oleh:
Kelompok 2
1. Jaya 165030001
2. Cica Sartika 165030037
3. Triansa Nurul Falah 165030039
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang jenis-
jenis kesulitan menulis ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan
juga kami berterima kasih kepada Dr. Hj. R. Panca Pertiwi Hidayati, M.Pd. dan Setiawan,
M.Pd. selaku Dosen mata kuliah Analisis Kesulitan Menulis yang telah memberikan tugas
ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai ragam kamus. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan menulis?
2. Apakah yang dimaksud dengan menulis kreatif dan kreatif siswa?
3. Apa sajakah jenis-jenis kesalahan dalam menulis?
4. Jelaskan jenis-jenis kesalahan dalam menulis!
C. Tujuan
1. Mengetahui pegertian menulis.
2. Mengetahui yang dimaksud dengan menulis kreatif dan kreatif siswa.
3. Mengetahui macam-macam jenis kesalahan dalam menulis.
4. Mengetahui pengertian jenis-jenis kesalahan dalam menulis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Menulis
Syamsul Arifin dan Adi Kusrianto (2009: 42) mengungkapkan bahwa “menulis
adalah tindak komunikasi yang pada hakikatnya sama dengan berbicara. Kesamaan
itu terletak pada tujuan dan muatannya. Tujuan menulis atau berbicara adalah untuk
menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Sedangkan muatannya (sesuatu itu)
adalah berupa pikiran, perasaan, gagasan, pesan dan pendapat. Perbedaannya
terletak pada penggunaan media. Jika berbicara menggunakan bunyi bahasa
sebagai mediumnya, sedangkan menulis menggunakan lambing bunyi bahasa
sebagai alat penyampaiannya. Hal yang sama dengan kemampuan membaca terjadi
pula kepada kemampuan menulis. Sampai dengan penulisan buku ini, sudah cukup
banyak tulisan-tulisan di media massa yang secara terbuka mempertanyakan
mengapa menulis sangat dianaktirikan di negeri ini. Pelajaran menulis memang
rasanya tidak diberikan di sebagian besar sekolah-sekolah kita, mulai dari Sekolah
Dasar sampai perguruan tinggi. Diantara yang ada memberikan pelajaran itu, ada
yang hanya memberikan teori-teorinya saja, ada yang tidak sejalan dengan
pengajaran menulis seperti yang diajarkan. Lagi pula buku-buku pegangan dan
buku teks pelajaran menulis memang masih langka, untuk tidak mengatakan belum
ada sama sekali.
a. Membaca Sebagai Sarana Utama
Membaca memberikan berbagai-bagai ‘tenaga dalam’ yang sangat dibutuhkan
oleh seorang penulis, dan tenaga-tenaga dalam ini tidak bisa, atau hampir tidak
bisa, diperoleh dengan cara lain. Disadari atau tidak, diakui atau tidak, setiap
penulis pastilah memiliki secara lengkap tenaga-tenaga dalam ini.
1. Latar Belakang Informasi
Tenaga dalam yang pertama adalah latar belakang informasi yang luas.
Tanpa ini, tulisan seseorang akan berputar-putar di sekitar masalah itu ke itu
saja, penuh dengan klise-klise usang, kering dan kerdil. Tidak enak
membacanya. Sebaliknya, penulis yang memiliki latar belakang informasi
yang luas akan merasa mudah meramu tullisannya dengan berbagai ramuan
4
4. Tulis Ulang
Perasaan cepat puas adalah perasaan yang harus dibuang jauh-jauh.
Perasaan ini menghalangi kemungkinan kita menjadi penulis. Sering-sering
kita terkagum-terkagum pada hasil kerja kita sendiri. Selesai menuliskan suatu
karangan, kita merasa cukup puas, dan berhenti sampai disitu. Seikap mau
menang sendirin juga menjadi hambatan utama untuk menjadi penulis.
