BAHASA INDONESIA
Oleh :
pembicara. Arti kedua, arti "diksi" yang lebih umum digambarkan dengan enunsiasi kata - seni berbicara jelas
sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua
ini membicarakan pengucapan dan intonasi, daripada pemilihan kata dan gaya.
Diksi memiliki beberapa bagian; pendaftaran - kata formal atau informal dalam konteks sosial - adalah
yang utama. Analisis diksi secara literal menemukan bagaimana satu kalimat menghasilkan intonasi dan
karakterisasi, contohnya penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan gerakan fisik menggambarkan
karakter aktif, sementara penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan pikiran menggambarkan karakter
yang introspektif. Diksi juga memiliki dampak terhadap pemilihan kata dan sintaks.
Diksi terdiri dari delapan elemen: Fonem, Silabel, Konjungsi, Hubungan, Kata benda, Kata kerja, Infleksi,
dan Uterans.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1. Latar Belakang................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................1
1.3. Tujuan
Masalah................................................................................................1
1.4. Manfaat.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3
2.1. Pengertian Diksi................................................................................................3
2.2. Pembentukan Kata............................................................................................4
2.2. Macam-Macam Imbuhan......................................................................................5
2.3. Kesalahan Pembentukan dan Pemilihan Kata............................................................10
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN ii
1. 1. Latar Belakang
Bahasa terbentuk dari beberapa tataran gramatikal, yaitu dari tataran terendah sampai
tertinggi, yaitu kata, frase, klausa, kalimat. Ketika menulis dan berbicara, kata adalah kunci pokok
dalam membentuk tulisan dan ucapan. Maka dari itu kata - kata dalam bahasa Indonesia harus
dipahami dengan baik, supaya ide dan pesan seseorang dapat dimengerti dengan baik. Kata – kata
yang digunakan dalam komunikasi harus dipahami dalam konteks alinea dan wacana. Tidak
dibenarkan menggunkan kata – kata dengan sesuka hati, tetapi harus mengikuti kaidah – kaidah
yang benar.
Memang harus diakui, kecenderungan orang semakin mengesampingkan pentingnya
penggunaan bahasa, terutama dalam tata cara pemilihan kata atau diksi.
Terkadang kita pun tidak mengetahui pentingnya penguasaan bahasa Indonesia yang baik
dan yang benar, sehingga ketika kita berbahasa, baik lisan maupun tulisan, sering mengalami
kesalahan dalam penggunaan kata, frasa, paragraf, dan wacana.
Agar tercipta suatu komunikasi yang efektif dan efisien, penggunaan diksi atau pemilihan
kata dirasakan sangat penting, bahkan mungkin vital, terutama untuk menghindari
kesalapahaman dalam berkomunikasi. Diksi atau pilihan kata dalam praktik berbahasa
sesungguhnya mempersoalkan kesanggupan sebuah kata dapat juga frase atau kelompok kata untuk
menimbulkan gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengarnya.
Indonesia memiliki bermacam-macam suku bangsa dan bahasa. Hal itu juga disertai dengan
bermacam-macam suku bangsa yang memiliki banyak bahasa yang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Bahasa yang digunakan juga memiliki karakter berbeda-beda sehingga penggunaan
bahasa tersebut berfungsi sebagai sarana komunikasi dan identitas suatu masyarakat tersebut.
Sebagai makhluk sosial kita tidak bisa terlepas dari berkomunikasi dengan sesama dalam setiap
aktivitas. Dalam kehidupan bermasyarakat sering kita jumpai ketika seseorang berkomunikasi
dengan pihak lain tetapi pihak lawan bicara kesulitan menangkap informasi dikarenakan pemilihan
kata yang kurang tepat ataupun dikarenakan salah paham.
Pemilihan kata yang tepat merupakan sarana pendukung dan penentu keberhasilan dalam
berkomunikasi. Pilihan kata atau diksi bukan hanya soal pilih-memilih kata, melainkan lebih
mencakup bagaimana efek kata tersebut terhadap makna dan informasi yang ingin disampaikan.
