Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

JENIS-JENIS KESULITAN MENULIS


disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Kesulitan Menulis dari dosen
Dr. Hj. R. Panca Pertiwi Hidayati M.Pd. dan
Setiawan, M.Pd.

oleh:
Kelompok 2

1. Jaya 165030001
2. Cica Sartika 165030037
3. Triansa Nurul Falah 165030039

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang jenis-
jenis kesulitan menulis ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan
juga kami berterima kasih kepada Dr. Hj. R. Panca Pertiwi Hidayati, M.Pd. dan Setiawan,
M.Pd. selaku Dosen mata kuliah Analisis Kesulitan Menulis yang telah memberikan tugas
ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai ragam kamus. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Bandung, Februari 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A. Pengertian Menulis....................................................................................... 3
B. Menulis Kreatif dan Kreatif Siswa ............................................................... 5
C. Jenis-jenis Kesalahan Menulis ..................................................................... 6
1. Kesalahan Acuan .......................................................................................... 7
2. Kesalahan Register ....................................................................................... 8
3. Kesalahan Sosial .......................................................................................... 9
4. Kesalahan Tekstual .................................................................................... 10
5. Kesalahan Penerimaan ............................................................................... 10
6. Kesalahan Pengungkapan........................................................................... 11
7. Kesalahan Perorangan ................................................................................ 11
8. Kesalahan Kelompok ................................................................................. 12
9. Kesalahan Menganalogi ............................................................................. 12
10. Kesalahan Transfer ................................................................................. 13
11. Kesalahan Guru ...................................................................................... 14
12. Kesalahan Lokal ..................................................................................... 15
13. Kesalahan Global ................................................................................... 16
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 18
A. Simpulan .................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Menulis merupakan kegiatan kebahasaan yang memegang peran penting dalam
dinamika peradaban manusia. Dengan menulis orang dapat melakukan komunikasi,
mengemukakan gagasan baik dari dalam maupun luar dirinya, dan mampu
memperkaya pengalamannya. Melalui kegiatan menulis pula orang dapat
mengambil manfaat bagi perkembangan dirinya. Keterampilan menulis merupakan
keterampilan yang bersifat mekanistis.
Keterampilan menulis tidak mungkin dikuasai hanya melalui teori saja, tetapi
dilaksanakan melalui latihan dan praktik yang teratur sehingga menghasilkan
tulisan yang tersusun dengan baik. Kejelasan organisasi tulisan bergantung pada
cara berpikir, penyusunan yang tepat, dan struktur kalimat yang baik (Hasani, 2005:
2).
Keterampilan menulis merupakan urutan yang terakhir dalam proses belajar
bahasa setelah keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca. Di antara ke
empat keterampilan berbahasa tersebut, keterampilan menulis yang paling sulit
dikuasai. Hal itu disebabkan keterampilan menulis menghendaki penguasaan
berbagai unsur kebahasaan dan di luar bahasa itu sendiri yang akan menjadi isi
karangan. Keterampilan menulis biasanya dikaitkan dengan pembelajaran
mengarang. Latihan menulis dan mengarang dalam pengajaran bahasa Indonesia
dapat membiasakan siswa untuk menerapkan pengetahuan kebahasaan, seperti tata
bahasa, kosa kata, gaya bahasa, ejaan, dan sebagainya.
Dalam menulis, sama halnya dengan hal-hal yang menyangkut aktifitas
berbahasa yang lain, terdapat kendala-kendala yang baik bersifat umum maupun
yang bersifat khusus. Kendala yang bersifat umum artinya kendala yang dialami
hampir oleh semua penulis, sedangkan kendala yang bersifat khusus adalah kendala
yang mungkin dialami oleh penulis-penulis tertentu secara individual dan sifatnya,
kurang lebih, unik (Zainurrahman, 2013: 206).

1
2

Dalam menulis banyak jenis kesalahan-kesalahan berbahasa yang kita


temukan. Konsep jenis kesalahan itu sendiri telah dikembangkan dan diberikan
contoh-contoh dalam bahasa bahasa Indonesia atau bahasa ibu penulis. Diharapkan
dengan mengetahui jenis kesalahan ini, guru dapat menganalisisnya sendiri
terhadao data yang diperolehnya dari peserta didik.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan menulis?
2. Apakah yang dimaksud dengan menulis kreatif dan kreatif siswa?
3. Apa sajakah jenis-jenis kesalahan dalam menulis?
4. Jelaskan jenis-jenis kesalahan dalam menulis!

