Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

BAHASA INDONESIA

PEMBENTUKAN DAN PEMILIHAN KATA (DIKSI)

Oleh :

SHIDIQ USMAN (4520041069)


RYO ARVANKA (4520041095)
HELMY PRAYOGA (4520041057)

PRODI TEKNIK SIPIL. FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS BOSOWA
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR
Diksi, dalam arti aslinya dan pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau

pembicara. Arti kedua, arti "diksi" yang lebih umum digambarkan dengan enunsiasi kata - seni berbicara jelas

sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua

ini membicarakan pengucapan dan intonasi, daripada pemilihan kata dan gaya.

Diksi memiliki beberapa bagian; pendaftaran - kata formal atau informal dalam konteks sosial - adalah

yang utama. Analisis diksi secara literal menemukan bagaimana satu kalimat menghasilkan intonasi dan

karakterisasi, contohnya penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan gerakan fisik menggambarkan

karakter aktif, sementara penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan pikiran menggambarkan karakter

yang introspektif. Diksi juga memiliki dampak terhadap pemilihan kata dan sintaks.

Diksi terdiri dari delapan elemen: Fonem, Silabel, Konjungsi, Hubungan, Kata benda, Kata kerja, Infleksi,

dan Uterans.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1. Latar Belakang................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................1
1.3. Tujuan
Masalah................................................................................................1
1.4. Manfaat.........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3
2.1. Pengertian Diksi................................................................................................3
2.2. Pembentukan Kata............................................................................................4
2.2. Macam-Macam Imbuhan......................................................................................5
2.3. Kesalahan Pembentukan dan Pemilihan Kata............................................................10

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN ii
1. 1. Latar Belakang

Bahasa terbentuk dari beberapa tataran gramatikal, yaitu dari tataran terendah sampai
tertinggi, yaitu kata, frase, klausa, kalimat. Ketika menulis dan berbicara, kata adalah kunci pokok
dalam membentuk tulisan dan ucapan. Maka dari itu kata - kata dalam bahasa Indonesia harus
dipahami dengan baik, supaya ide dan pesan seseorang dapat dimengerti dengan baik. Kata – kata
yang digunakan dalam komunikasi harus dipahami dalam konteks alinea dan wacana. Tidak
dibenarkan menggunkan kata – kata dengan sesuka hati, tetapi harus mengikuti kaidah – kaidah
yang benar.
Memang harus diakui, kecenderungan orang semakin mengesampingkan pentingnya
penggunaan bahasa, terutama dalam tata cara pemilihan kata atau diksi.
Terkadang kita pun tidak mengetahui pentingnya penguasaan bahasa Indonesia yang baik
dan yang benar, sehingga ketika kita berbahasa, baik lisan maupun tulisan, sering mengalami
kesalahan dalam penggunaan kata, frasa, paragraf, dan wacana.
Agar tercipta suatu komunikasi yang efektif dan efisien, penggunaan diksi atau pemilihan
kata dirasakan sangat penting, bahkan mungkin vital, terutama untuk menghindari
kesalapahaman dalam berkomunikasi. Diksi atau pilihan kata dalam praktik berbahasa
sesungguhnya mempersoalkan kesanggupan sebuah kata dapat juga frase atau kelompok kata untuk
menimbulkan gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengarnya.
Indonesia memiliki bermacam-macam suku bangsa dan bahasa. Hal itu juga disertai dengan
bermacam-macam suku bangsa yang memiliki banyak bahasa yang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Bahasa yang digunakan juga memiliki karakter berbeda-beda sehingga penggunaan
bahasa tersebut berfungsi sebagai sarana komunikasi dan identitas suatu masyarakat tersebut.
Sebagai makhluk sosial kita tidak bisa terlepas dari berkomunikasi dengan sesama dalam setiap
aktivitas. Dalam kehidupan bermasyarakat sering kita jumpai ketika seseorang berkomunikasi
dengan pihak lain tetapi pihak lawan bicara kesulitan menangkap informasi dikarenakan pemilihan
kata yang kurang tepat ataupun dikarenakan salah paham.
Pemilihan kata yang tepat merupakan sarana pendukung dan penentu keberhasilan dalam
berkomunikasi. Pilihan kata atau diksi bukan hanya soal pilih-memilih kata, melainkan lebih
mencakup bagaimana efek kata tersebut terhadap makna dan informasi yang ingin disampaikan.
Pemilihan kata tidak hanya digunakan dalam berkomunikasi namun juga digunakan dalam bahasa
tulis (jurnalistik). Dalam bahasa tulis pilihan kata (diksi) mempengaruhi pembaca mengerti atau
tidak dengan kata-kata yang kita pilih.

