Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

“BAHASA INDONESIA DALAM MENULIS TEKS AKADEMIK”

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah yang diberikan oleh :

GAMARIA TAMBULANGO S.Pd.,M.Pd

Mata Kuliah : BAHASA INDONESIA

OLEH KELOMPOK 2:

NUR ALIM DJUA (811420073)

CITRAWATI BOTUTIHE (811420087)

ILMIN NUSI (811420024)

SHANNAZ DEA PUSPITA LENGKONG (811420031)

KELAS : C-KESEHATAN MASYARAKAT

SEMESTER 1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah ini. Tidak lupa
kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam menyelesaikan tugas makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh
sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan
selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.

Demikian makalah ini kami susun, apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dan
banyak terdapat kekurangan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

GORONTALO, Desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................

DAFTAR ISI ..................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG ........................................................................................................


2. RUMUSAN MASALAH ...................................................................................................
3. TUJUAN .............................................................................................................................
4. MANFAAT ........................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

1. DIKSI..................................................................................................................................
2. GAYA BAHASA ...............................................................................................................
3. KALIMAT EFEKTIF .........................................................................................................
4. PARAGRAF .......................................................................................................................
5. MAKNA .............................................................................................................................

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN................................................................................................................................

SARAN ............................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Paradigma mahasiswa sebagai insan yang cendekia dapat dilihat dari hasil-hasil karya tulisnya.
Kemampuan mahasiswa menulis akademik merupakan tolak ukur kemapanan bernalar yang dimiliki
mahasiswa tersebut. Untuk menulis akademik, dibutuhkan daya nalar dan kemampuan analisis terhadap
sesuatu yang terjadi atau sedang berkembang. Dalam hal ini, menulis akademik dikaitkan dengan
pengembangan kepribadian mahasiswa.

Pengembangan kemahiran menulis akademik memliki peran penting dalam pengembangan


kepribadian mahasiswa sebgai insane Indonesia yang terpelajar.terkait dengan hal tersebut, mahasiswa
seyogyanya mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan menulis dalam berbagai
kegiatan yang mendukung, seperti pelatihan-pelatihan jurnalistik, proses pengembangan penalaran,
penyusunan karya ilmiah, bai polular maupun ilmiah, dan sejenisnya.

Menuis akademik bukanlah pekerjaan yang sulit. Aan tetapi, bukan pekerjaan yang mudah.
Ketika memulai menulis ilmiah, seorang penulis tidak perlu menunggu menjadi penulis yang terampil.
Diperlukan keberanian memulai meskipun belum terampil. Apabila dilakukan secara terus-menerus
dengan tingkat frekuensi yang tinggi, bukan sesuatu yang berlebihan apabila nantinya dapat menjadi
penulis yang terampil. Tidak ada waktu yang tidak tepat untuk memulai menulis, artinya, kapanpun dan
dimanapun seorang mahasiswa dapat melakukan kegiatan menulis. Ketakutan akan kegagalan bukanlah
penyebab yang harus dipertahankan. Sebliknya, kegagalan dijadikan landasan untuk menuju kea rah
perbaikan,

Dalam hal pengembangan penulisan yang dapat dilakukan seorang mahasiswa, Nunan (1991:86-
90) menawarkan lima konsep pengembangan keterampilan menulis, meliputi: (1) perbedaan antara
bahasa lisan dan bahasa tulis, (2) menulis sebagai proses dan sebagai produk, (3) struktur generic
wacana tulis, (4) perbedaan antara penulis termpil dan penulis tidak terampil, dan (5) penerapan menulis
dalam pembelajaran.

Perbedaan antara bahasa lisan dan tulis tampak pada fungsi serta karakteristik yang dimiliki oleh
keduanya. Namun, yang patut diperhatikan adalah keduanya bahasa tersebut harus memiliki fungsi
komunikasi. Dari sudut pandang inilah dapat diketahui bagaimana hubungan antara bahasa lisan dan
tulis sehingga dapat diaplikasikan dalam pembelajaran dan pelatihan ketrampilan menulis.

2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana diksi dalam menulis teks akademik?
2. Bagaimana gaya bahasa dalam menulis teks akademik?
3. Bagaimana kalimat efektif dalam teks akademik?
4. Bagaimana penulisan paragraph dalam menulis teks akademik?
5. Bagaimana makna dalam menulis teks akademik?

3. Tujuan
1. Mengetahui diksi dalam penulisan teks akademik
2. Mengetahui gaya bahasa penulisan teks akademik
3. Mengetahui kalimat efektif dalam penulisan teks akademik
4. Mengetahui cara penulisan paragraph yang baik dan benar dalam teks akademik
5. Mengetahui makna kata dalam penulisan teks akademik

4. Manfaat
1. Dapat mengetahui diksi dalam penulisan teks akademik
2. Dapat mengetahui gaya bahasa penulisan teks akademik
3. Dapat mengetahui kalimat efektif dalam penulisan teks akademik
4. Dapat mengetahui cara penulisan paragraph yang baik dan benar dalam teks akademik
5. Dapat mengetahui makna kata dalam penulisan teks akademik
BAB II
PEMBAHASAN

1. DIKSI
Diksi atau pilihan kata tidak hanya dimaksudkan untuk memahami makna kata, tetapi juga
membedakan nuansa makna kata. Pemilihan kata bukan sekadar memilih kata mana yang tepat, tetapi
juga kata mana yang cocok. Cocok dalam hal ini berarti tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang
diakui oleh masyarakat pemakainya. Dalam menulis harus selalu dipertimbangkan hubungan yang
paling tepat antara kosakata, struktur, dan isi tulisan. Apabila hendak menyatakan keadaan “tidak hidup
lagi”, dapat dipilih salah satu dari sekelompok kata yang maknanya mencakup pengertian tersebut,
misalnya kata mati, mampus, meninggal, wafat, mangkat, tewas, gugur, berpulang, kembali ke haribaan
Tuhan, dan sebagainya. Contoh:
1. Beberapa ekor ayam mati karena penyakit tetelo
2. Pencuri itu dihajar masyarakat sampai mampus
3. Tadi pagi aku mendapatkan berita bahwa ia telah meninggal
4. Sayang, ia begitu cepat mendahului kita
5. Nenekku telah wafat dua tahu lalu

1. Ketepatan Kata
Diksi adalah ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatan pilihan kata ini dipengaruhi oleh
kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai,
dan menggunakan sejumlah kosa kata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat
sehingga mampu mengomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya. Indikator
ketepatan kata ini, antara lain: (a) mengkomunikasikan gagasan berdasarkan pilihan kata yang tepat dan
sesuai berdasarkan kaidah bahasa Indonesia, (b) menghasilkan komunikasi puncak (yang paling efektit)
tanpa salah penafsiran atau salah makna, (c) menghasilkan respon pembaca atau pendengar sesuai
dengan harapan penulis atau pembicara, dan (d) menghasilkan target komunikasi yang diharapkan.
Selain pilihan kata yang tepat, efektivitas komunikasi menuntut persyaratan yang harus dipenuhi
oleh pengguna bahasa, yaitu kemampuan memilih kata yang sesuai dengan tuntutan komunikasi.
Syarat-syarat ketepatan pilihan kata adalah sebagai berikut.
a. Membedakan makna denotasi dan konotasi dengan cermat, denotasi yaitu kata yang bermakna
lugas dan tidak bermakna ganda, sedangkan konotasi dapat menimbulkan makna yang
bermacam-macam, lazim digunakan dalam pergaulan, untuk tujuan estetika, dan kesopanan.
b. Membedakan secara cermat makna kata yang hampir bersinonim, misalnya: adalah, ialah, yaitu,
merupakan, dalam konteks pemakaian yang berbeda-beda.
c. Membedakan makna kata secara cermat kata yang mirip ejaannya, misalnya: inferensi
(kesimpulan) dan interfensi (saling mempengaruhi), sarat (penuh, bunting) dan syarat
(ketentuan).
d. Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapatnya sendiri, jika
pemahaman belum dapat dipastikan, pemakai kata harus menemukan makna yang tepat dalam
kamus, misalnya: modern sering diartikan secara subjektif canggih menurut kamus modern
berarti terbaru atau mutakhir; canggih berarti banyak cakap, suka mengganggu, banyak
mengetahui, bergaya intelektual.
e. Menggunakan imbuhan asing (jika diperlukan) harus memahami maknanya secara tepat,
misalnya: dilegalisir seharusnya dilegalisasi, koordinir seharusnya koordinasi.
f. Menggunakan kata-kata idiomatik berdasarkan susunan (pasangan) yang benar, misalnya: sesuai
bagi seharusnya sesuai dengan.
g. Menggunakan kata khusus dan kata umum secara cermat. Untuk mendapatkan pemahaman yang
spesifik karangan ilmiah sebaiknya menggunakan kata khusus, misalnya: mobil (kata umum)
corolla (kata khusus, sedan buatan Toyota).
h. Menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat, misalnya: isu (berasal dari bahasa
Inggris issue berarti publikasi, kesudahan, perkara) isu (dalam bahasa Indonesia berarti kabar
yang tidak jelas asal-usulnya, kabar angin, desas-desus).
i. Menggunakan dengan cermat kata bersinonim (misalnya: pria dan laki-laki, saya dan aku, serta
buku dan kitab); berhomofoni (misalnya: bang dan bank, ke tahanan dan ketahanan); dan
berhomografi (misalnya: apel buah, apel upacara; buku ruas, buku kitab).
j. Menggunakan kata abstrak dan kata konkret secara cermat, kata abstrak (konseptual, misalnya:
pendidikan, wirausaha, dan pengobatan modern) dan kata konkret atau kata khusus (misalnya:
mangga, sarapan, dan berenang).

