MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bahasa Indonesia
Oleh :
Adhityo Candra Yudhawara / 2 / 1E
NIM : 1731110088
Dinanda Agil Prakoso / 5 / 1E
NIM :1731110099
Muhammad Elang Wicaksono / 14 / 1E
NIM :1731110070
Rian Lintang Pratama Santoso / 21 / 1E
NIM :1731110076
MALANG
SEPTEMBER 2017
DAFTAR ISI
Sampul......................................................................................................1
Daftar Isi...................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Masalah......................................................................... 4
b. Rumusan Masalah................................................................................... 5
c. Tujuan Penulisan..................................................................................... 6
d. Ruang Lingkup........................................................................................ 6
BAB II PEMBAHASAN
a. Pengertian Diksi...................................................................................... 7
b. Fungsi Diksi............................................................................................. 8
c. Pembagian Makna Kata.......................................................................... 8
d. Struktur Leksikal…................................................................................ 13
e. Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata dan Kata.................................... 20
f. Syarat-syarat Ketepatan Diksi..................................................................21
g. Gaya Bahasa….........................................................................................23
BAB III PENUTUP
a. Simpulan.................................................................................................. 40
b. Saran........................................................................................................ 40
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................40
2
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang masalah
Bahasa terbentuk dari beberapa tataran gramatikal, yaitu dari tataran
terendah sampai tertinggi adalah kata, frase, klausa, kalimat dan paragraf. Ketika
anda menulis dan berbicara, kata adalah kunci pokok dalam membentuk tulisan dan
ucapan. Maka dari itu kata-kata dalam bahasa Indonesia harus dipahami dengan
baik, supaya ide dan pesan seseorang dapat dimengerti dengan baik. Kata-kata yang
digunakan dalam komunikasi harus dipahami dalam konteks alinea dan wacana.
Tidak dibenarkan menggunakan kata-kata sesuka hati, tetapi yang harus mengikuti
kaidah-kaidah yang benar.
Menulis merupakan kegiatan yang menghasilkan ide secara terus menerus
dalam bentuk tulisan yang teratur yang mengungkapkan gambaran, maksud,
gagasan, perasaan ( ekspresif ). Untuk itu penulis atau pengarang membutuhkan
keterampilan dalam hal struktur bahasa dan kosakata. Yang terpenting dalam
menulis adalah penguasaan kosakata yang merupakan bagian dari diksi. Ketetapan
diksi dalam membuat suatu tulisan atau karangan tidak dapat diabaikan demi
menghasilkan tulisan yang mudah dimengerti. Diksi dapat diartikan sebagai pilihan
kata pengarang dalam menggambarkan “ cerita “ pengarang. Walaupun dapat
diartikan begitu, diksi tidak hanya pilih-memilih kata saja atau mengungkapkan.
Tidak dapat disangkal bahwa dalam penggunaan kosa kata adalah bagian
yang sangat penting dalam dunia perguruan tinggi. Prosesnya mungkin lamban dan
sukar, tapi orang akan merasa lega dan puas sebab tidak akan sia-sia semua jerih
payah yang telah diberikan. Manfaat dari kemampuan yang diperolehnya itu akan
lahir dalam bentuk penguasaan terhadap pengertian-pengertian yang tepat bukan
sekedar mempergunakan kata-kata yang hebat tanpa isi. Dengan pengertian-
pengertian yang tepat itu, kita dapat pula menyampaikan pikiran kita secara
sederhana dan langsung.
Memang harus diakui, kecenderungan orang semakin mengesampingkan
pentingnya penggunaan bahasa, terutama dalam tata cara pemilihan kata atau
diksi.
3
Terkadang kita pun tidak mengetahui pentingnya penguasaan bahasa
Indonesia yang baik dan yang benar, sehingga ketika kita berbahasa, baik lisan
maupun tulisan, sering mengalami kesalahan dalam penggunaan kata, frasa,
paragraf, dan wacana.
4
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian diksi.
2.Mahasiswa mampu mengetahui fungsi diksi.
3.Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana pembagian makna kata.
4.Mahasiswa mampu mengetahui penyebab kesalahan pemakaian gabungan kata
dan kata.
5.Mahasiswa mampu mengetahui syarat-syarat ketepatan diksi.
6.Mahasiswa mampu mengetahui gaya bahasa dan idiom.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Diksi
Pilihan kata atau diksi pada dasarnya adalah hasil dari upaya memilih kata
tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alenia, atau wacana. Pemilihan kata dapat
dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau bermiripan.
Pemilihan kata bukanlah sekedar memilih kata yang tepat, melainkan juga memilih
kata yang cocok. Cocok dalam arti sesuai dengan konteks di mana kata itu berada,
dan maknanya tidak bertentangan dengan yang nilai rasa masyarakat pemakainya.
Diksi adalah ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatan pilihan
kata dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan
kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejumlah kosa
kata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu
mengomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya.
Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karang-
mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Dalam memilih kata yang
setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu maksud, kita dapat lari dari kamus.
Kamus memberikan suatu ketetapan kepada kita tentang pemakaian kata-kata.
Dalam hal ini, makna kata yang tepatlah yang diperlukan.
Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa
yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Disamping itu, pemilihan
kata itu harus pula sesuai dengan situasi dengan situasi dan tempat penggunaan
kata-kata itu. Pemilihan kata akan dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang
artinya hampir sama atau bermiripan. Ketersediaan kata akan ada apabila seseorang
mempunyai bendaharaan kata yang memadai, seakan-akan ia memiliki senarai
(daftar) kata. Senarai kata itu dipilih satu kata yang paling tepat untuk
mengungkapkan suatu pengertian. Tanpa menguasai sediaan kata yang cukup
banyak, tidak mungkin seseorang dapat melakukan pemilihan atau seleksi kata.
Pemilihan kata bukanlah sekedar kegiatan memilih kata yang tepat, melainkan
juga memilih kata yang cocok. Cocok dalam hal ini berarti sesuai dengan konteks
dimana kata itu berada, dan maknanya tidak bertentangan dengan nilai rasa
masyarakat pemakainya. Untuk itu, dalam memilih kata diperlukan analisis dan
6
pertimbangan tertentu. Sebagai contoh, kata mati bersinonim dengan mampus
,wafat, tewas, gugur, berpulang, kembali ke haribaan, dan lain sebagainya. Akan
tetapi, kata-kata tersebut tidak dapat bebas digunakan. Mengapa? Ada nilai rasa dan
nuansa makna yang membedakannya.