C. Tujuan
1. Mengetahui pegertian menulis.
2. Mengetahui yang dimaksud dengan menulis kreatif dan kreatif siswa.
3. Mengetahui macam-macam jenis kesalahan dalam menulis.
4. Mengetahui pengertian jenis-jenis kesalahan dalam menulis.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Menulis
Syamsul Arifin dan Adi Kusrianto (2009: 42) mengungkapkan bahwa “menulis
adalah tindak komunikasi yang pada hakikatnya sama dengan berbicara. Kesamaan
itu terletak pada tujuan dan muatannya. Tujuan menulis atau berbicara adalah untuk
menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Sedangkan muatannya (sesuatu itu)
adalah berupa pikiran, perasaan, gagasan, pesan dan pendapat. Perbedaannya
terletak pada penggunaan media. Jika berbicara menggunakan bunyi bahasa
sebagai mediumnya, sedangkan menulis menggunakan lambing bunyi bahasa
sebagai alat penyampaiannya. Hal yang sama dengan kemampuan membaca terjadi
pula kepada kemampuan menulis. Sampai dengan penulisan buku ini, sudah cukup
banyak tulisan-tulisan di media massa yang secara terbuka mempertanyakan
mengapa menulis sangat dianaktirikan di negeri ini. Pelajaran menulis memang
rasanya tidak diberikan di sebagian besar sekolah-sekolah kita, mulai dari Sekolah
Dasar sampai perguruan tinggi. Diantara yang ada memberikan pelajaran itu, ada
yang hanya memberikan teori-teorinya saja, ada yang tidak sejalan dengan
pengajaran menulis seperti yang diajarkan. Lagi pula buku-buku pegangan dan
buku teks pelajaran menulis memang masih langka, untuk tidak mengatakan belum
ada sama sekali.
a. Membaca Sebagai Sarana Utama
Membaca memberikan berbagai-bagai ‘tenaga dalam’ yang sangat dibutuhkan
oleh seorang penulis, dan tenaga-tenaga dalam ini tidak bisa, atau hampir tidak
bisa, diperoleh dengan cara lain. Disadari atau tidak, diakui atau tidak, setiap
penulis pastilah memiliki secara lengkap tenaga-tenaga dalam ini.
1. Latar Belakang Informasi
Tenaga dalam yang pertama adalah latar belakang informasi yang luas.
Tanpa ini, tulisan seseorang akan berputar-putar di sekitar masalah itu ke itu
saja, penuh dengan klise-klise usang, kering dan kerdil. Tidak enak
membacanya. Sebaliknya, penulis yang memiliki latar belakang informasi
yang luas akan merasa mudah meramu tullisannya dengan berbagai ramuan
4

yang lazim digunakan orang di dalam penulisan, sehingga tulisannya enak


dibaca, dan menarik. Tulisan seperti itu dikatakan mempunyai referensi atau
kerangka referensi yang luas. Dan penulisnya dengan sendirinya juga punya
lebih banyak bahan untuk dituliskan.

2. Well- rounden Man


Seorang penulis haruslah mempunyai citra yang mirip dengan apa yang
dalam wawasan pendidikan liberal digambarkan sebagai the well rounded
man, yaitu orang, yang diibaratkan dengan bola bulat nya sempurna, sehingga
bisa bergulir kemana saja dilapangan. Artinya orang itu harus mengetahui
serba-serbi yang ada di dunia ini. Oleh karena itulah dari seorang penulis atau
orang yang ingin menjadi penulis, banyaklah membaca dalam beraneka ragam
bidang.

3. Penulis Harus Peka


Seorang penulis haruslah memiliki serangkaian kepekaan-kepekaan
tertentu, yang dikumpulkan, dilatih dan diasah tajam ketika membaca. Yang
pertama di antara rangkaian ini adalah kepekaan bahasa, yang mencakup
tulisan, paragraf, kalimat, arti kata, arti kiasan, bunyi kata, dan sebagainya,
dan agaknya juga mencakup tanda baca. Kepekaan lain yang juga harus tajam
adalah kepekaan mata dan betuk tulisan. Kadang-kadang kita kecewa setelah
membaca tulisan yangg panjang lebar dengan kata-kata yang berbunga
sedangkan isinya kecil saja. Ada pula tulisan yang terlalu padat dengan data-
data, sehingga terasa tidak enak membacanya, terasa kering.

4. Tulis Ulang
Perasaan cepat puas adalah perasaan yang harus dibuang jauh-jauh.
Perasaan ini menghalangi kemungkinan kita menjadi penulis. Sering-sering
kita terkagum-terkagum pada hasil kerja kita sendiri. Selesai menuliskan suatu
karangan, kita merasa cukup puas, dan berhenti sampai disitu. Seikap mau
menang sendirin juga menjadi hambatan utama untuk menjadi penulis.
Menulis adalah usaha untuk berkomunikasi yang mempunyai aturan main
5

serta kebiasaan-kebiasaannya sendiri. Hasil tulisan kita merupakan satu-


satunya media untuk menyampaikan pesan yang ingin kita sampaikan.
Maksudnya sesudah kita tuliskan, tidak dapat lagi kita tambahi dengan pesan
lisan. Oleh karena itulah aturan main dari kebiasaan menulis harus kita
hormati, dan jika menulis mengenai kerbau, hendaknya para pembaca juga
mendapat informasi mengenai kerbau, hendaknya para pembaca juga
mendapat informasi mengenai kerbau, bukan sapi, anjing atau binatang lain.
Hal ini perlu diperhatikan, karena salah tanggap atas isi suatu tulisan bukanlah
hal yang jarang terjadi.