Menulis adalah usaha untuk berkomunikasi yang mempunyai aturan main
5
b. Cerita Anak
Sama dengan puisi, cerita anak adalah ccerita yang ditulis dengan
menggunakan sudut pandang anak. Oleh karena itu, jika yang menulis cerita
adalah anak bisa dipastikan akan menggunakan sudut pandak anak. Menulis
cerita bagi anak-anak substansinya adalah mengisahkan rangkaian peristiwa
yang telah dialami atau difantasikan oleh anak. Rangkaian peristiwa inilah
yang menjadi karakter dalam cerita anak. Jika puisi itu rangkaian kata yang
dibaitkan, cerita anak adalah rangkaian peristiwa yang dipadukan dengan
peristiwa lain sehingga menjalin kisah cerita.
sebagai bahasa kedua yang diajarkan di negara-negara dunia ini. Guru bahasa
Inggris yang mengajar peserta didik yang berlatar belakang bahasa bukan bahasa
Inggris menjumpai banyak kesulitan dan menemui bahwa peserta didik yang
mempelajari bahasa Inggris tersebut memuat kesalahan. Salah satu usaha untuk
mendeskripsikan kesalahan ini, ialah menerapkan analisis kesalahan.
1. Kesalahan Acuan
Di dalam bidang makna, disinggung pula apa yang disebut makna acuan (lihat
Pateda, 1986). Dalam kaitannya dengan jenis kesalahan, terdapat pula istilah
kesalahan acuan ‘referential errors’. Corder (dalam Allen dan Corder, Ed.
1974:123) mengatakan:
“.........where the speaker uses a term with the intention of refering to some
feature of the world to which it is conventionally inapplicable”.
Dalam kehidupan sehari-hari serig terjadi apa yang diambil, dibawa, ditunjuk,
dibayangkan, tidak sesuai dengan acuan yang dimaksud oleh pembicara. Misalnya
kita menyuruh seseorang, “Bawalah kursi kuliah”, lalu yang dibawa hanya kursi
biasa. Pada kesempatan lain kita menyuruh seorang anak, “Pergilah kau ke pasar,
belilah bawang putih”. Setelah beberapa lama anak tadi kembali, dan berkata “ini
kak” (sambil menyerahkan apa yang dibelinya). Serta merta timbul kejengkelan,
sebab yang dibeli bukan bawang putih melainkan bawang merah. Benda yang diacu
tidak sesuai dengan yang dikehendaki.
8
Kesalahan acuan berkaitan dengan realisasi benda, proses, atau peristiwa yang
tidak sesuai dengan acuan yang dikehendaki pembicaraan atau penulis. Misalnya
kita menyuruh seseorang, “Bawalah kursi !”, lalu yang dibawa hanya kursi biasa
padahal maksudnya kursi goyang.
2. Kesalahan Register
Istilah register sebenarnya dapat kita temui dalam bidang sosiolinguistik.
Wilkins (1972:137) berkata:
Dalam bahasa indonesia terdapat kata operasi. Bagi seorang dokter, kata
operasi selalu dihubungkan dengan usaha menyelamatkan nyawa seseorang dengan
jalan membedah tbuh atau bagian tubuh. Misalnya, kita dengar dari kalimat dokter
yang berbunyi, “Operasi usus buntu anak Bapak, Insya Allah akan
9
3. Kesalahan Sosial
Dalam sosiolinguistik dikenal dengan variasi bahasa yang dikaitkandenga latar
belakang sosial disini, misalnya yang berhubungan dengan jenis kelamin,
pendidikan, umur, tempat tinggal, dan jabatan. Latar belakang sosial ini
mengharuskan kita untuk pandai-pandai memilih kata kalimat yang sesuai dengan
latar belakang orang yang diajak bicara. Kesalahan memilih kata yang dikaitkan
dengan status sosial orang yang diajak berbicara menimbulkan kesalahan yang
Misalnya kalau seorang pendidik berkata kepada guru, “Pak kemarin aku
mendapat hadiah baju baru dari Ayah”, tentu penggunaan. Kata aku tidak
digunakan kepada orang yang status sosialnya lebih tinggi dari orang yang
berbicara (pembicara). Kalimat yang berbunyi, “Kepala Kampung A mampus
kemarin”, tentu kurang enak didengar karena kata mampus tidak sepantasnya
digunakan kepada orang yang mempunyai status sosial seperti kepala kampung.
