Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

DIKSI
Tugas ini Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah :Bahasa Indonesia

Dosen Pengampuh :
Emi Sri Wayuni, M.Pd

Disusun Oleh :
Fanya Meisivi
Indri Rismawati
Nabila Syifaurrahmah
Neneng Sopiatunnisa
Raisha Meityas
Yulianti

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM IDRISIYYAH
TASIKMALAYA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Teori Kardinal ini
dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima
kasih pada Bapak Dosen mata kuliah Mikro yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah alasan serta pengetahuan kita. Penulis juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu" penulis berharap adanya kritik" saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah penulis buat di masa yang akan datang" mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya.Kiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi perbaikan makalah ini
di waktu yang akan datang.

Tasikmalaya, 21 September 2021

Penyusun

II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................II
DAFTAR ISI....................................................................................................III
BAB I
PENDAHULUAN..............................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG...........................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH......................................................................5
1.3 TUJUAN...............................................................................................5
BAB II
PEMBAHASAN................................................................................................6
1.1 PENGERTIAN DIKSI.........................................................................6
1.2 SYARAT-SYARAT PEMILIHAN KATA.........................................8
1.3 GAYA BAHASA.................................................................................9
1.4 IDIOM................................................................................................10
1.5 BAHASA ARTIFISIAL.....................................................................11
1.6 PERANTI-PERANTI DIKSI.............................................................12
1.7 PEMBENTUKAN KATA.................................................................15
KESIMPULAN...............................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................20

III
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Memang harus diakui, kecenderungan orang semakin mengesampingkan
pentingnya penggunaan bahasa, terutama dalam tata cara pemilihan kata atau diksi.
Terkadang kita pun tidak mengetahui pentingnya penguasaan bahasa Indonesia yang
baik dan yang benar, sehingga ketika kita berbahasa, baik lisan maupun tulisan,
sering mengalami kesalahan dalam penggunaan kata, frasa, paragraf, dan wacana.
Agar tercipta suatu komunikasi yang efektif dan efisien, pemahaman yang baik
ihwal penggunaan diksi atau pemilihan kata dirasakan sangat penting, bahkan
mungkin vital, terutama untuk menghindari kesalapahaman dalam berkomunikasi.
Diksi atau pilihan kata dalam praktik berbahasa sesungguhnya mempersoalkan
kesanggupan sebuah kata dapat juga frasa atau kelompok kata untuk menimbulkan
gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengarnya.
Indonesia memiliki bermacam-macam suku bangsa dan bahasa. Hal itu juga
disertai dengan bermacam-macam suku bangsa yang memiliki banyak bahasa yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa yang digunakan juga memiliki karakter
berbeda-beda sehingga penggunaan bahasa tersebut berfungsi sebagai sarana
komunikasi dan identitas suatu masyarakat tersebut. Sebagai makhluk sosial kita tidak
bisa terlepas dari berkomunikasi dengan sesama dalam setiap aktivitas. Dalam
kehidupan bermasyarakat sering kita jumpai ketika seseorang berkomunikasi dengan
pihak lain tetapi pihak lawan bicara kesulitan menangkap informasi dikarenakan
pemilihan kata yang kurang tepat ataupun dikarenakan salah paham.
Pemilihan kata yang tepat merupakan sarana pendukung dan penentu
keberhasilan dalam berkomunikasi. Pilihan kata atau diksi bukan hanya soal pilih-
memilih kata, melainkan lebih mencakup bagaimana efek kata tersebut terhadap makna
dan informasi yang ingin disampaikan. Pemilihan kata tidak hanya digunakan dalam
berkomunikasi namun juga digunakan dalam bahasa tulis (jurnalistik). Dalam bahasa

4
tulis pilihan kata (diksi) mempengaruhi pembaca mengerti atau tidak dengan kata-kata
yang kita pilih.
Dalam makalah ini, penulis berusaha menjelaskan mengenai diksi yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam segi makna dan relasi, gaya bahasa,
ungkapan, kata kajian, kata popular, kata sapaan dan kata serapan.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Apa yang dimaksud dengan diksi
b. Bagaimana persyaratan diksi
c. Bagaimana yang dimaksud kata ilmiah , kata populer, kata jargon dan slang
d. Bagaimana pilihan kata dan penggunaan diksi

1.3. TUJUAN MAKALAH


Tujuan dan manfaat penulisan makalah ini adalah:
a. Megetahui pengertian dari diksi
b. Mengetahui syarat-syarat yang dibutuhkan dalam penggunaan diksi
c. Memahami penjelasan tentang kata ilmiah, kata populer, kata jargon dan slang
d. Memahami penjelasan pilihan kata dan penggunaan diksi