2.2 Fungsi Diksi
Dalam karangan ilmiah, diksi dipakai untuk menyatakan sebuah konsep,
pembuktian, hasil pemikiran, atau solusi dari suatu masalah. Adapun fungsi diksi
antara lain :
a) Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal.
b) Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat.
c) Menciptakan komunikasi yang baik dan benar.
d) Mencegah perbedaan penafsiran.
e) Mencagah salah pemahaman.
f) Mengefektifkan pencapaian target komunikasi.
7
2.3.2 Makna Konotatif
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat
dari sikap social, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna
konseptual. Makna konotatif atau konotasi berarti makna kias, bukan makna
sebenarnya. Sebuah kata dapat berbeda dari satu masyakat ke masyarakat lain,
sesuai dengan pandangan hidup dan norma masyarakat tersebut. Makna konotasi
juga dapat berubah dari waktu ke waktu.
Contoh:
“Prabowo Hatta dan Jokowi Kalla berebut kursi presiden.” Kalimat tersebut
tidak menunjukan makna bahwa Prabowo dan Jokowi Kalla tarik-menarik
kursi. Karena kata kursi berarti jabatan presiden.
Makna konotatif dan denotatif berhubungan erat dengan kebutuhan pemakaian
bahasa. Makna denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada suatu makna yang
menyertainya, sedangkan makna konotatif adalah makna yang mempunyai tautan
pikiran, perasaan, dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa tertentu. Dengan kata
lain, makna konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus, sedangkan denotatif
maknanya umum.
Kalimat dibawah ini menunjukan hal itu:
Dia adalah wanita manis (konotatif).
Dia adalah wanita cantik (denotatif).
Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik akan memberikan
gambaran umum seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis terkandung suatu
maksud yang bersifat memukau perasaan kita.
Nilai kata-kata itu dapat bersifat baik dan dapat pula bersifat jelek. Kata-kata
yang berkonotasi jelek dapat kita sebutkan seperti kata tolol (lebih jelek daripada
bodoh ), mampus (lebih jelek daripada mati), dan gubuk (lebih jelek daripada
rumah). Di pahak lain, kata-kata itu dapat mengandung arti kiasan yang terjadi dari
makna denotative referen lain. Makna yang dikenakan kepada kata itu dengan
sendirinya akan ganda sehingga kontekslah yang lebih banyak berperan dalam hal
ini.
8
Perhatikan contoh dibawah ini:
Sejak dua tahun yang lalu ia membanting tulang untuk memperoleh
kepercayaan masyarakat. Kata membanting tulang (yang mengambil
suatu denotatif kata pekerjaan membanting sebuah tulang) mengandung
makna “bekerja keras” yang mengandung sebuah kiasan. Kata
membanting tulang dapat kita masukan dalam golongan kata yang
bermakna konotatif.
9
2.3.5 Pembentukan Kata
Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam dan luar bahasa Indonesia.
Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kosa kata baru dengan dasar kata yang sudah
ada, sedangkan dari luar terbentuk kata baru melalui unsur serapan. Dari dalam
bahasa Indonesia terbentuk kata baru, misalnya: tata buku, tata bahasa, daya tahan,
dan lain-lain. Dari luar bahasa Indonesia terbentuk kata-kata melalui pungutan kata,
misalnya: bank, valuta, dan lain-lain.
10
Dalam hubungan dengan konteks ini, perlu kiranya dikemukakan suatu
pengertian yang disebut kolokasi. Yang dimaksud dengan kolokasi (collocation)
adalah lingkungan leksial dimana sebuah kata dapat muncul.misalnya kata gelap
bekolokasi kata malam, dan tidak pernah berkolokasi dengan kata baik atau jahat;
dengan demikian kita dapat memperoleh konstruksi malam gelap. Dengan dasar ini
dapat dipelajari betapa jangka kolokasional dari kata – kata dalam suatu bahasa.
Kata seorang hanya bisa dipakai bagi manusia atau malaikat atau dewa, kadang –
kadang untuk setan tetapi tidak pernah untuk binatang atau makhluk tak bernama.
Kata sudah pada umunya dapat berkolokasi dengan semua kata kerja, atau kata
sifat, tetapi tidak dapat berkolokasi dengan kata benda.
Sebaiknya, dalam konteks linguistis dapat muncul pengertian tertentu akibat
perpaduan atara dua buah kata, misalnya: rumah ayah mengandung pengertian
“milik”, rumah batu mengandung pengertian dari atau bahayanya dari;membelikan
ayah mengandung pengertian untuk atau benefaktif.
11
2. Aksi verbal dari partisipan, yang berarti tiap orang yang terlibat akan
mempergunakan Bahasa yang sesuai dengan situasi atau kedudukan
sosialnya masing-masing.
3. Aksi non-verbal dari partisipan, yang berarti tingkah laku non-bahasa
(gerak-gerik, mimik, dan sebagainya) yang mengiringi Bahasa yang
digunakan, juga dipengaruhi oleh status sosial para partisipan.
4. Obyek-obyek yang releva: yang berarti bahwa pokok pembicaraan juga
akan mempengaruhi Bahasa para partisipan. Kalua obyek pembicaraan
adalah mengenai Tuhan, moral, keluruhan, akan dipergunakan kata-kata
yang berkonotasi mulia; kalua obyeknya adalah setan, kejahatan,
korupsi, dan sebagainya, akan dipergunakan kata-kata yang berkonotasi
jelek. Bidang ilmu akan mempergunakan kata-kata ilmiah, bidang sastra
akan mempergunakan kata-kata yang khusus untuk kesusastraan.
2
dalam penggunaan sehari-hari disebut juga makna kalimat, kna
structural, dan sebagainya. Bidang yang mempelajari hal tersebut
akhirnya disebut juga semantik structural, dipertetangkan dengan
semantik leksial yang menyangkut hal yang pertama.
5. Efek dari aksi verbal: efek yang diharapkan oleh partisipan juga akan
mempengaruhi pilihan kata. Bila seorang mengingkan suatu perlakuan
yang baik dan manis, maka kata-kata yang digunakan juga akan sesuai
dengan efek yang diinginkan itu; kalua ia menginginkan suatu perlakuan
yang kasar, maka kata-kata yang dipilih juga akan lain.