B. Menulis Kreatif dan Kreatif Siswa


1. Menulis Kreatif pada Anak
Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, dunia anak adalah dunia
bermain. Perkembangan fisik, sosial, moral, intelektual, dan lingual anak
didapatkan dan didayagunakan dalam [ermainan-permainan yang
menyenangkan, yaitu permainan yang di dalamnya anak mendapatkan hiburan
dan pengetahuan. Hal ini menegaskan bahwa menulis kreatif bagi anak adalah
menulis dalam konteks bermain dengan menulis anak mendapatkan hiburan.
Oleh karena itu, menulis bagi anak adalah mengungkapkan pengalaman-
pengalaman menyenangkan yang pernah dialami melalui cerita, puisi, dan
novel.
a. Puisi Anak
Puisi anak adalahh puisi yang ditulis dengan mengggunakan sudut
pandang anak. Sudut pandang anak ini terlihat dari diksi atau pemilihan
kata, pembaitan, iramanya, gaya bahasa, sampai pada isi dan amantnya.
Artinya, standar puisi anak yang baik harus didasarkan pada sudut pandang
anak.sudut pandang anak ini dapat dipahami untuk menilai puisi sebagai
pengungkapkan pengalaman anak yang ditulis denngan kata-kata yang
disusun dalam bait yang berirama dan memiliki pesan pada pembaca. Jadi,
setiap pengalaman anak yang dituliskan dengan kata-kata yang susunanya
berbait-bait, berirama, dan memiliki pesan pada pembaca.
6

b. Cerita Anak
Sama dengan puisi, cerita anak adalah ccerita yang ditulis dengan
menggunakan sudut pandang anak. Oleh karena itu, jika yang menulis cerita
adalah anak bisa dipastikan akan menggunakan sudut pandak anak. Menulis
cerita bagi anak-anak substansinya adalah mengisahkan rangkaian peristiwa
yang telah dialami atau difantasikan oleh anak. Rangkaian peristiwa inilah
yang menjadi karakter dalam cerita anak. Jika puisi itu rangkaian kata yang
dibaitkan, cerita anak adalah rangkaian peristiwa yang dipadukan dengan
peristiwa lain sehingga menjalin kisah cerita.

2. Kreatif Menulis Anak


Setelah memahami materi yang akan menjadi bahan pembelajaran menulis
kreatif, selanjutnya guru harus memahami kreatifitas menulis yang dilakukan
anak. Hal ini penting agar selama pembelajaran guru mampu memandu dan
mendampingi anak dalam menulis atau menuangkan gagasan dan
pengalaman yang telah dieksplorasi, guru dapat membantu anak
menyelesaikan masalahnya. Dengan demikian, anak pun menuliskan gagasan
dan pengalamannya.
Kreativitas yang dilakukan anak saat menuliskan gagasan dan
pengalamannya menjadi karya kreatif melaluis serangkaian kegiatan ;
menentukan topik dan judul, mengeksplorasi gagasan-pengalaman sebagai
bahan renungan, proses menuliskan, dan membaca kembali karya yang sudah
jadi.

C. Jenis-jenis Kesalahan Menulis


Telah dikatakan bahwa kesalahan adalah penyimpangan-penyimpangan yang
bersifat sitematis yang dilakukan peserta didik ketika ia menggunakan bahasa.
Telah dijelaskan pula bahwa kesalahan yang bersifat sistematis berhubungan
dengan kompetensi.

Kesalahan berbahasa itu banyak jenisnya, namun tidak semuanya dapat


dikategorikan pada kesalahan yang berhubungan dengan kompetensi. Disadari pula
bahwa pada mulanya analisis kesalahan hanya digunakan untuk bahasa Inggris
7

sebagai bahasa kedua yang diajarkan di negara-negara dunia ini. Guru bahasa
Inggris yang mengajar peserta didik yang berlatar belakang bahasa bukan bahasa
Inggris menjumpai banyak kesulitan dan menemui bahwa peserta didik yang
mempelajari bahasa Inggris tersebut memuat kesalahan. Salah satu usaha untuk
mendeskripsikan kesalahan ini, ialah menerapkan analisis kesalahan.

Timbul pertanyaan, apakah analisis kesalahan dapat diterapkan di dalam


bahasa Indonesia? Jawabnya, dapat. Alasan utamanya karena bahasa Indonesia
merupakan bahasa kedua bagi hampir semua peserta didik di Indonesia. Memang
disadari sistem bahasa Indonesia sangat berbeda dengan sistem bahasa Inggris,
namun teori-teori bahasa Inggris dapat dipertimbangkan untuk menganalisis
kesalahan berbahasa Indonesia. Sudah tentu perlu diadakan penyesuaian-
penyesuaian. Itu sebabnya jenis kesalahan yang akan diuraikan lebih dihubungkan
dengan kenyataan di dalam bahasa Indonesia. Konsep jenis kesalahan itu sendiri
telah dikembangkan dan diberikan contoh-contoh dalam bahasa bahasa Indonesia
atau bahasa ibu penulis. Diharapkan dengan mengetahui jenis kesalahan ini, guru
dapat menganalisisnya sendiri terhadap data yang diperolehnya dari peserta didik.