Pemilihan kata tidak hanya digunakan dalam berkomunikasi namun juga digunakan dalam bahasa
tulis (jurnalistik). Dalam bahasa tulis pilihan kata (diksi) mempengaruhi pembaca mengerti atau
tidak dengan kata-kata yang kita pilih.
Contoh paragraf :
1. Hari ini Aku pergi ke pantai bersama dengan teman-temanku. Udara di sana sangat sejuk. Kami
bermain bola air sampai tak terasa hari sudah sore. Kamipun pulang tak lama kemudian.
2. Liburan kali ini Aku dan teman-temanku berencana untuk pergi ke pantai. Kami sangat senang
ketika hari itu tiba. Begitu sampai disana kami sudah disambut oleh semilir angin yang tak heti-
hentinya bertiup. Ombak yang berkejar-kejaran juga seolah tak mau kalah untuk menyambut
kedatangan kami. Kami menghabiskan waktu sepanjang hari di sana. Kami pulang dengan hati
senang.
Kedua paragraph diatas memiliki makna yang sama, tetapi dalam pemilihan kata atau diksi,
paragraph kedua lebih menarik bagi pembaca karena enak dibaca dan tidak membosankan.
Definisi Istilah kata dasar (akar kata) = kata yang paling sederhana yang belum memiliki
imbuhan, juga dapat dikelompokkan sebagai bentuk asal (tunggal) dan bentuk dasar (kompleks),
tetapi perbedaan kedua bentuk ini tidak dibahas di sini.
Afiks (imbuhan) = satuan terikat (seperangkat huruf tertentu) yang apabila ditambahkan
pada kata dasar akan mengubah makna dan membentuk kata baru. Afiks tidak dapat berdiri sendiri
dan harus melekat pada satuan lain seperti kata dasar. Istilah afiks termasuk prefiks, sufiks dan
konfiks.
Contoh : membacakan
Bertemu
Prefiks (awalan) = afiks (imbuhan) yang melekat di depan kata dasar untuk membentuk kata
baru dengan arti yang berbeda.
Contoh : Men + Makan = Memakan
i + jalan= jalani
Konfiks (sirkumfiks / simulfiks) = secara simultan (bersamaan), satu afiks melekat di depan
kata dasar dan satu afiks melekat di belakang kata dasar yang bersama-sama mendukung satu
fungsi.
Kata turunan (kata jadian) = kata baru yang diturunkan dari kata dasar yang mendapat
imbuhan.
Keluarga kata dasar = kelompok kata turunan yang semuanya berasal dari satu kata dasar
dan memiliki afiks yang berbeda.
prefiks: ber-, di-, ke-, me-, meng-, mem-, meny-, pe-, pem-, peng-, peny-, per-, se-, ter-
konfiks: ke - an, ber - an, pe - an, peng - an, peny - an, pem - an, per - an, se – nya
Untuk kata dasar yang diawali dengan r, maka awalan ber- menjadi be-, per- menjadi pe-.
Awalan-awalan (imbuhan dari bahasa asing) pada kata-kata serapan yang disadari adanya, juga oleh
penutur yang bukan dwibahasawan, adalah sebagai berikut:
1) a– seperti pada amoral, asosial, anonym, asimetris. Awalan ini mengandung arti ‘tidak’ atau
‘tidak ber’.
2) anti– seperti pada antikomunis, antipemerintah, antiklimaks, antimagnet, antikarat yang
artinya ‘melawan’ atau ‘bertentangan dengan’.
3) bi– misalnya padab ilateral, biseksual, bilingual, bikonveks. Awalan ini artinya ‘dua’.
4) de– seperti pada dehidrasi, devaluasi, dehumanisasi, deregulasi. Awalan ini artinya
‘meniadakan’ atau ‘menghilangkan’.