Dengan demikian, Bahasa yang digunakan bukan hanya semata-mata Karena
masalah-masalah kebahasaan, tetapi juga karena masalah kemasyarakatan, yang
bersifat nonlinguistis.
Sinonimi adalah suatu istilah yang dapat dibatasi sebagai, (1)telaah mengenai
bermacam-macam kata yang memiliki makna yang sama, atau (2)keadaan dimana
dua kata atau lebih memiliki makna yang sama. Sebaliknya, sinonim adalah kata –
kata yang memiliki makna yang sama.
12
Dalam ilmu bahasa yang murni, sebenarnya tidak diakui adanya sinonim-
sinonim. Tiap kata mempunyai makna atau nuansa makna yang berlainan,
walaupun ada ketumpang-tindihan makna inilah yang membuat orang menerima
konsep sinonimi atau sinonim sebagai dikemukakan diatas. Disamping itu, konsep
ini juga diterima untuk tujuan praktis guna mempercepat pemahaman makna
sebuah kata yang baru, yang dikaitkan dengan kata-kata lama yang sudah dikenal.
Dengan demikian, proses perluasan kosa kata seseorang juga akan berjalan lebih
lancar.
Walupun ada penolakan mengenai adanya sinonim ini, ada juga ahli yang
berpendirian bahwa bagaimana sekalipun ada juga kata-kata yang benar-benar
bersinonim. Kesinoniman kata dapat diukur dari dua kriteria berikut:
(1) Kedua kata itu harus saling bertukar dalam semua kompleks; ini disebut
sinonim total.
(2) Kedua kata itu memiliki indentitas makna kognitif dan emotif yang sama;
hal ini disebut sinonim komplet.
Dengan kriteria ini dapat diperoleh empat macam sinonim, yaitu (1) sinonim
yang total dan komplet, yang dalam kenyataan jarang ada; dan inilah yang dijadikan
landasan untuk menolak adanya sinonim; (2) sinonim yang tidak total tetapi
komplet; (3) sinonim yang total tetapi tidak komplet; (4) sinonim yang tidak total
dan tidak komplet, semuanya tergantung dari sudut pemenuhan kedua kriteria di
atas.
Dengan kriteria itu, kita masih menerima bahwa kata manipulasi bersinonim
dengan kecurangan, penggelapan, penimbunana, spekulasi. Namun tidak ada
sinonim total dan komplet antara dua kata atau lebih dari kata-kata yang bersinonim
itu. Demikian pula bila dikatakan bahwa kata stabil bersinonim denga kata mantap,
kuat, tak goyah, tetap, kukuh, atau kata senang bersinonim dengankata puas, lega,
tidak susah, tidak kecewa, betah, berbahagia, suka, gembira, sukacita, girang,
nyaman tidak terdapat sinonim total dan komplet. Tetapi dari perangkat kata-kata
bersinonim itu, pasti ada yang termasuk dalam ketiga jenis sinonim yang lain.
13
Penyerapan kata-kata daerah ke dalam bahasa indonesia, juga menjadi
penyebab adanya sinnonim. Tempat kediaman yang berlainan mempengaruhi pula
perbedaan kosa kata yang digunakan, walupun referennya sama. Kita mengenal
kata tali dan lambang, parang dan golok,ubi kayu dan singkong dan tanah liat,
dan sebagainya.hampir sama dengan kelas sinonim ini adalah sinonim yang terjadi
karena pengambilan data dari dialek yang berlainan: tuli dan peak, sore, dan
petang, dan sebagainya.
Kata korban dalam KUBI dijelaskan sebagai memiliki makna (1) pemberian
untuk menyatakan kebaktian, (2) orang yang menderita kecelakaan karena sesuatu
perbuatan, (3) orang yang meninggal karena tertimpa bencana.Ketiga makna ini
bberdekatan satu sama lain, dan dalam kamus biasanya ditempatkan di bawah satu
topik yang sama. Dari KUBI kita juga mencatat data yang lain, yaitu ada kata bisa
yang berarti (1) zat racun yang dapat menyebabkan luka, busuk atau mati pada
sesuatu yang hidup, (2) mengandung zat racun (berbisa), (3) sesuatu yang buruk
dapat merusak akhlak; dan bisa II yaitu berarti: dapat;boleh;mungkin. Contoh
pertama di atas (korban) adalah polisemi, dan contoh yang kedua (bisa I, bisa II)
adalah homonimo.
14
atau “pusaka” berasal dari bahasa Belanda yang berarti “kertas bertulisan yang
dijilid”; kata kopi juga adalah homonim walaupun kata kopi I berasal dari bahasa
Belanda Koffie yang berarti “nama pohon dan biji yang digoreng untuk minumam”,
dan kopi II yang berasal dari bahasa Inggris copy yang berarti “salinan (surat dan
sebagainya)”.
Selain hal di atas, cara untuk mengetahui apakah suatu bentuk itu
merupakan polisemi atau homonimi adalah dengan mengetahui prinsip
perluasanmakna dari suatu makna dasar. Salah satu daripadanya adalah metafora
yang didasarkan pada hubungan antara referen primer bagi kata-kata:
mulut,mata,kepala,kaki,tangan dan sebagainya. Hubungan itu lahir dari kesamaan
fungsi atau bentuk anatara referen-referennya.
15
2.5.3 Hiponimi
Hiponimi adalah semacam relasi antar kata yang berwujud atas bawah atau
dalam suatu makna tetkandung sejumlah komponen yang lain. Karena ad akelas
atas yang mencakup sejumlah komponen yang lebih kecil, dan ada sejumlah kelas
bawah yang merupakan komponen-komponen yang tercakup dalam kelas atas,
maka kata yang berkedudukan sebagai kelas disebut superordinate dan kelas bawah
yang disebut hiponim.
Kata bunga merupakan suatu superordinate yang membawahi sejumlah
hiponim antara lain: mawar, melati, sedap malam, falmboyanm, dan gladiol. Tiap
hiponim pada gilirannya dapat menjadi superordinate bagi sejumlah hiponim yang
bernaung di bawahnya,misalnya ada mawar merah, mawar putih, mawar oranye,
dan sebagainya. Dalam keterbatasann istilah dapat juga terjadi bahwa istilah yang
sama dapat dipakai lebih dari satu kali bagi hirarki yang berbeda. Misalnya kata
binatang pertama-tama superordinate membawahi hiponim manusia dan binatang
(hewan atau binatang tak berakal budi). Kata binatang (hewan atau binatang tak
berakal budi) yang tadinya menjadi hiponim, sekarang dapat bertindak lagi sebagai
superordinat yang membawahi hiponim baru: burung, ikan, insek, dan binatang
penyusu.