1.2. Rumusana Masalah


1. Apa pengertian diksi ?
2. Bagaimana cara pembentukan kata ?
1.3. Tujuan Masalah
Tujuan Penulisan karya ilmiah ini adalah untuk membantu Mahasiswa mengetahui
diksi,pembentukan kata,dan idiomatik dan memahami kesalahan pembentukan dan pemilihan kata. 1
1.4. Manfaat
Tulisan ini diharapkan dapat Memberikan mahasiswa pengetahuan baru
tentang diksi,pembentukan kata,dan idiomatik dan mengetahui kesalahan pembentukan dan
pemilihan kata di kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN 2

2.1. Pengertian Diksi


Diksi adalah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan
sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang
maupun dalam dunia tutur setiap hari. Dalam memilih kata yang setepat-tepatnya untuk
menyatakan suatu maksud, kita tidak dapat lari dari kamus. Kamus memberikan suatu ketepatan
kepada kita tentang pemakaian kata-kata. Dalam hal ini, makna kata yang tepatlah yang
diperlukan. Kata yang tepat dapat membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang
ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Selain itu, pemilihan kata itu juga harus sesuai
dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu.
Diksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pusat bahasa Departemen Pendidikan
Indonesia adalah pilihan kata yg tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan
gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan).
Fungsi dari diksi adalah membuat pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan
tidak salah paham terhadap apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis, Untuk mencapai
target komunikasi yang efektif, Melambangkan gagasan yang di ekspresikan secara verbal,
Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga
menyenangkan pendengar atau pembaca, Mudah dipahami.
Pemilihan diksi yang tepat dan selaras akan memudahkan pembaca atau pendengar lebih
mudah dalam memahami arti kata atau makna kalimat atau gagasan yang hendak ingin
disampaikan. Pemilihan diksi dilakukan dengan memperhatikan situasi yang sedang
berlangsung. Misal dalam menulis buku cerita yang memiliki tujuan anak-anak remaja sebagai
sasaran pembaca, maka gunakanlah kata-kata sederhana yang mudah dipahami dengan demikian
pesan moral yang ingin disampaikan akan sampai pada hati pembaca. begitupula misalnya saat
rapat yang mana suasana adalah formal maka gunakan kata-kata yang baku, sesuai aturan EYD.
Dengan demikian, hal-hal yang tidak diinginkan dapat dihilangkan.
Dengan menggunakan diksi yang tepat, maka peluang untuk mendapatkan tujuan lebih
besar. Hal ini karena komunikasi yang berlangsung sangat efektif selain itu pemilihan kata yang
sesuai dengan suasana resmi ataupun tidak resmi akan menciptakan ekspresi tertentu yang dapat
menyenangkan pendengar atau pembaca.Kata yang digunakan menunjukkan makna yang ingin
diutarakan. Namun demikian, seringkali kata yang digunakan memiliki arti yang berbeda dengan
makna itu sendiri. oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk menggunakan diksi yang akan
digunakan, maka harus pembicara atau penulis harus memahami makna dan relasi kata
Diksi yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan kosakata yang banyak
Persyaratan pemilihan kata adalah:
1) Bedakan secara cermat kata kata denotatif dan konotatif; bersinonim dan hampir bersinonim;
kata kata yang mirip dalam ejaannya seperti: bawa-bawah-bahwa,
2) Hindari kata kata ciptaan sendiri atau mengutip kata kata terkenal yang belum diterima
masyarakat,
3) Waspadalah dalam menggunakan kata kata yang berakhiran asing atau bersufiks bahasa asing, 3
seperti: biologi-biologis,
4) Gunakan kata kata depan secara idiomatik, sepeti kata ingat seharusnya ingat akan bukan ingat
terhadap,
5) Bedakan kata khusus dan kata umum,
6) Perhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata kata yang sudah dikenal,
7) Perhatikan kelangsungan pilihan kata.

Contoh paragraf :
1. Hari ini Aku pergi ke pantai bersama dengan teman-temanku. Udara di sana sangat sejuk. Kami
bermain bola air sampai tak terasa hari sudah sore. Kamipun pulang tak lama kemudian.
2. Liburan kali ini Aku dan teman-temanku berencana untuk pergi ke pantai. Kami sangat senang
ketika hari itu tiba. Begitu sampai disana kami sudah disambut oleh semilir angin yang tak heti-
hentinya bertiup. Ombak yang berkejar-kejaran juga seolah tak mau kalah untuk menyambut
kedatangan kami. Kami menghabiskan waktu sepanjang hari di sana. Kami pulang dengan hati
senang.
Kedua paragraph diatas memiliki makna yang sama, tetapi dalam pemilihan kata atau diksi,
paragraph kedua lebih menarik bagi pembaca karena enak dibaca dan tidak membosankan.

2.2. Pembentukan Kata


Ada banyak ragam pembentukan kata dalam Bahasa Indonesia. Sebagian besar kata
dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Untuk memahami cara
pembentukan kata-kata tersebut kita sebaiknya mengetahui lebih dahulu beberapa konsep dasar
dan istilah seperti yang dijelaskan di bawah ini. Untuk mempersingkat dan memperjelas
pembahasannya, kami menggunakan kata-kata yang tidak bersifat gramatikal atau teknis untuk
menjelaskan kata-kata tersebut sebanyak mungkin.