Meskipun kata mampus bersinonim dengan kata meninggal atau wafat, tetapi
penggunaannya berbeda.
10
Dalam kaitan ini guru harus pandai-pandai mengoreksi kata yang digunakan si
terdidik. Di sini tentu kita berhadapan dengan bidang makna, penggunaan serta
pemilihan kata yang berkaitan dengan status sosial lawan bicara.
4. Kesalahan Tekstual
Kesalahan teskstual, ‘textual errors’ muncul sebagai akibat menafsirkan pesan
yang tersirat dalam kalimat atau wacana. Corder (dalam Allen dan Corder.Ed.
1974:123) berkata:
“when the speakers does not select the structurally correct form to show the
intenden relation between two sentences in a discource........”
Jelas di sini bahwa kesalahan tekstual mengacu pada jenis kesalahan yang
disebakan oleh tafsiran yang keliru terhadap kalimat atau wacana yang kita dengar
atau yang kita baca. Misalnya kalimat, “Anak dokter Ahmad Ali sakit”,
memperhatikan berbagai kemungkinan tafsiran. Seandainya yang saya maksud
hanya ada dua orang yang sakit dan sahabat saya berpendapat bahwa ada empat
orang yang sakit, maka tafsiran sahabat saya itu dapat digolongkan ke dalam
kesalahan tekstual.
Pendapat sahabat saya itu sebenarnya tidak salah karena, tidak ada penanda
untuk menunjukkan makna yang tersirat pada kalimat itu. Pada kehidupan sehari-
hari kealahan tekstual selalu muncul. Hal yang sama sering terjadi apabila ada
intruksi atau edaran dari Jakarta yang disalahtafsirkan oleh oknum pejabat di
daerah. Itu sebabnya petugas di Jakarta menyuruh petugas tertentu untuk memantau
isi edaran atau intruksi yang seharusnya diaksanakan.
5. Kesalahan Penerimaan
Kesalahan penerimaan, ‘receptive errors’, biasanya berhubungan dengan
keterampilan menyimak atau membaca.
Dihubungkan dengan menyimak kesalahan penerimaan disebabkan oleh, (i)
pendengar yang kurang memperhatikan pesan yang disampaikan oleh pembicara,
(ii) alat dengar pendengar (iii) suasana hati pendengar (iv) lingkungan pendengar,
misalnya kebisingan, ribut, (v) ujaran yang disampaikan tidak jelas, (vi) kata ata
kalimat yang digunakan pembicara mempunyai makna ganda, (vii) antara
11
pembicaraa dan pendengar tidak saling mengerti, (viii) terlalu banyak pesan yang
disamaikan sehingga sulit diingat oleh si pendengar.
Contoh, seorang ibu menyuruh kemenakannya dan berkta, “Dulah, pergilah
ke pasar, belilah ikan, mujair, sayur, kangkung, rempah-rempah dan
lombok”. Kemenakan yang disuruh segera kembali, tetaoi yang ia beli tidak sesuai
dengan apa yang disuruhkan kepadanya. Kenyataan ini memperlihatkan adanya
kesalahan penerimaan yang barangkali disebabkan banyaknya pesan yang
disampaikan. Kesalahan penerimaan kadang-kadang mencelakakan orang lain.
6. Kesalahan Pengungkapan
Kesalahan pengungkapan , ‘expressive errors’ berkaitaan dengan pembicara.
Pembicara atau penulis salah mengungkapkan atau menyampaikan apa yang
dipikirkannya, yang dirasakannya atauyang diinginkannya. Misalnya petugas
bandar udara mengucapkan fifteen, padahal yang dimaksud fifty. Akibat salah
pengungkapan itu kapten kapal (Pilot) segera menukikkan pesawatnya dan tentu
saja kecelakaan tak dapat dihindari.