1. Kesalahan Acuan
Di dalam bidang makna, disinggung pula apa yang disebut makna acuan (lihat
Pateda, 1986). Dalam kaitannya dengan jenis kesalahan, terdapat pula istilah
kesalahan acuan ‘referential errors’. Corder (dalam Allen dan Corder, Ed.
1974:123) mengatakan:

“.........where the speaker uses a term with the intention of refering to some
feature of the world to which it is conventionally inapplicable”.

Dalam kehidupan sehari-hari serig terjadi apa yang diambil, dibawa, ditunjuk,
dibayangkan, tidak sesuai dengan acuan yang dimaksud oleh pembicara. Misalnya
kita menyuruh seseorang, “Bawalah kursi kuliah”, lalu yang dibawa hanya kursi
biasa. Pada kesempatan lain kita menyuruh seorang anak, “Pergilah kau ke pasar,
belilah bawang putih”. Setelah beberapa lama anak tadi kembali, dan berkata “ini
kak” (sambil menyerahkan apa yang dibelinya). Serta merta timbul kejengkelan,
sebab yang dibeli bukan bawang putih melainkan bawang merah. Benda yang diacu
tidak sesuai dengan yang dikehendaki.
8

Pada kalimat, “Pergilah kau ke pasar, belilah bawang putih”, yang


kemudian kenyataannya hanya bawang merah, tidak dapat kita menyalahkan anak
itu, karena barangkali perintah yang diberikan tidak terlalu jelas bagi anak. Dalam
kaitan ini penerimaan pesan, kurang tepat.

Kesalahan acuan banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Pada


kesemapatan tertentu kita meminta ini, yang dibawa itu. Kita meminta dibelikan
celana panjangyang dibeli celana pendek. Singkatnya, kesalahan acuan berkaitan
dengan realisasi benda, proses, atau peristiwa yang tidak sesuai dengan acuanyang
dikehendaki pembicara atau penulis.

Kesalahan acuan berkaitan dengan realisasi benda, proses, atau peristiwa yang
tidak sesuai dengan acuan yang dikehendaki pembicaraan atau penulis. Misalnya
kita menyuruh seseorang, “Bawalah kursi !”, lalu yang dibawa hanya kursi biasa
padahal maksudnya kursi goyang.

2. Kesalahan Register
Istilah register sebenarnya dapat kita temui dalam bidang sosiolinguistik.
Wilkins (1972:137) berkata:

“..........it is supposed that there are distinct varities of language associated


with people’s accupations and to these the name “register” has been given”.

Mackey (1965:45) berkata:

“register is a term employed by some linguist to indicate the uses to which a


language is put occupational, emotive, informative”.

Memahami kutipan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa register


berhubungan dengan variasi bahasa yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang.
Dengan demikian kesalahan register, ‘registererrors’ adalah kesalahan yang
berhubungan dengan bidang pekerjaan seseorang.

Dalam bahasa indonesia terdapat kata operasi. Bagi seorang dokter, kata
operasi selalu dihubungkan dengan usaha menyelamatkan nyawa seseorang dengan
jalan membedah tbuh atau bagian tubuh. Misalnya, kita dengar dari kalimat dokter
yang berbunyi, “Operasi usus buntu anak Bapak, Insya Allah akan
9

dilaksanakan besok”. Terdengar pula kalimat, “Operasi jantung Pak Koko


berjalan lancar”. Bagi seorang petugas pemerintahan, kata operasi biasanya
dihubungkan dengan pemungutan pajak, penertiban keamanan, ajakan
membersihkan selokan sehingga muncul kalimat, “Operasi IPEDA akan
dilaksanakan hari jumat”. Ada pula kalimat, “Operasi pembersihan sampah
berhasil dengan baik karena ada partisipasi para pegawai”.

Melihat contoh penggunaan kata operasi terdapat perbedaan contoh yang


dikemukakan, terdapat jenis pekerjaan yakni dokter, dan petugas pemerintahan.
Penggunaan kata operasi dalam kalimat kalimat itu tidak salah. Tetapi kalau kita
berkata, “Para dokter melaksanakan operasi penagihan IPEDA”, tertentu tidak
terlalu tepat, karena operasi penagihan IPEDA lumrah dilaksanakan oleh petugas
pemerintahan.

3. Kesalahan Sosial
Dalam sosiolinguistik dikenal dengan variasi bahasa yang dikaitkandenga latar
belakang sosial disini, misalnya yang berhubungan dengan jenis kelamin,
pendidikan, umur, tempat tinggal, dan jabatan. Latar belakang sosial ini
mengharuskan kita untuk pandai-pandai memilih kata kalimat yang sesuai dengan
latar belakang orang yang diajak bicara. Kesalahan memilih kata yang dikaitkan
dengan status sosial orang yang diajak berbicara menimbulkan kesalahan yang

disebut kesalahan sosial, “social errors”. Corder (Allen dan Corder;


1974:123) berkata:
“Social errors, where he selects forms which are inappropriate to his social
relations with his hearer......”