5) eks– seperti pada eks-prajurit, eks-presiden, eks-karyawan, eks-partai terlarang. Awalan ini
artinya ‘bekas’ yang sekarang dinyatakan dengan kata ‘mantan’.
6) ekstra– seperti pada ekstra-universiter, ekstra-terestrial, ekstra linguistic, kadang juga
dipakai pada kata-kata bahasa Indonesia sendiri. Contoh: ekstra-ketat, ekstra-hati-hati. Awalan
ini artinya ‘tambah’, ‘diluar’, atau ‘sangat’.
6
7) hiper– misalnya pada hipertensi, hiperseksual, hipersensitif. Awalan ini artinya ‘lebih’ atau
‘sangat’.
8) in– misalnya pada kata inkonvensional, inaktif, intransitive. Awalan ini artinya ‘tidak’.
9) infra– misalnya pada infrastruktur, inframerah, infrasonic. Awalan ini artinya ‘di tengah’.
10) intra– misalnya pada intrauniversiter, intramolekuler. Awalan ini artinya ‘di dalam’.
11) inter– misalnya interdental, internasional, interisuler, yang biasa di Indonesiakan dengan
antar-.
12) ko– misalnya pada kokulikuler, koinsidental, kopilot, kopromotor. Awalan ini artinya ‘bersama-
sama’ atau ‘beserta’.
13) kontra– misalnya pada kontrarevolusi, kontradiksi, kontrasepsi. Awalan ini artinya
‘berlawanan’ atau ‘menentang’.
14) makro– misalnya pada makrokosmos, makroekonomi, makrolinguistik. Awalan ini artinya
‘besar’ atau ‘dalam arti luas’.
15) mikro– seperti pada mikroorganisme, mikrokosmos, microfilm. Awalan ini artinya ‘kecil’ atau
‘renik’.
16) multi– seperti padamultipartai, multijutawan, multikompleks, multilateral, multilingual.
Awalan ini artinya ‘banyak’.
17) neo– seperti pada neokolonialisme, neofeodalisme, neorealisme. Awalan ini artinya ‘baru’.
18) non– seperti pada nongelar, nonminyak, nonmigas, nonberas, nonOpec. Awalan ini artinya
‘bukan’ atau ‘tidak ber-‘.
Pada kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia kita jumpai akhiran-akhiran
seperti berikut:
7
1) –al misalnya pada actual, structural, emosional, intelektual. Kata-kata yang berakhiran –al ini
tergolong kata sifat.
2) –asi/isasi misalnya pada afiksasi, konfirmasi, nasionalisasi, kaderisasi, komputerisasi. Akhiran
tersebut menyatakan ‘proses menjadikan’ atau ‘penambahan’.
3) –asme misalnya pada pleonasme, aktualisme, sarkasme, antusiasme. Akhiran ini menyatakan
kata benda.
4) –er seperti pada primer, sekunder, arbitrer, elementer. Akhiran ini menyatakan sifat.
5) –et seperti pada operet, mayoret, sigaret, novelete. Akhiran ini menyatakan pengertian
‘kecil’. Jadi operet itu ‘opera kecil’, novelet itu ‘novel kecil’.
6) .–i/wi/iah misalnya pada hakiki, maknawi, asasi, asali, duniawi, gerejani, insani, harfiah,
unsuriyah, wujudiyah. Akhiran-akhiran ini menyatakan sifat.
7) –if misalnya pada aktif, transitif, obyektif, agentif, naratif. Akhiran ini menyatakan sifat.
8) –ik (1) seperti pada linguistik, statistik, semantic, dedaktik. Akhiran ini menyatakan ‘benda’
dalam arti ‘bidang ilmu’.
9) -ik (2) seperti pada spesifik, unik, karakteristik, fanatik, otentik. Akhiran ini menyatakan
sifat.
10) –il seperti pada idiil, materiil, moril. Akhiran ini menyatakan sifat. Pada kata-kata lain kata-
kata ini diganti dengan –al.