2. Kesesuaian Kata
Selain ketepatan kata, pengguna bahasa harus pula memperhatikan kesesuaian kata agar tidak
merusak makna, suasana, dan situasi yang hendak ditimbulkan, atau suasana yang sedang berlangsung.
Syarat kesesuaian kata adalah sebagai berikut.
a. Menggunakan ragam baku secara cermat dan tidak mencampuradukkan penggunaannya
dengan kata yang tidak baku yang hanya digunakan dalam pergaulan, misalnya: hakikat (baku),
hakikat (tidak baku), konduite (baku), kondite (tidak baku).
b. Menggunakan kata yang berhubungan dengan nilai sosial dengan cernmat, misalnya: kencing
(kurang sopan), buang air kecil (lebih sopan). Pelacur (kasar), tunasusila (lebih halus).
c. Menggunakan kata berpasangan (idiomatik) dan berlawanan makna dengan cermat, misalnya:
sesuai bagi (salah), sesuai dengan (benar), bukan hanya...melainkan juga (salah), bukan
hanya...tetapi juga (benar).
d. Menggunakan kata dengan nuansa tertentu, misalnya: berjalan lambat, mengesot, dan
merangkak; merah darah, merah hati.
e. Menggunakan kata ilmiah untuk penggunaan karangan ilmiah, dan komunikasi nonilmiah
(surat-menyurat, diskusi umum) menggunakan kata populer, misalnya: argumentasi (ilmiah),
pembuktian (populer), psikologi (ilmiah), ilmu jiwa (populer).
f. Menghindarkan penggunaan ragam lisan (pergaulan) dalam bahasa tulis, misalnya: baca, tulis,
kerja (bahasa tulis) menulis, menuliskan, membaca, membacakan, bekerja, mengerjakan,
dikerjakan (bahasa tulis).
Ketepatan kata terkait dengan konsep, logika, dan gagasan yang hendak ditulis dalam karangan.
Ketepatan itu menghasilkan kepastian makna. Sedangkan kesesuaian kata menyangkut kecocokan
antara kata yang dipakai dengan situasi yang hendak diciptakan sehingga tidak mengganggu suasana
batin, ermosi, atau psikis antara penulis dan pembacanya, pembicara dan pendengarnya. Misalnya:
keformalan, keilmiahan, keprofesionalan, dan situasi tertentu yang hendak diwujudkan oleh penulis.
Oleh karena itu, untuk menghasilkan karangan berkualitas, penulis harus memperhatikan ketepatan dan
kesesuaian kata.
Pengggunaan kata dalam surat, proposal, laporan, pidato, diskusi ilmiah, dan karangan ilmiah harus
tepat dan sesuai dengan situasi yang hendak diciptakan. Dalam karangan ilmiah, diksi dipakai untuk
menyatakan sebuah konsep, pembuktian, hasil pemikiran atau solusi suatu masalah. Tegasnya, diksi
merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas sebuah karangan. Pilihan kata yang tidak tepat
dapat menurunkan kualitas sebuah karangan.
Memilih kata yang tepat untuk menyampaikan gagasan ilmiah menuntut penguasaan: (1)
keterampilan yang tinggi terhadap bahasa yang digunakan, (2) wawasan bidang ilmu yang ditulis, (3)
konsistensi penggunaan sudut pandang, istilah, baik dalam makna maupun bentuk agar tidak
menimbulkan salah penafsiran, (4) syarat ketepatan kata, dan (5) syarat kesesuaian kata.
2. GAYA BAHASA
Gaya bahasa ditentukan olch ketepatan dan kesesuaian pilihan kata. Kalimat, paragraf, atau wacana
menjadi efektif jika diekspresikan dengan gaya bahasa yang tepat. Gaya bahasa mempengaruhi
terbentuknya suasana, kejujuran, kesopanan, kemenarikan, tingkat keresmian, atau gaya percakapan.
Gaya resmi, misalnya, dapat membawa pembaca/pendengar ke dalam suasana serius dan penuh
perhatian. Suasana tidak resmi mengarahkan pembaca/pendengar ke dalam situasi rileks tetapi efektif.
Gaya percakapan membawa suasana ke dalam realitas.
Selain itu, pilihan dan kesesuaian kata dapat menimbulkan gaya kebahasaan, yaitu sugesti yang
terekspresi melalui rangkaian kata yang disertai penekanan sehingga menghasilkan daya persuasi yang
tinggi. Gaya bahasa berdasarkan nada yang dihasilkan oleh pilihan kata ini ada tiga macam, yaitu gaya
sederhana, gaya menengah, gaya mulia dan penuh tenaga.
Gaya bahasa sederhana berdasarkan nada rendah. Melalui rangkaian kata ini penulis/pembicara
dapat menghasilkan ekspresi pesan yang mudah dipahami oleh lapisan pembaca, misalnya dalam buku-
buku pelajaran, penyajian fakta, dan pembuktian. Lain halnya dengan gaya menengah, gaya bahasa
menengah dibangun berdasarkan rangkaian kata yang disusun dan berdasarkan kaidah sintaksis dengan
maksud untuk menghasilkan suasana damai dan kesejukan, misalnya: dalam seminar, kekeluargaan,
dan kesopanan. Gaya mulia berbeda dengan kedua gaya tersebut. Gaya ini penuh tenaga menggunakan
pilihan kata yang penuh vitalitas, energi dan tenaga, serta kebenaran universal. Gaya ini menggunakan
kata-kata yang penuh keagungan dan kemuliaan yang dapat menghanyutkan emosi
pembaca/pendengarnya. Gaya ini sering digunakaan untuk menggerakkan masa dalam jumlah yang
sangat banyak.
Di samping itu, gaya bahasa adalah bahasa indah yang diperguakan untuk meningkatkan efek
dengan jalan memperkenalkan serta membandigkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau
hal lain yang lebh umum. Pendek kata penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta
menimbulkan konotasi tertentu. Gaya bahasa adalah cara mempergunakan bahasa secara imajinatif,
bukan dalam pengertian yang benar-benar secara alamiah saja. (Dale &Wrriner, dalam Tarigan,
1990:5). Gaya bahasa merupakan bentuk retorik. Dalam hal ini, penggunaan kata pada saat berbicara
dan menulis dapat meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembicara. Kata retorik berasal dari
bahasa Yunani hetor yang berarti orator atau ahli pidato. Menurut Keraf (1985: 113) bahwa gaya bahasa
adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan
kepribadian penulis atau pemakai bahasa. Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur
yaitu kejujuran, sopan-santun, dan menarik.
Gaya bahasa terdiri atas: gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa pertentangan, gaya bahasa
pertautan, dan gaya bahasa perulangan.
1) Gaya bahasa perbandingan terdiri atas:
Gaya bahasa perumpamaan,
Gaya bahasa metafora,
Gaya bahasa personifikasi
Gaya bahasa depersonifikasi
Gaya bahasa alegori
Gaya bahasa antitesis
Gaya bahasa pleonasme dan tautologi
Gaya bahasa perifrasis
Gaya bahasa antisipasi atau prolepsis
Gaya bahasa koreksio atau epanortesis
2) Gaya bahasa pertentangan terdiri atas:
Gaya bahasa hiperbola
Gaya bahasa litotes
Gaya bahasa ironi
Gaya bahasa oksimorom
Gaya bahasa pronomasia
Gaya bahasa paralipsis
Gaya bahasa zeugma dan silepsis
Gaya bahasa satire
Gaya bahasa in uendo
Gaya bahasa antifrasis
Gaya bahasa paradoks
Gaya bahasa kliamaks
Gaya bahasa antiklimaks
Gaya bahasa apostrof
Gaya bahasa anastrof atau in versi
Gaya bahasa apofasis atau presterisio
Gaya bahasa histeronproteron
Gaya bahasa hipalase
Gaya bahasa sinisme
Gaya bahasa sarkasme
3) Gaya bahasa pertautan terdiri atas:
Gaya bahasa metonimia
Gaya bahasa sinekdoke
Gaya bahasa alusi
Gaya bahasa eufemisme
Gaya bahasa eponim
Gaya bahasa epitet
Gaya bahasa antonomasia
Gaya bahasa erotesis
Gaya bahasa paralelisme
Gaya bahasa elipsis
Gaya bahasa gradasi
Gaya asindenton
Gaya bahasa polisidenton
4) Gaya bahasa perulangan terdiri atas:
Gaya bahasa aliterasi
Gaya bahasa asonansi
Gaya bahasa antanaklasis
Gaya bahasa kiasmus
Gaya bahasa epizeukis
Gaya bahasa Tautotes
Gaya bahasa anafora
Gaya bahasa epistrofa
Gaya bahasa simploke
Gaya bahasa mesodiplopsis
Gaya bahasa epanalepsis
Gaya bahasa anadilopsis
3. KALIMAT EFEKTIF
1. Konsep Kalimat Efektif
Tujuan menulis adalah untuk mengungkapkan fakta-fakta, perasaan, sikap, dan isi pikiran secara
jelas dan efektif kepada pembaca. Ada beberapa persoalan yang harus diperhatikan dalam mencapai
penulisan atau pengungkapan kalimat yang efektif, yaitu sebagai berikut.
a. Penulis harus memiliki objek yang akan dibahas dalam tulisannya.
b. Memikirkan dan merenungkan gagasan atau ide secara jelas.
c. Mengembangkan gagasan-gagasan itu secara segar, jelas, dan terperinci.
d. Gagasan-gagasan tersebut, dituangkan dalam bentuk kalimat-kalimat yang baik dan cukup
efektif mendukung gagasan-gagasan itu, agar pembaca dapat memahami dan mengerti serta
dapat menghayati kembali secara jelas sebagaimana gagasan-gagasan itu muncul pertama kali
dalam pikiran penulis atau pengarang.
e. Jika kalimat-kalimat yang ditulis oleh penulis atau pengarang tersebut dapat menciptakan daya
khayal dalam diri pembaca atau pendengar minimal dapat mendekati apa yang dipikirkan oleh
penulis atau pengarang, maka dapat dikatakan kalimat-kalimat tersebut sudah memenuhi
standar keefektifan atau sudah cukup baik menjalankan fungsinya.
Kalimat merupakan suatu bentuk bahasa yang mencoba menyusun dan menuangkan gagasan-
gagasan seseorang secara terbuka untuk dikomunikasikan kepada orang lain. Kalimat efektif adalah
bagaimana kalimat itu dapat mewakili secara tepat isi pikiran atau perasaan pengarang bagaimana dapat
mewakilinya secara segar dan mampu menarik perhatian pembaca atau pendengar terhadap apa yang
diungkapkannya. Kalimat efektif memiliki kemampuan untuk menumbuhkan kembali gagasan-gagasan
pada pikiran pendengar atau pembaca yang identik dengan apa yang dipikirkan oleh pembicara atau
penulis. Menurut Mulyono (2012: 73) kalimat efektif ialah jenis kalimat yang menyatakan informasi
secara tajam dengan bentuk pengungkapan yang menarik. Kalimat efektif juga mengandung unsur
keindahan, dengan kata lain kalimat efektif itu memenuhi tuntutan rasional yang berupa pemahaman isi
dan tuntutan emosional dalam wujud keindahan dan kemenarikan pengungkapan. Kalimat efektif ialah
kalimat yang singkat, padat, jelas, lengkap, dan dapat menyampaikan informasi secara tepat. Kalimat
efektif dapat mengkomunikasikan pikiran atau perasaan penulis atau pembicara kepada pembaca atau
pendengar secara tepat (Widjono, 2012: 205).