Dalam komposisi, sebuah hiponim dapat digantikan oleh superordinatnya
sesudah penulis mengemukakan hiponim tadi. Tetapi sebaliknya bila penulis
berbicara mengenai sebuah superordinate ia tidak dapat menggantikan
superordinate dengan hiponimnya sebagai suatu contoh atau ilustrasi. Misalnya: “Ia
memelihara sepuluh ekor anjing herder untuk menjaga rumahnya. Binatang-
binatang itu dengan setia mengadakan pengawalan siang dan malam.” Binatang
adalah makhluk yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Anjing misalnya
membantuk manusia dalam berburu mencari jejak pencuri, menjaga keamanan
rumah, dan sebagainya.” Contoh pertam menunjungkkan bahwwa kata anjing
herder dapat diganti dengan binatang, tetapi kalimat keedua menunnjukan bahwa
kata binatang tak dapat diganti dengan anjing, kecuali kalua kata anjing berfungsi
sebagai contoh dari superordinate itu. Hal itu penting disadari dalam komposisi.
16
Istilah superordinate dan hiponim adalah istilah dalam semantik. Ilmu biologi
mempergunakan isitilah genus dan spesies, ilmu-ilmu sosial mempergunakan
istilah kategori dan sub kelas, semuanya mengacu pada hal yang sama yaitu tingkat
atas dan tingkat bawah.
2.5.4 Antonimi
Istilah antonimi dipakai untuk menyatakan “lawan makna”, sedangkan
kata yang berlawan disebut antonimi. Sering kali antonim dianggap sebagai lawan
kata dari sinonim, namun anggapan itu sangat menyesatkan. Antonimi adalah relasi
antar makna yang wujud logisnya sangat berbeda atau bertentangan: benci-cinta,
panas-dingin, timur-barat, suami-istri, dan sebagainya. Bila dibandingkan dengan
sinonimi, maka antonimi merupakan hal yang wajar dalam Bahasa.
Walaupun kita menerima konsep antonimi secara umum, sebenarnya Tedapat
perbedaan antara bermacam-macam kata yang berantonim itu. Oposisi antarkata
dapat berbentuk:
1) Oposisi kembar: oposisi yang mencakup dua anggota seperti: laki-laki-
wanita, jalanan-betina, hidup-mati. Ciri utama dari kelas antonym ini
adalah penyangkalan terhadap yang satu berarti penegasan terhadap
anggota yang lain, penegasan terhadap yang satu berarti penyangkalan
terhadap yang lain. Misalnya: Anak laki-laki=anak itu bukan wanita,
anak itu bukan laki-laki=anak itu wanita.
2) Oposisi majemuk: oposisi yang mencakup suatu perangkat yang terdiri
dari dua kata. Oposisi ini bertalian terutama dengan hiponim-hiponim
dalam sebuah kelas: logam, spesies binatang, tumbuhan tumbuhan,
buah-buahan, warna, dan sebagainya. Ciri utama kelas antonym adalah:
pemegasam terhadap suatu anggota akan mencakup penegasan
mengenai kemungkian dari semua anggota yang lain. Kalau dikatakan
baju itu merah, maka tercakup di dalamnya pengertian baju itu tidak
hijau; baju itu tidak putih; baju itu tidak hitam, dan sebagainya.
Sebaliknya, kalua diakatakan baju itu tidak merah atau baju itu putih
atau baju itu hitam, dan sebagainya.
3) Oposisi gradual: kelas ini sebenarnya suatu penyimpangan dari oposisi
kembar, yaitu antara dua istilah yang berlawanan masih terdapat
17
sejumlah tingkatan antara. Antara kaya dan miskin, besar-kecil,
panjang-pendek, dan sebagainya terdapat tingkatan (gradasi): sangat
panjang-lebih panjang-panjang-pendek-lebih pendek-sangat pendek,
dan sebagainya. Ciri utama antonim ini adalah: penyangkalan terhadap
yang satu tidak mencakup penegasan terhadap yang lain, walaupun
penegasan terhadap yang satu mencakup penyangkalan terhadap yang
lain. Misalnya: rumah kami tidak besar tidak mencakup pula pengertian
rumah kami tidak kecil.
Umumnya semua kata sifat dan adverbial termasuk kelompok ini beberapa kata
kerja (cinta, benci, setuju, dan sebagainya).
4) Oposisi relasional (kebalikan): adalah oposisi antara dua kata yang
mengandung relasi kebalikan: orang tua-anak, suami-istri, guru-murid,
penjual-pembeli, menjual-membeli, memberi-menerima, mengajar-
belajar, meminjam-meminjamkan, menghentikan-berhenti, dan
sebagainya. Termasuk dalam kelas ini adalah kata-kata yang
menyatakan arah yang berlawanan: utara-selatan, timur-barat, atas-
bawah, depan-belakang. Relasi ini biasanya dinyatakan dengan
mempergunakan kata yang berlainan dalam konstruksi kalimat yang
sama: Ali menjual seekor sapi pada Tono-Tono membeli seekor sapi
dari Ali; ayah memberi anaknya sebuah rumah-anak menerima dari
ayahnya sebuah rumah; Tono adalah orang tua dari Titi-Titi adalah
anak dari Tono; Yono adalah suami dari Titi-Titi adalah istri dari Yono,
dan sebagainya.
5) Oposisi Hirarkis: adalah oposisi yang terjadi Karena tiap istilah
menduduki derajat yang berlainan. Oposisi inin sebenarnya sama
dengan oposisi majemuk, namun disini terdapat suatu kriteria tambahan
yaitu tingkat. Termasuk dalam kelas ini adalah: perangkat ukuran,
penanggalan. Misalnya: milimeter-centimeter-desimeter-meter, dan
seterusnya, inci-kaki-yard,gram-desigram-kilogram; januari-februari-
maret-april, dan sebagainya.
6) Oposisi inversi: Oposisi yang terdapat pada pasangan kata seperti:
beberapa-semua, mungkin-wajib, boleh-harus, tetap-menjadi.