Misalnya kalau seorang pendidik berkata kepada guru, “Pak kemarin aku
mendapat hadiah baju baru dari Ayah”, tentu penggunaan. Kata aku tidak
digunakan kepada orang yang status sosialnya lebih tinggi dari orang yang
berbicara (pembicara). Kalimat yang berbunyi, “Kepala Kampung A mampus
kemarin”, tentu kurang enak didengar karena kata mampus tidak sepantasnya
digunakan kepada orang yang mempunyai status sosial seperti kepala kampung.
Meskipun kata mampus bersinonim dengan kata meninggal atau wafat, tetapi
penggunaannya berbeda.
10

Dalam kaitan ini guru harus pandai-pandai mengoreksi kata yang digunakan si
terdidik. Di sini tentu kita berhadapan dengan bidang makna, penggunaan serta
pemilihan kata yang berkaitan dengan status sosial lawan bicara.

4. Kesalahan Tekstual
Kesalahan teskstual, ‘textual errors’ muncul sebagai akibat menafsirkan pesan
yang tersirat dalam kalimat atau wacana. Corder (dalam Allen dan Corder.Ed.
1974:123) berkata:
“when the speakers does not select the structurally correct form to show the
intenden relation between two sentences in a discource........”

Jelas di sini bahwa kesalahan tekstual mengacu pada jenis kesalahan yang
disebakan oleh tafsiran yang keliru terhadap kalimat atau wacana yang kita dengar
atau yang kita baca. Misalnya kalimat, “Anak dokter Ahmad Ali sakit”,
memperhatikan berbagai kemungkinan tafsiran. Seandainya yang saya maksud
hanya ada dua orang yang sakit dan sahabat saya berpendapat bahwa ada empat
orang yang sakit, maka tafsiran sahabat saya itu dapat digolongkan ke dalam
kesalahan tekstual.

Pendapat sahabat saya itu sebenarnya tidak salah karena, tidak ada penanda
untuk menunjukkan makna yang tersirat pada kalimat itu. Pada kehidupan sehari-
hari kealahan tekstual selalu muncul. Hal yang sama sering terjadi apabila ada
intruksi atau edaran dari Jakarta yang disalahtafsirkan oleh oknum pejabat di
daerah. Itu sebabnya petugas di Jakarta menyuruh petugas tertentu untuk memantau
isi edaran atau intruksi yang seharusnya diaksanakan.

5. Kesalahan Penerimaan
Kesalahan penerimaan, ‘receptive errors’, biasanya berhubungan dengan
keterampilan menyimak atau membaca.
Dihubungkan dengan menyimak kesalahan penerimaan disebabkan oleh, (i)
pendengar yang kurang memperhatikan pesan yang disampaikan oleh pembicara,
(ii) alat dengar pendengar (iii) suasana hati pendengar (iv) lingkungan pendengar,
misalnya kebisingan, ribut, (v) ujaran yang disampaikan tidak jelas, (vi) kata ata
kalimat yang digunakan pembicara mempunyai makna ganda, (vii) antara
11

pembicaraa dan pendengar tidak saling mengerti, (viii) terlalu banyak pesan yang
disamaikan sehingga sulit diingat oleh si pendengar.
Contoh, seorang ibu menyuruh kemenakannya dan berkta, “Dulah, pergilah
ke pasar, belilah ikan, mujair, sayur, kangkung, rempah-rempah dan
lombok”. Kemenakan yang disuruh segera kembali, tetaoi yang ia beli tidak sesuai
dengan apa yang disuruhkan kepadanya. Kenyataan ini memperlihatkan adanya
kesalahan penerimaan yang barangkali disebabkan banyaknya pesan yang
disampaikan. Kesalahan penerimaan kadang-kadang mencelakakan orang lain.

6. Kesalahan Pengungkapan
Kesalahan pengungkapan , ‘expressive errors’ berkaitaan dengan pembicara.
Pembicara atau penulis salah mengungkapkan atau menyampaikan apa yang
dipikirkannya, yang dirasakannya atauyang diinginkannya. Misalnya petugas
bandar udara mengucapkan fifteen, padahal yang dimaksud fifty. Akibat salah
pengungkapan itu kapten kapal (Pilot) segera menukikkan pesawatnya dan tentu
saja kecelakaan tak dapat dihindari.
Di dalam sidang-sidang, apakah yang namanya rapat atau diskusi sering kita
dengar seorang pembicara mengatakan, “Pendapat saya identik dengan pendapat
Bapak itu”. Sering juga kita dengar orang berkata, “Mereka melakukan
peninjauan on de pot”, padahal yang dimaksudkan on the spot, kata intruksi untuk
intruksi.
Akibat salah pengungkapan pasti banyak, dan salah satunya telah diberikan
contohnya di atas. Dalam kaitan ini, guru harus segera memperbaikinya kalau hal
itu ia jumpai dalam praktek bahasa si terdidik.