2. Ciri-Ciri Kalimat Efektif


Kalimat efektif selalu tetap berusaha agar gagasan pokok selalu mendapat tekanan atau penonjolan
dalam pikiran pembaca dan pendengar. Syarat-syarat kalimat efektif (Keraf, 1993: 36) adalah sebagai
berikut.
a. Kesatuan gagasan
b. Koherensi
c. Penekanan
d. Variasi
e. Paralelisme
f. Penalaran atau logika

a. Kesatuan Gagasan
Kalimat yang baik adalah kalimat yang jelas memperlihatkan kesatuan gagasannnya dan mengandung
satu ide pokok. Pada sebuah kalimat tidak boleh terjadi perubahaan dari satu kesatuan gagasan ke
kesatuan gagasan yang lain yang tidak ada keterkaitan. Apabila menyatukan dua kesatuan gagasan yang
tidak mempunyai keterkaitan, maka akan rusak kesatuan gagasan dalam sebuah kalimat. Kesatuan
gagasan dapat terbentuk dari dua gagasan pokok atau lebih.
Contoh:
1) Gagasan tunggal
“Kita dapat merasakan kehidupan sehari-hari, betapa emosi itu seringkali merupakan motivasi
yang kuat dalam tindak kehidupan.”
2) Kesatuan gagasan gabungan
“Dia telah pergi satu jam yang lalu dan telah pergi bersama temannya.’’
3) Kesatuan gagasan pilihan
“Kamu boleh memilih jurusan bahasa Indonesia atau jurusan bahasa Inggris.”
4) Kesatuan gagasan pertentangan
“Saya boleh tinggal di rumah ini, tetapi tidak harus mengikuti kemauan kalian.”

b. Koherensi
Koherensi atau kepaduan adalah hubungan timbal-balik dan jelas antara unsur-unsur kata atau
kelompok kata yang membentuk kalimat. Bagaimana hubungan antara subjek dan predikat, hubungan
antara predikat dan objek, serta keterangan-keterangan lain yang menjelaskan setiap unsur tersebut.
Koherensi rusak karena kesalahan penempatan kata depan, kata penghubung yang tidak sesuai,
penempatan keterangan aspek yang tidak sesuai, dan juga diksi. Apabila gagasan yang tidak berkaitan
satu sama lain disatukan, maka selain merusak kesatuan pikiran atau kesatuan gagasan, juga akan
merusak koherensi kalimat. Dalam kesatuan gagasan yang lebih ditekankan adalah isi pikiran dan dalam
koherensi yang lebih ditekankan adalah struktur kalimat atau interrelasi antara kata-kata yang
menduduki setiap fungsi dalam kalimat. Penyebab koherensi rusak sebagai berikut ini.
1) Koherensi kalimat rusak karena tempat kata dalam kalimat tidak sesuai dengan pola kalimat.
Misalnya, “Adik saya yang paling kecil memukul dengan sekuat tenaganya kemarin pagi di kebun
anjing” ; “Anjing kemarin pagi di kebun adik saya memukul dengan sekuat tenaga”. Penempatan
kata anjing merusak koherensi kalimat ini.
2) Koherensi kalimat rusak karena salah menggunakan kata-kata depan, dan kata-kata penghubung.
Misalnya, “Interaksi antara perkembangan kepribadian dan perkembangan penguasaan bahasa
menentukan bagi pola kepribadian yang sedang berkembang”. (tanpa bagi); “Sejak lahir manusia
memiliki jiwa untuk melawan kepada kekejaman alam, atau kepada pihak lain karena merasa
dirinya lebih kuat” (tanpa kepada).
3) Koherensi kalimat rusak karena pemakaian kata seperti merangkaikan dua kata yang maknanya
tidak tumpang tindih atau mengandung kontradiksi. Misalnya, “Banyak para peninjau yang
menyatakan bahwa kegiatan yang sedang berlangsung di gedung Indor UNG itu adalah pertemuan
alumni” (makna banyak dan para tidak tumpang tindih).
4) Koherensi kalimat rusak karena salah menempatkan keterangan aspek: sudah, telah, akan, belum
dan sebagainya pada kata kerja tanggap. Misalnya, “Buku itu saya sudah baca hingga tamat”.
Penempatan kata sudah di antara kata saya dan baca kurang tepat, karena sebagai bentuk tanggap
(saya baca) tidak boleh dinelingi keterangan apapun karena hubungan keduanya sangat ketat.

c. Penekanan
Penekanan dilakukan ketika seseorang menggunakan bahasa baik secara lisan maupun secara
tertulis. Dalam bahasa lisan, jika memberi tekanan pada sebuah kata, maka dapat menggunakan bahasa
non-verbal seperti gerakan tangan, mimik, keras lembutnya suara dalam pengucapan kata atau
menggunakan intonasi. Pada setiap kalimat tetap didukung oleh subjek dan predikat. Unsur yang
dipentingkan harus mendapat tekanan dan lebih ditonjolkan dari unsur-unsur yang lain. Berikut cara
yang dapat digunakan untuk memberi penekanan baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulisan.
1) Mengubah posisi kata, kelompok kata, atau frasa dalam kalimat.
Sebagai prinsip dikatakan bahwa semua kata, kelompok kata, atau frasa yang ditempatkan pada
awal kalimat adalah yang dipentingkan. Berdasarkan prinsip ini, maka untuk mencapai efek yang
diinginkan sebuah kalimat dapat diubah-ubah strukturnya dengan menempatkan kata, kelompok
kata, atau frasa yang dipentingkan pada awal kalimat.
Contoh: Kami berharap pada kesempatan lain dapat membicarakan lagi soal ini.
a) Soal ini, kami berharap kita bicarakan pada kesempatan lain.
b) Pada kesempatan lain, kami berharap persoalan ini bisa kita bicarakan.
c) Harapan kami, pada kesempatan lain kita dapat bicarakan lagi soal ini.
d) Pembicaraan soal ini, dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain.

2) Menggunakan repetisi pada kata, kelompok kata, atau frasa dalam kalimat repetisí atau reduplikasi
atau pengulangan kata, kelompok kata, atau frasa dalam sebuah kalimat.
Contoh: Kemajuannya menyangkut kemajuan di segala bidang kemajuan kesadaran politik,
kesadaran bermasyarakat, kesadaran berekonomi, kesadaran berkebudayaan, dan kesadaran
beragama.
Sebuah kesatuan gagasan diwakili oleh subjek, predikat, dan objek yang dapat berbentuk kesatuan
gagasan tunggal, kesatuan gagasan gabungan, kesatuan gagasan pilihan, dan kesatuan gagasan yang
mengandung pertentangan.
3) Menggunakan pertentangan pada kata, kelompok kata, atau frasa dalam kalimat.
Contoh: (a) Anak itu tidak malas dan curang. Tetapi rajin dan jujur; (b) Kami tidak menghendaki
perbaikan yang bersifat tambal sulam, tetapi perbaikan yang menyeluruh di kampus ini.
4) Menggunakan partikel penekanan pada kata, kelompok kata, atau frasa dalam kalimat. Partikel
penekanan pada kata, kelompok kata, atau frasa dalam kalimat bahasa Indonesia berfungsi untuk
menonjolkan gagasan atau ide dalam sebuah kalimat. Partikel-partikel itu terdiri atas: lah, pun,
kah, dan tah.
Contoh:
a) Bacalah buku itu baik-baik!
b) Apakah yang tersirat dalam surat itu?
c) Siapakah gerangan dia?
d) Apalah gunanya bersedih hati?
Penulisan partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya:
a) Apa pun permasalahannya, dia dapat mengatasinya dengan bijaksana.
b) Hendak pulang tengah malam pun sudah ada kendaraan.
c) Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belurm pernah datang ke rumahku.
d) Jika Anda membaca di perpustakaan, saya pun membaca di tempat itu.
Penulisan partikel pun pada gabungan yang lazim dianggap padu ditulis serangkai dengan kata
yang mendahuluinya:
a) Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.
b) Bagaimanapun juga, tugas itu akan diselesaikannya
c) Baik mahasiswa laki-laki maupun perempuan ikut berdemonstrasi di kampus ini.
d) Sekalipun belum selesai, hasil pekerjaannya dapat dijadikan pegangan.
e) Walaupun sederhana, rumah itu tampak asri.