18
Pengujian utama mengenai oposisi inversi ini adalah apakah ia
mengikuti kaidah sinonim yang mencakup (a) penggantian sesuatu
istilah dengan yang lain, dan (b) mengubah posisi suatu penyangkalan
dalam kaita dengan istilah yang berlawanan.
Misalnya:
- “Beberapa negara tidak memiliki pantai” sinonim dengan “tidak
semua negara memiliki pantai”
- “semua kucing bukan kerbau” sinonim dengan: “tak ada kucing
adalah kerbau”
- Kita diharuskan untuk tidak menjadi perokok=Kita tidak
diperbolehkan merokok
- Kakak tidak menjadi perokok=Kakak tetap bukan perokok.
Kalimat 1 (satu) kerap kita dengar dalam aktivitas bermasyarakat kalau kita
amati. Terdapat dua kesalahan dalam pemakaain bentuk gabungan itu, kesalahan
pertama, dalam sebagian kalimat itu terdapat kata yang berlebih atau mubazir yang
mengakibatkan terjadinya polusi bahasa. Kata mana dalam kalimat pertama tidak
diperlukan, cobalah baca kalimat pertama tanpa kata mana, jadi bunyinya berubah
seperti ini. Dalam rapat yang dihadiri oleh para ketua RT dan Rw.
Kalimat 2 (dua), pada bagian besar kalimat ini terjadi salah pakai bentuk
gabung di mana tidak boleh dipakai dalam bentuk kalimat. Fungsi di mana dan yang
mana bukan sebagai penghubung klausa-klausa, baik dalam sebuah kalimat
maupun penghubung antar kalimat. Kalimat ini harus dipecah menjadi dua.
19
Demikian tadi sambutan pak Lurah
Beliau telah menghimbau kita untuk lebih tekun dan bekerja
Ada pun kalimat terakhir ini sama seperti kalimat pertama.
20
2.7 Syarat-syarat Ketepatan Diksi
Ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan
yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dipikirkan atau
dirasakan oleh penulis atau pembicara, maka setiap penulis atau pembicara harus
berusaha secermat mungkin memilih kata-katanya untuk mencapai maksud
tersebut. Ketepatan tidak akan menimbulkan salah paham.
Selain pilihan kata yang tepat, efektivitas komunikasi menuntut persyaratan
yang harus di penuhi oleh pengguna bahasa, yaitu kemampuan memilih kata yang
sesuai dengan tuntutan komunikasi.
Adapun syarat-syarat ketepatan pilihan kata adalah :
1. Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi.
Denotasi ialah kata yang bermakna lugas atau tidak bermakna ganda.
Sedangkan konotasi ialah kata yang dapat menimbulkan bermacam-macam makna.
Contoh :
Bunga eldeweis hanya tumbuh ditempat yang tinggi. (Denotasi)
Sinta adalah bunga desa di kampungnya. (Konotasi)
2. Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim.
Siapa pengubah peraturan yang memberatkan pengusaha?
Pembebasan bea masuk untuk jenis barang tertentu
adalah peubahperaturan yang selama ini memberatkan pengusaha.
3. Membedakan kata-kata yang mirip ejaannya.
Intensif – insensif
Karton – kartun
korporasi - koperasi
21
5. Waspada terhadap penggunaan imbuhan asing.
Contoh :
Dilegalisir seharusnya dilegalisasi.
Koordinir seharusnya koordinasi.
6. Membedakan pemakaian kata penghubung yang berpasangan secara tepat.
Contoh :
Pasangan yang salah Pasangan yang benar
antara ..... dengan .... antara .... dan .....
tidak ..... melainkan ..... tidak ..... tetapi .....
baik ..... ataupun ..... baik ..... maupun .....
bukan ..... tetapi ..... bukan ...... melainkan .....
22
Homofoni adalah kata yang mempunyai pengertian sama bunyi, berbeda
tulisan, dan berbeda makna.
Homografi adalah kata yang memiliki kesamaan tulisan, berbeda bunyi,
dan berbeda makna.
Contoh :
Sinonim : Hamil (manusia) – Bunting (hewan)
Homofoni : Bank (tempat menyimpan uang) – Bang (panggilan
kakak laki-laki)
Homografi : Apel (buah) – Apel (upacara)
23
2.8.1 Gaya Bahasa Berdasarkan Nada
Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dari
rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sering kali sugesti ini
akan lebih nyata kalau diikuti dengan sugesti suara dari pembicara, bila sajian yang
dihadapi adalah bahasa lisan.
2.8.1.1 Gaya Sederhana
Gaya ini biasanya cocok untuk memberi instruksi, perintah pelajaran,
perkuliahan, dan sejenisnya. Sebab itu untuk mempergunakan gaya ini secara
efektif, penulis harus memiliki kepandaian dan pengetahuan yang cukup.
Karena gaya ini biasanya dipakai dalam memberi instruksi, pelajaran dan
sebagainya, maka gaya ini cocok pila digunakan unutk menyampaikan fakta atau
pembuktian-pembuktian.
2.8.1.2 Gaya Mulia dan Bertenaga
Sesuai dengan namanya, gaya ini penuh dengan vitalitas dan enersi, dan
biasanya dipergunakan untuk menggerakkan sesuatu. Menggerakkan sesuatu tidak
saja dengan mempergunakan tenaga dan vitalitas pembicara, tetapi juga dapat
mempergunakan nada keagungan dan kemuliaan. Tampaknya hal ini mengandung
kontradiksi, tetapi kenyataanya memang demikian. Nada yang agung da mulia akan
sanggup pula menggerakkan emosi setiap pendengar. Dalam keagunngan,
terselubung sebuah tenaga yang halus tetapi secara aktif dan meyakinkan bekerja
untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Khotbah tentang kemanusiaan dan
keagamaan, kesusilaan dan ketuhanan biasany adisampaikan dengan nada yang
agung dan mulia. Tetapi di balik keagungan dan kemuliaan itu terdapat tenaga
penggerak yang luar biasa, tenaga yang benar-benar mampu menggetarkan emosi
para pendengar atau pembaca.
2.8.1.3 gaya menengah
Gaya menengah adalah gaya yang diarahkan kepada usaha untuk menimbulkan
suasana senang dan damai. Karena tujuannya adalah menciptakan suasana senang
dan damai, makaa nadanya juga bbersifat lemah-lembut, penuh kasih sayang, dan
mengandung humor yan sehat. Pada kesempatan-kesempatan khusus seperti pesta,
pertemuan, dan rekreasi, orang ebih menginginkan ketenangan dan kedamaian.