Definisi Istilah kata dasar (akar kata) = kata yang paling sederhana yang belum memiliki
imbuhan, juga dapat dikelompokkan sebagai bentuk asal (tunggal) dan bentuk dasar (kompleks),
tetapi perbedaan kedua bentuk ini tidak dibahas di sini.

Afiks (imbuhan) = satuan terikat (seperangkat huruf tertentu) yang apabila ditambahkan
pada kata dasar akan mengubah makna dan membentuk kata baru. Afiks tidak dapat berdiri sendiri
dan harus melekat pada satuan lain seperti kata dasar. Istilah afiks termasuk prefiks, sufiks dan
konfiks.

Contoh : membacakan

Bertemu

Prefiks (awalan) = afiks (imbuhan) yang melekat di depan kata dasar untuk membentuk kata
baru dengan arti yang berbeda.
Contoh : Men + Makan = Memakan

Men + Maki = Memaki


4
Sufiks (akhiran) = afiks (imbuhan) yang melekat di belakang kata dasar untuk membentuk
kata baru dengan arti yang berbeda.

Contoh : i + perang = perangi

i + jalan= jalani

Konfiks (sirkumfiks / simulfiks) = secara simultan (bersamaan), satu afiks melekat di depan
kata dasar dan satu afiks melekat di belakang kata dasar yang bersama-sama mendukung satu
fungsi.

Kata turunan (kata jadian) = kata baru yang diturunkan dari kata dasar yang mendapat
imbuhan.

Keluarga kata dasar = kelompok kata turunan yang semuanya berasal dari satu kata dasar
dan memiliki afiks yang berbeda.

Afiks Bahasa Indonesia yang Umum:

prefiks: ber-, di-, ke-, me-, meng-, mem-, meny-, pe-, pem-, peng-, peny-, per-, se-, ter-

sufiks: -an, -kan, -i, -pun, -lah, -kah, -nya

konfiks: ke - an, ber - an, pe - an, peng - an, peny - an, pem - an, per - an, se – nya

2.2. Macam-Macam Imbuhan


2.2.1. (Afiks)
(Afiks) adalah imbuhan yang terletak di awal kata. Proses awalan (prefiks) ini di sebut
prefiksasi (prefixation). Berdasarkan dan pertumbuhan bahasa yang terjadi, maka awalan dalam
bahasa indonesia dibagi menjadi dua macam, yaitu imbuhan asli dan imbuhan serapan, baik dari
bahasa daerah maupun dari bahasa asing. Awalan terdiri dari me, di, ke, ter, pe, per, se, ber,
dan dijelaskan dalam contoh.
Awalan me- pada sebuah kata dasar berfungsi untuk membentuk kata kerja aktif. Awalan
pe- pada suatu kata dasar dapat berfungsi menjadi kata benda. Perubahan awalan me- menjadi
meng-, pe- menjadi peng- terjadi jika kata dasar yang mengawali memiliki bunyi: /a/, /e/, /g/,
/h/,/i/, /u/, /o/, /k/

Contoh: ambil – mengambil, hancur – penghancur


Perubahan awalan me- menjadi men-, pe- menjadi pen- terjadi jika kata dasar yang mengawali
memiliki bunyi: /c/, /d/, /j/

Contoh: coba – mencoba, dorong – pendorong


Perubahan awalan me- menjadi mem-, pe- menjadi pem- terjadi jika kata dasar yang mengawali
memiliki bunyi: /b/, /f/, /v/
Contoh: beli – membeli, pembeli
Perubahan awalan me menjadi meny-, pe- menjadi peny- terjadi jika kata dasar yang mengawali
memiliki bunyi: /s/ 5

Contoh: siksa – menyiksa, penyiksa


Kata dasar yang memiliki bunyi /p/, /t/, /k/ diubah menjadi /m/ dan /n/

Contoh: pakai – memakai, pemakai


Kata dasar yang tidak mengalami perubahan bunyi awalan adalah: /l/, /m/, /n/, /r/.

Contoh: lamar – melamar, pelamar


Awalan ber- dan per- berfungsi membentuk kata kerja aktif.

Untuk kata dasar yang diawali dengan r, maka awalan ber- menjadi be-, per- menjadi pe-.

Contoh: Renang – berenang, perenang


Awalan di- dan ter- berfungsi membentuk kata kerja dan membawa arti yang pasif. Penempatan
obyek di depan sebagai subyek dalam kalimat dan pemindahan pelaku menjadi obyek dalam kalimat
dapat diterapkan untuk kedua awalan ini.

Contoh: Kotoran itu diinjak oleh temanku. (membawa arti pasif)


Kotoran itu terinjak oleh temanku. (membawa arti pasif)

Awalan se- berfungsi untuk membentuk kata benda.

Contoh: Ikat – seikat, Indah – seindah


Awalan ke- berfungsi membentuk kata kerja intransitif ( tidak membutuhkan obyek).

Contoh: Luar – keluar (Ia sedang keluar .)


Dalam – kedalam (Mereka sedang kedalam.)