d. Variasi
Variasi digunakan untuk tidak membosankan para pembaca atau pendengar ketika seseorang
berbahasa. Variasi dalam kalimat dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut.
1) Variasi penggunaan sinonimi
Contoh:
a) Berdasarkan renungan itulah penyair menemukan suatu makna, suatu realitas yang baru,
suatu kebenaran yang menjadi ide sentral menjiwai seluruh puisi (KRF,44).
b) Seribu puspa di taman bunga seribu wangi menyegar cita (KRF44).
Kata makna, realitas yang baru, dan kebenaran, adalah sinonimi mengandung makna
yang sama dalam kalimat tersebut. Demikian pula puspa dan wangi kata menyatakan hal
yang sama maknanya.
2) Variasi penggunaan kalimat panjang dan pendek
Contoh:
Ibu yang melahirkan saya sangat berperan dalam proses pembudayaan dan pendidikan,
lahir di Yogja, berketurunan Jawa dan bernama R.A. Tuty Marini Puspowardojo. Seorang ibu
yang wajar dipanggil ibu oleh anaknya. Beliau sangat memyadari bahwa saya sering
menyendiri dan konsentrasi pada “lingkungan dunia saya”, lupa makan, lupa minum vitamin
sehingga sering sakit. Beliau sering memaksa saya untuk bermain di luar bersama anak-anak
yang lain (HBB, 14).
Kalimat pertama dalam contoh tersebut, berjumlah 19 kata; kalimat kedua berjumlah 8
kata; kalimat ketiga berjumlah 21 kata; dan kalimat keempat berjumlah 13 kata. Inilah yang
disebut variasi penggunaan kalimat panjang dan pendek.

3) Variasi penggunaan bentuk me- dan di-


Contoh: variasi penggunaan bentuk me-
Seorang ahli yang berasal dari Inggris yang termasuk tim penelitian dan pengembangan
pelabuhan-pelabuhan di Indonesia pernah mengemukakan bahwa di daerah-daerah yang Iuas
tetapi kurang penduduknya dan kurang aktivitas ekonominya, seyogianya pemerintah tidak
membangun pelabuhan samudra. Tetapi pemerintah Indonesia tidak memutuskan demikian
(KRF, 46).
Contoh: variasi penggunaan bentuk di-
Seorang ahli yang berasal dari Inggris yang termasuk Tim penelitian dan Pengembangan
Pelabuhan-Pelabuhan di Indonesia pernah mengemukakan bahwa di daerah-daerah yang luas
tetapi kurang penduduknya dan kurang aktifitas ekonominya, seyogyanya tidak dibangun
pelabuhan samudra. Tetapi diputuskan pemerintah indonesia tidak demikian (KRF, 46).

4) Variasi dengan mengubah posisi dalam kalimat


Contoh:
a) Di bidang angkutan udara MNA menggunakan pesawat Twin Otter yang harganya tiga
kali lebih mahal dari harga Dakota, karena keunggulannya.
b) Pergunakan; MNA; pesawat TwinOter; harganya tiga kali lebih mahal karena
keunggulannya (KRF, 46).

e. Paralelisme
Paralelisme atau kesejajaran bentuk membantu memberi kejelasan dalam unsur gramatikal dengan
mempertahankan bagian-bagian yang sederajat dalam konstruksi yang sama. Paralelisme menempatkan
gagasan-gagasan yang sama penting dan sama fungsinya ke dalam suatu struktur atau konstruksi
gramatikal yang sama.
Contoh:
1) Tahap terakhir dari penyelesaian gedung FSB itu adalah: Pengecatan seluruh temboknya,
pemasangan penerangan, pengujian sistem pembagian air , dan penataan ruangannya (paralel).
2) Tahap terakhir dari penyelesaian gedung FSB itu adalah: Pengecatan seluruh temboknya,
memasang penerangan, menguji system pembagian air, dan penataan ruanganya (tidak paralel).

f. Penalaran atau Logika


Struktur gramatikal yang baik merupakan alat untuk merangkaikan sebuah pikiran atau maksud
dengan sejelas-jelasnya. Tetapi dalam kenyataan ada pula orang yang tanpa mempelajari struktur
gramatikal suatu bahasa, dia dapat mengemukakan pendapat dan isi pikirannya dengan teratur. Hal ini
menunjukkan ada unsur lain yang perlu diperhitungkan dalam pemakaian suatu bahasa yaitu penalaran
atau logika. Jalan pikiran dalam penggunaan bahasa turut menentukan. Jalan pikiran adalah proses
berpikir yang berusaha untuk menghubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi menuju suatu
kesimpulan yang masuk akal. Kalimat-kalimat yang dikatakan atau yang ditulis harus dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan akal sehat atau penalaran. Tulisan yang yang jelas dan terarah
merupakan perwujudan dari pikiran yang logis. Berikut tentang hal dasar proses berpikir logis.
1) Definisi (Batasan)
Definisi atau batasan yang tepat merupakan kunci dari berpikir, ciri berpikir yang logis, dan juga
menjadi ciri menulis yang logis. Setiap pembaca ingin mengetahui bagaimana batasan arti dari suatu
istilah sebelum melangkah lebih jauh untuk memahami maknanya. Definisi terdiri atas: (a) definisi
berupa sinonim kata (pendidikan=pengajaran; kemerdekaan=kebebasan); (b) definisi berdasarkan
etimologi atau asal-usul kata (referendum berasal dari kata Latin re + fere yang berarti membawa
kembali referendum berarti sesuatu yang harus dibawa kembali, hal yang harus diajukan kembali untuk
dipertimbangkan atau disetujui); (c) definisi formal atau riil atau definisi logis adalah suatu cara untuk
membatasi pengertian suatu istilah dengan membedakan jenisnya dan mengadakan diferensiasinya.
Definisi formal merupakan usaha memberi pengertian dengan membedakan jenis dan menyebut
diferensiasi suatu kata, sebuah kata harus diklasifikasi menurut kelasnya. Contoh: gergaji adalah alat
pemotong; permadani adalah semacam alat penutup lantai; dan sebagainya.
2) Generalisasi
Generalisasi adalah suatu pernyataan yang mengatakan bahwa apa yang benar mengenai beberapa
hal yang sama. Membuat generalisasi agar lebih berhati-hati dalam menggunakan kata-kata seperti:
selalu, tidak pernah, semua, tidak ada, benar atau salah. Generalisasi seperti ini disebut generalisasi
luas.
Contoh:
a) Orang-yang luar biasa radikal pada masa mudanya selalu menjadi konservatif bila sudah
memperoleh harta dan kekuasaan (generalisai yang berlebihan).
b) Bahkan pemuda-pemuda yang sangat radikal pun tampaknya akan menjadi konservatif bila sudah
memperoleh harta dan kekayaan (generalisai yang baik).

Menurut Widjono (2012: 205) ciri-ciri kalimat efektif adalah sebagai berikut ini.
1) Keutuhan, kesatuan, kelogisan, atau kesepadanan makna dan struktur
2) Kesejajaran bentuk kata dan struktur kalimat secara gramatikal
3) Kefokusan pikiran sehingga mudah dipahami
4) Kehematan penggunaan unsur kalimat
5) Kecermatan dan kesantunan
6) Kevariasian kata dan struktur sehingga menghasilkan kesegaran bahasa.