Akan ganjillah rasanya, atau akan timbul disharmoni, kalau dalam suatu pesta
24
pernikahan ada orang yang memberi sambutan berapi-api, menggerahkan segala
emosi dan tenaga untuk menyampaikan sepatah kata. Para hadiri yang kurang
waspada akan turut terombang-ambing dalam permainan emosi semacam itu.
Karena sifatnya yang lema lembut dan sopan santun, maka gaya ini biasanya
mempergunakana metafora bagi pilihan katanya. Ia akan lebih menarik bila
mempergunakan perambangan-perlambangan sementara itu ia memperkenalkan
pula penyimpangan-penyimpangan yang menarik hati,cermat dan sempurna
nadanya serta menyenangkan pula refleksinya. Kata-kata seolah-olah mengalir
dengan lemah-lembut bagaikan sungai yang jernih, bening airnya dalam bayangan
dedaunan yang hijau di hari cerah.
Gaya bahasa berdasarkan makna diukur dari langsung tidaknya makna, yaitu
apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah
ada penyimpangan. Bila acuan yang digunakan itu masih mempertahankan makna
dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos. Tetapi bila sudah ada perubahan
makna, entah bberupa makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dari makna
denotatifnya, maka acuan itu dianggap sudah memiliki gaya sebagai yang
dimaksudkan di sini.
Gaya bahasa yang disebut trope dan figure of speech dalam uraian ni dibagi
atas dua kelompok, yaitu gaya bahasa retoris, yang semata-mata merupakan
penyimngan dari kontruksi biasa untuk mencapai efek tertentu, dan gaya bahasa
kiasan yang merupakan penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dalam bidang
makna.
25
2.8.3 Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata
Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang paling
tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya
penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat.
Dengan kata lain, gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam
menghadapi situasi-situasi tertentu.
Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapatlah dibedakan menjadi :
2.8.3.1 Gaya Bahasa Resmi
Gaya bahasa resmi adalah gaya bahasa dalam bentuknya yang lengkap, gaya
yang dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang dipergunakan
oleh mereka yang diharapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara.
Gaya bahasa resmi biasa kita jumpai dalam penyampaian amanat kepresidenan,
berita negara, khotbah-khotbah mimbar, tajuk rencana, pidato-pidato yang penting,
artikel-artikel yang serius atau esai yang memuat subyek-subyek yang penting,
semuanya dibawakan dengan gaya bahasa resmi.
Contoh dalam pembukaan UUD 1945:
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan ini ialah hak segala bangsa dan
oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak
sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa
mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. ...(selanjutnya)
2.8.3.2 Gaya Bahasa Tak Resmi
Gaya bahasa tak resmi juga merupakan gaya bahasa yang dipergunakan dalam
bahasa standar, khususnya dalam kesempatan-kesempatan yang tidak formal atau
kurang formal. Gaya bahasa ini biasanya dipergunakan dalam karya-karya tulis,
buku-buku pegangan, artikel-artikel mingguan atau bulanan yang baik, dalam
perkuliahan, dan sebagainya. Singkatnya gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa
yang umum dan normal bagi kaum terpelajar.
26
Contoh :
Sumpah pemuda yang dicetuskan pada tanggal 28 Oktober 1928
adalah peristiwa nasional, yang mengandung benih nasionalisme. Sumpah
Pemuda dicetuskan pada zaman penjajahan. Nasionalisme pada zaman
penjajahan mempunyai watak khusus yakni anti penjajahan. Peringatan
kepada Sumpah Pemuda sewajarnya berupa usaha merealisasikan gagasan-
gagasan Sumpah Pemuda.
27
berimbang, yaiyu kalimat yang mengandung dua bagian kalimat atau lebih yang
kedudukannya sama tinggi atau sederajat.
Berdasarkan ketiga macam struktur kaimat sebagai yang dikemukakan
diatas, maka dapat diperoleh gaya-gaya Bahasa sebagai berikut:
2.8.4.1 Klimaks
Gaya Bahasa klimaks diturunkan dari kalimat yang bersifat periodik. Klimaks
adalah semacam gaya Bahasa yang mengandung urutan urutan pikiran yang setiap
kali semakin meiningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya.
1. Kami mendoakan agar pada suatu waktu -kapan saja waktunya-mereka
dapat berdiri sendiri, bukan supaya mereka tidak bisa tunduk di bawah
pengaruh kita, mengabdi dan berbakti kepada kita, tapi Karena justru
inilah keadilan sosial yang selama ini kita perjuangkan
2. Dalam dunia perguruan tinggi yang dicengkam rasa takut dan rasa
rendahh diri, tidak dapat diharapkan pembaharuan, kebanggaan akan
hasil-hasil pemikiran yang obyektif atau keberanian untuk mengungkapkan
pendapat secara bebas.
3. Di samping itu, sastrawan mempunyai waktu yang cukup panjang untuk
memilih, merenungkan bahkan menciptakan cara-cara baru dan bentuk-
bentuk tertentu dalam penyampaian maksudnya, mereka juga memmpunyai
kebebasan yang luas untuk menyimpang dari tulisan biasa.
4. Kesengsaraan membuahkan kesabaran, kesabaran pengalaman, dan
pengalaman harapan.
Klimaks disebut juga gradasi. Istilah ini dipakai sebagai istilah umum yang
sebenarnya merujuk kepada tingkat atau gagasan tertinggi. Bila klimaks itu
terbentuk dari beberapa gagasan yang berturut-turut semakin tinggi
kepentingannya, maka ia disebut anabasis.
2.8.4.2 Antiklimaks
Antiklimaks dihasilkan oleh kalimat yang berstruktur mengendur. Antiklimaks
sebagai gaya Bahasa merupaka suatu acuan yang gagasan-gagasannya diurutkan
dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. Antiklimaks
28
sering kurang efektif Karena gagasan yang penting ditempatkan pada awal kalimat,
sehingga pembaca atau pendengar tidak lagi memberi perhatian pada bagian-bagian
berikutnya dalam kalimat itu.