Di dalam sidang-sidang, apakah yang namanya rapat atau diskusi sering kita
dengar seorang pembicara mengatakan, “Pendapat saya identik dengan pendapat
Bapak itu”. Sering juga kita dengar orang berkata, “Mereka melakukan
peninjauan on de pot”, padahal yang dimaksudkan on the spot, kata intruksi untuk
intruksi.
Akibat salah pengungkapan pasti banyak, dan salah satunya telah diberikan
contohnya di atas. Dalam kaitan ini, guru harus segera memperbaikinya kalau hal
itu ia jumpai dalam praktek bahasa si terdidik.
7. Kesalahan Perorangan
Kesalahan perorangan. ‘error of individuals’, jelas menggambarkan yang
dibuat oleh seseorang di antara kawan-kawannya sekelas. Kalau kita mengajar,
pelajaran yang kita berikan tentunya ditujukan untuk sekelompok terdidik yang
terdapat di dalam sebuah kelas, namun yang belajar sesungguhnya individu-
individu itu sendiri.
12
8. Kesalahan Kelompok
Hendaknya kita bedakan pengertian kelompok dan leksikal. Kelompok
merupakan bagian dari murid-murid sekelas yang sifatnya klasikal. Sekelompok
boleh saja hanya 3 orang. 5 orang tetapi barangkali pula sampai 10 orang.
Mempelajari kesalahan kelompok, ‘errors of groups! hanya berarti apabila
kelompok itu homogen, misalnya menggunakan bahasa ibu yang sama dengan
semuanya memopunyai latar belakang yang sama, baik intelektual maupun sosial.
Murid yang menggunakan bahasa yang berbeda-beda, kesalahannya lebih banyak
jika dibandingkan dengan murid-murid homogen. Seorang guru yang menguruh si
terdidik berbicara, membaca atau menulis pasti akan menemukan kesalahan.
Kesalahan itu, ada yang berulang-ulang dibuat oleh kelonmpok atau oleh banyak
orang. Kesalahan seperti itu, disebut kesalahan kelompok, oleh karena sifatnya
kelompok, tentu memperbaikinya secara kelompok pula, dan pasti menggunakan
waktu lama. Latihan bersama-sama dapat digunakan untuk memperbaiki kesalahan
kelompok.
9. Kesalahan Menganalogi
Kesalahan menganalogi, ‘errors of overgeneralization atau ‘analogical errors’
adalah sejenis kesalahan pada si terdidik yang menguasai suatu bentuk bahasa yang
dipelajari lalu menerapkannya dalam konteks, padahal bentuk itu tidak dapat
diterapkan. Si terdidik melakukan proses pemukulrataan, tetapi proses
pemukulrataan yang berlebihan. Si terdidik menggunakan kata atau kalimat yang
13
berpola pada kata atau kalimat yang didengarnya padahal bentuk itu tidak dapat
diterapkan.
Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat kata-kata tobat, topan, torat, hyang
berasal dari bahasa Arab taubbat, taufan, taurat (Badudu 1974:32). Berdasarkan
bentuk taubat, taufan, taurat, muncul kata anggauta, sentausa, tauladan, yang tentu
saja salah. Yang benar, anggota, sentosa, teladan. Kesalahan dengan jalan
menganggap kata anggota, sentosa, teladan dapat diubah menjadi anggauta,
sentausa, tauladan, termasuk kesalahan menganalogi.
Demikian pula, dalam bahasa Indonesia terdapat kata mahasiswa, mahasiswi,
siswa, siswi yang sebenarnya menganalogi pada bahasa Sansakerta , dewa, dewi,
putera, puteri. Ttetapi kalau si terdidik mengatakan ketua, ketui, kepala, kepili, ini
menandakan adanya kesalahan analogi. Oleh karena itu akhiran –i itu tidak dapat
dilekatkan begitu saja pada bentuk-bentuk kata bahasa Indonesia.