11) –is (1) pada kata praktis, ekonomis, yuridis, praktis, legendaries, apatis. Akhiran ini
menyatakan sifat.
12) –is (2) pada kata ateis, novelis, sukarnois, marxis, prosaic, esei. Akhiran ini menyatakan orang
yang mempunyai faham seperti disebut dalam kata dasar, atau orang yang ahli menulis dalam
bentuk seperti yang disebut di dalam kata dasar.
13) –isme seperti pada nasionalisme, patriotisme, Hinduisme, bapakisme. Isme artinya ‘faham’.
14) –logi seperti pada filologi, sosiologi, etimologi, kelirumologi, -logiartinya ‘ilmu’.
15) –ir seperti pada mariner, avonturir, banker. Akhiran ini menyatakan orang yang bekerja pada
bidang atau orang yang mempunyai kegemaran ber-.
16) –or seperti pada editor, operator, deklamator, noderator. Akhiran ini artinya orang yang
bertindak sebagai orang yang mempunyai kepandaian seperti yang tersebut pada kata dasar.
17) –ur seperti pada donator, redaktur, kondektur, debitur, direktur. Akhiran ini seperti yang di
atas menyatakan agentif atau pelaku;
18) –itas seperti pada aktualitas, objektivitas, universitas, produktivitas. Akhiran ini menyatakan
benda.
8
Sisipan ( infiks/ infix) dapat mempunyai makna, antara lain:
iii. Menyatakan sesuatu yang mempunyai sifat seperti yang di sebut pada kata dasarnya.
Contoh: kata kerja→kinerja, artinya sesuatu yang mempunyai sifat sama dengan kerja atau sesuatu
sifat kegigihan. kuning→kemuning, artinya sesuatu yang mempunyai sifat sama dengan warna
kuning. gilang→gemilang, artinya sesuatu yang mempunyai sifat sama dengan cerah.
turun→temurun, artinya sesuatu yang mempunyai sifat terus-menerus. tunjuk→telunjuk, artinya
sesuatu yang mempunyai sifat seperti tunjuk.
Ada juga sisipan (infiks) yang di pengaruhi oleh bahasa jawa. Contoh: kata kesinambungan,
yang merupakan kata dasar dari kata sinambung yang di sebut kata dasar sekunder. Sedangkan kata
dasar primernya sambung mendapat sisipan –in- yang artinya menyatakan sifat terus-menerus. Sama
halnya dengan istilah yang terdapat dalam bidang ekonomi, dalam proses imbuhan kata dasar juga
terdapat istilah yang sama, tetapi mempunyai makna yang berbeda. Istilah itu adalah kata dasar
primer, kata dasar sekunder, dan kata dasar tersier.
Kata dasar primer adalah kata dasar yang berupa kata asal atau morfem dasar, yang di
pakai sebagai kata dasar pertama dalam pembentukan kata jadian. Contoh:
dengar→dengarkan→perdengarkan, artinya kata dengarkan merupakan kata dasar dari kata dengar
yang mendapat akhiran– kan . Demikian juga dengan kata perdengarkan, berasal dari kata dasar
dengar yang mendapat konfiks per-kan. Kata dasar primer, haruslah pada kata jadian yang
sekurang-kurangnya di bentuk melalui dua tahap.
Kata dasar sekunder adalah kata dasar yang berupa kata jadian yang di pakai sebagai dasar
kedua dalam pembentukan kata jadian yang lebih kompleks. Contoh: dengarkan→perdengarkan,
dipikir→dipikirkan, main→bermain-main, merata→meratakan.
Kata dasar tersier adalah kata dasar yang berupa kata jadian yang di pakai sebagai dasar
ketiga dalam pembentukan kata yang lebih kompleks. Contoh: kata
guna→gunakan→pergunakan→mempergunakan. ingat→ingatkan→ peringatkan→ diperingatkan.
harap→harapkan→diharapkan→diharapkannya.