4. PARAGRAF
Membuat sebuah tulisan memerlukan paragraf. Paragraf dikenal dengan tulisan yang menjorok ke
dalam. Dalam pembuatan paragraf memerlukan beberapa hal, karena harus terdapat kepaduan dan
kesepadanan isi paragraf.
1) Pengertian & Hakikat Paragraf
Jika dicermati sebuah tulisan atau karangan, akan terlihat ada beberapa kelompok kalimat yang
jumlahnya tidak sama, karena bergantung kepada luas dan sempitnya ide atau gagasan yang akan
disampaikan oleh pengarang. Selain itu, penulisannya pun ada yang menjorok ke kanan antara 5 sampai
7 ketukan. Bagian tulisan atau karangan yang seperti itulah yang disebut paragraf.
Paragraf adalah satuan bentuk bahasa yang biasanya merupakan hasil penggabungan beberapa
kalimat (Finoza 2005- 149). Satu paragraf minimal dua kalimat. Jika paragrat itu terdiri atas dua
kalimat, maka kalimat pertama merupakan kalimat utama dan kalimat kedua merupakan kalimat
penjelas. Paragraf yang terdiri atas lebih dari dua kalimat adalah paragrat yang terdiri atas pikiran,
gagasan, atau ide pokok yang dijelaskan dengan kalimat-kalimat pendukung. Pembuatan paragraf
terdiri atas fakta dan opini yaitu berisi penjelasan berdasarkan kenyataan yang terjadi kemudian diberi
pikiran penjelas berupa pendapat penulis. Paragraf terdiri atas beberapa kalimat yang memiliki
kepaduan yang sesuai dengan inti dari paragraf tersebut.
Paragraf disebut juga alinea. Kata paragraf diserap dalam bahasa Indonesia dari bahasa Inggris
paragraph, sedangkan alinea diserap dari bahasa Latin alenia, yang berarti ‘mulai dari baris baru’. Pada
mulanya paragraf atau alinea tidak dituliskan terpisah dengan mulai garis baru seperti yang kita kenal
sekarang, tetapi dituliskan menyatu dalam sebuah teks dengan menggunakan tanda sebagai ciri awal
paragraph (Sakri, 1992: 1).
Paragraf adalah bagian bab dalam suatu karangan, biasanya mengandung satu ide pokok dan
penulisannya dimulai dengan garis baru atau biasa kita sebut alinea. Alinea atau paragraf adalah satuan
bentuk bahasa yang biasanya merupakan hasil penggabungan beberapa kalimat.
Hal yang perlu diperhatikan dalam menghimpun beberapa kalimat menjadi alinea, menurut Finoza
(2005: 165) adalah adanya kesatuan dan kepaduan. Kesatuan berarti seluruh kalimat dalam alinea
membicarakan satu gagasan (gagasan tunggal). Kepaduan berarti seluruh kalimat dalam alinea itu
kompak, saling berkaitan mendukung gagasan tunggal alinea.
Paragraf menurut Arifin dan Amran (2000: 113) adalah seperangkat kalimat yang membicarakan
suatu gagasan atau topik. Kalimat-kalimat dalam paragraph memperlihatkan kesatuan pikiran atau
mempunyai keterkaitan dalam membentuk gagasan atau topik tersebut. Sama halnya dengan pendapat
Pateda (2008: 138), bahwa paragraf adalah rangkaian kalimat yang utuh dan koheren, berisi ide,
gagasan, konsep atau pokok pikiran yang mendukung atau berkaitan dengan topik yang sedang dibahas.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian paragraf adalah
mengungkapkan ide yang lebih luas dari kalimat, yang di dalam paragraf terdapat (a) kalimat
topik/kalimat pokok, dan (b) kalimat penjelas/pendukung. Kalimat topik adalah kalimat yang berisi ide
pokok atau ide utama alinea. Adapun kalimat penjelas/pendukung sesuai dengan namanya adalah
kalimat yang berfungsi menjelaskan atau mendukung ide utama alinea.
Contoh:
“Perairan Provinsi Gorontalo yang berada di laut Sulawesi dan perairan Teluk Tomini, memiliki
peluang pengembangan perikanan tangkap yang sangat potensial (1) Peluang investasi dalam
perikanan tangkap di provinsi Gorontalo, khususnya untuk perikanan tuna, cakalang, layang, tongkol,
dan teri serta berbagai jenis ikan cukup potensial untuk dikembangkan (2) Pengembangan budidaya
perikanan, dapat melihat potensi pembukaan lahan tambak (3) Sebelum membuka lahan pertambakan,
perlu dilakukan perencanaan yang matang agar potensi yang besar tersebut dapat dimanfaatkan
secara optimal (4).” (Dikutip dari Artikel Winarni Monoarfa, 2005: 168))
Contoh paragraf di atas menyebutkan satu ide, satu gagasan, dan satu masalah, yaitu perikanan.
Paragraf tersebut memiliki satu kalimat pokok, yaitu terdapat pada nomor (1), sedangkan kalimat
lanjutan nomor (2), 6), dan (4) adalah kalimat penjelas.
Perbedaan kalimat pokok/topik dan kalimat penjelas, terletak pada kedua ciri kalimat tersebut.
Menurut Finoza (2005: 165) ciri kalimat utama adalah: (1) mengandung permasalahan yang potensial,
untuk dirinci dan diuraikan lebih lanjut; (2) merupakan kalimat lengkap yang dapat berdiri sendiri; (3)
mempunyai arti yang cukup jelas tanpa harus dihubungkan dengan kalimat lain; (4) dibentuk tanpa kata
sambungan dan frasa transisi. Sedangkan ciri kalimat penjelas adalah (a) sering merupakan kalimat
yang tidak dapat berdiri sendiri (dari segi arti); (b) arti kalimat ini kadang-kadang baru jelas setelah
dihubungkan dengan kalimat lain dalam satu alinea; (c) pembentukannya sering memerlukan bantuan
kata sambung dan frasa transisi: (d) isinya berupa rincian, keterangan, contoh, dan data tambahan lain
yang bersifat mendukung kalimat topik.

2) Fungsi paragraf ditinjau dari sudut penulis dan pembaca


Penulisan paragraf mempunyai beberapa fungsi. Menurut Wiyanto (2011:16-18), fungsi paragraf
dapat dilihat dari sudut penulis dan pembaca.
1) Dari Sudut Penulis
a. Paragraf menjadi wadah untuk mengungkapkan sebuah pikiran penulis. Pikiran penulis
disampaikan secara bertahap, yaitu setiap pokok pikiran ditulis dalam sebuah paragraf. Bila
berpindah ke pokok pikiran lain, penulis menyampaikan melalui paragraf baru.
b. Penulis dapat menyampaikan buah pikirannya secara teratur dan runtut. Dengan ‘wadah berupa
paragraf-paragraf itu, penulis dapat memisahkan tiap-tiap unit pikirannya dan tidak akan
campur aduk dengan unit pikirannya yang lain. Dengan demikian, alur jalan pikirannya akan
semakin jelas.
c. Penulis dapat berhenti sejenak pada akhir paragraf, lalu dapat melanjutkan menulis pokok
pikiran selanjutnya.
d. Dalam keseluruhan tulisan/karangan, paragraf dapat dimanfaatkan sebagai pengantar, transisi,
atau kesimpulan sebagai pengantar, paragraf dapat mengarahkan pikiran pembaca ke masalah
yang akan dibahas. Sebagai transisi paragraf berfungsi membelokkan pikiran pembaca dari satu
masalah ke masalah lainnya. Selanjutnya, paragraf juga sering digunakan untuk menyimpulkan
pokok-pokok pikiran yang telah diuraikan.

2) Dari Sudut Pembaca


a. Pembaca dapat menangkap pokok pikiran penulis dengan mudah.
b. Memudahkan pembaca ‘menikmati’ tulisan. Lambat laun pembaca dapat menghabiskan tulisan
dalam satu buku.
c. Pembaca dapat mengikuti alur pikiran penulis.

3) Fungsi dan Syarat Pembentukan Paragraf


a. Fungsi Pembentukan Paragraf
Paragraf dibuat oleh penulis atau pengarang memiliki fungsi yang akan memudahkan untuk
membuat tulisan. Fungsi pembentukan paragfraf menurut Sudarno (dalam Hikmat & Solihati,
2013: 60) adalah sebagai berikut:
a) Menampung bagian kecil gagasan utama karangan;
b) Memudahkan pemahaman jalan pikiran pengarang dengan cara memisahkan pikiran
utama yang satu dari yang lainnya;
c) Pengarang melahirkan pikiran secara sistematis;
d) Pembaca mudah mengikuti dan memahami alur pikiran penulis atau pengarang;
e) Membentuk penggalan-penggalan pikiran penulis atau pengarang
f) Sebagai tanda pikiran baru dimulai;
g) Memungkinkan perhentian lebih lama daripada akhir kalimat dan konsentrasi terhadap
pikiran utama.
b. Syarat-Syarat Pembentukan Paragraf
Membuat paragraf terdapat syarat-syarat pembentukan paragraf, agar mempermudah penulis
dalam memungkinkan ide dan gagasannya dalam penulisan paragraf. Syarat-syarat
pembentukan sebuah paragraf di antaranya;
a) Kesatuan (dalam satu paragraf hanya berisi satu pikiran utama);
b) Kepaduan (hubungan antarkalimat dalam satu paragraf berkaitan);
c) Isinya relevan dengan karangan
d) Pengembangan (sebuah kalimat utama dalam sebuah paragraf dikembangkan dengan
kalimat-kalimat penjelas)
e) Menggunakan bahasa yang baik dan benar. Bahasa yang baik berkaitan dengan ragam,
diksi, keefaktfitas yang pemakaiannya disesuaikan dengan situasi, sedangkan bahasa yang
benar, jika sesuai dengan kaidah atau aturan bahasa.

4) Unsur Paragraf
a. Kesatuan
Kaliamat-kalimat dalam satu paragraf harus menggambarkan hubungan dan menunjukkan
ikatan untuk mendukung satu gagasan dan pikiran sebagai pokok pikiran. Kesatuan berarti ada
hubungan mengenai masalah tema dalam pengembangan.
b. Koherensi
Kekompakan hubungan antara sebuah kalimat dengan kalimat lainnya yang membentuk satu
paragraf. Koherensi atau kepaduan yang baik terjadi hubungan timbal balik antara kalimat yang
satu dengan kalimat yang lain. Misalnya, dalam kalimat awal menjelaskan tentang keindahan
alam Indonesia, maka dalam satu paragraph tersebut, berisi hal yang sama.
c. Pengembangan
Gambaran mengenai kesatuan dan penyatuan akan jelas terlihat dalam pengembangan paragraf.
Informasi-informasi dan keterangan yang diberikan ada hubungannya dengan kalimat-kalimat
yang harus berkembang dalam paragraf tersebut.

5) Kerangka Paragraf
Sebelum membuat paragraf, sebaiknya menyusun kerangka paragraf, karena dengan menyusun
kerangka paragraf dapat mempermudah penulis dalam membentuk sebuah paragraf. Syarat
penyusunan paragraf sebagai berikut: (1) menentukan tema; (2) menentukan ide pokok dengan
menuangkan kalimat yang menjadi ide dasar paragraf; 6) memberikan detail pendukung untuk
mendukung gagasan utama; dan (4) menuliskan kalimat penjelas untuk mendukung ide pokok.
Contoh:
a. Jenis kerangka paragraf eksposisi
Tema : Kebudayaan
Judul : Meningkatkan Kebudayaan Indonesia
Paragraf 1 (pikiran utama) : Mengenal Budaya
Paragraf Penjelas 1 (pikiran penjelas) : Adat-Istiadat
Paragraf Penjelas 2 (pikiran penjelas) : Pakaian Daerah
Paragraf Penjelas 3 (pikiran penjelas) : Bahasa Daerah

b. Jenis kerangka paragraf deskripsi


Tema : Indonesia
Judul : Kekayaan Alam Negeriku
Paragraf 1 (pikiran utama) : Daya Alam
Paragraf Penjelas 1 (pikiran penjelas) : Tanah Subur
Paragraf Penjelas 2 (pikiran penjelas) : Laut Kaya
Paragraf Penjelas 3 (pikiran penjelas) : Tumbuhan beraneka ragam
6) Jenis Paragraf
a. Jenis paragraf berdasarkan isi:
1) Narasi
2) Deskripsí
3) Eksposisi
4) Argumentasi
5) Persuasi
Berikut pejelasannya
1) Narasi adalah paragraf yang menceritakan atau mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa.
Bentuk narasi ini mementigkan urutan kejadian, dan tokoh (Sudarma dalam Hikamt&
Solihati, 2013:64)
2) Deskripsi adalah paragraf yang menggambarkan suatu objek sehingga pembaca seakan bisa
melihat, mendengar, atau merasa. Objek yang dideskripsikan dapat berupa orang, benda,
atau tempat. Ciri-cirinya: ada objek yang digambarkan.