Awalan-awalan (imbuhan dari bahasa asing) pada kata-kata serapan yang disadari adanya, juga oleh
penutur yang bukan dwibahasawan, adalah sebagai berikut:

1) a– seperti pada amoral, asosial, anonym, asimetris. Awalan ini mengandung arti ‘tidak’ atau
‘tidak ber’.
2) anti– seperti pada antikomunis, antipemerintah, antiklimaks, antimagnet, antikarat yang
artinya ‘melawan’ atau ‘bertentangan dengan’.
3) bi– misalnya padab ilateral, biseksual, bilingual, bikonveks. Awalan ini artinya ‘dua’.
4) de– seperti pada dehidrasi, devaluasi, dehumanisasi, deregulasi. Awalan ini artinya
‘meniadakan’ atau ‘menghilangkan’.
5) eks– seperti pada eks-prajurit, eks-presiden, eks-karyawan, eks-partai terlarang. Awalan ini
artinya ‘bekas’ yang sekarang dinyatakan dengan kata ‘mantan’.
6) ekstra– seperti pada ekstra-universiter, ekstra-terestrial, ekstra linguistic, kadang juga
dipakai pada kata-kata bahasa Indonesia sendiri. Contoh: ekstra-ketat, ekstra-hati-hati. Awalan
ini artinya ‘tambah’, ‘diluar’, atau ‘sangat’.

6
7) hiper– misalnya pada hipertensi, hiperseksual, hipersensitif. Awalan ini artinya ‘lebih’ atau
‘sangat’.
8) in– misalnya pada kata inkonvensional, inaktif, intransitive. Awalan ini artinya ‘tidak’.
9) infra– misalnya pada infrastruktur, inframerah, infrasonic. Awalan ini artinya ‘di tengah’.
10) intra– misalnya pada intrauniversiter, intramolekuler. Awalan ini artinya ‘di dalam’.
11) inter– misalnya interdental, internasional, interisuler, yang biasa di Indonesiakan dengan
antar-.
12) ko– misalnya pada kokulikuler, koinsidental, kopilot, kopromotor. Awalan ini artinya ‘bersama-
sama’ atau ‘beserta’.
13) kontra– misalnya pada kontrarevolusi, kontradiksi, kontrasepsi. Awalan ini artinya
‘berlawanan’ atau ‘menentang’.
14) makro– misalnya pada makrokosmos, makroekonomi, makrolinguistik. Awalan ini artinya
‘besar’ atau ‘dalam arti luas’.
15) mikro– seperti pada mikroorganisme, mikrokosmos, microfilm. Awalan ini artinya ‘kecil’ atau
‘renik’.
16) multi– seperti padamultipartai, multijutawan, multikompleks, multilateral, multilingual.
Awalan ini artinya ‘banyak’.
17) neo– seperti pada neokolonialisme, neofeodalisme, neorealisme. Awalan ini artinya ‘baru’.
18) non– seperti pada nongelar, nonminyak, nonmigas, nonberas, nonOpec. Awalan ini artinya
‘bukan’ atau ‘tidak ber-‘.

2.2.2. Akhiran (sufiks/ sufix)


Akhiran (sufiks/ sufix) adalah imbuhan yang terletak di akhir kata. Dalam proses
pembentukan kata ini tidak pernah mengalami perubahan bentuk. Proses pembentukannya di sebut
safiksasi (suffixation). Akhiran terdiri dari kan, an, i, nya, man, wati, wan, asi, isme, in, wi, dan
lainnya dalam contoh.

Contoh: -an + pikir→pikiran, -in + hadir→hadirin, -wan + karya→karyawan, -wati+karya→kryawati,


-wi+ manusia→manusiawi. Semua akhiran ini di sebut sebagai akhiran untuk kata benda.
Sedangkan akhiran yang berupa kata sifat, seperti: -if→aktif, sportif. -ik→magnetik,
elektronik. -is→praktis, anarkis. -er→komplementer, parlementer. -wi→manusiawi, surgawi,
duniwi.
Kadang-kadang akhiran yang berupa kata sifat, ada yang berasal dari bahasa inggris dan ada
yang berasal dari bahasa arab. Contoh: -al→formal, nasional. -iah→alamiah, batiniah. -i→abadi,
alami, hewani, rohani. -nya→melihatnya, mendengarnya, mengalaminya. -in→muslimin, mu’minin.
-at→muslimat, mu’minat. -us→politikus. -or→koruptor. -if→produktif, sportif. Untuk lebih
lengkap, simak selanjutnya.