1. Kita hanya dapat merasakan betapa besarnya perubahan dari Bahasa
Melayu ke Bahasa Indonesia, apabila kita mengikuti pertukaran pikiran,
polemik, dan pertentangan yang berlaku sekitar Bahasa Indonesia dalam
empat puluh tahun ini antara pihak guru sekolah lama dengan angkatan
penulis baru sekitar tahun tiga puluhan, antara pihak guru dengan pihak
kaum jurnalis yang masih terdengar gemanya dalam Kongres Bahasa
Indonesia dalam tahun 1954.
2. Ketua pengadilan negeri itu adalah seorang yang kaya, pendiam, dan tidak
terkenal namnya (mengandung ironi)
3. Pembangunan lima tahun telah dilancarkan serentak di Ibu kota negara,
ibu kota propinsi, kabupaten, kecamatan, dan semua desa di seluruh
Indonesia.
Antiklimaks sebagai dinyatakan dalam kalimat terakhir masih efetif Karena
hanya mencakup soal tata tingkat. Tata tingkat ini biasa terjadi Karena
hubungan organisatoris, hubungan usia atau besar kecilnya suatu barang.
Tetapi bila yang dikemukakan adalah peroalan atau gagasan yang abstrak,
sebaiknya jangan mempergunakan gaya antiklimaks.
Seperti halnya dengan gaya klimaks, antiklimaks dapat dipakai sebagai suatu
istilah umum yang masih mengenal spesifikasi lebih lanjut. Dekrementum adalah
antiklimaks yang berwujud menambah ide yang kurang penting pada suatu ide yang
penting seperti pada contoh pertama di atas. Dan bila antiklimaks itu mengurutkan
sejumlah ide yang semakin kurang penting, maka ia disebut katabasis seperti
diperlihatkan pada contoh kedua dan ketiga. Sebaliknya, bila dari suatu ide yang
sangat penting tiba-tiba menukik ke suatu ide yang sama sekali tidak penting, maka
antiklimaks itu disebut batas, misalnya:
Engkaulah raja yang mahakuasa di daerah ini, seorang hamba yang
pengecut dari tuanmu yang pemurah.
29
2.8.4.3 Paralelisme
Paralelisme adalah semacam gaya Bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran
dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama
dalam bentuk gramatikal yang sama. Kesejajaran tersebut dapat pula terbentuk anak
kalimat yang bergantung pada sebuah induk kalimat yang sama. Gaya ini lahir dari
struktur kalimat yang berimbang. Tidak pernah dikemukakan, usahakan dirasakan:
1. bahwa Bahasa itu lain daripada alat lain dalam pergaulan, mempunyai
makna yang tak kurang, bahkan yang barangkali lebih penting pula, oleh
Karena dalam Bahasa itu manusia dapat mencurahkan suka dan dukanya,
cinta dan hasrat jiwanya.
2. Sangatlah ironis kedengaran bahwa ia menderita kelaparan dalam sebuah
daerah yang sabar dan kaya, serta mati terbunuh dalam sebuah negeri yang
sudah ratusan tahun hidup dalam ketentraman dan kedamaian.
3. Bukan saja perbuatan itu harus dikutuk, tetapi juga harus diberantas. (tidak
baik: bukan saja perbuatan itu harus dikutuk, tetapi kita juga harus
memberantasnya)
4. Baik golongan yang tinggi maupun golongan yang rendah, harus diadili
kalua bersalah. (tidak baik: baik golongan yang tinggi maupun mereka
yang rendah kedudukannya, harus diadili kalua bersalah.)
Perlu kiranya diingatkan bahwa bentuk paraelelisme adalah sebuah bentuk
yang baik untuk menonjolkan kata atau kelompok kata yang sama fungsinya.
Namun bila terlalu banyak digunakan, maka kalimat-kalimat akan menjadi kaku
dan mati.
2.8.4.4 Antitesis
Antithesis adalah gaya Bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang
bertentanga, dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang
berlawanan. Gaya ini timbul dari kalimat berimbang. Perhatikan contoh berikut:
1. Mereka sudah kehilangan banya dari harta bendanya, tetai mereka juga
telah banyak mmeperoleh keuntungan daripadanya.
2. Hingga kini kusimpan engkau mesra dalam lubuk hatiku, tetapi mulai
kini engkau kuenyahkan jauh jauh bagi musuh yang kejam.
30
Sebagai tampak dari contoh-contoh dia atas, gaya Bahasa Bahasa antithesis ini
mempergunakan juga unsur-unsur paralelisme dan kseimbangan kalimat.
2.8.4.5 Repetisi
Repetisi adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang
dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai.
Dalam bagian ini, hanya akan dibicarakan repetisi yang berbentuk kata atau frasa
atau klausa. Karena nilainya dianggap tinggi, maka dalam oratori timbullah
bermacam-macam variasi repetisi. Repetisi, seperti halnya dengan paralelisme dan
antithesis, lahir dari kalimat yang berimbang.
1. Anggota-anggota masyarakat dalam lingkungan suatu kebudayaan tahu
akan adat-istiadat, kebiasaan dan undang-undang, tahu bagaimana ia
mesti berkelakuan dalam lingkungan masyarakat dan kebudayaan, dan
ia tahu juga menafsirkan kelakuan sesamanya dalam masyarakat dan
kebudayaan itu, sehingga ia dapat mereaksi terhadapnya dengan cara
selayaknya
2.8.5 Gaya bahasa retoris
2.8.5.1 Aliterasi
2.8.5.2 Asonansi
asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal
yang sama. Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang juga dalam prosa
untuk memperoleh efek penekanan atau sekedar keindahan. Misalnya:
31
2.8.5.3 Anastrof
Anastrof atau inversi adalah semacam gaya retoris yang diperoleh dengan
pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat.
Saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini bahwaa saudara telah
menggelapkan watusan juta ruiah uang negara.
2.8.5.5 Apostrof
Apostrof adalah gaya yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada
sesuatu yang tidak hadir. Cara ini biasanya dipergunakan oleh orator klasik. Dalam pidato
yang disampaikan kepada suatu massa, sang orator secara tiba-tiba mengarahkan
pembicaraannya langsung kepada sesuatu yang tidak hadir: kepada mereka yang sudah
meninggal, atau kepada barang atau obyek khayalan atau sesuatu yang abstrak, sehingga
tampaknya ia tidak berbicara kepada para hadirin.
32
Hai kamu yang telah menumpakan darahmu untuk tanah air tercinta ini
berilah agar kami dapt mengenyam keadilan dan kemerdekaan seperti yang
pernah kamu perjuangkan.