3) Eksposisi adalah paragraf yang menginformasikan suatu teori, teknik, kiat, atau petunjuk
sehingga orang yang membacanya akan bertambah wawasannya. Ciri-cirinya: ada
informasi.
a. Teknik IPengembangan Eksposisi
- Teknik ldentifikasi
Sebuah teknik pengembangan eksposisi yang menyebutkan ciri-ciri atau unsur-
unsur yang membentuk suatu hal atau objek sehingga pembaca dapat mengenal
objek itu dengan tepat dan jelas.
b. Teknik Perbandingan
Teknik yang digunakan untuk mengungkapkan kesamaan-kesamaan atau perbedaan-
perbedaan antara satu hal dengan hal yang lain. Dalam penyampaian uraian dengan
teknik perbandingan, hal yang harus kita perhatikan adalah tujuan penggunaannya.
Teknik yang dapat digunakan untuk menyampaiakan perbandingan adalah:
- Perbandingan Langsung
- Analogi
- Perbandingan kemungkinan
c. Teknik Ilustrasi
Teknik ini memberikan gambaran, contoh-contoh atau penjelasan yang khusus atau
nyata.
d. Teknik Klasifikasi
Teknik klasifikasi merupakan suatu metode untuk menempatkan barang-barang atau
mengelompokkan bermacam-macam subjek dalam suatu sistem kelas.
e. Teknik Definisi
Definisi adalah penjelasan terhadap arti kata atau pengertian suatu kata, frasa atau
kalimat.
f. Teknik Analisis
Teknik analisis merupakan cara memecahkan suatu pokok masalah. Teknik analisis
dapat dibagi atas: (1) teknik analisis sebab-akibat: (2) teknik analisis bagian: (3) teknik
analisis fungsional; dan (4) teknik analisis proses
4) Argumentasi adalah paragraf yang mengemukakan suatu pendapat beserta alasannya. Ciri-
cirinya ada pendapat dan ada alasannya.
5) Persuasi adalah pargraf yang mengajak, membujuk, atau Mempengaruhi pembaca agar
melakukan sesuatu. Ciri-cirinya ada bujukan atau ajakan untuk berbuat sesuatu.

b. Jenis paragraf berdasarkan letak kalimat topik/utama


a) Paragraf deduktif adalah paragraf yang dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok
atau kalimat topik kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas.
b) Paragraf induktif adalah paragraf yang dimulai dengan mengemukakan penjelasan-
penjelasan kemudian diakhiri dengan kalimat topik. Paragraf induktif dapat dibagi ke
dalam tiga jenis, yaitu generalisasi, analogi, dan kausalitas.
- Generalisasi adalah pola pengembangan paragraph yang menggunakan beberapa fakta
khusus untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum.
- Analogi adalah pola penyusunan paragraf yang berisi perbandingan dua hal yang
memiliki sifat sama. Pola ini berdasarkan anggapan bahwa jika sudah ada persmaan
dalam berbagai segi, maka akan ada persmaan pula dalam bidang yang lain.
- Hubungan Kausal. Hubungan kausal adalah pola penyusunan Paragraf dengan
menggunakan fakta-fakta yang memiliki pola hubungan sebab-akibat, akibat-sebab, dan
sebab-akibat 1 akibat 2
• Sebab-Akibat
Pealaran ini berawal dari peristiwa yag merupakan sebab, kemudia sampai pada
kesimpulan sebagai akibatnya. Polaya adalah A mengakibatkan B. Hal yang perlu
diperhatikan dalam membuat kesimpulan pola sebab-akibat adalah kecermatan dalam
menganalisis peristiwa atau faktor penyebab.
• Akibat-Sebab
Dalam pola ini dimulai dengan peristiwa yang menjadi akibat peristiwa itu dianalisis
untuk mencari penyebabnya.
• Sebab-Akibat -1 Akibat -2
Suatu penyebab dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat pertama berubah
menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikian seterusnya hingga timbul
rangkaian beberapa akibat.
Paragraf Campuran adalah paragraf yang dimulai dengan mengemukakan persoalan
pokok atau kalimat topik kemudian diikuti kalimat-kalimat penjelas dan diakhiri dengan
kalimat topik. Kalimat topik yang ada pada akhir paragraf merupakan penegasan dari awal
paragraf.
c. Jenis Paragraf Menurut Fungsinya dalam Karangan
Berdasarkan fungsinya dalam karangan, paragraf dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu (1)
paragraf pembuka, (2) paragraf pengembang, dan (3) paragraf penutup. Ketiga jenis paragraf itu
memiliki fungsi tersendiri yang membedakannya satu sama lain.
1) Paragraf Pembuka
Isi paragraf pembuka bertujuan mengutarakan suatu aspek pokok pembicaraan dalam karangan.
Sebagai bagian yang mengawali sebuah karangan, paragraf pembuka harus dapat difungsikan
untuk:
a) mengantarkan pokok pembicaraan;
b) menarik minat dan perhatian pembaca;
c) menyiapkan atau menata pikiran pembaca untuk mengetahui Isi seluruh karangan.
Setelah memiliki ketiga fungsi tersebut di atas dapat dikatakan Paragraf pembuka
memegang peranan yang sangat penting di dalam sebuah karangan. Paragraf pembuka harus
disajikan dalam bentuk yang menawan pembaca. Untuk itu, bentuk-bentuk itu dapat dimanfaatkan
sebagai bahan menulis paragraf pembuka, yaitu:
a) kutipan, bahasa, anekdot;
b) uraian mengenai pentingnya pokok pembicaraan;
c) suatu tantangan atas pendapat atau pernyataan seseorang;
d) uraian tentang pengalaman pribadi;
e) uraian mengenai maksud dan tujuan penulis;
f) sebuah pernyataan.

2) Paragraf Pengembang
Paragraf ini bertujuan mengembangkan pokok pembicaraan suatu karangan yang sebelumnya
telah dirumuskan di dalam paragraf pembuka. Contoh-contoh dan ilustrasi, inti permasalahan, dan
uraian pembahasan adalah isi sebuah paragraf pengembang. Paragraf pengembang di dalam
karangan dapat difungsikan untuk:
a) menguraikan inti persoalan;
b) memberi iliustrasi atau contoh;
c) menjelaskan hal yang akan diuraikan pada paragraf berikutnya;
d) meringkas paragraf berikutnya;
e) mempersiapkan dasar atau landasan bagi simpulan.
3) Paragraf Penutup
Paragraf penutup berisi simpulan bagian karangan (subbab,bab) atau simpulan seluruh
karangan. Paragraf ini sering merupakan pernyataan kembali maksud penulis agar lebih jelas.
Mengingat paragraf penutup dimaksudkan untuk mengakhiri karangan atau bagian karangan,
penyajiannya harus memperhatikan hal berikut ini.
a) Sebagai bagian penutup. Paragraf ini tidak bolelh terlalu panjang
b) Isi paragraf harus berisi simpulan sementara atau simpulan akhir sebagai cerminan inti seluruh
uraian.
c) Sebagai bagian yarng paling akhir dibaca, hendaknya paragraf ini dapat menimbulkan kesan
yang mendalam bagi pembacanya.
Untuk mendapatkan gambaran mengenai paragraf pembuka, pengembang, dan penutup, berikut
ini disajikan petikan karangan singkat.
Paragraf Pembuka:
“Pesantren adalah lembaga ideal untuk mencetak generasi muda yang berkualitas. Ini
didasarkan pada fakta bahwa pesantren memiliki kurikulum berbasis ilmu pengetahuan dan
teknologi serta dipadukan dengan iman dan takwa. Pengembangan pendidikan di pesantren
didesain dengan perpaduan kurikulum Kementrian Agama serta kurikulum pondok pesantren.
Dengan harapan mutu pendidikan pesantren jauh lebih berkualitas dibandingkan dengan sekolah
umum lainnya.”
Paragraf Pengembang:
“Di era globalisasi dengam persaingan yang terlalu ketat dewasa ini, membangun SDM
tidaklah cukup dengan membentuk budi pekerti saja, melainkan diperlukan pula berbagai
pengetahuan dan keterampilan (skill) agar para lulusan pondok pesantren dapat bersaing dalam
kehidupan yang semakin kompetitif. Keterampilan (skill) merupakan tuntutan dan kebutuhan pasar.
Keterampilan atau skill yang diprogramkan seperti pelntihan kewirausahaan, pelatihan sistem
informasi dan teknologi (IT), teranpil berbahasa Arab dan Inggris melalui praktek pekanan,
pelatihan dan budidaya pendayagunaan pengolahan pertanian menulis fiksi, perikanan, serta
keterampilan lainnya.”
Paragraf Penutup:
“Pengembangan pesantren dengat konsep yang jelas mutlak dilakukan. Pesantren tidak hanya
dijadikan sebagai tempat menimba ilmu saja, tetapi pesantren dapat menjadi lumbung yang
berkualitas.”