Pada kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia kita jumpai akhiran-akhiran
seperti berikut:

7
1) –al misalnya pada actual, structural, emosional, intelektual. Kata-kata yang berakhiran –al ini
tergolong kata sifat.
2) –asi/isasi misalnya pada afiksasi, konfirmasi, nasionalisasi, kaderisasi, komputerisasi. Akhiran
tersebut menyatakan ‘proses menjadikan’ atau ‘penambahan’.
3) –asme misalnya pada pleonasme, aktualisme, sarkasme, antusiasme. Akhiran ini menyatakan
kata benda.
4) –er seperti pada primer, sekunder, arbitrer, elementer. Akhiran ini menyatakan sifat.
5) –et seperti pada operet, mayoret, sigaret, novelete. Akhiran ini menyatakan pengertian
‘kecil’. Jadi operet itu ‘opera kecil’, novelet itu ‘novel kecil’.
6) .–i/wi/iah misalnya pada hakiki, maknawi, asasi, asali, duniawi, gerejani, insani, harfiah,
unsuriyah, wujudiyah. Akhiran-akhiran ini menyatakan sifat.
7) –if misalnya pada aktif, transitif, obyektif, agentif, naratif. Akhiran ini menyatakan sifat.
8) –ik (1) seperti pada linguistik, statistik, semantic, dedaktik. Akhiran ini menyatakan ‘benda’
dalam arti ‘bidang ilmu’.
9) -ik (2) seperti pada spesifik, unik, karakteristik, fanatik, otentik. Akhiran ini menyatakan
sifat.
10) –il seperti pada idiil, materiil, moril. Akhiran ini menyatakan sifat. Pada kata-kata lain kata-
kata ini diganti dengan –al.
11) –is (1) pada kata praktis, ekonomis, yuridis, praktis, legendaries, apatis. Akhiran ini
menyatakan sifat.
12) –is (2) pada kata ateis, novelis, sukarnois, marxis, prosaic, esei. Akhiran ini menyatakan orang
yang mempunyai faham seperti disebut dalam kata dasar, atau orang yang ahli menulis dalam
bentuk seperti yang disebut di dalam kata dasar.
13) –isme seperti pada nasionalisme, patriotisme, Hinduisme, bapakisme. Isme artinya ‘faham’.
14) –logi seperti pada filologi, sosiologi, etimologi, kelirumologi, -logiartinya ‘ilmu’.
15) –ir seperti pada mariner, avonturir, banker. Akhiran ini menyatakan orang yang bekerja pada
bidang atau orang yang mempunyai kegemaran ber-.
16) –or seperti pada editor, operator, deklamator, noderator. Akhiran ini artinya orang yang
bertindak sebagai orang yang mempunyai kepandaian seperti yang tersebut pada kata dasar.
17) –ur seperti pada donator, redaktur, kondektur, debitur, direktur. Akhiran ini seperti yang di
atas menyatakan agentif atau pelaku;
18) –itas seperti pada aktualitas, objektivitas, universitas, produktivitas. Akhiran ini menyatakan
benda.

2.2.3. Sisipan (infiks /infix)


Sisipan (infiks/ infix) adalah imbuhan yang terletak di dalam kata. Jenis imbuhan ini tidak
produktif, artinya pemakaiannya terbatas hanya pada kata-kata tertentu. Jadi hampir tidak
mengalami pertambahan secara umum. Sisipan terletak pada suku pertama kata dasarnya, yang
memisahkan konsonan pertama dengan vokal pertama suku tersebut. Prosesnya imbuhan kata
tersebut di sebut infixation. Imbuhan yang berupa sisipan seperti: -er-, -el-, -em- dan -in.

8
Sisipan ( infiks/ infix) dapat mempunyai makna, antara lain:

i. Menyatakan banyak dan bermacam-macam. Contohnya: tali→ temali, artinya terdapat


bermacam-macam tali. gigi→gerigi, artinya terdapat bermacam gigi. sabut→serabut, artinya
terdapat bermacam-macam sabut. kelut→kemelut, gunung→gemunung, artinya terdapat
bermacam-macam gunung.

ii. Menyatakan intensitas frekuentif, artinya menyatakan banyaknya waktu. Contoh:


getar→gemetar, artinya menunjukan banyaknya waktu getar atau gerak suatu benda.
guruh→gemuruh, artinya menunjukan banyaknya waktu guruh. gertak→gemertak, artinya
menujukan banyaknya waktu bunyi gertak. cicit→cericit, artinya menujukan banyaknya waktu
bunyi cicit.

iii. Menyatakan sesuatu yang mempunyai sifat seperti yang di sebut pada kata dasarnya.
Contoh: kata kerja→kinerja, artinya sesuatu yang mempunyai sifat sama dengan kerja atau sesuatu
sifat kegigihan. kuning→kemuning, artinya sesuatu yang mempunyai sifat sama dengan warna
kuning. gilang→gemilang, artinya sesuatu yang mempunyai sifat sama dengan cerah.
turun→temurun, artinya sesuatu yang mempunyai sifat terus-menerus. tunjuk→telunjuk, artinya
sesuatu yang mempunyai sifat seperti tunjuk.

Ada juga sisipan (infiks) yang di pengaruhi oleh bahasa jawa. Contoh: kata kesinambungan,
yang merupakan kata dasar dari kata sinambung yang di sebut kata dasar sekunder. Sedangkan kata
dasar primernya sambung mendapat sisipan –in- yang artinya menyatakan sifat terus-menerus. Sama
halnya dengan istilah yang terdapat dalam bidang ekonomi, dalam proses imbuhan kata dasar juga
terdapat istilah yang sama, tetapi mempunyai makna yang berbeda. Istilah itu adalah kata dasar
primer, kata dasar sekunder, dan kata dasar tersier.