Sebab itu, untuk menetapkan apakah suatu perbandingan itu merupakan bahasa
kiasan atau tidak, hendaknya diperhatikan tiga hal berikut:
33
2.8.6.1 Persamaan atau Simile
Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat ekspilit. Yang dimaksud
dengan perbandingan yang bersifat ekspilitialah bahwa ia langsung menyatakan
sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu, ia memerlukan upaya yang secara
ekspilit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-kata: seperti, sama, sebagai,
bagaikan, laksana, dan sebagainya.
2.8.6.2 Metafora
Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung,
tetapi dalam bentuk yang singkat: bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cindera
mata, dan sebagainya.
34
Orang itu Buaya darat
Metafora tidak selalu harus menduduki fungdi predikat, tetapi dapat juga
menduduki fungsi lain seperti sbyek, obyek, dan sebaginya. Dengan demikian,
metafora dapat berdiri sendiri sebagai kata, lain halnya dengan simile. Konteks bagi
sebuah simile sangat penting, karena akan membantu makna persamaan itu;
sebaliknya, makna metafora justru dibatasi oleh sebuah konteks.
Bila dalam sebuah metafora, kita masih dapat menentukan makna dasar dari
konotasinya sekarang, maka metafor itu masih hidup. Tetapi kalau kita tidak dapat
menentukan konotasinya lagi, maka metafora itu sudah mati, sudah merupakan
klise.
Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Makna kiasan
ini harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya. Dalam alegori, nama-nam
pelakunya adalah sifat-sifat yang abstrak, serta tujuannyaselalu jelas tersurat.
35
Fabel adalah suatu metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang, dimana
binatang-binatang bahkan makhluk-nakhluk yang tidak bernyawa bertindak seolah-
olah sebagai manusia. Tujuan fabel seperti parabel ialah menyampaikan ajaran
moral atau budi pekerti. Fabel menyampaikan suatuprinsip tingkah laku melalui
analogi yang transparan dari tindak-tanduk binatang, tumbuhan-tumbuhan, agar
makhluk yang tak bernyawa.
Ada tiga hal yang harus diperhatikan untuk membentuk sebuah alusi yang baik,
yaitu:
(1) Harus ada keyakinan bahwa hal yang dijadikan alusi dikenal juga oleh
pembaca;
36
(2) Penulis harus yakin bahwa alusi itu membuat tulisannya menjadi lebih
jelas;
(3) Bila alusi itu menggunakan acuan yang sudah umum, maka usahakan
untuk menghindari acuan semacam itu.
2.8.6.6 Eponim
Adalah suatu gaya di mana seseorang yang namanya begitu sering
dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan
sifat itu. Misalnya: hercules dipakai untuk menyatakan kekuatan; Hellen dari Troya
untuk menyatakan kecantikan.
2.8.6.7 Epitet
Epitet adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang
khusus dari seseorang atau sesuatu hal. Katerangan itu adalah suatu frasa
deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu
barang. Misalnya:
Lonceng pagi untuk ayam jantan
Puteri malam untuk bulan
Raja rimba untuk singa dan sebagainya
2.8.6.8 Sinekdoke
37
Yang mulia tak dapat menghadri pertemuan ini.
Pangeran yang meresmikan pembukaan seminar itu.
2.8.6.10 Ironi, Sinisme, dan Sarkasme
Ironi diturunkan dari kata eironeia yang berarti penipuan atau pura-pura.
Sebagai bahasa kiasan, ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin
mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang
terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Ironi merupakan suatu upaya literer
yang efektif karena ia menyampaikan impresi yang mengandung pengekangan yang
besar. Entah dengan sengaja atau tidak,rangkaian katak-kata yang dipergunakan itu
mengingkari maksud yang sebenarnya. Sebab itu, ironi akan berhasil kalau
pendengar juga sadar akan maksud yang disembunyikan di balik rangkaian kata-
katanya. Misalnya:
Memang anda adalah seorang gadis yang tercantik di seantero jagad ini
yang mampu menghancurkan seluruh isi jagad ini.
38
Sarkasme adalah suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Ia adalah
suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Sarkasme dapat
saja bersifat ironis, dapat juga tida, tetapi yang jelas adalah bahwa gaya ini selalu
akan menyakiti hati dan kurang enak didengar. Kata sarkasme diturunkan dari kata
Yunani sarkasmos, yang lebih jauh diturunkan dari kata kerja sakasein yang berarti
“merobek-robek daging seperti angjing”. “menggigit bibir karena marah”, atau “
berbicara dengan kepahitan”
2.8.6.11 Inuendo
setiap kali ada pesta, pasti ia akan sedikit mabuk karena terlalu kebanyakan
minum.
39
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari pembahasan yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan menjadi beberapa poin
penting yaitu :
1. Diksi atau pilhan kata adalah kemampuan membedakan secara tepat
nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk
menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki
kelompok masyarakat pendengar.
2. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa
sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata itu.
3. Diksi berfungsi sebagai alat agar tidak terjadi kesalahpahaman antara
pembaca atau penulis terhadap pendengar atau pembaca dalam berkomunikasi.
4. Diksi memiliki beberapa syarat-syarat ketepatan agar menimbulkan
imajinasi yang sesuai antara pembicara dan pendengar.
5. Fungsi diksi secara umum ialah agar masyarakat dapat berkomunikasi
dengan baik dan benar agar terhindar dari salah penafsiran dan kesalahpahaman
antara pembicara/penulis dengan pendengar/pembaca.
6. Gaya bahasa atau langgam bahasa dan sering juga disebut majas adalah
cara penutur mengungkapkan maksudnya.
7. Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapatlah dibedakan menjadi : Gaya
bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan
3.2 Saran
Sebagai seorang mahasiswa, perlu sekali mempelajari dan memahami
bagaimana penggunaan diksi yang tepat dan cermat karena seorang mahasiswa itu
selalu dibebankan dan berkelut dengan karya-karya tulis dalam setiap tugas
perkuliahannya.
Daftar Pustaka
Keraf, Gorys. 2009. Diksi dan Gaya Bahasa. Cetakan ke-19. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
https://sarahfaradita.wordpress.com/2015/11/29/makalah-bahasa-indonesia-
diksi/
http://dewijannati208.blogspot.co.id/2016/04/makalah-diksi-atau-pemilihan-
kata.html
40