5. MAKNA
1. Hakikat Makna
Bahasa berkembang sesuai tuntutan masyarakat pemakainya. Pengembagan diksi terjadi pada
kata. Tetapi hal ini, berpengaruh pada penyusunan kalimat, paragraf, dan wacana. Pengembangan
tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan komunikasi. Komunikasi kreatif berdampak pada
perkembangan diksi, berupa penambahan atau pengurangan kuantitas maupun kualitasnya. Selain
itu, bahasa berkembang sesuai dengan kualitas pemikiran pemakainya. Perkembangan dapat
menimbulkan perubahan yang mencakup: perluasan, penyempitan, pembatasan, pelemahan,
pengaburan, dan pergeseran makna. Faktor penyebab perubahan makna sebagai berikut ini.
1) Kebahasaan
Perubahan makna yang ditimbulkan oleh faktor kebahasaan meliputi perubahan intonasi,
frasa, bentuk kata, dan bentuk kalimat.

a) Perubahan intonasi adalah perubahan makna yang diakibatkan oleh perubahan nada, irama, dan
tekanan, Kalimat berita Ia makan. Makna berubah jika intonasi kalimat diubah, misalnya: Ia
makan? Ia makan! Ia maakaaan. Perbedaan kalimat berikut ini diakibatkan oleh perubahan
intonasi.
Paman teman saya belum menikah.
Paman, teman saya belum menikah.
Paman, teman, saya belum menikah.
Paman, teman, saya, belum menikah.
b) Perubahan struktur frasa: kaleng susu (kaleng bekas tempat susu), susu kaleng (susu yang
dikemas dalam kaleng), dokter anak (dokter speliasis penyakit anak), anak dokter (anak yang
dilahirkan oleh orang tua yang menjadi dokter).
c) Perubahan bentuk kata adalah perubahan makna yang ditimbulkan oleh perubahan bentuk.
Misalnya, tua (tidak muda) jika ditambah awalan ke- menjadi ketua, makna berubah menjadi
pemimpin: sayang (cinta) berbeda dengan penyayang (orang yang mencintai) memukul (orang
yang memukul) berbeda dengan dipukul (orang yang dikenai pukulan).
d) Kalimat akan berubah makna jika strukturnya berubah.
Perhatikan kalimat berikut ini.
(1) Ibu Rina menyerahkan laporan itu lantas dibacanya.
(2) Karena sudah diketahui sebelumnya, satpam segera meringkus pencuri itu.
Kalimat pertama: salah bentuk kata sehingga menimbulkan makna lbu Rina dibaca setelah
menyerahkan surat itu (aneh bukan?). Kesalahan terjadi pada kesejajaran bentuk kata
menyerahkan dan diserahkan seharusnya menyerahkan dibentuk pasif menjadi diserahkan.
(1a) Setelah diserahkan oleh Ibu Rina laporan itu dibaca oleh penerimanya.
(1b) Setelah diserahkan oleh lbu Rina laporan itu ia baca.
Kalimat kedua, salah kesejajaran bentuk kata diketahui seharusnya mengetahui.
(2a) Karena sudah mengetahui sebelumnya, satpam segera meringkus pencuri itu.
(2b) Pencuri itu segara diringkus oleh satpam karena sudah diketahui sebelumnya.
2) Kesejarahan
Kata perempuan pada zaman penjajahan Jepang digunakan untuk menyebut perempuan
penghibur. Orang menggantinya dengan kata wanita. Kini setelah orang melupakan peristiwa
tersebut menggunakannya kembali, dengan pertimbangan kata perempuan lebih mulia
dibanding kata wanita.
Perhatikan penggunaan kata bercetak miring pada masa lalu dan bandingkan dengan
pemakaian kata pada masa sekarang.
Prestasi orang itu berbobot (sekarang berkualitas).
Prestasi kerjanya mengagumkan (sekarang kinerja).
Ia karyawan yang pintar (sekarang cerdas).
Ia pantas menjadi teladan karena konduite kerjanya sangat tinggi (sekarang layak).
3) Kesosialan
Masalah sosial berpengaruh terhadap perubahan makna. Kata gerombolan yang pada
mulanya bermakna orang berkumpul atau kerumun. Kemudian, kata itu tidak digunakan karena
berkonotasi dengan pemberontak, perampok, dan sebagainya. Sebelum tahun 1945 orang dapat
berkata, gerombolan laki-laki menuju pasar, setelah tahun 1945, apalagi dengan munculnya
pemberontak, kata gerombolan tidak digunakan bahkan ditakuti.

Perhatikan kata-kata berikut ini!


Petani kaya disebut petani berdasi
Militer disebut baju hijau
Guru disebut pahlawan tanpa tanda jasa
4) Kejiwaan
Perubahan makna karena faktor kejiwaan ditimbulkan oleh pertimbangan: (1) rasa takut,
(2) kehalusan ekspresi, dan 3) kesopanan. Misalnya, pada masa orde baru, orang takut
(khawatir) banyak utang (komersial) merupakan kinerja buruk bagi pemerintah, kata tersebut
diganti dengan bantuan atau pinjaman. Padahal, utang (komersial) dan bantuan berbeda
makna. Utang harus dikembalikan bersama bunganya, sedang bantuan tidak menuntut
pengembalian.
Demikian pula kata dirumahkan untuk mengganti dipecat. Kata korupsi diganti dengan
menyalahgunakan jabatan, dipenjara (ditahan) diganti dengan diamankan, dan sebagainya.
Pemakaian kata-kata tersebut dimaksudkan agar tidak menimbulkan masalah kejiwaan,
misalnya: menderita, tidak takut, atau tidak menentang secara psikologis.

Perhatikan contoh berikut ini!


1) Tabu
Pelacur disebut tuna susila atau penjaja seks komersial (PSK)
Germo disebut hidung belang
Koruptor disebut penyalahgunaan jabatan

2) Kehalusan (pleonasme)
Bodoh disebut kurang pandai
Malas disebut kurang rajin
Perampok hutan disebut penjarah hutan

3) Kesopanan
Ke kamar mandi disebut ke belakang
Gagal disebut kurang berhasil
Sangat baik disebut tidak buruk

5) Bahasa Asing
Perubahan makna karena faktor bahasa asing, misalnya kata tempat orang terhormat
diganti dengan VIP. Kata simposium pada mulanya bermakna orang yang minum-minum di
restoran dan kadang-kadang ada acara dansa yang diselingi dengan diskusi. Dewasa ini kata
simposium sudah lebih dititikberatkan pada acara diskusi yang membahas berbagai masalah
dalam bidang ilmu tertentu. Perhatikan contoh beriktut ini!

Jalur khusus bus disebut busway

Kereta api satu rel disebut monorail

Penuh warna, kalerful dari kata colourfull


6) Kata Baru
Kreativitas pemakai bahasa berkembang terus sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan
tersebut memerlukan bahasa sebagai alat ekspresi dan komunikasi. Kreativitas baru dihadapkan
pada kelangkaan makna leksikal, yang mendasari bentuk unflesi suatu kata, atau istilah baru
yang mendukung pemikirannya. Kebutuhan tersebut mendorong untuk menciptakan istilah
baru bagi konsep baru yang ditemukannya. Misalnya: chip, microsoftword, server, download,
cd, dvd, chatting, infokus, website, megapixel, vendor, hacker, racker, vitur, antirex, flash drive,
password, dan sebagainya. Dalam bahasa Indonesia terdapat kata-kata asing yang
dindonesiakan, ada yang dipertahankan karena keinternasionalannya, dan ada kata asing yang
cukup dengan penyesuaian ejaannya.

2. Denotasi dan Konotasi


Makna denotasi dan konotasi dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya nilai rasa. Kata denotasi
lebih menekankan tidak adanya nilai rasa, sedangkan konotasi bernilai rasa kias.
Makna denotasi lazim disebut (a) makna konseptual yakni makna yang sesuai dengan hasil
observasi (pengamatan) menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman
yang berhubungan dengan informasi (data) faktual dan objektif, (b) makna sebenarnya,
umpamanya, kata kursi tempat duduk yang berkaki empat (makna sebenarnya), (c) makna lugas
yaitu makna apa adanya, lugas, polos, makna sebenarnya, bukan makna kias.
Konotasi berarti makna kias, bukan makna sebenarnya. Sebuah kata dapat berbeda dari
masyarakat ke masyarakat lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma masyarakat tersebut.
Makna konotasi dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Dalam kalimat “Megawati dan Susilo
Bambang Yudoyono berebut kursi presiden” Kalimat tersebut tidak menunjukkan makna bahwa
Megawati dan Susilo Bambang Yudoyono tidak tarik-menarik kursi karena kata kursi berarti
jabatan presiden.
Sebuah kata dapat merosot nilai rasanya karea penggunaannya tidak sesuai dengan makna
denotasinya. Umpamanya, kata kebijaksanaan yang bermakna denotasi kelakuan atau tindakan arif
dalam menghadapi suatu masalah, menjadi negatif konotasinya akibat kasus-kasus tertentu,
misalnya sebagai berikut.
a. Pengemudi kendaraan bermotor yang ditilang karena melanggar peraturan lalu lintas minta
kebijaksanaan kepada petugas agar tidak diperkarakan (damai di tempat).
b. Orang tua murid yang anaknya tidak naik kelas mohon kebijaksanaan kepada kepala sekolah
agar bersedia menolong anaknya (menaikkan kelas).
c. Untuk mengurus surat-surat di kantor pemerintah seringkali kita pun diminta memberi
kebijaksanaan oleh sang petugas agar urusan tidak terlambat (memberikan uang suap).

Dapat ditegaskan bahwa makna konotatif cenderung bersifat subjektif. Makna kata ini lebih
banyak digunakan dalam situasi tidak formal, misalnya: dalam pembicaraan yang bersifat ramah-
tamah, diskusi tidak resmi, kekeluargaan, dan pergaulan.
Perhatikan contoh berikut ini!
a. Laporan Anda harus diserahkan selambat-lambatnya 1 Juni 2004 (denotasi).
b. Laporan Anda belum memenuhi sasaran (konotasi).
c. Laporan Anda sudah mencapai target yang ditentukan, menggunakan data yang akurat,
menyerahkan hasil tepat waktu, dan memberikan masukan yang sangat diperlukan bagi
kebijakan selanjutnya (denotasi).
d. Penulis memanjatkan puji syukur atas selesainya laporan ini (konotasi).
e. Kepada Tuhan penulis mengucapkan puji syukur atas penyelesaian laporan ini dengan baik dan
tepat waktu (denotasi).