Kata dasar primer adalah kata dasar yang berupa kata asal atau morfem dasar, yang di
pakai sebagai kata dasar pertama dalam pembentukan kata jadian. Contoh:
dengar→dengarkan→perdengarkan, artinya kata dengarkan merupakan kata dasar dari kata dengar
yang mendapat akhiran– kan . Demikian juga dengan kata perdengarkan, berasal dari kata dasar
dengar yang mendapat konfiks per-kan. Kata dasar primer, haruslah pada kata jadian yang
sekurang-kurangnya di bentuk melalui dua tahap.
Kata dasar sekunder adalah kata dasar yang berupa kata jadian yang di pakai sebagai dasar
kedua dalam pembentukan kata jadian yang lebih kompleks. Contoh: dengarkan→perdengarkan,
dipikir→dipikirkan, main→bermain-main, merata→meratakan.
Kata dasar tersier adalah kata dasar yang berupa kata jadian yang di pakai sebagai dasar
ketiga dalam pembentukan kata yang lebih kompleks. Contoh: kata
guna→gunakan→pergunakan→mempergunakan. ingat→ingatkan→ peringatkan→ diperingatkan.
harap→harapkan→diharapkan→diharapkannya.
Sisipan (infiks/ infix) biasanya di bentuk dari kata benda (nomina) menjadi kata sifat
(adjektifa). Adjektifa tingkat kuatif dengan prefiks se- dan tingkat superlatif dengan prefiks ter-.

9
Hasil pengafiksan dengan infiks atau sisipan –em- pada nomina, adjektiva yang jumlahnya sangat
terbatas.

Benda (nomina) →sifat (adjectifa)

Getar → gemetar, guruh → gemuruh, kilap → kemilap, kilau → kemilau, santan → semantan,
gerlap → gemerlap, gilang → gemilang, gilap → gemilap, taram → temaram, serb

2.3. Kesalahan Pembentukan dan Pemilihan Kata


2.3.1. Kesalahan Bentukan
Faktor afiksasi memegang peranan penting dalam pemakaian bahasa Indonesia, khususnya
dalam segi pembentukan kata. Menurut posisinya, afiks atau imbuhan bahasa Indonesia terbagi atas
tiga jenis imbuhan, jenis awalan, akhiran, dan sisipan. Di antara ketiga jenis imbuhan, jenis yang
disebut terakhir tidak begitu produktif dalam peristiwa pembentukan kata. Karena itu, kesalahan
pemakaian jenis imbuhan tersebut tidak begitu banyak dilakukan para pemakai bahasa Indonesia
jika dibandingkan dengan kedua jenis imbuhan lainnya.
Dalam kata bentuk-bentuk awalan menduduki posisi awal kata. Awalan yang tinggi frekuensi
pemakaiannya yaitu: awalan meng-, ber-, pe-, ber-, di-, ke-, ter-, dan se-. Di antara awalan itu di
samping ada yang memiliki bentuk yang tetap, terdapat pula yang mengalami bentuk perubahan
bunyi. Hal itu tidak menutup kemungkinan para pemakai bahasa Indonesia dalam melakukan
kesalahan mengucapkan bentuk-bentuk tersebut. Kesalahan lainnya dapat terjadi dalam segi fungsi
awalan itu, baik dalam segi gramatikalnya maupun semantisnya. Kesalahan-kesalahan dalam
pemakaian awalan akan kita analisis pada bagian pertama modul.

2.3.2. Kesalahan Bidang Imbuhan


Akhiran merupakan jenis imbuhan atau afiks yang menduduki posisi akhir kata bentukan.
Ada tiga macam akhiran bentukan utama bahasa Indonesia, yaitu akhiran an, kan, dan i. Dalam
peristiwa pembentukan kata ketiga akhiran itu tidak mengalami perubahan bentuk. Contoh:
makan+_an manjadi makanan, lari+ kan menjadi larikan garam+ i menjadi garami.
Ataupun demikian, terdapat keistimewaan pada peristiwa pembentukan kata dengan –i. Hal
ini –i tidak pernah menghasilkan kata bentukan dari kata dasar yang terakhir dengan fonem i,
misalnya kata dasar lari, mati, suci, padi tidak dapat dibentuk menjadi larii, matii, suci dan
sebagainya.
Dalam prakteknya sering terjadi penyimpangan pemakaian akhiran baik dalam segi bentuk
ataupun fungsinya. Ditinjau dari segi bentuk kata, pemakaian akhiran i pada contoh kalimat-kalimt
(1) dari sistem akhiran i bahasa Indonesia. Dalam hal ini, kata dasar kursi berakhir dengan /i/
sehingga tidak mungkin dibentuk lagi dengan akhiran i. Tetapi, dilihat dari fungsinya i pada kedua
bentukan itu berfungsi gramatik; yaitu membentuk kata kerja transitif. Begitu pula, akhiran
tersebut berfungsi semantik, yaitu mengandung makna “memberikan“ atau “membubuhkan”. Cara
lain untuk mengemukakan maksud atau gagasan yang terkandung dalam bentuk tersebut yaitu

10
pembentukan kata dengan menggunakan akhiran in seperti terlihat pada contoh kalimat di
bawahnya.