Sisipan (infiks/ infix) biasanya di bentuk dari kata benda (nomina) menjadi kata sifat
(adjektifa). Adjektifa tingkat kuatif dengan prefiks se- dan tingkat superlatif dengan prefiks ter-.
9
Hasil pengafiksan dengan infiks atau sisipan –em- pada nomina, adjektiva yang jumlahnya sangat
terbatas.
Getar → gemetar, guruh → gemuruh, kilap → kemilap, kilau → kemilau, santan → semantan,
gerlap → gemerlap, gilang → gemilang, gilap → gemilap, taram → temaram, serb
10
pembentukan kata dengan menggunakan akhiran in seperti terlihat pada contoh kalimat di
bawahnya.
11
Contoh:
1. Ali sedang menyuci mobil. (slah)
Ali sedang mencuci mobil. (benar)
d. Penyengauan kata dasar
Ada gejala penyengauan bunyi awal kata dasar, penggunaan kata dasar ini sebenarnya adalah ragam
lisan yang dipakai dalam ragam tulis. Akhirnya percampuran antara ragam lisan dan ragam tulis
menimbulkan suatu bentuk kata yang salah dalam pemakaian.
Contoh:
Nyopet, mandang, nulis, dan nabrak. Dalam bahasa Indonesia kita harus menggunakan kata-kata
mencopet, memandang, menulis dan menabrak.
e. Bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t// yang tidak luluh
Kata dasar yang awalnya s, k, p, atau t sering tidak luluh jika mendapat awalan me atau pe.
Padahal menurut kaidah buku bunyi-bunyi itu harus lebur menjadi bunyi sengau.
Contoh:
1. Semua warga negara harus mentaati peraturan yang berlaku. (salah)
Semua warga negara harus menaati peraturan yang berlaku. (benar)
f. Awalan Ke- yang Kelirugunaan
Pada kenyataan sehari-hari, kata-kata yang seharusnya berawalan ter sering diberi awalan ke. Hal
itu disebabkan oleh kekurang cermatan dalam memilih awalan yang tepat.
Contoh:
1. Pengendara motor itu meninggal karena ketabrak oleh kereta api (salah)
Pengendara motor itu meninggal karena tertabrak oleh kereta api (benar)
Perlu diketahui bahwa awalan ke hanya dapat menmpel pada kata bilangan. Selain didepan kata
bilangan, awalan ke tidak dapat dipakai kecuali pada kata kekasih, kehendak, dan ketua.
g. Pemakaian kata akhiran –ir
Pemakaian kata akhiran –ir sangat produktif dalam penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari.
Padahal dalam bahasa Indonesia baku untuk akhiran –ir adalah asi atau isasi.
Contoh:
1. Saya sanggup mengkoordinir kegiatan itu (salah)
Saya sanggup mengkoordinasi kegiatan itu (benar)
h. Padanan yang tidak serasi
Terjadi ketika pemakaian bahasa yang kurang cermat memilih padanan yang kurang serasi, yang
muncul dalam kehidupan sehari-hari adalah padanan yang tidak sepadan atau yang tidak serasi. Hal
itu terjadi karena dua kaidah yang berselang, atau yang bergabung dalam sebuah kalimat.
Contoh:
1. Karena modal dibank terbatas, tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit. (salah)
Modal dibank terbatas sehingga, tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit. (benar)
i. Pemakaian kata depan di, ke, dari, bagi, pada, daripada, dan terhadap
Dalam pemakaian sehari-hari, pemakaian kata di, ke, dari, bagi, pada, daripada, dan terhadap
sering dipertukarkan.