3. Sinonim
Sinonim adalah persamaan makna kata. Artinya, dua kata atau lebih yang berbeda bentuk,
ejaan, dan pengucapannya, tetapi bermakna sama. Misalnya, wanita bersinonim dengan
perempuan, makna sama tetapi berbeda tulisan maupun pengucapannya. Dalam kalimat kedua kata
tersebut dapat dipertukarkan. Tradisi di daerah itu memasak dikerjakan oleh perempuan. Kata
perempuan diganti dengan wanita. Tradisi di daerah itu memasak dikerjakan oleh wanita.
Perhatikan contoh kata-kata bersinonim dan hampir bersinonim berikut ini. Cermatilah,
dapatkah kata-kata tersebut dipertukarkan penggunaannya dalam sebuah kalimat? Jika tidak, kata-
kata tersebut tidak bersinonim sepenuhnya.
a. hamil, bunting
b. hasil, produksi, prestasi, keluaran
c. kecil, mikro, minor, mungil
d. korupsi, mencuri
e. strategi, teknik, taktik, siasat, kebijakan
f. terminal, halte, perhentian, stasiun, pangkalan, pos
g. melirik, memandang, menjenguk, melihat, menonton, memperhatikan, mengintip, menengok.

Jadi, kesinoniman mutlak jarang ditemukan dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia.
Ketidakmungkinan menukar sebuah kata dengan kata lain yang bersinonim disebabkan oleh
berbagai alasan: waktu, tempat, kesopanan, suasana batin, dan nuansa makna. Perhatikan contoh
berikut: kegiatan, kesopanan, nuansa makna, tempat atau daerah, dan waktu.
a. kesopanan, misalnya: saya, aku.
b. kegiatan, misalnya: aman-tenteram, matahari-surya.
c. nuansa makna, misalnya: melihat, melirik, melotot, meninjau, mengintip: penginapan, hotel,
motel, losmen; mantan, bekas.
d. tempat atau daerah, misalnya kata: saya, beta.
e. waktu, misalnya: pasar hampir bersinonim dengan konsumen atau pelanggan. Pasar pada masa
lalu berarti tempat orang berjual-beli. Sedangkan pasar pada situasi masa sekarang mengalami
perluasan bukan hanya tempat berjual-beli, tetap juga berarti pemakai produk, konsunmen, atau
pelanggan.

Dua kata bersinonim atau hampir bersinonim tidak digunakan dalam sebuah frasa. Misalnya:
adalah merupakan, agar supaya, bagi untuk, adalah yaitu, yth. kepada. Dalam sebuah kalimat,
menggunaan kedua kata tersebut, misalnya sebagai berikut.
a. Kucing adalah merupakan binatang buas. (salah)
b. Kepada Yth. Bapak Nurhadi. (salah)
c. Ia bekerja keras agar supaya sukses. (salah)
Penggunaan kata bersinonim dalam sebuah frasa tersebut salah, seharusnya:
a. Kucing adalah binatang buas. (benar)
Kucing merupakan binatang buas. (benar)
b. Kepada Bapak Nurhadi. (benar)
Yth. Bapak Nurhadi (benar)
c. Bagi saya, pendapat itu salah. (benar)
Untuk saya, pendapat itu salah. (benar)

4. Polisemi dan Homonimi


Polisemi menunjukkan bahwa suatu kata memiliki lebih dari satu makna. Misalnya, kata bisa
berarti “dapat” dan “racun”. Di samping itu, terdapat kata homonimi.
Homonimi adalah hubungan makna dan bentuk, apabila dua buah makan atau lebih dinyatakan
dengan sebuah bentuk yang sama (homonimi ‘sama nama’ atau sering juga disebut homofoni sama
bunyi’). Bandingan contoh ini: (1) Ular berbisa; (2) Dia tidak bisa datang. Kata bisa pada kedua
contoh ini dikatakan homonim atau homofon karena dinyatakan dalam satu bentuk. Selain itu, kata
bisa bermakna lebih dari satu, oleh sebab itu dikatakan pula polisemi.

5. Hiponimi
Hiponimi adalah hubungan makna yang mengandung pengertian hierarki. Hubungan hiponimi
ini dekat dengan sinonimi. Apabila sebuah kata memiliki semua komponen makna kata lainnya,
tetapi tidak sebaliknya, maka perhubungan itu disebut hiponimi. Ke dalam kata bunga termasuk
mawar, melati, ros dan lainnya, atau mawar termasuk golongan bunga. Jadi kata mawar adalah
hiponimi dari bunga atau mawar meliputi superordinat bunga. Kata warna meliputi semua warna.
Dapat dikatakan bahwa warna sebagai superordinat dari hijau, merah, kuning, atau biru dan
sebagainya.

6. Antonimi
Antonimi adalah oposisi makna dalam pasangan leksikal yang dapat dijenjangkan
(Kridalaksana dalam Djajasudarma, 2009: 73). Hubungan makna yang terdapat di antara sinonimi,
homonimi, hiponimi, dan polisemi adalah hubungan kesamaan-kesamaan, sedangkan antonimi
sebaliknya, digunakan untuk menyebut makna berlawanan. Antonimi merupakan hubungan di
antara kata-kata yang dianggap memiliki pertentangan makna. Misalnya, kata panas berlawanan
dengan kata dingin; kata atas berlawanan dengan kata bawah, dan seterusnya.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

• Diksi adalah ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatan pilihan kata ini dipengaruhi oleh
kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami,
menguasai, dan menggunakan sejumlah kosa kata secara aktif yang dapat mengungkapkan
gagasan secara tepat sehingga mampu mengomunikasikannya secara efektif kepada pembaca
atau pendengarnya. Selain pilihan kata yang tepat, efektivitas komunikasi menuntut persyaratan
yang harus dipenuhi oleh pengguna bahasa, yaitu kemampuan memilih kata yang sesuai dengan
tuntutan komunikasi. Menggunakan kata khusus dan kata umum secara cermat.
• Gaya bahasa adalah cara mempergunakan bahasa secara imajinatif, bukan dalam pengertian
yang benar-benar secara alamiah saja. Gaya bahasa merupakan bentuk retorik. Tujuan menulis
adalah untuk mengungkapkan fakta-fakta, perasaan, sikap, dan isi pikiran secara jelas dan
efektif kepada pembaca. Ada beberapa persoalan yang harus diperhatikan dalam mencapai
penulisan atau pengungkapan kalimat yang efektif, yaitu sebagai berikut.
• Kalimat efektif ialah kalimat yang singkat, padat, jelas, lengkap, dan dapat menyampaikan
informasi secara tepat. Kalimat efektif selalu tetap berusaha agar gagasan pokok selalu
mendapat tekanan atau penonjolan dalam pikiran pembaca dan pendengar. Kalimat yang baik
adalah kalimat yang jelas memperlihatkan kesatuan gagasannnya dan mengandung satu ide
pokok.
• Paragraf adalah satuan bentuk bahasa yang biasanya merupakan hasil penggabungan beberapa
kalimat (Finoza 2005- 149). Paragraf disebut juga alinea. Kata paragraf diserap dalam bahasa
Indonesia dari bahasa Inggris paragraph, sedangkan alinea diserap dari bahasa Latin alenia,
yang berarti ‘mulai dari baris baru’. Paragraf adalah bagian bab dalam suatu karangan, biasanya
mengandung satu ide pokok dan penulisannya dimulai dengan garis baru atau biasa kita sebut
alinea. Alinea atau paragraf adalah satuan bentuk bahasa yang biasanya merupakan hasil
penggabungan beberapa kalimat. Hal yang perlu diperhatikan dalam menghimpun beberapa
kalimat menjadi alinea, menurut Finoza (2005: 165) adalah adanya kesatuan dan kepaduan.
Paragraf menurut Arifin dan Amran (2000: 113) adalah seperangkat kalimat yang
membicarakan suatu gagasan atau topik. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa pengertian paragraf adalah mengungkapkan ide yang lebih luas dari
kalimat, yang di dalam paragraf terdapat (a) kalimat topik/kalimat pokok, dan (b) kalimat
penjelas/pendukung. Kalimat topik adalah kalimat yang berisi ide pokok atau ide utama alinea.
• Perkembangan dapat menimbulkan perubahan yang mencakup: perluasan, penyempitan,
pembatasan, pelemahan, pengaburan, dan pergeseran makna. Perubahan intonasi adalah
perubahan makna yang diakibatkan oleh perubahan nada, irama, dan tekanan. Makna denotasi
dan konotasi dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya nilai rasa. Kata denotasi lebih
menekankan tidak adanya nilai rasa, sedangkan konotasi bernilai rasa kias. Konotasi berarti
makna kias, bukan makna sebenarnya. Sebuah kata dapat berbeda dari masyarakat ke
masyarakat lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma masyarakat tersebut. Sebuah kata
dapat merosot nilai rasanya karea penggunaannya tidak sesuai dengan makna denotasinya.
Homonimi adalah hubungan makna dan bentuk, apabila dua buah makan atau lebih dinyatakan
dengan sebuah bentuk yang sama (homonimi ‘sama nama’ atau sering juga disebut homofoni
sama bunyi’). Hiponimi adalah hubungan makna yang mengandung pengertian hierarki.
Antonimi adalah oposisi makna dalam pasangan leksikal yang dapat dijenjangkan
(Kridalaksana dalam Djajasudarma, 2009: 73). Antonimi merupakan hubungan di antara kata-
kata yang dianggap memiliki pertentangan makna
SARAN
Sebagai mahasiswa sebaiknya kita harus mengetahui tata cara penulisan akademik yang baik dan benar
untuk menunjang tugas yang akan kita tempuh.

DAFTAR PUSTAKA
Ntelu, Asna dkk.2020.Bahasa Indonesia Akademik.Gorontalo:Ideas Publishing
http://amalilmukita.blogspot.com/2015/04/makalah-bahasa-indonesia-menulis.html

Anda mungkin juga menyukai