2.3.3. Kesalahan Berbahasa dalam Penggabungan Imbuhan


Dalam peristiwa pembentukan kata sering terjadi peristiwa penggabungan imbuhan, baik
antara awalan dengan awalan ataupun antara awalan dengan akhiran. Dalam hal ini terdapat dua
macam penggabungan, yaitu penggabung yang dilakukan secara serempak dan penggabungan yang
dilakukan secara bertahap. Hal yang pertama, misalnya terjadi pada kata kekuatan, perdebatan,
pemukulan. Dalam hal ini ke-an, per-an dan peN-an secara serempak membentuk ketiga kata
bentukan di atas dengan menggunakan kata dasar kuat, debat dan pukul. Karena kedua macam
imbuhan itu masing-masing tidak berdiri sendiri, maka makna yang dikandungnya pun merupakan
satu kesatuan. Imbuhan seperti itu disebut dengan istilah konfiks. Lain halnya dengan me-kan, per-
kan, memper-kan. Misalnya pada kata menggunakan, pergunakan, mempergunakan. Dalam hal ini
akhiran kan lebih dahulu berfungsi pada kata bentukan itu daripada me-, per-, memper-. Bentukan
imbuhan seperti ini tidak sama fungsinya dengan konfiks, untuk itu, perhatikan proses bentukan
kata-kata di atas.
( 1 ) ke-an + kuat = kekuatan
per-an+ debat = perdebatan
peng-an + pukul = pemukulan
( 2 ) guna + kan = gunakan, me+ gunakan = menggunakan
guna= – kan = gunakan, per-+gunakan = pergunakan

2.3.4. Kesalahan Pembentukan Dan Pemilihan Kata


Pada bagian berikut akan diperlihatkan kesalahan-kesalahan pembentukan kata, baik dalam
bahasa lisan maupun dalam bahasa tulis.
a. Penanggalan awalan Me-
Penanggalan pada judul cerita dalam surat kabar diperbolehkan. Namun dalam teks beritanya
awalan me- harus eksplisit. Dibawah ini diperlihatkan bentuk yang salah dan bentuk yang benar.
Contoh:
1. Amerika serikat luncurkan pesawat bolak-balik Columbia. (salah)
Amerika serikat meluncurkan pesawat bolak-balik Columbia. (benar)
b. Penggalan awalan Ber-
Kata-kata yang berawalan ber- sering mengandalkan awalan ber. Padahal awalan ber harus
dieksplisitkan secara jelas. Berikut ini contoh salah dan benar dalam pemakaian awalan ber.
Contoh:
1. Sampai jumpa lagi. (salah)
Sampai berjumpa lagi. (benar)
c. Peluluhan bunyi /c/
Kata dasar yang diawali bunyi c sering menjadi luluh apabila mendapat awalan me. Padahal tidak
seperti itu.

11
Contoh:
1. Ali sedang menyuci mobil. (slah)
Ali sedang mencuci mobil. (benar)
d. Penyengauan kata dasar
Ada gejala penyengauan bunyi awal kata dasar, penggunaan kata dasar ini sebenarnya adalah ragam
lisan yang dipakai dalam ragam tulis. Akhirnya percampuran antara ragam lisan dan ragam tulis
menimbulkan suatu bentuk kata yang salah dalam pemakaian.
Contoh:
Nyopet, mandang, nulis, dan nabrak. Dalam bahasa Indonesia kita harus menggunakan kata-kata
mencopet, memandang, menulis dan menabrak.
e. Bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t// yang tidak luluh
Kata dasar yang awalnya s, k, p, atau t sering tidak luluh jika mendapat awalan me atau pe.
Padahal menurut kaidah buku bunyi-bunyi itu harus lebur menjadi bunyi sengau.
Contoh:
1. Semua warga negara harus mentaati peraturan yang berlaku. (salah)
Semua warga negara harus menaati peraturan yang berlaku. (benar)
f. Awalan Ke- yang Kelirugunaan
Pada kenyataan sehari-hari, kata-kata yang seharusnya berawalan ter sering diberi awalan ke. Hal
itu disebabkan oleh kekurang cermatan dalam memilih awalan yang tepat.
Contoh:
1. Pengendara motor itu meninggal karena ketabrak oleh kereta api (salah)
Pengendara motor itu meninggal karena tertabrak oleh kereta api (benar)
Perlu diketahui bahwa awalan ke hanya dapat menmpel pada kata bilangan. Selain didepan kata
bilangan, awalan ke tidak dapat dipakai kecuali pada kata kekasih, kehendak, dan ketua.
g. Pemakaian kata akhiran –ir
Pemakaian kata akhiran –ir sangat produktif dalam penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari.
Padahal dalam bahasa Indonesia baku untuk akhiran –ir adalah asi atau isasi.
Contoh:
1. Saya sanggup mengkoordinir kegiatan itu (salah)
Saya sanggup mengkoordinasi kegiatan itu (benar)
h. Padanan yang tidak serasi
Terjadi ketika pemakaian bahasa yang kurang cermat memilih padanan yang kurang serasi, yang
muncul dalam kehidupan sehari-hari adalah padanan yang tidak sepadan atau yang tidak serasi. Hal
itu terjadi karena dua kaidah yang berselang, atau yang bergabung dalam sebuah kalimat.
Contoh:
1. Karena modal dibank terbatas, tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit. (salah)
Modal dibank terbatas sehingga, tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit. (benar)
i. Pemakaian kata depan di, ke, dari, bagi, pada, daripada, dan terhadap
Dalam pemakaian sehari-hari, pemakaian kata di, ke, dari, bagi, pada, daripada, dan terhadap
sering dipertukarkan.