12
Contoh:
1. Putusan dari pada pemerintah itu melegakan hati rakyat. (salah)
Putusan pemerintah itu melegakan hati rakyat. (benar)
j. Pemakaian akronim (singkatan)
Yang dimaksud kata singkatan adalah PLO, UI, dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud bentuk
singkat ialah lab (laboratorium), memo (memorandum) dan lain-lain. Pemakaian akronim dan
singkatan dalam bahasa indonesiakadang-kadang tidak teratur.
k. Penggunaan kesimpulan, keputusan, penalaran, dan pemungkinan
Kata-kata kesimpulan bersaing pemakaiannya dengan kata simpulan; kata keputusan bersaing
pemakaiannya dengan kata putusan; kata pemukiman bersaing pemakaiannya dengan kata
permukiman; kata penalaran bersaing dengan pernalaran.
Pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebenarnya mengikuti pola yang rapi dan konsisten.
Kalau kita perhatikan dengan seksama, bentukan kata itu memiliki hubungan antara yang satu
dengan yang lain.
Contoh:
Tani, bertani, pertanian
Mukim, bermukim, pemukim, permukiman
l. Penggunaan kata yang hemat
Salah satu pang tidak hemat C(C)emakaian bahasa yang efektif adalah pemakaian bahasa yang
hemat kata, tetapi padat isi. Namun dalam komunikasi sehari-hari sering kita jumpai pemakaian
kata yang tidak hemat (boros).
Contoh:
Boros hemat
Sejak dari sejak atau dari
Agar supaya agar atau supaya
Mempunyai pendirian berpendirian
Mari kita lihat perbandingan pemakaian kata yang hemat dan boros berikut.
1. Apabila suatu reservoir masih mempunyai cadangan minyak, maka diperlukan tenaga dorong
buatan untuk memproduksi minyak lebih besar. (boros, salah)
Apabila suatu reservoir masih mempunyai cadangan minyak, maka diperlukan tenaga dorong buatan
untuk memproduksi minyak lebih besar. (hemat, benar)
2. Untuk mengekplorasi dan mengeksploitasi minyak dan gas bumi dimana sebagai sumber devisa
negara diperlukan tenaga ahli yang terampil di bidang geologi dan perminyakan. (salah)
Untuk mengekplorasi dan mengeksploitasi minyak dan gas bumi yang merupakan sumber devisa
negara diperlukan tenaga ahli yang terampil di bidang geologi dan perminyakan. (benar)
m. Analogi
Didalam dunia olahraga terdapat istilah petinju. Kata petinju berkolerasi dengan kata
bertinju. Kata bertinju berarti orang yang (biasa) bertinju bukan orang yang (biasa) meninju.
Dewasa ini banyak dijumpai banyak kata yang sekelompok dengan petinju, seperti pesilat, petenis,
pesenam, dan lain-lain. Jika dilakukan demikian, akan tercipta bentukan seperti berikut ini:
13
Petinju ‘orang yang bertinju’
Pesilat ‘orang yang bersilat’
Petenis ‘orang yang bertenis’
Pesenam ‘orang yang bersenam’
n. Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia
Dalam pemakaian sehari-hari kadang –kadang orang salah menggunakan bentuk jamak
bahasa Indonesiasehingga terjadi bentuk yang rancu atau kacau. Bentuk jamak dalam bahasa
indonesia dilakukan dengan cara sebagai berikut .
1. Bentuk jamak dengan melakukan pengulangan kata yang bersangkutan seperti:
Kuda-kuda
Meja-meja
Buku-buku
2. Bentuk jamak dengan menambah kata bilangan seperti:
Beberapa meja
Sekalian tamu
Semua buku
Dua tempat
Sepuluh computer
3. Bentuk jamak dengan menambahkan kata bantu jamak seperti:
Para tamu
4. Bentuk jamak dengan menggunakan kata ganti orang seperti:
Mereka, kita
Kami, kalian
14
DAFTAR PUSTAKA
Moeliono, Anton M. 1982 “Diksi atau Pilihan Kata: Suatu Spesifikasi di dalam kosa kata” Dalam
Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia. Jilid III. Nomor 3. Jakarta: Bharata.
http://dinamika.uny.ac.id/akademik/sharefile/files/28102008121137
15