7. Kesalahan Perorangan
Kesalahan perorangan. ‘error of individuals’, jelas menggambarkan yang
dibuat oleh seseorang di antara kawan-kawannya sekelas. Kalau kita mengajar,
pelajaran yang kita berikan tentunya ditujukan untuk sekelompok terdidik yang
terdapat di dalam sebuah kelas, namun yang belajar sesungguhnya individu-
individu itu sendiri.
12

Kalau kita memberikan tugas kepada mereka, katakanlah menulis, hasilnya


tentu harus kita periksa. Ketika kita memeriksa, kita dapat memisahkan kesalahan
yang sifatnya perorangan dan yang sifatnya kelompok, bahkan yang sifatnya
klaksikal. Misalnya, semuanya menulis huruf kapital di awal kalimat dan hanya
seorang yang tidak. Kesalahan seperti ini kita sebut kesalahan perorangan.
Memperbaiki kesalahan perorangan tentu bersifat perorangan pula. Sebagai seorang
guru, kita bergembira karena hanya seorang yang salah. Kesalahan seperti itu
mudah diperbaiki, karena kita hanya menghadapi seorang.

8. Kesalahan Kelompok
Hendaknya kita bedakan pengertian kelompok dan leksikal. Kelompok
merupakan bagian dari murid-murid sekelas yang sifatnya klasikal. Sekelompok
boleh saja hanya 3 orang. 5 orang tetapi barangkali pula sampai 10 orang.
Mempelajari kesalahan kelompok, ‘errors of groups! hanya berarti apabila
kelompok itu homogen, misalnya menggunakan bahasa ibu yang sama dengan
semuanya memopunyai latar belakang yang sama, baik intelektual maupun sosial.
Murid yang menggunakan bahasa yang berbeda-beda, kesalahannya lebih banyak
jika dibandingkan dengan murid-murid homogen. Seorang guru yang menguruh si
terdidik berbicara, membaca atau menulis pasti akan menemukan kesalahan.
Kesalahan itu, ada yang berulang-ulang dibuat oleh kelonmpok atau oleh banyak
orang. Kesalahan seperti itu, disebut kesalahan kelompok, oleh karena sifatnya
kelompok, tentu memperbaikinya secara kelompok pula, dan pasti menggunakan
waktu lama. Latihan bersama-sama dapat digunakan untuk memperbaiki kesalahan
kelompok.

9. Kesalahan Menganalogi
Kesalahan menganalogi, ‘errors of overgeneralization atau ‘analogical errors’
adalah sejenis kesalahan pada si terdidik yang menguasai suatu bentuk bahasa yang
dipelajari lalu menerapkannya dalam konteks, padahal bentuk itu tidak dapat
diterapkan. Si terdidik melakukan proses pemukulrataan, tetapi proses
pemukulrataan yang berlebihan. Si terdidik menggunakan kata atau kalimat yang
13

berpola pada kata atau kalimat yang didengarnya padahal bentuk itu tidak dapat
diterapkan.
Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat kata-kata tobat, topan, torat, hyang
berasal dari bahasa Arab taubbat, taufan, taurat (Badudu 1974:32). Berdasarkan
bentuk taubat, taufan, taurat, muncul kata anggauta, sentausa, tauladan, yang tentu
saja salah. Yang benar, anggota, sentosa, teladan. Kesalahan dengan jalan
menganggap kata anggota, sentosa, teladan dapat diubah menjadi anggauta,
sentausa, tauladan, termasuk kesalahan menganalogi.
Demikian pula, dalam bahasa Indonesia terdapat kata mahasiswa, mahasiswi,
siswa, siswi yang sebenarnya menganalogi pada bahasa Sansakerta , dewa, dewi,
putera, puteri. Ttetapi kalau si terdidik mengatakan ketua, ketui, kepala, kepili, ini
menandakan adanya kesalahan analogi. Oleh karena itu akhiran –i itu tidak dapat
dilekatkan begitu saja pada bentuk-bentuk kata bahasa Indonesia.
Tugas guru menunjukkan bentuk yang benar. Bentuk yang benar adalah ketua,
kepala, baik utnuk laki-laki maupun perempuasn. Tidak mungkin kita mengatakan
ketui meskipun ketua itu adalah perempuan.

10. Kesalahan Transfer


Kesalahan transfer, ‘transfer errors’ terjadi apabila kebiasaan-kebiasaan pada
bahasa pertama diterapkan pada bahasa yang dipelajari. Misalnya, dalam bahasa
Indonesia tidak mempunyai bunyi /Ɵ/ seperti dalam kata Inggris “thank, think”.

Orang Indonesia sering menggantikan bunyi tadi dengan /t/ atau /s/. Proses
penggantian semacam ini yang disebut transfer. Corder (dalam Allen dan Corder.
Ed. 1974: 130) berkata:
“this observation has led to the widely accepted theory of transfer which states
that a learner of a second language transfers into his performance in the
second language the habits of his mother-tongue”.
Apabila sistem bahasa pertama mirip dengan bahasa kedua, transfer ini disebut
fasilitas ‘facilition’ atau transfer positif ‘positive transfer’ atau interlingual, dan
apabila transfer yang disebabkan oleh sistem bahasa yang berbeda, disebut
14