12
Contoh:
1. Putusan dari pada pemerintah itu melegakan hati rakyat. (salah)
Putusan pemerintah itu melegakan hati rakyat. (benar)
j. Pemakaian akronim (singkatan)
Yang dimaksud kata singkatan adalah PLO, UI, dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud bentuk
singkat ialah lab (laboratorium), memo (memorandum) dan lain-lain. Pemakaian akronim dan
singkatan dalam bahasa indonesiakadang-kadang tidak teratur.
k. Penggunaan kesimpulan, keputusan, penalaran, dan pemungkinan
Kata-kata kesimpulan bersaing pemakaiannya dengan kata simpulan; kata keputusan bersaing
pemakaiannya dengan kata putusan; kata pemukiman bersaing pemakaiannya dengan kata
permukiman; kata penalaran bersaing dengan pernalaran.
Pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebenarnya mengikuti pola yang rapi dan konsisten.
Kalau kita perhatikan dengan seksama, bentukan kata itu memiliki hubungan antara yang satu
dengan yang lain.
Contoh:
Tani, bertani, pertanian
Mukim, bermukim, pemukim, permukiman
l. Penggunaan kata yang hemat
Salah satu pang tidak hemat C(C)emakaian bahasa yang efektif adalah pemakaian bahasa yang
hemat kata, tetapi padat isi. Namun dalam komunikasi sehari-hari sering kita jumpai pemakaian
kata yang tidak hemat (boros).
Contoh:
Boros hemat
Sejak dari sejak atau dari
Agar supaya agar atau supaya
Mempunyai pendirian berpendirian
Mari kita lihat perbandingan pemakaian kata yang hemat dan boros berikut.
1. Apabila suatu reservoir masih mempunyai cadangan minyak, maka diperlukan tenaga dorong
buatan untuk memproduksi minyak lebih besar. (boros, salah)
Apabila suatu reservoir masih mempunyai cadangan minyak, maka diperlukan tenaga dorong buatan
untuk memproduksi minyak lebih besar. (hemat, benar)
2. Untuk mengekplorasi dan mengeksploitasi minyak dan gas bumi dimana sebagai sumber devisa
negara diperlukan tenaga ahli yang terampil di bidang geologi dan perminyakan. (salah)
Untuk mengekplorasi dan mengeksploitasi minyak dan gas bumi yang merupakan sumber devisa
negara diperlukan tenaga ahli yang terampil di bidang geologi dan perminyakan. (benar)
m. Analogi
Didalam dunia olahraga terdapat istilah petinju. Kata petinju berkolerasi dengan kata
bertinju. Kata bertinju berarti orang yang (biasa) bertinju bukan orang yang (biasa) meninju.
Dewasa ini banyak dijumpai banyak kata yang sekelompok dengan petinju, seperti pesilat, petenis,
pesenam, dan lain-lain. Jika dilakukan demikian, akan tercipta bentukan seperti berikut ini:

13
Petinju ‘orang yang bertinju’
Pesilat ‘orang yang bersilat’
Petenis ‘orang yang bertenis’
Pesenam ‘orang yang bersenam’
n. Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia
Dalam pemakaian sehari-hari kadang –kadang orang salah menggunakan bentuk jamak
bahasa Indonesiasehingga terjadi bentuk yang rancu atau kacau. Bentuk jamak dalam bahasa
indonesia dilakukan dengan cara sebagai berikut .
1. Bentuk jamak dengan melakukan pengulangan kata yang bersangkutan seperti:
Kuda-kuda
Meja-meja
Buku-buku
2. Bentuk jamak dengan menambah kata bilangan seperti:
Beberapa meja
Sekalian tamu
Semua buku
Dua tempat
Sepuluh computer
3. Bentuk jamak dengan menambahkan kata bantu jamak seperti:
Para tamu
4. Bentuk jamak dengan menggunakan kata ganti orang seperti:
Mereka, kita
Kami, kalian

14
DAFTAR PUSTAKA

Keraf, Gorys. 1985. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Moeliono, Anton M. 1982 “Diksi atau Pilihan Kata: Suatu Spesifikasi di dalam kosa kata” Dalam
Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia. Jilid III. Nomor 3. Jakarta: Bharata.

http://dinamika.uny.ac.id/akademik/sharefile/files/28102008121137

15

Anda mungkin juga menyukai