Tugas guru menunjukkan bentuk yang benar. Bentuk yang benar adalah ketua,
kepala, baik utnuk laki-laki maupun perempuasn. Tidak mungkin kita mengatakan
ketui meskipun ketua itu adalah perempuan.
Orang Indonesia sering menggantikan bunyi tadi dengan /t/ atau /s/. Proses
penggantian semacam ini yang disebut transfer. Corder (dalam Allen dan Corder.
Ed. 1974: 130) berkata:
“this observation has led to the widely accepted theory of transfer which states
that a learner of a second language transfers into his performance in the
second language the habits of his mother-tongue”.
Apabila sistem bahasa pertama mirip dengan bahasa kedua, transfer ini disebut
fasilitas ‘facilition’ atau transfer positif ‘positive transfer’ atau interlingual, dan
apabila transfer yang disebabkan oleh sistem bahasa yang berbeda, disebut
14
pada beberapa kata yang dikiranya mungkin. Itu sebabnya ia berkata, sisipan –el-
terdapat pada kata belebas dan gelas, sisipan –er- terdapat kata beras, dan sisipan
–em- terdapat pada pemakai. Penjelasan guru ini kelihatannya masuk akal karena
kata-kata itu dapat diuraikan menjadi:
Bebas + -el- menjadi belebas
Gas + -el- menjadi gelas
Bas + -er- menjadi beras
Pakai + -em- menjadi pemakai
Padahal kata bebas tidak ada hubungan sama sekali dengan kata belebas, kata gas
tidak ada hubungan sama sekali dengan kata gelas, kata bas tidak ada hubungan
sama sekali dengan kata beras, dan kata pakai sebenarnya beroleh imbuhan pe-.
Imbuhan pe- yang diletakkan pada morfem dasar pakai mengalami proses
morfofonologi, yakni / p / luluh dan muncul sengau /m /.
Peserta didik menerima penjelasan guru tanpa koreksi. Contoh guru tadi
digunakannya. Peserta didik salah, padahal kesalahannya disebabkan oleh guru. Itu
sebabnya kesalahan seperti ini disebut kesalahan guru. Untuk itu guru harus hati-
hati. Kadang-kadang guru asal menjelaskan saja, dan tidak jarang guru yang hanya
mengarang saja jawaban karena takut dijuluki guru yang bodoh. Untuk melindungi
ketidaktahuan guru, ia memberikan penjelasan yang tidak menyakinkan. Peserta
didik tentu menerima begitu saja penjelasan guru, karena guru adalah orang yang
harus dipercaya.
dalam jurusan yang bersangkutan”. Pada kalimat ini terhadap urutan kata, tenaga
pengajar biasa yang dapat ditafsirkan tenaga tetap di jurusan atau tenaga lain, asal
saja yang mengajar di jurusan yang bersangkutan. Baragkali penyusun konsep surat
putusan itu berpendapat bahwa yang dimaksud adalah tenaga tetap, tetapi karena
ada penggunaan kata tenaga pengajar biasa, maka yang diharapkan menjadi lain.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Menulis sebagai aktifitas berbahasa, tidak akan pernah tuntas dan lengkap
dibahas, dikarenakan begitu rumitnya dan bervariasinya konsep dan terapannya.
Menulis merupakan sebuah proses penting dalam kehidupan manusia, karena selain
menunjang profesionalisme juga merupakan refleksi dari kesadaran berbahasa dan
kemampuan berkomunikasi sebagai makhluk sosial yang memiliki kompetensi.
Ada beberapa kesalahan atau kesulitan saat kegiatan menulis diantaranya yaitu, 1)
kesalahan acuan, 2) kesalahan register, 3) kesalahan sosial, 4) kesalahan tekstual,
5) kesalahan penerimaan, 6) kesalahan pengungkapan, 7) kesalahan perorangan, 8)
kesalahan kelompok, 9) kesalahan menganalogi, 10) kesalahan transfer, 11)
kesalahan guru, 12) kesalahan lokal, dan 13) kesalahan global.
18
DAFTAR PUSTAKA