan Ajar “Evaluasi Hasil Belajar” 2006;
Bahan Ajar “Pembelajaran Kontekstual” 2006; Bahan Ajar “Metodologi Penelitian”
2007; Bahan Ajar ”Penelitian Tindakan Kelas” 2007 dan beberapa bahan ajar
lainnya.
Pengalaman mengajarnya sudah dimulai dari tahun 1993 ketika masih
kuliah semester empat di IKIP Jakarta untuk jenjang SMP, SMA, dan SMK di
Jakarta. Pada tahun 2007 penulis mendapatkan penghargaan dari Menteri
Pendidikan Nasional sebagai widyaiswara berprestasi tingkat nasional dan juara
harapan satu Lomba Karya Tulis Ilmiah ”Pro dan Kontra dalam Menyongsong
Penyelenggaraan Ujian Nasional SD” yang diselenggarakan oleh Dinas
Pendidikaan Dasar DKI Jakarta bekerja sama dengan Program Pascasarjana
Universitas Negeri Jakarta tahun 2007. Kini penulis bekerja sebagai widyaiswara
di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) DKI Jakarta Direktorat
Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen
Pendidikan Nasional dan dosen di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Email:
nandarkun@yahoo.com dan kun_sta@yahoo.com. HP. 0812 953 9917.

248

Anda mungkin juga menyukai