interferensi ‘interference’ atau intralingual. Untuk transfer positif, misalnya


transfer yang terjadi pada pembicara bahasa Gorontalo ketika ia mempelajari
bahasa Indonesia, dan untuk interferensi atau transfer negatif ;negative transfer’,
atau intralingual, misalnya transfer yang terjadi pada pembicara bahasa Gorontalo
atau bahasa Indonesia yang mempelajari bahasa Inggris.
Kalau kita berbicara bahasa Indonesia, sering muncul pengaruh bahasa ibu,
lebih-lebih dalam kalimat. Orang Indonesia sering mengatakan, “Rumahnya si Ali
terbakar”. Kita mengetahui unsur-nya pada kata rumahnya menandai makna
punya, sedangkan dalam kalimat, “Rumahnya si Ali terbakar”, yang memiliki
rumah sudah jelas, yakni Ali. Kalau demikian, unsur-nya pada kata rumahnya, tidak
dibutuhkan lagi. Tetapi kalimat, “Rumahnya si Ali terbakar” dan yang sejenisnya
sering muncul. Mengapa? Hal ini disebabkan oleh pengaruh bahasa ibu atau bahasa
daerah. Misalnya, dalam bahasa Indonesia kalimat, “Rumahnya si Ali terbakar”,
dalam bahasa Gorontalo menjadi “Bele le Ali lopobu”. Morfem le ‘kepunyaan’
tidak dapat dihilangkan, sebab dalam bahasa Gorontalo tidak ada kalimat, Bele Ali
lopobu. Rupa-rupanya morfem le yang mempengaruhi hadirnya –nya pada kata
rumahnya. Oleh karena bahasa Gorontalo dan bahasa Indonesia masih serumpun,
maka transfer seperti ini disebut transfer postif.
Orang Gorontalo yang mempelajari bahasa Inggris sering melafalkan, det, sing
untuk kata-kata that, thing, karena dalam bahasa Gorontolo tidak terdapat bunyi
/Ɵ/. Kesalahan seperti ini disebut kesalahan transfer, dan termasuk kesalahan
transfer negatif atau interferensi atau intralingual, karena bahasa Gorontalo dan
bahasa Inggris tidak serumpun. Dengan kata lain sistem bahasa Gorontalo dan
sistem bahasa Inggris tidak mirip.

11. Kesalahan Guru


Kesalahan guru sebenarnya berhubungan dengan teknik dan metode
pengajaran yang dilakukan guru di dalam kelas. Kesalahan guru, ‘teaching-
induced’ adalah kesalahan yang dibuat peserta didik karena metode atau bahan yang
diajarkan salah. Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat sisipan –el- dan –er-.
Guru yang kurang berhati-hati mengatakan, sisipan –el- dan –er- dapat dilekatkan
15

pada beberapa kata yang dikiranya mungkin. Itu sebabnya ia berkata, sisipan –el-
terdapat pada kata belebas dan gelas, sisipan –er- terdapat kata beras, dan sisipan
–em- terdapat pada pemakai. Penjelasan guru ini kelihatannya masuk akal karena
kata-kata itu dapat diuraikan menjadi:
Bebas + -el- menjadi belebas
Gas + -el- menjadi gelas
Bas + -er- menjadi beras
Pakai + -em- menjadi pemakai
Padahal kata bebas tidak ada hubungan sama sekali dengan kata belebas, kata gas
tidak ada hubungan sama sekali dengan kata gelas, kata bas tidak ada hubungan
sama sekali dengan kata beras, dan kata pakai sebenarnya beroleh imbuhan pe-.
Imbuhan pe- yang diletakkan pada morfem dasar pakai mengalami proses
morfofonologi, yakni / p / luluh dan muncul sengau /m /.
Peserta didik menerima penjelasan guru tanpa koreksi. Contoh guru tadi
digunakannya. Peserta didik salah, padahal kesalahannya disebabkan oleh guru. Itu
sebabnya kesalahan seperti ini disebut kesalahan guru. Untuk itu guru harus hati-
hati. Kadang-kadang guru asal menjelaskan saja, dan tidak jarang guru yang hanya
mengarang saja jawaban karena takut dijuluki guru yang bodoh. Untuk melindungi
ketidaktahuan guru, ia memberikan penjelasan yang tidak menyakinkan. Peserta
didik tentu menerima begitu saja penjelasan guru, karena guru adalah orang yang
harus dipercaya.

12. Kesalahan Lokal


Kesalahan lokal, ‘local errors’ adalah kesalahan yang tidak menghambat
komunikasi yang pesannya diungkapkan dalam sebuah kalimat. Menurut Valdman
(1975) yang dikutip oleh Ruru dan Ruru (1985:2), kesalahan lokal adalah kesalahan
linguistis, ‘linguistic eror’ yang menyebabkan suatu bentuk ‘form’ atau struktur
dalam sebuah kalmat tampak canggung, tetapi bagi seorang penutur yang mahir
bahasa asing hampir tidak ada kesulitan untuk mengerti apa yang dimaksud dengan
kalimat itu.
Kesalahan lokal dapat juga kita katakan kesalahan yang disebabkan oleh
penggunaan bahasa yang biasa di daerah tertentu kemudia digunakan untuk
16