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Diksi atau dalam istilah lain disebut pilihan kata, merupakan kata-kata pilihan
untuk membuat frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana. Pemilian kata yang
dimaksudkan adalah sebuah upaya mendapatkan kata yang tepat untuk dipakai dan
mampu menciptakan suatu kesan tertetu, yaitu sesuai dengan keinginan dan kebutuhan.
Seseorang mengungkapkan gagasan atau ide dalam menulis atau berbicara. Supaya
gagasan tersebut dapat tersampaikan dengan baik, perlu dilakukan pemilihan kata yang
tepat. Pemilihan kata ini dapat terlaksana, jika terdapat beberapa kata yang memiliki
makna atau maksud yang sama atau mirip. Sebuah kata yang memiliki kemiripan atau
kesamaan makna dapat digunakan untuk menggantikan kata yang lain agar tercipta
suatu imajinasi atau efek tertentu bagi pembaca atau pendengar.
Pemilihan kata merupakan hal penting. Ketika kata yang dipilih untuk mewakili
gagasan tidak sesuai, maka akan menghambat proses komuniksi. Kesalahan pemilihan
kata dapat menimbulkan keambiguan atau kesalahpahaman bagi pendengar atau
pembaca. Penulis atau penututu dituntut untuk memiliki pembendaharaan kata yang
banyak. Tiapa kata yang memiliki yang memiliki kesamaan makna mrmiliki peluang
untuk menggantikan kata yang lain. Seorang penulis atau penututur diumpamakan
sebagai orang yang memilki kamus yang berisi ribuan kata dalam pikirannya. Ketika
sebuah kata tidak mampu mewakili konsep yang ingin disampaikan oleh penulis atau
penutur, dia hanya perlu melihat daftar kata yang lain dalam pikirannya. Jika terdapat
kata yang memilki konsep atau makna yang mirip, kata tersebut bias digunakan.
Pemilihan kata tidak berkaitan dengan mirip atau samanya makna yang dimiliki
sebuah kata. Pemilohan kata juga harus memperhatikan konteks dimana kata tersebut
akan digunakan dan memilki makna yang tidak bertentangan dengan nilai rasa dari
masyarakat pemakainya. Sebuah analisis atau pertimbangan mutlak diperlukan
sebelum seseorang memilih kata untuk dipakai. Terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh penulis atau penutur ketika akan memilih kata. Penulis atau penutur
harus mengetahui perbedaan antara makna konotasi dan denotasi serta penggunaannya,

6
mampu membedakan kata-kata yang memilki ejaan hampir sama, kata-kata dari bahasa
asing atau daerah, paham dengan kata-kata yang bersinonim, paham dan memiliki
kepekaan terhadap lingkungan disekitarnya tersebut dengan baik dan tepat.
Tidak semua kata bersinonim dapat menjadi distribusi yang melengkapi.
Banyak kata memiliki sinonim, tetapi tidak semua sinonim tersebut dapat mengantikan
kata terkait. Halini terjadi karena kata memiliki nilai atau rasa dan nuansa makna yang
menjadikan mereka berbeda. Kata meninggal tidak tepat digunakan untuk meawakili
kematian seekor ayam yang akan dimasak dan dimakan. Kata yang lebih tepat
diguanakan dalam konteks tersebut adalah mati. Hal inilah yang disebut sebagai analisis
pertimbangan sebelum seseorang memilih kata untuk digunakan. Kemampuan penulis
atau penutur dalam mengetahui ketepatan makna dan hubungan antara makna dan
referen sangatlah penting. Makna suatu kata juga dapat mengalami perubahan
bersamaan dengan berubahnya keadaan di dunia. Oleh sebab itu, penulis atau penutur
harus mengikuti perkembangan tersebut.
Pemilihan kata yang sesuai dengan konteks juga berkaitan denga adanya
perbedaan budaya dari satu tempat ke tempat lain. Sebuah masyarakat memiliki makna
yang baik untuk sebuah kata, tetapi mungkin kata tersebut memiliki makna yang tidak
baik pada masyarakat yang lain. Hal tersebut dapat menimbulkan kesalahpahaman
ketika penulis atau penutur tidak mengetahui budaya (konteks) yang melingkupinya.
Pemilihan kata yang tepat sesuai dengan konteks juga ditujukan agar pembaca atau
pendengar dapat memahami kaliamat atau tuturan sesuai dengan yang diharapkan oleh
penulis atau penutur. Banyaknya pembendahraan kata merupakan hal penting bagi
seseorang agar komunikasi dapat berjalan dengan lebih lancar tanpa perlu terjadi
kebingungan atau kesalahpahaman. Hal tersebut dapat dicapai dengan rutin membaca
kamus dan tidak menutup diri terhadap hal-hal baru.
Diksi mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Membuat pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan tidak
salah paham terhadap apa yang disampaikan oleh penulis atau penutur.
2. Untuk mencapai target komunikasi yang efektif.
3. Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal.
4. Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi,
tidak resmi) sehingga menyenangkan pembaca atau pendengar.
5. Cara dari mengimplementasikan sesuatu dalam sebuah situasi.

7
B. SYARAT-SYARAT PEMILIHAN KATA
Kemahiran memilih kata tentu berkaitan dengan banyaknya kosakata yang
dimiliki dan kepandaian membaca konteks. Seorang penulis atau penutur yang
menguasai kosakata berarti dia mengetahui makna kata dan perubahan kata. Selain
pengetahuan tentang seluk beluk kata, terdapat pula syarat-syarat yang perlu
diperhatikan oleh seseorang ketika memilih kata. Syarat-syarat yang perlu diperhatikan
oleh seseorang ketika memilih kata. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dapat membedakan makna denotasi dan konotasi
Contoh:
a. Beberapa siswa berkelahi karena berebut kursi yang berada dibelakang
kelas. (denotasi)
b. Kursi pemerintahan menjadi hal yang selalu diwarnai dengan perang
kata dimedia social. (konotasi)
2. Dapat membedakan kata-kata yang bersinonim
Contoh:
a. Pemuda itu dikabarkan meninggal karena sakit keras.
b. Seekor ayam mati karena tertabrak mobil dijalan.
3. Dapat membedakan kata-kata dengan ejaan mirip
Contoh:
a. Karton – kartun
b. Tolok – tolak
c. Preposisi – proposisi
d. Sumber – sumbar
4. Menafsirkan kata secara objektif
Contoh:
Kata acuh memilki makna peduli, tetapi sering diartikan menjadi tidak peduli.
5. Dapat menggunakan kata hubung berpasangan dengan tepat
Contoh:
a. Baik aku maupun dia sama-sama memiliki ego yang besar.
b. Bukan komunikasi yang menyebabkan masalah ini, melainkan
ketidakpedulian dari semua pihak.
6. Dapat membedakan kata umum dan kata khusus

8
Contoh:
Kata buah merupakan kata umum yang memiliki acuan yang lebih luas
dibandingkan dengan kata semangka dan apel yang merupakan kata khusus.
Apel dan semangka merupakan bagian dari buah, tetapi tidak semua buah adalah
apel dan semangka. Penggunaan kata ini perlu diperhatikan karena memiliki
porsi dan letak yang berbeda.
7. Memahami perubahan makna pada kata yang berasal dari bahasa asing
Contoh:
Kata issue yang merupakan kata dari bahasa Inggris memiliki makna publikasi,
kesudahan, perkara, sedangkan kata isu dalam bahasa Indonesia memiliki
makna kabar yang tidak jelas asal-usulnya, kabar angin, atau desas-desus.
C. GAYA BAHASA
Kata dan ungkapan dapat diartikan menutut makna harfiah (makna denotasi)
atau menurut makna majasinya (makna konotasi). Makna harfiah sama dengan makna
denotasi, makna konseptual, atau makna sebenarnya. Makna denotasi menyampaikan
makna dari suatu kata eksplisit dan sesuai dengan apa adanya. Makna denotasi
merupakan penertian yang dikandung sebuah kata secara objektif. Sebagai contoh dari
makna ini adalah kata batu, bermakna denotasi benda keras dan padat yang berasal dari
bumi atau planet lain, tetapi bukan logam. Makna ini didapt dari penafsiran atas referen
abut secara objektif.
Makna majasi, bisa juga disebut dengan makna konotasi atau makna asosiatif.
Makna ini diperoleh melalui pengalihan makna denotadi. Secara sederhana, makna
majasi adalah makna yang tidak secara langsung mengacu kepada kata yang dipilih atau
makna tidak sebenarnya. Makna konotasi timbul sebagai sikap dari sikap sosial, sikap
pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Jika
batu memiliki makna denotasi ‘benda keras dan padat yang bersal dari bumi atau planet
lain, tetapi bukan logam’, maka menjadi sedikit berbeda ketika dimaknai secara
konotatif. Makna konotasi dari batu adalah ‘sifat yang keras atau susah diatur atau
penghambat’.
Penggunan makan majasi memiliki tujuan untuk mengungkapkan maksud
dengan cara implasit. Makna kata yang digunakan terkadang sedikit berbeda dengan
makna yang diinginkan, tetapi maksud yang ingin disampikan tetaplah sama. Makna
majasi merupakan pengungkapan ide dengan menggunakan majas sebagai bungkus
agar lebih indah dan menarik. Penggunaan majas ini sebenarnya bentuk dari
9
penggambaran maksud dengan mengumpamakannya sebagai hal lain tetapi tetap
memiliki maksud yang sama, meski makna katanya berbeda. Penggunaan gaya
semacam ini banyak ditemui dalam karya-karya sastra seperti cerpen, puisi, novel, dan
lain sebagainya. Majas memiliki jenis yang sangat banyak dengan ciri dan fungsinya
masing-masing. Beberapa majas yang sering ditemukan adalah majas personifikasi,
majas metafora, majas eufimisme, dan majas hiperbola.
Sebelum menampilakn gaya tertentu, terdapat eman faktor yang mempengaruhi
tampilan bahasa seorang komunikator dalam berkomunikasi dengan mitranya. Enam
faktor yang mempengaruhi tampilan bahasa dijabarkan sebagai berikut:
1. Cara dan media komunikasi (lisan atau tulis)
2. Bidang ilmu
3. Situasi (resmi, setengah resmi, atau tidak resmi)
4. Ruang dan konteks
5. Khalayak / mitra tutur
6. Tujuan

Gaya bahasa bisa dinilai sebagai gaya bahasa yang baik ataupun buruk.
Terdapat beberpa syaat yang menjadi acuan untuk menentukan, apakah gaya bahasa
tersebut dikatakan baik ataupun buruk. Setidaknya, terdapat tiga unsur yang harus
terpoenuhi dalam menggunkan gaya bahasa, yaitu jujur, sopan, dan menarik. Jujur
berarti mengikuti kaidah kebahasaan, tidak membuat gaya bahasa yang sesuka hati
tanpa terpaut kepada aturan yang berlaku. Dalam hal ini, jujur juga memiliki maksud
bahwa gaya bahasa yang digunakan adalah benar dan tidak dibuat-buat.

Sopan memiliki arti menyampaikan lsesuatu secara jelas dan tidak berbelit-
belit. Sopan dalam pengertian ini memiliki maksud bahwa gaya bahasa yang digunakan
bersifat lunak dan tidak menyebabkan orang yang membaca atau mendengar menjadi
bingung. Menarik memiliki arti bahwa gaya bahasa tersebut harus dibuat dengan
bervariasai, sehingga akan terhindar dari nada, struktur, dan pilihan kata yang monoton.
Melihat hal tersebut, maka penulis atau penutur harus memiliki kekayaan kosakata,
kepekaan yang cukup tinggi, dan keluwesan agar pemilihan gaya bahasa menjadi
menarik, memberi nikmat, dan memiliki jiwa ketika dibaca atau didengar.

D. IDIOM

10
Idiom adalah konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna unsurnya.
Ungkapan idiomatik merupakan ungkapan khas yang ptidak dapat menghilangkan atau
mengganti salah satu unsur katanya. Setiap kata yang membentuk idiom telah memiliki
kesatuan bentuk dan makna. Setiap idiom telah terpatri sedemikian rupa sehingga para
pemakai baahasa harus tunduk pada aturan pemakaiannya. Sebagian besar idiom yang
berupa kelompok kata, misalkan gulung tikar, adu domba, dan muka tembok tidak
boleh dipertukarkan susunannya menjadi tikar gulung, domba adu, ataupun tembok
muka.
Idiom sering disamakan dengan peribahasa dalam bahasa Indonesia, tetapi
sebenarnya idiom lebih luas daripada peribahasa. Untuk memahami makna pada sebuah
idiom, seseorang harus mempelajarinya dengan sudut pandang penutur asli, bukan
hanya melalui makna dari kata-kata yang membentuknya. Jadi, pengertian idiom adalah
pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah kebahasaan, biasanya berbentuk
frasa, dan artinya tidak dapat dijelaskan secara logis atau secara gramatikal dengan
melihat mskna-makna kata yang membentuk idiom tersebut. Secara sederhana,
pemaknaan idiom tidak dapat dilakukan hanya dengan memaknai kata-kata
pembentukannya, tetapi perlu mengetahui kebudayaan dan cara berpikir masyarakat
pemilik idiom tersebut atau belajar kepada masyarakat pemilik idiom tersebut.
Beberapa kata juga ada yang muncul secara bersamaan dan hadir sebagai frasa,
tetapi tidak dapat dikatakan sebagai idiom, melainkan berperilaku idiom. Pasangan
kelopmok kata tersebut dapat dikatakan sebagai ungkapan idiomatik, seperti bertemu
tanpa menggunakan kata dengan, maka kata tersebut belum bisa disebut sebagai
ungkapan idiomatik dan masih timpang. Pembetulan yang dapat dilakukan adalah
melengkapinya dengan kata yang telah menjadi pasangannya.
E. BAHASA AFTIFISIAL
Bahasa artifisial merupakan bahasa yang berbeda dari bahasa biasa pada
umumnya. Bahasa artifisial digunakan dalam situasi yang sangat terbatas, khas, dan
alami. Selain itu, bahasa ini bebas konotasi dan asosiasi, tidak ambigu, dan faktual.
Oleh karenanya, bahasa artifisial juga dikatakan sebagai bn sebagai bahasa yang
cenderung hemat, cermat, tepat dan tunggal. Kebutuhan akan bahasa artifisil ini hanya
bersifat fungsional. Ada kemungkinan bahasa jenis ini hanya dipakai dalam waktu-
waktu tertentu dan tidak berkepanjangan dalam setiap harinya (Parera, 2004: 169-170).
Bahasa artifisial dikenal pula dengan nama bahasa buatan, yaitu bahasa yang
dibuat secara khusus untuk kepntingan-kepentingan komunikasi tertentu. Sistem kode
11
yang digunakan berupa lambing-lambang abstrak sepertiyang digunakan dalam
pemograman komputer dalam keilmuan, misalnya rumus-rumus dalam bidang ilmu
matematika, fisika, atau yang lainnya. Bahasa artifisial dipertentangkan pula dengan
bahasa alamiah (Kridalaksana, 1984: 20).
Dalam menyampaikan sesuatu secara tertulis, setiap penulis harus
memperhatikan bagaimana dan apa yang ditulis. Menjadi hal yang berbeda ketika
konsentrasi lebih ditekankan kepada bagaimana dia harus menulis tanpa
memperhatikan apa yang ditulis, tulisannya akan cenderung menagarah ketulisan
artifisial. Kasus tersebut menunjukan bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk
memperindah karya atau hasil buatannya.
Bahasa artifisial ini berbeda dengan bahasa alamiah, yaitu bahasa yang tidak
perlu dipelajari dan mencerminkan pemakaian bahasa sehari-hari pada umumnya.
Berikut perbedaan antara bahasa artifisial dan bahasa alamiah.
F. PERANTI-PERANTI DIKSI
Untuk mencapai tujuab agar apa yang dibayangkan dan dirasakan oleh penulis
atau penutur dapat dirasakan pula oleh pembaca dan pendengar, dibutuhkan pemilihan
kata yang tepat dan sesuai dengan konteks. Jika hal tersebut telah dapat dipenuhi, akan
tercipta sebuah komunikasi yang efektif dan efesien, sehingga tercipta pula pemahaman
yang baik bagi pendengar atau pembaca dan terhindar dari kesalahpahaman dalam
berkomunikasi. Selain hal-hal tersebut, masih ada aspek-aspek yang perlu diperhatikan
dalam berkomunikasi, yaitu :
1. Bernilai rasa
2. Ragam baku dan tidak baku
3. Masalah penyempitan dan perluasan makna
4. Ragam sosiolek dan fungsiolek
5. Keaktifan dan kepasifan kata
6. Kata yang berhubungan dengan indra/sinestisia, yaitu istilah-istilah yang
menyatakan pengalaman-pengalaman yang diserapa panca indra
7. Kelugasan kata

Kata yang memiliki rasa belum tentu kata yang baku, dan kata yang baku
bisa jadi bukanlah kata yang memiliki nilai rasa. Melihat kasus tersebut, maka harus
dipertimbangkan secara cermat laras bahasanya dan sekaligus segala hal yang
menyangkut konteks bahasannya. Sebagai contoh dari aspek ini adalah penggunaan

12
kata wanita dan perempuan dalam sebuah kalimat atau ungkapan. Cukup banyak
yang berdebat, kata manakah yang memiliki nilai lebih tinggi atau terhomat untuk
digunakan.

Aspek kedua adalah ragam baku dan tidak baku. Ragam baku adalah ragam
yang dilembagakan serta diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya
sebagai bahasa resmi dan digunakan sebagai rujukan noram bahasa dalam
pemakainya. Misalnya adalah penggunaan kata shalat dalam bentuk tertulis. Hal
tersebut berdasarkan cara pengucapan sehari-hari atau menggunakan tata cara
penulisan bahasa Arab. Kata yang baku dari bentuk tersebut adalah kata salat.

Aspek yang ketiga adalah masalah penyempiatan dan perluasan makna.


Aspek ini akan selalu hadir karena bahasa bersifat dinamis. Bahasa bergerak
bersama dengan perkembangan kehidupan masyarakat pemakainya. Penggunaan
kata pendeta yang sebenarnya memiliki makna orang yang berilmu, saat ini hanya
dapat digunakan untuk mewakili makna pengajar dan pengkhotbah agama Kristen.

Aspek yang keempat adalah ragam sosiolek dan fungsiolek. Ragam


sosiolek merupakan ragam bahasa yang sebagian kaidah dan normanya berdasarkan
atas kesepakatan Bersama dalam hidup lingkungan sosial yang terbatas dan kecil,
sedangkan fungsiolek adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi,
lembaga, lingkungan kerja keadaan penggunanya. Ragam ini biasanya menjadi
bahasa khusus, yaitu bahasa teknik keprofesian.

Aspek yang kelima adalah keaktifan dan kepasifan kata. Aspek ini
merupakan bentuk berubahnya sifat sebuah kata yang sudah jarang digunakan atau
bersidat pasif, menjadi kata yang aktif dan siap untuk digunakan karena sering
digunakan oleh tokoh masyarakat. Penggunaan kata terkini adalah contoh dari
aktifnya kata yang sesungguhnya pasif. Menurut kaidah kebahasaan, kata
keterangan kini tidak akan bisa diberi awalan ter.

Aspek yang keenam adalah kata yang berhubungan dengan indra. Aspek
ini menjadikan kata yang hanya berkaitan dengan satu indra menjadi dapat
digunakan untuk dihubungkan dengan indra yang lain karena kerapatan hubungan
indra. Kata manis adalah kata yang memiliki hubungan dengan indra pengecap /
perasa, tetapi dapat digunakan dalam kalimat “perempuan itu terlihat begitu manis

13
ketika menggunkan kerudung berwarna merah,” yang sebenarnya berkaiatan
dengan indra penglihatan.

Aspek yang keenam adalah kelugasan, yaitu penggunaan kata secara


ringkas, sederhana, tidak berbelit-belit, berandai-andai, dan bukan merupakan frasa
yang Panjang. Penggunaan dari aspek ini salah satunya adalah pada kata-kata yang
bersifat tabu, seperti kata sanggama yang lebih lugas dibandingkan dengan
berhubungan badan.

G. PEMBENTUKAN KATA
Kata dapat dianalisis pembentukannya. Kata dapat muncul dalam bentuk
gabungan dari beberapa bagian, sehingga perlu dicari tahu, apa kata dasar yang
membentuknya. Proses ini dapat mempermudah pencarian terhadap kata yang
dimaksud. Pembentuka kata dapat terjadi karena faktor dari dalam dan luar bahasa
Indonesia. Pembentukan kata dari dalam maksudnya adalah adanya proses
pengimbuhan terhadap kata dasar yang telah ada, sedangkan yang berasal dari luar
adalah pembentuka kata yang merupakan serapan dari dari kata diluar bahasa
Indonesia.
Pembentukan kata yang berasal dari dalam hanya bentuk derivasi. Kata dalam
bahasa Indonesia tidak terpengaruh dengan adanya perbedaan waktu, jenis kelamin, dan
jumlah, sehingga pembentukan kata dalam bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan
secara fleksi. Pembentukan secara derivasi merupakan perubahan kata berdasarkan atas
jenis kata atau kelas kata. Perebuhan ini biasanya terjadi ketika telah masuk kevdalam
suatu frasa, klausa, atau kalimat. Sebuah kata yang memiliki kelas kata nomina dapat
berubah menjadi kata baru dengan kelas kata verba ketika mendapatkan imbuhan,
sebagai contoh, kata batu merupakan benda yang keras menjadi kata membatu yang
berkelas kata verba dan bermakna membisu.
Pembentukan kata yang berasal dari luar adalah hadirnya kata-kata yang
merupakan serapan dari kata bahasa asing. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya
hubungan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia dengan bangsa asing, mulai dari
perdagangan, penjajahan, politik, sampai hubungan diplomasi. Hadirnya bangas asing
di Indonesia tentu bersama bahasa yang mereka gunakan, dan ketika kterjadi sebuah
komunikasi dengan rakyat Indonesia, maka terjadi pula pertukaran informasi dan
bahasa. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan bangsa Indonesia untuk melakukan
penamaan benda dan situasi tertentu yang belum dimiliki bahasa Indonesia.

14
Ketika (pra) Indonesia melakukan kontak dengan bangsa asing, banyak hal baru yang
dikenal oleh Indonesia, mulai dari benda-benda, makanan, kebiasaan, samapai
kebudayaan. Hal tersebut tidak dapat diabaikan sebab Indonesia memerlukan
komunikasi dengan dunia iternasional untuk mencukupi kebutuhan bangsa Indonesia.
Kata yang didapat dari bahasa asing ada yang mengalami perubahan ejaan dan ada pula
yang tidak. Makna kata yang didapat dari bahasa asing tidak selamanya sama dengan
makna dari kata bahasa asing tersebut. Beberapa kata juga akan mengalami perubahan
makna sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, maka akan disebut kata saerapan.
Terdapat lima bentuk serapan, yaitu sebagai berikut (Satata, dkk, 2012: 126).
1. Mengambil kata yang sudah sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia
Contoh: bank, opname, golf.
2. Mengambil kata dan menyesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia
Contoh: subject menjadi subjek, apotheek menjadi apotek, standard menjadi
standar.
3. Menerjemahkan dan memadankan istilah-istilah asing kedalam bahasa
Indonesia
Contoh: up to date menjadi muktahir, hearing menjadi dengar pendapat, starting
point menjadi titik tolak.
4. Mengambil istilah yang tetap seperti aslinya karena sifat keuniversalannya
Contoh: de facto, status quo, cum laude.
5. Menyerap dari bahasa daerah
Contoh: ayu, belangkon, jarit.
Ketika telah terdapat kata-kata yang entah berasal dari bahasa asing ataupun
bukan, penggunaannya juga perlu diperhatikan. Kata yang masih mejadi bahasa
setempat, atau sosiolek sebaiknya dihindari, kecuali ketika telah menjadi kata milik
umum, seperti ayu, sebaiknya tetap menggunakan cantik ketika konteks tidak tepat.
Seseoranh juga perlu berhati-hati ketika menggunakan kata-kata yang memiliki nilai
rasa. Jangan sampai penggunaan yang sepertinya telah benar, ternyata tidak tepat atau
tidak baik, seperti penggunaan kata tuli dan tunarungu. Ada konteks yang dapat
menggunkan kata tuli, tetapi ada pulayang tidak, sehingga perlu menggunakan kata
lain, yaitu tunarungu. Hal yang terakhir adalah dengan tidak menggunkan kata yang
tidak lazim digunakan, kecuali telah dipakai masyarakat, sebab sifat pun bersifat
konvensional dan universal. Contoh penggunaan kata ini adalah kata puspa, konon, dan

15
lascar. Kata-kata ini telah menjadi kata yang sering digunakan masyarakat layak untuk
digunakan umum.
Berkaitan dengan konsep-konsep ilmiah yang baru, para ilmuan sering menggunkan
akar-akar kata dalam bahasa Yunani dan Latin yang sudah terkenal. Dengan
mengetahui akar-akar kata tersebut kita dapat mengetahui makna istilah kata tersebut
ketika pertama kali menemuinya. Akar-akar kata bahasa Yunani yang sering digunakan
anatar lain aqua (air) menjadi akuarium, akuades, akuaritus, dan scri / script (menulis)
menjadi skripsi, transkripsi, deskripsi. Selain bahasa Yunani yang sering digunakan
dalam bahasa Indonesia untuk membentuk istilah-istilah baru. Imbuhan yang kemudian
digunakan dalam bahasa Indonesia antara lain tele- (jauh) dalam kata televisi, telepon,
telegraf dan pasca- (sesudah) dalam kata pascasarjana, pascapanen, pascaperang.

16
KESIMPULAN
Pemilian kata yang dimaksudkan adalah sebuah upaya mendapatkan kata yang tepat
untuk dipakai dan mampu menciptakan suatu kesan tertetu, yaitu sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan.Pemilihan kata ini dapat terlaksana, jika terdapat beberapa kata yang memiliki
makna atau maksud yang sama atau mirip.Sebuah kata yang memiliki kemiripan atau kesamaan
makna dapat digunakan untuk menggantikan kata yang lain agar tercipta suatu imajinasi atau
efek tertentu bagi pembaca atau pendengar.Tiap kata yang memiliki yang memiliki kesamaan
makna mrmiliki peluang untuk menggantikan kata yang lain.Ketika sebuah kata tidak mampu
mewakili konsep yang ingin disampaikan oleh penulis atau penutur, dia hanya perlu melihat
daftar kata yang lain dalam pikirannya.Jika terdapat kata yang memilki konsep atau makna
yang mirip, kata tersebut bias digunakan.Pemilihan kata tidak berkaitan dengan mirip atau
samanya makna yang dimiliki sebuah kata.Pemilihan kata juga harus memperhatikan konteks
dimana kata tersebut akan digunakan dan memilki makna yang tidak bertentangan dengan nilai
rasa dari masyarakat pemakainya.

Penulis atau penutur harus mengetahui perbedaan antara makna konotasi dan denotasi
serta penggunaannya, mampu membedakan kata-kata yang memilki ejaan hampir sama, kata-
kata dari bahasa asing atau daerah, paham dengan kata-kata yang bersinonim, paham dan
memiliki kepekaan terhadap lingkungan disekitarnya tersebut dengan baik dan tepat.Sebuah
masyarakat memiliki makna yang baik untuk sebuah kata, tetapi mungkin kata tersebut
memiliki makna yang tidak baik pada masyarakat yang lain.Pemilihan kata yang tepat sesuai
dengan konteks juga ditujukan agar pembaca atau pendengar dapat memahami kaliamat atau
tuturan sesuai dengan yang diharapkan oleh penulis atau penutur.Seorang penulis atau penutur
yang menguasai kosakata berarti dia mengetahui makna kata dan perubahan kata.Dapat
membedakan kata umum dan kata khusus Contoh: Kata buah merupakan kata umum yang
memiliki acuan yang lebih luas dibandingkan dengan kata semangka dan apel yang merupakan
kata khusus.

Memahami perubahan makna pada kata yang berasal dari bahasa asing Contoh: Kata
issue yang merupakan kata dari bahasa Inggris memiliki makna publikasi, kesudahan, perkara,

17
sedangkan kata isu dalam bahasa Indonesia memiliki makna kabar yang tidak jelas asal-
usulnya, kabar angin, atau desas-desus.Sebagai contoh dari makna ini adalah kata batu,
bermakna denotasi benda keras dan padat yang berasal dari bumi atau planet lain, tetapi bukan
logam.Secara sederhana, makna majasi adalah makna yang tidak secara langsung mengacu
kepada kata yang dipilih atau makna tidak sebenarnya.Makna kata yang digunakan terkadang
sedikit berbeda dengan makna yang diinginkan, tetapi maksud yang ingin disampikan tetaplah
sama.Sopan dalam pengertian ini memiliki maksud bahwa gaya bahasa yang digunakan
bersifat lunak dan tidak menyebabkan orang yang membaca atau mendengar menjadi
bingung.Melihat hal tersebut, maka penulis atau penutur harus memiliki kekayaan kosakata,
kepekaan yang cukup tinggi, dan keluwesan agar pemilihan gaya bahasa menjadi menarik,
memberi nikmat, dan memiliki jiwa ketika dibaca atau didengar.

Jadi, pengertian idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah
kebahasaan, biasanya berbentuk frasa, dan artinya tidak dapat dijelaskan secara logis atau
secara gramatikal dengan melihat mskna-makna kata yang membentuk idiom
tersebut.Pasangan kelopmok kata tersebut dapat dikatakan sebagai ungkapan idiomatik, seperti
bertemu tanpa menggunakan kata dengan, maka kata tersebut belum bisa disebut sebagai
ungkapan idiomatik dan masih timpang.Bahasa artifisial ini berbeda dengan bahasa
alamiah,yaitu bahasa yang tidak perlu dipelajari dan mencerminkan pemakaian bahasa sehari-
hari pada umumnya.Untuk mencapai tujuab agar apa yang dibayangkan dan dirasakan oleh
penulis atau penutur dapat dirasakan pula oleh pembaca dan pendengar, dibutuhkan pemilihan
kata yang tepat dan sesuai dengan konteks.Jika hal tersebut telah dapat dipenuhi, akan tercipta
sebuah komunikasi yang efektif dan efesien, sehingga tercipta pula pemahaman yang baik bagi
pendengar atau pembaca dan terhindar dari kesalahpahaman dalam berkomunikasi.Kata yang
berhubungan dengan indra/sinestisia, yaitu istilah-istilah yang menyatakan pengalaman-
pengalaman yang diserapa panca indra.Kelugasan kata Kata yang memiliki rasa belum tentu
kata yang baku, dan kata yang baku bisa jadi bukanlah kata yang memiliki nilai rasa.

Pembentukan kata dari dalam maksudnya adalah adanya proses pengimbuhan terhadap
kata dasar yang telah ada, sedangkan yang berasal dari luar adalah pembentuka kata yang
merupakan serapan dari dari kata diluar bahasa Indonesia.Sebuah kata yang memiliki kelas
kata nomina dapat berubah menjadi kata baru dengan kelas kata verba ketika mendapatkan
imbuhan, sebagai contoh, kata batu merupakan benda yang keras menjadi kata membatu yang
berkelas kata verba dan bermakna membisu.Dapat membedakan kata umum dan kata khusus

18
Contoh: Kata buah merupakan kata umum yang memiliki acuan yang lebih luas dibandingkan
dengan kata semangka dan apel yang merupakan kata khusus.

Memahami perubahan makna pada kata yang berasal dari bahasa asing Contoh: Kata
issue yang merupakan kata dari bahasa Inggris memiliki makna publikasi, kesudahan, perkara,
sedangkan kata isu dalam bahasa Indonesia memiliki makna kabar yang tidak jelas asal-
usulnya, kabar angin, atau desas-desus.Kelugasan kata Kata yang memiliki rasa belum tentu
kata yang baku, dan kata yang baku bisa jadi bukanlah kata yang memiliki nilai
rasa.Pembentukan kata dari dalam maksudnya adalah adanya proses pengimbuhan terhadap
kata dasar yang telah ada, sedangkan yang berasal dari luar adalah pembentuka kata yang
merupakan serapan dari dari kata diluar bahasa Indonesia.Sebuah kata yang memiliki kelas
kata nomina dapat berubah menjadi kata baru dengan kelas kata verba ketika mendapatkan
imbuhan, sebagai contoh, kata batu merupakan benda yang keras menjadi kata membatu yang
berkelas kata verba dan bermakna membisu.

19
DAFTAR PUSTAKA
Mumtaz, Fairuzul, 2015. Modul Bahasa Indonesia, Tasikmalau

20

Anda mungkin juga menyukai