berkomunikasi dengan orang dari daerah lain. Misalnya, di daerah Gorontalo


digunakan kata bola kaki untuk sepak bola. Itu sebabnya orang Gorontalo akan
mengatakan, ‘pertandingan bola kaki antara PSIS dan Persebaya berlangsung
seru’. Orang Jakarta masih mengerti, meskipun di Jakarta (dan bentuk itu yang
baku) digunakan kata sepak bola. Demikian pula, di Ujung Pandang orang
mengatakan kata kami untuk mengacu saudara atau anda. Itu sebabnya orang Ujung
Pandang akan mengatakan, “Kami sudah lama di sini?” “Kami tinggal di
mana?”. Yang dimaksud dengan kata kami pada kedua kalimat ini, adalah saudara
atau anda. Orang sunda yang mendengarkan kalimat tadi tentu mengerti, meskipun
bertanya-tanya dalam hati, siapa yang ia maksud dengan kata kami.
Kesalahan ini tidak menghambat komunikasi. Pendengar masih mengerti.
Orang Jakarta pasti mengerti kalau orang Gorontalo mengatakan, “Pukul berapa
pertandingan bola kaki itu dimulai?” orang Jakarta dengan segala kerelaan hati
akan menjawab, “nanti malam, Pak. Bapak datang dari daerah?”. Dalam kaitan ini
Norrish (1983:128) berkata: “local error, which only affects the meaning of the
clause in which it is found”. Bagi Nourrish kesalahan lokal hanya disebabkan oleh
pengaruh makna yang terdapat di dalam klausa.

13. Kesalahan Global


Kesalahan global, ‘global error’ adalah kesalahan karena efek makna seluruh
kalimat (Nourrish, 1983:127). Kesalahan jenis ini menyebabkan pendengar atau
pembaca salah mengerti suatu pesan atau mengganggap suatu kalimat tidak dapat
dimengerti. Valdman (1975) yang dikutip Ruru dan Ruru (1985:2) mengadakan
modifikasi terhadap batasan yang dikemukakan di atas. Valdman mendefinisikan
kesalahan global sebagai kesalahan komunikatif yang menyebabkan seorang
penutur yang mahir dalam suatu bahas asing, salah tafsir terhadap pesan lisan atau
yang tertulis.
Kalimat yang digunakan menimbulkan berbagai tafsiran. Kita mengharapkan
makna ini, realisasinya lain, karena efek makna yang ditimbulkan oleh keseluruhan
kalimat. Contoh, salah satu bunyi putusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi
DEPDIKBUD No. 26/DIKTI/Kep/1985 tanggal 25 Mei 1985 berbunyi: “ yang
dapat dipilih sebagai calon ketua/ sekertaris jurusan adalah tenaga pengajar biasa
17

dalam jurusan yang bersangkutan”. Pada kalimat ini terhadap urutan kata, tenaga
pengajar biasa yang dapat ditafsirkan tenaga tetap di jurusan atau tenaga lain, asal
saja yang mengajar di jurusan yang bersangkutan. Baragkali penyusun konsep surat
putusan itu berpendapat bahwa yang dimaksud adalah tenaga tetap, tetapi karena
ada penggunaan kata tenaga pengajar biasa, maka yang diharapkan menjadi lain.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Menulis sebagai aktifitas berbahasa, tidak akan pernah tuntas dan lengkap
dibahas, dikarenakan begitu rumitnya dan bervariasinya konsep dan terapannya.
Menulis merupakan sebuah proses penting dalam kehidupan manusia, karena selain
menunjang profesionalisme juga merupakan refleksi dari kesadaran berbahasa dan
kemampuan berkomunikasi sebagai makhluk sosial yang memiliki kompetensi.
Ada beberapa kesalahan atau kesulitan saat kegiatan menulis diantaranya yaitu, 1)
kesalahan acuan, 2) kesalahan register, 3) kesalahan sosial, 4) kesalahan tekstual,
5) kesalahan penerimaan, 6) kesalahan pengungkapan, 7) kesalahan perorangan, 8)
kesalahan kelompok, 9) kesalahan menganalogi, 10) kesalahan transfer, 11)
kesalahan guru, 12) kesalahan lokal, dan 13) kesalahan global.

Beberapa kesalahan di atas adalah jenis-jenis kesalahan dalam kegiatan


menulis tanpa kita sadari selalu muncul dalam kehidupan sehari-hari. Banyak kita
jumpai kesalahan-kesalan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai calon
pendidik haruslah mengetahui kesalahan-kesalahan itu, karena calon pendidik
haruslah dapat menganalisis terhadap data-data yang diperoleh dari peserta didik
untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan peserta didik dalam pembelajaran
menulis. Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan tentang bahasa adalah hal utama
yang harus dipahami, karena dalam kegiatan menulis ilmu kebahasaan wajib kita
miliki dan pahami agar dapat melakukan kegiatan menulis dengan baik dan benar
begitu juga dalam menganalisis tulisan ilmu kebahasan adalah utamanya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Pateda, Mansoer. 1989. Analisis Kesalahan. Flores-NTT: Nusa Indah.

Zainurrahman. 2013. Menulis: Dari Teori Hingga Praktik. Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai